Hasil Penelitian dan Pembahasan

15 Istilah kekerasan terhadap perempuan violence against women sendiri baru mulai digunakan oleh masyarakat luas setelah mulai dirasakan adanya dampak yang luas akibat kekerasan tersebut.

I. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Perumusan tindak pidana dalam undang-undang merupakan konsekuensi logis dari berlakunya asas legalitas dalam hukum pidana yang mensyaratkan kepastian hukum tentang perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai tindak pidana. Perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang disebut sebagai tindak pidana adalah perbuatan-perbuatan yang dapat mengakibatkan kerugian materiil atau kebendaan, kerugian immaterialspiritual yang bersifat rohaniah dan kerugian yang bersifat campuran. Dalam undang-undang hukum pidana, tindak pidana dirumuskan dalam bentuk larangan ataupun perintah yang disebut norma atau kaidah dengan disertai sanksi atau pidana yang diancamkan, dan hal tersebut dapat menyatakan perbuatan apa yang dilarang ataupun perbuatan yang diperintahkan. Unsur-unsur dari suatu tindak pidana meliputi: 1. perbuatan; 2. memenuhi rumusan undang-undang syarat formal; 3. bersifat melawan hukum syarat material. Masalah utama yang berkaitan dengan hukum berpusat pada tidak adanya hukum yang secara khusus memberikan perlindungan bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan tersebuut. Bahkan istilah “kekerasan terhadap perempuan” tidak dikenal dalam hukum Indonesia, meski fakta kasus ini marak terungkap di berbagai penjuru di Indonesia. Dalam rancangan undang-undang KUHP yang baru pun istilah ini tidak dipakai, melainkan tetap menggunakan istilah “kejahatan terhadap kesusilaan”. 16 Indonesia mengenal beberapa hukum positif yang mengatur tentang kekerasan terhadap perempuan, contohnya KUHP dan UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Hal tersebut menjadi langkah positif bagi negara Indonesia dalam penanggulangan tindak kekerasan terhadap perempuan. KUHP sebagai salah satu hukum positif, mengatur tentang kekerasan terhadap perempuan yang tertuang dalam beberapa pasal, di antaranya adalah Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283 yang membahas tentang kesusilaan, termasuk di dalamnya sanksi pidana bagi pelanggar Pasal tersebut. Kemudian Pasal 284 yang mengatur tentang perzinahan, Pasal 285 yang mengatur tentang perkosaan, Pasal 296 tentang pencabulan, Pasal 297 tentang perdagangan wanita, dan Pasal 299 yang mengatur tentang pengguguran kandungan atau janin. UUPKDRT merupakan salah satu Undang-undang yang memberikan hak perlindungan hukum bagi perempuan, khususnya dalam lingkup rumah tangga. Tetapi penulis tidak membahas keseluruhan isi Pasal yang terdapat dalam Undang-undang tersebut, karena sesuai dengan perumusan dan pembatasan masalah yang ada maka penulis hanya membicarakan tentang pengaturan tindak pidannya atau ketentuan pidana yang terdapat dalam Undang-undang tersebut, misalnya Pasal 44 yang membahas tentang ketentuan pidana kekerasan fisik yang dilakukan terhadap perempuan serta akibatnya. Kemudian Pasal 45 yang mengatur tentang kekerasan psikis yang dilakukan dalam lingkup rumah tangga, termasuk di dalamnya akibat yang dirasakan oleh korban. Selanjutnya Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 tentang kekerasan seksual dan dampak yang diterima oleh korban, serta Pasal 49 tentang penelantaran seseorang yang menjadi tanggungjawab seseorang selaku penanggungjawab dalam rumah tangga. Sesuai perumusan masalah yang telah dikemukakan oleh penulis, maka akan ada perbandingan pengaturan antara ke dua Undang-undang di atas, yaitu dilihat dari aspek pelaku pidana, aspek korban, aspek perbuatan pidana, dan aspek 17 sanksi pidana yang kesemuanya adalah rangkaian dari pertanggungjawaban pidana.

J. Kesimpulan