Pengukuran Kapasitas Antioksidan Dalam Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak
PENGUKURAN KAPASITAS ANTIOKSIDAN DALAM
RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
SECARA SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK
SKRIPSI
OLEH: MAGGIE NIM 091501162
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PENGUKURAN KAPASITAS ANTIOKSIDAN DALAM
RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
SECARA SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH: MAGGIE NIM 091501162
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
PENGESAHAN SKRIPSI
PENGUKURAN KAPASITAS ANTIOKSIDAN DALAM
RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
SECARA SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK
OLEH:MAGGIE NIM 091501162
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal : 15 Juni 2013 Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt. Dra. Masfria, M.S., Apt. NIP 195006221980021001 NIP 195707231986012001
Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt.
Pembimbing II, NIP 195006221980021001
Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. Dra. Salbiah, M.Si., Apt. NIP 195101311976031003 NIP 194810031987012001
Drs. Saleha Salbi, M.Si., Apt.
NIP 194909061980032001 Medan, Juli 2013
Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul Pengukuran Kapasitas Antioksidan dalam Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) secara Spektrofotometri Sinar Tampak.
Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati dan hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., dan Drs. Maralaut Batubara, M.Phill.,Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan sangat baik, memberikan petunjuk, saran-saran dan motivasi selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah yang telah memberikan bimbingan dan penyediaan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Dra. Masfria, M.S., Apt., Dra. Salbiah, M.Si., Apt., dan Drs. Saleha Salbi, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bu Mai, Bang Surya, terima kasih atas bantuannya selama penelitian di laboratorium.
Kepada sahabat-sahabat tercinta, terima kasih untuk perhatian, semangat, doa, dan kebersamaannya selama ini. Serta seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya. Penulis juga
(5)
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada Papa dan Mama yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik materi maupun motivasi beserta doa yang tulus yang tidak pernah berhenti. Adik-adik tercinta, Sharon dan Rio Alexxia Taslim, serta seluruh keluarga, terima kasih atas dukungan, doa dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, Juli 2013 Penulis,
Maggie
(6)
PENGUKURAN KAPASITAS ANTIOKSIDAN DALAM RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SECARA
SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK
ABSTRAK
Salah satu komoditas bahan alam andalan Indonesia, yakni temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), yang sangat strategis untuk dikembangkan, mengingat banyaknya manfaat yang ditunjukkan, salah satunya bahan aktif berupa polifenol. Keberadaan gugusan fenolik dilaporkan mempunyai aktivitas antioksidan pada sistem biologis, sehingga dapat mencegah penyakit-penyakit yang berhubungan dengan reaksi reduksi-oksidasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kapasitas antioksidan pada sediaan jadi temulawak di pasaran dan simplisia temulawak.
Metode penelitian adalah dengan melakukan pengujian antioksidan pada serbuk simplisia rimpang temulawak, serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi, dan sediaan jadi temulawak di pasaran. Pengukuran kapasitas antioksidan pada temulawak dilakukan menggunakan metode fosfomolibdenum, dan diukur dengan spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 710 nm. Kapasitas antioksidan ditunjukkan dengan kesetaraan 1 gram temulawak dengan kemampuan antioksidan vitamin C.
Hasil menunjukkan kapasitas antioksidan dalam serbuk simplisia rimpang temulawak adalah setara dengan (12,5801 ± 0,0971) mg vitamin C/gram sampel. Kapasitas antioksidan dalam serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi adalah setara dengan (5,8503 ± 0,0370) mg vitamin C/gram sampel. Sedangkan kapasitas antioksidan dalam sediaan jadi temulawak di pasaran setara dengan (67,5371 ± 0,4230) mg vitamin C/gram sampel. Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa kapasitas antioksidan sediaan jadi temulawak di pasaran lebih besar dibandingkan serbuk simplisia rimpang temulawak dan serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi. Kapasitas antioksidan serbuk simplisia rimpang temulawak lebih tinggi daripada serbuk simplisia temulawak dengan maserasi.
Kata kunci: temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), antioksidan, fosfomolibdenum, spektrofotometri sinar tampak
(7)
MEASUREMENT OF ANTIOXIDANT CAPACITY IN JAVA TURMERIC (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) RHIZOME WITH VISIBLE
SPECTROPHOTOMETRY
ABSTRACT
One of Indonesia’s top natural product, Java turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb), is very strategic to be developed, considering the benefits demonstrated by one of its active compound which is polyphenols. The presence of the phenolic group leads to strong antioxidant activity in biological systems, therefore could prevent diseases associated with reduction-oxidation reaction. The purpose of this study was to determine the antioxidant capacity in Java turmeric dosage form in the market and Java turmeric simplicia.
Research method includes conducting tests on Java turmeric rhizome simplicia powder, macerated Java turmeric simplicia powder and Java turmeric dosage form in the market. Measurement of the antioxidant capacity of Java turmeric were performed using phosphomolybdenum method and was measured with visible spectrophotometry at a wavelength of 710 nm. Antioxidant capacity is expressed by equivalence of 1 gram Java turmeric with antioxidant capacity of vitamin C.
The result shows the antioxidant capacity in Java turmeric rhizome simplicia powder is equivalent with (12.5801± 0.0971) mg vitamin C/gram sample. The antioxidant capacity in macerated Java turmeric simplicia powder is equivalent with (5.8503 ± 0.0370) mg vitamin C/gram sample. While the antioxidant capacity in Java turmeric dosage form in the market is equivalent with (67.5371 ± 0.4230) mg vitamin C/gram sample. Based on result stated above, it can be concluded that the antioxidant capacity in Java turmeric dosage form in the market is higher than the antioxidant capacity in Java turmeric rhizome simplicia powder and macerated Java turmeric simplicia powder. The antioxidant capacity in Java turmeric rhizome simplicia powder is higher than the antioxidant capacity in macerated Java turmeric simplicia powder.
Key words: Java turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), antioxidant, phosphomolybdenum, visible spectrophotometry
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Hipotesis ... 5
1.4 Tujuan Penelitian ... 5
1.5 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Uraian Tumbuhan ... 7
2.1.1 Sistematika Tumbuhan ... 7
2.1.2 Morfologi Tumbuhan ... 8
2.1.3 Kandungan Kimia ... 8
(9)
2.3 Radikal Bebas ... 12
2.5 Metode Fosfomolibdenum ... 13
2.6 Spektrofotometri Sinar Tampak ... 13
BAB III METODE PENELITIAN ... 17
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 17
3.2 Alat ... 17
3.3 Sampel dan Bahan-bahan ... 17
3.3.1 Sampel ... 17
3.3.2 Bahan-bahan ... 17
3.4 Pembuatan Pereaksi ... 18
3.4.1 Larutan fosfomolibdat ... 18
3.5 Prosedur Penelitian ... 18
3.5.1 Pengambilan Sampel ... 18
3.5.2 Pembuatan Serbuk Simplisia ... 19
3.5.3 Pemeriksaan Organoleptis ... 19
3.5.4 Analisis Kuantitatif ... 19
3.5.4.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Vitamin C 19
3.5.4.2 Panjang Gelombang Maksimum ... 19
3.5.4.3 Waktu kerja (Operating Time) ... 20
3.5.4.4 Kurva Kalibrasi Vitamin C ... 20
3.5.4.5 Kapasitas Antioksidan dari Serbuk Simplisia Rimpang Temulawak Segar ... 21
3.5.7.6 Kapasitas Antioksidan dari Serbuk Simplisia Temulawak dengan Prosedur Maserasi ... 21
(10)
3.5.7.7 Kapasitas Antioksidan dari Sediaan Jadi
Temulawak di Pasaran ... 22
3.5.8 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 23
3.5.9 Uji Akurasi dengan Persen Perolehan Kembali (% Recovery) ... 23
3.5.10 Analisis Data Secara Statistik ... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
4.1 Pemeriksaan Organoleptis Meliputi Bentuk, Warna dan Rasa ... 26
4.2 Analisis Kuantitatif ... 26
4.2.1 Panjang Gelombang Maksimum ... 26
4.2.2 Waktu Kerja (Operating Time) ... 28
4.2.3 Kurva Kalibrasi Vitamin C ... 28
4.2.4 Kapasitas Antioksidan Dari Serbuk Simplisia Rimpang Temulawak Segar, Serbuk Simplisia Rimpang Temulawak Dengan Prosedur Maserasi dan Sediaan Jadi Temulawak di Pasaran ... 30
4.2.4 Pembahasan Kapasitas Antioksidan Dari Serbuk Simplisia Rimpang Temulawak Segar, Serbuk Simplisia Rimpang Temulawak Dengan Prosedur Maserasi dan Sediaan Jadi Temulawak di Pasaran . 31
4.2.6 Uji Validasi Metode ... 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
5.1 Kesimpulan ... 33
5.2 Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34
(11)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.5 Hubungan Antara Warna dengan Panjang Gelombang
Dengan Sinar Tampak ... 15 Tabel 3.1 Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 95% ... 24 Tabel 4.1 Hasil Organoleptis Simplisia Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) ... 26 Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kapasitas Antioksidan ... 30
(12)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 4.1 Kurva Serapan Maksimum ... 27 Gambar 4.2 Kurva Waktu Kerja ... 28 Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Vitamin C pada Panjang Gelombang
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Pereaksi ... 34 Lampiran 2. Data Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum 38 Lampiran 3. Data Hasil Penentuan Waktu Kerja ... 39 Lampiran 4. Perhitungan Kurva Kalibrasi Vitamin C ... 40 Lampiran 5. Data Kurva Kalibrasi Vitamin C pada Panjang
Gelombang 710 nm ... 43 Lampiran 6. Perhitungan Persamaan Regresi ... 44 Lampiran 7. Hasil dan Data Pengukuran Kapasitas Antioksidan dari
Larutan Sampel Serbuk Simplisia Rimpang Temulawak
Segar 909,0909 µg/ml ... 45 Lampiran 8. Contoh Perhitungan Kapasitas Antioksidan dalam
Sampel Serbuk Simplisia Rimpang Temulawak
Segar 909,0909 µg/ml ... 46 Lampiran 9. Hasil dan Data Pengukuran Kapasitas Antioksidan
dari Larutan Sampel Serbuk Simplisia Temulawak
1818,1818 µg/ml dengan Prosedur Maserasi ... 47 Lampiran 10. Contoh Contoh Perhitungan Kapasitas Antioksidan
dalam sampel Larutan Sampel Serbuk Simplisia Temulawak 1818,1818 µg/ml dengan Prosedur
Maserasi ... 48 Lampiran 11. Hasil dan Data Pengukuran Kapasitas Antioksidan
dari Larutan Sampel Sediaan Jadi Temulawak
181,8181 µg/ml di Pasaran ... 49 Lampiran 12. Contoh Perhitungan Kapasitas Antioksidan dalam
Sampel Larutan Sampel Sediaan Jadi Temulawak
181,8181 µg/ml di Pasaran ... 50 Lampiran 13. Perhitungan Statistik Kapasitas Antioksidan ... 51 Lampiran 14. Perhitungan Hasil Penentuan Batas Deteksi dan Batas
(14)
Lampiran 15. Data dan Contoh Perhitungan Uji Akurasi dengan
Persen Perolehan Kembali (%Recovery) untuk Sampel 58 Lampiran 16. Tabel Distribusi t ... 64 Lampiran 17. Hasil Identifikasi Sampel Temulawak ... 65 Lampiran 18. Gambar Sampel ... 66
(15)
PENGUKURAN KAPASITAS ANTIOKSIDAN DALAM RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SECARA
SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK
ABSTRAK
Salah satu komoditas bahan alam andalan Indonesia, yakni temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), yang sangat strategis untuk dikembangkan, mengingat banyaknya manfaat yang ditunjukkan, salah satunya bahan aktif berupa polifenol. Keberadaan gugusan fenolik dilaporkan mempunyai aktivitas antioksidan pada sistem biologis, sehingga dapat mencegah penyakit-penyakit yang berhubungan dengan reaksi reduksi-oksidasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kapasitas antioksidan pada sediaan jadi temulawak di pasaran dan simplisia temulawak.
Metode penelitian adalah dengan melakukan pengujian antioksidan pada serbuk simplisia rimpang temulawak, serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi, dan sediaan jadi temulawak di pasaran. Pengukuran kapasitas antioksidan pada temulawak dilakukan menggunakan metode fosfomolibdenum, dan diukur dengan spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 710 nm. Kapasitas antioksidan ditunjukkan dengan kesetaraan 1 gram temulawak dengan kemampuan antioksidan vitamin C.
Hasil menunjukkan kapasitas antioksidan dalam serbuk simplisia rimpang temulawak adalah setara dengan (12,5801 ± 0,0971) mg vitamin C/gram sampel. Kapasitas antioksidan dalam serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi adalah setara dengan (5,8503 ± 0,0370) mg vitamin C/gram sampel. Sedangkan kapasitas antioksidan dalam sediaan jadi temulawak di pasaran setara dengan (67,5371 ± 0,4230) mg vitamin C/gram sampel. Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa kapasitas antioksidan sediaan jadi temulawak di pasaran lebih besar dibandingkan serbuk simplisia rimpang temulawak dan serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi. Kapasitas antioksidan serbuk simplisia rimpang temulawak lebih tinggi daripada serbuk simplisia temulawak dengan maserasi.
Kata kunci: temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), antioksidan, fosfomolibdenum, spektrofotometri sinar tampak
(16)
MEASUREMENT OF ANTIOXIDANT CAPACITY IN JAVA TURMERIC (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) RHIZOME WITH VISIBLE
SPECTROPHOTOMETRY
ABSTRACT
One of Indonesia’s top natural product, Java turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb), is very strategic to be developed, considering the benefits demonstrated by one of its active compound which is polyphenols. The presence of the phenolic group leads to strong antioxidant activity in biological systems, therefore could prevent diseases associated with reduction-oxidation reaction. The purpose of this study was to determine the antioxidant capacity in Java turmeric dosage form in the market and Java turmeric simplicia.
Research method includes conducting tests on Java turmeric rhizome simplicia powder, macerated Java turmeric simplicia powder and Java turmeric dosage form in the market. Measurement of the antioxidant capacity of Java turmeric were performed using phosphomolybdenum method and was measured with visible spectrophotometry at a wavelength of 710 nm. Antioxidant capacity is expressed by equivalence of 1 gram Java turmeric with antioxidant capacity of vitamin C.
The result shows the antioxidant capacity in Java turmeric rhizome simplicia powder is equivalent with (12.5801± 0.0971) mg vitamin C/gram sample. The antioxidant capacity in macerated Java turmeric simplicia powder is equivalent with (5.8503 ± 0.0370) mg vitamin C/gram sample. While the antioxidant capacity in Java turmeric dosage form in the market is equivalent with (67.5371 ± 0.4230) mg vitamin C/gram sample. Based on result stated above, it can be concluded that the antioxidant capacity in Java turmeric dosage form in the market is higher than the antioxidant capacity in Java turmeric rhizome simplicia powder and macerated Java turmeric simplicia powder. The antioxidant capacity in Java turmeric rhizome simplicia powder is higher than the antioxidant capacity in macerated Java turmeric simplicia powder.
Key words: Java turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), antioxidant, phosphomolybdenum, visible spectrophotometry
(17)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Temulawak termasuk salah satu jenis tumbuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Asia Tenggara. Temulawak sudah lama dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai rempah-rempah di obat tradisional. Curcuma berasal dari kata Arab, kurkum yang berarti kuning. Xanthorrhiza berasal dari kata Yunani, xanthos yang berarti kuning dan rhiza berarti umbi akar. Jadi, Curcuma xanthorrhiza Roxb. berarti akar kuning (Hayati, 2003).
Dalam pengertian kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donors). Secara biologis, pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat. Penggunaan senyawa antioksidan semakin berkembang, baik untuk makanan maupun untuk pengobatan seiring dengan bertambahnya pengetahuan tentang aktivitas radikal bebas (Winarsi, 2007).
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan (unpaired electron). Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya. Target
(18)
utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat (Winarsi, 2007). Antioksidan dalam tubuh bermanfaat untuk mencegah reaksi oksidasi yang ditimbulkan oleh radikal bebas baik berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya. Berdasarkan asalnya, antioksidan terdiri atas antioksidan yang berasal dari dalam tubuh (endogen) dan luar tubuh (eksogen). Adakalanya sistem antioksidan endogen tidak cukup mampu mengatasi stres oksidatif yang berlebihan. Stres oksidatif merupakan keadaan saat mekanisme antioksidan tidak cukup untuk memecah spesies oksigen reaktif (ROS). Oleh karena itu, diperlukan antioksidan eksogen untuk mengatasinya (Kukic, et al., 2006).
Berdasarkan penelitian Halim, et al. (2012), hasil pengujian skrining fitokimia ekstrak temulawak dalam pelarut air menunjukkan bahwa di dalam ekstrak temulawak terdapat triterpenoid, fenol, flavonoid, dan saponin. Senyawa fenol dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan, antitumor, antivirus dan antibakteri yang signifikan. Temulawak mengandung polifenol berupa campuran senyawa diarilheptanoid, yakni kurkumin, demetoksi kurkumin, dan bisdemetoksikurkumin. Keberadaan gugusan fenolik pada ketiga senyawa tersebut dilaporkan menyebabkan aktivitas antioksidan yang kuat pada sistem biologis, sehingga dapat mencegah penyakit-penyakit yang berhubungan dengan reaksi peroksidasi (Ahsan, et al., 1999). Senyawa fenol merupakan senyawa yang memiliki paling sedikit satu cincin aromatik yang berikatan dengan satu atau lebih gugus OH. Kapasitas antioksidan dari senyawa fenolik
(19)
disebabkan oleh disumbangkannya atom hidrogen dari gugus hidroksil (OH) aromatik kepada radikal bebas (Duthie dan Crozier, 2000).
Penggunakan temulawak sebagai bahan obat salah satunya adalah sebagai jamu, sediaan obat yang bahan dasarnya berupa simplisia, cara pembuatannya masih sangat sederhana yaitu dengan cara diseduh dengan air (Moelyono, 2007). Temulawak juga dapat dijadikan produk minuman fungsional (memiliki manfaat kesehatan). Sebagai minuman temulawak dapat dibuat menjadi minuman instan, misalnya Sari Temulawak 85 (PT. Citra Deli Kreasitama), Curcuma Fit (Griya Herba), Instan Temulawak (UD. Maju Sehat Sejahtera). Berdasarkan kebiasaan masyarakat ini, penulis memutuskan untuk menggunakan pelarut air dalam penelitian ini sehingga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kapasitas antioksidan dari temulawak dalam pelarut air.
Metode pengukuran kapasitas antioksidan yang paling umum digunakan adalah metode 2,2-difenil-1-pikrilhidrasil (DPPH). Namun terdapat kelemahan metode DPPH yaitu hanya dapat mengukur senyawa antioksidan yang terlarut dalam pelarut organik, khususnya alkohol. Selain itu, reagen DPPH tidak stabil, sangat rentan terhadap cahaya, udara, tipe pelarut, dan pH. Oleh karena itu, diperlukan teknik penyiapan khusus agar terlindung dan reagen yang baru saat melakukan analisis. Selain itu, kapasitas antioksidan juga dapat ditentukan dengan metode Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP) dan 2,2’-azinobis-(3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid (ABTS), namun metode FRAP memiliki keterbatasan dimana tidak semua antioksidan dapat mereduksi Fe (III) dalam kurun waktu pengukuran dari
(20)
FRAP. Beberapa senyawa antioksidan membutuhkan waktu reaksi yang lebih lama sehingga tidak dapat diukur dengan metode FRAP (Apak, et al., 2007). Metode ABTS dan FRAP juga sangat sensitif terhadap cahaya, bahkan pembentukan ABTS memerlukan waktu inkubasi selama 12-16 jam dalam kondisi gelap (Tawaha, et al., 2007).
Metode fosfomolibdenum merupakan metode pengukuran kapasitas total antioksidan yang mulai dikembangkan untuk menentukan kapasitas total antioksidan. Metode ini didasarkan pada terjadinya reduksi molibdat dari valensi (VI) menjadi valensi (V) oleh antioksidan, yang dapat terlihat dengan terjadinya perubahan warna menjadi warna hijau, karena terbentuknya kompleks antara Mo (V) dan fosfat dalam suasana asam. Keuntungan metode ini antara lain dapat menghasilkan warna yang stabil, praktis dan mudah pengerjaannya. Untuk sampel yang komposisinya tidak diketahui, digunakan antioksidan lain sebagai pembanding, misalnya vitamin C. Kapasitas antioksidan ditunjukkan dengan kesetaraan 1 gram temulawak dengan kemampuan antioksidan vitamin C. Berdasarkan uraian di atas, penulis memilih untuk melakukan pengukuran kapasitas antioksidan dari temulawak dengan menggunakan metode fosfomolibdenum. Metode ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Melo, et al. (2012), yang melakukan penentuan kapasitas antioksidan pada xilan yang diisolasi dari tongkol jagung dengan menggunakan metode fosfomolibdenum dan diukur secara spektrofotometri sinar tampak.
(21)
1.2 Perumusan Masalah
a. Apakah kapasitas antioksidan dari serbuk simplisia rimpang temulawak, serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi dan sediaan jadi temulawak di pasaran dapat ditentukan dengan pereaksi fosfomolibdat secara spektrofotometri sinar tampak?
b. Apakah ada perbedaan kapasitas antioksidan antara serbuk simplisia rimpang temulawak, serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi dan sediaan jadi temulawak di pasaran?
1.3 Hipotesis
a. Kapasitas antioksidan dari serbuk simplisia rimpang temulawak, serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi dan sediaan jadi temulawak di pasaran dapat ditentukan dengan pereaksi fosfomolibdat secara spektrofotometri sinar tampak.
b. Ada perbedaan kapasitas antioksidan antara serbuk simplisia rimpang temulawak, serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi dan sediaan jadi temulawak di pasaran.
1.4 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui kapasitas antioksidan dari serbuk simplisia rimpang temulawak, serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi dan sediaan jadi temulawak di pasaran dapat ditentukan dengan pereaksi fosfomolibdat secara spektrofotometri sinar tampak.
b. Untuk mengetahui perbedaan kapasitas antioksidan antara serbuk simplisia rimpang temulawak, serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi
(22)
dan sediaan jadi temulawak di pasaran. 1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi tentang kapasitas antioksidan pada temulawak sehingga diharapkan dapat mendorong pengembangan lebih lanjut tentang pemanfaatan temulawak dalam bidang farmasi.
(23)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dikenal dengan banyak nama di berbagai daerah, seperti temu besar (bahasa Melayu), koneng golek temu raya (Sunda), dan temu labak (Madura). Tanaman ini tidak hanya dikenal sebagai bahan baku jamu tradisional dalam negeri saja, tetapi sudah sejak lama dikenal di Eropa Barat sebagai bahan obat-obatan (Hayati, 2003).
Temulawak termasuk salah satu jenis tumbuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Asia Tenggara. Curcuma berasal dari kata Arab, kurkum yang berarti kuning. Xanthorrhiza berasal dari kata Yunani, xanthos yang berarti kuning dan rhiza berarti umbi akar. Jadi, Curcuma xanthorrhiza Roxb. berarti akar kuning (Hayati, 2003).
2.1.1 Sistematika Tumbuhan
Menurut Hayati (2003), klasifikasi temulawak adalah sebagai berikut: Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Zingiberales Suku : Zingiberaceae Marga : Curcuma
(24)
2.1.2 Morfologi Tumbuhan
Temulawak termasuk terna tahunan dengan tinggi mencapai 1-2 meter. Terna adalah tumbuhan dengan batang lunak tidak berkayu atau hanya mengandung jaringan kayu sangat sedikit. Pada akhir masa tumbuhnya tumbuhan ini akan mati hingga bagian pangkalnya tanpa ada bagian batang yang tersisa di atas tanah (Hayati, 2003).
Daun temulawak berbentuk bulat telur panjang dengan ujung lancip, berwarna hijau dan di tengah-tengahnya terdapat guratan merah kecoklatan. Berbunga majemuk yang terletak di ujung batang, keluar dari akar dekat pangkal batang, berbentuk bulir pendek dan lebar. Setiap bunga yang berbentuk malai dilindungi kelopak yang cukup besar, didukung oleh penumpu yang berwarna putih, dan mahkotanya berwarna putih kekuningan atau kuning tua (Hayati, 2003).
Rimpang temulawak berbentuk silindris, memiliki buku dengan diameter mencapai 5-6 cm, dan panjang rimpang mencapai 10 cm. Rimpang induk dapat membentuk cabang rimpang ke kiri dan ke kanan. Rimpang ranting dapat menyabang ke berbagai arah sebagai anakan. Apabila umbi temulawak dibelah akan tercium aroma khas yang agak menyengat, ditambah rasa pahit (Hayati, 2003).
2.1.3 Kandungan Kimia
Rimpang temulawak mengandung zat yang disebut sebagai kurkumin. Selain mengandung kurkumin, temulawak juga mengandung sejenis minyak atsiri, yaitu Phellandreen, kamfer, glukosida, tumerol, Myrcene, Xanthorrizol, Safuranogermacrene, P-Tolyletycarbinol, dan zat tepung. Adanya zat-zat
(25)
tersebut membuat aroma temulawak menjadi khas. Temulawak mengandung minyak atsiri sebesar 7,3-30% dan kurkumin sebesar 1,4-4% (Hayati, 2003).
Berdasarkan penelitian Halim, et al. (2006), hasil pengujian skrining fitokimia ekstrak temulawak dalam pelarut air menunjukkan bahwa di dalam ekstrak temulawak terdapat triterpenoid, fenol, flavonoid, dan saponin. Senyawa fenol dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan, antitumor, antivirus dan antibakteri yang signifikan. Temulawak mengandung polifenol berupa campuran senyawa diarilheptanoid, yakni kurkumin, demetoksi kurkumin, dan bisdemetoksikurkumin. Keberadaan gugusan fenolik pada ketiga senyawa tersebut dilaporkan menyebabkan aktivitas antioksidan yang kuat pada sistem biologis, sehingga dapat mencegah penyakit-penyakit yang berhubungan dengan reaksi peroksidasi (Ahsan, et al., 1999). Senyawa fenol merupakan senyawa yang memiliki paling sedikit satu cincin aromatik yang berikatan dengan satu atau lebih gugus OH. Kapasitas antioksidan dari senyawa fenolik disebabkan oleh disumbangkannya atom hidrogen dari gugus hidroksil (OH) aromatik kepada radikal bebas (Duthie dan Crozier, 2000).
2.2 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau senyawa yang kehilangan pasangan elektronnya (Kumalaningsih, 2006).
(26)
katalase dan glutation peroksidase), vitamin-vitamin (seperti vitamin E, vitamin C, vitamin A dan beta karoten), ataupun senyawa lain (misalnya flavonoid, albumin, bilirubin, seruloplasmin dan lain-lain). Antioksidan enzimatis merupkan pertahanan utama (primer) terhadap kondisi stress oksidatif (Winarsi, 2007). Penggunaan senyawa antioksidan semakin berkembang, baik untuk makanan maupun untuk pengobatan seiring dengan bertambahnya pengetahuan tentang aktivitas radikal bebas (Boer, 2000).
Berdasarkan fungsinya, antioksidan dapat dibedakan menjadi 5, yaitu: 1. Antioksidan primer
Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas baru karena ia dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, yaitu sebelum sempat bereaksi. Antioksidan primer yang ada dalam tubuh yang sangat terkenal adalah enzim superoksida dismutase. Enzim ini sangat penting karena dapat melindungi hancurnya sel-sel dalam tubuh akibat serangan radikal bebas (Kumalaningsih, 2006).
2. Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar. Contoh yang populer dari antioksidan sekunder adalah vitamin E, vitamin C, dan beta karoten yang dapat diperoleh dari buah-buahan (Kumalaningsih, 2006).
3. Antioksidan Tersier
(27)
jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Biasanya yang termasuk kelompok ini adalah jenis enzim, misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA pada penderita kanker (Kumalaningsih, 2006).
4. Oxygen Scavenger
Antioksidan yang termasuk oxygen scavenger mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi, misalnya: vitamin C (Kumalaningsih, 2006).
5. Chelators atau sequesstrants
Antioksidan ini mengikat logam yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi misalnya asam sitrat dan asam amino (Kumalaningsih, 2006).
Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi lemak. Oksidasi lemak terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
1. Inisiasi: LH + R* L* + RH
Dimana LH merupakan molekul substrat, contohnya lipid, dan R* merupakan radikal pengoksidasi. Oksidasi lipid menghasilkan radikal asam lemak yang sangat reaktif (L*) yang dapat dengan cepat bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksil lipid (LOO*) (Antolovich, et al., 2002). 2. Propagasi: L* + O2 LOO*
LOO* + LH L* + LOOH
Radikal peroksil adalah pembawa rantai yang dapat mengoksidasi lipid lebih jauh, menghasilkan hidroperoksid lipid (LOOH) (Antolovich, et al., 2002).
(28)
3. Branching: LOOH LO* + HO*
2LOOH LOO* + LO* + H2O
Pemecahan dari hidroperoksid lipid melibatkan katalis ion logam transisi. Tahap ini akan menghasilkan peroksil lipid dan alkoksi lipid radikal (Antolovich, et al., 2002).
4. Terminasi: LO* + LO* produk non radikal LOO* + LOO* produk non radikal LO* + LOO* produk non radikal
Reaksi terminasi mencakup penggabungan radikal-radikal membentuk produk non radikal (Antolovich, et al., 2002).
2.3 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan (unpaired electron). Adanya electron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya. Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat (Winarsi, 2007).
Antioksidan dalam tubuh bermanfaat untuk mencegah reaksi oksidasi yang ditimbulkan oleh radikal bebas baik berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya. Berdasarkan asalnya, antioksidan terdiri atas antioksigen yang berasal dari dalam tubuh (endogen) dan dari luar tubuh (eksogen). Adakalanya sistem antioksidan endogen tidak cukup mampu mengatasi stres oksidatif yang berlebihan. Oleh karena itu,
(29)
diperlukan antioksidan dari luar (eksogen) untuk mengatasinya (Kukic, et al., 2006).
Radikal bebas diduga merupakan penyebab kerusakan sel yang mendasari timbulnya berbagai macam penyakit, seperti kanker, jantung koroner, rematik artritis, penyakit respiratorik, katarak, penyakit hati, serta berperan utama pada proses penuaan dini. Radikal bebas terbentuk dalam tubuh sebagai produk samping proses metabolisme, selain itu juga dapat berasal dari luar tubuh yang terserap melalui pernafasan atau kulit (Bast, et al., 1991).
2.4 Metode Fosfomolibdenum
Metode ini didasarkan pada proses reduksi dari Mo (VI) menjadi Mo (V) oleh antioksidan sehingga dapat membentuk kompleks fosfat/Mo(V) yang berwarna hijau. Untuk sampel yang tidak diketahui komposisinya, kaasitas
antioksidan dapat dinyatakan sebagai ekivalensi α-tokoferol atau asam askorbat
(Melo, et al., 2012).
2.5 Spektrofotometri Sinar Tampak
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisis yang mempelajari interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik. Spektrofotometri serapan sinar tampak dan ultraviolet memanfaatkan sinar dengan panjang gelombang 400-750 nm untuk daerah sinar tampak dan 200-400 nm untuk daerah sinar UV. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna yang akan dianalisis dengan spektrofotometri visibel karena
(30)
senyawa tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna (Gandjar dan Rohman, 2007).
Menurut Gandjar dan Rohman (2007), berikut adalah tahapan-tahapan yang perlu diperhatikan pada analisis kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometri visibel:
a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar visibel
Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubahnya menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu:
- Reaksinya selektif dan sensitif
- Reaksinya cepat, kuantitatif dan reprodusibel - Hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama b. Waktu Operasional (Operating time)
Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.
c. Pemilihan panjang gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada
(31)
konsentrasi tertentu. Ada beberapa alasan mengapa pengukuran harus menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu:
- Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.
- Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kutva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.
- Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal.
Tabel 2.1 Hubungan antara warna dengan panjang gelombang sinar tampak
Panjang gelombang Warna yang diserap Warna yang diamati/ warna komplementer 400-435 nm Ungu (lembayung) Hijau kekuningan
450-480 nm Biru Kuning
480-490 nm Biru kehijauan Oranye
490-500 nm Hijau kebiruan Merah
500-560 nm Hijau Merah anggur
560-580 nm Hijau kekuningan Ungu (lembayung)
580-595 nm Kuning Biru
595-610 nm Oranye Biru kekuningan
610-750 nm Merah Hijau kebiruan
d. Pembuatan kurva baku
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (X).
(32)
e. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan fotometrik).
(33)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Kualitatif dan Kimia Analisis Kuantitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat-alat gelas (Pyrex dan Oberoi), neraca analisis (Sartorius, Metler Toledo), oven, blender (Kris), spektrofotometer sinar ultra violet (Shimadzu), termometer.
3.3 Sampel dan Bahan- bahan 3.3.1 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) yang diambil dari pasar tradisional Beruang di Jalan Beruang Kecamatan Medan-Perjuangan sedangkan sediaan jadi temulawak diambil dari Brastagi Supermarket di Jalan Gatot Subroto No. 288 Kecamatan Medan-Petisah. Ciri-ciri rimpang yang dipilih adalah rimpang induk yang tidak memiliki rimpang anakan (cabang), memiliki kulit berwarna kuning kecoklatan dan daging berwarna jingga tua.
3.3.2 Bahan-bahan
Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analis keluaran E. Merck kecuali disebutkan lain yaitu natrium fosfat,
(34)
ammonium molibdat, asam sulfat, asam klorida, aquadest (CV. Rudang Jaya), dan Vitamin C baku pabrik (CSPC Weisheng Pharmaceutical).
3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Larutan Fosfomolibdat
Larutan pereaksi mengandung ammonium molibdat (4 mM), natrium fosfat (28 mM), dan asam sulfat (600 mM). Dilarutkan 16,3 ml H2SO4 98% dalam 12 ml aquadest dalam labu tentukur 500 ml, kemudian ditambahkan 2,296 gram natrium fosfat dan 2,472 gram ammonium molibdat dan dicukupkan hingga garis tanda (Prieto, et al., 1999). Data dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) yang diambil dari pasar tradisional Beruang di Jalan Beruang Kecamatan Medan-Perjuangan sedangkan sediaan jadi temulawak diambil dari Brastagi Supermarket di Jalan Gatot Subroto No. 288 Kecamatan Medan-Petisah. Ciri-ciri rimpang yang dipilih adalah rimpang induk yang tidak memiliki rimpang anakan (cabang), memiliki kulit berwarna kuning kecoklatan dan daging berwarna jingga tua. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif. Metode pengambilan sampel purposif ini ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang tidak terambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang diteliti (Sudjana, 2005).
(35)
3.5.2 Pembuatan Serbuk Simplisia
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Rimpang temulawak yang masih segar disortasi basah dan ditimbang. Selanjutnya rimpang diiris-iris dengan ketebalan 2-5 mm, lalu dikeringkan selama 3-8 hari dengan cara diangin-anginkan. Irisan rimpang yang kering ditandai dengan rapuh saat dipatahkan. Kemudian sampel dihaluskan dengan menggunakan blender sehingga diperoleh serbuk simplisia. 3.5.3 Pemeriksaan Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis dilakukan dengan cara mengamati dengan bentuk, warna, rasa rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.).
3.5.4 Analisis Kuantitatif
3.5.4.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Vitamin C
Ditimbang setara 50 mg vitamin C, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dengan aquadest sampai garis tanda. Diperoleh LIB I dengan konsentrasi vitamin C sebesar 1.000 µg/ml.
3.5.4.2 Panjang Gelombang Maksimum
Dipipet 1,2 ml LIB I, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda (120 µg/ml). Dari larutan ini dipipet 0,5 ml dan dicampur dengan 5,0 ml larutan pereaksi yang mengandung amonium molibdat (4 mM), natrium fosfat (28 mM), dan asam sulfat (600 mM) sehingga didapat larutan dengan konsentrasi 10,9090 µg/ml, kemudian diinkubasi selama 90 menit pada suhu 95°C. Didinginkan larutan pada suhu kamar kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 400-800 nm.
(36)
3.5.4.3 Waktu Kerja (Operating Time)
Dipipet 1,2 ml LIB I, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda (120 µg/ml). Dari larutan ini dipipet 0,5 ml dan dicampur dengan 5,0 ml larutan pereaksi yang mengandung ammonium molibdat (4 mM), natrium fosfat (28 mM), dan asam sulfat (600 mM) sehingga didapat larutan dengan konsentrasi 10,9090 µg/ml, kemudian diinkubasi selama 90 menit pada suhu 95°C. Didinginkan larutan pada suhu kamar kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh. Pengukuran dilanjutkan setiap satu menit sampai menit ke 30. Data pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 3.
3.5.4.4 Kurva Kalibrasi Vitamin C
Dari LIB I dipipet 0,6 ml; 0,8 ml; 1 ml; 1,2 ml; 1,4 ml dan 1,6 ml ke labu tentukur 10 ml, dicukupkan volumenya dengan aquadest hingga garis tanda untuk mendapatkan konsentrasi 60 µg/ml; 80 µg/ml; 100 µg/ml; 120 µg/ml; 140 µg/ml dan 160 µg/ml. Dipipet masing-masing 0,5 ml dan dicampur dengan 5,0 ml larutan pereaksi yang mengandung ammonium molibdat (4 mM), natrium fosfat (28 mM), dan asam sulfat (600 mM) sehingga didapat larutan dengan konsentrasi 5,4545 µg/ml; 7,2727 µg/ml; 9,0909 µg/ml; 10,9090 µg/ml; 12,7272 µg/ml dan 14,5454 µg/ml, kemudian diinkubasi selama 90 menit pada suhu 95°C dan didinginkan pada suhu kamar kemudian diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum dalam rentang operating time yang telah diperoleh. Data pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 5.
(37)
3.5.4.5 Kapasitas Antioksidan dari Serbuk Simplisia Rimpang Temulawak Ditimbang serbuk simplisia temulawak sebanyak 100 mg, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dicukupkan dengan aquadest hingga garis tanda (konsentrasi larutan = 10.000 µg/ml). Lalu disaring. Filtrat dipipet sebanyak 0,5 ml dan dicampur dengan 5,0 ml larutan pereaksi yang mengandung ammonium molibdat (4 mM), natrium fosfat (28 mM), dan asam sulfat (600 mM) sehingga didapat larutan dengan konsentrasi 909,0909 µg/ml, kemudian diinkubasi selama 90 menit pada suhu 95°C. Didinginkan larutan pada suhu kamar kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum dalam rentang operating time yang telah diperoleh. Kapasitas antioksidan dinyatakan dalam mg vitamin C yang ekivalen dengan 1 gram sampel. Data pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 7.
3.5.4.6 Kapasitas Antioksidan dari Serbuk Simplisia Temulawak dengan Maserasi
Ditimbang serbuk simplisia sebanyak 200 gram dan dimasukkan ke dalam sebuah bejana kaca berwarna gelap, kemudian dituangi dengan 1.500 ml aquadest, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk. Diperas dan diserkai hingga didapat maserat. Ampas direndam kembali dengan 500 ml aquadest. Biarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari, dienap tuangkan atau disaring. Semua maserat digabungkan dan dicukupkan hingga 2 liter (Ditjen POM, 1979).
Maserat dipipet sebanyak 2 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dicukupkan dengan aquadest hingga garis tanda (konsentrasi larutan = 20.000 µg/ml). Dari larutan ini dipipet 0,5 ml dan dicampur dengan 5,0 ml
(38)
larutan pereaksi yang mengandung ammonium molibdat (4 mM), natrium fosfat (28 mM), dan asam sulfat (600 mM) sehingga didapat larutan dengan konsentrasi 1818,1818 µg/ml, kemudian diinkubasi selama 90 menit pada suhu 95°C. Didinginkan larutan pada suhu kamar kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum dalam rentang operating time yang telah diperoleh. Kapasitas antioksidan dinyatakan dalam mg vitamin C yang ekivalen dengan 1 gram sampel. Data pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 9.
3.5.4.7 Kapasitas Antioksidan dari Sediaan Jadi Temulawak di Pasaran Serbuk sediaan jadi temulawak digerus dalam lumpang sampai halus. Ditimbang sebanyak 100 mg serbuk sediaan jadi temulawak, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dicukupkan dengan aquadest hingga garis tanda (konsentrasi larutan = 10.000 µg/ml). Disaring. Filtrat dipipet sebanyak 2 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dicukupkan dengan aquadest hingga garis tanda (konsentrasi larutan = 2.000 µg/ml). Dari larutan ini dipipet 0,5 ml dan dicampur dengan 5,0 ml larutan pereaksi yang mengandung ammonium molibdat (4 mM), natrium fosfat (28 mM), dan asam sulfat (600 mM) sehingga didapat larutan dengan konsentrasi 181,8181 µg/ml, kemudian diinkubasi selama 90 menit pada suhu 95°C. Didinginkan larutan pada suhu kamar kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum dalam rentang operating time yang telah diperoleh. Kapasitas antioksidan dinyatakan dalam mg vitamin C yang ekivalen dengan 1 gram sampel. Data pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 11.
(39)
3.5.5 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi atau Limit of Detection (LOD) merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi atau Limit of Quantitation (LOQ) merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.
Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Simpangan Baku =
2 n Yi) Y ( 2 − −
∑
LOD = slope SB x 3 LOQ = slope SB x 10 Data pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 14.3.5.6 Uji Akurasi dengan Persen Perolehan Kembali (% Recovery)
Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode adisi dengan cara menambahkan sejumlah larutan standar dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan. (Harmita, 2004).
Persen perolehan kembali (% recovery) dapat dihitung dengan rumus dibawah ini (Harmita, 2004):
% Recovery = A A F * C C C − x 100%
(40)
Keterangan : CF = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku
CA = konsentrasi sampel awal
C*A = konsentrasi larutan baku yang ditambahkan Data pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 15.
3.5.10 Analisis Data Secara Statistik
Kadar antioksidan yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing 6 larutan sampel, diuji secara statistik dengan uji Q.
Q = terendah Nilai tertinggi Nilai terdekat yang Nilai dicurigai yang Nilai −−
Hasil pengujian atau nilai Q yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga Q pada Tabel 3.1, apabila Q>Qkritis maka data tersebut ditolak (Rohman, 2007).
Tabel 3.1 Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 95%
Banyak data Nilai Qkritis
4 0,831
5 0,717
6 0,621
7 0,570
8 0,524
Menurut Sudjana (2005), kadar dapat dihitung dengan persamaan garis regresi dan untuk menentukan data diterima atau ditolak digunakan rumus:
thitung = |
n SD X -Xi |
Menurut Sudjana (2005), dengan dasar penolakan apibila thitung > ttabel. Untuk menentukan kadar antioksidan di dalam sampel dengan interval
(41)
μ = X ± (t(α/2, dk) x α SD n) Keterangan : µ = interval kepercayaan
X = kadar rata-rata sampel
t = harga t tabel sesuai dengan dk = n-1 α = tingkat kepercayaan
SD = standar deviasi n = jumlah perlakuan
(42)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemeriksaan Organoleptis Meliputi Bentuk, Warna dan Rasa
Karakteristik simplisia temulawak secara organoleptis meliputi bentuk, warna dan rasa. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Organoleptis Simplisia Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Bentuk Bulat pipih
Warna Kuning Kecoklatan
Rasa Getir
Pada Tabel 4.1, dapat dilihat hasil organoleptis simplisia temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) memiliki bentuk bulat atau bulat memanjang, mempunyai warna kuning kecoklatan dan memiliki rasa pahit.
4.2Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif meliputi penentuan panjang gelombang maksimum, penentuan Operating Time, dan pembuatan kurva kalibrasi dan penentuan aktivitas antioksidan dari sampel serbuk simplisia rimpang temulawak , serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi, dan serbuk sediaan jadi temulawak di pasaran.
4.2.1 Panjang Gelombang Maksimum
(43)
Gambar 4.1 Kurva Serapan Maksimum
Berdasarkan Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa pengukuran kapasitas antioksidan dilakukan pada panjang gelombang 710 nm. Jadi, hasil reaksi merupakan kompleks yang terbentuk akibat terjadi reduksi molibdat dari valensi VI menjadi valensi V yang dapat dilihat terjadinya perubahan warna menjadi warna hijau. Menurut Gandjar dan Rohman (2007), pengukuran sampel berwarna biru berada pada kisaran panjang gelombang 580-595 nm dan warna hijau pada kisaran panjang gelombang 610-750 nm. Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan karena pada panjang gelombang maksimum kepekaanya juga maksimum dan disekitar panjang gelombang maksimum kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi. Data penentuan panjang gelombang dapat dilihat di Lampiran 2.
(44)
4.2.2 Waktu kerja (Operating Time)
Kurva operating time dapat dilihat pada Gambar 4.2. Data pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 4.2 Kurva Waktu Kerja
Pada Gambar 4.2 di atas terlihat bahwa pengukuran kapasitas antioksidan dapat dilakukan pada menit ke-11 hingga menit ke-21. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa larutan stabil selama 11 menit.
4.2.3 Kurva Kalibrasi Vitamin C
Pembuatan kurva kalibrasi Vitamin C dilakukan dengan membuat seri larutan kerja Vitamin C 1000 µg/ml dengan berbagai konsentrasi yaitu 5,4545 µg/ml, 7,2727 µg/ml; 9,0909 µg/ml; 10,909 µg/ml; 12,7272 µg/ml; 14,5454 µg/ml, kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum 710 nm. Linearitas kurva kalibrasi Vitamin C dapat dilihat pada Gambar 4.3. Data pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 5.
0,444 0,445 0,446 0,447 0,448 0,449 0,45 0,451
0 10 20 30 40
A
bs
or
ban
si
(45)
Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Vitamin C pada Panjang Gelombang 710 nm Pada Gambar 4.3, diperoleh kurva kalibrasi dari vitamin C, dapat dilihat adanya hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi. Persamaan garis yang diperoleh adalah Y = 0,0415x + 0,0029, dengan koefisien kolerasi (r) sebesar 0,9998. Dari hasil tersebut, dapat dikatakan terdapat korelasi yang positif antara kadar dengan serapan, artinya dengan meningkatnya konsentrasi maka absorbansi juga akan meningkat. Besar hubungannya ditentukan oleh koefisien kolerasi (r) yakni 0,9998 (99,98%). Hal ini berarti terdapat 99,98% data yang memiliki hubungan linear. Data pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 6.
4.2.4 Kapasitas Antioksidan Dari Serbuk Simplisia Rimpang Temulawak, Serbuk Simplisia Rimpang Temulawak Dengan Maserasi dan Sediaan Jadi Temulawak di Pasaran
Untuk mengukur kapasitas antioksidan dari temulawak, digunakan metode fosfomolibdenum. Metode ini didasarkan pada terjadinya reduksi dari Mo (VI) menjadi Mo (V) oleh antioksidan dan dibuktikan dengan terbentuknya
y = 0.0415x + 0.0029 R² = 0.9998
0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700
0,0000 5,0000 10,0000 15,0000 20,0000
A
bs
or
ban
si
Konsentrasi Kurva Kalibrasi
(46)
warna hijau pada larutan yang menunjukkan terjadinya pembentukan kompleks Mo (V) dan fosfat pada suasana asam. Kapasitas antioksidan ditunjukkan sebagai mg vitamin C yang ekivalen dengan 1 gram sampel. Kapasitas antioksidan antara serbuk simplisia rimpang temulawak , serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi dan sediaan jadi temulawak di pasaran yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kapasitas Antioksidan
Berdasarkan Tabel 4.2, diketahui bahwa kapasitas antioksidan dalam serbuk simplisia rimpang temulawak setara dengan (12,5801± 0,0971) mg vitamin C/g sampel. Kapasitas antioksidan dalam serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi dengan proses maserasi adalah setara dengan (5,8503 ± 0,0370) mg vitamin C/g sampel. Sedangkan kapasitas antioksidan dari sediaan jadi temulawak di pasaran didapatkan setara dengan (67,5371 ± 0,4230) mg vitamin C/g sampel. Data dapat dilihat pada Lampiran 7, Lampiran 9, Lampiran 11.
4.2.5 Pembahasan Kapasitas Antioksidan Dari Serbuk Simplisia Rimpang Temulawak, Serbuk Simplisia Rimpang Temulawak Dengan Maserasi dan Sediaan Jadi Temulawak di Pasaran
Berdasarkan Tabel 4.2, diketahui bahwa kapasitas antioksidan dari sediaan jadi temulawak di pasaran lebih besar daripada kapasitas antioksidan
Serbuk simplisia rimpang temulawak Serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi Sediaan jadi temulawak di pasaran Kapasitas antioksidan Setara dengan (12,5801± 0,0971) mg vitamin C/g sampel
Setara dengan (5,8503 ± 0,0370) mg vitamin C/g sampel
Setara dengan (67,5371 ± 0,4230) mg vitamin C/g sampel
(47)
pada serbuk simplisia rimpang temulawak dan serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi. Hal ini disebabkan oleh karena adanya bahan tambahan gula yang juga memiliki sifat mereduksi. Pada sampel sediaan jadi temulawak di pasaran, temulawak yang digunakan dalam bentuk ekstrak sehingga kapasitas antioksidannya lebih tinggi daripada serbuk simplisia temulawak. Kapasitas antioksidan pada serbuk simplisia rimpang temulawak lebih tinggi daripada serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi. Hasil ini dikarenakan polifenol yang menyebabkan kapasitas antioksidan pada temulawak terdegradasi oleh cahaya pada saat pengadukan dan penyaringan pada proses maserasi.
4.2.6 Validasi Metode
Uji validasi yang dilakukan yaitu uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali (% recovery) dan uji presisi dengan parameter standar deviasi (SD), relative standar deviasi (RSD), batas deteksi dan batas kuantitasi. Uji akurasi dan presisi dilakukan pada sampel serbuk simplisia rimpang temulawak , serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi dan sediaan jadi temulawak di pasaran. Hasil persen perolehan kembali (% recovery) yang didapatkan berturut-turut sebesar 100,28%, 98,66% dan 94,10%. Data perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 18. Persen perolehan kembali (% recovery) ini dapat diterima karena memenuhi syarat akurasi dengan rentang rata-rata hasil persen perolehan kembali (% recovery) 80-110% (Harmita, 2004). Hasil SD berturut-turut yaitu 0,0925; 0,0353; 0,4031 dan hasil RSD yaitu 0,74%, 0,60%, dan 0,60%.Data perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 13.
(48)
Menurut Harmita (2004), nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million (ppm) adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) adalah tidak lebih dari 32%. Batas deteksi dan kuantitasi yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 0,2863 µg/ml dan 0,9542 µg/ml. Data perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 14.
Berdasarkan data yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memiliki akurasi dan presisi yang baik.
(49)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
a. Kapasitas antioksidan dari serbuk simplisia rimpang temulawak, serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi, dan sediaan jadi temulawak di pasaran dapat ditentukan dengan pereaksi fosfomolibdat secara spektrofotometri sinar tampak.
b. Ada perbedaan kapasitas antioksidan antara serbuk simplisia rimpang temulawak, serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi dan sediaan jadi temulawak di pasaran.
4.2 Saran
a. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti aktivitas antioksidan pada temulawak dalam bentuk ekstrak etanol dengan metode fosfomolibdenum.
b. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang senyawa yang terdapat pada temulawak yang mempunyai aktivitas antioksidan.
(50)
DAFTAR PUSTAKA
Ahsan, H., Parveen, N., Khan, N.U., dan Hadi, S.M. (1999). Pro-oxidant, Anti-Oxidant and Cleavage Activities on DNA of Curcumin and Its Derivatives Demethoxycurcumin and Bisdemethoxycurcumin. Chem.-Biol. Interact. 121(2): 161-175.
Antolovich, M., Prenzler, P.D., Patsalides, E., McDonald, S., dan Robards, K. (2002). Methods for Testing Antioxidant Activity. Analyst. 127: 183-198.
Apak, R., Guclu, K., Demirata, B., Ozyurek,M., Celik, S. E., Bektasoglu, B., Berker, I.K., dan Ozyurt, D. (2007). Comparative Evaluation of Various Total Antioxidant Capacity Assays Applied to Phenolic Compounds with the CUPRAC Assay. Molecules. 12: 1496-1547.
Bast, A., Haenen, G.R.M.M., dan Doelman, C.J.A. (1991). Oxidants and Antioxidants: State of the Art. The American Journal of Medicines. 91(3): 3C-2S-3C-11S.
Boer, Y. (2000). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Kandis (Garcinia parvifolia Miq). Jurnal Matematika dan IPA. 1: 26-33.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I. Hal. 4-6, 33, 262, 579.
Duthie, G. dan Crozier, A. (2000). Plant-derived Phenolic Antioxidants. Wolters Kluwer Health. 3(6): 447-451.
Gandjar, I.G. dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 223, 252-256.
Halim, M.R.A., Tan, M.S.M.Z., Imail, S., dan Mahmud, R. (2012). Standardization and Phytochemical Studies of Curcuma xanthorrhiza Roxb. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 4(3): 606-610.
Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian 1(3): 117-135.
Hayati, M. (2003). Terampil Membuat Ekstrak Temu-temuan. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Hal. 12-13.
Kukic, J., Silvana, P., dan Marjan, N. (2006). Antioxidant Activity of Four Endemic Stachys Taxa. Biol Pharm Bull. 29(4): 725-729.
Kumalaningsih, S. (2006). Antioksidan Alami. Surabaya: Trubus Agrisarana. Hal. 8, 16-18.
(51)
Melo, S.R.F., Fidelis, G.P., Costa, M.S.S.P., Telles, C.B.S., Elias, S.D.O., Ribeiro, V.B., Barth, A.L., Macedo, A.J., Leite, E.L., dan Rocha, H.A.O. (2012). In Vitro Antioxidant, Anticoagulant and Antimicrobial Activity and in Inhibition of Cancer Cell Proliferation by Xylan Extracted from Corn Cobs. International Journal of Molecular Sciences. 13: 409-426.
Moelyono. (2007). Temulawak, Ikon Obat Herbal Indonesia. Diunduh dari blogs.unpad.ac.id/moelyono/2007/09/21/temulawak-ikon-obat-herbal-indonesia/ pada tanggal 2 Mei 2013.
Prieto, P., Pineda, M., dan Aguilar, M. (1999). Spectrophotometric Quantitation of Antioxidant Capacity through the Formation of a Phosphomolybdenum Complex: Specific Application to the Determination of Vitamin E. Analytical Biochemistry. 269: 337-341. Sudjana. (2005). Metode Statistika. Edisi VI. Bandung: Tarsito. Hal. 93, 168,
239.
Tawaha, K., Alali, F.Q., Gharaibeh, M., Mohammad, M., dan El-Elimat, T. (2007). Antioxidant Activity and Total Phenolic Content Selected Jordanian Plant Species. Food Chemistry. 104: 1374
Winarsi, H. (2007). Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 77.
(52)
Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Pereaksi 1. 500 ml Natrium Fosfat 28 mM
M = Mr massa
x
V(liter) 1
0,028 = 164 massa x 5 , 0 1
massa
= 2,296 gram 2. 500 ml Amonium Molibdat 4 mMM = Mr massa
x
V(liter) 1
0,004 =
1235,86 massa x 5 , 0 1
Massa = 2,472 gram 3. 500 ml H2SO4 98%
H2SO4 98% = 98 % b/b (98 gram dalam 100 gram larutan) BJ H2SO4 = 1,84
jenis massa massa Volume= = 1,84 100 = 54,35 ml N = (ml) volume 1000 x BE gram = 54,35 1000 x 49 98 = 36,8 N
(53)
Normalitas = Molaritas x valensi = 0,6 x 2
= 1,2 N V1.N1 = V2.N2 V1. 36,8 = 1,2.500 V1 = 16,3 ml
(54)
Lampiran 2. Data Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Keterangan : Pengukuran kompleks Mo (V)/fosfat diukur pada rentang panjang gelombang 400-800 nm dilakukan pada panjang gelombang 710 nm.
(55)
Lampiran 3. Data Hasil Penentuan Waktu Kerja
Menit Abs
1 0,449
2 0,448
3 0,447
4 0,449
5 0,449
6 0,450
7 0,448
8 0,449
9 0,448
10 0,448
11 0,447
12 0,447
13 0,447
14 0,447
15 0,447
16 0,447
17 0,447
18 0,447
19 0,447
20 0,447
21 0,447
22 0,448
23 0,448
24 0,448
25 0,446
26 0,445
27 0,445
28 0,446
29 0,446
30 0,447
Keterangan : Kestabilan warna diperoleh pada menit 11 sampai menit ke-21, sehingga stabil selama 10 menit.
(56)
Lampiran 4. Perhitungan kurva kalibrasi Vitamin C
LIB I = ml 50
mg 50
=
ml 50
µg 50000
= 1000 µg/ml. Untuk membuat kurva kalibrasi:
1. Dari LIB I dipipet 0,6 ml ==>V1.NI = V2.N2
0,6.1000 = 10.N2 N2 = 60 µg/ml
Dari 60 µg/ml dipipet 0,5 ml dan ditambah 5 ml larutan pereaksi V1.NI = V2.N2
0,5.80 = 5,5.N2 N2 = 5,4545 µg/ ml 2. Dari LIB I dipipet 0,8 ml ==>V1.NI = V2.N2
0,8.1000 = 10.N2 N2 = 80 µg/ml
Dari 80 µg/ml dipipet 0,5 ml dan ditambah 5 ml larutan pereaksi V1.NI = V2.N2
0,5.80 = 5,5.N2 N2 = 7,2727 µg/ml 3. Dari LIB I dipipet 1,0 ml ==>V1.NI = V2.N2 1.1000 = 10.N2
(57)
Dari 100 µg/ml dipipet 0,5 ml dan ditambah 5 ml larutan pereaksi V1.NI = V2.N2
0,5.100 = 5,5.N2 N2 = 9,0909 µg/ml 4. Dari LIB I dipipet 1,2 ml ==>V1.NI = V2.N2
1,2.1000 = 10.N2 N2 = 100 µg/ml
Dari 120 µg/ml dipipet 0,5 ml dan ditambah 5 ml larutan pereaksi V1.NI = V2.N2
0,5.120 = 5,5.N2 N2 = 10,909 µg/ml 5. Dari LIB I dipipet 1,4 ml ==>V1.NI = V2.N2
1,4.1000 = 10.N2 N2 = 140 µg/ml
Dari 140 µg/ml dipipet 0,5 ml dan ditambah 5 ml larutan pereaksi V1.NI = V2.N2
0,5.140 = 5,5.N2
N2 = 12,7272 µg/ml 6. Dari LIB I dipipet 1,6 ml ==>V1.NI = V2.N2
1,6.1000 = 10.N2 N2 = 160 µg/ml
(58)
Dari 160 µg/ml dipipet 0,5 ml dan ditambah 5 ml larutan pereaksi V1.NI = V2.N2
0,5.160 = 5,5.N2
(59)
Lampiran 5. Data kurva kalibrasi Vitamin C pada panjang gelombang 710 nm
No Konsentrasi (µg/ml) Absorbansi
X Y
1 0,0000 0,000
2 54,545 0,230
3 72,727 0,311
4 90,909 0,380
5 109,090 0,453
6 127,272 0,527
7 145,454 0,609
y = 0.0415x + 0.0029 R² = 0.9998
0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700
0,0000 5,0000 10,0000 15,0000 20,0000
A
bs
or
ban
si
Konsentrasi
(60)
Lampiran 6. Perhitungan Persamaan Regresi
a =
( )
X n X n Y X XY / / 2 2∑
∑
∑
∑ ∑
− − =(
)
(
59,9997)
/7 8449 , 657 7 / ) 510 , 2 ( 9997 , 59 4779 , 27 2 − − = 0.0415 b =Y
− aX
= 0,3586 – (0,0415)(8,5714) = 0,0029
Maka persamaan garis regresinya adalah: Y = 0,0415 X + 0,0029
(657,8449 (59,9997) /7)(1,1478 (2,510) /7) 7 / ) 510 , 2 )( 9997 , 59 ( 4779 , 27 2 2 − − − = = 0.9998
No Konsentrasi (µg/ml) Absorbansi XY X2
Y2
X Y
1. 0,0000 0,000 0 0 0
2. 5,4545 0,230 1,2545 29,7516 0,0529
3. 7,2727 0,311 2,2618 52,8922 0,0967
4. 9,0909 0,380 3,4545 82,6445 0,1444
5. 10,9090 0,453 4,9418 119,0063 0,2052
6. 12,7272 0,527 6,7072 161,9816 0,2777
7. 14,5454 0,609 8,8581 211,5687 0,3709
∑X =59,9997 ∑Y=2,510 ∑XY=27,4779 ∑X2=657,8449 ∑Y2=1,1478
X
= 8,5714Y
=0,3586(
)
∑
−∑
∑
∑ ∑
∑
−∑
− = /n Y) ( Y /n)( X) X ( Y/n X XY r 2 2 2 2(61)
Lampiran 7. Hasil dan Data Pengukuran Kapasitas Antioksidan dari Larutan Sampel Serbuk Simplisia Rimpang Temulawak 909,0909 µg/ml
No. Absorbansi Konsentrasi (µg/ml)
Kapasitas antioksidan (mg vitamin C/g sampel)
1 0,478 11,4482 12,5930
2 0,482 11,5446 12,6737
3 0,473 11,3277 12,4730
4 0,473 11,3277 12,4605
5 0,482 11,5446 12,6611
(62)
Lampiran 8. Contoh Perhitungan Kapasitas Antioksidan dalam Sampel Serbuk Simplisia Rimpang Temulawak 909,0909 µg/ml Berat sampel yang ditimbang = 100,0 mg
Absorbansi (Y) = 0,478
Persamaan regresi: y = 0,0415x + 0,0029 Konsentrasi (x) =
a b) -i (absorbans = 0,0415 0,0029 -y = 0,0415 0,0029 -0,478
= 11,4482 µg/ ml
Kapasitas Antioksidan ( mg vit c/g sampel) = x Fp (µg/ml) sampel
x
Kapasitas Antioksidan ( mg vit c/g sampel) = kesetaraan jumlah antioksidan sampel dalam berat vitamin C Kapasitas Antioksidan = x Fp
(µg/ml) sampel
x
= 11,4482 µg/ml x
ml 0,5 ml 5,5 x mg 100 ml 10 x µg 1000 mg 1 x g 1 mg 1000
= 12,5930 mg/gram*
*Artinya dalam 1 gram sampel mempunyai kekuatan antioksidan yang setara dengan 12.5930 mg vitamin C
Kapasitas antioksidan pada sampel yang lain dapat dihitung dengan cara yang sama seperti contoh di atas.
(63)
Lampiran 9. Hasil dan Data Pengukuran Kapasitas Antioksidan dari Larutan Sampel Serbuk Simplisia Temulawak 1818,1818 µg/ml dengan maserasi
No. Absorbansi Konsentrasi (µg/ml)
Kapasitas antioksidan (mg vitamin C/g sampel )
1 0,446 10,6771 5,8724
2 0,445 10,6530 5,8592
3 0,441 10,5566 5,8061
4 0,441 10,5566 5,8061
5 0,446 10,6771 5,8724
(64)
Lampiran 10. Contoh Perhitungan Kapasitas Antioksidan dalam sampel Larutan Sampel Serbuk Simplisia Temulawak 1818,1818 µg/ml dengan maserasi
Berat sampel yang ditimbang = 200 g Absorbansi (Y) = 0,446
Persamaan regresi : y = 0,0415x + 0,0029 Konsentrasi (x) =
a b) -i (absorbans = 0,0415 0,0029 -y = 0,0415 0,0029 -0,446
= 10,6771 µg/ml
Kapasitas Antioksidan ( mg vit c/g sampel) = x Fp (µg/ml) sampel
x
Kapasitas Antioksidan ( mg vit c/g sampel) = kesetaraan jumlah antioksidan sampel dalam berat vitamin c Kapasitas Antioksidan = x Fp
(µg/ml) sampel
x
= 10,6771 µg/ml x
ml 0,5 ml 5,5 x ml 2 ml 10 x g 200 ml 2000 x µg 1000 mg 1
= 5,8724 mg /gram*
*Artinya dalam 1 gram sampel mempunyai kekuatan antioksidan yang setara dengan 5,8724 mg vitamin C
Kapasitas antioksidan pada sampel yang lain dapat dihitung dengan cara yang sama seperti contoh di atas.
(65)
Lampiran 11. Hasil dan Data Pengukuran Kapasitas Antioksidan dari Larutan Sampel Sediaan Jadi Temulawak 181,8181 µg/ml di Pasaran No. Absorbansi Konsentrasi
(µg/ml)
Kapasitas antioksidan (mg vitamin C/g sampel)
1 0,512 12,2675 67,4711
2 0,518 12,4120 68,1981
3 0,510 12,2193 67,2733
4 0,513 12,2916 67,6036
5 0,508 12,1711 67,0080
(66)
Lampiran 12. Contoh Perhitungan Kapasitas Antioksidan dalam sampel Larutan Sampel Sediaan Jadi Temulawak 181,8181 µg/ml di Pasaran
Berat sampel yang ditimbang = 100,0 mg Absorbansi (Y) = 0,512
Persamaan regresi : y = 0,0415x + 0,0029 Konsentrasi (x) =
a b) -i (absorbans = 0,0415 0,0029 -y = 0415 , 0 0,0029 -0,512
= 12,2675 µg/ml
Kapasitas Antioksidan ( mg vit c/g sampel) = x Fp (µg/ml) sampel
x
Kapasitas Antioksidan ( mg vit c/g sampel) = kesetaraan jumlah antioksidan sampel dalam berat vitamin C Kapasitas Antioksidan = x Fp
(µg/ml) sampel
x
= 12,2675 µg/ml x
ml 0,5 ml 5,5 x ml 2 ml 10 x mg 100 ml 10 x µg 1000 mg 1 x g 1 mg 1000
= 67,4711 mg /gram*
*Artinya dalam 1 gram sampel mempunyai kekuatan antioksidan yang setara dengan 67,4711 mg vitamin C
Kapasitas antioksidan pada sampel yang lain dapat dihitung dengan cara yang sama seperti contoh di atas.
(67)
Lampiran 13. Perhitungan Statistik Kapasitas Antioksidan
1.Perhitungan Statistik Kapasitas Antioksidan dalam Serbuk Simplisia Rimpang Temulawak
No. Xi
Kadar (mg/g) (Xi- X ) (Xi- X )
2
1. 12,5930 0,0129 0,000165551
2. 12,6737 0,0936 0,008754721
3. 12,4730 -0,1071 0,011477551
4. 12,4605 -0,1196 0,014312134
5. 12,6611 0,0810 0,006555601
6. 12,6195 0,0394 0,001549734
∑ 75,4808
X = 12,5801
0,042815293
Dari data yang diperoleh, data ke 2 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q.
Q = |
terendah Nilai tertinggi Nilai terdekat yang Nilai -dicurigai yang Nilai |
Q = |
12,4605 -12,6737 12,4730 -12,4605 | Q = 0,0586
Nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0,95 yaitu 0,6210 sehingga semua data diterima.
SD =
( )
1 -n X -Xi 2
∑
= 1 6 3 0,04281529 − = 0,0925 RSD =x100%
X
SD
RSD =
x100%
12,5801
0,0925
(68)
Pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05 dan dk = 5, diperoleh ttabel = 2,5706. Data diterima jika thitung < ttabel
thitung = |
n SD
X -Xi
|
thitung data 1 = 0,0569 thitung data 2 = 0,4131 thitung data 3 = 0,4727 thitung data 4 = 0,5278 thitung data 5 = 0,3575 thitung data 3 = 0,1739 Semua data diterima, maka
Kadar sebenarnya; µ = X ± (t(α/2, dk) x α SD n)
= 12,5801 ± (2,5706 x 0,0925 / √6 )
(69)
2. Perhitungan Statistik Kapasitas Antioksidan dalam Serbuk Simplisia Rimpang Temulawak dengan maserasi
No. Xi
Kadar (mg/g) (Xi- X ) (Xi- X )
2
1. 5,8724 0,0221 0,0004876736
2. 5,8592 0,0089 0,0000789136
3. 5,8061 -0,0442 0,0019551136
4. 5,8061 -0,0442 0,0019551136
5. 5,8724 0,0221 0,0004876736
6. 5,8857 0,0354 0,0012519803
∑ 35,1019
X = 5,8503
0,0062164683
Dari data yang diperoleh, data ke 2 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q.
Q = |
terendah Nilai tertinggi Nilai terdekat yang Nilai -dicurigai yang Nilai |
Q = |
5,8061 -5,8857 5,8592 -5,8061 | Q = 0,6671
Nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0,95 yaitu 0,6210 sehingga semua data diterima.
SD =
( )
1 -n X -Xi 2
∑
= 1 6 83 0,00621646 − = 0,0353 RSD =x100%
X
SD
RSD =
x100%
8503
,
5
0353
,
0
(70)
Pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05 dan dk = 5, diperoleh ttabel = 2,5706. Data diterima jika thitung < ttabel
thitung = |
n SD
X -Xi
|
thitung data 1 = 0,2556 thitung data 2 = 0,1029 thitung data 3 = 0,5112 thitung data 4 = 0,5112 thitung data 5 = 0,2556 thitung data 3 = 0,4094 Semua data diterima, maka
Kadar sebenarnya; µ = X ± (t(α/2, dk) x α SD n)
= 5,8503 ± (2,5706 x 0,0353 / √6 )
(71)
3. Perhitungan Statistik Kapasitas Antioksidan dalam Sediaan Jadi Temulawak di Pasaran
No. Xi
Kadar (mg/g) (Xi- X ) (Xi- X )
2
1. 67,4711 -0,0660 0,004356
2. 68,1981 0,6610 0,436921
3. 67,2733 -0,2638 0,06959044
4. 67,6036 0,0665 0,00442225
5. 67,0080 -0,5291 0,27994681
6. 67,6685 0,1314 0,01726596
∑ 405,2226
X = 67,5371
0,81250246
Dari data yang diperoleh, data ke 2 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q.
Q = |
terendah Nilai tertinggi Nilai terdekat yang Nilai -dicurigai yang Nilai |
Q = |
67,0080 -68,1981 67,6685 -68,1981 | Q = 0,4455
Nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0,95 yaitu 0,6210 sehingga semua data diterima.
SD =
( )
1 -n X -Xi 2
∑
= 1 6 0,81250246 − = 0,4031 RSD =x100%
X
SD
RSD =
x100%
67,5371
0,4031
(72)
Pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05 dan dk = 5, diperoleh ttabel = 2,5706. Data diterima jika thitung < ttabel
thitung = |
n SD
X -Xi
|
thitung data 1 = 0,0668 thitung data 2 = 0,6694 thitung data 3 = 0,2672 thitung data 4 = 0,0673 thitung data 5 = 0,5359 thitung data 3 = 0,1331 Semua data diterima, maka
Kadar sebenarnya; μ = X ± (t(α/2, dk) x α SD n)
= 67,5371 ± (2,5706 x 0,4031 / √6 )
Setara dengan = (67,5371 ± 0,4230) mg Vitamin C/gram sampel
(73)
Lampiran 14. Perhitungan Hasil Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Simpangan Baku =
2 n Yi) Y ( 2 − −
∑
= 5 0,00007845 = 0,00396 LOD =slope SB x 3 =
0415
,
0
00396
,
0
3 x
= 0,2863 µg/ ml
LOQ =
slope SB 10x =
0415
,
0
00396
,
0
10 x
= 0,9542 µg/ ml
X Y Yi Y-Yi (Y-Yi)2
0,0000 0,000 0,0029 -0,0029 0,00000841
5,4545 0,230 0,2293 0,0007 0,00000049
7,2727 0,311 0,3047 0,0063 0,00003969
9,0909 0,380 0,3802 -0,0002 0,00000004 10,9090 0,453 0,4556 -0,0026 0,00000676 12,7272 0,527 0,5311 -0,0041 0,00001681 14,5454 0,609 0,6065 0,0025 0,00000625
(74)
Lampiran 15. Data dan Contoh Perhitungan Uji Akurasi dengan Persen Perolehan Kembali (%Recovery) untuk Sampel
1. Data untuk Uji Akurasi dengan Persen Perolehan Kembali (%Recovery) untuk Sampel Serbuk Simplisia Rimpang Temulawak.
Contoh Perhitungan % Recovery =
A A F * C C C − x 100%
Keterangan : CF = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku
CA = konsentrasi sampel awal
C*A = konsentrasi larutan baku yang ditambahkan Untuk mencari CF, dimasukkan Abs CF ke dalam persamaan regresi: Y = 0,0415X + 0,0029
0,596 = 0,0415X + 0,0029 X = 14,2916 µg/ml
Untuk mencari CA, dimasukkan Abs CA ke dalam persamaan regresi: Y = 0,0415X + 0,0029
0,478 = 0,0415X + 0,0029 X = 11,4482 µg/ml
No. Abs CF
CF
(µg/ml) Abs CA
CA (µg/ml) C*A (µg/ml) % recovery (%) 1 0,596 14,2916 0,478 11,4482 2,7272 104,26 2 0,592 14,1952 0,482 11,5446 2,7272 97,19 3 0,590 14,1470 0,473 11,3277 2,7272 103,38 4 0,596 14,2916 0,473 11,3277 2,7272 108,68 5 0,589 14,1229 0,482 11,5446 2,7272 94,54 6 0,585 14,0265 0,479 11,4723 2,7272 93,66 Rata-rata= 100,28 %
(75)
Konsentrasi larutan baku yang ditambahkan LIB I =
ml 50
mg 50
=
ml 50
µg 50000
= 1000 µg/ml. Dari LIB I dipipet
0,3 ml ==>V1.NI = V2.N2 0,3.1000 = 10.N2 N2 = 30 µg/ ml
Dari labu larutan ini dipipet 0,5 ml dan ditambah 5 ml larutan pereaksi V1.NI = V2.N2
0,5.30 = 5,5.N2
N2 = 2,7272 µg/ ml*
Keterangan : * maka konsentrasi larutan baku yang ditambahkan adalah sebesar 2,7272 µg/ ml.
% Recovery =
µg/ml 7272 , 2
µg/ml 11,4482
-µg/ml 14,2916
x 100% = 104,26 %
Perhitungan perolehan kembali (%) kadar antioksidan pada sampel lain dapat dihitung dengan cara yang sama seperti contoh diatas.
(76)
2. Data untuk Uji Akurasi dengan Persen Perolehan Kembali (%Recovery) untuk Sampel Serbuk Simplisia Rimpang Temulawak dengan maserasi.
Contoh Perhitungan % Recovery =
A A F * C C C − x 100%
Keterangan : CF = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku
CA = konsentrasi sampel awal
C*A = konsentrasi larutan baku yang ditambahkan Untuk mencari CF, dimasukkan Abs CF ke dalam persamaan regresi: Y = 0,0415X + 0,0029
0,563 = 0,0415X + 0,0029 X = 13,4964 µg/ml
Untuk mencari CA, dimasukkan Abs CA ke dalam persamaan regresi: Y = 0,0415X + 0,0029
0,446 = 0,0415X + 0,0029 X = 10,6771 µg/ml
Konsentrasi larutan baku yang ditambahkan LIB I =
ml 50 mg 50 = ml 50 µg 50000
= 1000 µg/ml. No. Abs CF CF
(µg/ml) Abs CA
CA (µg/ml) C*A (µg/ml) % recovery (%) 1 0,563 13,4964 0,446 10,6771 2,7272 103,38 2 0,561 13,4482 0,445 10,6530 2,7272 102,49 3 0,551 13,2072 0,441 10,5566 2,7272 97,19 4 0,553 13,2554 0,441 10,5566 2,7272 98,96 5 0,550 13,1831 0,446 10,6771 2,7272 91,89 6 0,558 13,3759 0,447 10,7012 2,7272 98,07 Rata-rata= 98,66 %
(77)
Dari LIB I dipipet
0,3 ml ==>V1.NI = V2.N2 0,3.1000 = 10.N2 N2 = 30 µg/ ml
Dari labu larutan ini dipipet 0,5 ml dan ditambah 5 ml larutan pereaksi V1.NI = V2.N2
0,5.30 = 5,5.N2
N2 = 2,7272 µg/ ml*
Keterangan : * maka konsentrasi larutan baku yang ditambahkan adalah sebesar 2,7272 µg/ ml.
% Recovery =
µg/ml 7272 , 2
µg/ml 10,6771
-µg/ml 13,4964
x 100% = 103,38 %
Perhitungan perolehan kembali (%) kadar antioksidan pada sampel lain dapat dihitung dengan cara yang sama seperti contoh diatas.
(78)
3. Data untuk Uji Akurasi dengan Persen Perolehan Kembali (%Recovery) untuk Sampel Sediaan Jadi Temulawak di Pasaran.
Contoh Perhitungan % Recovery =
A A F * C C C − x 100%
Keterangan : CF = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku
CA = konsentrasi sampel awal
C*A = konsentrasi larutan baku yang ditambahkan Untuk mencari CF, dimasukkan Abs CF ke dalam persamaan regresi: Y = 0,0415X + 0,0029
0,589 = 0,0415X + 0,0029 X = 14,1229 µg/ml
Untuk mencari CA, dimasukkan Abs CA ke dalam persamaan regresi: Y = 0,0415X + 0,0029
0,589 = 0,0415X + 0,0029 X = 12,2675 µg/ml
Konsentrasi larutan baku yang ditambahkan LIB I =
ml 50 mg 50 = ml 50 µg 50000
= 1000 µg/ml. No. Abs CF CF
(µg/ml) Abs CA
CA (µg/ml) C*A (µg/ml) % recovery (%) 1 0,589 14,1229 0,512 12,2675 1,8181 102,05 2 0,582 13,9542 0,518 12,4120 1,8181 84,82 3 0,581 13,9301 0,510 12,2193 1,8181 94,10 4 0,586 14,0506 0,513 12,2916 1,8181 96,75 5 0,579 13,8819 0,508 12,1711 1,8181 94,10 6 0,584 14,0024 0,514 12,3157 1,8181 92,78 Rata-rata= 94,10 %
(79)
Dari LIB I dipipet
0,2 ml ==>V1.NI = V2.N2 0,2.1000 = 10.N2 N2 = 20 µg/ ml
Dari larutan ini dipipet 0,5 ml dan ditambah 5 ml larutan pereaksi V1.NI = V2.N2
0,5.20 = 5,5.N2
N2 = 1,8181 µg/ ml*
Keterangan : * maka konsentrasi larutan baku yang ditambahkan adalah sebesar 1,8181 µg/ ml.
% Recovery =
µg/ml 8181 , 1
µg/ml 12,2675
-µg/ml 14,1229
x 100% = 102,05 %
Perhitungan perolehan kembali (%) kadar antioksidan pada sampel lain dapat dihitung dengan cara yang sama seperti contoh diatas.
(80)
(81)
(82)
Lampiran 18. Gambar sampel
Gambar 1. Gambar Kotak Sediaan Jadi Temulawak di Pasaran
Gambar 2. Gambar Etiket Sediaan Jadi Temulawak di Pasaran
(1)
Dari LIB I dipipet
0,3 ml ==>V1.NI = V2.N2 0,3.1000 = 10.N2 N2 = 30 µg/ ml
Dari labu larutan ini dipipet 0,5 ml dan ditambah 5 ml larutan pereaksi V1.NI = V2.N2
0,5.30 = 5,5.N2
N2 = 2,7272 µg/ ml*
Keterangan : * maka konsentrasi larutan baku yang ditambahkan adalah sebesar 2,7272 µg/ ml.
% Recovery =
µg/ml 7272 , 2
µg/ml 10,6771
-µg/ml 13,4964
x 100% = 103,38 %
Perhitungan perolehan kembali (%) kadar antioksidan pada sampel lain dapat dihitung dengan cara yang sama seperti contoh diatas.
(2)
3. Data untuk Uji Akurasi dengan Persen Perolehan Kembali (%Recovery) untuk Sampel Sediaan Jadi Temulawak di Pasaran.
Contoh Perhitungan % Recovery =
A A F * C C C − x 100%
Keterangan : CF = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah
penambahan larutan baku CA = konsentrasi sampel awal
C*A = konsentrasi larutan baku yang ditambahkan
Untuk mencari CF, dimasukkan Abs CF ke dalam persamaan regresi:
Y = 0,0415X + 0,0029 0,589 = 0,0415X + 0,0029 X = 14,1229 µg/ml
Untuk mencari CA, dimasukkan Abs CA ke dalam persamaan regresi:
Y = 0,0415X + 0,0029 0,589 = 0,0415X + 0,0029 X = 12,2675 µg/ml
Konsentrasi larutan baku yang ditambahkan LIB I =
ml 50 mg 50 = ml 50 µg 50000
= 1000 µg/ml. No. Abs CF CF
(µg/ml) Abs CA
CA (µg/ml) C*A (µg/ml) % recovery (%) 1 0,589 14,1229 0,512 12,2675 1,8181 102,05 2 0,582 13,9542 0,518 12,4120 1,8181 84,82 3 0,581 13,9301 0,510 12,2193 1,8181 94,10 4 0,586 14,0506 0,513 12,2916 1,8181 96,75 5 0,579 13,8819 0,508 12,1711 1,8181 94,10 6 0,584 14,0024 0,514 12,3157 1,8181 92,78 Rata-rata= 94,10 %
(3)
Dari LIB I dipipet
0,2 ml ==>V1.NI = V2.N2 0,2.1000 = 10.N2 N2 = 20 µg/ ml
Dari larutan ini dipipet 0,5 ml dan ditambah 5 ml larutan pereaksi V1.NI = V2.N2
0,5.20 = 5,5.N2
N2 = 1,8181 µg/ ml*
Keterangan : * maka konsentrasi larutan baku yang ditambahkan adalah sebesar 1,8181 µg/ ml.
% Recovery =
µg/ml 8181 , 1
µg/ml 12,2675
-µg/ml 14,1229
x 100% = 102,05 %
Perhitungan perolehan kembali (%) kadar antioksidan pada sampel lain dapat dihitung dengan cara yang sama seperti contoh diatas.
(4)
(5)
(6)
Lampiran 18. Gambar sampel
Gambar 1. Gambar Kotak Sediaan Jadi Temulawak di Pasaran
Gambar 2. Gambar Etiket Sediaan Jadi Temulawak di Pasaran