Respon Polymeric Foam Yang Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Akibat Beban Tekan Statik Dan Impak (Simulasi Numerik)
RESPON POLYMERIC FOAM YANG DIPERKUAT
SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
AKIBAT BEBAN TEKAN STATIK DAN IMPAK
(SIMULASI NUMERIK)
TESIS
Oleh:
MUFTIL BADRI M 087015005/TM
PROGRAM MAGISTER TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
RESPON POLYMERIC FOAM YANG DIPERKUAT
SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
AKIBAT BEBAN TEKAN STATIK DAN IMPAK
(SIMULASI NUMERIK)
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Pada Program Studi Magister Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh:
MUFTIL BADRI M 087015005/TM
PROGRAM MAGISTER TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
Judul Tesis : RESPON POLYMERIC FOAM YANG DIPERKUAT SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) AKIBAT BEBAN TEKAN STATIK DAN IMPAK
(SIMULASI NUMERIK)
Nama Mahasiswa : Muftil Badri M Nomor Pokok : 087015005
Program Studi : Magister Teknik Mesin
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME) Ketua
(Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng) (Dr. Khrisna Bhuana, MS)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
(4)
Telah Diuji Pada Tanggal : 09 Desember 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME
Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng 2. Dr. Khrisna Bhuana, MS
3. Dr.-Ing. Ikhwansyah Isranuri 4. Ir. Tugiman, MT
(5)
ABSTRAK
Penelitian secara eksperimen dan numerik telah dilaporkan untuk menyelidiki permasalahan respon polymeric foam diperkuat serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) akibat pembebanan kondisi pembebanan statik dan impak. Di dalam penyelidikan secara eksperimen, pengujian tekan statik aksial digunakan terhadap spesimen polyurethane, resin termoset, dan polytmeric foam diperkuat serat TKKS dan pengujian spesimen tersebut dilakukan pada mesin uji material servohidraulik. Respon tegangan-regangan rata-rata dan mode kerusakan setiap material diperoleh dari uji statik. Mode kerusakan setiap material dan kehancuran rongga polymeric foam diperkuat serat TKKS diamati menggunakan scanning electron microscope. Di dalam simulasi numerik, variasi distribusi tegangan normal terhadap waktu pada
polymeric foam diperkuat serat TKKS akibat beban statik dan propagasi gelombang impak akan dianalisa menggunakan metode elemen hingga (MEH). Elemen hingga dengan kode ANSYS dan NASTRAN digunakan dalam analisa tegangan secara numerik. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut: (1) Tegangan
yield, tegangan maksimum, dan regangan saat patah dipengaruhi oleh rongga, rongga tersebut mereduksi tegangan dan menurunkan regangan saat patah. Mode kerusakan ditemukan sangat berbeda untuk setiap jenis material. Polyurethane menunjukkan kerusakan yang acak secara makroskopik, resin termoset dan polymeric foam
diperkuat serat TKKS menunjukkan dominasi kegagalan geser dan rongga-rongga mengalami kerusakan bertahap. (2) Berdasarkan hasil simulasi MEH ditemukan bahwa mekanisme kerusakan bersesuaian dengan daerah konsentrasi tegangan tekan statik. (3) Hasil komputasi FEM menyarankan bahwa propagasi gelombang tegangan insiden tekan berhubungan dengan beban impak. (4) Berdasarkan hasil uji tekan statik aksial, modulus elastisitas dan kekakuan telah ditetapkan dan ditemukan bahwa resin termoset berkontribusi meningkatkan kekakuan polyurethane.
Kata kunci: polymeric foam, serat TKKS, tegangan tekan statik, tegangan insiden tekan, modulus elastisitas, kekakuan
(6)
ABSTRACT
Experimental and numerical work was reported on the problem of the response of oil palm empty fruit bunch (OPEFB) fiber reinforced polymeric foam under static and impact loading conditions. In the experimental investigation, the static axial compressive test was applied on polyurethane, thermosetting resins, and OPEFB fiber reinforced polymeric foam specimens and these specimens were conducted on a servohydraulic material testing machine. The averaged stress-strain response and the fracture modes in each type of materials were derived from static test. The fracture modes in each type of materials and the collapsed cells of OPEFB fiber reinforced polymeric foam were observed by a scanning electron microscope. In the numerical simulation, the variation of the distributions of normal stresses with normalized time in OPEFB fiber reinforced polymeric foam due to static and impact wave propagation was analyzed by using a finite element method (FEM). The finite element code ANSYS and NASTRAN were used for numerical stress analysis. The obtained summaries were as followed: (1) The yield stress, the maximum stress, and the strain to failure were influenced by foams, these foams reduced the stress and decreased the strain to failure. The fracture modes were also found to be considerably different for each type of materials. Polyurethane exhibited random macroscopic fracture, thermosetting resins and OPEFB fiber reinforced polymeric foam exhibited shear dominated failure and the cells suffered progressive crushing. (2) Based on FEM computation results were found that the fracture mechanism corresponded to the regions of the static compressive stress concentration. (3) FEM computation results suggested that the propagation of incident compressive stress wave related to impact loading. (4) Based on the static axial compressive test results, the Young’s modulus and the stiffness were determined and it was found that thermosetting resins may also contributed to increased the stiffness of polyurethane. Keywords: polymeric foam, OPEFB fiber, static compressive stress, incident
(7)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirabbil’alamin penulis ucapkan kehadhirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini berjudul “Respon Polymeric Foam yang Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) akibat Beban Tekan Statik dan Impak (Simulasi Numerik)”
Tesis merupakan hasil akhir penelitian yang dilakukan di Pusat Riset Impak dan Keretakan di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik USU. Proses penulisan dan penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari mekanisme dan peraturan yang ditentukan oleh Program Studi Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi atas segala bimbingan dan arahan yang diberikan kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME (ketua), Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng. (anggota), Dr. Krishna Surya Bhuana, MS. (anggota) sebagai tim komisi pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan arahan kepada penulis sejak pembuatan proposal sampai ujian tesis. 2. Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik USU.
3. Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME dan Dr. -Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua dan Sekretaris Program Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.
4. Prof. Hiromi Homma dari TUT Japan sebagai Visiting Professor pada Program Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik USU atas segala arahan dalam melakukan penelitian.
5. Rektor dan Dekan Fakultas Teknik Universitas Riau atas kepercayaan dan izin yang diberikan untuk menempuh pendidikan Program Magister.
(8)
penulis dalam Pendidikan di Program Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.
7. Direktur dan staf IC-STAR USU yang telah mengizinkan penggunaan fasilitas Simulasi Komputer secara maksimal.
8. Seluruh rekan-rekan mahasiswa khususnya rekan-rekan yang ada di Pusat Riset Impak dan Keretakan yang telah banyak membantu dalam melakukan penelitian dan penyelesaian tesis ini.
Sebagai manusia, penulis menyadari masih banyak ketidaksempurnaan dari tesis ini, namun penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Medan, Desember 2010 Penulis
(9)
RIWAYAT HIDUP
Nama : Muftil Badri M
Tempat/ Tanggal Lahir : Pekanbaru / 28 Juli 1980
Pekerjaan : Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Riau
Alamat Kantor : Kampus Bina Widya Simpang Baru Km. 10,5 Pekanbaru, Riau
Pendidikan
Sekolah Dasar (SD) Negeri 25 Pekanbaru Tahun 1986 - 1992 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 04 Pekanbaru Tahun 1992 - 1995 Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 08 Pekanbaru Tahun 1995 - 1998 Jurusan Teknik Mesin Fak. Teknik Universits Andalas Padang Tahun 1999 - 2003 Magister Teknik Mesin Fak. Teknik USU Medan Tahun 2008 - 2010
Riwayat Pekerjaan
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Fak. Teknik
Universitas Riau Tahun 2005 - sekarang Pengalaman Penelitian/Publikasi
1. Penyelidikan Perpindahan Panas terhadap Sirip Alat Penukar Kalor Aliran Silang.
2. Pengaruh Kondisi Pemotongan terhadap Keausan Pahat Gurdi dan Proses Pengasahannya.
3. Karakteristik Mekanik Komposit Berpenguat Serat Sekam Padi akibat Beban Tarik Statik.
4. Karakteristik Mekanik Komposit Polimer Diperkuat Serat Alam akibat Pembebanan Statik.
5. Respon Polymeric Foam Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) akibat Beban Tekan Statik.
6. Pengaruh Serat TKKS terhadap Perilaku Mekanik Polymeric Foam akibat Beban Tekan Statik.
(10)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………. i
ABSTRACT……… ii
KATA PENGANTAR ……… iii
RIWAYAT HIDUP ………... v
DAFTAR ISI ……… vii
DAFTAR TABEL ……… ix
DAFTAR GAMBAR……… x
DAFTAR LAMPIRAN ……….. xv
BAB 1 PENDAHULUAN ……… 1
1.1 Latar Belakang ………... 1
1.2 Perumusan Masalah ………... 3
1.3 Tujuan Penelitian ………. 1.3.1 Tujuan umum ……….. 1.3.2 Tujuan khusus ………... 4 4 4 1.4 Manfaat Penelitian ………... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……….. 6 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7
Polymeric Foam ………... Serat TKKS………... Respon Mekanik akibat Beban Tekan Statik………. 2.3.1 Beban tekan statik aksial……… 2.3.2 Beban tekan statik bending ……….. Respon Mekanik akibat Beban Impak ... 2.4.1 Rambatan gelombang tegangan pada batang ………… 2.4.2 Diagram Lagrange ……….... Metode Tekan Impak Split Hopkinson Pressure Bar (SHPB)... Model Kerusakan Polymeric Foam ……….. Metode Elemen Hingga (MEH) …………..………... 2.7.1 Metode elemen hingga untuk tiga dimensi solid ……. 2.7.2 Elemen tetrahedral ……… 2.7.3 Pemodelan dengan bidang simetri ………
6 8 11 12 14 17 17 18 22 25 26 29 29 40
(11)
2.8 2.9
Aplikasi Polymeric Foam Diperkuat Serat TKKS …………... Kerangka Konsep ………...
46 48 BAB 3 METODE PENELITIAN ………. 49
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10
Tempat dan Waktu ………... Bahan ... ………... Proses Pembuatan Spesimen Uji ... 3.3.1 Cetakan spesimen uji ... 3.3.2 Persiapan bahan pembentuk spesimen ... 3.3.3 Pembuatan spesimen uji ... Penyelidikan Secara Eksperimental ... Pengamatan Permukaan Retak/Patah ... Plot Data Respon Tekan Statik Aksial ... Penyelidikan Melalui Simulasi Komputer ... 3.7.1 Simulasi tekan statik aksial dan bending ... 3.7.2 Simulasi impak bending dan SHPB ... Variabel-variabel Penelitian ... Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian ... Skedul Penelitian ...
49 49 52 52 53 54 55 59 59 61 62 71 84 85 86 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN …….……….. 88
4.1 4.2
4.3
4.4
Massa Jenis …….……….. Hasil Pengujian Tekan Statik Aksial …………..……….. 4.2.1 Hubungan Tegangan Regangan ... 4.2.2 Model kegagalan ………..………. Hasil Simulasi Numerik ……… 4.3.1 Respon tekan statik aksial teoritik ……… 4.3.2 Respon tekan bending teoritik ……….. 4.3.3 Simulasi uji tekan statik aksial ………. 4.3.4 Simulasi uji tekan statik three-point bending …….….. 4.3.5 Simulasi uji impak SHPB……….. 4.3.6 Simulasi impak bending ……… Diskusi ………. 88 88 88 90 99 99 104 107 109 114 123 130 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ……… 131
5.1 5.2
Kesimpulan ……….. Saran ……….
131 132 DAFTAR PUSTAKA ……… 134
(12)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Karakteristik Serat Tunggal TKKS ... 11
2.2 Kondisi Batas untuk Beban yang Simetri ... 45
2.3 Kondisi Batas untuk Beban yang Tidak Simetri ... 45
3.1 Komposisi Bahan Penyusun Spesimen Uji... 50
3.2 Massa Spesimen Uji ……….... 53
3.3 Massa Bahan Penyusun Spesimen Uji ... 53
3.4 Peralatan untuk Persiapan Bahan Penyusun ... 54
3.5 Format Tabel Data Hasil Pengujian ... 60
3.6 Lokasi dan Jadwal Penelitian ... 87
4.1 Massa Jenis Spesimen Uji ... 88
4.2 Respon dan Karakteristik Material ... 96
4.3 Properties Material Setup Uji Impak ... 114
(13)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Jenis Material Berongga ... 7
2.2 Pemrosesan Serat TKKS ………... 9
2.3 Bentuk Serat Tunggal TKKS yang Diamati Menggunakan Mikroskop Optik Zeiss ...………... 10
2.4 Tipikal Kurva Respon Tegangan-Regangan terhadap Material Foam akibat Beban Tekan Statik Aksial ……... 12
2.5 Diagram Uji Tekan Statik ………... 13
2.6 Three-Point Bending terhadap Batang Lurus ... 14
2.7 Distribusi Tegangan akibat Bending ... 15
2.8 Perilaku Gelombang Longitudinal …………... 17
2.9 Diagram Lagrange ………... 20
2.10 Batang Kolsky …………...………..…… 23
2.11 Model Foam yang Dikenai Beban Tekan …..………..…... 25
2.12 Model Struktur Foam Retak/Patah akibat Buckling ...... 26
2.13 Contoh Pembebanan terhadap Struktur 3D Solid ... 29
2.14 Struktur 3D Solid yang Dibagi Menjadi Elemen-elemen Tetrahedral ... 30 2.15 Elemen Tetrahedral ... 30
2.16 Koordinat Volume Elemen Tetrahedral ... 32
(14)
2.18 Koordinat Natural, = Konstan ………..………… 37
2.19 Koordinat Natural, = Konstan ………..……… 37
2.20 Koordinat Cartesian xyz dari Titik O ………..…... 38
2.21 Perbedaan Jenis Simetri terhadap Struktur ………..……... 41
2.22 Model Balok dengan Bidang Simetri ………..……… 42
2.23 Struktur Solid 2D dengan Aksis Simetri x = c ………..………. 42
2.24 Struktur Balok yang Simetri dengan Beban yang Sederhana …. 44 2.25 Struktur Balok yang Tidak Simetri dengan Beban yang Sederhana ………... 44 2.26 Struktur Silinder Menggunakan Elemen Aksisimetri 1D……... 46
2.27 Struktur 3D Menggunakan Elemen Aksisimetri 2D……..……. 46
2.28 Contoh Alat Bantu Ortopedi (Kaki Palsu) ………. 47
2.29 Contoh Tempat Penampungan Sampah Sementara …………... 47
2.30 Kerangka Konsep ………..………. 48
3.1 Karakteristik Beberapa Variasi Persentase Komposisi (PU/Resin/Serat/Katalis) ……….…….. 50 3.2 Foto Spesimen Uji Tekan Statik Aksial Menurut ASTM D 1621-00 ... 51
3.3 Foto Spesimen Polymeric Foam yang Diperkuat Serat TKKS.. 52
3.4 Foto Cetakan Spesimen ... 52
3.5 Persiapan Bahan-bahan Penyusun Spesimen Uji ... 54
(15)
3.7 Setup Alat Uji Tekan Statik Aksial ... 56
3.8 Skema Persiapan Shimadzu Servopulser ... 57
3.9 Skema Uji Tekan Statik ... 57
3.10 Setup Alat Uji SEM Tipe LEO 420 ... 59
3.11 Contoh Kurva Respon Tegangan-Regangan (Teknik) ... 61
3.12 Pemilihan Element Type ... 62
3.13 Input Data Sifat-sifat Material Orthotropic... 63
3.14 Geometri Spesimen Uji Tekan Statik ... 64
3.15 Input Data Radius Solid Circular Area ... 65
3.16 Pemilihan Subtract Areas ... 65
3.17 Pengaturan Extrude Area ... 66
3.18 Model Spesimen Uji Tekan Statik Aksial ... 66
3.19 Input Data Block by 2 Corners ...... 67
3.20 Model Spesimen Uji Tekan Bending ... 67
3.21 Input Data Global Element Size ....... 68
3.22 Hasil Mesh Spesimen Uji Tekan Statik ... 68
3.23 Input Data Constraint dan Beban ... 69
3.24 Model Spesimen Uji Tekan Statik Aksial yang telah Diberi Contraint dan Beban ... 70
3.25 Model Spesimen Uji Tekan Statik Bending yang telah Diberi Constraint dan Beban ... 71
(16)
3.27 Model Spesimen Uji Impak ... 73
3.28 Input Ukuran Elemen ... 74
3.29 Model Mesh Spesimen Uji Impak ... 75
3.30 Pengaturan Data Sifat-sifat Material ... 76
3.31 Pengaturan Constraint ...... 77
3.32 Pengaturan Model Fungsi ... 78
3.33 Kurva Tegangan Insiden ... 81
3.34 Pengaturan Beban Impak ... 82
3.35 Constraint dan Beban Spesimen Impak ... 83
3.36 Pengaturan Analisa ... 84
3.37 Diagram Alir Penelitian ... 85
4.1 Kurva Respon Tegangan-Regangan Rata-rata (Teknik) akibat Beban Tekan Statik Aksial ... 89 4.2 Respon Tegangan-Regangan Polymeric Foam akibat Beban Tekan Statik Aksial ... 91 4.3 Mode Kegagalan Polymeric Foam akibat Beban Tekan Statik Aksial ... 92 4.4 Mode Kegagalan Resin Beban Tekan Statik Aksial ... 93
4.5 Respon Tegangan-Regangan Polymeric Foam yang Diperkuat Serat TKKS akibat Beban Tekan Statik Aksial ... 94 4.6 Mode Kegagalan Polymeric Foam Diperkuat Serat TKKS akibat Beban Tekan Statik Aksial ... 95 4.7 Foto SEM Kerusakan akibat Beban Tekan Statik Aksial ... 97
(17)
4.9 Elemen Tetrahedral pada Koordinat Cartesian ... 100
4.10 Pembagian Elemen Spesimen Tekan Bending ... 105
4.11 Diagram Benda Bebas Spesimen Bending ... 105
4.12 Model Penampang Spesimen Bending ... 106
4.13 Distribusi Tegangan Von Mises akibat Beban Tekan Statik Aksial ... 108
4.14 Perbandingan Respon Tegangan-Regangan Hasil Pengujian Tekan Aksial terhadap Simulasi Polymeric Foam Diperkuat Serat TKKS ……… 110
4.15 Kurva Distribusi Tegangan Von Mises akibat Beban Tekan Aksial ………. 110
4.16 Distribusi Tegangan akibat Beban Bending Statik ………. 112
4.17 Kurva Distribusi Tegangan akibat Beban Bending Statik …….. 113
4.18 Analisa Diagram Simulasi Impak ……… 116
4.19 Input Data Beban Dinamis ...……….. 117
4.20 Kurva Tegangan Insiden untuk Simulasi ... 117
4.21 Perpindahan Model Spesimen akibat Beban Impak ... 118
4.22 Input Nilai Perpindahan Spesimen ... 119
4.23 Distribusi Tegangan Von Mises akibat Beban Impak SHPB ... 120
4.24 Grafik Penjalaran Gelombang Impak terhadap Elemen yang Mengalami Tegangan Kritis ... 121 4.25 Lokasi Pengukuran Penjalaran Gelombang Impak SHPB ...
121 4.26 Grafik Penjalaran Gelombang Impak di Tiga Lokasi
Pengukuran...
(18)
4.27 Perkiraan Tegangan Impak yang Menimbulkan Kerusakan
Berdasarkan Tegangan Insiden Tekan ... 123 4.28 Lokasi Pengukuran Penjalaran Gelombang Impak Bending ... 124 4.29 Distribusi Tegangan Von Mises pada Model Spesimen Impak
Bending ...
125
4.30 Grafik Penjalaran Gelombang Impak Bending di Tiga Lokasi Pengukuran ...
126
4.31 Lokasi Pengukuran Penjalaran Gelombang Impak Bending
terhadap Bidang Penampang Potongan (Simetri) ...
128
4.32 Grafik Penjalaran Gelombang Impak Bending di Bidang Penampang Potongan (Simetri) ...
(19)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Data Uji Tekan Statik Aksial Polymeric Foam ...... 138 2. Data Uji Tekan Statik Aksial Resin ......... 142 3. Data Uji Tekan Statik Aksial Polymeric Foam Diperkuat
Serat TKKS ... 146 4. Laporan Pengujian Foto SEM ... 149 5. Distribusi Tegangan Normal akibat Beban Impak SHPB ... 152 6. Distribusi Tegangan Normal akibat Beban Impak Bending .... 155
(20)
ABSTRAK
Penelitian secara eksperimen dan numerik telah dilaporkan untuk menyelidiki permasalahan respon polymeric foam diperkuat serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) akibat pembebanan kondisi pembebanan statik dan impak. Di dalam penyelidikan secara eksperimen, pengujian tekan statik aksial digunakan terhadap spesimen polyurethane, resin termoset, dan polytmeric foam diperkuat serat TKKS dan pengujian spesimen tersebut dilakukan pada mesin uji material servohidraulik. Respon tegangan-regangan rata-rata dan mode kerusakan setiap material diperoleh dari uji statik. Mode kerusakan setiap material dan kehancuran rongga polymeric foam diperkuat serat TKKS diamati menggunakan scanning electron microscope. Di dalam simulasi numerik, variasi distribusi tegangan normal terhadap waktu pada
polymeric foam diperkuat serat TKKS akibat beban statik dan propagasi gelombang impak akan dianalisa menggunakan metode elemen hingga (MEH). Elemen hingga dengan kode ANSYS dan NASTRAN digunakan dalam analisa tegangan secara numerik. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut: (1) Tegangan
yield, tegangan maksimum, dan regangan saat patah dipengaruhi oleh rongga, rongga tersebut mereduksi tegangan dan menurunkan regangan saat patah. Mode kerusakan ditemukan sangat berbeda untuk setiap jenis material. Polyurethane menunjukkan kerusakan yang acak secara makroskopik, resin termoset dan polymeric foam
diperkuat serat TKKS menunjukkan dominasi kegagalan geser dan rongga-rongga mengalami kerusakan bertahap. (2) Berdasarkan hasil simulasi MEH ditemukan bahwa mekanisme kerusakan bersesuaian dengan daerah konsentrasi tegangan tekan statik. (3) Hasil komputasi FEM menyarankan bahwa propagasi gelombang tegangan insiden tekan berhubungan dengan beban impak. (4) Berdasarkan hasil uji tekan statik aksial, modulus elastisitas dan kekakuan telah ditetapkan dan ditemukan bahwa resin termoset berkontribusi meningkatkan kekakuan polyurethane.
Kata kunci: polymeric foam, serat TKKS, tegangan tekan statik, tegangan insiden tekan, modulus elastisitas, kekakuan
(21)
ABSTRACT
Experimental and numerical work was reported on the problem of the response of oil palm empty fruit bunch (OPEFB) fiber reinforced polymeric foam under static and impact loading conditions. In the experimental investigation, the static axial compressive test was applied on polyurethane, thermosetting resins, and OPEFB fiber reinforced polymeric foam specimens and these specimens were conducted on a servohydraulic material testing machine. The averaged stress-strain response and the fracture modes in each type of materials were derived from static test. The fracture modes in each type of materials and the collapsed cells of OPEFB fiber reinforced polymeric foam were observed by a scanning electron microscope. In the numerical simulation, the variation of the distributions of normal stresses with normalized time in OPEFB fiber reinforced polymeric foam due to static and impact wave propagation was analyzed by using a finite element method (FEM). The finite element code ANSYS and NASTRAN were used for numerical stress analysis. The obtained summaries were as followed: (1) The yield stress, the maximum stress, and the strain to failure were influenced by foams, these foams reduced the stress and decreased the strain to failure. The fracture modes were also found to be considerably different for each type of materials. Polyurethane exhibited random macroscopic fracture, thermosetting resins and OPEFB fiber reinforced polymeric foam exhibited shear dominated failure and the cells suffered progressive crushing. (2) Based on FEM computation results were found that the fracture mechanism corresponded to the regions of the static compressive stress concentration. (3) FEM computation results suggested that the propagation of incident compressive stress wave related to impact loading. (4) Based on the static axial compressive test results, the Young’s modulus and the stiffness were determined and it was found that thermosetting resins may also contributed to increased the stiffness of polyurethane. Keywords: polymeric foam, OPEFB fiber, static compressive stress, incident
(22)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS), sebagai limbah dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) jumlahnya cukup banyak, yaitu 1,9 juta ton berat kering atau setara 4 juta ton berat basah per tahun. PT. Perkebunan Nusantara III (PTPN-III) sendiri menghasilkan limbah TKKS sebanyak 1350 ton per hari.
Pemanfaatan TKKS untuk produk teknologi bermanfaat masih sangat terbatas jumlahnya. Beberapa di antaranya telah dimanfaatkan antara lain untuk pembuatan papan partikel. Saat ini, dengan turunnya harga crude palm oil (CPO) dipasaran dunia, pemanfaatan limbah sawit seperti TKKS untuk menjadi komoditi baru tentu sangat diperlukan. Selanjutnya, TKKS juga memiliki kekuatan tarik yang signifikan sebagai serat alam (Zuhri, et al, 2009). Dalam penelitian ini TKKS diolah untuk dijadikan serat untuk dicampur dengan resin termoset untuk selanjutnya dibuat bahan
polymeric foam.
Polymeric foam merupakan jenis polimer berongga (foam)yang memiliki dua sifat penting, yaitu massa jenis yang rendah dan daya serap energi yang baik (Wang dan Pan, 2006). Polymeric foam biasanya dibuat dari polyurethane dengan rongga terbuka yang mempunyai massa jenis (ρ) < 1 g/cm3 (Avalle, et al, 2001). Polymeric foam dapat mendistribusikan energi yang diterima melalui dinding-dinding rongga dalam jumlah yang banyak.
(23)
Pemanfaatan polymeric foam jenis rongga terbuka dalam desain keteknikan cukup banyak jumlahnya, beberapa di antaranya dimanfaatkan sebagai stuktur pelindung, seperti: lapisan pada forniture, helmet (Mills, et al, 2003), dan isolasi panas pada pipa. Akan tetapi, pemanfaatan polymeric foam sebagai produk yang mampu menahan beban impak masih belum banyak dikembangkan. Salah satu penyebab keterbatasan pemakaian polymeric foam adalah fenomena buckling jika dikenai beban tekan (Subhash, et al, 2006). Buckling akibat beban tekan di dinding rongga dapat dikurangi dengan menambahkan material pengisi yang bersifat lebih kaku (Subhash, et al, 2006). Material pengisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah resin termoset.
Beberapa penyelidikan respon mekanik statik dan dinamik terhadap polymeric foam yang dibuat dari polyurethane telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Subhash dan Liu (2009) telah menginvestigasi deformasi yang inelastic (tidak elastis) terjadi terhadap polymeric foam akibat beban tekan statik. Mantena dan Mann (2003) telah menyelidiki respon dinamik terhadap struktur polymeric foam dengan massa jenis 0,47 s.d. 7,0 g/cm3 yang dikenai beban impak. Subhash, et al (2005) telah menginvestigasi respon akibat beban impak kecepatan tinggi dengan metode Split Hopkinson Pressure Bar (SHPB) terhadap struktur polymeric foam dengan massa jenis 0,83 s.d. 1,46 g/cm3. Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut belum ditemukan adanya pengkajian terhadap respon polymeric foam yang diperkuat oleh serat TKKS akibat beban tekan statik dan dinamik. Subjek dari beberapa topik
(24)
itu, dalam penelitian ini dilakukan penyelidikan terhadap respon polymeric foam yang diperkuat oleh serat TKKS melalui eksperimen dan simulasi numerik. Untuk kebutuhan penelitian ini dapat dilakukan dengan menggunakan setup pengujian menggunakan alat uji Shimadzu Servopulser sedangkan simulasi numerik menggunakan software yang menerapkan Metode Elemen Hingga (MEH) melalui paket program ANSYSRel. 5.4 dan MSC/NASTRAN Rel. 4.5.
1.2 Perumusan Masalah
Pemanfaatan polymeric foam yang dibuat dari polyurethane sebagai produk yang mampu menahan beban impak masih terbatas jumlahnya. Untuk meningkatkan kekakuan dan kekuatan polymeric foam maka di dalam penelitian ini polyurethane
sebagai bahan pembentuk foam diformulasikan dengan beberapa material tambahan, yaitu serat TKKS dan resin termoset. Data respon polymeric foam yang diperkuat serat TKKS akibat beban tekan statik dan dinamik secara eksperimen dan simulasi numerik belum ada ditemukan dari beberapa penelitian terdahulu. Agar polymeric foam yang diperkuat serat TKKSdapat direkomendasikan sebagai produk yang dapat diketahui kemampuannya menahan beban tekan maka respon yang dialami oleh
polymeric foam akibat beban tekan harus diketahui. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini akan dilakukan penyelidikan respon polymeric foam yang diperkuat serat TKKS akibat beban tekan statik dan impak secara eksperimen dan simulasi numerik. Sasaran penelitian ini adalah memberikan informasi data respon akibat
(25)
beban tekan terhadap polymeric foam yang diperkuat serat TKKS sehingga dapat digunakan di dalam aplikasi keteknikan, seperti kerucut lalu lintas.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki respon polymeric foam yang diperkuat serat TKKS akibat beban tekan statik dan dinamik melalui eksperimen dan simulasi numerik.
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Memperoleh respon tegangan dan regangan serta menganalisa batas tegangan elastis, tegangan maksimum, regangan saat patah, dan kerusakan polymeric foam diperkuat serat TKKS dan beberapa material penyusunnya, yaitu:
polyurethane, resin termoset, dan serat TKKS.
2. Menganalisa distribusi tegangan akibat beban tekan statik aksial dan beban
bending terhadap polymeric foam yang diperkuat serat TKKS melalui simulasi komputer menggunakan program ANSYSRel. 5.4.
3. Menyelidiki distribusi tegangan akibat beban impak tekan (metode SHPB) dan bending terhadap polymeric foam yang diperkuat serat TKKS melalui simulasi komputer menggunakan program MSC/NASTRAN Rel. 4.5.
(26)
4. Menganalisa modulus elastisitas dan kekakuan resin termoset, polyurethane,
dan polymeric foam yang diperkuat serat TKKS akibat beban tekan statik aksial.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui respon polymeric foam yang diperkuat serat TKKS akibat beban tekan statik dan dinamik adalah sangat bermanfaat untuk perencanaan produk untuk akan datang, karena perilaku material pada beban tekan statik dan dinamik belum banyak diketahui. Melalui uji tekan statik dapat diketahui perilaku tegangan tekan statik dari polymeric foam yang diperkuat serat TKKS.
Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi informasi yang berharga dalam perencanaan produk kerucut lalu lintas, terutama tentang respon polymeric foam yang diperkuat serat TKKS terhadap beban tekan statik dan dinamik. Dari penelitian ini juga dapat diketahui distribusi tegangan tekan polymeric foam yang diperkuat serat TKKS.
(27)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polymeric Foam
Foam didefinisikan sebagai penyebaran gelembung-gelembung gas yang
terjadi pada material cair dan padat. Foam berkembang menjadi rongga-rongga mikro
yang memiliki diameter 10 μm. Foam yang tersebar pada polimer dapat mencapai
108/cm3 (Kumar, 2005).
Pada saat ini, perkembangan penelitian telah menghasilkan karakteristik fisik
dan mekanik material foam (Klempner dan Sendijarevic, 2004). Karakteristik fisik
tersebut meliputi faktor geometri, seperti ukuran rongga dan ketebalan dinding
rongga. Selain karakteristik fisik juga terdapat karakteristik mekanik. Karakteristik
mekanik terdiri atas densitas dan modulus elastisitas.
Material foam memiliki susunan rongga yang bervariasi. Susunan rongga
tersebut dapat diketahui melalui pengamatan struktur mikro material foam. Susunan
rongga dibagi atas dua jenis, yaitu susunan terbuka (open-cell) dan tertutup (
closed-cell). Pada material foam dengan susunan rongga terbuka terdapat pemutusan dinding
rongga dan bersifat fleksibel. Material foam dengan susunan rongga tertutup tidak
terdapat pemutusan dinding rongga dan bersifat kaku. Perbedaan kedua jenis susunan
(28)
(a). Rongga terbuka (b). Rongga tertutup
Gambar 2.1 Jenis Material Berongga
Rongga-rongga pada polimer terbentuk akibat adanya pencampuran fase padat
dan gas. Dua fase tersebut terjadi dengan cepat dan membentuk permukaan material
yang berongga. Foam yang dihasilkan dari polimer merupakan gelembung udara atau
rongga udara yang bergabung di dalam polimer tersebut (Sivertsen, 2007).
Gas yang digunakan untuk membentuk foam disebut blowing agent.
Pemberian blowing agent dilakukan secara kimia dan fisika. Blowing agent secara
kimia menimbulkan dekomposisi unsur-unsur material dalam suatu reaksi kimia.
Blowing agent secara fisika terjadi akibat adanya gas yang diberikan pada material.
Polymeric foam yang bersifat fleksibel dihasilkan oleh reaksi polyurethane.
Polyurethane dalam pembentukan polymeric foam juga berfungsi sebagai blowing
agent. Proses pembentukan rongga dari hasil reaksi polyurethane fleksibel
berlangsung relatif cepat. Pada saat reaksi pembentukan polyurethane terjadi
(29)
Peningkatan volume yang dihasilkan oleh polyurethane sekitar 20 s.d. 50 kali volume
mula-mula (Astuti dan Budhayanti, 2004).
Polyurethane dibentuk dengan reaksi simultan menghasilkan kopolimer
balok. Proses pembentukan polyurethane terdiri dari 2 macam (Astuti dan
Budhayanti, 2004), yaitu:
1. Proses one shot
Proses one shot adalah proses pencampuran bahan-bahan menghasilkan
polimer secara bersama-sama.
2. Proses prepolimer
Proses prepolimer adalah reaksi polyol dengan polyisocyanate untuk
membentuk prepolimer, selanjutnya campuran prepolimer direaksikan dengan
diol atau diamine sebagai chain extender.
Menurut Sivertsen (2007), reaksi kimia pembentukan polymeric foam adalah reaksi
polyisocyanante (OCN – R – NCO) dengan polyol (HO – R’ – OH) menghasilkan
polyurethane (O – OC – HN – R – NH – CO – O – R’).
2.2 Serat TKKS
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS), sebagai limbah dari Pabrik Kelapa
Sawit (PKS) jumlahnya cukup banyak, yaitu 1,9 juta ton berat kering atau setara 4
juta ton berat basah per tahun. PT. Perkebunan Nusantara III (PTPN-III) sendiri
(30)
Minyak kelapa sawit yang telah melalui proses ekstraksi, buah kelapa sawit
diambil dari tandannya sehingga menyisakan TKKS seperti ditunjukkan pada Gbr.
2.2 (a). TKKS kemudian dibersihkan di dalam larutan air dan NaOH selama 24 jam.
(a). TKKS (b). Serat TKKS belum dicacah
(c). Serat TKKS yang dicacah sepanjang (d). Serat TKKS yang telah halus
2 s.d. 3 cm
Gambar 2.2 Pemrosesan Serat TKKS
Setelah proses pembersihan, TKKS dikeringkan seperti ditunjukkan pada Gbr. 2.2.
(b). TKKS yang telah kering selanjutnya dicacah menjadi serat sepanjang 2 s.d. 3 cm
(31)
menggunakan mesin pencacah. Hasil serat TKKS yang telah dicacah dengan
menggunakan mesin pencacah ditunjukkan pada Gbr. 2.2 (d).
Ukuran diameter serat TKKS cukup bervariasi. Bentuk serat tunggal TKKS
yang diamati menggunakan mikroskop optik Zeiss ditunjukkan pada Gbr. 2.3.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengamati ukuran diameter serat TKKS.
Menurut Zuhri, et al (2009), diameter serat tunggal TKKS berkisar antara 250 s.d.
610 μm.
Gambar 2.3 Bentuk Serat Tunggal TKKS yang Diamati Menggunakan
Mikroskop Optik Zeiss
Berdasarkan publikasi Zuhri, et al (2009) dapat diketahui bahwa ukuran diameter
serat tunggal TKKS cukup bervariasi. Kairiah dan Khairul (2006) menjelaskan bahwa
ukuran diameter serat tunggal TKKS adalah 150 s.d. 442 μm. Jacob, et al (2004),
(32)
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengamati karakteristik serat
tunggal TKKS berdasarkan hasil pengujian tarik. Karakteristik serat tunggal TKKS
yang telah dipublikasikan ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik Serat Tunggal TKKS Kekuatan tarik
(MPa)
Modulus elastisitas (GPa)
Regangan total
(%) Referensi
156,3 11,88 - Gunawan, et al (2009)
71 1,7 11 Zuhri, et al (2009)
100 s.d. 400 1,0 s.d. 9 8 s.d. 18 Sreekala, et al (2001)
2.3 Respon Mekanik akibat Beban Tekan Statik
Respon didefinisikan sebagai reaksi yang muncul akibat terjadinya gangguan.
Sebagai contoh, gangguan diberikan terhadap suatu material yang dapat
mengakibatkan respon secara mekanik adalah gaya. Beberapa respon yang
diakibatkan oleh gaya adalah tegangan, retak, patah, dan lain-lain. Berdasarkan hasil
respon mekanik akan diperoleh informasi mengenai karakteristik suatu material.
Penyelidikan respon dinamik suatu material atau struktur merupakan
rangkaian kegiatan dalam mempelajari perubahan bentuk atau kerusakan akibat
pembebanan tertentu. Kegiatan tersebut merupakan tindakan dasar untuk
menanggulangi terjadinya kegagalan material dalam aplikasi teknik. Salah satu
kegiatan yang paling dasar adalah melakukan pengujian dengan pembebanan tertentu
(33)
hasil pengujian atau data yang tersedia, maka kesempatan untuk berhasil dalam
mendesain suatu struktur tertentu dapat dievaluasi (Syam, et al, 1999).
2.3.1 Beban tekan statik aksial
Respon mekanik yang terjadi terhadap polymeric foam dapat dilihat melalui
kurva tegangan-regangan. Kurva tersebut memberikan informasi yang khas untuk
setiap jenis pembebanan. Untuk beban tekan statik aksial, tipikal kurva
tegangan-regangan ditunjukkan seperti Gbr. 2.4. Menurut Gibson dan Ashby (1999), di
sepanjang garis kurva terdapat tiga tingkat respon, yaitu: perilaku elastis (elastisitas
linier), plastisitas (plateau), dan densification yang ditandai dengan peningkatan
tegangan yang sangat cepat.
Gambar 2.4 Tipikal Kurva Respon Tegangan-Regangan terhadap
Material Foam akibat Beban Tekan Statik Aksial
Regangan, Elastisitas
linier
Plateau
Densification
T
ega
nga
n,
(34)
Nilai modulus elastisitas polymeric foam dapat diketahui melalui slope garis
elastisitas linier. Secara matematis, nilai modulus elastisitas akibat beban tekan statik
dapat diketahui melalui Pers. 2.1 (hukum Hooke).
ε σ =
E (2.1)
dimana E adalah modulus elastisitas, σ adalah tegangan normal, dan adalah
regangan. Tegangan normal akibat beban aksial (tekan) dapat ditentukan berdasarkan
Pers. 2.2.
A F
=
σ (2.2)
dimana F adalah beban, A adalah luas penampang yang dikenai beban. Secara
skematik, beban tekan statik yang diberikan terhadap material ditunjukkan pada Gbr.
2.5.
Gambar 2.5 Diagram Uji Tekan Statik
Kekakuan material dapat ditentukan berdasarkan Pers. 2.3.
F k = =
l AE
(2.3)
F
F
(35)
Regangan akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan Pers. 2.4.
l δ
ε = (2.4)
dimana adalah defleksi,
l
adalah panjang mula-mula.Pers. 2.2 dan 2.4 disubstitusikan ke Pers. 2.1 menjadi:
δ ⋅⋅ =
A F
E l
sehingga
E A F ⋅⋅
= l
δ (2.5)
2.3.2 Beban tekan statik bending
Selain mengalami beban tekan statik aksial, struktur sering mengalami beban
tekan statik tekan bending. Permasalahan bending lebih sering berpeluang terjadi
dibandingkan akibat pembebanan yang lain di dalam perencanaan struktur.
Gambar 2.6 Three-Point Bending terhadap Batang Lurus
F
(36)
Gambar 2.6 menunjukkan beban tekan statik bending terhadap batang lurus.
Tegangan-tegangan yang terjadi akibat beban tekan statik bending dapat dilihat pada
Gbr. 2.7.
Gambar 2.7 Distribusi Tegangan akibat Bending
Tegangan normal yang berubah secara linier terhadap perubahan jarak vertikal dari
sumbu aksis, y, adalah:
I y M
x
⋅ =
σ (2.6)
dimana x adalah tegangan normal searah sumbu aksis, M adalah momen bending, y
(37)
Besarnya tegangan maksimum diperoleh jika harga y mencapai titik maksimum, yaitu: I c M maks ⋅ =
σ (2.7)
Untuk menginvestigasi tegangan geser pada jarak y1 di atas sumbu aksis maka dipilih
penampang elemen, dA, di atas sumbu aksis pada jarak y. Penampang elemen, dA = b
dy, tegangan geser dapat ditentukan dengan:
⎟⎠ ⎞ ⎜⎝ ⎛ − = 2 1 2
2I c y
V
τ (2.8)
dimana adalah tegangan geser, V adalah gaya geser, dan y1 adalah jarak elemen
tertentu terhadap sumbu aksis.
Tegangan geser maksimum dapat ditentukan oleh Pers. 2.9.
A V maks 2 3 =
τ (2.9)
dimana A adalah luas permukaan geser. Tegangan Von Mises dapat diketahui melalui
Pers. 2.10. 2 2 2 , 1 2 2 xy y x y x τ σ σ σ σ σ + ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − ± +
= (2.10)
Pertimbangan yang paling penting dalam upaya untuk mencegah terjadinya
kegagalan desain suatu struktur adalah tegangan yang terjadi tidak melebihi dari
kekuatan material. Akan tetapi, ada banyak pertimbangan lain harus diperhatikan,
(38)
meliputi beberapa aspek, antara lain: respon material dan struktur terhadap
pembebanan tertentu, mekanisme perubahan bentuk yang terjadi pada saat terjadinya
beban maksimum, dan lain sebagainya.
2.4 Respon Mekanik akibat Beban Impak
2.4.1 Rambatan gelombang tegangan pada batang
Untuk memahami teori impak terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang
rambatan gelombang, khususnya rambatan gelombang di dalam medium elastis.
Gelombang tegangan adalah gelombang mekanis, yaitu gelombang yang memerlukan
suatu medium untuk dapat mentransmisikannya (Johnson, 1972). Kecepatan rambat
sebuah gelombang sangat ditentukan oleh sifat-sifat medium yang dilaluinya.
Ditinjau dari arah penjalaran, gelombang dibagi atas 2 bagian, yaitu: (1)
gelombang transversal dan (2) gelombang longitudinal. Gelombang longitudinal
digunakan sebagai konsep dasar pembahasan teori kekuatan tarik impak. Perilaku
gelombang longitudinal pada sebuah batang logam dapat ditunjukkan pada Gbr. 2.8.
Gaya impak diberikan pada ujung kiri batang mengakibatkan batang bergerak ke
kanan dengan kecepatan C1, pada waktu t.
Gambar 2.8 Perilaku Gelombang Longitudinal
C
Vo, t
(39)
Keseimbangan momentum pada Gbr. 2.8 dapat diformulasikan dalam Pers.
2.11 berikut.
(
A Ctρ)
V Att F mV
Ft mv
o o o o l o
o o
= = =
σo=ρoClVo (2.11)
dimana Cl adalah kecepatan gelombang longitudinal merambat pada batang, Vo adalah
kecepatan partikel, dan σo adalah tegangan pada batang. Modulus elastisitas suatu
bahan dapat dinyatakan dengan Pers. 2.12.
E=Cl2ρ
ρ
E
Cl = (2.12)
Substitusi Pers. 2.12 ke Pers. 2.11 akan diperoleh Pers. 2.13.
o = Eoρo Vo (2.13)
2.4.2 Diagram Lagrange
Impak dari batang-batang kolinier dapat dianalisa secara sederhana dengan
menggunakan diagram lagrange atau diagram ruang waktu atau bidang karakteristik.
Representasi atau gambaran ruang waktu dari perambatan gelombang longitudinal
sangat berguna untuk pemeriksaan kolinier dari beberapa batang. Diagram ini dibuat
(40)
a. Menjelaskan metode pengukuran dengan cara membandingkan diagram
Lagrange dengan grafik yang diperoleh dari hasil pengujian.
b. Merencanakan panjang batang impak, batang input, spesimen, dan batang
insiden.
c. Memprediksi lokasi terjadinya keretakan terhadap spesimen.
Sumbu mendatar/horizontal adalah panjang susunan batang yang akan dianalisa
sedangkan sumbu vertikal menunjukkan waktu tempuh gelombang sepanjang batang
seperti ditunjukkan Gbr. 2.9. Gambar 2.9 menunjukkan diagram Lagrange untuk
pengujian impak tekan metode Split Hopkinson Pressure Bar (SHPB). Garis penuh
menunjukkan tegangan tekan sedangkan garis putus-putus menunjukkan tegangan
tarik. Pada diagram ini spesimen yang akan diuji ditempatkan di antara batang input
dengan batang insiden. Jika batang impak menumbuk batang input dengan kecepatan
tinggi, maka pada interface batang impak dan batang penerus akan timbul tegangan
tekan sebesar (-σ) yang berpropagasi ke kanan sampai ujung batang input dan ke kiri
menuju ujung batang impak. Gelombang tegangan tekan ini selanjutnya akan
berpropagasi ke spesimen dan collar serta menjalar hingga ke ujung batang insiden.
Setelah itu gelombang tersebut dipantulkan kembali ke batang insiden dalam bentuk
tegangan tarik ( ). Gelombang pantulan ini akan terus menjalar melewati spesimen
dan masuk lagi ke batang input. Sebagian dari gelombang tarik ini dipantulkan lagi ke
batang insiden demikian seterusnya hingga terjadi akumulasi tegangan tarik di dalam
spesimen.
(41)
Gambar 2.9 Diagram Lagrange
Setelah terjadi impak, pada interface batang impak dan batang penerus akan timbul
tegangan tekan sebesar σyang merambat menjauhi interface (b).
- Tinjau batang impak
Waktu rambat gelombang dari titik a sampai dengan b adalah:
ab ab C
L
t1= (2.14)
Setelah mencapai ujung bebas (a) gelombang kembali merambat menuju interface
batang penerus dan batang impak (b). Jika sifat mekanis dan luas permukaan
(42)
- Tinjau batang input
Waktu rambat gelombang dari titik b ke c adalah:
bc bc C
L
t2 = (2.15)
Setelah mencapai interface batang input dan spesimen (c), sebagian besar
gelombang diteruskan ke spesimen. Waktu yang dibutuhkan gelombang untuk
merambat di dalam spesimen adalah ts.
- Tinjau spesimen
Waktu rambat gelombang sepanjang titik c dan d adalah:
o cd C L
t3= (2.16)
Setelah mencapai ujung bebas (titik d), selanjutnya gelombang tekan akan masuk
batang insiden dengan waktu t3 hingga ke ujung dan akan berbalik menjadi
gelombang tegangan tarik.
- Tinjau batang insiden
Waktu rambat gelombang sepanjang titik d dan e adalah:
de de C
L
t4 = (2.17)
(43)
Salah satu metoda pengukuran kekuatan impak yang paling populer adalah
metode Split Hopkinson Pressure Bar, yang menggunakan batang elastis panjang
untuk mempelajari tegangan tekan yang dihasilkan oleh impak sebuah peluru atau
letupan bahan peledak. Pada alat ini, Hopkinson menyimpulkan bahwa selama batang
tekan bersifat elastis, perpindahan pada batang tekan berhubungan secara langsung
dengan tegangan, dan bahwa panjang gelombang tegangan dalam batang
berhubungan dengan waktu impak.
Metoda batang Hopkinson kemudian dikembangkan oleh Kolsky dengan
mengukur perpindahan pada batang tekan. Kolsky memperkenalkan teknik batang
tekan Split Hopkinson, dimana spesimen ditempatkan di antara dua batang tekan
seperti yang ditunjukkan pada Gbr. 2.10. Metoda ini lebih dikenal sebagai Batang
Kolsky. Pada pengujian tekan ini, spesimen akan patah akibat tegangan tekan yang
dihasilkan oleh batang impak. Bila batang impak menghantam batang input, pulsa
tegangan tekan akan dibangkitkan pada interface batang impak dan batang input,
dimana amplitudonya tergantung pada kecepatan dan panjang batang impak. Pulsa
(44)
Gambar 2.10 Batang Kolsky
Dari teori propagasi gelombang elastis satu dimensi diketahui:
' dt c u
t o
∫
ε=
0
(2.18)
dimana u adalah perpindahan (displacement) pada waktu t, co adalah kecepatan
gelombang elastis dan adalah regangan. Perpindahan ui pada permukaan batang
input (lihat Gbr 2.10) merupakan hasil kedua pulsa regangan insiden iyang melewati
arah x positif dan pulsa regangan balik ryang melewati arah x negatif sehingga:
' ) (
' ) ( '
0 0
0
∫
∫
∫
ε + − ε = ε −ε= ot i r
t r o t
i
o dt c dt c dt
c
u (2.19)
Dengan cara yang sama, perpindahan u2 pada permukaan batang insiden dapat
diperoleh dari pulsa regangan yang ditransmisikan t sebagai berikut:
Batang impak Batang input Batang insiden
Gage A Gage B
i r t
lo
(45)
'
0 2 =
∫
εt t o dt c
u (2.20)
Dengan demikian nominal regangan di dalam spesimen adalah:
(
)
' 0 2 1 dt l c l u u t t r i o o os =
∫
ε −ε −ε− =
ε (2.21)
dimana lo adalah panjang awal spesimen. Persamaan 2.24 dapat disederhanakan jika
diasumsikan bahwa tegangan yang melewati spesimen adalah konstan dan regangan
yang direfleksikan adalah:
r= t – i
dengan mensubstitusikan ke dalam Pers. 2.21 diperoleh:
2 ' 0 dt l c t r o o s =−
∫
εε (2.22)
Beban yang terjadi, P1 dan P2, di setiap ujung spesimen adalah:
P1 = E.A ( i + r)
P2 = E.A. t (2.23)
maka tegangan rata-rata yang masuk ke dalam spesimen ( s) adalah:
(
i r t)
s s s A A E A P P ε + ε + ε ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ = + = σ 2 1 2 2
1 (2.23)
dimana E adalah modulus elastisitas batang tekan, A/As adalah rasio luas penampang
(46)
A A E
s
s ⎟⎟⎠
⎞ ⎜⎜⎝ ⎛
= (2.24)
2.6 Mode Kerusakan Polymeric Foam
Mode kerusakan sangat berkaitan dengan mekanisme keretakan/perpatahan
dari suatu material. Menurut Subhash dan Liu (2009), bentuk deformasi dinding foam
ditunjukkan pada Gbr. 2.11 (b). Kegagalan yang sering terjadi diakibatkan oleh
bending terhadap dinding foam. Retak/patah terjadi di daerah percabangan model
dinding foam seperti ditunjukkan pada Gbr. 2.12 (dilihat secara mikroskopik).
Gambar 2.11 Mode Foam yang Dikenai Beban Tekan
Di percabangan beberapa dinding foam sangat besar pengaruhnya untuk
terjadi patah akibat bending (bending fracture). Beberapa analisa mengenai
Permukaan
Foam
Kerusakan
dinding foam
(a). Kondisi sebelum rusak
(47)
kegagalan diakibatkan oleh konsentrasi tegangan di sekitar daerah percabangan.
Adanya pengaruh lain seperti momen bending di dinding foam juga merupakan
penyebab terjadi kerusakan terhadap foam. Kerusakan-kerusakan tersebut secara
setempat menunjukkan keretakan di daerah tertentu jika ditinjau secara makroskopik
seperti ditunjukkan pada Gbr. 2.11 (b).
Gambar 2.12 Model Struktur Foam Retak/Patah akibat Buckling
terhadap Dinding Foam
2.7 Metode Elemen Hingga (MEH)
Bila suatu kontinum dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang kecil maka
bagian-bagian yang kecil ini dinamakan elemen hingga. Proses pembagian suatu
kontinum menjadi elemen-elemen kecil ini sering dikenal sebagai proses pembagian
(diskritisasi). Dinamakan elemen hingga karena ukuran elemen kecil ini berhingga
(bukannya kecil tak berhingga) dan umumnya memiliki geometri yang lebih Patah akibat
bending
σ σ
σ σ
(48)
mengubah suatu masalah yang memiliki derajat kebebasan tak berhingga menjadi
suatu masalah dengan jumlah derajat kebebasan tertentu sehingga pemecahannya
akan lebih sederhana.
Metode elemen hingga digunakan pada struktur yang dibebani atau pengaruh
lain sehingga menyebabkan terjadinya deformasi juga disertai terjadinya tegangan
dalam dan reaksi pada titik tertahan. Tujuan utamanya adalah untuk memperoleh
nilai pendekatan (bukan eksak) tegangan dan peralihan yang terjadi pada suatu
struktur. Deformasi pada elemen terjadi akibat peralihan titik nodal. Dalam masalah
struktur perpindahan ini disebabkan oleh gaya yang terdapat pada titik nodal.
Peralihan dan rotasi pada titik nodal disebut dengan DOF (Degree of Freedom).
Solusi akan lebih akurat bila DOF yang dipergunakan semakin banyak. Perpindahan
titik nodal terhadap sumbu lokal x dan y sebagai fungsi perpindahan terhadap
koordinat dilihat pada Pers. 2.25 dan Pers. 2.26 berikut ini:
u (x,y) = α1 + α2x + α3y (2.25)
v (x,y) = β1 + β2x + β3y (2.26)
Secara umum perpindahan titik nodal diberikan oleh Pers. 2.27.
U− =
[ ]
U V T (2.27) Pada kondisi statis, penggunaan MEH mengikuti konsep persamaan pegaselastis, dimana vektor gaya sebanding dengan perpindahan yang terjadi, sesuai
(49)
penggunaan MEH mengikuti konsep gerak (Hukum Newton II), yaitu persamaan fl =
Mü. Pada kondisi dinamik, juga dikenal implisit dan eksplisit integrasi. Perbedaannya
adalah pada pengabaian error. Implisit integrasi tidak dapat mengabaikan error bila
tegangan yang dicapai sudah mencapai batas maksimun sedangkan eksplisit integrasi
dapat mengabaikan error. Persamaan diferensial dinamik akan diperoleh dari
keseimbangan gaya inersia, fI(t), gaya redaman, fD(t) dan gaya elastis, fE(t) terhadap
gaya luar, F(t). Persamaan kesetimbangan transient dinamik dapat ditunjukkan
sebagai berikut:
fI(t) + fD(t) + fE(t) = F(t) (2.28)
[M]ü + [C]ù+ [K]u = F(t) (2.29)
Notasi M, C, dan K adalah matrik massa, redaman dan kekakuan serta ü, ù, u adalah
vektor percepatan, vektor kecepatan dan perpindahan. Harga C diperoleh dari
persamaan:
M K
C =α + β (2.30)
(50)
Elemen tiga dimensi solid (3D) dapat dipertimbangkan menjadi penyelesaian
elemen hingga karena memiliki variabel yang terikat, yaitu: x, y, dan z. Sebagai
contoh, struktur solid dapat ditunjukkan pada Gbr 2.13. Vektor-vektor gaya memiliki
arah yang berubah-ubah.
Gambar 2.13 Contoh Pembebanan terhadap Struktur 3D Solid
Di dalam struktur 3D terdapat enam komponen tegangan, yaitu tiga tegangan normal
dan tiga tegangan geser. Jenis elemen solid 3D dapat berupa tetrahedral atau
heksahedral. Setiap node pada elemen memiliki tiga derajat kebebasan translasi,
elemen akan terdeformasi dalam tiga arah yang berbeda. Formulasi elemen solid 3D
merupakan kelanjutan persamaan solid 2D, perbedaannya terdapat pada fingsi x, y,
dan z.
2.7.2 Elemen tetrahedral
Sebuah struktur 3D ditunjukkan pada Gbr. 2.14 yang terdiri dari sejumlah
elemen tetrahedral yang memiliki empat node dan empat permukaan. Elemen
(51)
Gambar 2.14 Struktur Solid 3D yang Dibagi Menjadi Elemen-elemen Tetrahedral
Elemen tetrahedral mempunyai empat node, setiap node memiliki tiga derajat
kebebasan (u, v, dan w). Jumlah derajat kebebasan yang terdapat pada elemen
tetrahedral adalah dua belas seperti ditunjukkan pada Gbr. 2.15. Masing-masing node
diberi tanda angka 1, 2, 3, dan 4 yang mengikuti aturan tangan kanan. Di dalam
elemen, vektor perpindahan U merupakan fungsi koordinat x, y, dan z dan
diinterpolasi menjadi fungsi bentuk, yaitu:
Uh (x, y, z) = N (x, y, z)de (2.31)
(52)
Vektor perpindahan nodal dapat ditentukan dengan: ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎭ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎨ ⎧ = 4 4 4 3 3 3 2 2 2 1 1 1 w v u w v u w v u w v u
de (2.32)
Matriks fungsi bentuk mempunyai format:
⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 N N N N N N N N N N N N
N (2.33)
Untuk membuat fungsi bentuk harus digunakan koordinat volume. Koordinat volume
node 1 didefinisikan sebagai:
1234 234 1
V V
L = P (2.34)
dimana VP234 dan V1234 merupakan volume tetrahedral P234 dan 1234 seperti
(53)
Gambar 2.16 Koordinat Volume Elemen Tetrahedral
Koordinat volume node 2 s.d. 4 juga didefinisikan dengan cara yang sama, yaitu:
1234 134 2
V V
L = P ,
1234 124 3
V V
L = P ,
1234 123 4
V V
L = P (2.35)
Koordinat volume juga ditunjukkan sebagai perbandingan jarak titik P dan titik 1
terhadap bidang 234, yaitu:
234 1 234 1 − − = d d
L P ,
234 1 134 2 − − = d d
L P ,
234 1 124 3 − − = d d
L P ,
234 1 123 4 − − = d d
L P (2.36)
sehingga dapat dinyatakan dengan:
L1 + L2 + L3 + L4 = 1 (2.37)
dimana
VP234 + VP134 + VP124 + VP123 = V1234 (2.38)
Hubungan antara koordinat volume dengan koodinat Cartesian adalah:
4 4 3 3 2 2 1
1x L x L x L x
L
x= + + +
4 4 3 3 2 2 1
1y L y L y L y
L
(54)
Pers. 2.34 dan 2.36 dapat dinyatakan dengan: ⎪ ⎪ ⎭ ⎪⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪⎪ ⎨ ⎧ ⎪ ⎪ ⎭ ⎪⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪⎪ ⎨ ⎧ = ⎪ ⎪ ⎭ ⎪⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪⎪ ⎨ ⎧ 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 1 1 1 1 1 L L L L z z z z y y y y x x x x z y x (2.40)
Invers matriks yang ditunjukkan pada Pers. 2.40 adalah:
⎪ ⎪ ⎭ ⎪⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪⎪ ⎨ ⎧ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = ⎪ ⎪ ⎭ ⎪⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪⎪ ⎨ ⎧ z y x d c b a d c b a d c b a d c b a V L L L L 1 6 1 4 4 4 4 3 3 3 3 2 2 2 2 1 1 1 1 4 3 2 1 (2.41) dimana ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = l l l k k k j j j i z y x z y x z y x
a det ,
⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = l l k k j j i z y z y z y b 1 1 1 det ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = l l k k j j i z y z y z y c 1 1 1 det , ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = 1 1 1 det l l k k j j i z y z y z y
d (2.42)
Subscript i bervariasi dari 1 s.d. 4, dan j, k, l dinyatakan dalam permutasi siklus.
Sebagai contoh, jika i = 1 maka j = 2, k = 3, l = 4. Jika i = 2 maka j = 3, k = 4, l = 1.
Volume tetrahedral dapat dinyatakan dengan:
⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ × = l l l k k k j j j i i i z y x z y x z y x z y x V 1 1 1 1 det 6 1 (2.43)
(55)
Fungsi bentuk dari elemen tetrahedral empat nodal dapat dinyatakan dengan: ( ) 6 1 z d y c x b a V L
Ni = i = i + i + i + i (2.44)
Dari Pers. 2.44 dapat dilihat bahwa fungsi bentuk merupakan fungsi linier sehingga
elemen tetrahedral empat nodal merupakan elemen linier. Persamaan 2.44 merupakan
fungsi bentuk yang dibutuhkan penyelesaian permasalahan MEH.
Seperti yang telah dijelaskan pada paragrap sebelumnya bahwa elemen 3D
terdapat enam tegangan, yaitu: xx, yy, zz, yz, xz, xy.. Hubungan regangan { xx, yy, zz, yz, xz, xy} dapat dinyatakan dengan:
= LU = LNde = Bde (2.45)
dimana matriks B ditentukan oleh Pers. 2.45.
N LN B x y x z y z z y x ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = = ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 (2.46)
dengan menggunakan Pers. 2.32, matriks regangan, B dapat dinyatakan dengan:
⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 4 4 3 3 2 2 1 1 4 4 3 3 2 2 1 1 4 4 3 3 2 2 1 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 b d b d b d b d c d c d c d c d b c b c b c b c d d d d c c c c b b b b V
(56)
Matriks regangan untuk elemen tetrahedral linier merupakan matriks konstan. Ini
berimplikasi bahwa regangan pada elemen tetrahedral linier adalah konstan, begitu
juga dengan tegangannya. Matriks kekakuan, k, untuk elemen solid 3D dapat
dinyatakan dengan:
∫
= = Ve T e Te B cBdV V B cB
k (2.48)
Matriks massa dapat dinyatakan dengan:
dV N N N N N N N N N N N N N N N N NdV N m Ve Ve T
e
∫
∫
⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = = 44 43 42 41 34 33 32 31 24 23 22 21 14 13 12 11 ρ
ρ (2.49)
dimana matriks di atas dinyatakan dengan:
⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = j i j i j i ij N N N N N N N 0 0 0 0 0 0 (2.50)
n p q e
Ve m V q p n M q p n m dV L L L L 6 )! 3 ( ! ! ! ! 4 3 2 1 + + + + =
∫
(2.51)Integral pada Pers. 2.48 dapat ditentukan dengan Pers. 2.52. Sebuah langkah alternatif
untuk menghitung matriks massa elemen solid 3D adalah menggunakan system
koordinat natural khusus yang didefinisikan oleh Pers. 2.34 s.d. 2.36. Pada Gbr. 2.17
dapat dilihat bahwa bidang ξ = konstan yang didefinisikan pada garis P-Q sejajar
(57)
berpindah ke titik 2, ξ = 1. Pada Gbr. 2.18 bidang = konstan didefinisikan sebagai garis 1-4 pada segitiga dengan garis 1-4, titik P terletak pada garis 2-3.
⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 2 0 2 0 0 2 1 0 0 2 0 1 0 0 2 0 0 1 0 0 2 1 0 0 1 0 0 2 0 1 0 0 1 0 0 2 0 0 1 0 0 1 0 0 2 1 0 0 1 0 0 1 0 0 2 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 2 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 2 20 e e V
m ρ (2.52)
Pada saat P berpindah ke titik 2, = 0, ketika P berpindah ke titik 3 maka =
1. Bidang ξ = konstan didefinisikan pada Gbr. 2.17, bidang P-Q-R sejajar dengan
bidang 1-2-3. Pada saat P berpindah ke titik 4 maka = 0 dan ketika P berpindah ke
(58)
Gambar 2.18 Koordinat Natural, = Konstan
Gambar 2.19 Koordinat Natural, = Konstan
Bidang 1-2-3 pada elemen berada pada bidang x-y. Hubungan antara xyz dan ξ
dapat dinyatakan dengan langkah berikut ini.
Pada Gbr. 2.20, koordinat titik P diinterpolasi menggunakan koordinat x, y,
dan z di titik 2 dan 3:
xp = (x3 – x2) + x2
yp = (y3 – y2) + y2 (2.53)
(59)
Koordinat titik B diinterpolasi menggunakan koordinat x, y, dan z di titik 1 dan P,
yaitu:
xB = ξ (xp – x1) + x1 = ξ (x3 – x2) + ξ (x2 – x1) + x1
yB = ξ (yp – y1) + y1 = ξ (y3 – y2) + ξ (y2 – y1) + y1 (2.54)
zB = 0
Gambar 2.20 Koordinat Cartesian xyz dari Titik O
Koordinat pada titik O diinterpolasi menggunakan koordinat x, y, dan z di titik 4 dan
B:
x = x4 – (x4 – xB) = x4 – (x4 – x1) + ξ (x2 – x1) – ξ (x2 – x3)
y = y4 – (y4 – yB) = y4 – (y4 – y1) + ξ (y2 – y1) – ξ (y2 – y3) (2.55)
z = (1 – ) z4
(60)
N1 = (1 – ξ)
N2 = ξ (2.56)
N3 = ξ (1 – )
N4 = (1 – ξ)
Matriks Jacobian antara xyz dan ξ yang dibutuhkan diberikan oleh:
⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ = ζ η
ξξ η ζ
ζ η ξ z z z y y y x x x
J (2.57)
Determinan matriks Jacobian dapat ditentukan melalui Pers. 2.54 dan 2.55, yaitu:
[ ]
⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + + − + + + − + = 0 0 det 4 31 21 41 31 31 21 31 21 41 31 31 21 z y y y y y y x x x x x xJ ζ ηζ ξζ ξ ξη
η ξ ξ ζ ξ ζ η ζ (2.58)
Matriks massa dapat diperoleh dengan:
[ ]
ξ η ζρ
ρN NdV N N J d d d
m Ve
T T
e =
∫
=∫∫∫
1 0 1 0 1 0
det (2.59)
sehingga
∫∫∫
⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = 1 0 1 0 1 0 44 43 42 41 34 33 32 31 24 23 22 21 14 13 12 11 2 6 N N N N N N N N N N N N N N N N Vme eρ ξζ (2.60)
dimana Nij diberikan oleh Pers. 2.50 dan fungsi bentuknya didefinisikan oleh Pers.
2.56. Perhitungan integral pada Pers. 2.60 akan menghasilkan mastiks massa yang
(61)
Vektor gaya pada nodal untuk elemen solid 3D dapat ditentukan dengan Pers.
2.61. Jika beban terdistribusi (fs) pada garis 2-3 yang ditunjukkan pada Gbr. 2.15
maka gaya nodal dapat ditentukan dengan:
dl f f f N f sz sy sx l T e ⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ = −
∫
4 3 ][ (2.61)
Jika beban terdistribusi merata, fsx, fsy, dan fsz konstan maka Pers. 2.61 menjadi:
{ }
{ }
{ }
{ }
{ }
{ }
⎪⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎭ ⎪⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎨ ⎧ ⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ ⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ = × × × × × × − 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 4 3 0 0 0 0 0 0 2 1 sz sy sx sz sy sx e f f f f f f lf (2.62)
dimana l3-4 adalah panjang garis 3-4. Persamaan 2.61 mengimplikasikan bahwa gaya
yang terdistribusi dibagi pada dua node. Matriks kekakuan, ke, matriks massa, me, dan
vektor gaya nodal merupakan penyelesaian persamaan MEH.
2.7.3 Pemodelan dengan bidang simetri
Banyak struktur dan objek menunjukkan bentuk yang simetri seperti
(62)
Gambar 2.21 Perbedaan Jenis Simetri terhadap Struktur
Gambar 2.21 menunjukkan jenis-jenis model yang biasa ditemukan pada struktur
yang simetri. Sebuah objek seperti tabung dapat digolongkan simetri yang aksial.
Pemodelan menjadi sturktur yang lebih sederhana bermanfaat untuk mengurangi
derajat kebebasan dan waktu proses simulasi menggunakan komputer. Ketepatan
analisa dapat ditingkatkan sebagai sistem persamaan menjadi lebih kecil dan
kesalahan numerik dapat dikurangi.
Simetri pencerminan merupakan simetri bidang utama dan umumnya terdapat
pada struktur persegi dan balok. Sebagian struktur merupakan pencerminan dari
bagian struktur yang lain. Posisi pencerminan disebut dengan bidang simetri. Sebuah (a). Simetri pencerminan
(b). Simetri aksial
(c). Simetri bersiklus
(63)
struktur dikatakan simetri pencerminan jika simetri dalam geometri, kondisi
pembebanan, dan sifat-sifat materialnya. Banyak struktur menunjukkan jenis yang
simetri, beberapa struktur juga memiliki bidang simetri yang berkelipatan. Sebagai
contoh model balok yang ditunjukkan pada Gbr. 2.22.
Gambar 2.22 Model Balok dengan Dua Bidang Simetri
Gambar 2.23 Struktur Solid 2D dengan Aksis Simetri x = c
(64)
Struktur yang ditunjukkan pada Gbr. 2.22 tergolong simetri bidang tunggal
dan model sebagian, atau dapat juga dijadikan simetri dua bidang untuk mengurangi
model elemen hingga dari struktur yang sebenarnya. Gambar 2.23 menunjukkan
simetri bidang 2D solid. Simetri solid dengan simetri aksis di x = c. Bagian sebelah
kanan dari daerah domain dimodelkan dengan pembebanan mengikuti kondisi batas
simetri di titik aksis simetri, yaitu:
u1 = 0
u2 = 0 (2.61)
u3 = 0
dimana ui (i = 1, 2, 3) disebut perpindahan dalam arah x pada titik i. Persamaan 2.61
merupakan persamaan tumpuan satu titik karena setiap persamaan hanya terdapat satu
derajat kebebasan yang tidak diketahui.
Kondisi pembebanan terhadap struktur yang simetri penting diperhatikan.
Pembebanan dianggap simetri jika beban yang terjadi merupakan refleksi dari beban
pada bidang yang lain seperti ditunjukkan pada Gbr. 2.24. Sebuah persoalan menjadi
simetri karena kondisi struktur secara keseluruhan, kondisi pendukung seperti beban
adalah simetri pada x = 0. Sebuah persoalan dikatakan tidak simetri apabila pada
bidang simetri perpindahan arah y tidak nol sehingga beban menjadi tidak simetri,
kondisi ini diperlihatkan pada Gbr. 2.25. Pemodelan sebagian struktur merupakan
hasil menggunakan kondisi batas yang tidak simetri akan memberikan hasil yang
(65)
menunjukkan kondisi batas anti simetri dimana bidang deformasi terhadap bidang
simetri adalah nol. Perlu diketahui bahwa rotasi terhadap bidang simetri adalah nol.
Gambar 2.24 Struktur Balok yang Simetri dengan Beban yang Sederhana
Gambar 2.25 Struktur Balok yang Tidak Simetri dengan Beban yang Sederhana
(66)
1. Tidak terdapat perpindahan terhadap bidang normal yang simetri
2. Tidak terdapat rotasi terhadap aksis yang sejajar dengan bidang simetri.
Untuk menentukan kondisi batas pada bidang dengan beban yang simetri adalah:
1. Tidak terdapat perpindahan terhadap bidang yang sejajar dengan bidang
simetri
2. Tidak terdapat rotasi terhadap aksis yang sejajar dengan bidang simetri.
Tabel 2.2 dan 2.3 menyatakan kondisi batas untuk bidang dengan beban yang
simetri dan tidak simetri.
Tabel 2.2 Kondisi Batas untuk Beban yang Simetri Bidang
simetri u v w x y z
xy Bebas Bebas Ditumpu Ditumpu Ditumpu Bebas
yz Ditumpu Bebas Bebas Bebas Ditumpu Ditumpu
zx Bebas Ditumpu Bebas Ditumpu Bebas Ditumpu
Tabel 2.3 Kondisi Batas untuk Beban yang Tidak Simetri Bidang
simetri u v w x y z
xy Ditumpu Ditumpu Bebas Bebas Bebas Ditumpu
yz Bebas Ditumpu Ditumpu Ditumpu Bebas Bebas
(67)
Struktur solid dikatakan simetri aksial apabila struktur dapat ditimbulkan oleh
bidang putar terhadap aksis. Bidang solid dapat dimodelkan secara sederhana
menggunakan elemen 2D atau 1D yang disebut elemen aksisimetri. Sebagai contoh,
tabung silinder dapat dimodelkan menggunakan elemen akismetris 1D seperti
ditunjukkan pada Gbr. 2.26 dan 2.27.
Gambar 2.26 Struktur Silinder Menggunakan Elemen Aksisimetri 1D
Gambar 2.27 Struktur 3D Menggunakan Elemen Aksisimetri 2D
(68)
Selain digunakan sebagai produk kerucut lalu lintas, polymeric foam diperkuat
serat TKKS juga dapat dimanfaatkan sebagai produk bidang kedokteran dan sarana
kebersihan. Produk bidang kedokteran yang dapat dihasilkan dari polymeric foam
diperkuat serat TKKS adalah sebagai alat bantu ortopedi (kaki palsu) seperti
ditunjukkan pada Gbr. 2.28. Dari penelitian Rulyanto (2003) dikatakan bahwa beban
statik yang terjadi pada alat bantu tersebut adalah 800 N.
Gambar 2.28 Contoh Alat Bantu Ortopedi (Kaki Palsu)
Aplikasi lain dari polymeric foam diperkuat serat TKKS adalah sebagai tempat
(69)
Gambar 2.29 Contoh Tempat Penampungan Sampah Sementara
Kapasitas tempat penampungan sementara yang dapat digunakan adalah 25 kg.
Material yang digunakan sebagai produk tersebut terbuat dari low density olyethylene
(LDPE).
2.9 Kerangka Konsep
Hasil yang diperoleh dalam sebuah penelitian dipengaruhi oleh beberapa
variabel. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini dibuat kerangka konsep yang
menghubungkan variabel dengan permasalahan dan hasil yang akan diperoleh.
Kerangka konsep pada penelitian ini ditunjukkan pada Gbr. 2.30.
Permasalahan:
Respon akibat beban tekan statik dan dinamik, yaitu: tegangan maksimum, regangan statik, mode retak/patah,
(70)
Gambar 2.30 Kerangka Konsep Penelitian Variabel bebas:
- Prosedur pembebanan
tekan
- Jenis material untuk
eksperimen tekan statik aksial
- Waktu impak
- Uji tekan statik aksial
- Simulasi komputer sebagai analisa
numerik respon akibat beban tekan statik aksial, statik bending, dan
impak SHPB menggunakan software
ANSYS Rel. 5.4 dan MSC/NASTRAN Rel. 4.5.
Hasil yang diperoleh:
Respon akibat beban tekan statik dan dinamik, yaitu: tegangan maksimum, regangan statik, mode retak/patah, distribusi tegangan terhadap
polymeric foam yang diperkuatserat TKKS diketahui sehingga dapat direkomendasikan untuk perencanaan produk kerucut lalu lintas.
(71)
BAB 3
METODE PENELITIAN
.
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu: (1) Penyelidikan kekuatan tekan
statik aksial akan dilaksanakan di Pusat Riset Impak dan Keretakan Program
Magister Teknik Mesin FT-USU menggunakan alat uji Shimadzu Servopulser, (2)
Penyelidikan secara simulasi akan dilaksanakan di IC-STAR USU menggunakan
software ANSYS Rel. 5.4 dan MSC/NASTRAN Rel. 4.5.
3.2 Bahan
Spesimen uji dibuat dari beberapa bahan penyusun. Komposisi, karakteristik
fisik dan mekanik bahan penyusun ditunjukkan pada Tabel 3.1. Masing-masing
spesimen uji tekan aksial dibuat dari bahan penyusun yang berbeda, yaitu:
1. Spesimen polymeric foam dibuat dari bahan polyurethane.
2. Spesimen resin solid dibuat dari bahan resin termoset.
3. Spesimen polymeric foam yang diperkuat serat TKKS dibuat dari bahan
polyurethane, resin termoset, dan serat TKKS dengan komposisi seperti
ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Komposisi tersebut dipilih berdasarkan komposisi dengan massa jenis dan modulus
elastisitas tarik yang paling tepat (Zulfikar, et al, 2010) seperti ditunjukkan pada Gbr.
(72)
massa jenis dan modulus elastisitas tarik statik sebesar 1096 kg/m3 dan 288,87 MPa. Geometri spesimen uji tekan statik aksial ditunjukkan pada Gbr. 3.2 dan 3.3.
Spesimen uji tekan statik aksial sesuai dengan standar American Society for Testing
Materials (ASTM) D 1621–00.
0 50 100 150 200 250 300 350 400
936 Massa jenis (kg/m3)
M
odul
us
e
la
st
is
it
as
(
M
P
a)
40/40/10/10 30/50/10/10 20/65/5/10 20/55/15/10 20/60/10/10
Gambar 3.1 Karakteristik Beberapa Variasi Persentase Komposisi (PU/Resin/Serat/Katalis)
Tabel 3.1 Komposisi Bahan Penyusun Spesimen Uji
Bahan penyusun Persentase massa
Polyurethane 20
Resin 157 BQTN-EX Series 60
Serat TKKS 10
MEKPO 10
(73)
Beberapa bahan kimia tambahan juga digunakan selama proses pembuatan spesimen,
yaitu: katalis, aseton, dan wax. Sebagai katalis di dalam pembentukan spesimen uji
digunakan metil etil keton peroksida (MEKPO).
(a). Polymeric foam (polyurethane)
(b). Resin termoset
75 m
m
Ø 37,5 mm
Foam
75 m
m
(74)
Gambar 3.3. Foto Spesimen Polymeric Foam yang Diperkuat Serat TKKS
3.3 Proses Pembuatan Spesimen Uji
3.3.1 Cetakan spesimen
Spesimen uji dibentuk di dalam sebuah cetakan. Cetakan spesimen uji
ditunjukkan pada Gbr. 3.4.
Gambar 3.4 Foto Cetakan Spesimen Ø 37,5 mm
Foam
Serat TKKS
75 m
m
Penutup cetakan
Cetakan spesimen
(75)
3.3.2 Persiapan bahan pembentuk spesimen
Berdasarkan eksperimen awal yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa
massa spesimen uji ditunjukkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Massa Spesimen Uji
No. Material Massa rata-rata
(g) 1 Polymeric foam 6,49
2 Resin 101,4
3 Polymeric foam
diperkuat serat TKKS 34,91
Berdasarkan massa spesimen uji yang diperoleh maka perkiraan bahan penyusun
masing-masing spesimen dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Massa Bahan Penyusun Spesimen Uji
No. Spesimen Massa (g)
1 Polymeric foam
Bahan penyusun terdiri atas: - Isocyanate
- Polyol
0,36 0,29
2 Resin termoset
Bahan penyusun terdiri atas:
- Resin 157 BQTN-EX Series
- MEKPO
96,33 5,07 3 Polymeric foam diperkuat serat TKKS
Bahan penyusun terdiri atas: - Isocynate
- Polyol
- Resin 157 BQTN-EX Series
- Serat TKKS
- MEKPO
1,88 1,53 10,23
1,71 1,71
(1)
Lo
(mm) A (mm2)
F1 (N) F2 (N) F3 (N) F4 (N) F5 (N) Frata-rata (N)
L’1
(mm) L’2
(mm) L’3
(mm) L’4
(mm) L’5
(mm) L’
ratarata
(mm) (mm)
75 1103,91 15126,9 15128,0 15125,8 15124,7 15123,6 15125,8 74,6 73,3 72,4 74,6 74,6 73,9 1,1
75 1103,91 15016,5 15017,6 15015,4 15014,3 15013,2 15015,4 74,6 73,3 72,3 74,6 74,6 73,9 1,1
75 1103,91 15126,9 15128,0 15125,8 15124,7 15123,6 15125,8 74,6 73,3 72,2 74,6 74,6 73,8 1,2
75 1103,91 15126,9 15128,0 15125,8 15124,7 15123,6 15125,8 74,6 73,3 72,2 74,6 74,6 73,8 1,2
75 1103,91 15016,5 15017,6 15015,4 15014,3 15013,2 15015,4 74,6 73,2 72,2 74,6 74,5 73,8 1,2
75 1103,91 15016,5 15017,6 15015,4 15014,3 15013,2 15015,4 74,6 73,2 72,1 74,6 74,5 73,8 1,2
75 1103,91 15016,5 15017,6 15015,4 15014,3 15013,2 15015,4 74,6 73,2 72,1 74,6 74,5 73,8 1,2
75 1103,91 14906,1 14907,2 14905,0 14903,9 14902,8 14905,0 74,6 73,2 72,1 74,5 74,5 73,8 1,2
75 1103,91 14906,1 14907,2 14905,0 14903,9 14902,8 14905,0 74,6 73,2 72,1 74,5 74,5 73,8 1,2
75 1103,91 14795,7 14796,8 14794,6 14793,5 14792,4 14794,6 74,6 73,1 72,1 74,5 74,5 73,8 1,2
75 1103,91 14795,7 14796,8 14794,6 14793,5 14792,4 14794,6 74,6 73,1 72,1 74,5 74,5 73,8 1,2
75 1103,91 14685,3 14686,4 14684,2 14683,1 14682,0 14684,2 74,6 73,1 72,1 74,5 74,5 73,8 1,2
75 1103,91 14685,3 14686,4 14684,2 14683,1 14682,0 14684,2 74,6 73,1 72,0 74,5 74,5 73,7 1,3
(2)
Grafik Uji Tekan Statik Aksial Polymeric Foam Diperkuat Serat TKKS
0 2 4 6 8 10 12 14
0.00 0.21 0.45 0.63 1.05
Regangan (%)
T
ega
ng
an
(
M
P
a)
Modulus elastisitas (E):
10,10 MPa
0,59%
0,2%
(3)
MPa
0
,
1722
485,7
836377,5
44
,
0
91
,
1103
75
7
,
11151
=
=
⋅
⋅
=
⋅
⋅
=
A
l
F
E
Kekakuan (k):
mm
/
kN
35
,
25
75
0
,
1722
91
,
1103
=
×
=
⋅
=
l
E
A
k
(4)
(5)
(6)