Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran Dan Hubungannya Dengan Sosial Ekonomi Petani (Studi Kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )

(1)

TINGKAT ADOPSI PETANI SAYUR BAYAM JEPANG

TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA ANJURAN

DAN HUBUNGANNYA DENGAN SOSIAL EKONOMI PETANI

(Studi Kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )

SKRIPSI

OLEH :

DIBA PRIANTARINI RITONGA 030309005

SEP / P K P

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN


(2)

TINGKAT ADOPSI PETANI SAYUR PELENG

TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA ANJURAN

DAN HUBUNGANNYA DENGAN SOSIAL EKONOMI PETANI

(Studi Kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )

SKRIPSI

OLEH :

DIBA PRIANTARINI RITONGA 030309005

SEP / P K P

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

( Ir. Thomson Sebayang, MT) (Ir. M. Jufri, M.Si) Ketua Anggota

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2008


(3)

RINGKASAN

DIBA PRIANTARINI RITONGA (030309005), dengan judul skripsi

TINGKAT ADOPSI PETANI SAYUR BAYAM JEPANG TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA ANJURAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN SOSIAL EKONOMI PETANI . Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT.danBapak Ir. M. Jufri, M.Si.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2007. Penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive, yaitu secara sengaja di desa Rumah Berastagi kecamatan Berastagi Kabupaten Karo yang didasarkan bahwa Desa Rumah Berastagi merupakan daerah penghasil bayam jepang..

Metode penarikan sampel adalah metode stratifield proporsional

sampling, dengan jumlah 5% dari seluruh populasi, yaitu dengan sampel sebanyak 26 kk, dimana luas lahan yang dimiliki petani sampel bervariasi dengan range 0.06 ha-1 ha

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan para petani sayur bayam jepang di desa Rumah Berastagi kecamatan Berastagi Kabupaten Karo dengan menggunakan kuesioner dan interview. Sedangkan data sekunder merupakan data lengkap yang diperoleh dari berbagai instansi atau lembaga yang terkait seperti Kantor Kepala Desa , buku-buku, maupun dari artikel di internet.

Dari penelitian diperoleh hasil:

1. Tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo tergolong kategori sedang

2. Ada hubungan yang tidak nyata antara umur petani, tingkat kosmopolitan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan petani dengan tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran.

3. Ada hubungan yang nyata antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran

4. Masalah yang dihadapi petani sayur bayam jepang adalah harga sayur yang berfluktasi, sayur yang mudah busuk, kurangnya modal, serangan hama dan penyakit yang menyerang sayur.

5. Upaya-upaya yang dilakukan petani adalah mengatur pola tanam, keterpaduan usahatani sayur dengan usaha ternak, melakukan pinjaman dan memberikan pestisida.


(4)

RIWAYAT HIDUP

DIBA PRIANTARINI RITONGA,lahir di Medan pada tanggal 15 April 1985, sebagai anak ketiga dari enam bersaudara, dari keluarga Ayahanda Drs. H. Labuhan. Ritonga dan Ibunda Syahniar.

Pendidikan formal yang ditempuh oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Tahun 1991 masuk Sekolah Dasar di SD Negeri No.066057 Medan dan

tamat Tahun 1997.

2. Tahun 1997 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 17 Medan dan tamat Tahun 2000.

3. Tahun 1997 masuk Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 11 Medan dan tamat Tahun 2003.

4. Tahun 2003, diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian melalui jalur SPMB.

5. Tahun 2007, mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Parbuluan, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi.

6. Tahun 2007, melakukan penelitian skripsi di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis ucapkan kepada ALLAH SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis mamp menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul skripsi ini adalah TINGKAT ADOPSI PETANI SAYUR

BAYAM JEPANG TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA ANJURAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN SOSIAL EKONOMI PETANI . Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada ayah Drs. H. Labuhan. Ritonga dan mama Syahniar atas segala perhatian, kasih sayang, semangat serta dukungan moral dan material selama penulis menyelesaikan skripsi ini. Juga kepada kakak-kakak penulis (Noni Putriani Ritonga, S. Sos dan Rosi Feirina Ritonga, SPd) dan adik-adik penulis (Rizki Ayumi Ritonga, Cendika Rahmi Ritonga dan Citra Insani Ritonga) terima kasih atas dukungannya serta sahabat-sahabatku yang telah banyak mendukung penulis selama menyelesaikan skripsi ini, terima kasih.

Selain dukungan moril dan material serta motivasi penulis juga memperoleh bimbingan dan bantuan formal dalam proses penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan hormat kepada berbagai pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini antara lain :


(6)

2. Bapak Ir. M. Jufri, MSi., selaku Anggota Komisi Pembimbing.

3. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP., selaku Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian.

4. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS, selaku Seketaris Departemen Sosial Ekonomi Pertanian.

5. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian USU

6. Bapak Saiman Ginting, selaku Lurah Desa Rumah Berastagi Kec. Berastagi, Kab. Karo yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian ini. 7. Seluruh responden dan instansi yang terkait dengan penelitian ini yang telah

memberikan data-data kepada penulis selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juni 2008


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka ... 6

Landasan Teori ... 9

Kerangka Pemikiran ... 14

Hipotesis Penelitian ... 17

METODOLOGI PENELITIAN Penentuan Daerah Sampel ... 18

Metode Pengambilan Sampel ... 18

Metode Pengumpulan Data ... 19

Metode Analisis Data ... 20

Defenisi dan Batasan Operasional ... 21

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARA KTERISTIK PETANI SAMPEL Deskripsi Daerah Penelitian... 23

Karakteristik Petani Sampel... 26

ANJURAN TEKNOLOGI BUDIDAYA SAYUR BAYAM JEPANG Syarat Tumbuh Bayam Jepang ... 28

Komponen Teknologi Budidaya Anjuran di Daerah Penelitian... 29


(8)

Pelaksanan Kegiatan Penyuluhan Pertanian di Daerah

Penelitian... 36 Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap

Teknologi Anjuran di Daerah Penelitian ... 36 Hubungan Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Dengan Tingkat

Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi

Budidaya Anjuran ... 38 Masalah-masalah Yang Dihadapi Petani di Daerah Penelitian.. 49 Upaya-upaya Yang Dilakukan Dalam Mengatasi Masalah

Petani di Daerah Penelitian... 50 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 52 Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Distribusi Populasi dan Sampel

di Desa Rumah Berastagi Berastagi ... 19 Tabel 3.2 Spesifikasi Pengumpulan Data ... 19 Tabel 4.1 Sarana Pendidikan Desa Rumah Berastagi Kecamatan

Berastagi Kabupaten Karo 2006 ... 24 Tabel 4.2 Sarana/Prasarana Perhubungan Desa Rumah Berastagi

Kecamata Berastagi Kabupaten Karo 2006 ... 24 Tabel 4.3 Sarana Pemasaran Desa Rumah Berastagi Kecamatan

Berastagi Kabupaten Karo 2006 ... 25 Tabel 4.4 Mata Pencaharian Petani sampel Desa Rumah Berastagi

Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2006 ... 25 Tabel 4.5 Karakteristik Petani Sampel di Desa Rumah Berastagi

Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2006 ... 26 Tabel 5.1 Paket Teknologi Budidaya Anjuran Sayur Bayam Jepang ... 31 Tabel 6.1 Distribusi Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang

di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi

Kabupaten Karo ... 37 Tabel 6.2 Jumlah dan Persentase Tingkat adopsi petani di Desa

Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ... 38 Tabel 6.3 Hubungan Umur Petani Dengan Tingkat Adopsi Petani

Sayur Bayam Jepang terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Desa Rumah Berastagi Kecamatan

Berastagi Kabupaten Karo ... 39 Tabel 6.4 Hubungan Tingkat Pendidikan Petani Dengan

Tingkat Adopsi Petani SayurBayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Desa Rumah Berastagi


(10)

Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Desa Rumah Berastagi

Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ... 41 Tabel 6.6 Hubungan Status kepemilikan Lahan Dengan Tingkat

Adopsi Petani SayurBayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Desa Rumah Berastagi

Kecamatan Berastagi KabupatenKaro ... 42 Tabel 6.7 Hubungan Antara Lama Bertani Dengan Tingkat

Adopsi Petani SayurBayam Jepang Terhadap

Teknologi Budidaya Anjuran di Desa Rumah Berastagi

Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ... 43 Tabel 6.8 Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Tingkat Adopsi

Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi

Kabupaten Karo ... 44 Tabel 6.9 Hubungan Antara Jumlah Tanggungan Dengan

Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Desa Rumah Berastagi

Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ... 46 Tabel 6.10 Hubungan Antara Total Pendapatan Petani Dengan

Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Desa Rumah Berastagi


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

1. Skema Kerangka Pemikiran .. 16


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan

1. Lampiran 1. Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Sampel

2. Lampiran 2. Skor Tingkat Adopsi Petani Sampel Terhadap Budidaya Anjuran

3. Lampiran 3. Skoring Teknologi Budidaya Anjuran Sayur Bayam Jepang 4. Lampiran 4. Korelasi Rank Spearman Antara Umur Dengan Tingkat

Adopsi Petani Sampel Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran

5. Lampiran 5. Korelasi Rank Spearman Antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Adopsi Petani sampel Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran 6. Lampiran 6. Skoring Tingkat Kosmopolitan

7. Lampiran 7. Korelasi Rank Spearman Antara Tingkat Kosmopolitan Dengan Tingkat Adopsi Petani Sampel Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran

8. Lampiran 8. Korelasi Rank Spearman Antara Status Pemilikann Lahan Dengan Tingkat Adopsi Petani Sampel Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran

9. Lampiran 9. Korelasi Rank Spearman Antara Pengalaman Bertani dengan Tingkat Adopsi Petani Sampel Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran 10. Lampiran 10. Korelasi Rank Spearman Antara Luas Lahan Dengan

Tingkat Adopsi Petani Sampel Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran 11. Lampiran 11. Korelasi Rank Spearman Antara Jumlah Tanggungan

Dengan Tingkat Adopsi Petani Sampel Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran

12. Lampiran 12. Korelasi Rank Spearman Antara Total Pendapatan Dengan Tingkat Adopsi Petani Sampel Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran 13. Lampiran 13. Penggunaan Dan Biaya Input Produksi Usahatani Bayam


(13)

14. Lampiran 14. Penggunaan Dan Biaya Input Produksi Usahatani Bayam Jepang Per Ha Per Musim Tanam (MT)

15. Lampiran 15. Biaya Tenaga Kerja Pada Usahatani Bayam Jepang Per Petani/ha Per Musim Tanam (MT)

16. Lampiran 16. Umur Pakai Alat dan Bangunan Pada Usahatani Bayam Jepang

17. Lampiran 17. Nilai Dan Alat Bangunan Pada Usahatani Bayam Jepang Per Petani Per Musim Tanam (MT)

18. Lampiran 18. Nilai Dan Alat Bangunan Pada Usahatani Bayam Jepang 19. Lampiran 19. Besarnya Biaya Penyusutan Peralatan Dan Bangunan

Usahatani Bayam Jepang Per Petani Per Musim Tanam

20. Lampiran 20. Besarnya Nilai Penyusutan Peralatan Dan Bangunan Usahatani Bayam Jepang Per Ha Per Musim Tanam (MT)

21. Lampiran 21. Total Biaya Usahatani Bayam Jepang Per Petani Per Musim Tanam (MT)

22. Lampiran 22. Total Biaya Usahatani Bayam Jepang Per Ha Per Musim Tanam (MT)

23. Lampiran 23. Produksi Dan Produktivitas Usahatani Bayam Jepang

24. Lampiran 24. Penerimaan Usahatani Bayam Jepang Per Petani Per Musim Tanam

25. Lampiran 25. Penerimaan Usahatani Bayam Jepang Per Ha Per Musim Tanam

26. Lampiran 26. Pendapatan Bersih Usahatani Per Petani Per Musim Tanam (MT)

27. Lampiran 27. Pendapatan Bersih Usahatani Per Ha Per Musim Tanam (MT)


(14)

RINGKASAN

DIBA PRIANTARINI RITONGA (030309005), dengan judul skripsi

TINGKAT ADOPSI PETANI SAYUR BAYAM JEPANG TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA ANJURAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN SOSIAL EKONOMI PETANI . Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT.danBapak Ir. M. Jufri, M.Si.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2007. Penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive, yaitu secara sengaja di desa Rumah Berastagi kecamatan Berastagi Kabupaten Karo yang didasarkan bahwa Desa Rumah Berastagi merupakan daerah penghasil bayam jepang..

Metode penarikan sampel adalah metode stratifield proporsional

sampling, dengan jumlah 5% dari seluruh populasi, yaitu dengan sampel sebanyak 26 kk, dimana luas lahan yang dimiliki petani sampel bervariasi dengan range 0.06 ha-1 ha

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan para petani sayur bayam jepang di desa Rumah Berastagi kecamatan Berastagi Kabupaten Karo dengan menggunakan kuesioner dan interview. Sedangkan data sekunder merupakan data lengkap yang diperoleh dari berbagai instansi atau lembaga yang terkait seperti Kantor Kepala Desa , buku-buku, maupun dari artikel di internet.

Dari penelitian diperoleh hasil:

1. Tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo tergolong kategori sedang

2. Ada hubungan yang tidak nyata antara umur petani, tingkat kosmopolitan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan petani dengan tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran.

3. Ada hubungan yang nyata antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran

4. Masalah yang dihadapi petani sayur bayam jepang adalah harga sayur yang berfluktasi, sayur yang mudah busuk, kurangnya modal, serangan hama dan penyakit yang menyerang sayur.

5. Upaya-upaya yang dilakukan petani adalah mengatur pola tanam, keterpaduan usahatani sayur dengan usaha ternak, melakukan pinjaman dan memberikan pestisida.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan pertanian akan memberi harapan dengan hasil yang optimal, jika penyuluhan pertanian dilakukan secara baik, karena penyuluh pertanian merupakan ujung tombak pembangunan pertanian. Penyuluhan pertanian yang baik, disertai dengan sistem pelayanan yang teratur akan menjadi jaminan yang efektif untuk tercapainya tujuan pembangunan pertanian itu sendiri. Inti dari kegiatan penyuluhan pertanian adalah komunikasi gagasan inovatif yang dapat memberi nilai ekonomis yang lebih baik kepada para petani dan keluarganya. Hal terpenting dalam komunikasi inovasi adalah terjadinya komunikasi antara komunikator dengan komunikan (petani). Interaksi tersebut tergantung pada sistem sosial budaya masyarakat setempat dan latar belakang petani penerima pesan. (Levis, 1996)

Agar pembangunan pertanian itu berhasil, para petani haruslah terus menerus menerima metode baru, cara berpikir petani haruslah berubah di bidang pengetahuan dan keterampilan. Sukses yang petani alami dalam meningkatkan produksi pertanian akan mempertinggi rasa percaya diri pada diri petani sendiri. (Van den Bandan Hawkins, 2000)

Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani di daerah pedesaan dimana tempat mayoritas para petani menjalani kehidupannya sehari-hari, mempunyai beberapa permasalahan seperti tingkat


(16)

pendapatan rendah, adanya sikap mental yang kurang mendukung dan masalah-masalah lainnya. Permasalah-masalahan tersebut meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat petani pedesaan yang satu sama lain saling berkaitan. (Mosher, 1983)

Penerapan teknologi yang menguntungkan akan lebih banyak terjadi bila para pengelola usahatani lebih terbuka sikapnya dan mampu melaksanakan anjuran penggerak perubahan atau yang biasa disebut bertahap reseptivitasnya terhadap hal-hal yang baru. Pengelolaan usahatani dimana saja dan kapan saja pada hakekatnya akan dipengaruhi oleh prilaku petani yang mengusahakan. Prilaku orang itu ternyata tergantung dari beberapa faktor, diantaranya watak, suku dan kebangsaan dari petani itu sendiri, tingkat kebudayaan bangsa dan masyarakatnya, juga kebijakan pemerintah. (Wiriatmadja, 1982)

Pada masa pembangunan ini pandangan, perhatian dan pemeliharaan terhadap petani di pedesaan ternyata demikian besar, seperti diadakannya penyuluhan-penyuluhan yang bertujuan untuk melakukan perubahan-perubahan antara lain peningkatan hasil pertanian dan peningkatan taraf hidup petani. Petani adalah tulang punggung perekonomian negara dan desa adalah pangkal kehidupan perkotaan, tetapi kenyataannya kehidupan para petani di pedesaan masih berada pada tingkat kesejahteraan yang rendah. petani buta akan pendidikan, teknologi yang baik untuk usahataninya, sehingga produksi yang petani lakukan dari generasi ke generasi hanyalah berdasarkan pengalaman dan usaha sendiri, dalam waktu yang demikian lama prilaku kehidupan petani tidak mengalami perubahan. petani tidak bisa melakukan perubahan karena terbentur pada keadaan sendiri, antara lain karena pendidikan yang diperolehnya terlalu rendah. (Mardikanto, 1993)


(17)

Dalam rangka mempercepat laju pembangunan pertanian, kegiatan penyuluhan pertanian sangat memegang peranan penting. Dengan adanya penyuluhan pertanian para petani diharapkan mempunyai persepsi yang positif terhadap suatu teknologi, kemudian dengan persepsi positif tersebut diharapkan para petani bersedia mengubah sikap dan prilaku dalam pengelolaan usahatani sesuai dengan anjuran teknologi yang hendak diterapkan. (Suhardiyono, 1992)

Bayam jepang atau sering juga disebut sebagai peleng (Spinacia oleraceaL.) sering digunakan dalam masakan Eropa dan wilayah Laut Tengah. Daunnya yang muda dapat dimakan mentah dan dijadikan Salad. Dalam masakan cina sayur jenis Spinacia ini sering dimasak dalam palak paneer dengan "paneer" (semacam keju), atau aloo palak dengan kentang. Sama seperti bayam jenis Amaranth, spinacia yang dipanasi berulang-ulang bisa berbahaya untuk anak di bawah 6 bulan. Untuk orang yang lebih dewasa, biasanya tidak ada masalah. Pemanasan berulang-ulang mengoksidasi kandungan besi di dalam daun sehingga ketersediaannya menurun dan dapat meracuni tubuh. (Wikipedia, 2007)

Bayam jepang diduga berasal dari daerah dekat Iran, tempat tanaman ini telah dibudidayakan sekurang-kurangnya selama 2000 tahun. Di Afrika Utara dan Eropa, budidaya tanaman ini dimulai sekitar tahun 1000. Tipe liar sekerabatnya adalah S.Tetranda(RubatzkydanMas anaguchi, 1998)


(18)

Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang diatas maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya sayur bayam jepang di daerah penelitian ?

2. Apakah ada hubungan yang nyata antara faktor sosial ekonomi petani (umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan petani) dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya sayur bayam jepang di daerah penelitian ?

3. Masalah-masalah apa yang dihadapi petani dalam mengadopsi teknologi budidaya sayur bayam jepang di daerah penelitian?

4. Upaya-upaya apa saja yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam mengadopsi teknologi budidaya sayur bayam jepang di daerah penelitian?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan diadakan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya sayur bayam jepang di daerah penelitian.

2. Untuk mengetahui ada hubungan yang nyata antara faktor sosial ekonomi petani (umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan


(19)

dan total pendapatan petani) dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya sayur bayam jepang di daerah penelitian.

3. Untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi petani sayur bayam jepang dalam mengadopsi teknologi budidaya anjuran di daerah penelitian.

4. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi petani sayur bayam jepang dalam mengadopsi teknologi budidaya anjuran di daerah penelitian.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan referensi dan studi untuk pengembangan ilmu bagi pihak-pihak yang membutuhkan

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dan kebijakan dalam rangka peningkatan produksi usahatani bayam jepang 3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti dalam mengembangkan wawasan

untuk menjadi seorang peneliti

4. Sebagai bahan untuk membuat skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

Bayam jepang (Spinacia Oleracea L.) adalah tanaman setahun yang ditanam diwilayah beriklim sedang, khusus untuk diambil daunnya. Sistem perakaran spinasi terdiri atas banyak akar serabut lateral dangkal, berkembang dari akar tunggang gemuk yang memiliki beberapa akar lateral besar. Segera setelah fase kecambah, tanaman mencapai pola pertumbuhan roset dengan banyak daun berdaging yang melekat pada batang pendek. Jarak tanam dan kondisi lingkungan berpengaruh terhadap jumlah dan ukuran daun. Bentuk lembar daun berkisar dari bulat telur atau mendekati segitiga hingga panjang dan bentuk kepala panah sempit, bentuk yang terakhir adalah panah yang berbentuk primitif. Sembir daun rata atau bergelombang dan permukaan daun rata, agak keriput, hingga sangat keriput. Penampakan melepuh jaringan keriput disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan jaringan parenkina diantara vena daun. Tangkai daun biasanya sama panjang dengan lebar daun, dan sering menjadi berongga ketika daun telah berkembang penuh. Pola pertumbuhan daun beragam dimulai dari merayap hingga tegak, sebagian dipengaruhi oleh jarak tanam, kemiringan dan kerapatan. (Rubatzky danMas amaguchi,1998)


(21)

Adapun klasifikasi tanaman bayam jepang adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Ordo : Caryophyttales Family : Amaranthaceae Genus :Spinacia Species : C.oleraceaL. (Wikipedia , 2007)

Spinasi dikelompokkan sebagai tanaman berumah dua yang tidak sepenuhnya benar, karena terdapat variasi tipe kelamin. Tipe tanaman terdiri atas jantan, betina, atau sekaligus jantan betina, tingkat keberumah-satuan (monociousness) dipengaruhi secara genetik dan lingkungan. Bunga hermaprodit ( berkelamin ganda) kadang-kadang juga terlihat. (Decoteu,2000)

Berdasarkan bijinya, ada dua tipe tanaman, yaitu tanaman dengan biji berbentuk bundar rata, dan yang berbentuk bijinya tidak beraturan dan berduri. Kultivar berbiji berduri dianggap sebagai tipe musim dingin, dan yang berbiji bundar sebagai tipe musim panas. Kultivar biji berduri jarang ditanam. Sebelum masa Linnaeus, ahli taksonomi mengidentifikasi tipe bundar dan tipe berduri sebagai species yang berbeda, yaitu sebagai S. spinosadan S. inermis. Di yakini bahwa tipe biji berduri terbentuk sebelum tipe biji bundar. (Rubatzky danMas amaguchi,1998)


(22)

Pertumbuhan terbaik spinasi adalah bila suhu rata-rata 18-20 C, pada suhu 10 C pertumbuhan berlangsung lambat. Suhu juga mempengaruhi kualitas daun; suhu rendah cenderung mempertebal daun tetapi mengurangi ukuran dari kerataannya. (Pierce, 1987)

Kedinian panen berkaitan dengan laju pertumbuhan, kultivar umur-genjah tumbuh cepat. Petani memilih kultivar disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan agar diperoleh pertumbuhan cepat dan hasil tinggi, sambil menghindari bolting. Spinasi dapat tumbuh pada berbagai macam tipe tanah, tanaman ini menyukai tanah yang dapat menahan air dengan sangat baik dan berdrainase baik. Tanaman ini agak toleran terhadap salinitas, tetapi peka terhadap keasaman; kisaran pH yang sesuai adalah 6,5-8,0. persyaratan lengan biasanya tidak terlalu tinggi karena transpirasi berlangsung rendah selama musim dingin, saat tanaman spinasi biasanya ditanam; sekitar 250 mm sering dianggap cukup untuk satu tanaman. Namun, karena sistem perakarannya dangkal, tanaman ini dapat dengan mudah tercekam akibat kelengasan yang tidak mencukupi. Tanah tergenang juga pengaruh buruk tanaman. (Decoteu, 2000)

Pemupukan dengan Nitrogen umumnya meningkatkan produksi spinasi yang ditanam selama musim dingin karena rendahnya nitrifikasi pada suhu tanah yang rendah. Spinasi biasanya dipupuk dengan baik untuk meningkatkan kerimbunannya, dan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan yang sangat cepat, yang terjadi dalam waktu yang singkat sebelum panen. Sekitar dua pertiga biomassa dihasilkan selama sepertiga terakhir priode pertumbuhannya. Untuk


(23)

memenuhi kebutuhan ini, penjadwalan pemupukan yang tepat sangat diperlukan. (RubatzkydanMas amaguchi,1998)

Perkecambahan benih spinasi sudah optimum pada suhu 20 C, dan perkecambahan berlangsung lebih baik pada suhu rendah (5-10 C) ketimbang pada suhu tinggi (25 C), benih sering ditanam dalam barisan ganda atau dalam alur sempit (lebar 10 cm), pada guludan atau bedengan yang ditinggikan dengan kedalaman 1-3 cm. Jumlah benih per hektar beragam dengan tujuan penanaman yang diiginkan. Kerapatan tanaman untuk dijual segar rata-rata sekitar 60 tanaman per m2. Tanaman untuk dijual segar jarang dijarangkan; penjarangan dilakukan pada tanaman untuk pengolahan karena memerlukan banyak tenaga kerja. (Decoteau, 2000)

Pengelolaan gulma adalah faktor yang sangat berpengaruh, khususnya bagi pertanaman untuk pengolahan, karena gulma adalah kontaminan, dan beberapa jenis memiliki penampakan yang mirip spinasi sehingga sulit dipisahkan. ((Rubatzky danMas amaguchi,1998)

Landasan Teori

1. Faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi

Adopsi teknologi baru adalah merupakan proses yang terjadi dari petani untuk menerapkan teknologi tersebut pada usahataninya. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :


(24)

a. Tingkat pendidikan petani

Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. petani yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat dalam melaksanakan adopsi.

b. Umur Petani

Makin muda petani biasanya mempunyai semangat ingin tahu apa yang belum diketahui, sehingga dengan demikian petani berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya belum berpengalaman soal adopsi inovasi tersebut

c. Luas Pemilihan Lahan

Petani yang mempunyai lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani yang berlahan sempit, hal ini dikarenakan keefesienan penggunaan sarana produksi.

d. Jumlah Tanggungan

Petani dengan jumlah tanggungan semakin tinggi akan semakin lamban dalam mengadopsi inovasi karena jumlah tanggungan yang besar akan mengharuskan petani untuk memikirkan dalam pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya. Petani yang memiliki jumlah tanggungan yang besar harus mampu mengambil keputusan yang tepat agar tidak mengalami resiko yang fatal, bila kelak inovasi yang diadopsi mengalami kegagalan. e. Tingkat kosmopolitan

Petani dengan tingkat kosmopolitan yang semakin tinggi biasanya akan semakin cepat dalam mengadopsi inovasi, karena seorang petani dalam


(25)

mengadopsi inovasi dipengaruhi beberapa faktor luar (lingkungan) dan dalam diri (pribadi) petani.

f. Pengalaman Bertani

Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi daripada petani pemula, hal ini dikarenakan pangalaman lebih banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan.

(Soekartawi, 1986) 2. Tingkat Adopsi

Berdasarkan cepat lambatnya para petani menerapkan teknologi melalui penyuluh dan informasi-informasi lain, dapat dikemukakan beberapa golongan petani yang terlibat di dalamnya, yaitu :

1. Golongan inovator

Dengan adanya inovasi, golongan inovator yang selalu merintis, mencoba dan menerapkan teknologi baru dalam pertanian menjadi terpenuhi kebutuhannya dan menjadi inovator dalam menerima para penyuluh pertanian, bahkan mengajak/menganjurkan petani lainnya untuk mengikuti penyuluhan.

Petani yang termasuk golongan ini pada umumnya adalah termasuk petani yang berada, yang memiliki lahan pertanian yang lebih luas dari petani yang rata-rata memiliki sebidang lahan yang sempit (0,5-2,5) ha di desanya. Oleh karena itu menanggung resiko dalam menghadapi


(26)

dalam mencari informasi-informasi guna melakukan inovasi teknologi tersebut.

2. Penerap inovasi teknologi lebih dini ( early adopter )

Golongan inovator mengusahakan sendiri pembaharuan teknologi pertanian itu dan lebih yakin setelah adanya PPL, maka golongan early adopter adalah orang-orang yang lebih dini mau menyambut kedatangan para penyuluh ke desa yang akan menyebarkan dan menerapkan teknologi pertanian.

Golongan ini kadang-kadang mengundang kedatangan para penyuluh dan mendampingi para penyuluh dalam mengadakan pembaharuan atau mengusahakan perubahan

3. Penerap inovasi teknologi awal ( Early Mayority )

Sifat dari golongan early mayority merupakan sifat yang dimiliki kebanyakan para petani. Penerapan teknologi baru dapat dikatakan lebih lambat dari kedua golongan di atas, akan tetapi lebih mudah terpengaruh dalam hal teknologi baru itu telah meyakinkannya dapat lebih meningkatkan usahataninya. Yaitu lebih meningkatkan pendapatan dan lebih memperbaiki cara kerja dan cara hidupnya

4. Penerapan inovasi teknologi lebih akhir ( Late Mayoriy )

Termasuk dalam golongan ini adalah petani yang pada umumnya kurang mampu, lahan pertanian yang dimiliki sangat sempit, rata-rata di bawah 0,5 ha, oleh karena itu petani selalu berbuat dengan waspada lebih hati-hati karena takut mengalami kegagalan. Petani ini baru akan mau mengikuti dan menerapkan teknologi apabila kebanyakan para petani di


(27)

lingkungannya telah menerapkan dan benar-benar dapat meningkatkan perikehidupannya.

5. Penolak inovasi ( Laggard )

Para petani yang termasuk golongan ini adalah petani yang berusia lanjut, berumur sekitar 50 tahun ke atas, biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk memberi pengertian yang dapat mengubah cara berpikir, cara bekerja dan cara hidupnya, petani ini berpikir apatis terhadap adanya teknologi baru. ( Kartasapoetrra, 1988 )

Mengingat sikap pandangan, keadaan dan kemampuan daya pikir dan daya tangkap para petani yang terbagi atas beberapa golongan di atas, maka dengan sendirinya keberhasilan penyuluhan untuk sampai kepada tahapan yang meyakinkan para petani sehingga mau menerapkan materi penyuluhan akan melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut sebagai berikut :

1. Mengetahui dan menyadari ( Awareness) 2. Menaruh minat ( Interest )

3. Penilaian ( evaluation )

4. Melakukan percobaan ( Trial ) 5. Penerapan ( Adoption )

(Mardikanto, 1993)

Pada akhirnya suatu teknologi baru diterapkan atau tidak terletak pada petani itu sendiri, dimana petani dapat diasumsikan bersifat positif terhadap teknologi baru, bila dalam dirinya terdapat keinginan dan kesadaran akan


(28)

kepercayaan petani terhadap dirinya dan semakin mampu penyuluh bertindak dengan penuh kebijaksanaan, semakin besar pula harapannya dapat mempengaruhi perasaan petani tersebut. (Kaslan, 1982)

Kerangka Pemikiran

Petani sayur bayam jepang dalam melakukan budidaya bayam jepang melakukan tahapan-tahapan seperti : pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, dan pemanenen. Penyuluh mempunyai peranan penting dalam memperkenalkan teknologi tersebut kepada petani karena dengan bantuan penyuluh maka inovasi akan cepat diterima oleh masyarakat tani khususnya para petani sayur bayam jepang. Disamping itu media massa juga berperan dalam mempercepat proses penyampaian teknologi kepada petani seperti : radio, TV, majalah, koran dan lain-lain .

Dalam mengadopsi suatu teknologi, maka petani dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu : umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan petani

Petani yang memiliki lahan luas akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi bila dibandingkan dengan petani yang memiliki lahan sempit hal ini dikarenakan keefisienan sarana produksi.

Petani yang memiliki pendapatan yang rendah pada umumnya lebih lambat dalam mengadopsi suatu inovasi karena petani umumnya lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan hidup petani bila dibandingkan dengan mengadopsi


(29)

suatu inovasi, petani tidak mau untuk mengambil resiko yang besar jika nantinya inovasi itu tidak berhasil.

Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi daripada petani pemula, karena dengan pengalaman yang lebih banyak sudah dapat membuat perbandingan dalam membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi (teknologi).

Petani yang memiliki pandangan luas dengan dunia luar dengan kelompok sosial yang lain, umumnya lebih mudah dalam mengadopsi suatu inovasi bila dibandingkan dengan golongan masyarakat yang hanya berorientasi pada kondisi lokal atau dengan istilah lokaliterness karena pengalaman petani yang terbatas petani sulit dalam menerima perubahan atau mengadopsi suatu inovasi. Hal ini disebabkan petani belum pernah atau bahkan belum mengenal informasi yang cukup tentang invosi tersebut.

Dalm pelaksanaan penyuluhan pertanian khususnya pemberian teknologi budidaya anjuran juga ditemukan masalah-masalah, baik masalah yang dihadapi penyuluh, maupun petani sayur bayam jepang. Untuk itu penyuluh maupun petani telah melakukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah-masalah tersebut.

Petani dalam mengadopsi teknologi budidaya sayur bayam jepang tidak sama. Ada yang cepat dan ada yang lambat. Oleh karena itu tingkat adopsi dapat dikategorikan rendah, sedang dan tinggi.


(30)

Secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan :

= Berhubungan

Gambar. 1 . Skema Kerangka Pemikiran

Petani Sayur Bayam Jepang

Usahatani Bayam Jepang

Teknologi Budidaya Bayam Jepang Faktor-faktor yang mempengaruhi : - Umur

- Tk. Pendidikan - Tk. Kosmopolitan - Status kepemilikan

lahan

- Lama bertani - Luas lahan - Jlh. Tanggungan - Total pendapatan

Tinggi Sedang Rendah Adopsi Masalah dan upaya Tahapan-tahapan teknologi budidaya bayam jepang :

- Pembibitan - Persiapan lahan - Penanaman - Pemeliharaan - Pengendalian

H & P - Pemanenan Sumber Informasi - Koran - Radio - Tv - Majalah - Dll


(31)

Hipotesis Penelitian

Untuk mengarahkan penelitian sesuai dengan identifikasi masalah dan tujuan penelitian maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran di daerah penelitian tergolong kategori tinggi.

2. Ada hubungan yang nyata antara faktor sosial ekonomi petani (umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan, total pendapatan) dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya sayur bayam jepang di daerah penelitian


(32)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

Bayam jepang (Spinacia Oleracea L.) adalah tanaman setahun yang ditanam diwilayah beriklim sedang, khusus untuk diambil daunnya. Sistem perakaran spinasi terdiri atas banyak akar serabut lateral dangkal, berkembang dari akar tunggang gemuk yang memiliki beberapa akar lateral besar. Segera setelah fase kecambah, tanaman mencapai pola pertumbuhan roset dengan banyak daun berdaging yang melekat pada batang pendek. Jarak tanam dan kondisi lingkungan berpengaruh terhadap jumlah dan ukuran daun. Bentuk lembar daun berkisar dari bulat telur atau mendekati segitiga hingga panjang dan bentuk kepala panah sempit, bentuk yang terakhir adalah panah yang berbentuk primitif. Sembir daun rata atau bergelombang dan permukaan daun rata, agak keriput, hingga sangat keriput. Penampakan melepuh jaringan keriput disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan jaringan parenkina diantara vena daun. Tangkai daun biasanya sama panjang dengan lebar daun, dan sering menjadi berongga ketika daun telah berkembang penuh. Pola pertumbuhan daun beragam dimulai dari merayap hingga tegak, sebagian dipengaruhi oleh jarak tanam, kemiringan dan kerapatan. (Rubatzky danMas amaguchi,1998)


(33)

Adapun klasifikasi tanaman bayam jepang adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Ordo : Caryophyttales Family : Amaranthaceae Genus :Spinacia Species : C.oleraceaL. (Wikipedia , 2007)

Spinasi dikelompokkan sebagai tanaman berumah dua yang tidak sepenuhnya benar, karena terdapat variasi tipe kelamin. Tipe tanaman terdiri atas jantan, betina, atau sekaligus jantan betina, tingkat keberumah-satuan (monociousness) dipengaruhi secara genetik dan lingkungan. Bunga hermaprodit ( berkelamin ganda) kadang-kadang juga terlihat. (Decoteu,2000)

Berdasarkan bijinya, ada dua tipe tanaman, yaitu tanaman dengan biji berbentuk bundar rata, dan yang berbentuk bijinya tidak beraturan dan berduri. Kultivar berbiji berduri dianggap sebagai tipe musim dingin, dan yang berbiji bundar sebagai tipe musim panas. Kultivar biji berduri jarang ditanam. Sebelum masa Linnaeus, ahli taksonomi mengidentifikasi tipe bundar dan tipe berduri sebagai species yang berbeda, yaitu sebagai S. spinosadan S. inermis. Di yakini bahwa tipe biji berduri terbentuk sebelum tipe biji bundar. (Rubatzky danMas amaguchi,1998)


(34)

Pertumbuhan terbaik spinasi adalah bila suhu rata-rata 18-20 C, pada suhu 10 C pertumbuhan berlangsung lambat. Suhu juga mempengaruhi kualitas daun; suhu rendah cenderung mempertebal daun tetapi mengurangi ukuran dari kerataannya. (Pierce, 1987)

Kedinian panen berkaitan dengan laju pertumbuhan, kultivar umur-genjah tumbuh cepat. Petani memilih kultivar disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan agar diperoleh pertumbuhan cepat dan hasil tinggi, sambil menghindari bolting. Spinasi dapat tumbuh pada berbagai macam tipe tanah, tanaman ini menyukai tanah yang dapat menahan air dengan sangat baik dan berdrainase baik. Tanaman ini agak toleran terhadap salinitas, tetapi peka terhadap keasaman; kisaran pH yang sesuai adalah 6,5-8,0. persyaratan lengan biasanya tidak terlalu tinggi karena transpirasi berlangsung rendah selama musim dingin, saat tanaman spinasi biasanya ditanam; sekitar 250 mm sering dianggap cukup untuk satu tanaman. Namun, karena sistem perakarannya dangkal, tanaman ini dapat dengan mudah tercekam akibat kelengasan yang tidak mencukupi. Tanah tergenang juga pengaruh buruk tanaman. (Decoteu, 2000)

Pemupukan dengan Nitrogen umumnya meningkatkan produksi spinasi yang ditanam selama musim dingin karena rendahnya nitrifikasi pada suhu tanah yang rendah. Spinasi biasanya dipupuk dengan baik untuk meningkatkan kerimbunannya, dan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan yang sangat cepat, yang terjadi dalam waktu yang singkat sebelum panen. Sekitar dua pertiga biomassa dihasilkan selama sepertiga terakhir priode pertumbuhannya. Untuk


(35)

memenuhi kebutuhan ini, penjadwalan pemupukan yang tepat sangat diperlukan. (RubatzkydanMas amaguchi,1998)

Perkecambahan benih spinasi sudah optimum pada suhu 20 C, dan perkecambahan berlangsung lebih baik pada suhu rendah (5-10 C) ketimbang pada suhu tinggi (25 C), benih sering ditanam dalam barisan ganda atau dalam alur sempit (lebar 10 cm), pada guludan atau bedengan yang ditinggikan dengan kedalaman 1-3 cm. Jumlah benih per hektar beragam dengan tujuan penanaman yang diiginkan. Kerapatan tanaman untuk dijual segar rata-rata sekitar 60 tanaman per m2. Tanaman untuk dijual segar jarang dijarangkan; penjarangan dilakukan pada tanaman untuk pengolahan karena memerlukan banyak tenaga kerja. (Decoteau, 2000)

Pengelolaan gulma adalah faktor yang sangat berpengaruh, khususnya bagi pertanaman untuk pengolahan, karena gulma adalah kontaminan, dan beberapa jenis memiliki penampakan yang mirip spinasi sehingga sulit dipisahkan. ((Rubatzky danMas amaguchi,1998)

Landasan Teori

1. Faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi

Adopsi teknologi baru adalah merupakan proses yang terjadi dari petani untuk menerapkan teknologi tersebut pada usahataninya. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :


(36)

a. Tingkat pendidikan petani

Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. petani yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat dalam melaksanakan adopsi.

b. Umur Petani

Makin muda petani biasanya mempunyai semangat ingin tahu apa yang belum diketahui, sehingga dengan demikian petani berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya belum berpengalaman soal adopsi inovasi tersebut

c. Luas Pemilihan Lahan

Petani yang mempunyai lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani yang berlahan sempit, hal ini dikarenakan keefesienan penggunaan sarana produksi.

d. Jumlah Tanggungan

Petani dengan jumlah tanggungan semakin tinggi akan semakin lamban dalam mengadopsi inovasi karena jumlah tanggungan yang besar akan mengharuskan petani untuk memikirkan dalam pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya. Petani yang memiliki jumlah tanggungan yang besar harus mampu mengambil keputusan yang tepat agar tidak mengalami resiko yang fatal, bila kelak inovasi yang diadopsi mengalami kegagalan. e. Tingkat kosmopolitan

Petani dengan tingkat kosmopolitan yang semakin tinggi biasanya akan semakin cepat dalam mengadopsi inovasi, karena seorang petani dalam


(37)

mengadopsi inovasi dipengaruhi beberapa faktor luar (lingkungan) dan dalam diri (pribadi) petani.

f. Pengalaman Bertani

Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi daripada petani pemula, hal ini dikarenakan pangalaman lebih banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan.

(Soekartawi, 1986) 2. Tingkat Adopsi

Berdasarkan cepat lambatnya para petani menerapkan teknologi melalui penyuluh dan informasi-informasi lain, dapat dikemukakan beberapa golongan petani yang terlibat di dalamnya, yaitu :

1. Golongan inovator

Dengan adanya inovasi, golongan inovator yang selalu merintis, mencoba dan menerapkan teknologi baru dalam pertanian menjadi terpenuhi kebutuhannya dan menjadi inovator dalam menerima para penyuluh pertanian, bahkan mengajak/menganjurkan petani lainnya untuk mengikuti penyuluhan.

Petani yang termasuk golongan ini pada umumnya adalah termasuk petani yang berada, yang memiliki lahan pertanian yang lebih luas dari petani yang rata-rata memiliki sebidang lahan yang sempit (0,5-2,5) ha di desanya. Oleh karena itu menanggung resiko dalam menghadapi


(38)

dalam mencari informasi-informasi guna melakukan inovasi teknologi tersebut.

2. Penerap inovasi teknologi lebih dini ( early adopter )

Golongan inovator mengusahakan sendiri pembaharuan teknologi pertanian itu dan lebih yakin setelah adanya PPL, maka golongan early adopter adalah orang-orang yang lebih dini mau menyambut kedatangan para penyuluh ke desa yang akan menyebarkan dan menerapkan teknologi pertanian.

Golongan ini kadang-kadang mengundang kedatangan para penyuluh dan mendampingi para penyuluh dalam mengadakan pembaharuan atau mengusahakan perubahan

3. Penerap inovasi teknologi awal ( Early Mayority )

Sifat dari golongan early mayority merupakan sifat yang dimiliki kebanyakan para petani. Penerapan teknologi baru dapat dikatakan lebih lambat dari kedua golongan di atas, akan tetapi lebih mudah terpengaruh dalam hal teknologi baru itu telah meyakinkannya dapat lebih meningkatkan usahataninya. Yaitu lebih meningkatkan pendapatan dan lebih memperbaiki cara kerja dan cara hidupnya

4. Penerapan inovasi teknologi lebih akhir ( Late Mayoriy )

Termasuk dalam golongan ini adalah petani yang pada umumnya kurang mampu, lahan pertanian yang dimiliki sangat sempit, rata-rata di bawah 0,5 ha, oleh karena itu petani selalu berbuat dengan waspada lebih hati-hati karena takut mengalami kegagalan. Petani ini baru akan mau mengikuti dan menerapkan teknologi apabila kebanyakan para petani di


(39)

lingkungannya telah menerapkan dan benar-benar dapat meningkatkan perikehidupannya.

5. Penolak inovasi ( Laggard )

Para petani yang termasuk golongan ini adalah petani yang berusia lanjut, berumur sekitar 50 tahun ke atas, biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk memberi pengertian yang dapat mengubah cara berpikir, cara bekerja dan cara hidupnya, petani ini berpikir apatis terhadap adanya teknologi baru. ( Kartasapoetrra, 1988 )

Mengingat sikap pandangan, keadaan dan kemampuan daya pikir dan daya tangkap para petani yang terbagi atas beberapa golongan di atas, maka dengan sendirinya keberhasilan penyuluhan untuk sampai kepada tahapan yang meyakinkan para petani sehingga mau menerapkan materi penyuluhan akan melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut sebagai berikut :

1. Mengetahui dan menyadari ( Awareness) 2. Menaruh minat ( Interest )

3. Penilaian ( evaluation )

4. Melakukan percobaan ( Trial ) 5. Penerapan ( Adoption )

(Mardikanto, 1993)

Pada akhirnya suatu teknologi baru diterapkan atau tidak terletak pada petani itu sendiri, dimana petani dapat diasumsikan bersifat positif terhadap teknologi baru, bila dalam dirinya terdapat keinginan dan kesadaran akan


(40)

kepercayaan petani terhadap dirinya dan semakin mampu penyuluh bertindak dengan penuh kebijaksanaan, semakin besar pula harapannya dapat mempengaruhi perasaan petani tersebut. (Kaslan, 1982)

Kerangka Pemikiran

Petani sayur bayam jepang dalam melakukan budidaya bayam jepang melakukan tahapan-tahapan seperti : pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, dan pemanenen. Penyuluh mempunyai peranan penting dalam memperkenalkan teknologi tersebut kepada petani karena dengan bantuan penyuluh maka inovasi akan cepat diterima oleh masyarakat tani khususnya para petani sayur bayam jepang. Disamping itu media massa juga berperan dalam mempercepat proses penyampaian teknologi kepada petani seperti : radio, TV, majalah, koran dan lain-lain .

Dalam mengadopsi suatu teknologi, maka petani dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu : umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan petani

Petani yang memiliki lahan luas akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi bila dibandingkan dengan petani yang memiliki lahan sempit hal ini dikarenakan keefisienan sarana produksi.

Petani yang memiliki pendapatan yang rendah pada umumnya lebih lambat dalam mengadopsi suatu inovasi karena petani umumnya lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan hidup petani bila dibandingkan dengan mengadopsi


(41)

suatu inovasi, petani tidak mau untuk mengambil resiko yang besar jika nantinya inovasi itu tidak berhasil.

Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi daripada petani pemula, karena dengan pengalaman yang lebih banyak sudah dapat membuat perbandingan dalam membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi (teknologi).

Petani yang memiliki pandangan luas dengan dunia luar dengan kelompok sosial yang lain, umumnya lebih mudah dalam mengadopsi suatu inovasi bila dibandingkan dengan golongan masyarakat yang hanya berorientasi pada kondisi lokal atau dengan istilah lokaliterness karena pengalaman petani yang terbatas petani sulit dalam menerima perubahan atau mengadopsi suatu inovasi. Hal ini disebabkan petani belum pernah atau bahkan belum mengenal informasi yang cukup tentang invosi tersebut.

Dalm pelaksanaan penyuluhan pertanian khususnya pemberian teknologi budidaya anjuran juga ditemukan masalah-masalah, baik masalah yang dihadapi penyuluh, maupun petani sayur bayam jepang. Untuk itu penyuluh maupun petani telah melakukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah-masalah tersebut.

Petani dalam mengadopsi teknologi budidaya sayur bayam jepang tidak sama. Ada yang cepat dan ada yang lambat. Oleh karena itu tingkat adopsi dapat dikategorikan rendah, sedang dan tinggi.


(42)

Secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan :

= Berhubungan

Gambar. 1 . Skema Kerangka Pemikiran

Petani Sayur Bayam Jepang

Usahatani Bayam Jepang

Teknologi Budidaya Bayam Jepang Faktor-faktor yang mempengaruhi : - Umur

- Tk. Pendidikan - Tk. Kosmopolitan - Status kepemilikan

lahan

- Lama bertani - Luas lahan - Jlh. Tanggungan - Total pendapatan

Tinggi Sedang Rendah Adopsi Masalah dan upaya Tahapan-tahapan teknologi budidaya bayam jepang :

- Pembibitan - Persiapan lahan - Penanaman - Pemeliharaan - Pengendalian

H & P - Pemanenan Sumber Informasi - Koran - Radio - Tv - Majalah - Dll


(43)

Hipotesis Penelitian

Untuk mengarahkan penelitian sesuai dengan identifikasi masalah dan tujuan penelitian maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran di daerah penelitian tergolong kategori tinggi.

2. Ada hubungan yang nyata antara faktor sosial ekonomi petani (umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan, total pendapatan) dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya sayur bayam jepang di daerah penelitian


(44)

METODOLOGI PENELITIAN

Penentuan Daerah Sampel

Daerah penelitian ditentukan secara purposive yaitu penentuan secara sengaja di Desa Rumah Berastagi, Kecamatan Berastagi , Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Adapun alasan daerah ini dipilih karena merupakan salah satu desa yang penduduknya mengusahakan usahatani sayur bayam jepang, yaitu berjumlah 520 kk.

Metode Pengambilan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang mengelola usahatani sayur bayam jepang di desa Rumah Berastagi sebanyak 520 kk. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode stratifield proporsional sampling dengan jumlah 5% dari populasi, yaitu dengan sampel sebanyak 26 kk. Dimana luas lahan yang dimiliki petani sayur bayam jepang bervariasi dengan range 0,06 ha-1 ha. Dengan formulasi pengambilan sampel sebagai berikut :

ni =

N Ni . n

Dimana :

ni = Jumlah sampel strata ke-i n = Jumlah petani sampel N = Populasi sasaran


(45)

Tabel 3.1 Distribusi Populasi dan Sampel di Desa Rumah Berastagi

No STRATA LUAS LAHAN (Ha) POPULASI (KK) SAMPEL (KK)

1 I 0,06 0,31 381 20

2 II 0,32 0,63 86 4

3 III 0,64 1 53 2

JUMLAH 520 26

Sumber : Kantor Kepala Desa Rumah Berastagi, 2007

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada petani dan penyuluh dengan bantuan kuisioner sedangkan data sekunder diperoleh dari bantuan instansi terkait serta buku yang mendukung penelitian ini.

Tabel. 3.2 Spesifikasi Pengumpulan Data

Jenis data Sumber Metode

Wawancara Observasi 1 Identifikasi petani

Tingkat pendidikan Luas lahan Umur Tingkat pendapatan pengalaman Tingkat kosmopolitan Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani

2 Monografi desa Kepala Desa - -3 Teknologi budidaya :

Pembibitan Persiapan lahan Penanaman Pemeliharaan

Pengendalian hama dan penyakit Petani Petani Petani Petani Petani Petani


(46)

Metode Analisis Data

Untuk menguji hipotesis 1 digunakan metode skoring

Untuk menguji hipotesis 2 digunakan analisis dengan metode korelasi rank spearman sebagai berikur :

:

n n

di rs 16

2 2

dimana :

rs = Koefisien korelasi

d = Selisih antara rangking nilai karakteristik petani dengan tingkat adopsi n = Jumlah petani yang mengadopsi teknologi budidaya sayur bayam jepang dimana range rs= -1 0 1

th = 2 1

2

s s

r n r

 

,db= n-2 (Sudjana, 1992)

Dengan kriteria sebagai berikut :

t-hitung t : terima H0 ; tolak H1 berarti tidak ada hubugan yang ntaya antara

faktor sosial ekonomi dengan tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran.

Jika t-hitung t : terima H1 ; tolak H0 berarti ada hubungan yang nyata antara

faktor sosial ekonomi dengan tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran.


(47)

Defenisi dan Batasan Operasianal Defenisi

Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran hasil penelitian maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :

a. Petani adalah orang yang melaksanakan dan mengelolah usahatani pada sebidang tanah dan lahan

b. Teknologi adalah penerapan ilmu secara sistematik yang merupakan himpunan rasionalitas untuk memanfaatkan lingkungan hidup dan mengendalikan gejala-gejala di dalam proses produksi yang ekonomis

c. Adopsi adalah sesuatu hal atau teknologi baru yang sudah diterapkan petani secara sadar dan tanpa paksaan dalam mengelola usahatani sayur bayam jepang

d. Pendapatan petani adalah total pendapatan yang diperoleh petani dan keluarganya dari usahatani sayur bayam jepang dan usaha lain yang dilakukannya

e. Komponen teknologi adalah bagian dari teknologi-teknologi yang dilaksanakan pada usahatani sayur bayam jepang untuk meningkatkan produksi dan produktivitas serta pendapatan petani f. Pendidikan adalah lamanya tenaga petani dalam mengikuti

pendidikan formal diukur berdasarkan pendidikan formal yang pernah ditempuh


(48)

h. Umur adalah usia petani sampel pada saat dilaksanakan penelitian yang dinyatakan dengan satuan tahun

i. Pengalaman bertani adalah waktu sejak seorang petani mulai melakukan usahatani bayam jepang yang diukur dalam satuan tahun

j. Tingkat kosmopolitan adalah tingkat keterbukaan petani terhadap dunia luar yang diukur berdasarkan banyaknya buku yang dibaca, mengikuti siaran radio dan televisi dibidang pertanian

k. Tingkat adopsi sedang adalah seluruh kegiatan yang dilakukan petani dengan skor 7-12

Batasan Operasional

1. Karakteristik sosial ekonomi petani terdiri dari umur, pengalaman tingkat pendidikan, luas lahan, tingkat pendapatan, status kepemilikan lahan, tingkat kosmopolitan dan jumlah tanggungan 2. Petani sampel adalah petani yang mengelolah usahatani sayur

bayam jepang

3. Waktu penelitian pada tahun 2007

4. Daerah penelitian adalah Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo


(49)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

Deskripsi Daerah Penelitian  Luas dan Letak Geografis

Penelitian ini dilakukan di Desa Rumah Berastagi kecamatan Berastagi kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis, letak dan batas-batas wilayah dapat dilihat sebagai berikut ini.

- Sebelah Utara berbatasan dengan Gundaling I - Sebelah Selatan berbatasan dengan Aji Julu / Raya - Sebelah Timur berbatasan dengan Peceran

- Sebelah Barat Berbatasan dengan Gurusinga

Luas Desa Rumah Berastagi secara keseluruhan adalah 3.6 km2 terbagi atas 4 dusun yang sebagian besar adalah Pemukiman dan areal pertanian. Desa Rumah Berastagi terletak pada ketinggian 1350 mdpl,. Memiliki temperatur antara 18C 26C dengan curah hujan >500 mm / tahun.

 Keadaan Penduduk

Penduduk desa Rumah Berastagi terdiri dari suku Karo, Jawa, Tapanuli, dan Tionghoa yang hidup rukun dan damai diikat rasa kekeluargaan dan persaudaraan yang kokoh sehingga tidak pernah terjadi perselisihan antar kelompok dan etnis dari dulu hingga sekarang. Jumlah penduduk desa Rumah Berastagi terdiri dari 5190 jiwa ( 1340 KK ) dengan jumlah penduduk pria


(50)

 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana sangat penting dalam menunjang kegiatan usahatani dan pemasaran Bayam jepang di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Jumlah sarana pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1. Sarana Pendidikan Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2006

No Sarana Unit

1. SD Negeri/Swasta 3

2. SLTP 1

3. SLTA 2

Jumlah 6

Sumber : Kantor Kepala Desa, 2007

Dari tabel terlihat sarana pendidikan yang paling menonjol di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo yaitu SD Negeri/Swasta yang berjumlah 3 unit, hal ini dapat menunjang pendidikan di Desa Rumah Berastagi tersebut.

Sarana Perhubungan yang terdapat di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut

Tabel 4.2 Sarana/Prasarana Perhubungan Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2006

No Sarana/Prasarana Unit/eksamplar/Km

1. Minibus/bus/mobil 150

2. Sepeda Motor 150

3. Televisi/radio 1200

4. Harian surat kabar 50

5. Jalan aspal 3

6. Jalan batu 0.3

7. Jalan tanah 5


(51)

Dari tabel terlihat sarana/prasarana perhubungan yang paling menonjol di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo yaitu televise dan radio tang berjumlah 1200 unit.

Sarana pemasaran di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo dapat dilihat pada table 4.3 berikut

Tabel 4.3 Sarana Pemasaran Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2006

No Sarana Unit

1. Pasar 1

2. Kios/warung 56

3. Pertokoan 50

Jumlah 107

Sumber : Kantor Kepala Desa, 2007

Dari tabel terlihat sarana pemasaran yang paling menonjol di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo yaitu kios dan warung yang berjumlah 56 unit. Sarana-saran pemasaran yang tersedia tersebut cukup membantu dalam memenuhi kebutuhan warga di Desa tersebut

 Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karodapat dilihat pada tabel 4.4 berikut

Tabel 4.4 Mata Pencaharian Penduduk Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2006

No Mata Pencaharian Orang Persentase (%)

1. Bertani 2300 44,10

2. Pegawai Negeri 40 0,83

3. Pedagang 1900 36,43

4. Dll. 975 18,64

Jumlah 5215 100,00

Sumber : Kantor Kepala Desa, 2007


(52)

Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel dalam penelitian ini digambarkan oleh luas lahan, umur, pendidikan, pengalaman bertani dan jumlah tanggungan. Karakteristik petani sampel dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5 Karakteristik Petani Sampel Di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2007

No. Uraian Rataan RangeStrata I RataanStrata IIRange RataanStrata IIIRange 1. Luas Lahan

(Ha) 0,16 0.17 0.30 0,5 0.4 0.6 1,0 1,0 2. Umur

(Tahun) 42,35 21-53 38,75 30-55 49,5 44-55 3. Pendidikan

(Tahun) 9,6 6-12 9,75 6-12 9 6 -12 4. Lama

bertani (Tahun)

17,05 5-30 16,25 10-30 22,5 20-25

5. Jumlah Tanggungan (Jiwa)

2,95 0-5 3,0 2-4 2,5 2-3

Sumber : Data diolah dari lampiran 1

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa rata rata luas lahan pada strata ke I adalah 0,16 ha, strata II adalah 0,5 ha dan strata ke III adalah 1,0 ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel di Desa Rumah Berastagi memiliki lahan yang relatif sempit untuk usahatani Bayam Jepang.

Rata-rata usia petani responden di desa Rumah Berastagi adalah 42,35 tahun pada strata I, strata II adalah 38,75 tahun, dan 49,5 tahun pada strata III. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum petani didaerah penelitian masih berada pada usia produktif.

Rata rata tingkat pendidikan yang dimiliki petani sampel pada strata I adalah 9,6 tahun, strata II adalah 9,75 tahun, dan strata III adalah 9 tahun. hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani sampel adalah setingkat SMP.


(53)

Untuk pengalaman bertani pada strata I adalah 17,05 tahun, strata II adalah 16,25 tahun, dan strata III adalah 22,5 tahun. Hal ini menunjukkan petani sampel sudah memiliki pengalaman dalam bertani.

Untuk jumlah tanggungan petani sampel, pada strata I sebanyak 3 (2,95) jiwa, strata II sebanyak 3 jiwa, dan starat III sebanyak 3 (2,5) jiwa.


(54)

ANJURAN TEKNOLOGI BUDIDAYA

SAYUR BAYAM JEPANG

1. Syarat Tumbuh Bayam Jepang Iklim

a. Keadaan angin yang terlalu kencang dapat merusak tanaman bayam khususnya untuk bayam jepang yang sudah tinggi. Kencangnya angin dapat merobohkan tanaman.

b. Tanaman bayam jepang cocok ditanam di dataran tinggi maka curah hujannya termasuk tinggi sebagai syarat pertumbuhannya. Curah hujannya bisa mencapai lebih dari 1.500 mm/tahun.

c. Tanaman bayam jepang memerlukan cahaya matahari penuh. Kebutuhan akan sinar matahari untuk tanaman bayam jepang cukup besar. Pada tempat yang terlindungi (ternaungi), pertumbuhan bayam jepang menjadi kurus dan meninggi akibat kurang mendapat sinar matahari penuh.

d. Suhu udara yang sesuai untuk tanaman bayam jepang berkisar antara 16-20 derajat C.

e. Kelembaban udara yang cocok untuk tanaman bayam jepang antara 40-60%.

Media Tanam

a. Tanaman bayam jepang menghendaki tanah yang gembur dan subur. Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman bayam jepang adalah yang kandungan haranya terpenuhi.


(55)

b. Tanaman bayam jepang termasuk peka terhadap pH tanah. Bila pH tanah di atas 7 (alkalis), pertumbuhan daun-daun muda (pucuk) akan memucat putih kekuning-kuningan (klorosis). Sebaliknya pada pH di bawah 6 (asam), pertumbuhan bayam akan merana akibat kekurangan beberapa unsur. Sehingga pH tanah yang cocok adalah antara 6-7.

c. Tanaman bayam jepang sangat reaktif dengan ketersediaan air di dalam tanah. Bayam jepang termasuk tanaman yang membutuhkan air yang cukup untuk pertumbuhannnya. Bayam jepang yang kekurangan air akan terlihat layu dan terganggu pertumbuhannya. Penanaman bayam dianjurkan pada awal musim hujan atau akhir musim kemarau.

d. Kelerengan lahan untuk budidaya tanaman bayam adalah sekitar 15-45 derajat.

Ketinggian Tempat

Dataran tinggi merupakan tempat yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman bayam. Ketinggian tempat yang baik yaitu ±2000 m dpl.

2. Komponen Teknologi Budidaya Anjuran di Daerah Penelitian

Komponen teknologi budidaya anjuran adalah teknologi yang disarankan kepada petani untuk meningkatkan usahatani bayam jepang, dalam hal ini : pembibitan, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit serta pemanenan.


(56)

kualitas dan keunggulannya. Sebelum ditanam benih direndam dalam air selama 12-24 jam agar pertumbuhan lebih maksimal

 Persiapan Lahan

Anjuran teknologi dalam persiapan lahan adalah lahan dibersihkan dari lalang dan rumput-rumput. Dicangkul sedalam 30-40 cm dan dibalik agar tanah tercampur dengan baik. Pencangkolan dengan menggunakan traktor dan kemudian menggunakan rotari. Pencangkulan dilakukan 1-2 minggu sebelum tanam. Setelah itu dibuat parit dengan lebar 25-30 cm dengan kedalaman 30 cm. Selanjutnya dibuat bedengan yaitu ±1m, dengan jarak antara bedengan 15-20 m

 Penanaman

Anjuran teknologi dalam kegiatan penanaman sebagai berikut. Penanaman dilakukan pada awal musim hujan atau awal musim kemarau. Dilakukan penyiraman ± 4 kali apabila musim kemarau atau matahari sangat terik. Benih ditanam pada kedalaman 1-2 cm dengan jarak antar lubang ± 5-8 cm, lubang ditutup kembali tanpa ditekan agar mempermudah keluarnya kecambah tanaman bayam jepang tersebut.

 Pemeliharaan

Anjuran teknologi dalam kegiatan pemeliharaan adalah benih yang ditanam diberi pupuk organik ( kotoran hewan, kompos, dan sisa-sisa tanaman hijau ) serta pupuk anorganik yaitu NPK dan Rustica. Dosis pupuk untuk tanaman bayam jepang tiap hektarnya yaitu 59,2 ton pupuk kandang, 2,07 ton NPK dan 0,416 Rustica


(57)

Pupuk tersebut dicampur dan diberikan bersamaan dengan penanaman sebagai pupuk dasar. Pemberian pupuk dapat dilakukan dengan cara dibenamkan atau disiram

 Pengendalian Hama dan Penyakit

Anjuran dalam pengendalikan hama dan penyakit yaitu dengan Menggunakan pestisida antrocol dan proclaim dengan dosis untuk antrocol yaitu 8,67 kg setiap Ha dan Proclaim yaitu 4 kg setiap hektarnya. Kemudian dilakukan peremajaan kembali tanaman dengan mencabut tanaman yang terserang parah. Agar tanaman tidak terserang hama panyakit dilakukan pemupukan yang seimbang.

 Pemanenan

Pemanenan yang dianjurkan yaitu pada pagi atau sore hari dengan mencabut seluruh bagian tanaman dan memilih tanaman yang sudah optimal. Umur panen adalah 35-40 hari. Panen pertama dilakukan mulai umur 35 hari, kemudian panen berikutnya adalah 3-5 hari sekali

(http://shantybio.com/Biologi_Taksonomi:Edible_Artikel_Tentang_Bayam. 2007) Uraian di atas terangkum pada tabel 5.1 berikut ini

Tabel 5.1 Paket Teknologi Budidaya Anjuran Sayur Bayam Jepang

NO Teknologi Budidaya Anjuran

1 Pembibitan 1. Benih bersertifikat 2. Benih bersegel


(58)

2 Persiapan lahan 1. Lahan dicangkul sedalam 30 - 40 Cm dan dibersihkan dari lalang dan rumput-rumput yang merugikan tanaman

2. Pencangkulan dilakukan 1 2 minggu sebelum tanam

3. Pembuatan bedengan ± 1m, jarak antara bedeng 15-20 Cm

4. Pembuatan parit dengan lebar 25 30 Cm dan kedalaman 30 Cm

3 Penanaman 1. Ditanam pada awal musim hujan dan awal musim kemarau

2. Penyiraman dilakukan ± 4 kali sehari bila matahari sangat terik

3. Benih disebar di atas bedengan yang sudah dipersiapkan

4. Benih ditanam pada kedalaman 1 2 Cm dengan jarak antara lubang ±5-8 cm.


(59)

4 Pemeliharaan 1. Diberi pupuk organik ( kotoran hewan, kompos, dan sisa-sisa tanaman hijau ) 2. Diberi pupuk anorganik yaitu NPK dan

Rustica

3. Dosis pupuk untuk tanaman bayam jepang tiap hektarnya yaitu 59,2 ton pupuk kandang, 2,07 ton NPK dan 0,416 ton Rustica

4. Pupuk tersebut dicampur dan diberikan bersamaan dengan penanaman sebagai pupuk dasar

5. Pemberian pupuk dapat dilakukan dengan cara dibenamkan atau disiram

5 Pengendalian Hama & Penyakit

1. Menggunakan pestisida antrocol dan proclaim

2. Dosis untuk antrocol yaitu 8,67 Kg setiap Ha dan Proclaim yaitu 4 Kg setiap hektarnya.

3. Peremajaan kembali tanaman dengan mencabut tanaman yang terserang parah


(60)

6. Pemanenan 1. Pada pagi atau sore hari

2. Cara panennya adalah dengan mencabut seluruh bagian tanaman dengan memilih tanaman yang sudah optimal.

3. Umur panen adalah 35-40 hari

4. Panen Pertama dilakukan mulai umur 35 hari, kemudian panen berikutnya adalah 3-5 hari sekali


(61)

(62)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan Pertanian di daerah Penelitian

Kegiatan penyuluhan dilakukan oleh penyuluh lapangan (PPL) kepada para petani di desa Rumah Berastagi kecamatan Berastagi kabupaten Karo. Kegiatan ini dijadwalkan 1 kali dalam sebulan. Dalam kegiatan ini penyuluh akan mengadakan diskusi dengan petani tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh petani dalam usahataninya. Dengan ini maka penyuluh akan mencari pemecahan masalah sehingga masalah tersebut tidak lagi mengganggu petani dalam pengolahan usahataninya.

Kenyataannya realisasi kegiatan penyuluhan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Salah satu penyebabnya yaitu tidak adanya saling mendukung antara petani dan penyuluh sehingga kerjasama tidak dapat berjalan dengan lancar.

Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Daerah Penelitian

Tingkat adopsi diukur dengan melihat pemanfaatan teknologi budidaya yang disarankan, yaitu mulai dari pembibitan, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit dan pemanenan.

Penilaian tingkat adopsi petani sayur bayam jepang dilakukan dengan menggunakan skor pada setiap parameter yang diukur pada setiap kegiatan petani dengan rentang skor 0 18, dengan kriteria penilaian sebagai berikut :

Skor antara 0 6 Tingkat adopsi rendah Skor antara 7 12 Tingkat adopsi sedang Skor antara 13 - 18 Tingkat adopsi tinggi


(63)

Untuk mengetahui tinggat adopsi petani sayur bayam jepang dapat dilihat pada tabel 6.1 berikut ini.

Tabel 6.1. Distribusi Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo

No Strata Tingkat Adopsi Jumlah (%) Tinggi (%) Sedang (%) Rendah (%)

1 I 15,38 ( n=4 ) 50 ( n=13 ) 11,54 ( n=3 ) 76,93 ( n=20 ) 2 II 3,84 ( n=1 ) 11,54 ( n=3 ) 0 ( n=0 ) 15,38 ( n=4 ) 3 III 7,69 ( n=2 ) 0 ( n=0 ) 0 ( n=0 ) 7,69 ( n=2 ) Jumlah 26,92 ( n=1 ) 61,54 ( n=16 ) 11,54 ( n=3 ) 100 ( n=26 )

Sumber : Lampiran 2 dan 3

Dari tabel dapat dilihat bahwa petani yang berada pada strata I terdapat sampel yang mempunyai tingkat adopsi tinggi sebanyak 4 sampel (15,38%), 13 sampel (50%) mempunyai tingkat adopsi sedang dan 3 sampel (11,54%) mempunyai tingkat adopsi rendah.

Untuk petani yang berada di strata II terdapat sampel yang mempunyai tingkat adopsi tinggi sebanyak 1 sampel (3,84), 3 sampel (11,54) mempunyai tingkat adopsi sedang dan 0 sampel mempunyai tingkat adopsi rendah.

Untuk petani yang berada di strata III terdapat sampel yang mempunyai tingkat adopsi tinggi sebanyak 2 sampel (7,69) dan 0 mempunyai tingkat adopsi sedang dan rendah.

Dari 26 sampel yang diteliti tingkat adopsi petani sayur Bayam Jepang yang ada pada setiap strata. Tabel 6.2 akan menunjukkan jumlah dan persentase tingkat adopsi petani sayur Bayam Jepang di Desa Rumah Berastagi.


(64)

Tabel 6.2 Jumlah Dan Persentase Tingkat Adopsi Petani di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo

Tingkat Adopsi Jumlah Persentase (%)

Tinggi 7 26,92

Sedang 16 61,54

Rendah 3 11,54

Jumlah 26 100

Sumber : Lampiran 2 dan 3

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sampel yang mempunyai tingkat adopsi tinggi sebanyak 7 sampel (26,92%), tingkat adopsi sedang sebanyak 16 sampel (61,54%), dan tingkat adopsi rendah sebanyak 3 sampel (11,54%).

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa tingkat adopsi petani sayur Bayam Jepang terhadap teknologi budidaya anjuran di daerah penelitian adalah tinggi ditolak. (Tolak H1dan terima Ho).

Hubungan Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Dengan Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap teknologi Budidaya Anjuran

1. Hubungan Antara Umur Dengan Tingkat Adopsi Petani sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran

Kegiatan usahatani di daerah penelitian dilakukan oleh para petani dari berbagai golongan umur. Untuk itu perlu diteliti apakah umur memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat adopsi petani Sayur Bayam Jepang terhadap teknologi budidaya anjuran di daerah penelitian yang dapat dilihat pada tabel 6.3 berikut ini:


(65)

Tabel 6.3 Hubungan Umur Petani Dengan Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo

No Umur (Tahun)

Tingkat Adopsi Jumlah (%) Tinggi (%) Sedang (%) Rendah (%)

1 21-40 7,69 ( n=2 ) 26,92 ( n=7 ) 3,84 ( n=1 ) 38,46 ( n=10 ) 2 41-60 19,23 ( n=5 ) 34,62 ( n=9 ) 7,69) ( n=2 ) 61,54 ( n=16 ) Jumlah 26,92 ( n=7 ) 61,54 ( n=16 ) 11,54 ( n=3 ) 100 ( n=100 )

Sumber : Lampiran 4

Berdasarkan tabel 6.3 di atas dapat diketahui bahwa petani sampel dengan kelompok umur 21-40 tahun terdapat 2 sampel (7,69%) memiliki tingkat adopsi tinggi, 7 sampel (26,92%) tingkat adopsi sedang dan 1 sampel (13,84%) tingkat adopsi rendah. Pada petani sampel kelompok umur 41-60 terdapat 5 sampel (19,23%) memilki tingkat adopsi tinggi, 9 sampel (34,62%) tingkat adopsi sedang dan 2 sampel (7,69%) tingkat adopsi rendah.

Berdasarkan analisis Korelasi Rank Spearman (rs) pada lampiran 4

diperoleh koefisien korelasi rs= 0,025 dan thitung=0,123. Berdasarkan tabel t, nilai

t ( 0,10) dengan db (n-2) = 24 untuk test satu sisi adalah 1,321 maka thitung(0,025) <

ttabel(1,321), berarti H1ditolak dan H0diterima. Artinya ada hubungan yang tidak

nyata antara umur petani dengan tingkat adopsi petani dalam mengadopsi teknologi budidaya anjuran. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa petani di daerah penelitian mengadopsi suatu teknologi bukan berdasarkan umur petani tersebut.


(66)

2. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran dapat dilihat pada tabel 6.4 berikut ini :

Tabel 6.4 Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo

No

Tingkat Pendidikan

(Tahun)

Tingkat Adopsi

Jumlah (%) Tinggi (%) Sedang (%) Rendah (%)

1 6-9 19,23 ( n=5 ) 34,62 ( n=9 ) 3,84 ( n=1 ) 57,69 ( n=15) 2 10-12 7,69 ( n=2 ) 26,92 ( n=7 ) 7,69 ( n=2 ) 42,31( n=11 ) Jumlah 26,92 ( n=7 ) 61,54 ( n=16 ) 11,54 ( n=3 ) 100 ( n=26 )

Sumber : Lampiran 5

Berdasarkan tabel 6.4 di atas dapat diketahui bahwa pada petani sampel tingkat pendidikan 6-9 tahun terdapat 5 sampel (19,23%), yang mempunyai tingkat adopsi tinggi, 9 sampel (34,62%) tingkat adopsi sedang dan 1 sampel (3,84%) tingkat adopsi rendah. Pada sampel yang tingkat pendidikannya 10-12 tahun, 2 sampel (7,69%) mempunyai tingkat adopsi tinggi, 7 sampel (26,92%) tingkat adopsi sedang dan 2 sampel (7,69%) tingkat adopsi rendah.

Berdasarkan analisis Korelasi Rank Spearman (rs) pada lampiran 5

diperoleh koefisien korelasi rs= -0,26 dan thitung=1,324. Berdasarkan tabel t, nilai

t ( 0,10) dengan db (n-2) = 24 untuk test satu sisi adalah 1,321 maka

thitung(1,324) > ttabel(1,321), berarti H1 diterima dan H0 ditolak. Artinya ada


(67)

terhadap teknologi budidaya anjuran. Petani di daerah penelitian mengadopsi suatu teknologi berdasarkan tingkat pendidikan petani tersebut.

3. Hubungan Antara Tingkat Kosmopolitan Dengan Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran

Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara tingkat kosmopolitan dengan tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran dapat dilihat pada tabel 6.5 berikut ini :

Tabel 6.5. Hubungan Antara Tingkat Kosmopolitan Dengan Tingkat Adopsi Petani Sayur Bayam Jepang Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo

N o

Tingkat Kosmopolitan

(skor)

Tingkat Adopsi

Jumlah (%) Tinggi

(%) Sedang (%) Rendah (%)

1 0-21 0 ( n=0 ) 0 ( n=0 ) 0 0( n=0 ) 2 22-43 19,23 ( n=5 ) 46,15 ( n=12 ) 7,69 ( n=2 ) 73,08 ( n=19 ) 3 44-64 7,64 ( n=2 ) 5,38 ( n=4 ) 3,84 ( n=1 ) 26,92 ( n=7 ) Jumlah 26,92 ( n=7 ) 61,54 ( n=16 ) 11,54 ( n=3 ) 100 ( n=26 )

Sumber : Lampiran 6 dan 7

Berdasarkan tabel 6.5 diatas dapat diketahui bahwa pada petani sampel tingkat kosmopolitan dengan skor 0-21 terdapat 0 sampel yang memiliki tingkat adopsi tinggi, sedang dan rendah. Pada sampel yang tingkat kosmopolitannya dengan skor 22-43, 5 sampel (19,23%) mempunyai tingkat adopsi tinggi, 12 sampel (46,15%) adopsi sedang dan 2 sampel (7,69%) tingkat adopsi rendah. Dan pada sampel dengan skor tingkat kosmopolitan 44-64 terdapat 2 sampel (7,69%) mempunyai tingkat adopsi tinggi, 4 sampel (15,38%) adopsi sedang dan 1 sampel


(1)

petani dalam mengadopsi teknologi budidaya anjuran. Berarti petani di daerah penelitian mengadopsi suatu teknologi bukan berdasarkan total pendapatan petani tersebut

Faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi tingkat adopsi petani adalah :

 Faktor Internal

Faktor-taktor internal yang mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya anjuran adalah faktor budaya petani itu sendiri. Petani di daerah penelitian sudah terbiasa dengan teknik bercocok tanam yang petani ketahui secara turun temurun, sehingga jika Penyuluh Pertanian mencoba untuk merubahnya akan sangat sulit karena bagi petani itu sudah menjadi tradisi.

Sifat petani yang suka ikut-ikutan, setelah seorang petani melihat petani lain berhasil mengadopsi teknlogi baru dan memberikan keuntungan yang besar maka petani tersebut ingin untuk menerapkan teknologi tersebut ke dalam usahataninya.

 Faktor Eksternal

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya anjuran adalah materi penyuluhan yang tidak sesuai dengan kebutuhan petani. Seringkali Penyuluh salah memberikan materi kepada petani, Penyuluh memberikan materi yang tidak dibutuhkan oleh petani. Seharusnya PPL meninjau langsung ke lokasi usahatani para petani untuk megetahui apa yang menjadi kendala atau masalah yang dihadapi para petani.

Faktor lain yang mempengaruhi tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran adalah kualitas komunikasi penyuluh,


(2)

dimana dalam hal ini kemampuan PPL dalam berkomunikasi atau menyampaikan informasi kepada petani menjadi kunci utama keberhasilan kegiatan tersebut. Karena jika PPL menguasai materi yang dibawakan maka PPL dapat meyakinkan petani bahwa informasi sangat berguna dan menguntungkan bagi petani.

Masalah-Masalah Yang Dihadapi Petani Dalam Mengadopsi Teknologi Budidaya Anjuran di Daerah Penelitian

Petani-petani di daerah penelitian mempunyai masalah-masalah yang dihadapi dalam usahatani sayur bayam jepang yaitu antara lain :

 Kurangnya pemahaman petani terhadap penyululuhan yang disampaikan oleh penyuluh karena banyaknya mengunakan kata-kata yang tidak dimengeti oleh petani. Sehingga menyebabkan petani tidak tertarik mendengarkan penyuluhan tersebt.

 Petani di daerah penelitian masih memegang tradisi yaitu menggunakan cara-cara lama yang sudah turun temurun.

Upaya Upaya Yang Dilakukan Dalam Mengatasi Masalah Petani di Daerah Penelitian

Upaya mengatasi masalah masalah tersebut adalah

 Sebaiknya seorang penyuluh dalam memberikan penyuluhan harus menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh petani. Karena petani di


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

6. Tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo tergolong kategori sedang

7. Ada hubungan yang tidak nyata antara umur petani, tingkat kosmopolitan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan petani dengan tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran.

8. Ada hubungan yang nyata antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran

9. Masalah yang dihadapi petani sayur bayam jepang adalah harga sayur yang berfluktasi, sayur yang mudah busuk, kurangnya modal, serangan hama dan penyakit yang menyerang sayur.

10. Upaya-upaya yang dilakukan petani adalah mengatur pola tanam, keterpaduan usahatani sayur dengan usaha ternak, melakukan pinjaman dan memberikan pestisida.


(4)

Saran

Kepada Pemerintah

1. Agar pembinaan dan penyuluhan terhadap petani sayur bayan jepang lebih ditingkatkan

2. Memberikan penyuluhan pertanian kepada petani dan kelompok tani tentang pentingnya pemanfaatan teknologi budidaya anjuran sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarganya.

Kepada Penyuluh Pertanian

1. Hendaknya penyuluh dapat menciptakan hubungan yang harmonis dengan petani setempat sehingga dengan mudah dapat mempengaruhi petani untuk mengadopsi teknologi budidaya yang dianjurkan

2. Hendaknya penyuluhan pertanian dapat memecahkan masalah bersama-sama petani sayur bayam jepang dalam mengelolah usahataninya

Kepada Petani

1. Agar petani aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh penyuluh pertanian serta mencari ide-ide yang baru yang dapat meningkatkan usahataninya.


(5)

3. Agar petani merubah metode bercocok tanam yang menggunakan sistem turun temurun menjadi metode baru yang diberikan oleh penyuluh.

Kepada Peneliti Selanjutnya

1. Agar dilakukan penelitian lanjutan terhadap faktot-faktor lain yang berhubungan dengan tingkat adopsi petani sayur bayam jepang terhadap teknologi budidaya anjuran.

2. Agar diteliti masalah yang dihadapi petani dalam pemanfaatan teknologi budidaya anjuran tanaman sayur bayam jepang


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia , 19Januari 2007http://id.wikipedia.org/wiki/Bayam_(Spinacia)

Decoteau, Dennis R. 2000, Vegetable Crops, Prentice Hall Upper Sadle River. New Jersey

Kartosapoetra, A.G., 1988,Teknologi Penyuluhan Pertanian, Bumi Aksara, Jakarta

Kaslan A. Tohir. 1982,Usahatani Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta Levis,1996,Komunikasi Penyuluhan Pedesaan, Cipta Aditya, Bandung

Mardikanto T. 1993, Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, 1989,Metode Penelitian Survey, Jakarta Mosher, 1983,Menggerakkan dan Membangun Pertanian, Yasaguna, Jakarta Peirce, Lincoln C. 1987. Vegetables, Characteristic, Production, and Marketing,

John Willey and Sons, New York

Rubatzky, Vincent E. dan Mas amaguchi. 1998. Sayur Dunia Prinsip, produksi dan gizijilid dua, ITB Bandung, Bandung

Satya Negara, 2000, Tingkat Adopsi dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, FP-USU, USU Press, Medan

Sudjana, 1992,Metode Statistik, Tarsito, Bandung Suhardiyono, 1992,Penyuluhan, Erlangga, Jakarta

Soekartawi, 1998, Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Pertanian

Kecil. Rajawali Press, Jakarta


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Anjuran Budidaya Kentang (Studi kasus: Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara)

7 106 74

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Pertanian Terpadu Usahatani Padi Organik(Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai )

9 95 91

Tingkat Adopsi Petani Sayur Mayur Terhadap Teknologi Budidaya Anjuran di Kelurahan Tanah Enam Ratus ( Studi Kasus : Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan )

0 29 95

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Ikan Kerambah Dan Dampaknya Terhadap Produktivitas Dan Pendapatan Usaha Tani Kabupaten Toba Samosir (Kecamatan Simanindo Desa Simairiudo Sangkal)

1 30 89

Analisis Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Double Row Pada Usahatani Pisang Barangan (Musa Paradisiaca Sapientum L) Dan Hubungannya Dengan Faktor Sosial Ekonomi di Kabupaten Deli Serdang).

4 57 108

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Nilam Dan Hubungannya Dengan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani (Kasus: Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe Kabupaten Pakpak Bharat)

6 80 91

Hubungan Antara Tingkat Adopsi Teknologi Dengan Produktivitas Padi Sawah Lahan Irigasi (Kasus : Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang)

3 41 78

Analisis Komparatif Tingkat Sosial Ekonomi Petani Organik Dampingan BITRA dan Petani Anorganik (Studi Kasus Padi Sawah Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

2 42 116

Sistem Usahatani Dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) Di Kabupaten Karo (Studi kasus Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo )

1 36 104

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Penggunaan Pupuk Sesuai Dosis Anjuran Pada Usaha Tani Padi Sawah (Studi kasus: Desa Sidoarjo Dua Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang)

3 55 82