Profil Pengadilan Agama di Indonesia Kewenangan Pengadilan Agama dalam Perwalian

BAB III POSISI KASUS PENGAMPUAN ANAK DALAM PUTUSAN PERKARA

NOMOR 16Pdt.p2007PA DPK

A. Kewenangan Pengadilan Agama dan Bentuk Keputusan

1. Profil Pengadilan Agama di Indonesia

Peradilan Agama merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-undang. Kekuasaan kehakiman di Pengadilan Agama meliputi beberapa hal, di antaranya adalah: a. Pengadilan Agama Pengadilan Tingkat Pertama b. Pengadilan Tinggi Agama Pengadilan Tingkat Banding Peradilan agama juga memiliki Pengadilan khusus, yaitu di Nangroe Aceh Darussalam, yaitu Mahkamah Syariah Pengadilan Tinggkat Pertama dan Mahkamah Syariah Provinsi Pengadilan Tingkat Banding. Kekuasaan kehakiman Peradilan Agama berpuncak pada Mahkamah Agung. 1 Peradilan Agama memiliki visi, yaitu: Terwujudnya putusan yang adil dan berwibawa, sehingga kehidupan masyarakat menjadi tenang, tertib, dan damai, di bawah lindungan Allah SWT. Sementara misi yang diemban oleh 1 Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, Profil Peradilan Agama, Jakarta: Dirjen Peradilan Agama, 2006, h. 2. 35 Peradilan Agama adalah menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan Perkara-perkara yang diajukan oleh umat Islam Indonesia, di bidang Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah,. Zakat, Infaq, Sadaqah, dan Ekonomi Syariat secara cepat, sederhana dan biaya ringan. 2 Selain itu, wewenang khusus yang dimiliki oleh Mahkamah Syariah di Aceh memiliki kewenangan yang lebih luas, yaitu meliputi al-Ahwal al- Syakhsiyyah hukum keluarga, Mu’amalah, dan Jinayat hukum pidana Islam, yang diatur secara rinci dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2001dan Qanun Nangroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002.

2. Kewenangan Pengadilan Agama dalam Perwalian

Dalam sejarah hukum Islam di Indonesia, terutama setelah masa kemerdekaan, secara resmi Peradilan Agama mengalami dua kali perubahan dalam kewenangan absolutnya. Pertama adalah ketika diundangkan Undang- undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama dan kedua ketika Undang-undang ini direvisi dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. 2 Direktoral Jenderal Badan Peradilan Agama, Profil Peradilan Agama, h. 3; Lihat pula, Pasal 52Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama jo Pasal 49 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Pengadilan Agama di Indonesia memiliki beberapa tugas pokok, di antaranya adalah kewenangan mengadili, memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasehat hukum Islam kepada instansi pemerintah. Kewenangan lain yang ditetapkan oleh Undang-undang adalah untuk Pengadilan Tinggi Agama, yaitu berwenang untuk mengadili dalam tingkat banding dan mengadili sengketa kompetensi relatif serta mengawasi jalannya persidangan. 3 Adapun kompetensi absolut atau batasan yang ditentukan oleh bidang yurisdiksi yang dilimpahkan Undang-undang bagi Pengadilan Agama tercantum dalam Pasal 49 Ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan ditambah Pasal 49 dan 50 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Dalam Pasal 49 Undang-undang Peradilan Agama Republik Indonesia, disebutkan: 1 Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; c. wakaf dan shadaqah. 3 Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan, dan Acara Peradilan Agama: Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, Jakarta: Pustaka Kartini, 1997, h. 133. 2 Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 huruf a ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang- undang mengenai perkawinan yang berlaku. 3 Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 huruf b ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing- masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut. 4 Mengacu kepada Pasal tersebut di atas, dapat dimengerti bahwa Pengadilan Agama memiliki kewenangan khusus, terutama dalam perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqah. Terkait dengan kewenangan dalam perkawinan, dijelaskan pula dalam Penjelasan Undang- undang Nomor 7 Tahun 1989, yaitu beberapa hal terkait dengan: izin beristeri lebih dari satu, izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun, dan dalam hal orang tua atau wali atau keluarga dalam garis lurus berbeda pendapat, dispensasi perkawinan, penolakan kawin oleh Pegawan Pencatat Nikah, pembatalan perkawinan, gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau isteri, perceraian karena talak, gugatan perceraian, penyelesaian harta bersama, mengenai kekuasaan anak-anak, ibu memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak, bilamana bapak yang seharusnya bertanggungjawab tidak memenuhi kewajibannya, penentuan kewajiban 4 Pasal 49 Undang-undang Nomor Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas isteri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas isteri. 5 Kemudian Pengadilan Agama juga berwenang untuk menangai putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak, putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua, pencabutan kekuasaan wali, penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut, menunjuk seorang wali bagi seorang anak yang belum berumur 18 tahun, yang ditinggal kedua orang tuanya tanpa adanya penunjukan wali oleh seorangkedua orang tuanya, pembebanan kewajiban ganti rugi terhadap wali yang menyebabkan kerugian atas harta benda anak yang berada di bawah kekuasaannya, penetapan asal usul seorang anak, putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran, pernyatan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain. 6 Jika mengacu kepada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, menurut Yahya Harahap, hampir semua perkara perkawinan 5 Lihat, Penjelasan pasal 49 ayat 2 Undnag-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama; lihat pula, Padmo Wahjono, Budaya Hukum Islam dalam Perspektif Pembentukan Hukum di Masa Depan, dalam Amrullah Ahmad, dkk., Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional: Mengenang 65 Tahun Prof. Dr. Bustanul Arifin, SH, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, h. 169 6 Lihat, Penjelasan pasal 49 ayat 2 Undnag-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama; lihat pula, Padmo Wahjono, Budaya Hukum Islam dalam Perspektif Pembentukan Hukum di Masa Depan, h. 169 masuk dalam kekuasaan Pengadilan Agama. Namun, ada suatu masalah yang tidak masuk, yaitu permasalahan perjanjian perkawinan. Menurutnya, hal ini tidaklah mengurangi jangkauan cakupannya yang telah meliputi segala aspek sengketa perkawinan. 7 Demikian pula kalau dihubungkan dengan fokus kajian dalam penelitian ini, ada beberapa perkara yang berkaitan, yaitu kewenangan Peradilan Agama dalam pencabutan kekuasaan wali, penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut, menunjuk seorang wali bagi seorang anak yang belum berumur 18 tahun, yang ditinggal kedua orang tuanya tanpa adanya penunjukan wali oleh seorangkedua orang tuanya, pembebanan kewajiban ganti rugi terhadap wali yang menyebabkan kerugian atas harta benda anak yang berada di bawah kekuasaannya. 8 Setelah terjadi revisi atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, kewenangan Pengadilan Agama ditambah dengan beberaoa perkara, yaitu zakat, infaq, dan ekonomi syariah. Pasal 49 Undang- undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama menyebutkan: 7 Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan, dan Acara Peradilan Agam, h. 139. 8 Penjelasan Pasal 49 ayat 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989. Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang- orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syariah. 9 Selain itu, Undang-undang ini juga menetapkan peradilan agama yang menyelesaikan perkara-perkara tertentu, termasuk pidana Islam, yaitu di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Mahkamah Syariah Islam yang diatur dengan Undang-Undang. 10 Di dalam Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam, sebetulnya telah ditetapkan terlebih dahulu bahwa Mahkamah Syariah bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara pada tingkat pertama, dalam bidang a ahwal al-Syakhsiyyah; b mu’amalah, dan; c jinayah. 11 9 Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. 10 Lihat Penjelasan Pasal 3 A Undnag-undang Nomor 3 Tahun 2006. 11 Pasal 49 Qanun Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam. Qanun edisi lengkap dikutip dari Rusjdi Ali Muhammad, Revitalisasi Syariat Islam di Aceh: Problem, Solusi, dan Implementasi: Menuju Pelaksanaan Hukum Islam di Nanggroe Aceh Darussalam, Ciputat: Logos, 2003, h. 324.

3. Bentuk Putusan Pengadilan Agama

Dokumen yang terkait

Status anak akibat pembatalan perkawinan analisis putusan pengadilan agama depok nomor 1723/pdt.g/2009 pa.dpk

5 28 104

Putusan verstek pengadilan agama depok dalam perkara cerai gugat : analisa putusan pengadilan agama depok perkara no. 1227/pdt.g/2008/pa.dpk

4 21 94

Saksi dari pihak keluarga dalam gugat cerai menurut hukum islam dan hukum acara perdata: studi kasus putusan pengadilan agama Tangerang perkara nomor: 221/Pdt.G/2008/P.A Kota Tangerang Banten

0 13 76

Pencabutan hak asuh anak dari Ibu : Studi analisis putusan pengadilan agama Depok Nomor 430/Pdt.G/2006/PA.Dpk

1 15 74

Penyelesaian perkara syiqaq : analisis putusan pengadilan agama sumber Cirebon nomor 011s/pdt.g/2009/pa,sbr

1 9 120

Izin poligami dengan alasan isteri mengalami gangguan Jiwa : studi analisis terhadap putusan perkara nomor 0284/pdt.G/2008/pa..jt.di pengadilan agama jakarta timur

2 18 88

Ketidaksanggupan suami dalam melunasi hutang istri sebagai sebab pengajuan perceraian: analisis putusan pengadilan agama depok nomor.826/pdt.g/2009/pa dpk dan jakarta timur nomor.154/pdt.g/2009/pa jt

0 9 94

Wali pengampu pada paman dari pihak Ibu dalam tinjauan hukum islam : studi putusan pengadilan agama depok nomor 16/pdt.p/2007/pa dpk

0 9 103

Potensi perjanjian dalam perkawinan Poligami : studi analisis putusan pengadilan agama bekasi nomor 184/pdt.G/PA.Bks

1 8 89

Putusan pengadilan negeri nomor: 61/PID.B/2011/PN.PWR tentang pencurian disertai pembunuhan berencana dalam tinjauan hukum pidana islam

0 24 0