Interpretasi Arsitektur Neo Vernakular Pada Gereja HKBP Parapat, Sumatera Utara

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Boediono, Endang. 1997. Sejarah Arsitektur 1. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. ________. 2007. Sejarah Arsitektur 2. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Gartiwa, Marcus. 2011. Morfologi Bangunan dalam Konteks Kebudayaan. Bandung: Muara Indah.

Hildebrandt, M. 2004. Penuntun Simbol-Simbol Ibadah Kristen, Jurnal STT Intim Makassar. Edisi khusus 2004.

Indra, I. 1999. Teologi Sistematis, cetakan kelima. Bandung: Lembaga Literatur Baptis.

Jencks, Charles. 1977. The Language of Post-Modern Architecture. New York: Rizzoli.

Keane. 1998. Architecture: An Interactive Introduction, Exploration of the History, Art, Science, and Profession of Architecture. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Loebis, Nawawiy (2002). Architecture InTranformation The Case of Batak Toba. Universitas Sains Malaysia.

Priatmojo, D. 1989. Arsitektur Gereja Katolik. Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Tarumanegara.

Rachman, Rasid. 2010. Pembimbing Sejarah Liturgi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.


(2)

Sitompul, A. A. 1993. Manusia dan Budaya. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Sukaria, Sinulingga. 2011. Metode Penelitian. SumateraUtara : USU Press.

Taylor, S. J., dan Bogdan, R. 1984. Introduction to Qualitative Reserach Methods. New York: John Wiley & Sons.

https://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur_Gereja (diakses pada Tanggal 20 Desember 2015, pukul 22:07)

http://mengakubackpacker.blogspot.co.id/2012/05/keajaiban-arsitektur-gotik-part-1-ciri.html (diakses pada Tanggal 28 Desember 2015, pukul 20:21)

http://atpic.wordpress.com/2011/03/02/arsitektur-baroque-akhir-abad-16m-pertengahan-abad-18m/#more-289 (diakses pada Tanggal 28 Desember 2015, pukul 21:15)

http://farizallama-note.blogspot.com/2012/04/perkembangan-arsitektur-renaissance.html (diakses pada Tanggal 28 Desember 2015, pukul 21:40)


(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif mengenai penerapan gaya arsitektur Neo Vernakular pada Gereja HKBP Parapat, Sumatera Utara. Penelitian kualitatif merupakan sebuah metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti (Taylor dan Bogdan, 1984:5), dengan mengandalkan data-data dari kunjungan lapangan ke salah satu bangunan yang menjadi objek penelitian.

3.2. Variabel Penelitian

Variabel adalah segala sesuatu yang mempunyai dan mengambil nilai yang beragam (Sinulingga, 2011). Variabel pada penelitian ini dilakukan dengan 2 cara, yaitu cara yang pertama dengan penerapan teori berdasarkan kajian pustaka, dan cara yang kedua dengan mengamati objek penelitian secara visual. Adapun variabel dalam penelitian ini sebagai berikut :


(4)

Tabel 3.1. Variabel Penelitian

Variabel Sub Variabel Metode

Wujud arsitektur pada Gereja HKBP Parapat

 Bentuk bangunan

Observasi langsung (pengambilan gambar), menggambar ulang denah dan

tampak bangunan Gereja HKBP Parapat kemudian menyesuaikan dengan kajian pustaka.

Elemen arsitektur pada Gereja HKBP Parapat

Atap :

 Elemen bagian depan Dinding :

 Pintu,  Jendela, dan  Ornamen Ruang

Observasi langsung (pengambilan gambar), menggambar ulang denah dan

tampak bangunan Gereja HKBP Parapat kemudian menyesuaikan dengan kajian pustaka.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data ada 2 yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.

Tabel 3.2. Metode Pengumpulan Data

Jenis Data Data Metode Pengumpulan Data

Data Primer

 Gambaran umum bentuk Gereja HKBP Parapat.

 Elemen-elemen

arsitektur Gereja HKBP Parapat beserta detail arsitekturnya.

 Observasi langsung (pengambilan gambar) Gereja HKBP Parapat.  Gambar ulang site plan

Gereja HKBP Parapat.  Gambar ulang denah dan

tampak Gereja HKBP Parapat.

Data Sekunder

 Tinjauan pustaka tentang Arsitektur Gereja dan Neo Vernakular.

 Mencari dan memilih tinjauan pustaka tentang arsitektur Gereja dan Neo Vernakular dari dokumen, buku, jurnal, dan artikel.


(5)

HKBP PARAPAT 3.4. Kawasan Penelitian

Gereja HKBP Parapat terletak di Jalan Bukit Barisan No.17, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Bangunan eksisiting yang berada di kawasan Gereja HKBP Parapat didominasi oleh tempat penginapan dan rumah penduduk.

Gambar 3.1. Lokasi Gereja HKBP Parapat Sumber: Google Earth (2015)

Gambar 3.2. Skematik Jarak Kawasan Penelitian Sumber : Diolah dari google maps (2015) MEDAN

PELABUHAN FERY AJIBATA,

TIGARAJA PORSEA

PEMATANG SIANTAR


(6)

3.5. Metode Analisa Data

Metode yang digunakan untuk menganalisa data berupa deskripsi mengenai data yang diperoleh. Adapun tahapan analisa untuk menemukan elemen-elemen yang menerapkan gaya arsitektur Neo Vernakular, sebagai berikut:

 Mengumpulkan data-data tentang arsitektur Neo Vernakular. Data ditemukan pada dokumen, buku, jurnal, dan pengambilan gambar.

 Melakukan survei lapangan dengan pengambilan gambar Gereja HKBP Parapat. Gambar yang diambil berupa elemen-elemen bangunan, yaitu eksterior dan interior.

 Setelah semua data berhasil ditemukan, maka dilakukan pengelompokan data yang sesuai dengan kajian pustaka untuk dianalisa.

 Pada akhir analisa akan disusun kesimpulan bagaimana penerapan gaya arsitektur Neo Vernakular pada Gereja HKBP Parapat, Sumatera Utara.


(7)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Parapat terletak antara 02o 40’ 59” Lintang Utara dan 98o 57’41” Bujur Timur dengan ketinggian berkisar antara 600 – 1600 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon adalah 12.039 Ha atau sekitar 2,74% dari total luas Kabupaten Simalungun (Kecamatan Girsang Sipangan Bolon dalam Angka, 2012). Batas – batas wilayah, sebagai berikut:

Utara : Kecamatan Sidamanik Barat : Pulau Samosir

Timur : Kecamatan Dolok Panribuan dan Kecamatan Hatonduhan Selatan : Kabupaten Toba Samosir


(8)

Gereja HKBP Parapat terletak di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, kota Parapat tepatnya di Jalan Bukit Barisan, dengan batas – batas sebagai berikut:

Utara : Jl. Kol. TPR. Sinaga Barat : Jl. Bukit Barisan Timur : Jl. Josep Sinaga Selatan : Jl. Josep Sinaga

Gambar 4.2 Peta Lokasi Penelitian Sumber: Google Maps/Google Earth (2015)


(9)

Bank Tabungan Pensiunan Nasional

Hotel Inna Parapat Hotel Niagara Parapat

Danau Toba Pelabuhan Ferry Ajibata

Gambar 4.3 Peta Kawasan Eksisting Gereja HKBP Parapat Sumber: Google/Google Earth (2015)


(10)

4.2. Gambaran Umum Objek Penelitian 4.2.1. Sejarah Gereja HKBP Parapat

Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Prostestan) Parapat adalah sebuah gereja yang berada disekitar Danau Toba yang tepat nya berada di Jl. Bukit Barisan No. 17, Parapat. Pertama sekali Evangelis Daniel berhasil mengabarkan injil di Parapat dan sekitarnya, yang pada tahun 1904 para jemaat berkumpul di sebuah rumah Missionaris. DR.IL.Nommensen juga berperan penting dalam sejarah HKBP Parapat.

Pada tahun 1906, masyarakat mulai membangun gereja sederhana yang dinamakan Gereja “Ijuk” merupakan gereja pertama kali Parapat terletak di.Sipiak. Pada tahun 1911, Gereja Ijuk kemudian direnovasi menjadi Gereja HKBP Parapat yang terletak di Sipiak.

Pada tahun 1932 Gereja HKBP di Sipiak yang kemudian dipindahkan ke Jl. Bukit Barisan. Sedangkan Gereja HKBP di Sipiak menjadi Hotel Inna Parapat. Gereja HKBP Parapat yang sekarang berada di Jl. Bukit Barisan kemudian kembali di renovasi menjadi setengah beton.

Pada tahun 1974, Gereja HKBP Parapat kembali direnovasi menjadi bangunan permanen walaupun tiang – tiang utama masih memakai kayu balok. Pada tahun 2010, Gereja HKBP Parapat kembali direnovasi dengan bentuk yang sekarang. Gereja HKBP Parapat ini didesain oleh Ir. Sahala Simanjuntak, dengan konsep desain semi Eropa-Batak sehingga menjadi salah satu Gereja kebanggaan warga Parapat, karena tidak sedikit turis manca negara yang ikut kebaktian atau beribadah di sana.


(11)

Tabel 4.1. Perkembangan Gereja HKBP Parapat

No. Gambar Tahun Keterangan

1. 1904 Rumah Missionaris, Tempat berkumpulnya para jemaat. 2. 1906

Gereja “Ijuk” yang merupakan gereja pertama kali di Parapat.

3.

1911 Gereja HKBP di Sipiak.

5.

1932

Gereja HKBP Parapat dipindahkan ke Jl. Bukit Barisan.

6.

1974

Gereja HKBP Parapat setelah direnovasi menjadi bangunan permanen walaupun tiang – tiang utama masih memakai kayu balok.


(12)

7.

2010 – sekarang

Gereja HKBP Parapat setelah direnovasi.

Sumber: Diolah dari Google (2015)

Gambar 4.4 Master Plan Gereja HKBP Parapat Sumber: Diolah dari survei lapangan (2015)


(13)

Gambar 4.5 Tampak Depan Gereja HKBP Parapat Sumber: Diolah dari survei lapangan (2015)

Gambar 4.6 Perspektif Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)


(14)

4.3. Bentuk Arsitektur Neo Vernakular Pada Gereja HKBP Parapat

Penerapan bentuk arsitektur pada Gereja HKBP Parapat dapat dilihat dari segi tampilan bangunan yang terlihat modern, tetapi masi memiliki ciri khas dari daerah Parapat tersebut yaitu arsitektur pada rumah tradisional. Berikut ini akan dibahas mengenai bagian-bagian gereja yang menunjukkan bentuk arsitektur Neo Vernakular.

4.3.1. Atap

Ciri-ciri gaya arsitektur Neo Vernakular salah satunya adalah menggunakan atap miring (Jencks, 1984). Penggunaan atap miring pada Gereja HKBP Parapat menunjukkan ciri dari arsitektur yang sesuai dengan budaya lokal dan tanggap dengan iklim tropis. Rumah tradisional Batak Toba menggunakan atap miring dan bahan penutup atap terbuat dari ijuk. Hal ini menunjukkan bahwa atap dari Gereja HKBP Parapat ini termasuk Neo Vernakular karena mengandung unsur budaya lokal, namun dari segi material sudah lebih modern dengan menggunakan atap genteng.


(15)

Gambar 4.7 Penggunaan Atap Miring PadaGereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)

Gambar 4.8 Atap Rumah Tradisional Batak Toba Sumber: www.google.com


(16)

4.3.2. Menara

Menara sering dijumpai pada gereja-gereja yang ada, begitu pula dengan Gereja HKBP Parapat yang memiliki menara tunggal pada bagian depan. Menara pada Gereja HKBP Parapat berbentuk lancip yang melambangkan ciri-ciri arsitektur Romanesque (Keane, 1998). Namun pada dasarnya material yang digunakan masih berupa material lokal.

Gambar 4.10 Menara pada Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)

4.3.3. Dinding

Gereja HKBP Parapat menggunakan material dinding batu bata. Penggunaan batu bata juga merupakan ciri dari penerapan arsitektur Neo Vernakular. Gereja HKBP Parapat memiliki beberapa elemen arsitektur yaitu, pintu, jendela, dan ornamen.


(17)

Gambar 4.11 Detail Dinding pada Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)

a) Pintu

Pintu utama Gereja HKBP Parapat berbentuk persegi dengan dipadukaan setengah lingkaran pada bagian atas sebagai ornamen. Penggunaan material kayu mencerminkan budaya lokal yang menggunakan kayu sebagai bahan bangunan. Penerapan gaya arsitektur Neo Vernakular pada pintu ini dapat dilihat karna tidak hanya menampilkan arsitektur lokal namun lebih modern dengan menggunakan material kaca sebagai ornamen pada setiap sisi pintu


(18)

Gambar 4.12 Pintu Utama (kiri) dan Pintu Samping (kanan) Gereja HKBP Parapat

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)

b) Jendela

Bentuk jendela Gereja HKBP Parapat berbentuk persegi panjang yang biasa di pakai pada rumah tradisional Batak Toba. Pemakaian kaca sebagai material membuat jendela tersebut tampak lebih modern.

Gambar 4.13 Jendela yang Lebih Modern pada Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)


(19)

c) Ornamen

Pada beberapa bagian gereja tampak mengadopsi ornamen dari rumah Tradisional Batak Toba. Ideologi dari arsitektur Neo Vernakular adalah penerapan elemen arsitektur yang sudah ada dan kemudian sedikit atau banyaknya mengalami pembaruan menuju suatu karya modern. Hal ini dapat dilihat pada ornamen-ornamen yang terdapat didinding gereja. Biasanya pada rumah tradisional Batak Toba ornamen tersebut akan menggunakan material kayu dan menggunakan warna yang cerah namun pada Gereja HKBP Parapat ini menggunakan material semen uuntuk mengukir ornamen tersebut.

Gambar 4.14 Tampak Samping Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)


(20)

Gambar 4.15 Detail Ornamen pada Dinding Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)

Gambar menunjukan ornamen yang digunakan mengadopsi jenis gorga iran-iran dan gorga sitangan dimana kedua jenis gorga disatukan dan membentuk ornamen tersendiri sehingga memiliki makna sebagai simbol kecantikan dan memiliki kewajiban untuk selalu ramah dan sopan terhadap orang lain (Wahid dan Alamsyah, 2013).

4.4. Ruang Dalam/Interior Bangunan Gereja HKBP Parapat

Pada interior gereja terdapat beberapa ruang, yaitu: pada lantai dasar terdapat ruang konsistori, ruangan pemusik, kemudian masuk pada bagian inti gereja yaitu tempat proses ibadah berlangsung. Gereja ini memiliki lantai


(21)

mezanin, yang terdapat tangga menuju lantai kedua (terdapat bangku untuk para jemaat), yang kemudian terdapat tangga menuju menara (3 lantai menuju lantai teratas tempat lonceng berada).

Bentuk denah gereja mengadopsi bentuk salib yang merupakan gaya arsitektur Romanesque.

Gambar 4.16 Denah Lantai 1 dan Denah Lantai Mezanin Sumber: Diolah dari survei lapangan (2015)


(22)

Gambar 4.17. Denah Lantai 2 dan Denah Lantai Menara Gereja Sumber: Diolah dari survei lapangan (2015)


(23)

Pada lantai dasar terbagi beberapa ruang, yaitu ruang konsistori, ruang pemusik, dan ruangan ibadah jemaat.

 Ruang Konsistori

Ruang konsistori merupakan ruangan yang biasanya para pelayan gereja berkumpul, baik sebelum memulai ibadah, setelah ibadah, ataupun berkumpul untuk mengadakan rapat. Pada ruangan ini hanya terdapat meja dan bangku.

 Ruang Pemusik

Gereja ini juga memiliki sebuah ruangan yang berfungsi sebagai tempat untuk pemusik latihan ataupun evaluasi untuk ibadah gereja.

 Altar

Altar ini berbentuk setengah lingkaran yang kira – kira berdiameter 8 m, yang terdapat tempat untuk mengabarkan warta jemaat gereja yang dilakukan oleh pelayan gereja (sintua/calon sintua) untuk mengabarkan warta jemaat gereja, dan bagian tengah terdapat mimbar (tempat khotbah untuk pelayan gereja, yang diantaranya: Pendeta, Calon Pendeta, dan Bibelvrouw).

Pada bagian atas altar gereja terdapat sebuah kalimat dalam bahasa Batak Toba “Jahowa Siparmahan Ahu” yang berarti “Tuhan Adalah Gembalaku” dimana dalam Kitab Mazmur 23 menjelaskan bahwa selama kita menjadikan Tuhan sebagai gembala dan selama kita menjadi domba yang baik bagi gembala itu, maka apapun yang menjadi kebutuhan kita tersedia, sebagaimana gembala menjamin kebutuhan domba – dombanya


(24)

mulai dari kebutuhan fisik, rasa aman, ketentraman, ataupun hal lain yang non material.

Gambar 4.18 Altar Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)

Pada dinding altar menggunakan material kayu, begitupula pada material yang digunakan pada mimbar dan meja di altar yang menggunakan kayu dan terdapat salib dan ornamen tradisional Batak Toba.


(25)

Tabel 4.2. Detail Pada Altar

No. Detail Gambar Keterangan

1. Pada bagian atas altar gereja terdapat sebuah kalimat dalam bahasa Batak Toba “Jahowa Siparmahan Ahu” yang berarti “Tuhan Adalah Gembalaku”. Dinding altar ini menggunakan material kayu.

2. Secara keseluruhan, baik tangga

ataupun ornamen Batak Toba yang terdapat pada mimbar ini menggunakan material kayu.

Pada ornamen menggunakan jenis gorga sitompi yang memiliki makna untuk mempersatukan atau menjalin kesatuan masyarakat layaknya menjalin sebuah anyaman.

Namun pada ornamen ini sudah mengalami perubahan ke bentuk lebih modern.

3. Pada depan mimbar terdapat meja,

dimana menggunakan material kayu. Pada bagian tengah meja terdapat salib dan pada sisinya terdapat ornamen tradisional Batak Toba.

Ornamen ini mengadopsi jenis gorga iran-iran yang berarti sebagai simbol kecantikan.

4.

Pada bagian lantai altar menggunakan lantai keramik berukuran 60x60 cm.

Pada tangga altar terdapat lantai keramik yang berwarna coklat muda dengan ukuran 30x30 cm.


(26)

Pada kedua sisi dinding altar terdapat gambar burung merupakan dimana burung merpati merupakan sebuah simbol kehadiran Roh Kudus yang dikaitkan pada peristiwa Yesus dibaptis. Seekor burung merpati yang membawa ranting zaitun menjadi simbol universal untuk perdamaian. Dua ekor merpati disimbolkan sebagai tanda cinta kasih (Hildebrandt, 2004). Pada langit-langit gereja terdapat lampu berbentuk salib. Gereja ini menggunakan gypsum dengan perpaduan warna putih dan krem (Gambar 4.19).

Gambar 4.19 Interior Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)

Sedangkan pada sisi kiri dan kanan dinding interior gereja terdapat salib yang tersusun dari kaca, dan pada sekitar salib terdapat ornamen tradisional Batak Toba namun ornamen tersebut sudah dimodernkan (Arsitektur Neo Vernakular).


(27)

Gambar 4.20 Ornamen pada Dinding Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)

Seperti pada gambar 4.21 gereja ini memiliki 86 bangku pada lantai 1 dan 46 bangku pada lantai 2. Gereja ini menggunakan bangku yang terbuat dari kayu.

Gambar 4.21 Lantai 1 dan Lantai 2 Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)


(28)

Pada bagian depan terdapat seperti sekat berbentuk pintu yang berfungsi untuk memisahkan kedua sisi agar para jemaat lebih teratur ketika memasuki ruangan. Sekat ini menggunakan material keramik berwarna coklat dan putih, namun pada bagian tengah terdapat salib yang menerapkan ornamen tradisional Batak Toba seperti terlihat pada gambar 4.22

Gambar 4.22. Sekat Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)

Gereja ini menggunakan lantai keramik, dimana terdapat 3 tipe keramik. keramik bagian tengah berwarna coklat berukuran 50x50 cm, keramik berwarna hitam berukuran 10x50 cm, dan berwarna putih (lebih banyak) berukuran 80x80 cm.


(29)

Gambar 4.23 Lantai Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)

Gambar 4.24 menunjukkan pada lantai 2 hanya terdapat bangku untuk para jemaat. Lantai 2 gereja memiliki void. Bangku-bangku yang disusun bertingkat memanjang ke belakang, dimana bangku depan lebih rendah daripada bangku di belakang agar jemaat dapat melihat altar gereja sehingga jemaat dapat mengikuti ibadah dengan baik. Sedangkan pada langit-langitnya menggunakan plafond gypsum sama seperti ruangan lainnya.


(30)

Pada lantai gereja terdapat tangga yang menggunakan material keramik berwarna putih dan hitam. Sedangkan bangku terbuat dari material kayu berwarna coklat.

Gambar 4.25 Material Keramik pada lantai 2 pada Gereja HKBP Parapat Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)

Pada dasarnya, gereja didesain dengan bentuk denah salib yang mengadopsi gaya arsitektur Romanesque. Pada bagian atas (kepala salib) terletak altar, pada bagian kiri dan kanan serta bawah (kaki salib) merupakan tempat jemaat duduk beribadah. Denah berbentuk Simetris terlihat pada gambar 4.26.


(31)

Gambar 4.26. Denah Simetris pada Gereja HKBP Parapat Sumber: Dioleh dari survei lapangan (2015)

4.5. Ruang Luar/Eksterior Bangunan Gereja HKBP Parapat

Salah satu ciri-ciri arsitektur Neo Vernakular menurut Jencks (1984) adalah kesatuan antara interior yang terbuka melalui elemen yang modern dengan ruang terbuka di luar bangunan. Ruang luar pada Gereja HKBP Parapat ini memiliki kesatuan dengan ruang dalam, yaitu dengan adanya jendela yang terbuat dari kaca sehingga di dalam bangunan bisa langsung melihat keluar bangunan (halaman/taman) gereja.


(32)

Gambar 4.27 Taman Yang Berada Di Halaman Samping Gereja Sumber: Dioleh dari survei lapangan (2015)

Gambar 4.28 Taman Yang Berada Di Halaman Depan Gereja Sumber: Dioleh dari survei lapangan (2015)


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Studi ini menganalisa bahwa arsitektur Neo Vernakular diterapkan pada Gereja HKBP Parapat. Hal ini tampak pada penggunaan atap miring yang mengadopsi arsitektur Neo Vernakular, dan penggunaan atap pada entrance dan puncak jendela gereja yang menerapkan budaya sekitar/lingkungan yaitu Batak Toba. Pada atap bagian depan gereja terdapat ulu paung, dilapaung, sibombong ari, sitindangi, dan songsong yang merupakan ornamen pada rumah adat Batak Toba. Menara yang berada di tengah, didesain dengan proporsi menjulang tinggi yang lebih kontras dibandingkan dengan lebar gereja. Menara gereja berbentuk lancip ini mengadopsi gaya arsitektur Romanesque. Bentuk denah gereja mengadopsi bentuk salib yang merupakan gaya arsitektur Romanesque. Gereja HKBP Parapat juga menerapkan arsitektur Neo Vernakular, seperti dinding menggunakan batu bata dan disertai adanya ornamen arsitektur tradisional Batak Toba yang terdapat di dinding eksterior dan interior.

5.2. Saran

Untuk menjaga dan melestarikan budaya, sebaiknya gereja yang beradadi sebuah daerah mengadopsi unsur budaya daerah setempat sebagai suatu ciri khas. Sehingga dapat menjadi referensi bagi arsitek selanjutnya yang akan mendesain sebuah gereja pada daerah tersebut.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Arsitektur Gereja

Menurut Keane (1998), sejarah Arsitektur Kristen Awal dimulai pada masa kerajaan Romawi dan berkembang secara bertahap pada periode tertentu. Pada abad ke-1 sampai abad ke-4, ajaran Kristen yang diberitakan Yesus Kristus di tengah bangsa Yahudi mengalami banyak penolakan yang mengakibatkan para pengikutNya mati sebagai martir. Karena hidup dalam masa pengejaran, pengikut Kristen lalu mengadakan kebaktian dalam tempat yang tersembunyi, yaitu katakombe. Katakombe merupakan pemakaman yang terletak di bawah tanah.

Pada tahun 313 SM, Kaisar Konstantin mulai mengakui adanya agama Kristen melalui Deklarasi Milan. Mulai saat itu agama Kristen menjadi agama resmi negara dan gedung-gedung ibadah banyak dibangun. Saat itu, bangunan gereja mengambil bentuk bangunan yang berfungsi sebagai gedung pertemuan dan gedung kegiatan peribadatan, maka basilica mulai dimodifikasi. Pada masa ini arsitektur Basilica merupakan arsitektur pertama kali di dunia. Arsitektur ini ditandain dengan adanya modifikasi pada pilar, dinding, dan apse yang dibuat berhiaskan mozaik dan fresco Kristiani. Ruang ibadah dibuat menyerupai bahtera yang disebut naos, gereja menghadap ke timur sebagai pengharapan kedatangan Mesias. (Keane, 1998).


(35)

Gambar 2.1. Basilica of Santa Croce, Florence Sumber: Wikipedia.org

Arsitektur Gereja kemudian dilanjutkan dengan munculnya gaya arsitektur Romanesque. Gaya arsitektur ini muncul setelah Romawi mengalami zaman kegelapan selama ratusan tahun. Arsitektur ini berkembang pada tahun 1050 hingga 1200 Menurut Keane (1998), ciri-ciri dari Arsitektur Romanesque adalah:

 Penggunaan busur lengkung sebagai penghubung antar kolom yang berjajar rapat.


(36)

 Ketinggian ruang cenderung mencolok dibandingkan dengan lebarnya,  Bentuk denah mengadopsi bentuk salib,

 Memiliki jendela yang berukuran kecil,

Gambar 2.3. Jendela yang berukuran kecil Sumber: Wikipedia.org

 Dinding-dindingnya dipenuhi ukiran/lukisan yang menggambarkan kisah dalam Alkitab.

 Adanya vault (langit-langit) yang berbentuk melengkung. Vault terdiri dari tiga jenis, yaitu:

Barrel vault, jenis vault yang paling sederhana dimana terdapat rusuk yang membagi langit-langit menjadi dua bagian secara horisontal.


(37)

Gambar 2.4. Barrel Vault Sumber: Wikipedia.org

Groin vault, dimana terdapat rusuk yang membagi langit-langit menjadi empat bagian secara diagonal.

Gambar 2.5. Groin Vault Sumber: Wikipedia.org

Ribbed vault, dimana terdapat rusuk yang membagi langit-langit menjadi enam bagian (dua diagonal dan satu horisontal).


(38)

Gambar 2.6. Ribbed Vault Sumber: Wikipedia.org

 Fasad bagian depan pada umumnya minim dekorasi, dan gereja ini terdapat menara yang berbentuk lancip.

Gambar 2.7 Katedral Trierdi Jerman (kiri) dan Notre Dame du Mont Cornadore, Saint Nectaire di Prancis (kanan)

Sumber: Wikipedia.org

Arsitektur Gothic kemudian muncul menggantikan gaya Romanesque. Jika gaya Romanesque yang berkesan kokoh disebut “Benteng Allah”, maka gaya Gothic ini terlihat ringan, runcing, tinggi, dan cantik disebut sebagai “istana surga”. Arsitektur Gothic berkembang dari Perancis sekitar abad 13 hingga 16. Selama 400 tahun, Arsitektur Gothic dianggap sebagai puncak keberhasilan kesenian arsitektur gereja. Menurut keyakinan umat Kristen, Allah dipahami hadir dimana


(39)

saja seperti cahaya. Oleh karena itu, cahaya dihayati sebagai sifat ilahi. Cahaya matahari kemudian dibiarkan masuk ke dalam interior gereja dan didesain secara estetis yang disebut dengan struktur diafan, artinya tembus cahaya. Arsitektur Gothic terkenal dengan konsep cahaya yang memakai kaca bergambar (stained glass) sebagai pencerahan mistik (Keane, 1998).

Menurut Rachman (2010), Arsitektur Gothic memiliki ciri-ciri, sebagai berikut:

 Bentuk pintu seperti berlapis-lapis dan dari bagian depan ke belakang semakin kecil. Bagian sisi dan atasnya dihiasi dengan patung dan ukiran.

Gambar 2.8. FasadKatedral Reims, Prancis Sumber: Wikipedia.org

 Pada bagian jendela berbentuk seperti mawar (rose window). Pada jendela terdapat hiasan berupa ukiran (tracery) dan menggunakan kaca bergambar


(40)

Gambar 2.9. Bentuk jendela seperti mawar pada Gereja Sumber: Wikipedia.org

Gambar 2.10. Bentuk ukiran (tracery) pada jendela Gereja dan menggunakan kaca patri bergambar (stained glass)


(41)

 Penggunaan busur lancip (pointed arch), yang merupakan pertemuan dua pilar yang membentuk lengkung berujung lancip.

Gambar 2.11. Pointed arch pada Gereja Sumber: Wikipedia.org

 Pada interior gereja terdapat ribbed vault yang pada bagian langit-langitnya tampak seperti disokong oleh beberapa rusuk melengkung yang bertemu pada satu titik di tengah.

Gambar 2.12. Ribbed vault pada Gereja Sumber: Wikipedia.org


(42)

 Memiliki banyak dinding penopang/pilar yang tampak menonjol ke luar. Adanya buttress pada dinding bagian luar membuat bangunan ini seperti tersusun atas garis-garis vertikal dari kejauhan sehingga membuat bangunan tampak terlihat lebih tinggi.

Gambar 2.13. Dinding penopang (Buttress)pada Gereja Sumber: Wikipedia.org

 Memiliki menara lonceng yang dibuat tinggi agar bunyi lonceng terdengar lebih jauh. Gereja gotik umumnya memiliki dua menara lonceng yang terdapat pada bagian kiri dan kanan, namun ada juga yang memiliki satu atau tiga menara lonceng. Pada bagian puncak menara dibuat meruncing yang disebut spire.


(43)

Gambar 2.14. Menara loncengpada Gereja Sumber: Wikipedia.org

Pada abad ke-15, arsitektur mulai mengalami peralihan pada masa Renaissance. Masa Renaissance sering disebut juga masa pencerahan, karena menghidupkan budaya-budaya klasik, hal ini disebabkan pengaruh dari Yunani dan Romawi. Menurut Filippo Brunelleschi (1377-1446), arsitektur Renaissance mempelajari prinsip-prinsip konstruksi Romawi dengan melahirkan model kubah dengan bata. Pada arsitektur ini menerapkan prinsip-prinsip desain berupa:

 Membangun kubah pada rangkaian arah horisontal seperti kubah beton Pantheon.

 Memberikan cangkang ganda untuk mengurangi berat semaksimal mungkin.  Menggunakan konstruksi rusuk Gothic dengan memperpanjang kulit luar

kubah di atas 24 rusuk rangka.

 Menerapkan busur lancip untuk mengurangi beban.

Bangunan gereja yang paling menonjol saat itu ialah Gereja St. Petrus di Roma, Italia, yang dibangun pada tahun 1506 untuk menggantikan sebuah gereja


(44)

yang sudah berumur 1200 tahun yang berditi di atas makam St. Petrus (Zaman Kristen Awal), yang kemudian selesai pada tahun 1626.

Gambar 2.15. Gereja St. Petrus di Roma, Italia Sumber: Wikipedia.org

Tiang dan kepala-kepala tiang gereja diambil dari gaya tiang Ionik dan Korinthia Romawi. Pada bagian atas tiang dipasang balok-balok lurus gaya Yunani dengan langit-langit lengkung Romawi. Di bagian atas jendela-jendelanya dibuat melengkung, sedangkan pada langit-langit terbuat dari kaso-kaso kayu yang dipasang miring, karena langit-langit gaya Romawi sangat tebal dan berat, tidak kuat ditahan oleh tiang Romawi yang bentuknya ramping.

Arsitektur Renaissance kemudian berakhir dan diganti dengan gaya Baroque, yang memiliki ciri khas berupa ornamen/ukiran yang rumit dan memenuhi semua bidang yang ada (Keane, 1998). Arsitektur Baroque muncul pada akhir abad 16 M sampai pertengahan abad 18 M. Pada arsitektur Baroque, yang muncul pertama kali di Roma adalah gaya bangunan pada gereja, istana dan bangunan umum (yang dirancang dalam skala besar). Pada hal tertentu, arsitektur Baroque dapat dikatakan sebagai perpanjangan dari arsitektur Renaissance.


(45)

komponen klasik lainnya. Yang berbeda pada arsitektur Baroque adalah kebebasan, kebebasan dalam menggabungkan komponen-komponen tersebut, dimana saat Renaisance kebebasan ini tidak dapat diterima (ada aturan-aturan baku).

Gambar 2.16. Carlo Maderno Santa Susanna, Roma Sumber: Wikipedia.org

Pada abad ke-20, Revolusi Industri membawa banyak perubahan dan perkembangan. Prinsip-prinsip yang digunakan pada arsitektur gereja zaman modern memiliki pertimbangan-pertimbangan dari aspek kegunaan (utiity), kesederhanaan (simplicity), keluwesan (flexibility), kedekatan (intimacy), dan keindahan (beauty) (Keane, 1998).

2.1.1. Perkembangan Arsitektur Gereja di Indonesia

Gereja-gereja di Indonesia yang dibangun pada tahun 1900-1930 cenderung menggunakan gaya eklektik, sesuai dengan langgam yang sedang digemari di Eropa saat itu. Namun, pada daerah-daerah terpencil, para misionaris justru berusaha mengadaptasi unsur-unsur tradisional setempat, sehingga muncul


(46)

Gambar 2.17. Gereja HKBP Hutaraja Dolok Sumber:Wikipedia.org

Gereja di kota-kota besar kebanyakan adalah gereja-gereja yang dibangun orang-orang Kristen berkebangsaan Eropa yang pada waktu itu banyak tinggal di ibukota provinsi dan kota-kota besar lainnya, terutama di Jawa.

Salah satu gereja yang menggunakan gaya arsitektur Eropa yaitu gereja Bleduk yang ada di Semarang. Gereja Bleduk merupakan gereja tertua di Jawa Tengah yang dibangun oleh masyarakat Belanda.

Gambar 2.18. Gereja Bleduk di Semarang Sumber:Wikipedia.org


(47)

Sekarang ini masih dapat kita saksikan berupa katedral-katedral yang terdapat di Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, dan lain-lain, yang dibangun antara tahun 1900-1930. Kebanyakan katedral (gereja) tersebut menggunakan gaya Neo-Gotik atau cabang gaya Eklektik lainnya yang sedang melanda Eropa pada waktu itu.

Gambar 2.19. Gereja Katedral Jakarta Sumber:Wikipedia.org

Gereja di daerah kebanyakan adalah gereja-gereja yang dibangun di pelosok-pelosok, di tengah jamaah pribumi yang telah berhasil dipermandikan oleh para misionaris pada awal abad 20. Gereja-gereja ini kebanyakan menggunakan arsitektur tradisional setempat. Sampai sekarang jenis gereja seperti ini banyak dijumpai di wilayah-wilayah gereja di Indonesia Timur atau di pelosok-pelosok Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gereja-gereja baru yang dibangun saat ini mempunyai perbedaan yang cukup mencolok dibandingkan dengan gereja-gereja yang telah ada sebelumnya. Selain menggunakan bahan bangunan dan sistem struktur modern, juga dilakukan penyederhanaan tata ruang sesuai


(48)

ini jumlahnya belum begitu banyak, hanya terdapat di kota-kota besar, yang dibangun pada tahun 70-an.

Gambar 2.20. Gereja Poh Sarang Kediri Sumber:Wikipedia.org

2.1.2. Gereja Huria Kristen Batak Protestan

2.1.2.1. Sejarah Singkat Gereja Huria Kristen Batak Protestan

HKBP adalah singkatan dari Huria Kristen Batak Protestan, dimana Huria diambil dari bahasa batak toba yang artinya jemaat. Pada abad ke-14 orang-orang Barat mulai sangat aktif menyelidiki Tanah Batak. Dengan surat keputusan Komisaris Jendral pemerintahan Hindia Belanda tanggal 11 Oktober 1833 No. 310 maka distrik Batak dikuasai oleh pemerintah Belanda secara yuridis. Dalam keputusan itu disebutkan distrik itu terbatas di selatan sampai ke Rao, utara sampai ke Singkil. Di bagian barat sampai ke laut, di timur sampai dimana kekuasaaan Belanda diperluas.Walaupun distrik Batak telah dikuasai tetapi belum semuanya Tanah Batak dapat dikuasai.

Kedatangan para misionaris untuk mengembangkan agama kristen, melibatkan pemerintahan Hindia Belanda terhadap soal-soal akibat


(49)

Belanda. Pada mulanya raja tersebut disuruh raja-raja lain untuk menghancurkan gereja-gereja serta pengikut agama kristen tersebut yang dikembangkan oleh Nomensen. Tetapi karena terjadi wabah penyakit maka Sisingamangaraja XII tidak melakukan penyerangan. Perlawanan baru meletus pada tahun 1878.

Buku karya Lothar Schreiner (2003) dengan judul Adat Dan Injil mengungkapkan tentang penggabungan adat batak dan ajaran Kristen. Lothar mengungkapkan bahwa masyarakat masih sangat tertutup saat Injil masuk ke tanah Batak. Masyarakat Batak sering kali digambarkan dengan suku bangsa yang memiliki sifat yang sangat sulit disentuh karena memegang teguh adat dan aturan-aturannya.

Pelayanan Rheinische Mission dari Jerman dimulai di Tanah Batak tepatnya pada tanggal 7 Oktober 1861 dan merupakan hari lahirnya Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), ditandai dengan berundingnya empat orang Missionaris, Pdt. Heine, Pdt. J.C. Klammer, Pdt. Betz dan Pdt. Van Asselt membicarakan pembagian wilayah pelayanan di Tapanuli.

HKBP berkantor pusat di Pearaja (Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara). Pearaja merupakan sebuah desa yang terletak di sepanjang jalan menuju kota Sibolga (ibu kota Kabupaten Tapanuli Tengah). Di kompleks ini juga Ephorus (sama dengan uskup dalam agama khatolik) sebagai pimpinan tertinggi HKBP berkantor.HKBP juga mempunyai beberapa gereja di luar negeri, seperti di Singapura, Kuala Lumpur, Los Angeles, New York, Seattle dan di negara bagian Kolorado.


(50)

Gambar 2.21. Logo HKBP Sumber : HKBP

Ada tiga bidang/bangun yang membentuk logo HKBP, yaitu: 1. Salib: Menggambarkan Yesus Kristus.

2. Lingkaran: Menggambarkan kosmos/dunia

3. Pita dengan tulisan HKBP: Menunjukkan institusi yang terikat sebagai organisasi yang utuh.

Dengan demikian, logo HKBP secara keseluruhan berarti: HKBP terikat kepada Yesus Kristus sebagai kepala Gereja yg berkuasa atas dunia.Sedangkan warna biru mengandung arti perdamaian.

2.1.2.2. Perkembangan Gereja HKBP di Sumatera Utara

Dapat dilihat bahwa gereja yang dibangun di pedesaan masih menggunakan arsitektur sekitar. Para misionaris yang berasal dari Jerman mulai membangun gereja dengan menerapkan arsitektur tradisional, seperti halnya di daerah pedesaan Sumatera Utara.


(51)

Tabel 2.1. Gereja HKBP di Sumatera Utara

No. Gambar Gereja Keterangan

1.

HKBP Resort Bandar Maratur berdiri pada thun 1861. Gereja ini memiliki satu menara yang berada di tengah.

2.

Gereja HKBP Pearaja Tarutung Tapanuli Utara berdiri pada tahun 1873. Gereja ini menerapkan dua menara.

3.

Gereja HKBP Hutaraja berdiri pada tahun 1901. Gereja ini sudah mulai perubahan dengan satu menara di bagian kiri fasad bangunan.

4.

Gereja HKBP Dolok Sanggul berdiri pada tahun 1928. Gereja ini masih menerapkan satu menara yang berada di tengah.


(52)

5.

Gereja HKBP Sipinggolpinggol Pematang Siantar berdiri pada tahun 1953. Gereja ini masih menerapkan satu menara yang berada di tengah.

6. Gereja HKBP Paronan Nagodang

Laguboti berdiri pada tahun 1997. Gereja ini masih menerapkan satu menara yang berada di tengah. Namun gereja ini sudah lebih modern dibanding tahun sebelumnya.

Sumber: Diolah dari Google

2.2. Arsitektur Neo Vernakular

2.2.1. Pengertian Arsitektur Neo Vernakular

Kata “neo” berasal dari bahasa Yunani dan digunakan sebagai fonim yang berarti baru. Jadi, Neo Vernakular berarti bahasa setempat yang diucapkan dengan cara baru. Arsitektur Neo Vernakular adalah suatu penerapan elemen arsitektur yang telah ada, baik fisik maupun non-fisik dengan tujuan melestarikan unsur-unsur lokal yang telah terbentuk secara empiris oleh sebuah tradisi yang kemudian sedikit atau banyaknya mangalami pembaruan menuju suatu karya yang lebih modern atau maju tanpa mengesampingkan nilai-nilai tradisi setempat (Nauw & Rengkung, 2013).

Arsitektur Neo Vernakular merupakan suatu paham dari aliran Arsitektur Post-Modern yang lahir sebagai respon dan kritik atas modernisme yang mengutamakan nilai rasionalisme dan fungsionalisme yang dipengaruhi


(53)

perkembangan teknologi industri. Arsitektur Neo Vernakular merupakan arsitektur yang pada konsepnya memiliki prinsip mempertimbangkan kaidah-kaidah normatif, kosmologis, peran serta budaya lokal dalam kehidupan masyarakat serta keselarasan antara bangunan, alam, dan lingkungan.

Dalam proses menerapkan pendekatan dalam arsitektur Neo Vernakular adalah interpretasi desain yaitu pendekatan melalui analisis tradisi budaya dan peninggalan arsitektur setempat yang dimasukkan kedalam proses perancangan yang terstruktur yang diwujudkan dalam bentuk termodifikasi sesuai dengan zaman sekarang, ragam dan corak desain yang digunakan dengan pendekatan simbolisme, aturan dan tipologi. Struktur tradisional yang digunakan mengadaptasi bahan bangunan yang ada di daerah dan menambah elemen estetis yang diadaptasi sesuai dengan fungsi bangunan (Arifin, 2010).

Arsitektur Neo Vernakular banyak ditemukan bentuk-bentuk yang sangat modern namun dalam penerapannya masih menggunakan konsep lama daerah setempat yang dikemas dalam bentuk yang modern. Arsitektur Neo Vernakular ini menunjukkan suatu bentuk yang modern tapi masih memiliki ciri daerah setempat walaupun material yang digunakan adalah bahan modern seperti kaca dan logam. Dalam arsitektur Neo Vernakular, ide bentuk-bentuk diambil dari vernakular aslinya yang dikembangkan dalam bentuk modern.

2.2.2. Ciri-Ciri Gaya Arsitektur Neo Vernakular

Dari pernyataan Charles Jencks (1984) dalam bukunya “Language of Post-Modern Architecture” maka dapat dipaparkan ciri-ciri Arsitektur Neo-Vernakular sebagai berikut :


(54)

Atap bumbungan menutupi tingkat bagian tembok sampai hampir ke tanah sehingga lebih banyak atap yang di ibaratkan sebagai elemen pelidung dan penyambut dari pada tembok yang digambarkan sebagai elemen pertahanan yang menyimbolkan permusuhan.

b Batu bata (dalam hal ini merupakan elemen konstruksi lokal)

Bangunan didominasi penggunaan batu bata abad 19 gaya Victorian yang merupakan budaya dari arsitektur barat.

c Mengembalikan bentuk-bentuk tradisional yang ramah lingkungan dengan proporsi yang lebih vertikal.

d Kesatuan antara interior yang terbuka melalui elemen yang modern dengan ruang terbuka di luar bangunan.

e Warna-warna yang kuat dan kontras.

Dari ciri-ciri di atas dapat dilihat bahwa Arsitektur Neo-Vernacular tidak ditujukan pada arsitektur modern atau arsitektur tradisional tetapi lebih pada keduanya. Hubungan antara kedua bentuk arsitektur diatas ditunjukkan dengan jelas dan tepat oleh Neo-Vernacular melalui trend akan rehabilitasi dan pemakaian kembali.

f Pemakaian atap miring

g Batu bata sebagai elemen local h Susunan masa yang indah.

Mendapatkan unsur-unsur baru dapat dicapai dengan pencampuran antara unsur setempat dengan teknologi modern, tapi masih mempertimbangkan unsur setempat dengan ciri-ciri sebagai berikut :


(55)

 Bentuk-bentuk menerapkan unsur budaya, lingkungan termasuk iklim setempat diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak denah, detail, struktur dan ornamen).

 Tidak hanya elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern, tetapi juga elemen non-fisik yaitu budaya , pola pikir, kepercayaan, tata letak yang mengacu pada makro kosmos, religi dan lainnya menjadi konsep dan kriteria perancangan.

 Produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip-prinsip bangunan vernakular melainkan karya baru (mangutamakan penampilan visualnya).

Tabel 2.2. Perbandingan Arsitektur Tradisional, Vernakular dan Neo Vernakular Perbandingan Tradisional Vernakular Neo Vernakular

Ideologi Terbentuk oleh tradisi yang diwariskan secara turun– temurun, berdasarkan kultur dan kondisi lokal. Terbentuk oleh tradisi turun temurun tetapi terdapat pengaruh dari luar baik fisik maupun nonfisik, bentuk perkembangan arsitektur tradisional. Penerapan elemen arsitektur yang sudah ada dan kemudian sedikit atau banyaknya mengalami pembaruan menuju suatu karya yang modern.


(56)

perubahan

zaman, terpaut pada satu kultur kedaerahan, dan mempunyai peraturan dan norma–norma keagamaan yang kental. waktu untuk merefleksikan lingkungan, budaya dan sejarah dari daerah dimana arsitektur tersebut berada.

Transformasi dari situasi kultur homogen ke situasi

yang lebih heterogen.

bertujuan melestarikan unsur–unsur lokal yang telah terbentuk secara empiris oleh

tradisi dan mengembangkannya

menjadi suatu langgam yang modern.

Kelanjutan dari arsitektur vernakular. Ide Desain Lebih mementingkan fasad atau bentuk, ornamen sebagai suatu keharusan. Ornamen sebagai pelengkap, tidak meninggalkan nilai–nilai setempat tetapi dapat melayani aktifitas masyarakat di dalam.

Bentuk desain lebih modern.


(57)

2.3. Arsitektur Tradisional Batak Toba 2.3.1. Rumah Tradisional Suku Batak

Rumah tradisional Toba adalah sebuah bangunan panggung persegi panjang, yang dapat dijangkau dengan lima atau tujuh langkah dari bawah. Rumah terkunci di malam hari dengan pintu perangkap terpasang ke lantai, yang bisa melesat dari dalam. Di beberapa rumah, pintu ditempatkan di bagian belakang. Substruktur rumah terdiri dari tiang kayu besar, selebihnya batu datar yang menyediakan perlindungan efektif terhadap resiko basah (Loebis, 2002).

Tipologi atau bentuk rumah tradisional (Ruma atau Jabu) memiliki variasi dari satu tempat ke tempat lainnya, namun mereka memiliki beberapa fitur-fitur yang sama. Ukuran rumah ditentukan oleh sejumlah faktor. Pertama, jumlah keluarga yang menempati rumah, biasanya rumah tradisional Toba dapat menampung 4-6 keluarga. Kedua, tersedianya batang pohon yang panjang yang digunakan terutama untuk papan dan tiang. Karena bahan untuk komponen ini sebaiknya tidak terhalang dan tidak boleh disambungkan, maka, jumlah pilar tidak bisa lebih dari 6-8 pada bangunan memanjang yang menggambarkan panjang papan yang dibutuhkan. Jenis kayu yang dapat digunakan untuk papan terbatas diantaranya Hariara, Pinasa, Pokki, Bintatar, Baringin dan Maranti. Ketiga, tersedianya tenaga kerja untuk membangun rumah tradisional tersebut (Loebis, 2002).


(58)

Gambar 2.22. Denah Rumah Tradisional Suku Batak Toba Sumber: Loebis (2002)

Rumah Batak Toba tidak dibagi menjadi ruangan terpisah oleh penghalang permanen, meskipun lebih dari satu keluarga menempati rumah tersebut. Ruang hidup komunal terdapat di area tengah-tengah bangunan. Sedangkan area pada kedua sisi dialokasikan untuk setiap keluarga yang sementara dibagi pada malam hari dengan menggantungkan kain yang memastikan masing-masing keluarga memiliki privasi mereka. Namun, siang hari seluruh ruang rumah terbuka bebas (Loebis, 2002).


(59)

Gambar 2.23. Tampak Depan Rumah Tradisional Suku Batak Toba Sumber: Loebis (2002)

2.3.2. Elemen Bangunan Rumah Tradisional Suku Batak Toba

Menurut Loebis (2002), elemen-elemen pada bangunan dibagi sebagai berikut:

1. Elemen pada bagian depan bangunan:


(60)

Tabel 2.3. Elemen Bagian Depan No.

Elemen Bagian Depan

Deskripsi

1. Ulu Paung

Ulu paung merupakan ornamen yang berbentuk raksasa setengah manusia setengah hewan. Ulu paung sekilas mirip wajah manusia bertanduk kerbau.

2. Dilapaung

Lidah seperti papan tegak melambangkan payung (Santungsantung)

3. Sibombong Ari

Perisai atau kasau dalam bentuk struktur segitiga atap pelana, juga disebut Sibombong Anting

4. Sitindangi Papan tegak berfungsi untuk menjaga frame tegak 5. Halang gordang Pendukung Drum di balkon

6. Songsong rak Balok horisontal dari balkon 7. Songsong Boltok

Juga disebut Pamoltoki, bagian balok utama yang dilambangkan sebagai Perut

8.

Tomboman Adopadop

Papan depan terletak di belakang Dorpi Jolo

9. Dorpi jolo Sepotong kecil kayu vertikal yang disebut papan tengah 10. Singasinga

Makhluk mitos ornamen yang menggambarkan Mangala Bulan

11. Parhongkom Papan horisontal sebagai dasar dorpi Jolo 12. Ture-ture Pendukung papan lantai, bertopang pada balok. Sumber: Loebis (2002)


(61)

2. Elemen pada bagian samping bangunan:

Gambar 2.25. Elemen pada Bagian Samping Bangunan Sumber: Loebis (2002)

Tabel 2.4. Elemen Bagian Samping No.

Elemen bagian samping

Deskripsi

1. Pardingdingan

Bagian ini adalah bagian yang paling penting dari dinding, itu adalah bagian paling tebal dari sisa dinding, itu berdiri di Tureture. Bentuknya mirip dengan perahu dayung tradisional Toba

2. Dorpi Sandesande

Papan tengah yang bisa dipindahkan, berdiri di atas Pardingdingan

3. Dinding Parginjang Pendukung dari papan tengah tembok 4. Urur Hodahoda Kasau


(62)

6. Sundalap Balok lintang 7.

Niggor atau Bungkulan

Ring balok 8. Lais-lais Rentang reng 9. Sendal-sendal Balok Kanopi

10. Rassang Papan yang dimasukkan ke dalam kolom Sumber: Loebis (2002)

2.3.3. Gorga Atau Ornamen

Gorga (ornamen) adalah salah satu perwujudan budaya masyarakat Batak Toba. Rumah bukan sekedar tempat tinggal manusia. Rumah adalah tempat dan sumber berkah serta kesejahteraan bagi penghuninya. Agar rumah tetap sanggup menjalankan fungsinya yang sedemikian, si pemilik rumah harus tetap memperhatikan kekuatan hidup dari rumah yang di huninya. Salah satu cara yang di tempuh untuk mempertahankan kekuatan hidup rumah tadi,orang batak toba memberikan hiasan pada rumah dan perangkat isi rumahnya berupa hiasan bermakna bukan hanya ornamentasi belaka, melainkan juga sarana-sarana pendukung daya hidup rumah (ungkap keyakinan).

Warna yang digunakan menghias rumah batak ialah warna khas batak toba yakni ‘triwarna’ putih, hitam dan merah. Dalam bahasa batak toba triwarna tersebut dinyatakan sebagai tolubuma: tolu artinya tiga, boma artinya warna (Wahid dan Alamsyah 2013).

Gorga adalah ukuran dalam bentuk garis spiral pada permukaan kayu. Bila satu rumah batak dinamai rumah gorga itu berarti bahwa rumah tersebut


(63)

penuh dengan gorga. Gorga ini termasuk seni gaya dongson dengan polo-pola geometris. Gaya dongson adalah salah satu gaya seni bangsa-bangsa proto– melayu (Wahid dan Alamsyah, 2013). Terdapat beberapa jenis Gorga yaitu:

Tabel 2.5. Jenis-Jenis Gorga

No. Gambar Nama Keterangan

1.

Gorga sitompi

Motif: Motif seperti anyaman.

Motif gorga ini berasal dari bentuk ‘tai tompi’ yakni tali rotan yang di anyam agak lebar dan di gunakan sebagai pengikat kaki kerbau.

Letak: Ditempatkan pada

tomboman adop-adop, parhokom sibongbong ari dan tidak pernah pada ture–ture dan songsong boltok.

Makna: Gorga sitompi dipakasi

untuk hiasan raja atau orang yang sanggup mempersatukan atau menjalin kesatuan masyarakat layaknya menjalin sebuah anyaman. Gorga ini melambangkan ikatan kebudayaan.


(64)

ipon yang tersusun sepeti deretan gigi,kata ipon berarti gigi.

Letak: Gorga motif ini biasanya

di tempatkan pada jenggar, ture-ture dorpi jolo dan songsong boltok.

Makna: Gorga ini

mengisyaratkan pesan betapa pentingnya kemajuan hidup serta rasa tolong menolong dan saling

melengkapi. Ataupun perlambangan dari suatu hasrat

akan kesuksesan dan kemajuan pribadi keluarga, maupun masyarakat.

3.

Gorga simeol-meol

Motif: Gorga simeol-meol

merupakan motif gorga yang di deformasikan dari gerakan tumbuhan lumut yang melenggak lenggok. Gerak yang dihasilkan memberi irama dan garis melengkung kedalam dan meliuk keluar. Sehingga satu kesatuan gorga ini terkesan tampak mengikuti pola huruf S ataupun pola angka 8.


(65)

Letak: Biasanya di tempatkan pada jenggar,ture-ture, dorpi jolo dan songsong boltok.

Makna: Gorga simeol-meol ini

merupakan simbol kegembiraan akan hidup duniawi.

4.

Gorga dalihan na

tolu

Motif: Bentuknya bebas

merupkan gambaran jalinan mengikat mengartikan jalinan dalihan na tolu yang menuntun segenap bentuk perikatan kekeluargaan masyarakat Batak Toba.

Letak: Biasanya di letakan pada

dorpi jolo.

Makna: Sebagai pengingat

pemilik rumah agar senantiasa hormat kepada pihak hula-hula dan sifat membujuk pihak boru serta sikap hati–hati terhadap dongan sabutuha.

5.

Gorga iran-iran

Motif: Iran–iran adalah sejenis

alat pemanis wajah manusia agar tampak manis dan berwibawa dihadapan orang lain. Gorga iran–


(66)

merambat.

Letak: Biasanya di letakan pada

songsong boltok.

Makna: Sebagai simbol

kecantikan atau manis.

6.

Gorga silintong

Motif: Merupakan tanda yang

berbentuk visualisasi dari tiruan putaran air dalam suatu wadah.

Letak: Gorga ini ditempatkan

pada dorpi jolo

Makna: Mengartikan pusaran air

yang indah.

7.

Gorga sitangan

Motif: Bentuk gorga ini

menyerupai dua buah gorga simeol–meol yang dipasang berhadapan.

Letak: Gorga ini ditempatkan

pada dorpi jolo.

Makna: Kewajiban tuan rumah

untuk ramah, hormat, sopan berhadapan dengan tamu.

8.

Gorga sihoda-hoda

Motif: Bentuknya menyerupai

orang yang sedang menunggangi kuda.

Letak: Diletakkan pada


(67)

Makna: Pemilik Rumah sudah berhak melaksanakan pesta besar mangalahat horbo

9.

Gorga simataniaria

Motif: Bentuknya mirip matahari.

Letak: Ditempatkan pada sebelah

kiri dorpi jolo.

Makna: Penerangan kesuburan

dan kehidupan bagi pemilik rumah.

10.

Gorga singa-singa

Motif: Bentuknya adalah wajah

manusia yang berwibawa dengan lidah terjulur sampai ke dagu. Kepala beserban dengan kain tiga kali lilitan dan sikap kaki berlutut.

Letak: Gorga ini diletakan di

sebelah kan dan kiri dorpi jolo

Makna: Berwibawa.

11.

Gorga boraspati

Motif: Boraspati (cecak) dapat

menempel berjalan di berbagai bentuk sisi dan bidang.

Letak: Dorpi jolo,parhongkom

rumah dan pintu sopo.

Makna: Kecerdasan,


(68)

12.

Gorga gaja dompak

Motif: Bentuknya seperti gorga

jengger hanya berbeda penempatan nya.

Letak: Santung–santung atau

pada dorpi jolo.

Makna: Simbol Kebenaran.

13.

Gorga buah dada

Motif: Gorga buah dada ini

berjumlah delapan buah yang di tempatkan di parhongkom,empat buah berada dikiri dan empat buah di kanan.

Letak: Diletakan depan mulut

boras pati.

Makna: Sebagai lambang

Kesuburan.

14.

Gorga jenggar/jorn

gom

Motif: Menyerupai muka

manusia.

Letak: Gorga ini di tempatkan

pada bagian tomboman adop– adop dan halang gordang.

Makna: Sebagai simbol penjaga

keamanan yang akan menolak segala bentuk ancaman pengganggu.


(69)

15.

Gorga ulu paung

Motif: Ulu paung berbentuk muka

raksasa setengah manusia setengah hewan. Ulu paung sekilas terlihat mirip wajah manusia bertanduk kerbau.

Letak: Pada bagaian ujung atas

atap.

Makna: Menggambarkan

kekuatan dan sebagai tanda hagabeon parhorasan (banyak keturunan).


(70)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan arsitektur diberbagai belahan dunia semakin hari semakin maju, salah satunya adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Perkembangan arsitektur di Indonesia dipengaruhi oleh budaya, kesenian, ekonomi, politik, sosial, geografis dan banyaknya suku bangsa di Indonesia. Banyaknya suku bangsa dengan budaya yang berbeda-beda ini membuat Indonesia kaya akan Arsitektur Tradisionalnya yaitu Rumah Adat pada tiap suku. Misalnya Rumoh Aceh, Rumah Adat Batak Toba (Rumah Bolon), Rumah Adat Karo (Siwalu Jabu), Rumah Gadang, Rumah Panjang, Rumah Limas, dan sebagainya. Rumah adat tersebut dipengaruhi oleh budaya dan aktivitas yang biasa dilakukan oleh suku masing-masing.

Perkembangan Arsitektur di Indonesia ini tidak lepas pula dari pengaruh negara asing. Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk bangunan di Indonesia yang mengadopsi dari Arsitektur Klasik, misalnya pemakaian kolom-kolom bangunan bergaya doric pada Museum Seni Rupa dan Keramik. Pengaruh tersebut membuat beberapa Arsitek Indonesia menjadikan negara asing sebagai acuan dalam mendesain atau merancang suatu bangunan. Sehingga muncul beberapa gaya arsitektur yang mengadopsi dari negara luar, misalnya gaya arsitektur Klasik yang memiliki aliran arsitektur seperti arsitektur Gothic dan arsitektur Renaissance, kemudian dilanjutkan dengan arsitektur Modern dan arsitektur Post-Modern.


(71)

Arsitektur Modern dan arsitektur Post-Modern lahir pada periode yang hampir bersamaan. Walaupun berada pada satu periode yang hampir bersamaan, arsitektur Modern dan arsitektur Post-Modern memiliki beberapa perbedaan. Arsitektur Post-Modern merupakan perpaduan antara dua unsur dalam suatu bangunan, yaitu perpaduan antara Arsitektur Tradisional dan Arsitektur Klasik yang diaplikasikan pada beberapa gereja di Indonesia. Arsitektur Neo Vernakular merupakan salah satu aliran yang berkembang pada era Post-Modern yaitu aliran arsitektur yang muncul pada pertengahan tahun 1960-an.

Gereja HKBP Parapat merupakan salah satu gereja yang menerapkan Arsitektur Neo Vernakular. Perpaduan antara dua gaya arsitektur yang berbeda dan tetap mempunyai nilai tradisional membuat bangunan ini menarik untuk dianalisis. Gereja HKBP Parapat terdiri dari dua lantai, dimana pada lantai satu terdapat altar, tempat pemusik, dan terdapat 86 bangku untuk para jemaat gereja. Sedangkan, pada lantai dua terdapat 46 bangku para jemaat yang dapat melihat altar pada lantai satu. Gereja HKBP Parapat memiliki dua lonceng besar pada lantai teratas yaitu lantai lima, dimana lantai tiga sampai lima hanya untuk lonceng.

Namun yang menjadi kasus dalam penelitian ini adalah terdapat pada Gorga Batak mengimplementasikan ornamen Bangso Batak dan tangga Alpa Omega (AO) juga dibuat sesuai dengan ornamen semi eropa dan di atas tangga AO ada juga teras yang menggambarkan Tritunggal (Allah Bapak, Anak dan Roh Kudus), sepintas teras ini seperti rumah adat Karo tapi sebenarnya menggambarkan ke Tritunggalan Allah. Sehingga dapat menjadi gagasan untuk


(72)

meneliti tentang penerapan gaya Arsitektur Neo Vernakular pada Gereja HKBP Parapat.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka hal yang menjadi rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan arsitektur Neo Vernakular pada Gereja HKBP Parapat?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi gereja HKBP Parapat sebagai bangunan arsitektur Neo Vernakular?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji penerapan arsitektur Neo Vernakular pada Gereja HKBP Parapat.

2. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi Gereja HKBP Parapat sebagai bangunan arsitektur Neo Vernakular?

1.4. Manfaat Penelitian

Bagi akademis, penelitian ini untuk pengembangan ilmu pengetahuan tentang penerapan gaya arsitektur Neo Vernakular pada Gereja HKBP Parapat. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu peneliti lain dalam melakukan penelitian sejenis sehingga menghasilkan penelitian yang lebih maksimal dan


(73)

dapat dijadikan sebagai referensi bahan perbandingan sebagai literatur tentang arsitektur Neo Vernakular.


(74)

1.5. Kerangka Berpikir

LATAR BELAKANG

Munculnya beberapa gaya arsitektur yang mengadopsi dari negara luar, misalnya gaya arsitektur Klasik yang memiliki aliran arsitektur seperti arsitektur Gothic dan arsitektur Renaissance, kemudian dilanjutkan dengan arsitektur Modern dan arsitektur Post-Modern. Arsitektur Neo Vernakular merupakan perpaduan antara Arsitektur Tradisional dan Arsitektur Klasik dalam suatu bangunan.

Gereja HKBP Parapat merupakan salah satu gereja yang menerapkan Arsitektur Neo Vernakular. Perpaduan antara dua gaya arsitektur yang berbeda

RUMUSAN MASALAH  Bagaimana penerapan arsitektur Neo Vernakular pada Gereja HKBP Parapat? TUJUAN PENELITIAN  Mengkaji penerapan arsitektur Neo Vernakular pada Gereja HKBP Parapat. MANFAAT PENELITIAN

Menjadi salah satu bahan literatur mengenai arsitektur Neo Vernakular.

Dapat dijadikan sebagai referensi bahan perbandingan sebagai literatur tentang arsitektur Neo Vernakular.

STUDI LITERATUR

 Arsitektur Gereja

 Arsitektur Neo Vernakular

METODE PENELITIAN Jenis penelitian deskriptif kualitatif.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi literatur dan observasi ke lapangan.

KESIMPULAN

ANALISIS

Analisa gaya arsitektur Neo Vernakular pada bangunan (deskriptif kualitatif).

OBJEK PENELITIAN Gereja HKBP Parapat, Sumatera Utara.


(75)

ABSTRAK

Arsitektur Neo Vernakular merupakan salah satu gaya arsitektur yang berkembang di Indonesia. Perpaduan antara arsitektur tradisional dengan arsitektur modern biasa disebut dengan arsitektur Neo Vernakular. Bangunan dengan gaya arsitektur tersebut salah satunya adalah Gereja HKBP Parapat. Gereja ini berlokasi di Jalan Bukit Barisan Parapat. Wujud arsitektur, eksterior dan interior merupakan hasil perpaduan dari gaya arsitektur Jerman dan tradisional Batak Toba sehingga membuat gereja menarik untuk dikaji. Dalam penelitian ini akan mengkaji tentang penerapan arsitektur Neo Vernakular pada Gereja HKBP Parapat dan mengkaji mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Gereja HKBP Parapat sebagai bangunan arsitektur Neo Vernakular. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu, data-data yang dihasilkan melalui observasi secara langsung pada objek penelitian dan melakukan studi literatur dengan mempelajari buku-buku serta hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan arsitektur Neo Vernakular. Hasil dari penelitian ini adalah penerapan arsitektur Neo Vernakular tampak pada penggunaan atap miring, penggunaan atap pada entrance dan puncak jendela gereja yang menerapkan budaya sekitar/lingkungan yaitu Batak Toba. Penggunaan dinding batu bata dan adanya ornamen arsitektur tradisional Batak Toba pada Gereja HKBP Parapat juga menunjukkan adanya penerapan arsitektur Neo Vernakular.

Kata kunci: Arsitektur, Gereja Neo Vernakular, Hkbp, Parapat

ABSTRACT

Neo Vernacular architecture is one of the architectural style that developed in Indonesia. The combination among traditional architecture with modern architecture commonly called Neo Vernacular architecture. Building that have architectural style like that one of them is the Parapat HKBP church. The church is located at Jalan Bukit Barisan Parapat. A form of architecture, exterior and interior is the result of a combination of German and traditional Batak Toba architectural styles so that make the church interesting to study. In this research will study about the application of Neo Vernacular architecture in Parapat HKBP church and examine the factors that influence HKBP Parapat as Neo Vernacular architecture building. This study uses qualitative descriptive method, that is data generated through direct observation on the object of research and from the literature by studying books as well as the results of studies related to Neo Vernacular architecture. The results of this research is the application of Neo Vernacular architecture looked at the use of the sloping roof, the use of the roof at the entrance and the top of windows of the church were applying surrounding/environment culture that is Batak Toba. The use of brick walls and there is the Batak Toba traditional architectural ornaments on Parapat HKBP church also shows the application of Neo Vernacular architecture.


(76)

INTERPRETASI ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR PADA GEREJA HKBP PARAPAT, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH

CHRONIKA DWINA SITORUS 110406130

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(77)

INTERPRETASI ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR PADA GEREJA HKBP PARAPAT, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

CHRONIKA DWINA SITORUS 110406130

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(78)

PERNYATAAN

INTERPRETASI ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR PADA GEREJA HKBP PARAPAT, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2016 Penulis


(79)

Judul Skripsi : Interpretasi Arsitektur Neo Vernakular Pada Gereja HKBP Parapat, Sumatera Utara

Nama Mahasiswa : Chronika Dwina Sitorus Nomor Pokok : 110406130

Departemen : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. Nelson M. Siahaan, Dipl. TP., M. Arch.)

Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,


(80)

Telah diuji pada

Tanggal : 08 Januari 2016

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Dr. Ir. Nelson M. Siahaan, Dipl.TP.M.Arch. Anggota Komisi Penguji : 1. Amy Marisa, ST., MSc, PhD.


(81)

SURAT HASIL PENILAIAN SKRIPSI Nama : Chronika Dwina Sitorus

Nim : 110406130

Judul Skripsi : Interpretasi Arsitektur Neo Vernakular Pada Gereja HKBP Parapat, Sumatera Utara

Rekapitulasi Nilai :

A B+ B C+ C D E

Dengan ini mahasiswa yang bersangkutan dinyatakan : No Status Waktu Pengumpulan Laporan Paraf Pembimbing Koordinator Skripsi 1 Lulus Langsung

2 Lulus Melengkapi 3 Perbaikan

Tanpa Sidang 4 Perbaikan

Dengan Sidang 5 Tidak Lulus

Medan, Januari 2016

Ketua Departemen Arsitektur Koordinator Skripsi

Ir. N. Vinky Rahman, MT. Dr. Wahyu Utami, ST.MT. NIP 19660622199701001 NIP 19750608200012200


(82)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya yang melimpah sehingga dapat menyelesaikan seluruh proses penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak berperan penting, yaitu:

1. Bapak Dr. Ir. Nelson M. Siahaan, Dipl. T.P., M. Arch. selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Wahyuni Zahrah, ST., M.S. dan Ibu Amy Marisa, ST., M.Sc., Ph.D. selaku Dosen Penguji, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap skripsi ini.

3. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, MT. selaku Ketua Departemen Arsitektur dan Ir. Rudolf Sitorus, M.LA. selaku Sekretaris Departemen Arsitektur.

4. Bapak/Ibu staff pengajar Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Orangtua saya yang terkasih Bapak Robinson Parlindungan Sitorus dan Ibu Sukmawaty Malinda Panjaitan. Abang dan kakak saya, Hendry


(83)

Suhunan Sitorus, S.E., Iroth Nurmala Amastasia Sitorus, Amd. dan abang ipar saya, Vertus Marupa Ronaldo Hutagaol, S.T. Terima kasih atas doa dan dukungannya dari awal masuk kuliah hingga perjuangan menyelesaikan kuliah.

6. Sepupu tersayang Carolina Tessalonika Panjaitan yang selalu memberikan doa, semangat, serta membantu dalam menerjemahkan abstrak skripsi ini. 7. Sahabat-sahabat tercinta yang selalu setia memberikan doa dan

semangatnya serta menemani survei ke lapangan, Anita Yentriana Hutabarat dan Frenky Samuel Takalamingan, S.E.

8. Pengurus Gereja HKBP Parapat, Amang Sihite yang dengan sukacita memberikan izin untuk survei di gereja HKBP Parapat.

9. Sahabat-sahabat saya yang selalu memberikan doa dan semangatnya, juga membantu dalam proses pengerjaan skripsi ini, Agnesma, Ulikna, Iyun, Susay, Yuni, Rinaldo, dan Octa Birong.

10. Kak Ayu (penghuni perpustakaan Departemen Arsitektur) yang selalu setia memberikan dukungannya dan senantiasa menampung kami adek-adeknya yang terlantar tidak punya ruangan.

11. Teman-teman seperjuangan skripsi, abang dan kakak senior, serta teman-teman mahasiswa stambuk 2011.

Medan, Januari 2016 Penulis


(84)

ABSTRAK

Arsitektur Neo Vernakular merupakan salah satu gaya arsitektur yang berkembang di Indonesia. Perpaduan antara arsitektur tradisional dengan arsitektur modern biasa disebut dengan arsitektur Neo Vernakular. Bangunan dengan gaya arsitektur tersebut salah satunya adalah Gereja HKBP Parapat. Gereja ini berlokasi di Jalan Bukit Barisan Parapat. Wujud arsitektur, eksterior dan interior merupakan hasil perpaduan dari gaya arsitektur Jerman dan tradisional Batak Toba sehingga membuat gereja menarik untuk dikaji. Dalam penelitian ini akan mengkaji tentang penerapan arsitektur Neo Vernakular pada Gereja HKBP Parapat dan mengkaji mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Gereja HKBP Parapat sebagai bangunan arsitektur Neo Vernakular. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu, data-data yang dihasilkan melalui observasi secara langsung pada objek penelitian dan melakukan studi literatur dengan mempelajari buku-buku serta hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan arsitektur Neo Vernakular. Hasil dari penelitian ini adalah penerapan arsitektur Neo Vernakular tampak pada penggunaan atap miring, penggunaan atap pada entrance dan puncak jendela gereja yang menerapkan budaya sekitar/lingkungan yaitu Batak Toba. Penggunaan dinding batu bata dan adanya ornamen arsitektur tradisional Batak Toba pada Gereja HKBP Parapat juga menunjukkan adanya penerapan arsitektur Neo Vernakular.

Kata kunci: Arsitektur, Gereja Neo Vernakular, Hkbp, Parapat

ABSTRACT

Neo Vernacular architecture is one of the architectural style that developed in Indonesia. The combination among traditional architecture with modern architecture commonly called Neo Vernacular architecture. Building that have architectural style like that one of them is the Parapat HKBP church. The church is located at Jalan Bukit Barisan Parapat. A form of architecture, exterior and interior is the result of a combination of German and traditional Batak Toba architectural styles so that make the church interesting to study. In this research will study about the application of Neo Vernacular architecture in Parapat HKBP church and examine the factors that influence HKBP Parapat as Neo Vernacular architecture building. This study uses qualitative descriptive method, that is data generated through direct observation on the object of research and from the literature by studying books as well as the results of studies related to Neo Vernacular architecture. The results of this research is the application of Neo Vernacular architecture looked at the use of the sloping roof, the use of the roof at the entrance and the top of windows of the church were applying surrounding/environment culture that is Batak Toba. The use of brick walls and there is the Batak Toba traditional architectural ornaments on Parapat HKBP church also shows the application of Neo Vernacular architecture.


(85)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 3

1.3.Tujuan Penelitian... 3

1.4.Manfaat Penelitian ... 3

1.5.Kerangka Berpikir ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1.Arsitektur Gereja ... 6

2.1.1.Perkembangan Arsitektur Gereja di Indonesia ... 17

2.1.2.Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP ... 20

2.1.2.1.Sejarah Singkat Gereja HKBP ... 20

2.1.2.2.Perkembangan Gereja HKBP di Sumatera Utara ... 22

2.2.Arsitektur Neo Vernakular ... 24

2.2.1. Pengertian Arsitektur Neo Vernakular ... 24


(86)

2.3.2. Elemen Bangunan Rumah Tradisional Suku Batak Toba ... 31

2.3.3. Gorga Atau Ornamen ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

3.1. Jenis Penelitian ... 42

3.2. Variabel Penelitian ... 42

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 43

3.4. Kawasan Penelitian ... 44

3.5. Metode Analisa Data ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 46

4.2. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 49

4.2.1. Sejarah Gereja HKBP Parapat ... 49

4.3. Bentuk Arsitektur Neo Vernakular Pada Gereja HKBP Parapat ... 53

4.3.1. Atap ... 53

4.3.2. Menara ... 55

4.3.3. Dinding ... 55

4.4. Ruang Dalam/Interior Bangunan Gereja HKBP Parapat ... 59

4.5. Ruang Luar/Eksterior Bangunan Gereja HKBP Parapat ... 70

BAB V KESIMPULAN ... 72

5.1. Kesimpulan ... 72


(87)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Gereja HKBP di Sumatera Utara ... 23

Tabel 2.2. Perbandingan Arsitektur Tradisional, Vernakular dan Neo Vernakular ... 27

Tabel 2.3. Elemen Bagian Depan ... 32

Tabel 2.4. Elemen Bagian Samping ... 33

Tabel 2.5. Jenis-Jenis Gorga ... 35

Tabel 3.1. Variabel Penelitian ... 43

Tabel 3.2. Metode Pengumpulan Data ... 43

Tabel 4.1. Perkembangan Gereja HKBP Parapat ... 50


(88)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Basilica of Santa Croce, Florence ... 7

Gambar 2.2. Busur Lengkung ... 7

Gambar 2.3. Jendela yang berukuran kecil ... 8

Gambar 2.4. Barrel Vault ... 9

Gambar 2.5. Groin Vault ... 9

Gambar 2.6. Ribbed Vault ... 10

Gambar 2.7 Katedral Trier di Jerman (kiri) dan Notre Dame du Mont Cornadore, Saint Nectaire di Prancis (kanan) ... 10

Gambar 2.8. Fasad Katedral Reims, Prancis ... 11

Gambar 2.9. Bentuk jendela seperti mawar pada Gereja ... 12

Gambar 2.10. Bentuk ukiran (tracery) pada jendela Gereja dan menggunakan kaca patri bergambar (stained glass) ... 12

Gambar 2.11. Pointed arch pada Gereja ... 13

Gambar 2.12. Ribbed vault pada Gereja ... 13

Gambar 2.13. Dinding penopang (Buttress)pada Gereja ... 14

Gambar 2.14. Menara loncengpada Gereja ... 15

Gambar 2.15. Gereja St. Petrus di Roma, Italia ... 16

Gambar 2.16. Carlo Maderno Santa Susanna, Roma ... 17

Gambar 2.17. Gereja HKBP Hutaraja Dolok ... 18

Gambar 2.18. Gereja Bleduk di Semarang... 18

Gambar 2.19. Gereja Katedral Jakarta ... 19


(89)

Gambar 2.21. Logo HKBP ... 22

Gambar 2.22. Denah Rumah Tradisional Suku Batak Toba ... 30

Gambar 2.23. Tampak Depan Rumah Tradisional Suku Batak Toba ... 31

Gambar 2.24. Elemen pada Bagian Depan Bangunan ... 31

Gambar 2.25. Elemen pada Bagian Samping Bangunan ... 33

Gambar 3.1. Lokasi Gereja HKBP Parapat ... 44

Gambar 3.2. Skematik Jarak Kawasan Penelitian ... 44

Gambar 4.1 Peta Kota Parapat, Kec. Girsang Sipangan Bolon ... 46

Gambar 4.2 Peta Lokasi Penelitian ... 47

Gambar 4.3 Peta Kawasan Eksisting Gereja HKBP Parapat ... 48

Gambar 4.4 Master Plan Gereja HKBP Parapat ... 51

Gambar 4.5 Tampak Depan Gereja HKBP Parapat ... 52

Gambar 4.6 Perspektif Gereja HKBP Parapat ... 52

Gambar 4.7 Penggunaan Atap Miring Pada Gereja HKBP Parapat ... 54

Gambar 4.8 Atap Rumah Tradisional Batak Toba ... 54

Gambar 4.9 Penggunaan Atap Tradisional Batak Toba Pada Atap gereja HKBP Parapat ... 54

Gambar 4.10 Menara pada Gereja HKBP Parapat ... 55

Gambar 4.11 Detail Dinding pada Gereja HKBP Parapat ... 56

Gambar 4.12 Pintu Utama (kiri) dan Pintu Samping (kanan) Gereja HKBP Parapat ... 57 Gambar 4.13 Jendela yang Lebih Modern


(90)

Gambar 4.14 Tampak Samping Gereja HKBP Parapat ... 58

Gambar 4.15 Detail Ornamen Pada Dinding Gereja HKBP Parapat ... 59

Gambar 4.16 Denah Lantai 1 dan Denah Lantai Mezanin ... 60

Gambar 4.17. Denah Lantai 2 dan Denah Lantai Menara Gereja ... 61

Gambar 4.18 Altar Gereja HKBP Parapat ... 63

Gambar 4.19 Interior Gereja HKBP Parapat... 65

Gambar 4.20 Ornamen pada Dinding Gereja HKBP Parapat ... 66

Gambar 4.21 Lantai 1 dan Lantai 2 Gereja HKBP Parapat ... 66

Gambar 4.22. Sekat Gereja HKBP Parapat ... 67

Gambar 4.23 Lantai Gereja HKBP Parapat ... 68

Gambar 4.24. Lantai 2 pada Gereja HKBP Parapat ... 68

Gambar 4.25 Material Keramik pada lantai 2 Pada Gereja HKBP Parapat ... 69

Gambar 4.26. Denah Simetris pada Gereja HKBP Parapat ... 70

Gambar 4.27 Taman Yang Berada Di Halaman Samping Gereja ... 71


(1)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 3

1.3.Tujuan Penelitian... 3

1.4.Manfaat Penelitian ... 3

1.5.Kerangka Berpikir ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1.Arsitektur Gereja ... 6

2.1.1.Perkembangan Arsitektur Gereja di Indonesia ... 17

2.1.2.Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP ... 20

2.1.2.1.Sejarah Singkat Gereja HKBP ... 20

2.1.2.2.Perkembangan Gereja HKBP di Sumatera Utara ... 22

2.2.Arsitektur Neo Vernakular ... 24

2.2.1. Pengertian Arsitektur Neo Vernakular ... 24

2.2.2. Ciri-Ciri Gaya Arsitektur Neo Vernakular ... 25

2.3. Arsitektur Tradisional Batak Toba ... 29


(2)

2.3.2. Elemen Bangunan Rumah Tradisional Suku Batak Toba ... 31

2.3.3. Gorga Atau Ornamen ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

3.1. Jenis Penelitian ... 42

3.2. Variabel Penelitian ... 42

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 43

3.4. Kawasan Penelitian ... 44

3.5. Metode Analisa Data ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 46

4.2. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 49

4.2.1. Sejarah Gereja HKBP Parapat ... 49

4.3. Bentuk Arsitektur Neo Vernakular Pada Gereja HKBP Parapat ... 53

4.3.1. Atap ... 53

4.3.2. Menara ... 55

4.3.3. Dinding ... 55

4.4. Ruang Dalam/Interior Bangunan Gereja HKBP Parapat ... 59

4.5. Ruang Luar/Eksterior Bangunan Gereja HKBP Parapat ... 70

BAB V KESIMPULAN ... 72

5.1. Kesimpulan ... 72


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Gereja HKBP di Sumatera Utara ... 23

Tabel 2.2. Perbandingan Arsitektur Tradisional, Vernakular dan Neo Vernakular ... 27

Tabel 2.3. Elemen Bagian Depan ... 32

Tabel 2.4. Elemen Bagian Samping ... 33

Tabel 2.5. Jenis-Jenis Gorga ... 35

Tabel 3.1. Variabel Penelitian ... 43

Tabel 3.2. Metode Pengumpulan Data ... 43

Tabel 4.1. Perkembangan Gereja HKBP Parapat ... 50


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Basilica of Santa Croce, Florence ... 7

Gambar 2.2. Busur Lengkung ... 7

Gambar 2.3. Jendela yang berukuran kecil ... 8

Gambar 2.4. Barrel Vault ... 9

Gambar 2.5. Groin Vault ... 9

Gambar 2.6. Ribbed Vault ... 10

Gambar 2.7 Katedral Trier di Jerman (kiri) dan Notre Dame du Mont Cornadore, Saint Nectaire di Prancis (kanan) ... 10

Gambar 2.8. Fasad Katedral Reims, Prancis ... 11

Gambar 2.9. Bentuk jendela seperti mawar pada Gereja ... 12

Gambar 2.10. Bentuk ukiran (tracery) pada jendela Gereja dan menggunakan kaca patri bergambar (stained glass) ... 12

Gambar 2.11. Pointed arch pada Gereja ... 13

Gambar 2.12. Ribbed vault pada Gereja ... 13

Gambar 2.13. Dinding penopang (Buttress)pada Gereja ... 14

Gambar 2.14. Menara loncengpada Gereja ... 15

Gambar 2.15. Gereja St. Petrus di Roma, Italia ... 16

Gambar 2.16. Carlo Maderno Santa Susanna, Roma ... 17

Gambar 2.17. Gereja HKBP Hutaraja Dolok ... 18

Gambar 2.18. Gereja Bleduk di Semarang... 18

Gambar 2.19. Gereja Katedral Jakarta ... 19


(5)

Gambar 2.21. Logo HKBP ... 22

Gambar 2.22. Denah Rumah Tradisional Suku Batak Toba ... 30

Gambar 2.23. Tampak Depan Rumah Tradisional Suku Batak Toba ... 31

Gambar 2.24. Elemen pada Bagian Depan Bangunan ... 31

Gambar 2.25. Elemen pada Bagian Samping Bangunan ... 33

Gambar 3.1. Lokasi Gereja HKBP Parapat ... 44

Gambar 3.2. Skematik Jarak Kawasan Penelitian ... 44

Gambar 4.1 Peta Kota Parapat, Kec. Girsang Sipangan Bolon ... 46

Gambar 4.2 Peta Lokasi Penelitian ... 47

Gambar 4.3 Peta Kawasan Eksisting Gereja HKBP Parapat ... 48

Gambar 4.4 Master Plan Gereja HKBP Parapat ... 51

Gambar 4.5 Tampak Depan Gereja HKBP Parapat ... 52

Gambar 4.6 Perspektif Gereja HKBP Parapat ... 52

Gambar 4.7 Penggunaan Atap Miring Pada Gereja HKBP Parapat ... 54

Gambar 4.8 Atap Rumah Tradisional Batak Toba ... 54

Gambar 4.9 Penggunaan Atap Tradisional Batak Toba Pada Atap gereja HKBP Parapat ... 54

Gambar 4.10 Menara pada Gereja HKBP Parapat ... 55

Gambar 4.11 Detail Dinding pada Gereja HKBP Parapat ... 56

Gambar 4.12 Pintu Utama (kiri) dan Pintu Samping (kanan) Gereja HKBP Parapat ... 57

Gambar 4.13 Jendela yang Lebih Modern Pada Gereja HKBP Parapat... 57


(6)

Gambar 4.14 Tampak Samping Gereja HKBP Parapat ... 58

Gambar 4.15 Detail Ornamen Pada Dinding Gereja HKBP Parapat ... 59

Gambar 4.16 Denah Lantai 1 dan Denah Lantai Mezanin ... 60

Gambar 4.17. Denah Lantai 2 dan Denah Lantai Menara Gereja ... 61

Gambar 4.18 Altar Gereja HKBP Parapat ... 63

Gambar 4.19 Interior Gereja HKBP Parapat... 65

Gambar 4.20 Ornamen pada Dinding Gereja HKBP Parapat ... 66

Gambar 4.21 Lantai 1 dan Lantai 2 Gereja HKBP Parapat ... 66

Gambar 4.22. Sekat Gereja HKBP Parapat ... 67

Gambar 4.23 Lantai Gereja HKBP Parapat ... 68

Gambar 4.24. Lantai 2 pada Gereja HKBP Parapat ... 68

Gambar 4.25 Material Keramik pada lantai 2 Pada Gereja HKBP Parapat ... 69

Gambar 4.26. Denah Simetris pada Gereja HKBP Parapat ... 70

Gambar 4.27 Taman Yang Berada Di Halaman Samping Gereja ... 71