Pertumbuhan Tanaman Shorea leprosula Miq dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat)

(1)

Pertumbuhan Tanaman

Shorea leprosula Miq

dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)

(

Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

)

S. Dian Firdaus Nababan

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITIUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Pertumbuhan Tanaman

Shorea leprosula Miq

dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)

(

Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

)

S. Dian Firdaus Nababan

E44050110

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITIUT PERTANIAN BOGOR


(3)

The growth of Shorea leprosula Miq

in the Silviculture System of Selective and Line Planting (TPTJ)

(A Case Study in the Area of IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, West Kalimantan) By

S. Dian Firdaus Nababan1 and Prijanto Pamoengkas2

INTRODUCTION. The forest areas of Indonesia are mostly logged over areas. To maintain the productivity and ecosystem, it is necessary to carry out rehabilitation on the stand of logged over area, namely through proper genus selection, grown area modification and intensive care so that plant growth can be enhanced. A silviculture system of Selective and Line Planting (TPTJ) is one of the examples of selective system and selective logging. The system is now one of the alternatives to be considered to improve the natural forest of logged over areas which are in a critical condition by planting a number of meranti genus with line system. The purpose of this study was to

analyze the growth of Shorea leprosula at the ages of 1, 2, 3 and 4 years in the plant line

based on the distribution function of diameter class spread.

METHODOLOGY. This research was conducted by measuring the diameter growth,

height and the openness of plant crown of S. leprosula at the ages of 1, 2, 3 and 4 years

old in the plant path of Selective and Line Planting (TPTJ).

RESULT AND DISCUSSION. Based on the research result, it was obvious that the meranti genus of S. leprosula had the tendency to increase yearly in its diameter and height, in which the greatest increase in diameter and height occurred at the age 4, namely 5.79 cm in diameter and 658.26 cm in height. Based on the yearly average growth, the growth of diameter and height ranged from 0.47 cm per year to 1.45 cm per year and the growth showed an increase each year throughout the ages observed. Viewed from the

spread distribution of diameter growth in S. leprosula at the ages of 1, 2, 3 and 4 years

old, at the age of 1 the diameter spread tends to the right. This could be seen in a number of plants used in the research whose diameter became bigger. However, at ages of 2 and 3 the diameter spread tends to the left, or in other words to small diameters. At the age of 4, the diameter spread showed a normal spread.

Based on the measurement of crown openness using densiometer, there was a difference

in the growth of diameter and height on S. leprosula, where the lower the diameter grows,

the bigger the height grows.

CONCLUSION. A silviculture system of Selective and Line Planting (TPTJ) can

increase the flourishing of the growth of height and diameter of S. leprosula at the ages of

1, 2, 3 and 4 years old, where the growth ranged from 0.47 cm to 5.79 cm per year and the growth of height ranged from 82.74 cm to 658.26 cm per year and then the spread of growth in diameter of S. leprosula follows the normal spread. The growth of diameter

and height of S. leprosula is influenced by the factor of crown openness, where the older

the plant, the bigger the need for light.

Key words : Shorea leprosula, Growth, Crown openness, TPTJ

1.

Student of Silviculture Departement, Faculty of Forestry of IPB

2.


(4)

PertumbuhanTanaman Shorea leprosula Miq

Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)

(Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat)

By

S. Dian Firdaus Nababan dan Prijanto Pamoengkas

PENDAHULUAN. Areal hutan Indonesia sebagian besar merupakan hutan bekas tebangan. Untuk mempertahankan produktivitas dan ekosistemnya diperlukan upaya melakukan rehabilitas pada tegakan bekas tebangan yaitu melalui pemilihan jenis yang tepat, modifikasi tempat tumbuh dan pemeliharaan yang intensif sehingga pertumbuhan tanaman dapat ditingkatkan. Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) sebagai salah satu contoh selective sistem atau selective logging. Sistem tersebut kini menjadi salah satu alternatif yang patut dipertimbangkan untuk memperbaiki hutan alam bekas tebangan yang rusak melalui penanaman beberapa jenis tanaman meranti dengan sistem

jalur. Tujuan penelitian menganalisis pertumbuhan tanaman Shorea leprosula pada umur

1, 2, 3 dan 4 tahun pada jalur tanam berdasarkan fungsi distribusi sebaran kelas diameter. METODOLOGI. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur pertumbuhan diameter,

tinggi dan keterbukaan tajuk tanaman S. leprosula pada umur 1, 2, 3 dan 4 tahun dalam

jalur tanam Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Menurut hasil penelitian, terlihat bahwa jenis tanaman

meranti S.leprosula memiliki kecenderungan peningkatan diameter dan tinggi setiap

tahunnya dimana pertumbuhan diameter dan tinggi yang terbesar ditunjukkan pada umur tanam 4 tahun yaitu sebesar 5,79 cm dan tinggi 658,26 cm kemudian dari pertumbuhan rata-rata riap diameter dan tinggi berkisar antara 0,47 cm/tahun sampai dengan 1,45 cm/tahun terlihat pertumbuhan riap memiliki kecenderungan peningkatan disetiap tahunnya pada seluruh umur tanaman yang diamati. Bila dilihat dari distribusi penyebaran

pertumbuhan diameter tanaman S.leprosula pada umur 1, 2, 3 dan 4 tahun. Dimana pada

umur 1 tahun terlihat sebaran diameter condong menyebar ke kanan yaitu beberapa pohon diameternya bertambah besar kemudian hal berbeda ditunjukkan pada umur 2 dan 3 tahun, sebaran diameter condong menyebar kekiri atau dengan kata lain menyebar ke diameter kecil selanjutnya pada umur 4 tahun penyebaran diameter menunjukkan penyebaran secara normal.

Dari hasil pengukuran keterbukaan tajuk dengan menggunakan alat densiometer terlihat

adanya perbedaan pertumbuhan diameter dan tinggi pada tanaman S. leprosula dimana

semakin berkurang naungan pertumbuhan diameter dan tinggi semakin besar.

KESIMPULAN. Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dapat

meningkatkan riap pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman S. leprosula pada umur 1,

2, 3 dan 4 tahun. Dimana pertumbuhannya berkisar antara 0,47 cm – 5,79 cm/tahun dan

tinggi berkisar antara 82,74 cm/tahun - 658,26 cm/tahun selajuntnya sebaran

pertumbuhan diameter tanaman S. leprosula mengikuti sebaran normal. Pertumbuhan

diameter dan tinggi tanaman S. leprosula dipengaruhi oleh faktor penutupan tajuk

(naungan) dimana semakin meningkat umur tanaman maka kebutuhan terhadap cahaya semakin meningkat pula.


(5)

Judul Skripsi :

Nama :

NIM : E44050110

Menyetujui Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M. Sc.F.Trop NIP. 19631206 198903 1 004

Mengetahui

Kepala Departemen Silvikultur,

Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M. Agr NIP. 19641110 199002 1 001

Tanggal Lulus :

Pertumbuhan Tanaman Shorea leprosula Miq

dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat) S. Dian Firdaus Nababan


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pertumbuhan

Tanaman Shorea leprosula Miq dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat) adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2010

S. Dian Firdaus Nababan E44050110


(7)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga tulisan ini dapat diselesaikan.

Penelitian ini berjudul pertumbuhan tanaman Shorea leprosula Miq dalam Sistem

Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ). Penelitian ini dilaksanakan di areal Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat yang merupakan salah satu IUPHHK pelaksana model sistem silvikultur TPTJ.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktur Utama PT. Suka Jaya Makmur yang telah memberikan ijin penelitian dan seluruh staf yang telah membantu penulis dalam pengambilan data di lapangan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc.F.Trop selaku pembimbing penulis yang telah banyak memberikan masukan dan pengetahuan baru dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu dan saudara tercinta, serta seluruh keluarga besar atas dukungan, doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Maret 2010


(8)

RIWAYAT HIDUP

S.Dian Firdaus Nababan dilahirkan di Kota Madya Jambi pada tanggal 30 November 1987 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sotarduga Nababan dan Ibu Sonna Sinaga. Jenjang pendidikan formal pertama ditempuh di Taman Kanak-Kanak Kartika Chandra Kirana tahun 1993. Tahun 1994 penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri 4 Sungai Penuh hingga lulus tahun 1999. Tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Sungai Penuh hingga tamat tahun 2002. Di tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 1 Sungai Penuh dan lulus tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan program sarjana di Fakultas Kehutanan, Departemen Silvikultur dengan program studi Silvikultur, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru IPB (SPMB) dan menekuni bidang Silvikultur hutan alam dibawah bimbingan Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc.F.Trop

Selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi, penulis aktif dalam beberapa organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di kampus seperti UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB, Kewirausahan mahasiswa 2008-2009, Tree Grower Communicity (TGC) tahun 2007-2008, panitia Masa Pengenalan Fakultas Kehutanan (RIMBA-E), Blantara (Bersama Dalam Orientasi Anak Rimba) Departemen Silvikultur tahun 2007.

Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) jalur Indramayu-Linggar Jati dan Gunung Walat pada bulan Agustus-September 2008 serta melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP) di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur pada bulan Juli- Oktober 2009.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan,

penulis menyusun karya ilmiah yang berjudul Pertumbuhan Tanaman Shorea

leprosula Miq dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat), dibawah bimbingan Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.ScF.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas semua berkat dan Kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Orang tua, Ayahanda Sotarduga Nababan dan Ibunda Sonna Sinaga dan

adik-adik ku yang sangat saya cintai, Yeni Marlina Nababan, Krismanto Eko Widodo Nababan serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan, semangat, doa, dan motivasi.

2. Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc.F.Trop selaku dosen pembimbing yang

telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran kepada penulis. Terima kasih Bapak untuk semuanya dan mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan selama menjadi mahasiswa bimbingan Bapak.

3. Dr. Ir. Arvizal A.M Zuhud, MS, Ir. Emi Karminarsih, M.Si dan Arinana,

S.Hut, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan sera saran kepada penulis dalam penyempurnaan karya ilmiah ini.

4. Teman satu team PKP dan penelitian, Kristian Eme Manula Ginting,

Mahasiswa Universitas Sumatra Utara (USU), Febry, Sujadi Gultom, Mala, dan Liswanto Sinaga.

5. Keluarga besar Lab. Silvikultur Dr. Supriyanto, Dr. Nurheni Wijayanto, Dr.

Irdika Mansur dan semua staf tim departemen Silvikultur yang telah membantu penulis. Terima kasih atas jasa dan pengorbanannya.

6. Teman-teman departemen Silvikultur angkatan 42, Doddy, Agus, Ahmad,

Dayat, Aditya PM, Juniar Prayogi, Bowo, Sambang, Maretha, Emma, Rifa’i,

Yohana, Fitri (HPT), Vera (THH) atas semua bantuan dan kerja samanya.

7. Keluarga besar Sakura (B David Siagian, B Boy Marpaung, B Ihcan, B

Jasmin, B Metha, Benny Napitupulu, Pranugrah Rura Parantean, Adi IE’42, Dion, Kristian, Boyce)

8. Keluarga besar SVK, MNH, THH, dan KSHE yang telah menjadi keluarga


(10)

9. Sahabat-sahabatku di Asrama Putra TPB A2, Kususnya di kamar A2-207 Ardiansah, Iwan Setiawan, dan satu lorong Mesa, Sigit, Parit, Agung.

10. Seluruh teman-teman di PMK IPB (Komisi Pelayanan bang Benardo

Nababan, Kakak Rosma, Mathias, Ivan Stenly, Oliv, Sarah, Tiur, Ester)

11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuannya

pada penulis.

Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, April 2010


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL………. DAFTAR GAMBAR………

DAFTAR LAMPIRAN………

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……….

B. Tujuan………

C. Manfaat………

.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sifat Botanis dan Ekologi Jenis Meranti (Shorea spp)………

B. Tinjauan Ekologis Shorea leprosula Miq………

C. Pertumbuhan dan Riap Dimensi Tanaman ………

D. Toleransi Terhadap Keterbukaan Tajuk………

E. Kurva Pertumbuhan……….

F. Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)…………...

III.KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Perusahaan………..

B. Letak dan Luas……….

C. Geologi dan Jenis Tanah ………..

D. Kondisi Vegetasi Hutan………

E. Topografi………

F. Iklim……….

G. Kondisi Sosial Ekonomi……….

a. Kependudukan……….

b. Pendidikan………

c. Agama dan Kepercayaan………

d. Perekonomian Lokal………...

IV. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian………

B. Bahan dan Alat………...

C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian………

1. Pengukuran Pertumbuhan Diameter dan Tinggi Tanaman………..

2. Pengukuran Keterbukaan Tajuk………...

D. Analisis Data………..

1. Analisis Riap Pertumbuhan Diameter dan Tinggi ………...

2. Analisis Penyebaran Distribusi Frekuensi Diameter………

3. Analisis Pertumbuhan………...

i iii iv v 1 2 2 3 4 5 8 9 10 13 13 14 14 15 15 16 16 16 17 17 18 18 18 18 19 20 20 21 21


(12)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil……….

1. Pertumbuhan Shorea leprosula………..

a. Diameter dan Tinggi ………

b. Riap Pertumbuhan Diameter dan Tinggi………..

2. Kurva Pertumbuhan ………...

3. Distribusi Pertumbuhan Diameter ……….

4. Analisis Pengaruh Umur Terhadap Pertumbuhan

Diameter dan Tinggi………..

5. Persentase Penutupan Tajuk Terhadap Pertumbuhan Diameter

dan Tinggi Tanaman Shorea leprosula………..

B. Pembahasan……….

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan……….

B. Saran………

DAFTAR PUSTAKA……….

LAMPIRAN………

23 23 23 23 24 27 31 32 35

41 41 42 45


(13)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Tahapan Kegiatan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur……….

2. Kondisi Penutupan Vegetasi dan Fungsi Hutan Areal IUPHHK

PT Suka Jaya Makmur………..

3. Luas Areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur berdasarkan kelas lereng……….

4. Curah Hujan dan Hari Hujan Rata-rata Bulanan di Areal IUPHHK

PT Suka Jaya Makmur………

5. Sidik Ragam Pengaruh Umur Terhadap Pertumbuhan Tinggi atau

Diameter……….

6. Rata-rata Pertumbuhan Tanaman S. leprosula Umur 1-4 Tahun………

7. Riap Pertumbuhan Tahunan diameter dan tinggi tanaman S leprosula

umur 1-4 tahun………

8. Pertumbuhan Riap Diameter S. leprosula di Berbagai Lokasi Tanpa

Dilakukan Pemeliharaan……….

9. Distribusi diameter > 0,01 cm pada petak pengamatan TPTJ

umur 1 tahun dengan interval kelas 0,14 cm……….

10. Distribusi Diameter > 0,5 cm pada Petak Pengamatan TPTJ Umur 2

Tahun dengan Interval Kelas 0,25 cm………

11. Distribusi Diameter ≥ 0,2 cm pada Petak Pengamatan TPTJ Umur 3

Tahun dengan Interval Kelas 0,35 cm………

12. Distribusi Diameter ≥ 1,35 cm pada Petak Pengamatan TPTJ Umur 4

Tahun dengan Interval Kelas 1,01 cm………

13. Hasil Uji Beda Nyata Pengaruh Umur terhadap Pertumbuhan Diameter

pada Tanaman S. leprosula dalam TPTJ……….

14. Hasil Uji Beda Nyata Pengaruh Umur terhadap Pertumbuhan Tinggi pada

Tanaman S.leprosula dalam TPTJ……….

15. Hubungan Persentase Penutupan Tajuk terhadap Pertumbuhan Diameter

dan Tinggi Tanaman S. leprosulapada Umur 1, 2, 3 dan 4 Tahun………

1 12 15 15 16 22 23 24 26 27 28 29 29 32 32 32


(14)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Petak Ukur Permanen dalam Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur……….

2. Skema Pengukuran Keterbukaan Tajuk dalam Jalur Tanam………..

3. Kurva pertumbuhan diameter dan tinggi S.leprosulatiap tahun ………

4. Pertumbuhan Diameter S. leprosuladi Berbagai Lokasi………

5. Histogram Distribusi Diameter Tanaman Shorea leprosula

Menurut Umur Tanam………....

6. Keterbukaan Tajuk pada Jalur Tanam Tebang Pilih Tanam Jalur di Petak

Pengamatan Umur 1, 2, 3 dan 4 Tahun………

19 20 25 26 30 34


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Tally Sheet Pengukuran Pertumbuhan Diameter dan Tinggi Meranti

S. leprosula Umur 1-4 Tahun………..

2. Hasil Perhitungan Riap Diameter dan Tinggi S.leprosula Umur 1-4 Tahun…..

3. Analisis Data………...

46 56 63


(16)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengusahaan hutan di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1970-an sehingga saat ini sebagian besar arealnya merupakan hutan bekas tebangan (Logged over area). Dengan semakin meningkatnya laju deforestasi dan degradasi hutan, maka diperlukan upaya untuk mempertahankan produktifitas dan ekosistemnya. Salah satu upayanya adalah dengan melakukan rehabilitas pada tegakan bekas tebangan melalui pemilihan jenis yang tepat, modifikasi tempat tumbuh dan pemeliharaan yang intensif sehingga pertumbuhan tanaman dapat ditingkatkan.

Sehubungan dengan hal tersebut perlu dirancang suatu sistem silvikultur dimana dapat lebih memberikan kemudahan terhadap kegiatan penanaman dan pemeliharaan serta peningkatan pertumbuhan tanaman. Sistem tersebut kemudian dikenal dengan sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ).

Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) sebagai salah satu

contoh selective sistem atau selective logging merupakan sistem pengelolaan

hutan alam produksi yang dikenalkan oleh Departemen Kehutanan dan sudah diterapkan dibeberapa HPH, diantaranya PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Sistem tersebut kini menjadi salah satu alternatif yang patut dipertimbangkan untuk memperbaiki hutan alam bekas tebangan yang rusak melalui penanaman beberapa jenis tanaman meranti dengan sistem jalur dengan perioritas utama tanaman lokal. Dengan adanya penanaman jalur ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman (pertumbuhan tanaman) untuk meningkatkan produktivitas tanaman salah satunya harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan tempat tumbuhnya.

Dalam pengelolaan hutan produksi preskripsi pertumbuhan harus diketahui, untuk mengatur kelestarian hasil dan jangka waktu tebang. Pertumbuhan tanaman secara tidak langsung dipengaruhi oleh faktor lingkungan salah satunya adalah intensitas cahaya melalui keterbukaan tajuk. Keterbukaan tajuk pada tanaman baik secara alami maupun buatan, akan berarti mengurangi intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman tersebut, hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan maupun hasil tanaman. Mengingat penelitian yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman


(17)

Meranti merah (Shorea leprosula Miq) dalam sistem TPTJ belum banyak

dilakukan, maka penelitian pertumbuhan S. leprosula penting dilakukan.

B. Tujuan

1. Analisis pertumbuhan tanaman Shorea leprosula pada umur 1, 2, 3 dan 4

tahun pada jalur tanam dalam Sistem TPTJ (Tebang Pilih Tanam Jalur) berdasarkan fungsi distribusi sebaran kelas diameter.

2. Mengetahui pengaruh penutupan tajuk (naungan) terhadap pertumbuhan

Shorea leprosula pada berbagai tingkat umur 1, 2, 3, dan 4 tahun dalam Sistem TPTJ.

C. Manfaat

Dengan tersedianya data kuantitatif pertumbuhan tanaman pada berbagai tingkat umur 1, 2, 3 dan 4 tahun diharapkan dapat memberikan pemahaman

pertumbuhan Shorea leprosula yang dikelola dengan Sistem Tebang Pilih Tanam


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Botanis dan Ekologi Jenis Meranti (Shorea spp)

Menurut Marfuah (1995), dikatakan bahwa meranti adalah salah satu anggota famili dipterocarpaceae yang merupakan famili terpenting diantara flora di Indonesia. Marga meranti meliputi ±194 jenis, dimana 129 jenis diantaranya

terdapat di pulau Kalimantan. Tanaman meranti memiliki ciri–ciri umum yaitu

tanamannya bergetah dammar, daun bertepi rata dan mempunyai daun penumpu.

Pada umumnya jenis–jenis meranti mempunyai tanaman yang besar, tinggi total

dapat mencapai 50 m dan tinggi bebas cabang 30 m, diameter batang umumnya 100 cm dan ada yang berbanir sampai 5 m. Warna kayu teras bervariasi dari hampir putih, coklat pucat, merah jambu, merah muda, merah kelabu, merah coklat muda sampai merah tua atau coklat tua. Kayu gubal bewarna lebih muda dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras, bewarna putih, putih kotor,

kekuning–kuningan atau kecoklat-coklatan sangat muda, biasanya kelabu, tebal

2-8 cm (Prosea 1999). Kebanyakan tanaman jenis Shorea sp. memduduki lapisan

tajuk teratas, tetapi ada juga yang menduduki lapisan tajuk kedua, misalnya

Shorea teysmania dan Shorea pinanga. Sebagian besar jenis-jenis

Dipterocarpaceae terdapat pada daerah beriklim basah dan kelembaban tinggi dibawah ketinggian tempat 800 m dpl, yaitu pada curah hujan diatas 2000 mm per tahun dengan musim kemarau yang pendek.

Berdasarkan hasil penelitian uji spesies meranti di beberapa lokasi di PT. Sari Bumi Kusuma, ada beberapa jenis meranti cepat tumbuh yang dapat direkomendasikan untuk materi pembangunan hutan tanaman meranti prospektif, diantaranya adalah :

a. Shorea leprosula

b. Shora johorensis

c. Shorea platyclados

d. Shorea macrophylla

e. Shorea parvifolia

f. Shorea selanica


(19)

B. Tinjauan Ekologis Shorea leprosula Miq

Shorea leprosula Miq termasuk kedalam famili Dipterocarpaceae yang merupakan salah satu jenis tanaman asli Kalimantan yang dikenal dengan nama

Meranti merah (Red meranti). Sering disebut Meranti Tembaga, di Kalimatan

dinamakan Pelepak Kontoi dan Sumatera Merkuyang. Jenis ini merupakan

penghasil kayu penting di Asia tropis.

Tanamannya besar mencapai tinggi 60 m, tajuk besar, batang lurus, selinder, di hutan alam jenis ini dapat mencapai diameter 175 cm dengan tinggi batang bebas cabang 30 m. Banir mencapai tinggi 2 m. Banir menonjol tetapi tidak terlalu besar. Tajuk lebar berbentuk payung dengan ciri berwarna cokelat kekuning-kuningan. Kulit cokelat keabu-abuan, alur dangkal, kayu gubal pucat, dan kayu

teras merah tua. Daunnya alternate, petiole 0.9–2.3 cm, Stipule: elliptic-oblong

mencapai 9 mm. Permukaan daun bagian bawah bersisik seperti krim, tangkai utama urat daun dikelilingi domatia terutama pada tanaman muda, sedang urat daun tersier rapat seperti tangga. Bunga kecil dengan mahkota kuning pucat, helai

mahkota sempit dan melengkung ke dalam seperti tangan menggenggam, fruiting

calix dengan tiga sayap yang lebih panjang dan dua sayap lebih pendek. Panjang sayap 5-6.7 x 1-1.4 cm, sayap pendek 1.9-2.5 x 0.15-0.25 cm dan buah 12-14 x 7-9 mm. Biasanya dijumpai di hutan Dipterokarpus dataran rendah dibawah 700 m menempati ruang terbuka di hutan yang mengalami gangguan.

Kayunya dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti kayu lapis (plywood), kayu gergajian (sawntimber) dan bahan bangunan. Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman meranti merah di berbagai tempat menunjukkan adanya

variasi pertumbuhan baik tinggi maupun diameter. Di Kamboja tanaman Shorea

leprosula umur 10 tahun mempunyai rataan diameter 23,8 cm dengan diameter tertinggi mencapai 26,7 cm. Selanjutnya di Malinau tanaman umur 30 tahun rataan diameternya adalah 35,6 cm dengan diameter tertinggi mencapai 54,1 cm. Penanaman jenis ini dalam skala besar belum banyak dilakukan, untuk itu pembangunan hutan tanaman khususnya meranti merah perlu ditingkatkan guna menunjang industri perkayuan. Disamping itu dengan tingkat pertumbuhan yang

relatif cepat dan pasaran kayu yang sudah terkenal maka prospek penanaman S.


(20)

C. Pertumbuhan dan Riap Dimensi Tanaman

Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga yang menentukan hasil tanaman (Sitompul 1995). Menurut Vanclay (1994) pertumbuhan tegakan adalah perubahan ukuran dan sifat terpilih tegakan (dimensi tegakan) yang terjadi selama periode waktu tertentu.

Selanjutnya Smith (1962) menyatakan bahwa struktur suatu tegakan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman penyusunnya, misalnya faktor biotik dan genetik yang dimiliki setiap spesies tanaman serta faktor lingkungannya. Jumlah tanaman pada setiap kelas diameter selalu berubah menurut waktu. Perubahan tersebut disebabkan oleh adanya kecepatan pertumbuhan diameter tanaman dalam kelas diameter dan adanya variasi ruang tumbuh yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman.

Menurut Vanclay (1994) menyatakan struktur tegakan adalah keadaan susunan tegakan berdasarkan penyebaran diameter, tingkat permudaan (semai), pancang, tiang, tanaman, lapisan tajuk, atau penyebaran dalam ruang tumbuh tegakan (vertikal atau horizontal).

Sukotjo dan Naiem (2006) mengemukakan tiga pilar utama yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kehutanan yaitu pemuliaan tanaman, manipulasi lingkungan dan pengendalian hama terpadu untuk diterapkan pada kegiatan penanaman dalam rangka silvikultur intensif.

Nyakpa et al (1998) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan adalah:

a. Faktor Genetik

Salah satu peranan penting dari faktor genetik adalah kemampuan tanaman untuk berproduksi tinggi.

b. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah suhu, ketersediaan air, energi surya, mutu atmosfer, struktur dan komposisi udara tanah, reaksi tanah, dan organisme tanah.

Tanaman dan lingkungannya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan tanaman. Untuk dapat berkembang dengan baik dan


(21)

menyelesaikan siklus hidupnya secara lengkap, tanaman membutuhkan keadaan lingkungan tertentu yaitu keadaan lingkungan yang optimum untuk mengekpresikan program genetiknya secara penuh. Keadaan lingkungan yang optimum dapat berbeda antara jenis tanaman tergantung dari keragaman susunan genetiknya (Sitompul 1995).

Loetsch et.al (1973), menyatakan bahwa pembuatan distribusi diameter

batang yang dilakukan dengan cara mengelompokkan data hasil pengamatan diameter di lapangan kedalam kelas-kelas, dimana hasil pengelompokan ini akan memberikan struktur tegakan. Perkembangan struktur tegakan sangat dipengaruhi oleh jenis penyusun tegakan dan faktor lingkungan dari tegakan tersebut.

Dalam kegiatan inventarisasi, sebaran diameter tanaman sangat diperlukan karena diameter tanaman merupakan parameter utama yang erat sekali hubungannya dengan parameter yang lain didalam meramalkan tegakan suatu areal hutan.

Menurut Salisbury dan Ross (1992), terdapat dua macam pengukuran pertumbuhan yang lazim digunakan. Untuk mengukur pertambahan volume atau ukuran sering ditentukan dengan cara mengukur perbesaran ke satu arah atau dua arah, seperti tinggi dan diameter.

Riap adalah salah satu informasi yang paling esensial dan mendasar dalam penyusunan ketentuan-ketentuan dalam perencanaan pengelolaan hutan. Dalam buku-buku teks kehutanan, biasanya dibedakan antara pertumbuhan riap (increment). Pertumbuhan ditetapkan sebagai terminologi yang bersifat umum, sedangkan riap lebih spesifik. Biasanya riap dipakai untuk menyatakan pertambahan volume tanaman atau tegakan per satuan waktu tertentu. Riap juga sering dipakai untuk menyatakan pertambahan nilai tegakan. Terkadang riap juga dipakai untuk menyatakan pertambahan diameter atau tinggi tanaman setiap tahun (Departemen Kehutanan 1992).

Rata-rata riap diameter untuk kelompok komersial dari famili Dipterocarpaceae menurut hasil penelitian Litbang PT. Sari Bumi Kusuma pada PUP yang dibuat pada areal bekas tebangan 1994 dan mendapat perlakuan adalah 1,2 cm/thn. Namun pada PUP yang tidak mendapat perlakuan, riapnya hanya 0,76


(22)

pertumbuhan kelompok tanaman meranti berdasarkan hasil pengukuran 10 jenis tanaman TPTJ di PT. Sari Bumi Kusuma adalah sebesar 0.64-2.01 cm/thn. Dari hasil penelitian pengukuran riap yang dilakasanakan di PT. Suka Jaya Makmur

didapat hasil perhitungan riap diameter pada jenis S. leprosula berkisar antara

0,47 cm/tahun sampai dengan 1,45 cm/tahun.

Loetsch et.al (1973) dan Departemen Kehutanan (1992) mengatakan bahwa

terdapat 3 macam riap yang memiliki hubungan matematis yang erat dengan fungsi pertumbuhan, yaitu :

1. Riap Tahun Berjalan (Current Annual Increament), yaitu riap yang

diukur untuk setiap satuan waktu pengukuran terkecil, biasanya satu tahun. Fungsi riap ini merupakan turunan pertama dari fungsi pertumbuhan.

2. Riap Rata-Rata Tahunan (Mean Annual Increment), yaitu besarnya riap

rata-rata sampai pada umur tertentu. Fungsi riap ini merupakan hasil bagi antara pertumbuhan sampai umur tertentu dengan umurnya.

3. Riap Periodik Tahunan (Periodic Annual Increment), yaitu besarnya riap

rata-rata yang terjadi selama periode waktu tertentu diantara 2 kali pengukuran. Fungsi riap ini merupakan hasi bagi antara selisih total pertumbuhan dengan lamanya periode diantara 2 kali pengukuran tersebut.

Pertumbuhan suatu tegakan merupakan resultante dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah sifat atau genotip dari jenis yang bersangkutan, sedangkan faktor eksternal mencangkup kualitas tempat tumbuh, kondisi persaingan dan perlakuan silvikultur yang diberikan. Pertumbuhan dan

hasil tegakan sangat bersifat site spesifik, oleh karena itu pemantauan

pertumbuhan dan hasil suatu tegakan mutlak harus dilakukan di setiap lokasi pembangunan hutan tanaman melalui pembuatan Petak Ukur Permanen (PUP) yang secara terus-menerus (tiap tahun) dilakukan pengukuran ulang. Menurut Bratawinata (1994) fungsi tanaman pelindung bagi tanaman jenis-jenis Dipterocarpaceae perlu diperhatikan syarat-syarat pokok diantaranya, tajuk tidak terlalu rimbun (memerlukan tajuk ringan), tidak mengakibatkan kematian atau


(23)

mengganggu tanaman pokok. Untuk megetahui salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan adalah tolerasi terhadap tajuk.

D. Toleransi Terhadap Keterbukaan Tajuk

Dalam bidang kehutanan, khususnya silvikultur pengertian toleransi erat hubungannya dengan kebutuhan akan cahaya, kegunaannya terutama penting dalam penerapan teori-teori dan praktek silvikultur (Baker 1950).

Konsep toleransi erat sekali hubungannya dengan pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan tanaman. Toleransi sering didefinisikan sebagai kemampuan suatu jenis tanaman untuk hidup di bawah naungan. Jenis tanaman yang mampu bertahan hidup di bawah naungan disebut jenis toleran sedangkan tidak mampu bertahan hidup dibawah naungan disebut jenis intoleran (Kramer dan Kozlowski 1960).

Secara morfologi kedua kelompok tanaman tersebut dapat dibedakan

dengan mudah, seperti yang diuraikan oleh Beker et al (1950) sebagai berikut:

a. Jenis-jenis toleran mempunyai tajuk yang lebih lebar dan lebat dibandingkan dengan jenis-jenis intoleran.

b. Pemangkasan alami lebih cepat pada jenis-jenis intoleran dibandingkan dengan jenis-jenis toleran.

c. Daun pada jenis-jenis toleran mempunyai jaringan parenkima yang banyak sedangkan pada jenis intoleran mempunyai jaringan palisade yang banyak. Daun pada jenis intoleran lebih lebat dan keras.

d. Pertumbuhan jenis-jenis toleran lebih lambat pada waktu muda sedangkan jenis-jenis intoleran cepat pada waktu muda.

Pemberian naungan pada tanaman baik secara alami dan buatan, akan berarti mengurangi intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman tersebut, hal ini akan mempengruhi pertumbuhan maupun hasil tanaman (Daubenmire 1962).

Selanjutnya Baker et al (1950) juga menyatakan bahwa tanaman-tanaman

intoleran pada kelas naungan tertekan dan intermediate yang terbebas dari posisi yang relatif ternaung kepada posisi yang tiba-tiba terbuka penuh bias menunjukkan penurunan pertumbuhan atau mati.

Bjorkman dan Holmgren (1963) berkesimpulan bahwa sifat toleransi naungan atau toleransi cahaya pada beberapa jenis tumbuhan tinggi adalah akibat


(24)

dari suatu adaptasi habitat yang bersifat genetik. Jenis yang toleran cahaya dapat bersifat toleran naungan pada keadaan intensitas cahaya rendah, tetapi tidak sebaliknya. Dibawah keadaan cahaya yang tinggi, jenis-jenis toleran naungan tidak menunjukkan peningkatan laju fotosintesis yang sama dengan jenis toleran cahaya, bahkan jenis itu kadang-kadang memperlihatkan gejala kerusakan akibat penyinaran dan mekanisme fotosintesis mereka jadi terhambat. Pengaruh yang nyata dari penyinaran kuat terhadap jenis-jenis toleran naungan adalah rusaknya klorofil karena foto-oksidasi (Blackman dan Black 1959 dan Gauhl 1976).

Marjenah (2001) yang mengadakan penelitian untuk jenis Shorea pauciflora

dan Shorea selanica mengemukakan, pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman dipengaruhi oleh cahaya, pertumbuhan tinggi lebih cepat pada tempat ternaung daripada tempat terbuka. Sebaliknya, pertumbuhan diameter lebih cepat pada tempat terbuka dari pada tempat ternaung sehingga tanaman yang ditanam pada tempat terbuka cendrung pendek dan kekar. Sudut percabangan tanaman lebih besar di tempat ternaung daripada di tempat terbuka.

E. Kurva Pertumbuhan

Menurut Pordan (1968) dalam Mukhamadun (1994) kurva pertumbuhan suatu varietas tertentu pada umumnya berbentuk kurva sigmoid-S. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan dimulai pada titik nol, mula-mula berjalan lambat, tetapi kemudian naik secara bertahap sampai titik belok. Setelah itu pertumbuhan berjalan sangat cepat sampai batas tertentu pertumbuhan konstan.

Kurva pertumbuhan berbentuk-S (sigmoid) yang ideal dihasilkan oleh banyak tumbuhan setahun. Tiga fase utama kurva pertumbuhan sigmoid yaitu fase logaritmik, fase linier, dan fase penuaan (Sinnot 1960 dan Richards 1969).

Pada fase logaritmik ukuran (V) bertambah secara eksponensial sejalan dengan waktu (t). Ini berarti bahwa laju pertumbuhan (dV/dt) lambat pada awal pertumbuhannya, tetapi kemudian meningkat terus. Laju berbanding lurus dengan ukuran organism, semakin besar organism, semakin cepat ia tumbuh. Kemudian fase linier merupakan pertambahan ukuran berlangsung secara konstan, biasanya pada laju maksimum selama beberapa waktu lamanya. Laju pertumbuhan yang konstan ditunjukkan oleh kemiringan yang konstan pada bagian atas kurva tinggi tanaman dan oleh bagian mendatar kurva laju tumbuh di bagian bawah. Fase


(25)

penuaan dicirikan oleh laju pertumbuhan yang menurun yaitu saat tumbuhan sudah mencapai kematangan dan mulai menua. Untuk mempelajari pertumbuhan suatu varietas tertentu pemakaian model matematika sangat membantu sekali dalam memberikan Gambaran yang baik tentang kurva pertumbuhan. Selanjutnya dikatakan bahwa diameter tanaman merupakan parameter yang mempunyai arti yang penting, khususnya untuk pemakaian volume kayu, sering dipelajari baik pertumbuhan maupun sebarannya. Selain variasi umur variabel lain seperti bidang dasar, jumlah tanaman perhektar, tinggi rata-rata tegakan, keterbukaan tajuk dapat juga dipakai sebagai penduga pertumbuhan dan hasil suatu vaietas.

F. Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)

Menurut Manan (1993), silvikultur adalah ilmu, seni dan praktek menghasilkan dan memelihara hutan dengan menggunakan pengetahuan silviks untuk memperlakukan hutan serta mengendalikan susunan dan pertumbuhannya. Sedangkan menurut Matthew (1989), Sistem silvikultur didefinisikan sebagai suatu proses dimana hasil panen hutan diambil dan diganti oleh hasil panen yang baru menghasilkan produk tegakan yang unik. Selanjutnya Soektjo (2005) menyatakan bahwa Sistem silvikultur adalah suatu proses akibat dari tindakan silvikultur yang Sistematis dan dirancang serta diterapkan pada tegakan sepanjang hidupnya.

Dalam mendorong tercapainya kondisi hutan yang mampu berfungsi secara optimal, produktif serta dikelola dengan efektif dan efisien Departemen Kehutanan akan mengembangkan Sistem silvikultur intensif dalam pemanfaatan sumber daya hutan. Silvikultur adalah cara-cara penyelengaraan dan pemeliharaan hutan serta penerapan praktik-praktik pengaturan komposisi dan pertumbuhan (Departemen Kehutanan 2004).

Sistem TPTJ adalah regime silvikultur hutan alam yang mengharuskan adanya tanaman pengkayaan pada areal pasca penebangan secara jalur, tanpa memperhatikan cukup tidaknya anakan yang tersedia dalam tegakan tinggal.

Sistem silvikultur TPTJ didefinisikan sebagai sistem silvikultur hutan alam yang mengharuskan adanya penanaman pada hutan pasca penebangan secara jalur dengan jarak tanam 5 meter dalam jalur 25 meter antar jalur. Pelaksanaan sistem silvikultur TPTJ di HPH PT. Suka Jaya Makmur (SJM), Kalbar didasarkan pada


(26)

SK Menteri Kehutanan No. 201/Kpts-II/1998 tentang pemberian HPHTI dengan Sistem Tebang Pilih dan Tanam Jalur sebagai kelanjutan pengusahaan hutan daur kedua. Penerapan sistem silvikultur TPTJ dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas hutan dengan cara membangun hutan tanaman produktif. Kegiatan pembinaan hutan dalam sistem TPTJ melitputi pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan dan perlindungan yang dilakukan secara berkesinambungan (Suparna dan Purnomo 2004).

Selanjutnya Suparna dan Purnomo (2004) menyatakan bahwa melalui penerapan TPTJ ada beberapa hal penting yang dapat dicapai, antara lain yaitu :

1. Peningkatan produktivitas dalam pengertian bahwa dengan penurunan

batas diameter tebang ≥ 40 cm maka produksi kayu per ha yang akan

diperoleh menjadi lebih besar. Melalui sistem TPTJ, areal bekas tebangan TPTI dapat dibudidayakan tanpa harus menunggu selama 35 tahun dan untuk tebangan berikutnya produksi kayu dapat diperoleh baik dari hasil tanaman dalam jalur tanam maupun dari jalur antara.

2. Penurunan limit diameter tebangan menghasilkan ruang tumbuh yang

memungkinkan bagi penanaman jenis meranti di dalam jalur.

3. Melalui penanaman dalam jalur, kegiatan pemeriksaan tanaman di

lapangan akan lebih efisien, murah dan mudah.

4. Menigkatnya penyerapan tenaga kerja sekitar hutan melalui program

penanaman dan pemeliharaan yang dilakukan secara intensif.

5. Pengamanan areal hutan alam bekas tebangan dari perladangan

berpindah dan perambahan karena secara hukum adat ada penghormatan terhadap areal yang sudah ada kegiatan penanamannya.

6. Menggunakan bibit dari jenis terpilih sehingga produktivitasnya

meningkat.

7. Keanekaragaman hayati tetap dijaga dengan adanya jalur antara.

Dalam sistem TPTJ yang kemudian dikenal dengan nama TPTI Intensif, pembuatan jalur tanam dan jalur antara dilakukan secara berselang seling. Pada tahap awal penanaman, jalur tanam dibuat selebar 3 meter yang merupakan jalur bersih dan bebas tajuk, sedangkan jalur antara selebar 22 meter yang merupakan tegakan alam. Jarak tanam awal adalah 5 meter x 25 meter. Sistem TPTJ


(27)

diberlakukan sejak tahun 1999, namun mulai tahun tanam 2004 terjadi perubahan jarak tanam menjadi 2,5 meter x 25 meter.

Secara garis besar kegiatan sistem silvikultur TPTJ dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Tahapan kegiatan sistem Tebang Pilih Tanam Jalur

No Kegiatan Waktu

1 Penataan Areal Kerja T-2

2 Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan T-2

3 Pembukaan Wilayah Hutan T-1

4 Pengadaan Bibit T-1

5 Penebangan T

6 Penanaman T+6 bulan

7 Pemeliharaan T+1,2,3,4,5

8 Perlindungan Hutan Terus-menerus

Keterangan : T = waktu penebangan

Ketika sistem TPTJ ini dimulai dilaksanakan pada tahun 1999, terdapat 16 jenis meranti yang diprioritaskan untuk ditanam dalam jalur tanam, yaitu

dintaranya Shorea leprosula, Shorea parvifolia, Shorea macrophylla, Shorea

johorensis, dan lain-lainnya. Penanaman dengan 16 jenis ini berlangsung hingga tahun 2001, namun mulai tahun 2002 hanya terdapat 3 jenis meranti andalan

untuk kegiatan penanaman, yaitu Shorea leprosula, Shorea parvifolia, dan Shorea

johorensis karena terbukti ketiga jenis tersebut tumbuh lebih baik dibandingkan beberapa jenis meranti lainnya.

Mengingat jenis meranti adalah jenis gap opportunist dimana cahaya

merupakan faktor pembatas bagi awal pertumbuhannya maka terjadi modifikasi terhadap lebar jalur tanam dari 3 meter menjadi 10 meter. Pada tahun 1 pemeliharaan tanaman dilakukan pelebaran jalur tanam sebesar 1 meter yaitu 50 cm kesebelah kiri dan kanan jalur sehingga jalur tanam berubah dari 3 meter menjadi 4 meter. Pada tahun II pemeliharaan tanaman, jalur tanam diperlebar lagi 2 meter yaitu 1 meter kekiri dan kanan jalur sehingga menjadi 6 meter. Pada tahun III pemeliharaan tanaman kembali terjadi pelebaran jalur tanam sebesar 4 meter yaitu 2 meter kiri dan kanan jalur sehingga menjadi 10 meter.


(28)

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Perusahaan

PT. Suka Jaya Makmur adalah salah satu perusahaan yang tergabung dalam Alas Kusuma Grup dan bergerak dalam kegiatan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam (UPHHK-HA)/Hak Pengusahaan Hutan Alam (HPH-Alam). Berdasarkan keputusan Mentri Pertanian No.521/Kpts/Um/8/1979 tanggal 13 Agustus 1979, jo. No.803/Kpts/Um/11/1980 tangal 4 November 1980 jo.No. 310/Kpts/Um/5/1982 tanggal 5 mei 1982, Kepada PT Suka Jaya Makmur telah diberikan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) atas areal seluas ± 294.000 Ha, yang terletak diprovinsi Kalimantan Barat.

Berdasarkan persetujuan perbaharuan Hak Pengusahaan Hutan Alam dari Menteri Kehutanan dan Perkebunan, HPH PT Suka Jaya Makmur di bagi menjadi dua HPH yaitu: HPH Alam PT Suka Jaya Makmur Unit I dengan SK No. 860/Kpts-II/1999 tanggal 12 Oktober 1999 seluas 95.646 Ha dan HPH Alam PT Suka Jaya Makmur Unit II dengan SK No.861/Kpts-II/1999 tanggal 12 Oktober 1999 dengan luas 75.649 Ha. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.106/Kpts-II/2000 tanggal 29 Desember 2000 HPT PT Suka Jaya Makmur Unit I dan Unit II digabung menjadi satu yaitu HPH PT Suka Jaya Makmur yang selanjutnya disebut Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT Suka Jaya Makmur dengan luasan 171.340 Ha.

Dalam melaksanakan kegiatan pengusahaan hutan Di PT. Suka Jaya Makmur, Menerapkan lebih dari satu sistem silvikultur yaitu Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ).

B. Letak dan Luas

Menurut pembagian wilayah administrasi pemerintahan, areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur meliputi Kecamatan Tumpang Titi, Naga Tayap, Sandai, Manan Hilir Selatan dan Sokan, Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan Barat.


(29)

Berdasarkan pembagian administrasi kehutanan, areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur termasuk ke dalam wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan Ketapang dan Sintang Selatan, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan barat

Secara geografis areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur terletak di antara

110o20’ BT – 111o20’LS. Adapun batas-batas areal IUPHHK PT Suka Jaya

Makmur adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : HPH PT Wanasokan Hasilindo

Sebelah Timur : Hutan lindung dan Hutan Negara atau Non IUPHHK Sebelah Selatan : HPH Wanakayu Batuputih

Sebelah Barat : HPH PT. Trieka Sari dan PT Kawedar Mukti

C. Geologi dan Jenis Tanah

Berdasarkan peta geologi Provinsi Kalimantan Barat di ketahui bahwa batuan yang terdapat pada areal unit hutan produksi PT. Suka Jaya Makmur adalah Basal bunga, Batuan Gunung Api Kerabai, Granit laur, Granit sangiang dan Granit Suka Dana dan sesuai dengan peta tanah Provinsi Klimantan Barat, jenis tanah yang terdapat pada areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur hampir seluruhnya terdiri atas tanah podsolik merah kuning.

D. Kondisi Vegetasi Hutan

Kawasan hutan pada areal terjal PT Suka Jaya Makmur termasuk tipe hutan

hujan tropika basah yang didominasi oleh jenis – jenis Dipterocarpaceae antara

lain dengan komposisi jenis secara keseluruhan adalah sebagai berikut:

1. 60% Dipterocarpaceae yang terdiri dari 44,58% jenis Meranti (Shorea

spp) 2,45% Kruing (Dipterocarpus spp), 1,40% Kapur (Dyrobalanops

Spp) dan 11,57% Bingkirai (Shorea leavolia)

2. 30,14% non Dipterocarpaceae yang terdiri dari Nyatoh (Palakium

Spp), Jelutung (Dyeracostulata spp), dan Medang (Litsea trima Hook.F)

3. 6% jenis pisang-pisangan (Musa Spp).

Adapun kondisi kondisi penutupan vegetasi di PT. Suka Jaya Makmur disajikan dalam Tabel 2:


(30)

Tabel 2. Kondisi Penutupan Vegetasi dan Fungsi Hutan Areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur

No Penutupan Lahan Fungsi Hutan (Ha) Buffer Zone HL Jumlah (Ha) Persen (%)

HPT HP

1 Hutan Primer 26.696 2.466 3.442 32.604 19,0

2 Hutan Bekas

Tebangan

89.822 13.274 5.700 108.796 63,5

3 Non Hutan 2.647 1.056 45 3.749 2,2

4 Tertutup Awan 21.948 2.610 1.593 26.151 15,3

Jumlah 141.114 19.407 10.780 171.300 100

Sumber : Penafsiran Citra Landsat Band Path/row 119/60, liputan 13 April 2007 dan 2 Juli 2007 skala 1 : 100.000 (Lamp. Surat KaBaplan Kehutanan No: S.70/VII/Pusin-1/2008 tanggal 4 Pebruari 2008)

E.Topografi

Topografi areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur umumnya bergelombang, datar dan landai hingga agak curam. Areal tersebut memiliki ketinggian minimum

300m dpl dan maksimum 700m dpl dengan rata – rata ketinggian 500m dpl.

Formasi luas areal PT. Suka Jaya Makmur berdasarkan kelas kelerengan disajikan pada Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3 Luas Areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur berdasarkan kelas lereng

Klasifikasi Kelerengan (%)

Luas (ha) Persentase (%) Datar Landai Agak curam Curam Sangat curam

0 – 8 8 - 15 15 - 25 25 - 40 > 40 35.726,02 26.883,54 55.777,57 40.885,27 11.349,00 20,85 15,69 32,55 20,74 10,17

Jumlah 171.340 100

Sumber : Peta Topografi PT Suka Jaya Makmur F. Iklim

Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, kondisi iklim di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur termasuk tipe iklim A, dengan curah hujan rata

– rata tahunan berkisar antara 1500 – 3000 mm/ tahun. Formasi curah hujan areal


(31)

Tabel 4. Curah Hujan dan Hari Hujan Rata-rata Bulanan di Areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur

Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan

Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 203 212 232 248 237 189 147 156 219 314 315 289 11,5 8,9 9,4 10,4 9,2 6,4 5,1 5,7 6,9 9,5 10,9 12,4

Jumlah 2.761 184,1 Rata-rata 230 8,7 Sumber : Badan Meteorologi Kabupaten Ketapang Tahun 2007

G.Kodisi Sosial Ekonomi

a. Kependudukan

Areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur termasuk kedalam wilayah kecamatan Hulu Sungai (Menyumbung), Kecamatan Naga Tayap, Kabupaten Ketapang dan Kecamatan Naga Sokan, Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan Barat.

Ditinjau dari asal suku bangsanya terdiri dari suku Dayak sebanyak 12.784 jiwa (93,83 %), Suku Melayu 87% jiwa (0,64%), Suku Cina 33 jiwa (0,24%), Suku Jawa 72 jiwa (0,53%) dan suku Sangganan 649 jiwa (4,76%).

b. Pendidikan

Tingkat pendapatan penduduk mempunyai kaitan yang sangat erat dengan tingkat pendidikan, meskipun hal tersebut tidak mutlak. Keberadaan fasilitas sekolah di desa akan memudahkan penduduk desa tersebut untuk memperoleh pendidikan formal. Fasilitas pendidikan yang ada di desa-desa hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD), jika hendak melanjutkan kejenjang lebih tinggi (SLTP, SMU ataupun Akademi/Perguruan Tinggi) harus keluar dari desa ke perkotaan yang terdapat fasilitas yang diinginkan.


(32)

Penduduk desa yang berada di dalam/di sekitar areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur angka tingkat pendidikan formalnya yaitu 60,85% (8.291 jiwa). Selain itu angka yang tidak selesai/belum mengecap pendidikan formal untuk desa-desa yang berada di wilayah tersebut relatif masih cukup besar yaitu 39,15% (5.334 jiwa).

c. Agama dan Kepercayaan

Mayoritas agama yang dipeluk oleh penduduk desa di dalam/disekitar areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur adalah agama katholik (66,99%) kedua terbesar adalah agama Kristen Protestan (26,67%) selanjutnya pemeluk agama Islam dan lainnya (6,34%).

d. Perekonomian Lokal

Pada umumnya mata pencarian penduduk di desa –desa di dalam/di sekitar

areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur adalah petani tradisional yang lebih dikenal dengan peladang berpindah, bidang lainnya adalah guru.Untuk persentase mata pencarian didesa yaitu petani peladang berpindah 54,21% dari total jumlah penduduk 13.625 jiwa, lainnya bermata pencarian sebagaipegawai swasta 3,27% guru dan PNS 1,20%.


(33)

IV. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada areal Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT. Suka Jaya Makmur Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat.

Lama penelitian kurang lebih 2 bulan, kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan September sampai Oktober 2009.

B. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman yang tersedia pada plot Petak Ukur Permanen (PUP) yang berukuran 100 m x 100 m. Tanaman dikelompokkan ke dalam 4 kelas umur, yaitu kelas umur 1, 2, 3, dan 4 tahun di jalur tanam areal hutan produksi yang dikelola dengan Sistem TPTJ.

Adapun alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian yaitu peta kerja, kompas, caliper, galah tinggi 4 meter, densiometer, Tali raffia atau tambang, patok, golok, alat tulis, tally sheet.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer

pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman jenis Shorea leprosula pada umur 1, 2,

3, dan 4 tahun di areal hutan produksi yang dikelola dengan sistem TPTJ.

C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

1. Pengukuran Pertumbuhan Diameter dan Tinggi Tanaman

Pengumpulan data dilakukan pada Petak Ukur Permanen (PUP) yang telah disediakan sebelumnya oleh perusahaan. PUP berbentuk bujur sangkar yang dibagi ke dalam 4 kelas umur, masing-masing kelas umur ukuran petak permanen yang diamati seluas 1 hektar (100m x 100m). Jenis tanaman yang diamati adalah

jenis Shorea leprosula yang ditanam dalam jalur bersih TPTJ umur 1, 2, 3, dan 4

tahun. Pada tiap plot penelitian dipilih satu petak contoh dengan menggunakan

metode Pseudo Plot. Masing-masing umur Tanaman diambil satu petak contoh

(plot) yang berukuran 100 m x 100 m. Dalam satu petak contoh tersebut terdapat jalur tanam yang dijadikan sebagai jalur pengamatan terhadap diameter dan tinggi. Pengukuran diameter dilakukan dengan kulitnya diambil setinggi dada dan dilakukan dengan menggunakan caliper. Pengukuran tinggi dilakukan dengan


(34)

3 m 3 m

2,5 m 2,5 m

menggunakan galah. Didalam pengukuran diameter dan tinggi secara bersamaan diukur keterbukaan tajuk masing-masing tanaman. Metode pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2 di bawah ini :

Gambar 1. Petak Ukur Permanen dalam Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur

Keterangan :

: titik tanaman, jarak tanam dalam jalur 2,5 meter dan jarak antara

jalur 20-25 m (160 – 200 Tanaman/ha).

a – b : Jalur bersih dan bebas tajuk dengan lebar 3 m (tahap awal)

c – d : Jalur antara dengan lebar 17 – 20 m (tahap awal)

2. Pengukuran Keterbukaan Tajuk

Setelah melakukan pengukuran pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman dalam jalur tanam kemudian dari tanaman yang sama masing-masing tanaman diukur persen keterbukaan tajuk. Persentase penutupan tajuk diukur untuk menduga besarnya jumlah radiasi matahari yang menembus sampai ke tanah. Pendugaan penutupan cahaya matahari oleh tajuk dilakukan dengan menggunakan

alat spiracle densiometer yang dikembangkan oleh Supriyanto (2001).

Pengukuran tajuk dilakukan sekali pengukuran selama penelitian.

Pengamatan pada masing-masing titik dilakukan dengan cara meletakkan

spiracle densiometer pada jarak 30-45 cm dari badan dengan ketinggian sejajar lengan. Masing-masing kotak dihitung persentase bayangan langit yang dapat tertangkap pada cermin. Waktu pelaksanaan peletakan alat densiometer dapat dilakukan kapanpun.

Tegakan Alam

Tegakan Alam

17 – 22 m

Tegakan Alam

a b c d a b

Jalur Tanam dan Bebas

Naungan

Jalur Tanam dan Bebas


(35)

Data pengukuran masing-masing titik selanjutnya dijumlahkan dan merupakan nilai pada titik. Dengan menggunakan rumus:

Ti = U + S + B + T 4

% Ti = Ti Keterangan:

Ti = Keterbukaan tajuk

U, S, B, T = Utara, Selatan, Barat, Timur

Skema pengukuran keterbukaan tajuk dalam jalur dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:

Gambar 2. Skema Pengukuran Keterbukaan Tajuk dalam Jalur Tanam Keterangan :

: Posisi pengukuran keterbukaan tajuk dibawah tajuk dengan

menggunakan alat densiometer masing-masing titik diukur pada 4 arah mata angin.

D. Analisis Data

Data-data yang dianalisis adalah:

1. Analisis Riap Pertumbuhan Diameter dan Tinggi

1. Perhitungan MAI diameter tanaman.

Perhitungan riap rata-rata tahunan diameter ini didasarkan pada rumus riap

tahunan rata-rata (Mean Annual Increament atau MAI), yaitu :

IĀ1 = Ầ/ti (cm/thn)

dimana: IĀ1 = Riap diameter rata-rata tahunan kelas umur ke-i dalam jalur

(cm/thn).

ti = Umur tanaman dalam jalur ke-I (thn)

Tegakan Alam

Tegakan Alam

Tegakan Alam

Tegakan Alam

Tegakan Alam

100 m

100 m

Jalur tanam Lebar 3 m 96 X 100


(36)

2. Perhitungan (MAI) tinggi tanaman. Ih1 =

ĥ

�� (cm/thn)

dimana: Ih1 = riap tinggi rata-rata tahunan kelas umur ke-I dalam jalur

(cm/thn).

ti = umur tanaman dalam jalur ke-I (thn).

2. Analisis Penyebaran Distribusi Diameter

Semua data hasil pengukuran akan dibuat penyelarasan distribusi diameter yang kemudian sebaran diameter dikelompokkan kedalam kelas yang berbeda, yaitu 0,14 cm, 0,25 cm, 0,35 cm dan 1,01 cm. Distribusi dapat dibuat dengan mengikuti pedoman berikut ini :

1. Mengurutkan data dari yang terkecil ke yang besar.

2. Membuat jangkauan (range) dari data.

Jangkauan = data terbesar – data terkecil.

3. Membuat banyaknya kelas (k).

Banyaknya kelas ditentukan dengan rumus sturgess

k = 1 + 3,3 log n; k ε bulat

Keterangan

k = banyaknya kelas

n = banyaknya data

4. Membuat panjang interval kelas.

Panjang interval kelas (i) = Jangkauan (R)/ banyaknya kelas (k)

5. Membuat batas bawah kelas pertama.

Batas bawah kelas pertama dipilih dari data terkecil atau data terkecil yang berasal dari pelebaran jangkauan (data yang lebih kecil dari data terkecil) dan selisihnya kurang dari panjang interval kelasnya.

3. Analisis Pertumbuhan

Grafik pertumbuhan diperoleh dengan cara memplotkan nilai rata-rata tinggi

dan diameter tegakan terhadap umur tegakan Shorea leprosula. Umur tegakan

pada sumbu absis sedangkan tinggi dan diameter tegakan sumbu ordinat.

Kemudian untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara tinggi atau diameter dengan umur tanaman dilakukan uji-F. Berikut disajikan tabel sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 5.


(37)

Tabel 5. Sidik Ragam Pengaruh Umur Terhadap Pertumbuhan Tinggi atau Diameter

No Sumber Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F hit

1 Regresi M JKR KTR KTR/KTS

2 Kesalahan n-m-1 JKT-JKR KTS

3 Total n-1 JKT

m = peubah bebas n = Σ unit pengamatan KTR = JKR/m KTS = JKS/dbs

JKX = (Σxi2–(Σxi)2/n).

JKY = (Σyi2 –(Σyi)2/n).

JHKXY = Σxiyi –(Σxi) (Σyi)/n


(38)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada hutan bekas tebangan, dalam sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) yang berjalan kurang lebih 2 bulan di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat, didapatkankan hasil sebagai berikut:

1. Pertumbuhan Shorea leprosula a. Diameter dan Tinggi

Salah satu fungsi ekosistem adalah produktifitas. Produktifitas tanaman dapat diukur melalui beberapa parameter, salah satunya adalah pertumbuhan diameter, disamping karena mudah pelaksanaannya, juga memiliki keakuratan yang cukup tinggi. Oleh karena itu pertumbuhan diameter dapat digunakan untuk menjelaskan produktifitas tanaman (Pamoengkas 2006).

Pengambilan data pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman S. leprosula,

yang dilakukan di jalur tanam TPTJ pada umur 1, 2, 3 dan 4 tahun secara rata-rata dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata Pertumbuhan Tanaman S. leprosula Umur 1-4 Tahun.

Petak Pengukuran Rata-rata (cm)

Diameter Tinggi

TPTJ 1 tahun 0,47 82,74

TPTJ 2 tahun 1,31 170,96

TPTJ 3 tahun 1,34 190,64

TPTJ 4 tahun 5,79 658,26

Sumber : Data primer pengukuran (diolah)

Dari Tabel 6 terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan diameter dan tinggi

tanaman S. leperosula mengalami kenaikan 0,47 cm dan 82,74 cm pada umur 1

tahun menjadi 1,31 cm dan 170,96 cm pada umur 2 tahun seterusnya pada umur 3 tahun meningkat menjadi 1,34 cm dan 190,64 cm dan pada umur 4 tahun pertumbuhan diameter dan tinggi meningkat drastis yaitu menjadi 5,79 cm dan 658,26 cm.

b. Riap Pertumbuhan Diameter dan Tinggi

Riap adalah salah satu informasi yang paling esensial dan mendasar dalam penyusunan ketentuan-ketentuan dalam perencanaan pengelolaan hutan. Riap


(39)

diartikan sebagai pertambahan dimensi tanaman atau tegakan hutan selama selang waktu tertentu (Vanclay 1994). Pertumbuhan riap diameter dan tinggi tanaman

Meranti (S.leprosula) umur 1-4 tahun dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Riap Pertumbuhan Tahunan Diameter dan Tinggi Tanaman S. leprosula

Umur 1-4 Tahun

Petak Pengukuran Riap (cm/tahun)

Diameter Tinggi

TPTJ 1 tahun 0,47 82,74

TPTJ 2 tahun 0,66 85,48

TPTJ 3 tahun 0,45 63,55

TPTJ 4 tahun 1,45 164,57

Hasil perhitungan data di atas menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan riap diameter mengalami kenaikan dari 0,47 cm/tahun pada umur 1 tahun menjadi 0,66 cm/tahun pada umur 2 tahun, namun selanjutnya pertumbuhan mengalami penurunan menjadi 0,45 cm/tahun pada umur 3 tahun kemudian pertumbuhan riap diameter naik secara drastis pada umur 4 tahun sebesar 1,45 cm/tahun. Hal yang sama juga ditunjukkan pada pertumbuhan tinggi yaitu rata-rata pertumbuhan riap tinggi mengalami kenaikan dari 82,74 cm/tahun pada umur 1 tahun menjadi 85,48 cm/tahun pada umur 2 tahun, namun selanjutnya pertumbuhan mengalami penurunan menjadi 63,55 cm/tahun pada umur 3 tahun kemudian pertumbuhan riap tinggi naik secara drastis pada umur 4 tahun sebesar 164,57 cm/tahun.

2. Kurva Pertumbuhan

Gambar 3 dapat dilihat bahwa kurva pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman yang berada pada sumbu ordinat sedangkan umur pada sumbu absis. Pertumbuhan diameter paling pesat terjadi pada umur tanaman 4 tahun, pertumbuhan tanaman pada tahun pertama sampai tahun ke tiga mengalami pertumbuhan yang relatif lambat sama halnya juga pada pertumbuhan tinggi dimana pertumbuhan tinggi paling pesat terjadi pada umur tanaman 4 tahun, sementara pertumbuhan tanaman pada tahun pertama sampai tahun ketiga mengalami pertumbuhan yang relatif lambat. Kurva pertumbuhan didapat dari persamaan yaitu untuk kurva pertumbuhan diameter y = 6.410 + 11.645x

-5.639x2 + 0.873x3 sedangkan kurva pertumbuhan tinggi y = -509.490 + 1137.904x


(40)

Pertumbuhan tanaman ditentukan berdasarkan kemampuan tanaman

terhadap adaptasi terhadap lingkungan sekitar. Grafik pertumbuhan diameter dan

tinggi tanaman S. leprosula secara keseluruhan pada umur 1-4 tahun dapat dilihat

pada Gambar 3 dan 4 :

Gambar 3. Kurva pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman S.leprosula tiap

tahun

Tabel 8 dapat dilihat bahwa rata-rata pertumbuhan diameter S. leprosula

tanpa dilakukan pemeliharaan dimana pertumbuhan diasumsikan memiliki kondisi tempat tumbuh yang seragam dari masing-masing lokasi. Data diperoleh melalui tinjauan pustaka dari beberapa literatur dimana data tersebut diperlukan untuk membandingkan pertumbuhan diameter dari data hasil penelitian yang selama pertumbuhannya dilakukan teknik silvikultur seperti pemeliharaan yang intensif

yang dibandingkan dengan tanaman S. leprosula yang selama pertumbuhannya

tidak dilakukan pemeliharaan atau dengan kata lain tumbuh secara alami.

D

iam

et

er (

cm

)

T

inggi

(c

m

)

y = -6.410 + 11.645x -5.639x2 + 0.873x3


(41)

Pertumbuhan diameter S. leprosula di berbagai lokasi yang dalam pertumbuhannya tanpa dilakukan pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 8 :

Tabel 8. Pertumbuhan Riap Diameter S. leprosula di Berbagai Lokasi Tanpa

Dilakukan Pemeliharaan

Jenis tanaman Umur (thn)

Rata-rata Diameter

(cm)

Lokasi

S.leprosula 1 0,2 PT. Sarmiento Parakantja Timber S.leprosula 2 0,7 PT. Subanjeriji, Sumatra Selatan S.leprosula 3 1,07 Wanariset Samboja, Kaltim S.leprosula 4 3,1 PT. Inhutani II, Kalsel Sumber : Data sekunder

Hasil pertumbuhan tanaman S. leprosula pada tabel diatas yaitu

pertumbuhan diameter mengalami kenaikan dari 0,2 cm pada umur 1 tahun menjadi 0,7 cm pada umur 2 tahun, selanjutnya pada umur 3 tahun pertumbuhan naik sebesar 1,07 cm dan pertumbuhan diameter yang terbesar ditunjukkan pada umur 4 tahun yaitu sebesar 3,1 cm.

Grafik pertumbuhan diameter tanaman S. leprosula di berbagai lokasi dapat

dilihat pada Gambar 4 di bawah :

Gambar 4. Pertumbuhan diameter S. leprosula tanpa pemeliharaan dan

pemeliharaan.

Gambar 4 dimana garis bewarna merah merupakan pertumbuhan S.

leprosula yang tiap tahun dilakukan pemeliharaan sementara garis bewarna biru

merupakan pertumbuhan S. leperosula yang tiap tahun tanpa dilakukan


(42)

tanaman S. leprosula tanpa dilakukan pemeliharaan sepanjang pertumbuhannya ternyata memiliki pertumbuhan diameter yang lebih lambat di setiap umur

tanaman dibandingkan tanaman S. leprosula yang dilakukan pemeliharaan secara

rutin disepanjang pertumbuhannya. Pebedaan pertumbuhan tersebut dapat ditunjukkan dari kurva tanaman tanpa pemeliharaan yang berada di bawah kurva tanaman yang dilakukan pemeliharaan.

3. Distribusi Pertumbuhan Diameter

Data hasil pengukuran yaitu data pertumbuhan diameter tanaman

S.leprosula yang berada di dalam jalur tanam TPTJ pada umur 1, 2, 3 dan 4 tahun kemudian dikelompokkan kedalam kelas-kelas dengan interval berbeda, yaitu 0,14 cm, 0,25 cm, 0,35 cm dan 1,01 cm yang dicantumkan pada Tabel 9, 10, 11, dan 12 :

Distribusi diameter lebih atau sama dari 0,01 cm pada umur 1 tahun dapat dilihat pada tabel 9 :

Tabel 9. Distribusi diameter ≥ 0,01 cm pada petak pengamatan TPTJ umur 1

tahun dengan interval kelas 0,14 cm. Kelas diameter

(cm) N/ha

0,01 - 0,15 5

0,15 - 0,29 6

0,29 - 0,43 21

0,43 - 0,57 14

0,57 - 0,71 19

0,71 - 0,85 3

0,85 - 0,99 2

Tabel 9 memperlihatkan pada umur 1 tahun ditemukan distribusi pertumbuhan diameter pada kelas diameter (0,01-0,15) cm jumlah tanaman sebanyak 5 N/ha, kemudian jumlah tanaman meningkat pada pada kelas diameter (0,15-0,29) cm sebanyak 6 N/ha, dan mengalami peningkatan jumlah tanaman secara drastis pada kelas diameter (0,29-0,43) cm sebanyak 21 tanaman kemudian jumlah tanaman fluktuatif yaitu menurun jumlah tanaman pada kelas diameter (0,43-057) sebanyak 14 kemudian meningkat tidak begitu drastis pada kelas dimeter (0,57-0,71) cm sebanyak 19 tanaman dan menurun drastis pada kelas diameter (0,71-0,85) cm dan (0,85-0,99) yang nilai masing-masing 3 N/ha dan 2


(43)

N/ha. Dari kelas diameter masing-masing jumlah tanaman yang paling banyak terdapat pada kelas diameter (0,29-0,43) cm yaitu sebanyak 21 tanaman sedangkan distribusi terendah (N/ha) terdapat pada kelas diameter (0,85-0,99) cm yaitu sebanyak 4 tanaman.

Kemudian distribusi dengan interval yang dibuat 0,25 cm dapat dilihat pada Tabel 10 :

Tabel 10. Distribusi diameter ≥ 0,5 cm pada petak pengamatan TPTJ umur 2

tahun dengan interval kelas 0,25 cm.

Kelas diameter N/ha

0,50 - 0,75 11

0,75 - 1,00 9

1,00 - 1,25 14

1,25 - 1,50 14

1,50 - 1,75 7

1,75 - 2,00 6

2,00 - 2,25 8

Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa distribusi (N/ha) pertumbuhan diameter lebih atau sama dari 0,5 cm dengan interval kelas 0,25 cm sebaran diameter pada umur tanaman 2 tahun untuk kelas diameter (0,5-0,75) cm sebanyak 11 N/ha, kemudian jumlah tanaman mengalami fluktuatif yaitu menurun pada kelas diameter (0,75-1,00) cm sebanyak 9 N/ha dan jumlah tanaman meningkat pada kelas diameter (1,00-1,25) cm dan (1,25-1,50) cm sebanyak 14 N/ha dan mengalami penurunan secara drastis pada kelas diameter (1,50-1,75) cm, (1,75-2,00) dan (2,00-2,25) cm yang nilai masing-masing sebesar 7, 6 dan 8 N/ha. Dari kelas diameter masing-masing jumlah tanaman yang paling banyak terdapat pada kelas diameter (1,00-1,25) cm dan (1,25-1,50) cm dimana nilai N/ha masing-masing sama yaitu sebanyak 14 tanaman sedangkan jumlah nilai distribusi (N/ha) yang terendah terdapat pada kelas diameter (1,75-2,00) cm yaitu sebanyak 6 tanaman. Besar kecilnya jumlah tanaman akan menentukan pembentukan suatu tegakan dimana jumlah tanaman yang banyak akan membentuk suatu tegakan yang rapat dan sebaliknya.

Pada umur 3 tahun distribusi pertumbuhan diameter tanaman S.leprosula

pada kelas diameter (0,20-0,55) cm sebanyak 8 N/ha, kemudian jumlah tanaman naik drastis pada kelas diameter (0,55-0,90) cm dan (0,90-1,25) cm sebanyak 13 N/ha dan 14 N/ha, mengalami fluktuatif dimana jumlah tanaman turun pada kelas


(44)

diameter (1,25-1,40) cm sebanyak 5 N/ha dan jumlah tanaman bertambah pada kelas diameter (1,40-1,75) cm dan (1,75-2,10) cm masing-masing 12 dan 16 N/ha kemudian terjadi penurunan jumlah tanaman secara drastis pada kelas diameter (2,10-2,45) cm dan (2,45-2,80) cm sebanyak 3 N/ha. Dari kelas diameter masing-masing jumlah tanaman yang paling banyak terdapat pada kelas diameter (1,75-2,10) cm yaitu sebanyak 16 tanaman sedangkan jumlah nilai distribusi (N/ha) yang terendah terdapat pada kelas diameter (2,10-2,45) cm dan (2,45-2,80) cm yaitu masing - masing sebanyak 3 tanaman. Distribusi diameter lebih atau sama dari 0,2 cm dapat di lihat pada Tabel 11 :

Tabel 11. Distribusi diameter ≥ 0,2 cm pada petak pengamatan TPTJ umur 3

tahun dengan interval kelas 0,35 cm.

Kelas diameter N/ha

0,20 - 0,55 8

0,55 - 0,90 13

0,90 - 1,25 14

1,25 - 1,40 5

1,40 - 1,75 12

1,75 - 2,10 16

2,10 - 2,45 3

2,45 - 2,80 3

Distribusi diameter dengan interval kelas lebih atau sama dari 1,35 cm dapat dilihat pada Tabel 12 :

Tabel 12. Distribusi diameter ≥ 1,35 cm pada petak pengamatan TPTJ umur 4

tahun dengan interval kelas 1,01 cm.

Kelas diameter N/ha

1,35 - 2,36 4

2,36 - 3,37 4

3,37- 4,38 14

4,38 - 5,39 18

5,39 - 6.40 21

6,40 - 7,41 12

7,41 - 8,42 16

8,42 - 9,45 6

Kemudian dari Tebel 12 dapat dilihat bahwa distribusi (N/ha) pertumbuhan diameter lebih atau sama dari 1,35 cm dengan interval kelas 1,01 cm pada umur 4 tahun distribusi pertumbuhan diameter pada kelas (1,35-2,36) cm dan (2,36-3,37) cm sebanyak 4 N/ha, kemudian naik drastis pada kelas diameter (3,37-4,38) cm sebanyak 14 N/ha sampai pada kelas diameter (5,39-6,40) cm masing-masing


(45)

sebanyak 18 dan 21 N/ha kemudian jumlah tanaman mengalami penurunan pada kelas diameter (6,40-7,41) cm, (7,41-8,42) cm dan (8,42-9,45) cm masing-masing nilainya 12, 16 dan 6 N/ha. Dari kelas diameter masing-masing jumlah tanaman yang paling banyak terdapat pada kelas diameter (5,39-6,40) cm yaitu sebanyak 21 tanaman sedangkan jumlah nilai distribusi (N/ha) yang terendah terdapat pada kelas diameter (1,35-2,36) cm dan (2,36-3,37) cm masing-masing nilai nya sebanyak 4 tanaman. Pembuatan kelas-kelas distribusi diameter terlihat sebaran diameter tegakan hutan produksi berbeda jumlah tanamannya pada setiap kelas dan pada kelas tertentu terdapat jumlah tanaman yang sama dengan kelas diameter lainnya.

Histogram distribusi diameter tanaman S. leprosula menurut umur tanam

dapat dilihat pada Gambar 5.

Diameter Umur 1 Tahun

F r e q u e n c y 0,99 0,85 0,71 0,57 0,43 0,29 0,15 0,01 20 15 10 5 0 Mean 0,4689 StDev 0,2035 N 70

Histogram of Diameter Umur 1 Tahun Normal

Diameter Umur 2 Tahun

F r e q u e n c y 2,50 2,25 2,00 1,75 1,50 1,25 1,00 0,75 0,50 14 12 10 8 6 4 2 0 Mean 1,306 StDev 0,4959 N 69

Histogram of Diameter Umur 2 Tahun Normal

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 5. Histogram distribusi diameter tanaman Shorea leprosula menurut

umur tanam pada petak pengamatan umur 1 thn (a) ; 2 thn (b) ; 3 thn (c) dan 4 thn (d).

Gambar 5 memperlihatkan kurva penyebaran distribusi diameter dari masing-masing petak pengamatan dalam Sistem TPTJ umur 1, 2, 3 dan 4 tahun.

Diameter Umur 3 Tahun

F r e q u e n c y 2,80 2,45 2,10 1,75 1,40 1,25 0,90 0,55 0,20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Mean 1,335 StDev 0,6146 N 74

Histogram of Diameter Umur 3 Tahun

Normal

Diameter Umur 4 Tahun

F r e q u e n c y 9,45 8,42 7,41 6,40 5,39 4,38 3,37 2,36 1,35 20 15 10 5 0

Histogram of Diameter Umur 4 Tahun


(1)

3 113 6,4 740 82 82 82 79 81,25 84,64 1,60 185,00 4 112 8,15 815 70 82 79 70 75,25 78,39 2,04 203,75

5 111 7,65 820 79 79 59 79 74 77,08 1,91 205,00

6 110 4,4 530 80 79 79 78 79 82,29 1,10 132,50

7 109 6,6 850 79 78 77 78 78 81,25 1,65 212,50

8 108 9,05 890 80 80 79 79 79,5 82,81 2,26 222,50

9 107 7,95 870 80 80 80 81 80,25 83,59 1,99 217,50 10 106 7,8 770 79 80 81 79 79,75 83,07 1,95 192,50

11 105 5,1 645 82 83 82 81 82 85,42 1,28 161,25

12 104 8,9 825 80 81 79 79 79,75 83,07 2,23 206,25

13 103 8,05 770 81 84 85 82 83 86,46 2,01 192,50

14 102 5,15 595 80 80 80 89 82,25 85,68 1,29 148,75 15 101 5,65 675 80 80 80 81 80,25 83,59 1,41 168,75 16 100 5,95 795 80 81 89 81 82,75 86,20 1,49 198,75

17 99 6,4 675 80 81 80 89 82,5 85,94 1,60 168,75

18 98 6,05 685 80 80 89 81 82,5 85,94 1,51 171,25

19 97 6,6 775 81 80 80 80 80,25 83,59 1,65 193,75

20 96 4,5 350 80 80 80 81 80,25 83,59 1,13 87,50

1 4 87 1,4 325 80 80 88 81 82,25 85,68 0,35 81,25

2 88 3,25 325 80 81 89 81 82,75 86,20 0,81 81,25

3 89 5,7 580 80 80 88 80 82 85,42 1,43 145,00

4 90 2,7 440 80 80 89 81 82,5 85,94 0,68 110,00

5 91 4,05 520 81 81 87 89 84,5 88,02 1,01 130,00

6 92 5,05 660 81 81 89 82 83,25 86,72 1,26 165,00

8 94 3,45 525 89 88 89 86 88 91,67 0,86 131,25

9 95 7,15 690 80 89 82 80 82,75 86,20 1,79 172,50

10 96 8,25 810 79 83 79 80 80,25 83,59 2,06 202,50

12 98 1,4 185 82 72 82 70 76,5 79,69 0,35 46,25

13 99 4,2 480 79 80 87 80 81,5 84,90 1,05 120,00

14 100 4,35 610 87 88 87 79 85,25 88,80 1,09 152,50 15 101 4,2 535 89 83 85 80 84,25 87,76 1,05 133,75

16 102 4,6 630 83 82 85 80 82,5 85,94 1,15 157,50

17 103 7,9 790 82 85 87 80 83,5 86,98 1,98 197,50

18 104 8,2 770 76 79 82 80 79,25 82,55 2,05 192,50

19 105 5 585 75 79 80 89 80,75 84,11 1,25 146,25

20 106 4,35 590 75 79 83 80 79,25 82,55 1,09 147,50 1 3 104 5,15 580 82 81 80 80 80,75 84,11 1,29 145,00

2 103 2,25 400 83 89 80 82 83,5 86,98 0,56 100,00

3 102 4,09 415 83 89 81 80 83,25 86,72 1,02 103,75

4 101 4,2 485 85 87 75 80 81,75 85,16 1,05 121,25

7 98 7,8 770 81 80 81 80 80,5 83,85 1,95 192,50

8 97 8,15 810 81 79 80 79 79,75 83,07 2,04 202,50

9 96 6,5 685 80 81 79 78 79,5 82,81 1,63 171,25

10 95 5,9 820 80 80 80 81 80,25 83,59 1,48 205,00

11 94 4,05 525 81 80 72 85 79,5 82,81 1,01 131,25

12 93 7,1 715 89 80 72 75 79 82,29 1,78 178,75

13 92 4,8 560 72 70 69 42 63,25 65,89 1,20 140,00

14 91 6,2 615 75 76 72 79 75,5 78,65 1,55 153,75

15 90 7,35 595 76 79 80 60 73,75 76,82 1,84 148,75 16 89 5,75 535 79 80 82 72 78,25 81,51 1,44 133,75

17 88 5,9 620 79 81 83 72 78,75 82,03 1,48 155,00

18 87 7,9 810 80 82 84 85 82,75 86,20 1,98 202,50

19 86 5,8 600 82 85 89 80 84 87,50 1,45 150,00

20 85 5,3 690 83 80 80 89 83 86,46 1,33 172,50

1 2 79 7 785 80 70 79 79 77 80,21 1,75 196,25

2 80 8,6 830 79 80 79 79 79,25 82,55 2,15 207,50

3 81 8,55 890 79 79 80 80 79,5 82,81 2,14 222,50


(2)

5 83 5,75 645 76 79 76 79 77,5 80,73 1,44 161,25

7 85 4,6 675 80 80 80 79 79,75 83,07 1,15 168,75

8 86 5,7 750 79 80 82 80 80,25 83,59 1,43 187,50

9 87 3,5 540 79 79 82 80 80 83,33 0,88 135,00

10 88 3,25 455 80 79 80 80 79,75 83,07 0,81 113,75

11 89 3,6 450 79 82 79 89 82,25 85,68 0,90 112,50

12 90 6,8 725 80 80 80 80 80 83,33 1,70 181,25

13 91 3,6 530 80 81 80 80 80,25 83,59 0,90 132,50

14 92 4,9 615 79 80 89 80 82 85,42 1,23 153,75

15 93 6,9 760 79 80 79 80 79,5 82,81 1,73 190,00

16 94 8 770 79 80 80 79 79,5 82,81 2,00 192,50

17 95 4,4 620 79 80 79 80 79,5 82,81 1,10 155,00

18 96 6,7 610 82 80 82 79 80,75 84,11 1,68 152,50

19 97 8,25 790 79 83 79 79 80 83,33 2,06 197,50

20 98 8,25 760 79 82 79 79 79,75 83,07 2,06 190,00 Rata-rata 5,79 658,26 79,64 82,96 1,45 164,57


(3)

Lampiran 3. ANALISIS DATA

CUBIC

1. Regresi umur terhadap Tinggi

Model Summary

R

R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

.926

.858

.856

97.850

The independent variable is umur.

ANOVA

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Regression

1.752E7

3

5840251.046

609.971

.000

Residual

2910691.811

304

9574.644

Total

2.043E7

307

Coefficients

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

Umur

1137.904

147.548

5.046

7.712

.000

umur

2

-550.752

64.913

-12.588

-8.484

.000

umur

3

86.081

8.581

8.555

10.031

.000

(Constant)

-590.490

96.721

-6.105

.000

Persamaan regresi yang diperoleh yaitu y = -509.490 + 1137.904x -550.752x

2

+

86.081x

3

Berdasarkan ANOVA :

H

0

: β

1

= β

2

= 0 (model tidak berpengaruh nyata terhadap respon)

H

1

: minimal ada β

i

≠0, i =1,2 (model berpengaruh nyata terhadap respon)

Karena nilai signifikansi atau pvalue = 0.000 < α = 0.05 maka Tolak H

0

. Model

berpengaruh nyata terhadap respon.


(4)

Berdasarkan nilai R

2

= 0.858, maka 85.8 persen keragaman dari tinggi dapat

dijelaskan oleh peubah x (umur) dalam model.

2. Regresi umur terhadap diameter

Model Summary

R

R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

.899

.808

.807

1.088

The independent variable is umur.

ANOVA

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Regression

1518.248

3

506.083

427.791

.000

Residual

359.636

304

1.183

Total

1877.884

307

Coeficient

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

Umur

11.645

1.640

5.386

7.100

.000

umur

2

-5.639

.722

-13.443

-7.815

.000

umur

3

.873

.095

9.045

9.148

.000

(Constant)

-6.410

1.075

-5.962

.000

Persamaan regresi yang diperoleh yaitu y = -6.410 + 11.645x -5.639x

2

+ 0.873x

3

Berdasarkan ANOVA :

H

0

: β

1

= β

2

= 0 (model tidak berpengaruh nyata terhadap respon)

H

1

: minimal ada β

i

≠0, i =1,2 (model berpengaruh nyata terhadap respon)

Karena nilai signifikansi

atau pvalue = 0.000 < α = 0.05 maka Tolak H

0

. Model

berpengaruh nyata terhadap respon.

Maka umur berpengaruh nyata terhadap diameter.

Berdasarkan nilai R

2

= 0.807, maka 80.7 persen keragaman dari diameter dapat

dijelaskan oleh peubah x (umur) dalam model.


(5)

3. Uji kenormalan Kolmorov-Smirnov Distribusi Diameter

Umur 1 tahun Umur 2 tahun

Umur 3 tahun

Umur 4 tahun

H0 : data menyebar normal

H1 : data tidak menyebar normal

Berdasarkan uji kolmogorov-Smirnov diatas didapat nilai p-Value > alpha 5%

artinya terima H0. Data sudah menyebar normal.

4. Homogeneous Subsets

Diameter

Umur

N

α = 0,05

1

2

3

3 tahun

74

0,4451

1 tahun

70

0,4689

2 tahun

69

0,6528

4 tahun

95

1,4484

Sig.

0,640

1,000

1,000

diameter1 P e r c e n t 1,25 1,00 0,75 0,50 0,25 0,00 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 Mean >0,150 0,4689 StDev 0,2035 N 70 KS 0,032 P-Value uji kenormalan diameter umur 1 tahun

Normal diameter2 P e r c e n t 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 Mean >0,150 1,306 StDev 0,4959 N 69 KS 0,061 P-Value uji kenormalan diameter umur 2 tahun

Normal diameter3 P e r c e n t 3 2 1 0 -1 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 Mean >0,150 1,335 StDev 0,6146 N 74 KS 0,088 P-Value uji kenormalan diameter umur 3 tahun

Normal diameter4 P e r c e n t 12 10 8 6 4 2 0 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1 Mean >0,150 5,794 StDev 1,823 N 95 KS 0,059 P-Value uji kenormalan diameter umur 4 tahun


(6)

Tinggi

Umur

N

α = 0,05

1

2

3

3 tahun

74

63,5450

1 tahun

70

82,7429

2 tahun

69

85,4783

4 tahun

95

164,5658

Sig

1.000

0,601

1,000


Dokumen yang terkait

Komposisi dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas Tebangan Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat)

3 21 271

Dampak pemanenan kayu dan perlakuan silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) terhadap potensi kandungan karbon dalam vegetasi hutan alam tropika: studi kasus di areal IUPHHK PT Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah

0 23 187

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Pertumbuhan Meranti Merah (Shorea leprosula Miq) Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di Areal IUPHHK-HA PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah)

1 15 5

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Kualitas tanah pada sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur(TPTJ) di areal kerja IUPHHK/HA PT. Sari Bumi Kusuma provinsi Kalimantan Tengah

1 14 77

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30

Hubungan Lebar Jalur Tanam dengan Pertumbuhan Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur

0 4 31

Pertumbuhan Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah

1 21 29

Pemulihan Vegetasi di Areal Hutan yang Dikelola dengan Sistem TPTJ (Studi Kasus di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat)

0 2 36