Studi Semiotik Studi Pragmatik dan Semiotik dalam Sastra .1 Studi Pragmatik

Berdasarkan hal itu, maka pendekatan pragmatik dalam telaah sastra akhirnya akan bergantung sepenuhnya pada kemampuan pembaca, baik kemampuan kebahasaannya maupun kemampuan aspek yang lainnya, misalnya aspek budaya, psikologi, filsafat, pendidikan, dan sebagainya. Jika dikaitkan dengan pandangan Horatius dalam Siswanto 2008 : 190 menyatakan bahwa tujuan penyair adalah berguna atau memberi nikmat, ataupun sekaligus mengatakan hal-hal yang enak dan berfaedah untuk kehidupan. Horatius menggabungkan kata utile dan dulce, “yang bermanfaat dan yang enak”, secara bersama-sama.Penelitian terhadap tujuan atau fungsi sastra mengarah pada utile, bukan dulce.Dan pendapat inilah awal pendekatan pragmatik.Hal ini didasari oleh anggapan karya sastra mengandung tujuan atau manfaat, yaitu membina dan mendidik pribadi pembaca.

2.4.2 Studi Semiotik

Media sastra adalah bahasa. Menurut Saussure dalam Sartika 2011 : 1, bahasa adalah sistem tanda. Tanda sebagai kesatuan dari dua bidang tang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Dimana ada tanda di sana ada sistem. Artinya, sebuah tanda berwujud kata atau gambar mempunyai dua aspek yaitu yang ditangkap oleh indra kita yang disebut signifier penanda dan bentuk atau aspek lainnya yang disebut signified petanda. Aspek kedua terkandung di dalam aspek pertama. Jadi petanda merupakan konsep atau apa yang dipresentasikan oleh aspek pertama. Pradopo dalam Sartika 2011 : 1 menjelaskan, tanda itu tidak hanya satu macam saja, tetapi ada beberapa berdasarkan hubungannya antara penanda dan Universitas Sumatera Utara petandanya. Jenis-jenis tanda yang utama adalah ikon, indeks dan simbol.Ikon adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara penanda dan petandanya.Hubungan itu adalah hubungan persamaan, misalnya gambar kuda sebagai penanda yang menandai kuda petanda sebagai artinya. Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausal sebab-akibat antara penanda dan petandanya, misalnya asap menandai api. Simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, hugungan bersifat arbitrer semau-maunya.Arti tanda itu ditentukan oleh konvensi.Misalnya kata “ibu” adalah simbol, artinya ditentukan oleh konvensi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Inggris menyebutnya “mother”, Perancis menyebutnya “la mere”, dan sebagainya.adanya bermacam- macam tanda untuk satu arti itu menunjukkan “kesemena-menaan” tersebut. Dalam bahasa, tanda yang paling banyak digunakan adalah simbol. Dengan demikian, uraian tentang kajian semiotik yang berupa notasi simbol-simbol kemudian coba dijelaskan apa fungsi dan maknanya. Dalam hal ini, kajian semiotik ini penulis pergunakan untuk dapat menjelaskan makna dalam novel “Saga no Gabai Baachan”. Universitas Sumatera Utara

BAB III ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL

“SAGA NO GABAI BAACHAN” KARYA YOSHICHI SHIMADA

3.1 Sinopsis Cerita Novel “Saga no Gabai Baachan”

Pasca pemboman kota Hiroshima dan Nagasaki, perekonomian Jepang hancur , sehingga dampaknya secara langsung juga dirasakan oleh sebagian besar rakyatnya. Hal ini juga dirasakan oleh keluarga Akihiro Tokunaga, apalagi tak lama setelah Akihiro lahir ayahnya yang merupakan tulang punggung keluarga meninggal dunia akibat terpapar radiasi bom atom di Hiroshima.Ibunya terpaksa bekerja sendiri membuka usaha bar kecil untuk menghidupi dirinya, Akihiro dan abangnya.Kesibukan di bar membuat ibu Akihiro tidak bisa mendampinginya dengan maksimal. Ditambah pula bar tersebut berada di wilayah kumuh, membuat ibu merasa cemas akan perkembangan Akihiro yang saat itu usianya masih sangat kecil. Karena merasa tak sanggup untuk membesarkan dan menyekolahkan anaknya di Hiroshima, maka oleh ibunya Akihiro dititipkan pada neneknya di kota Saga. Berbeda dengan Hiroshima yang merupakan sebuah kota besar di Jepang, Saga adalah sebuah kota kecil yang jauh dari keramaian. Kehidupan Akihiro di Hiroshima memang sulit, kepindahannya ke Saga tidak membuat hidupnya menjadi nyaman, bersama neneknya ia malah harus hidup lebih miskin lagi dibanding ketika ia bersama ibunya di Hiroshima. Secara materi memang Universitas Sumatera Utara