BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pembahasan sistem perbankan tidak terlepas dengan kebijakan moneter. Dalam hubungan ini maka akan timbul pertanyaan tentang bagaimana pengaruh
kebijakan moneter yang diambil BI terhadap kedua sistem perbankan tersebut. Untuk sistem perbankan konvensional, tentu permasalahan ini sudah bukan
menjadi bahan baru lagi. Efektifitas kebijakan moneter terhadap perbankan konvensional sudah teruji dan sudah terimplementasi dengan luas. Bagaimana
dengan sistem perbankan syariah, hal ini memerlukan kajian tersendiri karena dalam sistem dual banking pengaruh kebijakan moneter terhadap bank syariah
bisa jadi mempunyai implikasi yang berbeda dengan pengaruh kebijakan moneter terhadap perbankan konvensional.
Di Indonesia terdapat dua sistem perbankan yaitu sistem bunga interest rate system
dan sistem bagi hasil atau yang lebih dikenal dengan sistem tanpa bunga free interest rate system. Didalam perbankan syariah juga terdapat
instrument SWBI Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki dual monetary system yaitu mekanisme tingkat bunga
dan bagi hasil. Sistem bagi hasil sebagai sebuah prinsip perhitungan berdasarkan
1
2 pendapatan produsen atau peminjam yang memiliki sifat fleksibel terhadap
pengembalian bagi hasilnya.
Mekanisme transmisi adalah saluran yang menghubungkan antara kebijakan moneter dengan perekonomian. Bernanke dan Gertler menekankan
pada sektor kreditcredit channer. sementara Obstfeld dan Rogoff memilih menekankan konsep mekanisme transmisi pada kebijakan nilai tukar. Beberapa
ekonom sepakat bahwa mekanisme transmisi merupakan proses antara yang menyebabkan perubahan pada GDP riil dan Inflasi melalui mekanisme kebijakan
moneter Taylor dalam McCallum,2004.
Keberadaan sistem bagi hasil menimbulkan kemungkinan perpindahan konsumen peminjam dari sistem bunga ke bagi hasil. Mekanisme subtitusi
tersebut membuat terjadinya lack di kebijakan moneter Indonesia. Kemungkinan yang lain, hal tersebut dapat mereduksi efek negatif daripada pengurangan
pinjaman di sektor konvensional. Reduksi tersebut timbul sebagai akibat dari mekanisme pinjaman syariah yang membuat keseimbangan antar pertumbuhan di
sektor moneter dan sektor riil sehingga penambahan proporsi pinjaman syariah pada perekonomian dapat menekan inflasi.
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi besar kecilnya pengaruh kebijakan moneter terhadap perbankan syariah, sehingga besar kecilnya pengaruh
ini berbeda dengan perbankan konvensional. Ketiga faktor tersebut adalah
3 dikotomi antara perbankan syariah dengan konvensional, instrumen kebijakan
moneter yang digunakan, dan kondisi struktur modal, asset terutama asset-asset likuiditas, dan kapitalisasi perbankan syariah yang mempunyai karakteristik
berbeda dengan perbankan konvensional. Faktor kedua yang diduga mempengaruhi perbedaan besar pengaruh
kebijakan moneter antara dana pihak ketiga yang digunakan olah BI. Pada sistem konvensional kebijakan moneter digunakan untuk mempengaruhi jumlah
penawaran uang dan tingkat bunga dalam perekonomian. Kebijakan ini dilakukan antara lain dengan: Pertama, operasi pasar terbuka yaitu otorasi moneter
melakukan jual beli surat-surat berharga. Operasi pasar terbuka dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas rupiah dipasar uang, yang pada giliranya tingkat
suku bunga. OPT dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui penjualan sertifikat Bank Indonesia dan investasi rupiah. Penjualann SBI dilakukan melalui lelang
sehingga tingkat diskonto yang terjadi benar-benar mencerminkan kondisi likuiditas pasar uang. Sedangkan kegiatan intervensi rupiah dilakukan oleh BI
untuk menyesuaikan kondisi pasar uang, baik likuiditas maupun tingkat suku bunga. Kedua, otoritas moneter membuat perubahan atas tingkat bunga diskonto
dan tingkat bunga yang harus dibayar oleh bank-bank umum. Dengan kebijakan yang berorientasi pada pengaturan tingkat suku bunga
dan mayoritas instrumen yang digunakan juga berbasis bunga, maka kebijakan ini tidak sepenuhnya dapat teradopsi oleh perbankan syariah. Namun disisi lain
4 arah kebijakan moneter didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai
dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi lainnya, baik dalam jangka pendek, menengah maupun panjang. Kebijakan moneter konvensional yang
mempunyai pengaruh yang kuat pada sektor riil perekonomian GDP dan berorientasi pada pencapaian target tingkat inflasi tertentu kemungkinan
mempunyai pengaruh terhadap asset dan liabilities perbankan syariah karena perbankan syariah mempunyai orientasi dan link keterkaitan yang luas dengan
sector riil. Disamping itu dominasi sistem konvensional sangat erat, maka pengaturan tingkat bunga melalui kebijakan moneter sistem konvensional
kemungkinan akan berpengaruh terhadap perbankan syariah. Faktor ketiga yang diduga mempengaruhi perbedaan besar dampak
kebijakan moneter terhadap perbankan syariah dan perbankan konvensional adalah kondisi dan karakteristik struktur modal,asset dan kapitalisasi perbankan
syariah. Munurut sudut pandang lending channel, terdapat kanal trasmisi kebijakan moneter yang terlaksana melalui kredit bank. Pengetatan moneter akan
mempengaruhi jumlah deposit yang kemudian akan diikuti pengurangan supplay kredit bank kepada nasabah. Jika pengaruh berkurangnya deposit sebagai
pendanaan lainya, maka takanan kebijakan moneter ini akan mempunyai efek yang signifikan.
Menurut Kashyap and Stein 2004, lending channel akan sangat efektif bagi bank kecil yang mempunyai struktur modal sederhana yang hampir
5 seluruhnya ditopang oleh deposit dan saham biasa. Pengaruh lending channel
bank juga lebih kuat dirasakan oleh bank yang memiliki asset likuid dan berkapitalisasi kecil. Bank berlikuiditas kecil tidak dapat melindungi portopolio
pinjaman loan portofolio mereka dari pengetatan moneter dengan merubah kas dan sukuritas yang dimiliki. Sedang bank berkapitalisasi kecil hanya mempunyai
sedikit akses ke pasar untuk memperoleh uninsured funding, sehingga pembiyaan bank tersebut lebih bergantung pada tekanan kebijakan moneter.
Dengan landasan pandangan tersebut, maka secara teori besar pengaruh kebijakan moneter pada perbankan syariah akan ditentukan juga oleh kondisi dan
karakteristik struktur modal, asset, dan kapitalisasi perbankan syariah. Perbedaan kondisi dan karakteristik struktur modal, asset, kapitalisasi, antara perbankan
syariah dan perbankan konvensional akan menjadi penyebab perbedaan pengaruh kebijakan moneter yang diterima masing-masing sistem perbankan.
Dengan latar belakang ketiga hal tersebut diatas, yaitu adanya dikotomi antara perbankan syariah dan perbankan konvensional, metode yang digunakan
BI dalam mengambil kebijakan moneter serta kondisi struktur modal, likuiditas kapitalisasi. Karakteristik nasabah perbankan syariah saat ini, maka efektifitas
pengaruh moneter konvensional yang diterapkan BI saat ini kemungkinan mempunyai effek dan kecendurungan yang berbeda dengan perbankan
konvensioanal.
6 Namun disisi lain kebijakan moneter konvensional ini mempunyai
pengaruh yang kuat pada sector riil perekonomian GDP dan berorientasi pada pencapaian target inflasi tertentu. Perkembangan sektor riil dan tingkat inflasi
akan mempunyai pengaruh terhadap perkembangan perbankan syariah yang menggunakan konsep bagi hasil untuk menggantikan bunga ini, berorientasi pada
sektor riil. Disamping itu dominasi sistem konvensional yang telah mengakar dan secara realitas interaksi pelaku ekonomi dan interaksi aktivitas ekonomi
perbankan syariah konvensional sangat erat, maka pengaruh kebijakan moneter konvensional terhadap perbankan syariah mempunyai arah trend kecenderungan
yang sama dengan perbankan konvensional, alasan itulah yang mendorong penulisan skripsi ini yang berjudul “ Analisis hubungan antara Kebijakan
Moneter Terhadap Dana Pihak Ketiga Pada Perbankan Syariah Di Indonesia”
B. Perumusan masalah