Perjalanan Hidup BIOGRAFI MUHAMMAD FAQIH MASKUMAMBANG

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 25 setelah beliau menikah dengan putri Kiai Hasyim Asy‟ari yang bernama Nyai Khoiriyah. e. Kiai Fattah Yasin, beliau pernah menjadi Menteri Penghubung Alim Ulama Indonesia. Dalam hal ibadah keseharian, Pondok Pesantren Maskumambang tetap menggunakan pemahaman fiqih dan syariat Islam yang tidak berbeda dengan masa kepemimpinan Kiai Abdul Jabbar. Mereka tetap mengikuti mazhab Syafi‟iyah. Tradisi peribadatanpun tetap dilestarikan seperti tradisi ziarah ke makam wali dan orang-orang keramat, tahlilan dihari pertama hingga hari ketujuh, hari ke-40, hari ke-100, dan hari ke-1000 kematian seseorang, mengadakan perayaan meninggalnya ulama haul, doa qunut, penggunaan bedug sebagai tanda masuknya waktu shalat, jumlah shalat terawih sebanyak 23 rakaat, menentukan awal bulan dengan rukyat, seruan bacaan solawat sebelum adzan subuh, solawat diantara 2 khutbah jumat, dan masih banyak tradisi yang dikerjakan pada masa kepemimpinan Muhammad Faqih Maskumambang. 2. Ketua Taswirul Afkar dan Pendiri NU Pada masa Muhammad Faqih Maskumambang menjadi pemangku Pondok Pesantren Maskumambang, saat itu mulai banyak bermunculan organisasi-organisasi masyarakat dan partai-partai Islam. Hingga pada saat itu digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 26 beliaupun ikut memiliki peran dalam beberapa organisasi yang ada di masyarakat. Salah satunya adalah Taswirul Afkar dan Nahdlatul Ulama NU. Pada bulan Oktober 1918 M, berdirilah sebuah organisasi masyarakat bernama Taswirul Afkar atas gagasan Wahhab Hasbullah. Tujuan didirikannya organisasi ini adalah untuk menjadi petunjuk perihal keislaman yang sejati dan senantiasa memantapkan ajaran Ahlus Sunnah Wal Jamaah pada umat Islam yang masih dalam kegelapan dan terbebas dari pengaruh golongan yang sesat. Selain itu sebab lain didirikannya Taswirul Afkar adalah adanya kondisi masyarakat pribumi yang mengalami keterpurukan terutama kaum santri yang direndahkan oleh penjajah dan dari kalangan priyayi dari bangsa sendiri. 12 Pada tahun 1924 M, saat diadakannya kongres tahunan, 6 tahun berdirinya Taswirul Afkar, Muhammad Faqih Maskumambang terpilih sebagai ketua I dan merangkap jabatan sebagai Dewan Penasehat Taswirul Afkar bersama Hasyim Asy‟ari dari Jombang. 13 Pada tahun 1935 M, Muhammad Faqih Maskumambang meninggalkan jabatannya di Taswirul Afkar dan kemudian kedudukannya digantikan oleh Chamim Syahid. Pada tahun 1926, lahirlah organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama di kota Surabaya. Organisasi ini dibentuk oleh beberapa ulamaKiai yang memiliki pengaruh di wilayah Jawa Timur pada saat itu. Para Kiai yang hadir 12 Arina Wulandari, “K.H. Abdul Wahhab Hasbullah; Pemikiran dan Peranannya dalam Taswirul Afkar 1914- 1926 M”, Skripsi, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel, 2016, 42. 13 Nuruddin, KH. Ammar Faqih Maskumambang, 24. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 27 dalam di sana secara aklamasi memilih Hasyim Asy‟ari sebagai Rais Akbar Nahdlatul Ulama dan Muhammad Faqih Maskumambang sebagai wakilnya. 14 Setelah keduanya mendapat jabatan tersebut, beliau berdua semakin terlihat akrab karena memang pernah bersama dalam perjuangan mencari ilmu di Makkah bahkan beliau berdua memiliki guru yang sama. Selain itu keakraban ini juga semakin bertambah karena didukung oleh pertalian keluarga. Ma‟sum bin Ali yang masih memiliki hubungan kerabat keluarga dengan Pesantren Maskumambang menikah dengan putri Hasyim asy‟ari yang bernama Khairiyah. Saat usia Muhammad Faqih Maskumambang mencapai 69 tahun, beliau tetap menjadi salah satu rujukan Kiai-Kiai di Jawa Timur sebelum dan sesudah didirikannya NU. 15 Beliau sering sekali berdiskusi dengan Kiai-Kiai Jawa Timur tentang hukum Islam, salah satunya adalah diskusi beliau dengan Hasyim Asy‟ari menyangkut hukum penggunaan kentongan dan beduk dalam menentukan masuknya waktu shalat. Dalam masalah ini keduanya memiliki pendapat yang berbeda. Pada awalnya Hasyi m Asy‟ari menulis artikel yang k emudian dimuat dalam majalah Suara Nahdlatul Ulama. Hasyim Asy‟ari beragumen bahwa kentongan tidak disebutkan dalam hadist Nabi Muhammad SAW, sehingga penggunaanya diharamkan dan tidak boleh menggunakannya sebagai penanda masuknya waktu solat wajib. 14 Faqih, Menolak Wahabi, xi. 15 Nuruddin, KH. Ammar Faqih Maskumambang, 25. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 28 Sebulan setelah itu, Muhammad Faqih Maskumambang membalas artikel Hasyim Asy‟ari dengan penjelasan bahwa dalam masalah tersebut adalah masalah qiyas atau kesimpulan yang didasarkan atas prinsip yang sudah ada. Menurut Muhammad Faqih Maskumambang, kentongan yang ada di Asia Tenggara sudah memenuhi syarat untuk digunakan penanda masuknya waktu solat wajib. Dengan adanya kejadian ini tak lantas membuat keduanya berseteru. Kedua pemimpin pondok pesantren ini saling menghargai pendapat masing- masing. Hal ini dibuktikan dengan saling toleransi diantara mereka sehingga saat Hasyim Asy‟ari mengunjungi Pondok Pesantren Maskumambang maka Muhammad Faqih Maskumambang memerintahkan kepada seluruh santrinya untuk menyembunyikan kentongan yang ada diseluruh masjid. Begitu pula saat Muhammad Faqih Maskumambang berkunjung ke Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, maka Hasyim Asy‟ari memerintahkan santrinya untuk menggunakan kentongan sebagai pertanda masuknya waktu sholat. Bukti lain yang menunjukkan peran Muhammad Faqih Maskumambnag dalam organisasi NU termuat dalam arsip dengan judul Catatan Singkat Muktamar I, II, dan III yang tersimpan di Museum NU Surabaya. Arsip ini menjelaskan bahwa pada tanggal17-19 September 1926 terjadi Muktamar NU yang pertama di Hotel Muslimin. Muktamar ini diselenggarakan 8 bulan setelah didirikannya NU. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 29 Setahun setelahnya terjadilah Muktamar NU yang kedua bertempat di Hotel Muslimin Surabaya. Muktamar ini berlangsung selama 3 hari, pada malam ke-4 kembali mengadakan rapat umum guna menyampaikan hasil keputusan muktamar di Masjid Agung Ampel Surabaya. Rapat ini dihadiri 18.000 orang yang terdiri dari utusan ulama, pengusaha, wakil-wakil buruh dan tani, tamu undangan, penghulu, wakil pemerintah setempat dan tidak ketinggalan pula hadir wakil-wakil perhimpunan. Dari 146 orang utusan ulama yang datang dari 36 daerah, salah satunya adalah Muhammad Faqih Maskumambang. Beliau saat itu menjadi pemimpin utusan dari Sidayu Gresik bersama dengan Abdul Hamid. Pada September 1928 terjadi muktamar NU yang ketiga bertempat di Hotel Muslimin Surabaya. Muktamar ini dihadiri oleh 260 utusan ulama dari 35 daerah. Jumlah ini tidak termasuk daerah-daerah kecil di sekitar Jawa Timur. Disini Muhammad Faqih Maskumambang kembali menjadi pemimpin utusan dari Sidayu Gresik bersama Abdul Hamid. Dalam arsip yang lain masih dalam koleksi Museum NU juga disebutkan dengan judul Introeksi Pertama Pengoeroes Besar Nahdlatoel Oelama. Dalam arsip ini menjelaskan tentang isi beberapa surat dari pengurus besar NU yang diperuntukkan pengurus cabang NU. Di dalamnya di jelaskan tugas ketua dan anggota, kwajiban anggota, pemberhentian anggota, tabligh penyiaran Islam, pertemuan ulama, keanggotaan NU, ijin mengirimkan surat digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 30 dengan memakai amplop terbuka, dan seruan untuk membaca Qunut nazilah. Di lampiran terakhir tertulis susunan pengurus besar NU, salah satunya dijelaskan posisi Muhammad Faqih Maskumambang sebagai ketua muda PBNU bagian hukum. Menurut penuturan cucu Muhammad Faqih Maskumambang, Marzuki, Muhammad Faqih Maskumambang tidak pernah ingin disebut sebagai NU karena arti dari NU sendiri merupakan kebangkitan ulama. Bagi Muhammad Faqih Maskumambang ulama adalah orang yang benar-benar memiliki tanggung jawab yang tinggi dimasyarakat. Akan tetapi Muhammad Faqih Maskumambang lebih senang disebut sebagai Ahlus Sunnah Wal Jamaah. 16 Sedangkan menurut Abdur Rahman, Muhammad Faqih Maskumambang memang pernah menjadi salah satu pengurus di NU, akan tetapi tidak diketahui pasti beliau menduduki jabatan apa diorganisasi tersebut. 17 Pada tahun 1937 M, Muhammad Faqih Maskumambang meninggal dunia dalam usia 80 tahun. Beliau meninggalkan Pondok Pesantren Maskumambang dengan tetap mempertahankan metode belajar secara tradisional dan berfaham Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Pada periode selanjutnya Pondok Pesantren Maskumambang diasuh oleh putra yang ke 5 yaitu Ammar Faqih Maskumambang. 16 Marzuki, Wawancara, Pondok Maskumambang Gresik, 21 Mei 2016. 17 Abdur Rahman, Wawancara, Dukun-Gresik, 21 Mei 2016. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 31 Menurut penuturan cucu beliau yang bernama Marzuki, Muhammad Faqih Maskumambang meninggal dunia dalam keadaan tangan telunjuk kanannya lurus, seperti orang sholat yang sedang tasyahud. 18 18 Nuruddin, KH. Ammar Faqih Maskumambang, 33. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 32

BAB III MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB DAN PEMIKIRANNYA

A. Riwayat Hidup Muhammad bin Abdul Wahhab

Al-Imam asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Rasyid bin Buraid bin Muhammad bin Musrif bin Ummar bin Mu’dhad bin Rais bin Zakhir bin Muhammad bin Alwi bin Wuhaib bin Qosim bin Musa bin Mas’ud bin Uqbah bin Sani’ bin Nahsyal bin Syaddad bin Zuhair bin Syihab bin Rabi’ah bin Abu Suud bin Malik bin Hanzhalah bin Malik bin Zaid bin Manah Ibni Tamim bin Mur bin Ad bin Thabikhah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Ad’nan 1 atau yang biasa kita kenal dengan sebutan Muhammad bin Abdul Wahhab adalah salah seorang dari keterunan Bani Tamim. Beliau juga memiliki nama lain yaitu Syaikh Muhammad at-Tamimi. Beliau merupakan pembaharu di Arabia, pengikut paham Taimiyah dan bermazhab Hambali. 2 Muhammad bin Abdul Wahhab lahir di negeri al- ‘Uyainah, Nejed, pada tahun 1115 H 1703 M. Ayah beliau adalah seorang ulama besar dan kakeknya, Sulaiman adalah alim negeri Nejed pada zamannya. 3 Adapun ibu beliau adalah Bintu Muhammad bin Azaz al-Musyarrofi al-Wuhaibi at- Tamimi. Nasab Muhammad bin Abdul Wahhab bertemu dengan nasab 1 Sofyan Chalid bin Idham Ruray, Salafi Antara Tuduhan dan Kenyataan Bandung: Toobagus Publishing, 2012, 29. 2 M. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996, 58. 3 Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Ulasan Tuntas tentang 3 Prinsip Pokok, terj. Zainal Abidin Syamsuddin dan Ainul Haris Arifin Jakarta: Darul Haq, 2014, 1. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 33 Rasulullah pada Ilyas bin Mudhar, terus sampai kepada Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim. 4 Saat menginjak usia 10 tahun, Muhammad bin Abdul Wahhab telah mampu menghafal Alquran, selain itu beliau juga mempelajari ilmu fiqih sampai mendalam kepada ayah dan paman beliau sampai beliau menjadi sangat matang dan menguasainya. Kedua orang tua beliau sangat mengagumi kekuatan hafalannya. Beliau adalah salah seorang yang gemar menuntut ilmu. Membaca kitab-kitab tafsir, hadis dan ushul adalah salah satu kebiasaan yang beliau lakukan baik disiang maupun malam hari. Tidak berhenti sampai disitu, beliau juga mampu menghafal berbagai macam matan semacam rumusan ilmiah dalam berbagai bidang ilmu. Salah satu matan yang beliau hafal dalam bahasa Arab adalah Matan Alfiyyah Ibni Malik. Saat belajar dengan ayah dan pamannya, beliau telah membaca kitab-kitab besar dalam mazhab Hambali seperti Asy-Syarhul Kabir, Al-Mughni dan Al-Inshof. Pada masa itu pula beliau banyak membaca kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya al-Allahmah Ibnu Qoyyim rahimahumallah. 5 Kegemaran Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap aktifitas menuntut ilmu, mengharuskan beliau untuk mengembara ke berbagai daerah, diantaranya Nejed, Makkah, Madinah, Basrah hingga ke Baghdad. Perjalanan pertama beliau dimulai dari wilayah Najed dan Makkah. Beliau berguru pada para ulamanya secara langsung. Diantara mereka adalah al-Allamah asy- Syaikh Abdullah bin Ibrahim asy-Syammari. Beliau juga berguru kepada putra 4 Ruray, Salafi Antara Tuduhan dan Kenyataan, 29. 5 Ibid., 30. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 34 Syaikh Abdullah bin Ibrahim yang terkenal sebagai ahli ilmu Faraidh fi Syarh Alfiyah al- Fara’idh. 6 Dari kedua ulama inilah Muhammad bin abdul Wahhab kemudian diperkenalkan kepada seorang ulama ahli hadis yang terkenal yaitu asy-Syaikh Muhammad Hayat as-Sindi. Kepadanya, Muhammad bin Abdul Wahhab belajar mengenai hadis dan rijal periwayat hadis hingga beliau di beri ijazah semacam rekomendasi karena telah selesai mempelajari kitab- kitab induk hadis. Dalam buku Salafi Antara Tuduhan dan Kenyataan dijelaskan bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab mendapat ijazah dari asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim asy-Syaikh Syammari, ‘Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim asy-Syaikh Syammari juga memberikan ijazah periwayatan Shahih Bukhari dan syarahnya, Shahih Muslim dan syarahnya, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasai, Sunan Abu Daud, Sunan Ibnu Majah, beberapa karya ad-Darimi, Musnad asy- Syafi’i, Muwattha’ Malik dan Musnad Ahmad, dengan sanad bersambung sam pai kepada penulisnya.’ 7 Asy-Syaikh Ali Afandi ad-Dagistani dan asy-Syaikh Abdul Latif al- Ahsai juga pernah memberikan ijazah yang sama dalam periwayatan hadis kepada Muhammad bin Abdul Wahhab. Hal ini menunjukkan kesungguh- sungguhan beliau dalam menuntut ilmu, bahkan beliau meninggalkan tanah kelahirannya demi untuk belajar dari para ulama kaum muslimin. Perjalanan Muhammad bin Abdul Wahhab terus berlangsung. Setelah belajar dengan asy-Syaikh Muhammad Hayat as-Sindi, beliau meneruskan ke Basrah selama 4 tahun, kemudian ke Baghdad 5 tahun dan di sinilah beliau 6 Al-Utsaimin, Ulasan Tuntas tentang 3 Prinsip Pokok, 1. 7 Ruray, Salafi Antara Tuduhan dan Kenyataan, 32. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 35 memperoleh seorang istri yang kaya raya. 8 Sesaat setelah istrinya meninggal, beliau kembali melanjutkan perjalanan untuk menuntut ilmunya ke wilayah Kurdisan. Beliau hanya menetap selama satu tahun di wilayah tersebut. Setelah itu beliau kembali melakukan perjalanan di Hamadan dan menetap disana selama 2 tahun dan pernah pula berkunjung ke Isfahan, Qum Iran. Muhammad bin Abdul Wahhab meninggal pada 29 Syawal 1206 H 1793M. Beliau meninggal dalam usia 91 tahun. Makam beliau terdapat di Dar’iyah Najed.

B. Latar Belakang Pemikiran dan Karya Tulis Muhammad bin Abdul

Wahhab Jika melihat dari perjalanan hidup Muhammad bin Abdul Wahhab saat menuntut ilmu ke berbagai negeri, tentulah kita tahu bahwa beliau termasuk orang dengan aktifitas-aktifitas yang luar biasa. Dari perjalanan beliau dalam menuntut ilmu, ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh. Selain memperoleh khazanah ilmu yang begitu luas, beliau juga memperoleh pengalaman yang luar biasa disetiap wilayah yang pernah disinggahi. Beliau dapat menyaksikan secara langsung gejala-gejala sosial keagamaan yang berkembang di daerah tersebut. Gejala-gejala sosial keagamaan tersebut diantaranya adalah kesyirikan, khurafat, ke bid’ahan, hingga pengagungan kepada kuburan yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Beliau pernah mendengar para wanita di negerinya menjadikan pohon kurma sebagai wasilah perantara, seraya berkata, “Wahai pohon kurma, saya ingin menikah 8 Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, 59. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 36 sebelum tahun ini sirna” 9 Pengagungan terhadap kuburan tidak hanya sebatas kuburan para ulama atau guru tarekat, melainkan juga pengagungan kepada kuburan para sahabat, ahlul bait dan juga kuburan Nabi Muhammad SAW. Mereka memiliki alasan bahwa pengagungan terhadap kuburan termasuk dari rasa cinta mereka kepada orang-orang soleh. Padahal seharusnya wujud cinta ditunjukan dengan cara mengikuti jejak mereka, bukan menjadikan mereka sebagai wasilah antara mereka dengan Allah. Pengaruh tarekat yang berkembang pada saat itu menjadikan permohonan dan doa tidak lagi langsung dimintakan dan dipanjatkan kepada Allah, tetapi melalui syafa’at syaikh atau guru tarekat yang dipandang dekat dengan Allah. 10 Fenomena lain yang terjadi di lingkungan masyarakat pada saat itu adalah masalah taqlid. Hal ini juga menjadi perhatian Muhammad bin Abdul Wahhab karena taqlid merupakan sumber kebekuan ummat Islam sendiri. Banyak dari kalangan masyarakat yang tidak berijtihad menggali hukum dari permasalahan yang ada. Masyarakat lebih suka bertaqlid. Padahal untuk memahai ajaran yang terkandung dalam Alquran dan hadis, maka setiap orang harus melakukan ijtihad. Berangkat dari fenomena-fenomena inilah Muhammad bin Abdul Wahhab memulai dakwahnya, menyeru kepada kaum muslimin mengenai perkara tauhid dan berdoa hanya kepada Allah semata. Dari sinilah kemudian beliau terkenal dengan semboyannya yaitu ‘kembali ke ajaran pokok Alquran dan Assunnah’. 9 Muhammad bin Jamil Zainu, Ada Apa dengan Wahabi , terj. Agus Ma’mun Jakarta: Pustaka at- Tazkia, 2011, 10. 10 Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, 60.