Universitas Sumatera Utara
dan “konstruksi jalan”, faktor lingkungan jalan pun dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya kecelakaan. Ada empat faktor yang mempengaruhi
kelakuan manusia yang berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan lalu lintas, yaitu Dwiyogo, 2006:
1. Pengunaan tanah dan aktifitasnya, daerah ramai, lenggang dimana refleks pengemudi akan mengurangi kecepatan kendaraan atau sebaliknya
2. Cuaca, udara, dan kemungkinan-kemungkinan yang terlihat, misalnya: pada keadaan hujan, berkabut, dan sebagainya
3. Fasilitas yang ada pada jaringan jalan, adanya rambu-rambu lalu lintas 4. Arus dan sifat-sifat lalu lintas, jumlah, macam, dan komposisi kendaraan
akan sangat mempengaruhi kecepatan perjalanan Kondisi jalan dapat pula menjadi salah satu sebab terjadinya kecelakaan
lalu lintas. Lingkungan jalan mempengaruhi pengemudi dalam mengatur kecepatan mempercepat, memperlambat, berhenti jika menghadapi situasi
tertentu Silaban, 2004. Meskipun demikian, semuanya kembali kepada manusia pengguna jalan itu sendiri. Dengan rekayasa, para ahli merancang sistem jaringan
dan rancang bangun jalan sedemikian rupa untuk “mempengaruhi” tingkah laku para pengguna jalan dan untuk mengurangi atau mencegah tindakan-tindakan
yang membahayakan keselamatan lalu lintas Dwiyogo, 2006.
2.2.3. Klasifikasi Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan dapat melibatkan kendaraan bermotor seperti mobil, truk, dan kendaraan bermotor roda dua seperti sepeda motor dan skuter. Kecelakaan dapat
berupa kecelakaan tunggal atau bisa menjadi situasi yang lebih kompleks yang melibatkan kendaraan bermotor lainnya, sepeda, atau pejalan kaki. Tabrakan
dengan kendaraan motor lain dapat terjadi dalam keadaan tabrakan front-to-front, a side-impact atau rear-impact crash, atau kombinasinya Nordrum , 2005.
Karakteristik kecelakaan menurut jenis tabrakan dapat diklasifikasikan menjadi Ditjen Perhubungan Darat, 2006 :
1. Angle Ra, tabrakan antara kendaraan yang bergerak pada arah yang berbeda, namun bukan dari arah berlawanan
Universitas Sumatera Utara
2. Rear-End Re, kendaraan menabrak dari belakang kendaraan lain yang bergerak searah
3. Sideswipe Ss, kendaraan yang bergerak menabrak kendaraan lain dari samping ketika berjalan pada arah yang sama, atau pada arah yang berlawanan
4. Head-On Ho, tabrakan antara kendaraan yang berjalan pada arah yang berlawanan tidak sideswipe
5. Backing, tabrakan secara mundur Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas
dan Angkutan Jalan pada pasal 229, karakteristik kecelakaan lalu lintas dapat dibagi kedalam 3 tiga golongan, yaitu:
1 Kecelakaan lalu lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan danatau barang
2 Kecelakaan lalu lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan danatau barang
3 Kecelakaan lalu lintas berat, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat
Menurut Komisi Nasional Keselamatan Transportasi 2000, ada kecelakaan lalu lintas jalan yang bersifat luar biasa, yaitu :
1. Kecelakaan lalu lintas jalan yang menimbulkan korban manusia yang meninggal delapan orang atau lebih
2. Kecelakaan lalu lintas jalan yang mengundang perhatian publik secara luas, karena melibatkan tokoh ternamapenting atau figur publik
3. Kecelakaan lalu lintas jalan yang menimbulkan polemikkontroversi 4. Kecelakaan lalu lintas jalan yang menyebabkan prasarana rusak berat
5. Kecelakaan yang berulang-ulang pada merk dan tipe kendaraan yang sama 6. Kecelakaan yang sama pada satu titik lokasi lebih dari tiga kali dalam setahun
7. Kecelakaan lalu lintas jalan yang mengakibatkan kerusakanpencemaran lingkungan akibat bahanlimbah berbahaya beracun B3
Universitas Sumatera Utara 2.2.4. Peraturan dan Perundang-Undangan Lalu Lintas
Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya UU LAJ Nomor 22 Tahun 2009 merupakan produk hukum yang menjadi acuan utama yang
mengatur aspek-aspek mengenai lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia. Lalu lintas dan angkutan jalan adalah kunci pertumbuhan sebuah komunitas.
Masyarakat sangat bergantung pada sarana transportasi darat berkaitan erat dengan lalu lintas dan angkutan jalan. Dibutuhkan sebuah regulasi untuk
mengatur tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Sebelum UU LLAJ Nomor 22 Tahun 2009, sudah ada Undang-Undang
UU Nomor 14 Tahun 1992. Kelahiran UU Nomor 14 Tahun 1992 tentu sebuah langkah maju pada waktu itu. Salah satu contohnya adalah di undang-undang ini
pemerintah memasukkan unsur teknologi untuk mencegah pencemaran lingkungan. Pada Pasal 50 UU LLAJ Nomor 14 Tahun 1992 pemerintah
mewajibkan pemilik kendaraan bermotor untuk melakukan perawatan agar gas buang dan suara yang dihasilkan tidak merusak lingkungan dan menggangu. Pada
saat itu, tentu regulasi ini sebuah terobosan karena pada UU LLAJ Nomor 3 Tahun 1965 masalah pencemaran belum diatur.
Meskipun demikian, kita hidup di dunia yang dinamis, terus bergerak, dan berubah. Pemerintah melihat bahwa perkembangan zaman membuat regulasi yang
ada, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992, dianggap tidak sesuai lagi. Belum lagi jika kita menilik isi pasal-pasal pada UU LLAJ Nomor 14 Tahun 1992, aturan
yang ada dianggap kurang spesifik, kurang terperinci, dan terlalu umum. Melihat kenyataan di lapangan dan perkembangan zaman, lahirlah UU LLAJ Nomor 22
Tahun 2009. Undang-undang lalu lintas yang selama ini berlaku lebih mementingkan kepada keterampilan pengguna jalan, sedangkan undang-undang
yang baru ini lebih komprehensif. Undang-undang lalu lintas terbaru tidak hanya menitikberatkan pada keterampilan, tetapi juga pada pembentukan budaya berlalu
lintas. Kesadaran ini timbul karena akhir-akhir ini pengendara kendaraan bermotor kebanyakan sudah terampil, tetapi tidak bertanggung jawab Kusmagi,
2010.
Universitas Sumatera Utara 2.3.
Kematian dalam Kecelakaan Lalu Lintas 2.3.1. Investigasi Forensik dalam Kecelakaan Lalu Lintas
Dengan pengetahuannya mengenai identifikasi cedera, seorang ahli kedokteran forensik dapat memberikan banyak informasi, yang akan membantu
untuk menarik kesimpulan pada berbagai keadaan. Tidak hanya itu, peninjauan tempat kejadian perkara oleh ahli kedokteran forensik, yang telah memeriksa atau
akan memeriksa jenazah korban atau korban yang terluka, dapat sangat membantu untuk merekonstruksi keadaan pada saat kecelakaan terjadi Nandy, 2001.
Investigasi kasus kecelakaan lalu lintas mempunyai beberapa tujuan, yaitu Nandy, 2001:
1. Untuk mengidentifikasi penyebab kecelakaan 2. Untuk memperhitungkan bentuk kompensasi yang sesuai bagi korban, jika
hidup, atau bagi sanak keluarga, jika korban meninggal 3. Untuk menghukum pelanggar, jika memang ada pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku 4. Untuk mencari pedoman terhadap pencegahan kecelakaan di masa mendatang
Untuk tujuan tersebut, maka investigasi dalam kecelakaan lalu lintas tidak hanya dilakukan oleh petugas kepolisian, namun juga sebaiknya dibantu oleh
suatu tim yang anggotanya berasal dari multidisiplin ilmu, misalnya melibatkan ahli dalam bidang medikolegal dan ahli dalam bidang automobile. Investigasi
yang dilakukan meliputi Nandy, 2001: 1. Pengumpulan riwayat kejadian
2. Pemeriksaan jenazah serta korban yang terluka 3. Pemeriksaan kendaraan yang terlibat dalam kecelakaan
4. Pemeriksaan lokasi atau pun tempat terjadinya kecelakaan Pemeriksaan eksternal pada korban harus dilakukan secara berhati-hati dan
semua cedera harus diidentifikasi. Pengukuran cedera dengan penggaris harus dilakukan dan dicatat dengan teliti. Tanda bekas ban, dalam bentuk abrasi atau
memar intradermal, bisa didapatkan baik pada korban hidup maupun meninggal dan foto maupun gambaran yang akurat sangat bernilai untuk mengidentifikasi
korban. Untuk korban pejalan kaki, jarak di atas tumit dan batas bawah cedera
Universitas Sumatera Utara
utama harus diukur karena hasil pengukuran tersebut bisa berkorelasi dengan tinggi bumper, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kendaraan yang menabrak.
Pemeriksaan postmortem sebaiknya melibatkan pemeriksaan tubuh korban, pemeriksaan pakaian, serta material lainnya yang diikutsertakan bersama
korban. Dokter yang melakukan pembedahan otopsi akan mencari serta mengidentifikasi robekan yang baru saja terjadi, noda minyak, noda darah, tanah
maupun noda lainnya, yang ada pada pakaian. Noda minyak, noda darah dan noda tanah, lumpur, pasir, dan lain-lain harus diperhatikan dan diidentifikasi
jumlahnya, ukurannya, serta lokasinya Nandy, 2001. Kemungkinan penggunaan alkohol atau obat-obatan terlarang yang berkontribusi terhadap terjadinya
kecelakaan harus selalu dipertimbangkan dan lakukan pengambilan sampel darah maupun urin pada pemeriksaan postmortem untuk diperiksa di laboratorium
Shepherd, 2003.
2.3.2 Perlukaan dan Interpretasinya dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas