Putusnya Perkawinan karena Putusan Pengadilan

Akhirnya Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang pengadilan.

3. Putusnya Perkawinan karena Putusan Pengadilan

Putusnya perkawinan atas putusan pengadilan adalah putusnya perkawinan karena adanya permohonan dari salah satu pihak suami atas istri atau para anggota keluarga yang tidak setuju dengan perkawinan yang dilangsungkan oleh kedua calon mempelai. Atas permohonan ini pengadilan memperbolehkan perkawinan yang telah berlangsung dengan alasan bertentangan dengan syara’ atau perkawinan tidak sesuai dengan syarat yang telah ditentukan baik dalam Undang-Undang perkawinan maupun menurut hukum agama. Putusnya Perkawinan dapat terjadi karena adanya putusan Pengadilan bagi apabila dilakukan di depan Pengadilan Agama, baik itu karena suami yang menjatuhkan cerai talak, ataupun karena isteri yang menggugat cerai atau memohon hak talak sebab sighat taklik talak. Meskipun dalam agama Islam, perkawinan yang putus karena perceraian dianggap sah apabila diucapkan seketika oleh suami, namun harus tetap dilakukan di depan pengadilan. Tujuannya adalah untuk melindungi segala hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat hukum perceraian itu. Peradilan Agama adalah salah satu dari empat lingkungan peradilan negara yang dijamin kemerdekaannya dalam menjalankan tugasnya sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang. Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan penegakan hukum dan Universitas Sumatera Utara keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah. Dalam pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan, setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha mendamaikan kedua belah pihak. Walaupun perceraian itu adalah urusan pribadi baik atas kehendak bersama maupun kehendak salah satu pihak yang seharusnya tidak perlu adanya campur- tangan dari Pemerintah, namun demi menghindarkan tindakan sewenang-wenang terutama dari pihak suami dan juga demi kepastian hukum, maka perceraian harus melalui saluran lembaga Pengadilan. Sehubungan dengan adanya ketentuan bahwa perceraian harus dilakukan di depan sidang Pengadilan, maka ketentuan ini berlaku juga bagi mereka yang beragama Islam. Walaupun pada dasarnya hukum Islam tidak menentukan bahwa perceraian itu harus dilakukan di depan sidang Pengadilan namun karena ketentuuan ini lebih banyak mendatangkan kebaikan bagi kedua belah pihak maka sudah sepantasnya apabila orang Islam wajib mengikuti ketentuan ini. B. Hak Istri Ke-2 Dan Seterusnya Atas Harta Perkawinannya Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

3. Hak Istri Ke-2 Dan Seterusnya Atas Harta Bersama