16 ii jika posisi arr[posisi].kunci kunci high = posisi -1
iii. Jika posisi arr[posisi] kunci kunci low = posisi + 1. 5. Jika data[posisi]
≠ data[kunci], ulangi langkah 3. 6. Jika kunci
≥ arr[low] kunci dan kunci ≤ arr[high]. kunci, index = -1, pencarian selesai dan data tidak ditemukan.
2.3 Rapid Application Development RAD
Menurut Kendal Kendal 2003, 237, RAD adalah suatu pendekatan berorientasi objek terhadap pengembangan sistem yang mencakup suatu metode
pengembangan serta perangkat-perangkat lunak. Menurut Roger, S.Pressman 2003:42, RAD adalah sebuah model proses
perkembangan perangkat lunak sekuensial linier yang menekankan siklus perkembangan yang sangat pendek. Model RAD ini merupakan sebuah adaptasi
“kecepatan tinggi” dari model sekuensial linier di mana perkembangan cepat dicapai dengan menggunakan pendekatan konstruksi berbasis komponen. Jika
kebutuhan dipahami dengan baik, proses RAD memungkinkan tim pengembangan menciptakan “sistem fungsional yang utuh” dalam periode waktu yang sangat
pendek kira-kira 60 sampai 90 hari. Dalam penelitian ini penulis lakukan menggunakan empat tahap siklus
pengembangan model RAD Rapid Application Development yang dibuat oleh James Martin yaitu Kendal Kendal, 2003:238:
a Fase Perencanaan Syarat-syarat
Yaitu menentukan tujuan dan syarat-syarat informasi. b
Fase Perancangan
17 Yaitu perancangan proses-proses yang akan terjadi dalam sistem,
perancangan basis data, dan perancangan antarmuka. c
Fase Konstruksi Pada tahapan ini dilakukan tahap pengkodean terhadap rancangan-
rancangan yang telah didefinisikan. d
Fase Pelaksanaan Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap sistem dan pengenalan
terhadap sistem.
2.4 Analisis Program
Algoritma program terdiri dari dua macam, yaitu pseudocode dan flow chart diagram alur.
2.4.1 Pseudocode
Menurut Jogiyanto 2003:1, Pseudo berarti imitasi atau mirip atau menyerupai dan code menunjukan kode dari program, berarti
pseudocode adalah kode yang mirip dengan instruksi kode program yang sebenarnya. Pseudocode berbasis pada bahasa pemrograman yang
sesungguhnya seperti COBOL, FORTRAN, atau PASCAL, sehingga lebih tepat digunakan untuk menggambarkan algoritma yang akan
dikomunikasikan kepada programmer. Pseudecode akan memudahkan programmer untuk memahami
dan menggunakan, karena mirip dengan kode-kode program sebenarnya. Pseudocode menjelaskan juga tentang pemberian nilai awal dari suatu
18 variabel, membuka dan menutup file, subcript atau tipe-tipe data yang
digunakan misalnya real, integer, boolean.
2.4.2 Diagram Alur Flowchart
Menurut Pressman 2002: 535, Komputer membutuhkan hal-hal yang terperinci, maka bahasa pemrograman bukan merupakan alat yang
boleh dikatakan baik untuk merancang sebuah algoritma awal. Alat yang banyak dipakai untuk membuat algoritma adalah
diagram alur. Diagram alur dapat menunjukan secara jelas arus pengendalian algoritma, yakni bagaimana rangkaian pelaksanaan
kegiatan. Suatu diagram alur memberikan gambaran dua dimensi berupa simbol-simbol grafis.
Masing-masing simbol telah di tetapkan terlebih dahulu fungsi dan artinya. Simbol-simbol tersebut dipakai untuk menunjukan berbagai
kegiatan operasi dan jalur pengendalian. Diantara simbol-simbol yang akan digunakan pada tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Simbol-simbol Flowchart
Jogiyanto, 2001: 798.
Gambar Simbol Keterangan Simbol
Kegunaan
Simbol proses Simbol yang menunjukkan
pengolahan yang dilakukan oleh komputer
Simbol input-output Simbol
yang menyatakan
proses input dan output tanpa tergantung
dengan jenis
peralatannya.
19
Simbol decision
Simbol untuk kondisi yang akan menghasilkan beberapa
kemungkinan jawabanaksi. Simbol terminal
Simbol untuk permulaan atau akhir dari suatu program.
Simbol connector Simbol untuk keluar atau
masuk prosedur atau proses dalam lembar yang sama.
Menunjukkan bagan instruksi selanjutnya
Simbol document Simbol
untuk menyatakan
input berasal dari dokumen dalam bentuk kertas atau
output dicetak di kertas. Simbol
catatanketerangan Berisi catatan supaya mudah
dimengerti isitujuan
algoritma atau uraian data yang akan diproses.
Tanda hubung antara symbol flowchart
yang berbeda
halaman.
2.5 Sekilas Tentang Konkordansi Al-Qur’an
Menurut Ali Audah 2008, buku-buku acuan dan panduan kata konkordansi mengenai Qur’an yang akan dapat mengantarkan kita kepada
ayat atau surah yang dicari sudah pernah ditulis orang. Sejarah penulisan buku panduan demikian yang terkenal meskipun bukan yang pertama, konkordansi
20 yang disusun oleh sarjana Jerman, Gustavus Flugel dalam tahun 1842,
Concordance Corani Arabicae, disertai kata pengantar dalam bahasa Latin, yang sampai sekarang masih banyak dipakai di Barat.
Makin lama makin terasa perlunya ada sebuah buku pedoman yang akan dapat memandu kita dengan mudah dalam mencari ayat-ayat dalam Qur’an. Di
Indonesia yang sangat terkenal Fathurrahmaan li Thaalib’l-Qur-aan oleh ‘Ilmii Zaadeh Faidullah, terbit pertama kali hampir seabad yang lalu, yang
pada setiap kata disertai sebagian kecil ayat berikut nama surah dan nomor ayat. Dalam waktu yang hampir bersamaan 1906 di India kemudian terbit
pula Miftaah-ul-Qur’an atau Key to the Holy Qur-an disusun oleh Ahmad Shah dengan pengantar bahasa Inggris dilengkapi dengan glosari Arab-
Inggris. Baik Flugel atau Ahmad Shah, keduanya hanya menyebut sepatah kata
pada tiap ayat disertai nomor surah dan nomor ayat. Baru dalam tahun 1364 H1945 almarhum Muhammad Fu’aad ‘Abdul Baaqi menerbitkan Al-
Mu’jam’l-Mufahras li Alfaaz-l-Qur-aan-l-Kariim yang lebih lengkap dengan ayat-ayat yang sebagian besar dikutip utuh, disertai jumlah banyaknya ayat
pada setiap kata, nama dan nomor surah serta nomor ayat dengan keterangan Surat Mekah dan Madinah.
Tetapi semua buku konkordansi itu kecuali buku Ahmad Shah, disusun berdasarkan kaidah ilmu saraf bahasa Arab, sehingga mereka yang kurang
akrab dengan morfologi dan ilmu nahu atau gramatika meskipun dapat membacanya, tidak akan mudah mencari kata pokok. Perubahan bentuk dari
21 kata dasar ke kata jadian, atau dari masdar ke isytiqaq sampai kepada kata
kerja, kata sifat dan seterusnya, besar sekali akibatnya. Belum lagi jika harus berhubungan dengan huruf-huruf ‘illat seperti alif, waw dan yaa, disamping
syarat-syarat lain yang harus ditaati dalam penyusunan abjad. Bahkan Flugel, lepas dari jasanya yang besar menyusun konkordansi pada waktu itu, banyak
mendapat kritik justru karena kesalahan-kesalahan menyusun akar kata mufradaat, terutama berhubungan dengan huruf-huruf ‘illat tersebut;
disamping penomoran ayat-ayat yang berbeda dengan yang umum berlaku. Sesungguhnya begitu, semua buku acuan itu sangat membantu dalam
saya menyusun Konkordansi ini. Kedua karya tulis Flugel dan Ahmad Shah saya pergunakan juga dalam menambah beberapa lema yang tak terdapat
dalam buku-buku acuan yang lain. Maka dari itu, kenyataan menunjukkan pula bahwa banyak orang yang
sudah akrab dengan Qur’an dengan penalaran dan pemahaman isi ayat yang begitu baik, tetapi tidak sepenuhnya menguasai bahasa Arab, sering menemui
kesulitan, sementara buku-buku konkordansi yang ada umumnya dalam bahasa Arab atau bahasa asing lainnya yang masih terikat pada kaidah bahasa
Arab yang dalam penggunaannya ternyata tidak begitu mudah.
2.6 Pembahasan Umum JAVA