6. Kunjungan yang dilakukan oleh PM RRC, Zhu Rongji ke Indonesia pada 7–11 November 2001 dan kunjungan Presiden Megawati ke Beijing, Maret 2002 lebih
mengokohkan lagi hubungan dan kerjasama Indonesia– China di semua sektor. Pada tahun 2001-2003 kontak-kontak antar pejabat tinggi terus berjalan dengan semakin intens
dan produktif.
7. Hubungan Indonesia – China juga terjalin pada tingkat regional seperti dialog ASEAN, ARF, ASEAN-CHINA Joint Coordinating I JCC mengenai kerjasama ekonomi dan
perdagangan, KTT informal ASEAN + 1 China dan ASEAN + 3 China, Jepang dan Korea Selatan .
8. Hubungan baik RI-RRC juga terlihat dari saling memberikan dukungan dalam pencalonan untuk menduduki jabatan di Organisasi Internasional. Pemerintah Indonesia
juga selalu berpegang teguh pada Kebijakan Satu China One China Policy.
B. Bidang Ekonomi
1. Hubungan bilateral RI-RRC dalam bidang ekonomi, perdagangan dan kerjasama teknik secara umum semakin meningkat, terlihat dari tingginya volume perdagangan
timbal balik dan berbagai pertemuan yang dilakukan oleh pejabat terkait pemerintah maupun swasta kedua negara.
2. Tercatat kunjungan pada tingkat Kepala Pemerintahan dilakukan oleh PM Zhu Rongji ke Indonesia, 7-9 Nopember 2001 dan menghasilkan penandatanganan 5 persetujuan
yaitu MoU Kerjasama Pertanian, Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda P3B, Persetujuan Kebudayaan, Persetujuan mengenai Pengaturan Kunjungan Wisatawan RI –
Universitas Sumatera Utara
RRC, dan Persetujuan Pemberian Hibah sebesar 40 juta Yuan. Presiden RI, Megawati Soekarnoputri pada bulan Maret 2002 telah melakukan kunjungan balasan ke RRC dan
menandatangani Exchange of Notes mengenai pembukaan Konsulat Jenderal RI di RRC dan Konsulat Jenderal RRC di Indonesia, Nota Kesepahaman mengenai bantuan hibah
yang berkenaan dengan kerjasama ekonomi dan teknik, MoU pembentukan Indonesia- China Energy Forum
mengenai kerjasama di bidang energi dan MoU Kerjasama Ekonomi dan Teknik dalam Proyek Jembatan, Jalan Tol serta proyek infrastuktur lainnya.
3. Sementara pada tingkat pejabat tinggi, Menlu RRC, Tang Jiaxuan juga telah mengadakan kunjungan ke Indonesia pada Mei 2002 dan pertemuan antara Menlu RI
dengan Menlu RRC yang baru, Li Zhaoxing telah berlangsung di sela-sela ACD, di Chiang Mai, Juni 2003. Menlu RI, Dr. N. Hassan Wirajuda juga telah mengadakan
kunjungan ke RRC pada bulan April 2004 dalam rangka Komisi Bersama tingkat Menlu.
4. Komoditi ekspor utama Indonesia ke China mencakup 131 jenis, 5 komoditi utama adalah minyak bumi, kayu lapis, besi baja batangan, kertas dan kertas karton, serta pupuk
buatan. Sedangkan komoditi impor Indonesia dari Cina mencakup 262 jenis dengan 5 komoditi utama berupa kapas, jagung, biji-biji buah yang mengandung lemak, mesin
produksi kulit dan tekstil, dan minyak mentah.
5. Neraca perdagangan antara Cina dan Indonesia selama ini selalu surplus bagi Indonesia, baik untuk mata dagangan migas maupun non-migas, dimana pada tahun 2002
mencapai US 1,07 milyar. Surplus Indonesia pada bulan Januari-November 2003 mencapai nilai US 1,29 milyar. Surplus perdaganan non-migas bagi Indonesia mencapai
nilai US 2.050,34 juta. Hal ini menandakan bahwa produk non-migas Indonesia yang
Universitas Sumatera Utara
masuk pasar China tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan produk non-migas Cina yang masuk pasar Indonesia.
6. Dari sudut pandang perdagangan luar negeri China, saat ini Indonesia merupakan negara tujuan ekspor urutan ke-17 dengan nilai US 3,59 milyar atau 1,01 dari total
ekspor China yang mencapai nilai US 390,41 milyar, dan negara asal impor urutan ke 16 dengan nilai US 5,24 milyar atau 1,41 dari total impor China yang mencapai nilai
US 370,76 milyar.
7. Dalam hubungan investasi langsung timbal balik RI-RRC, berdasarkan sumber RRC terlihat investasi Indonesia dalam tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Pada
tahun 2000 nilai aktual investasi Indonesia di RRC sebesar US 146,94 juta dengan 60 proyek, tahun 2001 nilai aktual investasi meningkat menjadi US 159,64 juta dengan 82
proyek dan pada tahun 2002 nilai aktual investasi mencapai US 14,12 milyar dengan jumlah proyek sebanyak 94 buah.
8. Menurut data BKPM, investasi RRC di Indonesia di luar sektor Migas, Perbankan, Lembaga Non Bank, Asuransi dan Sewa Guna Usaha dalam tiga tahun terakhir
mengalami fluktuasi. Pada tahun 2000, investasi RRC senilai US 153.9 juta dengan 43 proyek, pada tahun 2001, investasi RRC mengalami peningkatan secara drastis dengan
nilai US 6,054 milyar dengan jumlah proyek sebanyak 34 buah. Peningkatan arus investasi RRC di Indonesia ini merupakan wujud nyata dari kebijakan Pemerintah RRC
yang kin mendorong perusahaannya untuk melakukan investasi ke luar going-out strategygo to the world. Namun dalam tahun berikutnya 2002, investasi RRC
Universitas Sumatera Utara
menurun, juga secara drastis menjadi SU 58,8 juta dengan 41 buah proyek karena kekhawatiran masalah keamanan di Indonesia.
9. Dalam bidang migas, Pemerintah Indonesia telah mendapatkan tender proyek menyediaan LNG ke Propinsi Fujian dengan nilai tender US 8,5 billion pada tahun
2002. Proyek ini akan mulai beroperasi pada 2006 dan akan menyuplai gas ke RRC selama 25 tahun.
10. Dalam rangka Kerjasama Teknik Antar Negara Berkembang KTNB hingga 2003. Indonesia telah menawarkan kepada China pelatihan bidang telekomunikasi, peran media
dan televisi, perumahan dan irigasi. Sebaliknya Pemerintah China juga menawarkan program pelatihan teknologi kepada pihak Indonesia.
11. Di bidang pariwisata, kerjasama Indonesia-RRC semakin mengalami kemajuan pesat dengan ditunjuknya Indonesia sebagai negara tujuan wisata RRC.
12. Kedua negara juga mengupayakan diadakannya hubungan “Sister Province” antara kota-kota lain di Indonesia dengan kota-kota di RRC yang dinilai serupa karakteristiknya
yang bertujuan untuk lebih meningkatkan hubungan kedua negara khususnya pada propinsikota yang tergabung dalam kerjasama dimaksud. Sehubungan dengan hal
tesebut, para pejabat Pemerintah Daerah PEMDA ke dua negara saling mengadakan kunjungan.
Universitas Sumatera Utara
B.1. Dinamika Ekspor-Impor Karet Indonesia Dan Cina
Terciptanya iklim yang kondusif dalam hubungan antar Cina dan Indonesia secara tersendiri berdampak positif bagi Indonesia dalam menyerap pasar di cina khususnya
pada sektor pertanian maupun perkebunan yang merupakan komoditi unggulan Indonesia dalam suatu kegiatan ekspor-impor. Dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, Negara
cina telah menjadi pangsa pasar yang cukup strategis bagi beberapa produk perkebunan Indonesia seperti karet.
Selama periode 2000-2006 perkembangan ekspor karet dan produk karet Indonesia dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. Total
ekspor produk karet Indonesia pada tahun 2000 tercatat adalah 96.843 ton dengan nilai perdagangan sebesar US 59.333.655, sedangkan pada tahun 2006 periode januari-
november mengalami peningkatan cukup tajam yaitu sebesar 2.582.546 ton dengan nilai perdagangan sebesar 2.582.546.554 atau meningkat sebanyak 2567.
113
113
Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian. 2007.
Secara khusus ekspor produk karet Indonesia ke Cina dari tahun ke tahun menunjukan surplus dan meningkat dari tahun ke tahun. Total volume ekspor ke Cina
pada tahun 2000 hanya sebesar 886 ton namun memasuki tahun 2006 neraca perdagangan karet Indonesia menuju cina meningkat sebesar 298.865 ton, maka telah terjadi
peningkatan volume ekspor sebesar 297.778 ton dalam kurun waktu lima tahun. Peningkatan ekspor tersebut baik dalam volumenya maupun nilai perdagangannya
merupakan bukti nyata dari semakin berkembangnya kerjasama Indonesia dan Cina khususnya dalam bidang perdagangan.
http:agribisnis.deptan.go.idPustakaBuletin20Agsts.doc di akses 17 Februari 2008.
Universitas Sumatera Utara
Untuk melihat beberapa tingkat perubahan yang terjadi pada kegiatan ekspor- impor Indonesia-Cina terhadap produk karet, tertera dalam tabel di bawah ini
Tabel 6. Neraca Perdagangan Karet – Indonesia Cina Ton
114
Tahun Ekspor
Volume Impor
Volume Neraca
Volume 1999
- -
2000 886
- 886
2001 14,315
40 14,275
2002 46,022
227 45,795
2003 107,725
52 107,672
2004
197,538 5
197,533
2005
249,791 9
249,782
2006 298,865
29 298,835
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian Dengan semakin meningkatnya neraca ekspor-impor produksi karet indonesia dari
tahun ke tahun terhadap negara Cina, dengan sendirinya berdampak kepada produktivitas petani perkebunan karet di Indonesia dan ini berdampak pada peningkatan pendapatan
petani kebun karet, dan lebih lanjut berdampak kepada penyerapan tenaga kerja Indonesia pada sektor perkebunan. Dengan terus meningkatkan volume perdagangan dengan Cina,
maka jumlah produksi karet di indonesia yang tidak mungkin di serap di pasar domestik indonesia akan menjadi komoditi yang sungguh bernilai ekonomis bagi indonesia untuk
menjadi salah satu penyumbang devisa negara.
114
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
C. Bidang Sosial-Budaya