30
2. Kepribadian Guru
Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dari guru
lainnya. kepribadian sebenarnya adalah suatu masalah yang abstrak, hanya dapat dilihat lewat penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan dalam
mengahapi setiap persoalan. Prof. Dr. Zakiah Daradjat 1980 mengatakan bahwa kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak ma’nawi, sukar dilihat atau
diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan. Misalnya dalam tindakannya, ucapan,
cara bergaul, berpakaian, dan dalam mengahapi setiap persoalan atau masalah, baik yang ringan maupun yang berat.
Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan seseorang
merupakan suatu gambaran dari kepribadian orang itu, asal dilakukan secara sadar dan perbuatan yang baik sering dikatakan bahwa seorang itu mempunyai
kepribadian yang baik atau berakhlak mulia. Sebaliknya, bila seseorang melakukan suatu sikap dan perbuatan yang tidak baik menurut pandangan
masyarakat, maka dikatakan bahwa orang itu tidak mempunyai kepribadian yang baik atau mempunyai akhlak yang tidak mulia. Oleh karena itu, masalah
kepribadian adalah suatu hal yang sangat menentukan tinggi rendahnya kewibawaan seorang guru dalam pandangan anak didik atau masyarakat. Dengan
kata lain, baik tidaknya citra seseorang ditentukan oleh kepribadiannya. Lebih lagi bagi seorang guru, masalah kepribadian merupakan faktor yang menentukan
terhadap keberhasilan
dalam melaksanakan
tugas sebagai
pendidik. Kepribadiandapat menentukan apakah guru menjadi pendidik dan pembina yang
baik ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak, terutama bagi anak didik yang masih kecil tingkat sekolah dasar dan mereka
yang sedang mengalami kegoncangan jiwa tingkat remaja.
43
43
Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., h. 39
31
3. Kedudukan Guru
Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam pembentukan sumber daya manusia yang
potensial di bidang pembangunan. Oleh karena itu guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan secara aktif dan menempatkan
kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap
diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan atau tarap kematangan tertentu. Dalam rangka ini guru tidak semata-
mata sebagai ”pengajar” yang melakukan transfer of knowledge, tetapi juga sebagai ”pendidik” yang melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai
”pembimbing” yang memberkan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar.
Berkatan dengan ini, sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks di dalam proses belajar-mengajar, dalam usahanya untuk mengantarkan
siswa anak didik ketaraf yang di cita-citakan. Oleh karenanya setiap rencana kegiatan harus dapat didudukkan dan dibenarkan semata-mata demi kepentingan
anak didik, sesuai demngan profesi dan tanggung jawabnya.
44
Selain itu guru juga adalah bapak rohani spritual father bagi peserta didik, yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia,
dam meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai kedudukan tinggi dalam Islam. Dalam beberapa hadis disebutkan: ”Jadilah engkau
sebagai guru, atau pelajar, ataupendengan, atau pecinta, dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak.” dalam hadis Nabi
SAW, yang lain: ”Tinta seorang ilmuan yang menjadi guru lebih berharga
ketimbang darah para syuhada”. Bahkan Islam menempatkan pendidik setingkat
dengan derajat seorang Rasul. Al-Ghazali menukil beberapa hadis Nabi tentang keutamaan seorang
pendidik. Ia berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar griet individuals yang aktivitasnya lebih baik dari pada ibadah setahun.
Selanjutnya, al-Ghazali menukil dari perkataan para ulama yang menyatakan
44
Sardiman, op. cit., h. 125