Riap Diameter, Ingrowth, Dan Upgrowth Pada Hutan Alam Bekas Tebangan Di Iuphhk-Ha Cv Pangkar Begili Kalimantan Barat

RIAP DIAMETER, INGROWTH, DAN UPGROWTH
PADA HUTAN ALAM BEKAS TEBANGAN DI IUPHHK-HA
CV PANGKAR BEGILI KALIMANTAN BARAT

RIFQI MUTTAQIN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Riap Diameter, Ingrowth,
dan Upgrowth pada Hutan Alam Bekas Tebangan di IUPHHK-HA CV Pangkar
Begili Kalimantan Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Rifqi Muttaqin
NIM E14110078

ABSTRAK
RIFQI MUTTAQIN. Riap Diameter, Ingrowth, dan Upgrowth pada Hutan Alam
Bekas Tebangan di IUPHHK-HA CV Pangkar Begili Kalimantan Barat. Dibimbing
oleh BUDI KUNCAHYO.
Hutan alam produksi yang dikelola oleh IUPHHK-HA di Indonesia sebagian
besar merupakan hutan alam bekas tebangan. Hutan alam bekas tebangan memiliki
kondisi yang berbeda dibandingkan dengan hutan alam primer. Kondisi yang
membedakan kedua tegakan tersebut adalah dinamika struktur dari tegakan
tersebut. Dinamika struktur dari sebuah tegakan dapat digambarkan melalui
beberapa komponen, yaitu ingrowth dan upgrowth. Ingrowth dan upgrowth
menunjukkan kapasitas pertumbuhan yang juga ditunjukkan oleh perilaku riapnya.
Peningkatan atau penurunan riap kelompok jenis cenderung berbanding lurus
dengan peningkatan atau penurunan proprosi ingrowth dan upgrowth-nya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di areal kerja IUPHHK-HA CV Pangkar

Begili Kalimantan Barat, riap diameter rata-rata untuk jenis komersil sebesar 0.548
cm/tahun. Selain itu, kerapatan dan luas bidang dasar tegakan bukanlah faktor
dominan yang mempengaruhi laju ingrowth dan upgrowth pada hutan alam bekas
tebangan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai R2 adj yang dihasilkan pada
persamaan terbaik untuk menduga laju ingrowth dan upgrowth.
Kata kunci: riap diameter, ingrowth, upgrowth

ABSTRACT
RIFQI MUTTAQIN. Diameter Increment, Ingrowth, and Upgrowth on Loggedover Forest Area in IUPHHK-HA CV Pangkar Begili West Kalimantan. Supervised
by BUDI KUNCAHYO.
Most of the natural production forests managed by IUPHHK-HA in Indonesia
is logged-over forest area. There are few conditions that differentiate the natural
logged-over forests area with natural primary forests, such as the dynamic of stand
structures. The dynamic of the stand structures can be described through several
components, i.e. ingrowth and upgrowth. Ingrowth and upgrowth indicate the
growth capacity which is also indicated by its increment behavior. An increase or
decrease in increments on each group of species tends to be proportional with the
increase or decrease in its ingrowth and upgrowth proportion. Based on research
conducted in the area of IUPHHKHA CV Pangkar Begili West Kalimantan, the
average diameter increment for commercial types is 0.548 cm / year. On the other

side, the density and basal area of stands are not the dominant factor which affecting
the rate of ingrowth and upgrowth on natural logged-over forests. This is indicated
by the value of R2 adj resulting in the best equation for estimating the rate of
ingrowth and upgrowth.
Keywords: diameter increment, ingrowth, upgrowth

RIAP DIAMETER, INGROWTH, DAN UPGROWTH PADA
HUTAN ALAM BEKAS TEBANGAN DI IUPHHK-HA CV
PANGKAR BEGILI KALIMANTAN BARAT

RIFQI MUTTAQIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


,,#.")'*. '.$+).

 %. 
 '.,+%.#$.!*.
%%. .  .   %!). #. #$%+%. )+.
$.

. (.
,++(%.


.

 


*+, ,. &#.

). ).,.
$$%.

%#. ,#,*.



 



.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul Riap Diameter, Ingrowth dan
Upgrowth pada Hutan Alam Bekas Tebang di IUPHHK-HA CV Pangkar Begili
Kalimantan Barat ini dapat terselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih

sebesar-besarnya kepada keluarga penulis, (Alm.) Ahmad Taufiq Hasanuddin
(Ayah), Susi Chatarina (Ibu), Inayati Nuranti (Kakak), dan Irfanurrahman (Kakak)
dan seluruh anggota keluarga lainnya yang telah memberikan doa dan dukungan
untuk penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Budi Kuncahyo, MS
selaku pembimbing, Dr Tatang Tiryana, S Hut MSc selaku Ketua sidang, dan Ir
Edhi Sandra, MSi selaku dosen penguji atas arahan, saran, dan juga bimbingan yang
diberikan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh
karyawan IUPHHK-HA CV Pangkar Begili Kalimantan Barat atas segala bantuan
yang diberikan kepada penulis. Terima kasih juga kepada rekan-rekan Fakultas
Kehutanan dan Manajemen Hutan angkatan 48 yang telah memberikan banyak
bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016
Rifqi Muttaqin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


1

Manfaat Penelitian

2

METODE PENELITIAN

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Alat dan Bahan

2

Prosedur Pengolahan Data


2

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

SIMPULAN DAN SARAN

11

Simpulan

11

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA


12

LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.

Struktur tegakan hutan bekas tebangan
Model Meyer untuk tiap kelompok jenis
Riap diameter (cm/tahun) untuk setiap kelompok jenis
Dugaan lamanya siklus tebangan berdasarkan limit diameter pohon yang

boleh ditebang dan batas bawah diameter pohon inti
5. Persamaan ingrowth untuk masing-masing kelompok jenis
6. Persamaan upgrowth untuk masing-masing kelompok jenis

6
6
8
9
10
11

DAFTAR GAMBAR
1. Perbandingan struktur tegakan awal KJ Dipterocarpaceae ( ), Non–
Dipterocarpaceae ( ), dan total ( ) (dua tahun setelah penebangan)
2. Riap diameter pada tiap kelas diameter untuk kelompok

7
8

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pohon-pohon kelompok jenis Dipterocarpaceae
Pohon-pohon kelompok jenis Non-Dipterocarpaceae
Hasil regresi model-model ingrowth Dipterocarpaceae
Hasil regresi model-model ingrowth Non–Dipterocarpaceae
Hasil regresi model-model upgrowth Dipterocarpaceae
Hasil regresi model-model upgrowth Non-Dipterocarpaceae

15
15
16
19
22
25

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya hutan merupakan sumberdaya yang renewable dan dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan jika dalam pemanfaatannya memperhatikan
daya regenerasinya (Prahasto dan Nurfatriani 2001). Sesuai dengan sifat tersebut,
diperlukan tindakan dari IUPHHK–HA sebagai pemegang izin pengelola kawasan
hutan alam di Indonesia agar sumberdaya hutan dapat lestari secara berkelanjutan
secara ekologis, ekonomis, dan sosial. Hutan alam yang dikelola oleh IUPHHK–
HA di Indonesia sebagian besar telah mencapai kondisi siklus penebangan kedua.
Hal tersebut dapat diartikan bahwa hutan alam produksi di Indonesia merupakan
hutan alam bekas tebangan. Kondisi yang terdapat pada hutan alam bekas tebangan
berbeda jika dibandingkan dengan hutan primer. Hal yang membedakan hutan
bekas tebangan dengan hutan primer adalah kondisi dan dinamika struktur
horizontal dari tegakan hutan tersebut.
Muhdin et al. (2011) menyatakan bahwa dinamika struktur tegakan memiliki
beberapa komponen yang dapat menggambarkan perilaku tegakan bekas tebangan
dalam proses pemulihan tegakan tersebut, meliputi rekrutmen (recruitment), alih
tumbuh (upgrowth), serta kematian (mortality). Rekrutmen atau ingrowth
merupakan banyaknya individu yang beralih masuk ke dalam kelas diameter
terendah dalam periode waktu tertentu. Upgrowth adalah banyaknya individu
pohon yang pindah dari kelas diameter yang lebih kecil ke dalam kelas diameter
yang lebih besar dalam suatu periode tertentu.
Salah satu cara untuk dapat mengetahui komponen-komponen tersebut pada
hutan alam bekas tebangan adalah dengan melakukan pemantauan terhadap petak
ukur permanen (PUP) yang dibuat pemegang IUPHHK–HA di areal kerjanya.
Menurut Susanty (2002), pemantauan pertumbuhan tegakan pada areal bekas
tebangan mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai evaluasi bagi teknik
pengelolaan yang telah dilaksanakan dan sebagai alat bagi prediksi model
pertumbuhan tegakan di masa mendatang. Menurut Saridan dan Soegiharto (2012),
struktur tegakan salah satunya dipengaruhi oleh penyebaran individu diameter
pohon dalam tegakan. Sehubungan dengan pernyataan di atas, maka perlu
dilakukan suatu kajian mengenai hubungan antara ingrowth dan upgrowth pada
tegakan bekas tebangan terhadap kerapatan tegakan dan luas bidang dasar tegakan
dari masing-masing kelompok jenis.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan riap diameter rata-rata untuk
kelompok jenis Dipterocarpaceae dan Non–Dipterocarpaceae dan menentukan
model terbaik untuk menduga nilai peluang ingrowth dan upgrowth di areal kerja
CV Pangkar Begili di Kalimantan Barat.

2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam kegiatan
perencanaan hutan untuk memilih kegiatan operasional hutan yang sesuai dengan
kondisi di areal kerja perusahaan.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di areal kerja CV Pangkar Begili, Kalimantan Barat,
yaitu di petak ukur permanen (PUP) yang terletak di petak U6 Blok RKT 2009
Kabupaten Melawi. Secara geografis, areal IUPHHK–HA CV Pangkar Begili
terletak antara 112º 11 35 – 112º 31 21 Bujur Timur dan 0º 11 25 – 0 º 19 22
Lintang Selatan. Pengumpulan data lapangan dilaksanakan pada bulan April 2015,
sedangkan pengolahan dan analisis data serta pelaporan dilaksanakan pada bulan
Mei 2015 – Oktober 2015.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah alat tulis, kalkulator, dan seperangkat laptop
dengan aplikasi seperti Microsoft Word, Microsoft Excel, dan Minitab 17 Statistical
Software. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa
data hasil pengamatan tahun 2011, 2012, 2013, 2014, dan 2015 petak ukur
permanen (PUP) subpetak 4, 5, dan 6 yang tidak dilakukan kegiatan pemeliharaan.

Prosedur Pengolahan Data
Data dalam PUP terlebih dahulu dikelompokkan ke dalam 2 jenis, yaitu
kelompok jenis Dipterocarpaceae (lampiran 1) dan Non–Dipterocarpaceae
komersil (selanjutnya disebut Non–Dipterocarpaceae saja) (lampiran 2).
Perhitungan besarnya ingrowth dan upgrowth menggunakan pengelompokan kelas
diameter 10–20 cm, 20–30 cm, 30–40 cm, 40–50 cm, dan 50 cm up.
Perhitungan Riap Diameter

Perhitungan riap diameter menggunakan riap tahunan berjalan (Current
Annual Increment, CAI) dengan rumus:

Keterangan:

CAI
dt
dt-1
Δt

=


Δ



: Riap tahunan berjalan (cm/tahun)
: Diameter pada tahun pengukuran t (cm)
: Diameter pada tahun pengukuran t-1 (cm)
: Selisih waktu pengukuran diameter (1 tahun)

3
Penggunaaan Riap Diameter untuk Keperluan Praktis
Data riap diameter yang diperoleh dapat digunakan untuk menduga lamanya
waktu yang diperlukan pohon inti untuk mencapai diameter layak tebang, dengan
rumus:

Keterangan:


̅

∆ =

Dt
D0

Δt

: Limit diameter pohon yang layak ditebang (cm)
: Batas bawah diameter pohon inti (cm)
: Riap diameter rata-rata (cm/tahun)
: Selisih waktu pengukuran (tahun)

Pembentukan Model Struktur Tegakan Awal
Pembentukan model struktur tegakan awal bekas tebangan dibentuk
berdasarkan model Meyer dengan persamaan sebagai berikut:

Keterangan:

− �

=

N
N0
e
k

: Banyaknya pohon per hektar per kelas diameter
: Konstanta
: logaritma dasar (2.718281828)
: Laju penurunan jumlah pohon dengan meningkatnya kelas
diameter
: Diameter pohon

d

Pengolahan Data Ingrowth
Ingrowth dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

=



×

%

: Laju ingrowth kelompok jenis ke–j dalam suatu periode
: Jumlah pohon yang ingrowth ke kelas 20–30 cm untuk
kelompok jenis ke–j pada periode pengukuran t
: Jumlah pohon tiap hektar

Ij
ij
N

Persamaan-persamaan yang digunakan untuk membuat hubungan antara
ingrowth dengan kerapatan tegakan dan luas bidang dasar tegakan untuk setiap
kelompok jenis adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

=
=
=
=
=
=

+

+

+
+
+
+
+
+
+
+ log + log

+

+

4
Keterangan:

Ij
Nj
Bk
N
B
a, b, c,
d, e
j, k

: Laju ingrowth kelompok jenis ke–j (%)
: Jumlah pohon per hektar per kelompok jenis ke–j
: Luas bidang dasar kelompok jenis ke–k
: Jumlah pohon per hektar
: Luas bidang dasar tegakan (m2/ha)
: Konstanta
: Kelompok jenis (Dipterocapaceae, Non–Dipterocarpaceae)

Pengolahan Data Upgrowth
Upgrowth dihitung dengan rumus:

Keterangan:

=



×

%

: Laju upgrowth kelompok jenis ke–j dalam suatu periode
: Jumlah pohon yang pindah dari kelas diameter yang lebih
kecil ke kelas diameter yang lebih besar untuk kelompok
jenis ke–j pada periode pengukuran t
: Jumlah pohon tiap hektar dari kelas diameter yang lebih
kecil untuk kelompok jenis ke–j pada periode pengukuran t1

Ij
ij

nj

Persamaan-persamaan yang digunakan untuk membuat hubungan antara
upgrowth dengan kerapatan tegakan dan luas bidang dasar tegakan untuk setiap
kelompok jenis adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

=
=
=
=
=
=

+

+

+
+
+
+
+
+
+
+ log + log

Keterangan:

Uj
Nj
Bk
N
B
a, b, c,
d, e
j, k:

+

+

: Laju upgrowth kelompok jenis ke–j (%)
: Jumlah pohon per hektar per kelompok jenis ke–j
: Luas bidang dasar kelompok jenis ke–k
: Jumlah pohon per hektar
: Luas bidang dasar tegakan (m2/ha)
: Konstanta
: Kelompok jenis (Dipterocapaceae, Non–Dipterocarpaceae)

Pemilihan Model
Pemilihan model hubungan ingrowth dan upgrowth dengan luas bidang
dasar dan kerapatan tegakan didasarkan pada beberapa kriteria sebagai berikut:

5
a. Koefisien determinasi (R2)
R2 digunakan sebagai ukuran kemampuan peubah bebas dalam
menjelaskan variasi dari peubah tak bebasnya. Semakin tinggi nilai R2, maka
semakin tinggi variasi yang dapat dijelaskan, yang dinyatakan dengan
rumus:
=[ −



%

b. Koefisien determinasi terkoreksi (R2adj)
R2adj merupakan nilai koreksi dari R2, yang dinyatakan dengan
rumus:



=[ −







%

c. Root mean square error (RMSE)
RMSE menyatakan besarnya tingkat kesalahan dalam menentukan
nilai dugaan, dinyatakan dengan rumus:
=√

d. Simpangan baku (S)
Simpangan baku merupakan rata-rata penyimpangan titik-titik data
diukur dari nilai rata-rata data tersebut, dinyatakan dengan rumus:

=√
Keterangan:

JKS
JKT
dbs
dbt
KTS
xi

n

�−



∑ � − �̅
=

: Jumlah kuadrat sampel
: Jumlah kuadrat total
: Derajat bebas sampel
: Derajat bebas total
: Kuadrat tengah sampel
: Data hitung
: Rataan data hitung
: Jumlah data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Model Struktur Tegakan Hutan Bekas Tebangan
Struktur tegakan yang dijadikan objek penelitian adalah struktur tegakan
pada awal pengukuran (2011) atau dua tahun setelah kegiatan penebangan. Struktur
tegakan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Struktur tegakan hutan bekas tebangan
Titik Tengah Jumlah pohon per hektar tiap kelas diameter
Kelas
Kelas
Diameter
NonDipterocarpaceae
Diameter
Total
(cm)
Dipterocarpaceae
(cm)
10–20
15
46
199
245
20–30
25
38
127
165
30–40
35
14
68
82
40–50
45
11
26
37
50 up
55
4
10
14
113
430
543
Jumlah
Struktur tegakan awal bekas tebangan tersebut juga memiliki model Meyer
untuk masing-masing kelompok jenis. Model Meyer untuk masing-masing
kelompok jenis dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Model Meyer untuk tiap kelompok jenis
Kelompok Jenis

Model Meyer

R2

Dipterocarpaceae

N = 144.31 e-0.06124D

95.58%

Non–
Dipterocarpaceae

N = 759 e-0.07568D

97.66%

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 2, dapat diamati bahwa pada tiap
persamaan untuk masing-masing kelompok jenis memiliki nilai yang berbeda-beda.
Model Meyer yang disajikan pada Tabel 2 menjelaskan komponen-komponen
tegakan melalui peubah-peubahnya. N0 menggambarkan kerapatan individu yang
berada di kelas diameter terkecil, semakin besar nilai N0 maka jumlah pohon per
hektar yang berada di kelas diameter tekecil juga semakin banyak. Nilai k
menggambarkan laju penurunan jumlah pohon per hektar pada setiap kenaikan
kelas diameter. Semakin besar nilai k maka laju penurunan jumlah pohon per hektar
pada setiap kenaikan kelas diameter juga semakin besar.
Kelompok jenis yang memiliki nilai N0 terbesar adalah Non–
Dipterocarpaceae dengan nilai sebesar 759, sedangkan Dipterocarpaceae memiliki
nilai N0 sebesar 144.31. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah individu yang
dimiliki kelompok jenis Non–Dipterocarpaceae pada kelas diameter terkecil (10-20
cm) lebih banyak jika dibandingkan dengan kelompok jenis Dipterocarpaceae.

7
Nilai k pada kelompok jenis Non-Dipterocarpaceae juga lebih besar dibandingkan
dengan Dipterocarpaceae, dengan nilai k sebesar 0.07568 berbanding 0.06124. Hal
tersebut menunjukkan laju penurunan jumlah pohon per hektar pada setiap
kenaikan kelas diameter untuk kelompok jenis Non–Dipterocarpaceae lebih besar
jika dibandingkan dengan kelompok jenis Dipterocarpaceae. Kesesuaian model
untuk menggambarkan struktur tegakan awal bekas tebangan ditunjukkan oleh
besarnya koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan, yaitu 95.58% dan 97.66%.
Bentuk grafik struktur tegakan awal bekas tebangan disajikan pada Gambar 1.

Kerapatan (pohon/ha)

350
300
250
200
150
100
50
0
0

10

Dipterocarpaceae

20
30
40
Kelas Diameter (cm)
Non-Dipterocarpaceae

50

60

Total

Gambar 1 Perbandingan struktur tegakan awal KJ Dipterocarpaceae ( ), Non–
Dipterocarpaceae ( ), dan total ( ) (dua tahun setelah penebangan)
Berdasarkan bentuk grafik yang disajikan pada Gambar 1, dapat dilihat
bahwa struktur tegakan awal bekas tebangan membentuk huruf J terbalik. Menurut
Hilwan (2012), hal tersebut merupakan karakteristik tegakan hutan alam tidak
seumur dimana kurva struktur tegakannya bersifat eksponensial negatif sehingga
berbentuk huruf J terbalik. Terbentuknya struktur tegakan hutan alam tropis
menyerupai huruf J terbalik tidak terlepas dari berbagai spesies tumbuhan
penyusunnya.
Pada hutan alam primer maupun hutan bekas tebangan yang masih baik
kondisi tegakannya, jenis pohon paling dominan adalah dari jenis klimaks (climax
species). Berbeda dengan jenis pionir (pioneer species), jenis klimaks memiliki
karakteristik seperti: perkecambahan biji terjadi di bawah tajuk yang kemudian
berkembang menjadi semai dalam jumlah melimpah (seedling bank) dan mampu
hidup di bawah naungan (shade-tolerant). Hal tersebut menyebabkan terjadinya
proses regenerasi secara in-situ (di bawah naungan tajuk) sehingga dari strata
anakan hingga dewasa berkumpul bersama di satu tempat. Adanya persaingan
tempat tumbuh menyebabkan kerapatan pohon yang lebih dewasa semakin
berkurang. Hal tersebut pada akhirnya akan menciptakan struktur tegakan
berbentuk huruf J terbalik pada level individu jenis klimaks. Apabila jenis-jenis
klimaks tersebut berkumpul dalam suatu komunitas, maka terwujudlah hutan alam
dengan struktur tegakan berbentuk huruf J terbalik (Whitmore 1998).

8
Riap Diameter

Riap Diameter (cm/tahun)

Pohon-pohon yang ada di dalam PUP dibagi ke dalam dua kelompok jenis,
yaitu Dipterocarpaceae dan Non–Dipterocarpaceae. Riap diameter rata-rata pada
tiap kelas diameter untuk masing-masing kelompok jenis disajikan pada Gambar 2.
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
15

25

35
45
Kelas Diameter (cm)

Dipterocarpaceae

55

Non-Dipterocarpaceae

Gambar 2 Riap diameter pada tiap kelas diameter untuk kelompok
jenis Dipterocarpaceae ( ) dan Non– Dipterocarpaceae ( )
Berdasarkan data yang disajikan pada Gambar 2, dapat dilihat bahwa riap
diameter dari kelas diameter terkecil hingga terbesar secara umum membentuk
kurva sigmoid. Riap diameter mencapai titik maksimum pada kelas diameter 40–
50 cm, baik pada kelompok jenis Dipterocarpaceae maupun Non–Dipterocarpaceae.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian Wahyudi (2011) yang menyatakan bahwa
pertumbuhan diameter pohon akan mengalami peningkatan hingga mencapai titik
tertinggi, yaitu pada saat mencapai kelas diameter 30 cm hingga 40 cm dan
selanjutnya akan menurun kembali secara bertahap. Riap diameter pada tiap periode
pengukuran dihitung dengan menggunakan metode CAI. Riap diameter rata-rata
pada tiap periode pengukuran disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Riap diameter (cm/tahun) untuk setiap kelompok jenis
Riap diameter rata-rata (CAI)
selama 4 tahun pengukuran
Kelompok Jenis

CAI
ratarata

Simpangan
Baku

20112012

20122013

20132014

20142015

Dipterocarpaceae

0.376

0.633

0.698

0.516

0.556

0.141

Non–
Dipterocarpaceae

0.318

0.573

0.661

0.605

0.539

0.152

9
Current Annual Increment (CAI) merupakan perbedaan antara dimensi yang
diukur di awal dan di akhir tahun pertumbuhan (Husch et al. 2002). Pemilihan CAI
sebagai metode untuk menduga riap disebabkan oleh perlu diketahuinya informasi
mengenai pertumbuhan riap tegakan bekas tebangan per periode pengukuran yang
pada penelitian ini dilakukan sekali dalam setiap tahun. Berdasarkan Tabel 3,
kelompok jenis Dipterocarpaceae memiliki riap diameter (CAI) rata-rata sebesar
0.556 cm/tahun. Nilai tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan CAI rata-rata
kelompok jenis Non–Dipterocarpacae yang sebesar 0.539 cm/tahun. Riap diameter
rata-rata tersebut di bawah asumsi riap diameter untuk hutan alam produksi yang
ditetapkan pemerintah melalui Surat Edaran Kementerian Kehutanan Nomor
SE.10/VI-BUHA/2011 sebesar 0.69 cm/tahun untuk jenis komersial.
Hasil penelitian Ayuningtyas (2015) pada areal bekas tebangan di Kalimantan
Timur juga memperoleh kisaran riap yang sama dengan nilai sebesar 0.52 cm/tahun
untuk kelompok jenis meranti. Hasil penelitian Kuswandi (2014) di bagian selatan
Papua juga memperoleh kisaran riap yang sama dengan nilai sebesar 0.60 cm/tahun
pada PUP tanpa diberi perlakuan. Menurut Lal (1960) dalam Latifah (2004), faktorfaktor yang mempengaruhi besar kecilnya riap suatu tegakan adalah a). Tindakan
silvikultur; b). Jenis; dan c). Kualitas tempat tumbuh.

Penggunaan Riap Diameter untuk Keperluan Praktis
Riap diameter rata-rata yang telah didapatkan dapat dijadikan acuan dalam
menentukan rotasi tebangan di suatu area. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.65/Menhut-II/2014, siklus tebang yang
diterapkan pada hutan produksi biasa adalah 30 tahun dengan limit diameter pohon
yang dapat ditebang minimal sebesar 40 cm. Lamanya siklus tebang untuk suatu
areal hutan produksi semestinya diterapkan dengan memperhatikan besarnya nilai
riap di areal tersebut. Riap diameter bersifat site specific, yang artinya besarnya riap
diameter rata-rata berbeda-beda pada setiap tempat.
Areal kerja IUPHHK–HA CV Pangkar Begili mengadopsi sistem silvikultur
TPTI yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan, yaitu siklus tebang 30 tahun dengan
limit diameter pohon yang boleh ditebang minimal sebesar 40 tahun. Riap diameter
rata-rata dari kelompok jenis Dipterocarpaceae dan Non–Dipterocarpaceae yang
memiliki nilai sebesar 0.548 cm/tahun dapat dipakai untuk menjadi acuan
penentuan rotasi tebangan yang optimal pada areal kerja IUPHHK–HA. Lamanya
siklus tebang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Dugaan lamanya siklus tebangan berdasarkan limit diameter pohon yang
boleh ditebang dan batas bawah diameter pohon inti
Batas bawah diameter
Limit diameter pohon yang boleh ditebang (cm)
pohon inti (cm)
40
45
50
55
60
10
55
64
74
83
92
15
46
55
64
74
83
20
37
46
55
64
74
25
28
37
46
55
64

10
Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa lamanya siklus tebang dapat diatur
sesuai dengan kombinasi antara limit diameter pohon yang boleh ditebang dan batas
bawah diameter pohon inti. Apabila limit diameter pohon yang boleh ditebang
ditetapkan sebesar 40 cm dan batas diameter bawah pohon inti menjadi 20 cm, maka
siklus tebang optimal di areal tersebut adalah sebesar 37 tahun.

Ingrowth
Ingrowth merupakan pohon-pohon yang masuk ke dalam kelas diameter
terkecil selama periode waktu tertentu. Diameter terkecil yang ditentukan dalam
penelitian ini adalah 20 cm, yaitu batasan suatu individu memasuki fase pohon.
Berdasarkan hasil analisis terhadap enam persamaan yang dilakukan, terpilih
masing-masing satu persamaan ingrowth untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae
dan Non–Dipterocarpaceae. Pemilihan didasarkan pada besarnya koefisien
determinasi (R2) yang dihasilkan oleh masing-masing persamaan. Persamaan yang
terpilih untuk masing-masing kelompok jenis disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5 Persamaan ingrowth untuk masing-masing kelompok jenis
Kelompok Jenis
Dipterocarpaceae
Non–
Dipterocarpaceae

Persamaan
Ij = 41.6 - 1.199 Nj + 6.92 Bj - 4.49 Bk
Ik = 40.7 + 0.095 Nk - 1.264 Nj
- 5.21 Bk + 7.44 Bj

R2
(%)

R2 adj
(%)

RMSE

S

29.93

3.66

1.51408

0.85

55.64

30.29

0.88291

0.79

Tabel 5 menunjukkan persamaan untuk masing-masing kelompok jenis
dengan R2 adj sebesar 3.66 % untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae dan 30.29 %
untuk kelompok jenis Non–Dipterocarpaceae. Rendahnya nilai R2 pada masingmasing persamaan tersebut menunjukkan bahwa variabel jumlah pohon dan luas
bidang dasar tegakan tidak mampu menjelaskan laju ingrowth untuk kelompok
jenis Dipterocarpaceae maupun Non–Dipterocarpaceae di areal tersebut. Menurut
Buongiorno et al. (1995), rendahnya nilai R2 dalam pemodelan ingrowth dapat
disebabkan oleh keterbatasan model (ada faktor-faktor lain selain jumlah pohon dan
bidang dasar tegakan yang perlu dipertimbangkan dalam model). Hasil yang
diperoleh dari persamaan-persamaan yang lain untuk menduga nilai peluang
ingrowth disajikan dalam lampiran 3 untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae dan
lampiran 4 untuk kelompok jenis Non–Dipterocarpaceae.

Upgrowth
Upgrowth merupakan pohon-pohon yang tetap hidup dan pindah ke kelas
diameter berikutnya selama periode waktu tertentu. Upgrowth dalam penelitian ini
dihasilkan dari individu-individu pohon yang mengalami kenaikan kelas diameter
pada selang waktu pengukuran 2011 hingga 2012, 2012 hingga 2013, 2013 hingga
2014, dan 2014 hingga 2015. Kelas diameter terkecil dalam penelitian ini adalah 20
hingga 30 cm.

11
Berdasarkan hasil analisis terhadap enam persamaan yang dilakukan, terpilih
masing-masing satu persamaan upgrowth untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae
dan Non–Dipterocarpaceae. Pemilihan didasarkan pada besarnya koefisien
determinasi (R2) yang dihasilkan oleh masing-masing persamaan. Persamaan yang
terpilih untuk masing-masing kelompok jenis disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6 Persamaan upgrowth untuk masing-masing kelompok jenis
Kelompok Jenis

Persamaan

Dipterocarpaceae

Uj = 1.5 + 0.546 Nj - 1.2 Bj - 1.76 Bk

Non–
Dipterocarpaceae

Uk = -1.047 + 0.0204 Nk + 0.848 Bk
+ 0.195 Bj

R2
(%)

R2 adj
(%)

RMSE

25.33

19.11

4.35776

40.85

35.93

0.95552

S

2.44
0.76

Tabel 6 menunjukkan persamaan untuk masing-masing kelompok jenis
dengan R2 adj sebesar 19.11 % untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae dan 35.93 %
untuk kelompok jenis Non–Dipterocarpaceae. Seperti yang terjadi pada persamaan
ingrowth, rendahnya R2 yang dihasilkan masing-masing persamaan tersebut
menunjukkan bahwa variabel jumlah pohon dan luas bidang dasar tegakan tidak
mampu menjelaskan laju upgrowth untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae
maupun Non–Dipterocarpaceae di areal tersebut. Hasil yang diperoleh dari
persamaan-persamaan yang lain untuk menduga nilai peluang upgrowth disajikan
dalam lampiran 5 untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae dan lampiran 6 untuk
kelompok jenis Non–Dipterocarpaceae.
Hasil penelitian Agustini (2006) di Kabupaten Sintang juga menghasilkan
persamaan ingrowth dengan nilai R2 adj yang rendah, yaitu sebesar 21.96 % hingga
44.97 % untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae, dan 25.3 % hingga 60.12 % untuk
kelompok jenis Non–Dipterocarpaceae. Menurut Suhendang (1998), rendahnya
nilai koefisien determinasi di hutan alam disebabkan oleh tidak terkendalinya
pengaruh berbagai faktor lingkungan yang terdapat di dalam hutan alam campuran,
baik faktor lingkungan hayati, non-hayati serta interaksi di antara faktor-faktor
tersebut. Terdapat faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi laju ingrowth dan
upgrowth, seperti kelimpahan atau banyak jenis pohon yang bersangkutan, dan
tingkat gangguan tegakan (Krisnawati et al. 2008).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Riap diameter rata-rata untuk masing-masing kelompok jenis adalah sebesar
0.556 cm/tahun untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae dan 0.539 cm/tahun untuk
kelompok jenis Non–Dipterocarpaceae. Berdasarkan nilai riap diameter rata-rata
jenis komersil di areal kerja IUPHHK–HA CV Pangkar Begili yang sebesar 0.548
cm/tahun, siklus tebang optimal yang semestinya diterapkan adalah 37 tahun.
Persamaan ingrowth terpilih pada tiap kelompok jenis adalah sebagai berikut: a).
Dipterocarpaceae: Ij = 41.6 - 1.199 Nj + 6.92 Bj - 4.49 Bk; dan b). Non–
Dipterocarpaceae: Ik = 40.7 + 0.095 Nk - 1.264 Nj - 5.21 Bk + 7.44 Bj. Persamaan

12
upgrowth terpilih pada tiap kelompok jenis adalah sebagai berikut: a).
Dipterocarpaceae: Uj = 1.5 + 0.546 Nj - 1.2 Bj - 1.76 Bk; dan b). Non–
Dipterocarpaceae: Uk = -1.047 + 0.0204 Nk + 0.848 Bk + 0.195 Bj.
Saran
Perlu dilakukan pendugaan riap dan laju ingrowth maupun upgrowth dengan
data pengamatan PUP yang lebih banyak secara berkala. Selain itu perlu juga
dilakukan penelitian dengan menggunakan variabel-variabel yang lain seperti
kelerengan areal, umur tegakan, dan kualitas tempat tumbuh (bonita) untuk
menjelaskan fenomena ingrowth dan upgrowth di hutan alam bekas tebangan.

DAFTAR PUSTAKA
Agustini K. 2006. Ingrowth dan upgrowth di hutan alam bekas tebangan untuk jenis
komersial (studi kasus di HPH PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat).
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ayuningtyas A. 2015. Riap diameter dan volume tegakan hutan alam di areal
IUPHHK-HA PT Gunung Gajah Abadi Kalimantan Timur. [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
[BUHA] Bina Usaha Hutan Alam. 2011. Surat Edaran Nomor
SE.10/VI/BUHA/2011 tentang Riap Diameter Tahunan pada Hutan Alam
Produksi.Jakarta (ID): Kemenhut.
Buongiorno J, Peyron J, Houllier F, Bruciamacchie M. 1995. Growth and
management of mixed-species, uneven-aged forest in the French Jura:
Implication for Economic Returns and Tree Diversity. Forest Science.
41(3): 397-429.
Hilwan I. 2012. Komposisi jenis dan struktur tegakan pada areal bekas tebangan di
PT Salaki Summa Sejahtera, Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Silvikultur
Tropika. 3(3): 155-160.
Husch B, Beers TW, Kershaw JA Jr. 2002. Forest Mensuration: Fourth Edition.
New Jersey (US): J Wiley.
Krisnawati H, Suhendang E, Parthama IBP. 2008. Model pertumbuhan matriks
transisi untuk hutan alam bekas tebangan di Kalimantan Tengah. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 5(2): 107-128.
Kuswandi R. 2014. The effect of silvicultural treatment on stand growth of loggedover forest in South Papua. Indonesian Journal of Forestry Research. 1(2):
117-126.
Latifah S. c2004. Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Eucalyptus grandis di Hutan
Tanaman Industri. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
[Menhut] Menteri Kehutanan. 2014. Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.65/Menhut-II Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.11/Menhut-II/2009 tentang Sistem
Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada
Hutan Produksi. Jakarta (ID): Kemenhut.

13
Muhdin, Suhendang E, Wahjono D, Purnomo H, Istomo, Simangunsong BCH.
2011. Pendugaan dinamika struktur tegakan hutan alam bekas tebangan.
Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 17(1): 1-9.
Prahasto H dan Nurfatriyani F. 2001. Analisis kebijakan penyediaan kayu dalam
negeri. Jurnal Sosial Ekonomi. 2(2): 111-138.
Saridan A dan Soegiharto S. 2012. Struktur tegakan tinggal pada uji coba
pemanenan di hutan penelitian labanan, Kalimantan Timur. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 9(3): 239-249.
Suhendang E. 1998. Pengukuran riap diameter pohon Meranti (Shorea spp.) pada
hutan alam bekas tebangan. Makalah disampaikan dalam diskusi sehari:
Pertumbuhan dan hasil tegakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
dan Konservasi Alam. Bogor. 8 April 1998.
Susanty FH. 2002. Pengaruh kerapatan tegakan terhadap riap jenis meranti di hutan
alam. Di dalam: Siran SA, Yusliansyah, Gunawan RHR, Aminullah, editor.
Ekspose Hasil-hasil Penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan Kalimantan; 2002 Okt 22; Samarinda, Indonesia. Samarinda
(ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kalimantan. Hlm 107114.
Wahyudi. 2011. Perkembangan tanaman dan tegakan tinggal pada sistem Tebang
Pilih Tanam Indonesia Intensif. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Whitmore TC. 1998. An Introduction to Tropical Rain Forest: Second Edition.
Oxford (GB): Oxford University Press.

14

LAMPIRAN

15
Lampiran 1 Pohon-pohon kelompok jenis Dipterocarpaceae
Nama Jenis
Nama Latin
Emang
Hopea spp.
Keladan
Dryobalanops beccarii Dyer
Kensurai
Dipterocarpus oblongifolius Blume
Kuntoi
Shorea ochracea Symington
Resak
Vatica spp.
Tengkawang
Shorea spp.
Keruing
Dipterocarpus spp.
Melaken
Shorea sp.

Lampiran 2 Pohon-pohon kelompok jenis Non-Dipterocarpaceae
Nama Jenis
Nama Latin
Belamar
Beliak
Bintangur
Calophyllum inophyloide King
Entigung
Jelutung
Dyera spp.
Kampili
Quercus spp.
Kasai
Kelaminting
Kenyahuk
Keranji
Dialium spp.
Kerawan
Mahabai
Allophylus sp.
Mahakai
Medang
Litsea firma (Blume) Hook.f.
Menyatuk
Nyatoh
Palaquium spp.
Priyai
Rahan
Rengas
Gluta aptera (King) Ding Hou
Riga
Dillenia borneensis Hoogl.
Sampak
Senepak
Sindur
Sindora spp.
Tampar
Pimeleodendron zoanthogyne J.J.Sm.
Temau
Cratoxylum arborescens (Vahl)
Blume
Ubah
Eugenia spp.

16
Lampiran 3 Hasil regresi model-model ingrowth Dipterocarpaceae
MODEL 1
Regression Analysis: Ingrowth versus Nj, Bj, Bk
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
3
8
11

Adj SS
7.835
18.339
26.175

Adj MS
2.612
2.292

F-Value
1.14

P-Value
0.390

Model Summary
S
1.51408

R-sq
29.93%

R-sq(adj)
3.66%

R-sq(pred)
0.00%

Coefficients
Term
Constant
Nj
Bj
Bk

Coef
41.6
-1.199
6.92
-4.49

SE Coef
24.5
0.721
4.11
2.68

T-Value
1.70
-1.66
1.68
-1.67

P-Value
0.128
0.135
0.131
0.132

Regression Equation
Ingrowth = 41.6 - 1.199 Nj + 6.92 Bj - 4.49 Bk

MODEL 2
Regression Analysis: Ingrowth versus Nj, Nk, Bj, Bk
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
4
7
11

Adj SS
10.060
16.115
26.175

Adj MS
2.515
2.302

F-Value
1.09

P-Value
0.429

Model Summary
S
1.51727

R-sq
38.43%

R-sq(adj)
3.25%

R-sq(pred)
0.00%

Coefficients
Term
Constant
Nj
Nk
Bj
Bk

Coef
61.8
-1.865
0.189
11.60
-9.14

SE Coef
32.0
0.991
0.192
6.30
5.44

T-Value
1.93
-1.88
0.98
1.84
-1.68

P-Value
0.095
0.102
0.358
0.108
0.137

Regression Equation
Ingrowth = 61.8 - 1.865 Nj + 0.189 Nk + 11.60 Bj - 9.14 Bk

17
Lampiran 3 (lanjutan)
MODEL 3
Regression Analysis: Ingrowth versus N
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
1
10
11

Adj SS
2.141
24.034
26.175

Adj MS
2.141
2.403

F-Value
0.89

P-Value
0.367

Model Summary
S
1.55028

R-sq
8.18%

R-sq(adj)
0.00%

R-sq(pred)
0.00%

Coefficients
Term
Constant
N

Coef SE Coef T-Value P-Value
6.49
5.86
1.11
0.294
-0.0570
0.0604
-0.94
0.367

Regression Equation
Ingrowth = 6.49 - 0.0570 N

MODEL 4
Regression Analysis: Ingrowth versus B
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
1
10
11

Adj SS
0.0992
26.0754
26.1746

Adj MS
0.09919
2.60754

F-Value
0.04

Model Summary
S
1.61479

R-sq
0.38%

R-sq(adj)
0.00%

R-sq(pred)
0.00%

Coefficients
Term
Constant
B

Coef
-0.15
0.137

SE Coef
5.81
0.704

T-Value
-0.03
0.20

Regression Equation
Ingrowth = -0.15 + 0.137 B

P-Value
0.980
0.849

P-Value
0.849

18
Lampiran 3 (lanjutan)
MODEL 5
Regression Analysis: Ingrowth versus N, B
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
2
9
11

Adj SS
2.3834
23.7912
26.1746

Adj MS
1.1917
2.6435

F-Value
0.45

P-Value
0.651

Model Summary
S
1.62587

R-sq
9.11%

R-sq(adj)
0.00%

R-sq(pred)
0.00%

Coefficients
Term
Constant
N
B

Coef
4.94
-0.0593
0.216

SE Coef
8.01
0.0638
0.714

T-Value
0.62
-0.93
0.30

P-Value
0.553
0.377
0.769

Regression Equation
Ingrowth = 4.94 - 0.0593 N + 0.216 B

MODEL 6
Regression Analysis: Ingrowth versus log B, log N
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
2
9
11

Adj SS
2.4306
23.7440
26.1746

Adj MS
1.2153
2.6382

F-Value
0.46

P-Value
0.645

Model Summary
S
1.62426

R-sq
9.29%

R-sq(adj)
0.00%

R-sq(pred)
0.00%

Coefficients
Term
Constant
Log B
Log N

Coef
23.3
4.4
-13.3

SE Coef
29.1
13.9
14.1

T-Value
0.80
0.32
-0.94

P-Value
0.444
0.756
0.371

Regression Equation
Ingrowth = 23.3 + 4.4 log B - 13.3 log N

19
Lampiran 4 Hasil regresi model-model ingrowth Non–Dipterocarpaceae
MODEL 1
Regression Analysis: Ingrowth versus Nk, Bk, Bj
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
3
8
11

Adj SS
3.0968
9.2038
12.3006

Adj MS
1.0323
1.1505

F-Value
0.90

P-Value
0.484

Model Summary
S
1.07260

R-sq
25.18%

R-sq(adj)
0.00%

R-sq(pred)
0.00%

Coefficients
Term
Constant
Nk
Bk
Bj

Coef
0.69
-0.0728
1.29
-0.508

SE Coef
4.49
0.0991
1.34
0.677

T-Value
0.15
-0.74
0.96
-0.75

P-Value
0.882
0.483
0.363
0.475

Regression Equation
Ingrowth = 0.69 - 0.0728 Nk + 1.29 Bk - 0.508 Bj

MODEL 2
Regression Analysis: Ingrowth versus Nk, Nj, Bk, Bj
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
4
7
11

Adj SS
6.8439
5.4566
12.3006

Adj MS
1.7110
0.7795

F-Value
2.19

P-Value
0.171

Model Summary
S
0.882905

R-sq
55.64%

R-sq(adj)
30.29%

R-sq(pred)
0.00%

Coefficients
Term
Constant
Nk
Nj
Bk
Bj

Coef
40.7
0.095
-1.264
-5.21
7.44

SE Coef
18.6
0.112
0.577
3.17
3.67

T-Value
2.19
0.85
-2.19
-1.65
2.03

P-Value
0.065
0.424
0.064
0.144
0.082

Regression Equation
Ingrowth = 40.7 + 0.095 Nk - 1.264 Nj - 5.21 Bk + 7.44 Bj

20
Lampiran 4 (lanjutan)
MODEL 3
Regression Analysis: Ingrowth versus N
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
1
10
11

Adj SS
0.6889
11.6116
12.3006

Adj MS
0.6889
1.1612

F-Value
0.59

P-Value
0.459

Model Summary
S
1.07757

R-sq
5.60%

R-sq(adj)
0.00%

R-sq(pred)
0.00%

Coefficients
Term
Constant
N

Coef
-0.90
0.0323

SE Coef
4.07
0.0420

T-Value
-0.22
0.77

P-Value
0.829
0.459

Regression Equation
Ingrowth = -0.90 + 0.0323 N

MODEL 4
Regression Analysis: Ingrowth versus B
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
1
10
11

Adj SS
0.0568
12.2438
12.3006

Adj MS
0.05677
1.22438

F-Value
0.05

Model Summary

P-Value
0.834

S
1.10652

R-sq
0.46%

R-sq(adj)
0.00%

R-sq(pred)
0.00%

Coefficients
Term
Constant
B

Coef
3.08
-0.104

SE Coef
3.98
0.483

Regression Equation
Ingrowth = 3.08 - 0.104 B

T-Value
0.77
-0.22

P-Value
0.457
0.834

21
Lampiran 4 (lanjutan)
MODEL 5
Regression Analysis: Ingrowth versus N, B
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
2
9
11

Adj SS
0.8041
11.4965
12.3006

Adj MS
0.4020
1.2774

F-Value
0.31

P-Value
0.738

Model Summary
S
1.13022

R-sq
6.54%

R-sq(adj)
0.00%

R-sq(pred)
0.00%

Coefficients
Term
Constant
N
B

Coef
0.17
0.0339
-0.149

SE Coef
5.57
0.0444
0.496

T-Value
0.03
0.76
-0.30

P-Value
0.976
0.464
0.771

Regression Equation
Ingrowth = 0.17 + 0.0339 N - 0.149 B

MODEL 6
Regression Analysis: Ingrowth versus log B, log N
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
2
9
11

Adj SS
0.7445
11.5560
12.3006

Adj MS
0.3723
1.2840

F-Value
0.29

P-Value
0.755

Model Summary
S
1.13314

R-sq
6.05%

R-sq(adj)
0.00%

R-sq(pred)
0.00%

Coefficients
Term
Constant
Log B
Log N

Coef SE Coef T-Value P-Value
-9.7
20.3
-0.48
0.645
-2.79
9.68
-0.29
0.780
7.29
9.86
0.74
0.479

Regression Equation
Ingrowth = -9.7 - 2.79 log B + 7.29 log N

22
Lampiran 5 Hasil regresi model-model upgrowth Dipterocarpaceae
MODEL 1
Regression Analysis: Upgrowth versus Nj, Bj, Bk
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
3
36
39

Adj SS
231.902
683.641
915.543

Adj MS
77.301
18.990

F-Value
4.07

P-Value
0.014

Model Summary
S
4.35776

R-sq
25.33%

R-sq(adj)
19.11%

R-sq(pred)
6.39%

Coefficients
Term
Constant
Nj
Bj
Bk

Coef
1.50
0.546
-1.20
-1.76

SE Coef
3.99
0.200
4.02
1.57

T-Value
0.38
2.73
-0.30
-1.12

P-Value
0.708
0.010
0.767
0.272

Regression Equation
Upgrowth = 1.50 + 0.546 Nj - 1.20 Bj - 1.76 Bk

Model 2
Regression Analysis: Upgrowth versus Nj, Nk, Bj, Bk
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
4
35
39

Adj SS
232.440
683.103
915.543

Adj MS
58.1099
19.5172

F-Value
2.98

P-Value
0.032

Model Summary
S
4.41783

R-sq
25.39%

R-sq(adj)
16.86%

R-sq(pred)
4.67%

Coefficients
Term
Constant
Nj
Nk
Bj
Bk

Coef
1.39
0.594
-0.021
-1.62
-1.46

SE Coef
4.10
0.352
0.124
4.79
2.38

T-Value
0.34
1.69
-0.17
-0.34
-0.62

P-Value
0.737
0.101
0.869
0.737
0.542

Regression Equation
Upgrowth = 1.39 + 0.594 Nj - 0.021 Nk - 1.62 Bj - 1.46 Bk

23
Lampiran 5 (lanjutan)
MODEL 3
Regression Analysis: Upgrowth versus N
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
1
38
39

Adj SS
47.427
868.116
915.543

Adj MS
47.4265
22.8452

F-Value
2.08

P-Value
0.158

Model Summary
S
4.77966

R-sq
5.18%

R-sq(adj)
2.68%

R-sq(pred)
0.00%

Coefficients
Term
Constant
N

Coef
0.06
0.0581

SE Coef
1.38
0.0403

T-Value
0.04
1.44

P-Value
0.965
0.158

Regression Equation
Upgrowth = 0.06 + 0.0581 N

Regression Analysis: Upgrowth versus B
MODEL 4
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
1
38
39

Adj SS
0.147
915.396
915.543

Adj MS
0.1466
24.0894

F-Value
0.01

Model Summary
S
4.90809

R-sq
0.02%

R-sq(adj)
0.00%

R-sq(pred)
0.00%

Coefficients
Term
Constant
B

Coef
1.45
0.12

SE Coef
3.58
1.54

Regression Equation
Upgrowth = 1.45 + 0.12 B

T-Value
0.40
0.08

P-Value
0.688
0.938

P-Value
0.938

24
Lampiran 5 (lanjutan)
Regression Analysis: Upgrowth versus N, B
MODEL 5
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
2
37
39

Adj SS
93.77
821.77
915.54

Adj MS
46.89
22.21

F-Value
2.11

P-Value
0.135

Model Summary
S
4.71275

R-sq
10.24%

R-sq(adj)
5.39%

R-sq(pred)
0.00%

Coefficients
Term
Constant
N
B

Coef
5.41
0.1196
-3.13

SE Coef
3.95
0.0582
2.17

T-Value
1.37
2.05
-1.44

P-Value
0.178
0.047
0.157

Regression Equation
Upgrowth = 5.41 + 0.1196 N - 3.13 B

Regression Analysis: Upgrowth versus log B, log N
MODEL 6
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
2
37
39

Adj SS
102.93
812.61
915.54

Adj MS
51.47
21.96

F-Value
2.34

P-Value
0.110

Model Summary
S
4.68641

R-sq
11.24%

R-sq(adj)
6.45%

R-sq(pred)
0.00%

Coefficients
Term
Constant
Log B
Log N

Coef
-2.44
-21.2
8.57

SE Coef
3.02
13.0
3.99

T-Value
-0.81
-1.64
2.15

P-Value
0.425
0.110
0.039

Regression Equation
Upgrowth = -2.44 - 21.2 log B + 8.57 log N

25
Lampiran 6 Hasil regresi model-model upgrowth Non-Dipterocarpaceae
Regression Analysis: Upgrowth versus Nk, Bk, Bj
MODEL 1
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
3
36
39

Adj SS
22.7035
32.8690
55.5724

Adj MS
7.56783
0.91303

F-Value
8.29

P-Value
0.000

Model Summary
S
0.955524

R-sq
40.85%

R-sq(adj)
35.93%

R-sq(pred)
26.39%

Coefficients
Term
Constant
Nk
Bk
Bj

Coef
-1.047
0.0204
0.848
0.195

SE Coef
0.885
0.0154
0.467
0.685

T-Value
-1.18
1.32
1.82
0.29

P-Value
0.244
0.194
0.078
0.777

Regression Equation
Upgrowth = -1.047 + 0.0204 Nk + 0.848 Bk + 0.195 Bj

MODEL 2
Regression Analysis: Upgrowth versus Nk, Nj, Bk, Bj
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
4
35
39

Adj SS
22.7037
32.8687
55.5724

Adj MS
5.67593
0.93911

F-Value
6.04

P-Value
0.001

Model Summary
S
0.969075

R-sq
40.85%

R-sq(adj)
34.09%

R-sq(pred)
21.44%

Coefficients
Term
Constant
Nk
Nj
Bk
Bj

Coef
-1.046
0.0201
0.0013
0.852
0.18

SE Coef
0.900
0.0272
0.0772
0.521
1.05

T-Value
-1.16
0.74
0.02
1.63
0.17

P-Value
0.253
0.466
0.987
0.111
0.863

Regression Equation
Upgrowth = -1.046 + 0.0201 Nk + 0.0013 Nj + 0.852 Bk + 0.18 Bj

26
Lampiran 6 (lanjutan)
MODEL 3
Regression Analysis: Upgrowth versus N
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
1
38
39

Adj SS
16.731
38.841
55.572

Adj MS
16.7310
1.0221

F-Value
16.37

P-Value
0.000

Model Summary
S
1.01101

R-sq
30.11%

R-sq(adj)
28.27%

R-sq(pred)
22.44%

Coefficients
Term
Constant
N

Coef
-0.075
0.03451

SE Coef
0.291
0.00853

T-Value
-0.26
4.05

P-Value
0.799
0.000

Regression Equation
Upgrowth = -0.075 + 0.03451 N

MODEL 4
Regression Analysis: Upgrowth versus B
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
1
38
39

Adj SS
18.76
36.81
55.57

Adj MS
18.7640
0.9686

F-Value
19.37

P-Value
0.000

Model Summary
S
0.984197

R-sq
33.76%

R-sq(adj)
32.02%

R-sq(pred)
27.43%

Coefficients
Term
Constant
B

Coef
-2.177
1.360

SE Coef
0.719
0.309

T-Value
-3.03
4.40

Regression Equation
Upgrowth = -2.177 + 1.360 B

P-Value
0.004
0.000

27
Lampiran 6 (lanjutan)
MODEL 5
Regression Analysis: Upgrowth versus N, B
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
2
37
39

Adj SS
20.602
34.971
55.572

Adj MS
10.3008
0.9452

F-Value
10.90

P-Value
0.000

Model Summary
S
0.972192

R-sq
37.07%

R-sq(adj)
33.67%

R-sq(pred)
25.67%

Coefficients
Term
Constant
N
B

Coef
-1.621
0.0168
0.904

SE Coef
0.814
0.0120
0.447

T-Value
-1.99
1.39
2.02

P-Value
0.054
0.172
0.050

Regression Equation
Upgrowth = -1.621 + 0.0168 N + 0.904 B

MODEL 6
Regression Analysis: Upgrowth versus log B, log N
Analysis of Variance
Source
Regression
Error
Total

DF
2
37
39

Adj SS
18.233
37.339
55.572

Adj MS
9.117
1.009

F-Value
9.03

P-Value
0.001

Model Summary
S
1.00457

R-sq
32.81%

R-sq(adj)
29.18%

R-sq(pred)
22.13%

Coefficients
Term
Constant
Log B
Log N

Coef
-1.642
3.43
1.024

SE Coef
0.648
2.78
0.856

T-Value
-2.53
1.23
1.20

P-Value
0.016
0.225
0.239

Regression Equation
Upgrowth = -1.642 + 3.43 log B + 1.024 log N

28

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Agustus 1993 dari Ayah
(Almarhum) Ahmad Taufiq Hasanuddin dan Ibu Susi Chatarina. Penulis adalah
anak ketiga dari tiga bersaudara. Jenjang pendidikan penulis dimulai dengan
memasuki Madrasah Ibtidaiyah (MI) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta pada
tahun 1999 dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005 pula penulis melanjutkan
pendidikan di Madrasah Tsanawiyah (MTs) UIN Jakarta dan lulus pada tahun 2008.
Selanjutnya di tahun 2008 pula penulis melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri
47 Jakarta Selatan dan lulus pada Tahun 2011 dan di tahun yang sama melanjutkan
pendidikannya di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) Tertulis.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi pengurus Himpunan
Profesi Departemen Manajemen Hutan yaitu Forest Management Students’ Club
(FMSC) sebagai anggota divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM)
periode 2012/2013 dan 2013/2014. Penulis juga aktif dalam organisasi
International Forestry Students’ Association Local Committee IPB (IFSA LC-IPB)
sebagai anggota komisi Public Relation (PR) pada periode 2012/2013 dan Ketua
Komisi PR pada periode 2013/2014. Penulis juga menjadi anggota Uni Konservasi
Fauna (UKF) IPB angkatan 11. Penulis juga menjadi asisten praktikum Ilmu Ukur
Tanah dan Pemetaan Wilayah pada tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014. Penulis
pernah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur PapandayanSancang Timur pada tahun 2013 dan juga Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di
Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2014.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis menulis skripsi dengan judul
“Riap Diameter, Ingrowth, dan Upgrowth pada Hutan Alam Bekas Tebangan
di IUPHHK-HA CV Pangkar Begili Kalimantan Barat” di bawah bimbingan
Dr Ir Budi Kuncahyo, MS.