54
Ayat ini menggambarkan bahwa manusia memang memiliki kecenderungan berkonflik dan melakukan tindak kekerasan.Konflik tidak hanya terjadi antara
individu tapi juga dapat terjadi dalam keluarga, apalagi jika ikatan perkawinan antara suami istri tersebut telah berakhir.Tak jarang masing-masing pihak saling
mempertahankan ego untuk dapat memiliki hak hadhanahatas anak-anak yang telah lahir dari perkawinan mereka sehingga di perlukan suatu penyelesaian agar dapat
menemukan titik terang dalam sengketa hak hadhanah atas anak-anak mereka. Manusia melalui akal dan panduan Al-Qur’an dapat mengali starategi
penyelesaian sengketa, karena Al-Qur’an memuat sejumlah prinsip resolusi konflik.Nabi Muhammad dalam perjalanan sejarahnya cukup banyak menyelesaikan
konflik yang terjadi di kalangan sahabat dan masyarakat ketika itu. Prinsip resolusi konflik yang dimiliki Al-Qur’an diwujudkan oleh Nabi Muhammad dalam berbagai
cara diantaranya: fasilitasi, negosiasi, adjudikasi, rekonsiliasi, mediasi, arbitrase dan penyelesaian melalui lembaga peradilan ligitimasi.Istilah resolusi konflik lebih
ditujukan kepada penyelesaian terhadap kasus politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain, sedangkan istilah penyelesaian sengketa lebih terfokus pada dimensi
hukum.Penyelesaian sengketa lebih terfokus pada dimensi hukum dibagi lagi dalam dua katagoriyaitu penyelesaian sengketa di luar pengadilan maupun melalui lembanga
peradilan.
99
1. Penyelesaian Sengketa Hadhanah Diluar Pengadilan Menurut Fiqih Islam
Ash-Shulh secara etimologi artinya adalah memutuskan dan mengakhiri
perselisihan. Sedangkan secara terminologi syara’ dalah suatu akad yang dibuat untuk
99
Ibid. , hlm.122.
Universitas Sumatera Utara
55
mengakhiri suatu perselisihan dan persengketaan, atau dengan kata lain menurut ulama Hambali yaitu sebuat kesepakatan yang dibuat untuk mendamaikan diantara
kedua belah pihak yang bersengketa.
100
Dalam hal ini perdamaian yang dilakukan tidak boleh tercapai karena suatu paksaan, desakan atau tekanan yang menyebabkan
keharusan untuk dilakukan perdamaian tersebut, sehingga pihak yang dalam perselisihan ini merasa dirugikan. Ajuran Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW
memilih sulh sebagai saranan penyelesaian sengketa yang didasarkan pada pertimbangan diantaranya:sulhdapat memuaskan para pihak, dan tidak ada pihak
yang merasa menang atau kalah dalam penyelesaian sengketa mereka, sulh mengantarakan pada ketentraman hati, kepuasaan dan memperkuat tali siraturahmi
para pihak yang bersengketa.
101
Adapun upaya perdamaian shulh dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a Musyawarah
Penyelesaian sengketa melalui jalur musyawarah mufakat ini merupakan jalur paling awal yang dilalui oleh pihak yang bersengketa sebelum akhirnya masuk pada
jalur hukum atau pengadilan. Dengan adanya jalur ini, diharapkan para pihak yang bersengketa
dapat menyelesaikan
masalahnya dengan
cara yang
baik-baik musyawarah sehingga sampai pada perdamaian mufakat.
100
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jaminan Al-Kafaalah, Pengalihan Utang Al- Hawaalah, Gadai Ar-Rahn, Paksaan Al-Ikraah, Kepemilikan Al-Milkiyyah.
Jilid 6, Terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani, Jakarta: Darul fikir, 2011, hlm. 235.
101
Abu Zakariyya, Mughni al- Muhtaj, Juz II, Mesir:Mustaha al-Babi Al-Hlmaby, 1957, hlm.111. lihat juga Syarizal .Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah , Hukum Adat dan
Hukum Nasional. Jakarta: Prenada Group, 2009, hlm.160.
Universitas Sumatera Utara
56
Penyelesaian sengketa hadhanah dapat juga ditempuh melalui musyawarah dan mufakat para orang tuasuami isteri si anak, dimana para pihak tersebut
berunding berdua tanpa melibatkan pihak lain, yang pada akhirnya saling sepakat untuk menyerahkanhak hadhanah anak-anak mereka kepada salah satu diantara
mereka.Hal ini dilakukan baik menuangkan kesepakatan yang mereka buat secara tertulis maupun ditegaskan secara lisan.Adapun tujuan dari permusyawarah ini yaitu
agar tidak menimbulkan perselisihan yang berlarut-larut diantara para pihak serta untuk menjaga perasaan anak-anak mereka.
102
Pernyelesaian hadhanah secara musyawarah ini juga dapat kita lihat dari kasus hak hadhanah yang terjadi pada publik figur tanah air kita, yaitu antara Anang
Hermasyah dan Krisdayati, dimana mereka berdua kesepakatan tentang hak asuh anak.Krisdayanti dengan rela memberikan hak asuh atas kedua anaknya, Aurel dan
Azriel kepada mantan suaminya, Anang Hermansyah sebagai orang tua laki- laki.
103
Meski saat itu Krisdayanti sebagai ibu kandung seharusnyadiutamakan haknya karena
anak-anak–anak tersebut
belum mumayyiz,
namun dengan
adanya musyawarah diantara keduanya maka Krisdayanti secara suka rela menyerahkan
hakhadhanah kepada mantan suaminya tersebut, hal ini juga dipertegas dengan surat pernyataan yang dibuat oleh Krisdayanti.
b At-Tahkim
102
Syarizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah , Hukum Adat dan Hukum Nasional.
Jakarta: Prenada Group, 2009, hlm.123.
103
http:family.fimela.comdunia-ibuupdateharuskah-berebut-hak-asuh-anak-saat- bercerai?page=0,4, diakses Tanggal29 Mei 2013.
Universitas Sumatera Utara
57
At-tahkim dalam literatur hukum Islam dapat disamakan dengan konsep
Arbitrase , yang secara etimologis berarti menjadikan seseorang atau pihak ketiga atau
yang disebut hakam sebagai penengah suatu sengketa, atau dengan kata lain pengangkatan seseorang atau lebih sebagai wasit oleh dua orang yang berselisih atau
lebih, guna menyelesaikan perselisihan mereka secara damai. Orang yang menyelesaikannya disebut hakam juru damai.
104
Lebih lanjut, Hasbi Ash Shiddieqy mendefenisikan: menyerahkan diri atau urusan kepada seseorang yang dianggap cakap dan pandai menyelesaikan sesuatu
dengan menyenangkan kedua belah pihak.
105
Selanjutnya Imam Syihabuddin Mahmud al-Alusi, mengatakan bahwa pihak ketiga tersebut tidak harus berasal dari keluarga para pihak, bila mana dianggap lebih
maslahat dan membawa perdamaian. Ia juga menambahkan bahwa hubungan kekerabatan tidak merupakan syarat untuk menjadi hakam dalam penyelesaian
sengketa.
106
Pada penyelesaian
melalui metode
At-tahkiim ini
mempunyai karakteristik diantaranya, adanya Al-muhakkam atau Hakam. Biasanya hakam yang
ditunjuk para pihak adalah orang yang mengetahui dengan benar perkara yang sedang disengketakan para pihak. Kemudian, Nurnaningsih Amriani menjelaskan bahwa
hakam mempunyai arti yang sama dengan arbiter. Dalam sistem hukum Islam hakam biasanya berfungsi untuk menyelesaikan perselisihan perkawinan yang disebut
syiqaq . Selanjutnya Fuqaha berpendapat bahwa kedua juru damai itu diperlukan
104
Samir Aliyah, Sistem Pemerintahan Peradilan dan Adat dalam Islam, Jakarta: Kifa, 2004, hlm.625.
105
T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Peradilan Islam, Cet. III, Jakarta: Bulan Bintang, 1970, hlm. 59.
106
Syarizal Abbas,Op.Cit.hlm.186.
Universitas Sumatera Utara
58
untuk mengatasi kemelut diantara suami istri yang terus meruncing diantara keduanya, maka Islam memerintahkan agar kedua belah pihak mengutus dua orang
hakam juru damai, salah satunya dari pihak suami dan salah satunya lainya dari pihak istri.
107
Kemudian apabila kedua juru damai itu berselisih pendapat, maka pendapat keduanya tidak dapat dilaksanakan.
108
Namun, dari pengertian yang berbeda-beda tersebut dapat disimpulkan bahwa hakam merupakan pihak ketiga yang
mengikatkan diri ke dalam konflik yang terjadi di antara suami-istri sebagai pihak yang akan menengahi atau menyelesaikan sengketa diantara mereka
109
. Dalam At- tahkim
, hakam bertugas mengantarkan para pihak menemukan untuk kesepakatan yang menjadi jalan keluar dari permaslahan yang ada. Sebaiknya hendalah seorang
hakam disyaratkan haruslah orang yang memiliki kapasitas dan kompetensi untuk memberikan solusi. Biasanya hakam tersebut adalah laki-laki
yang berasal dari keluarga suami dan laki-laki dari keluarga istri. Hal ini karena laki-laki dianggap
lebih bias berlaku adil dan menggunakan akal sehingga kesepakatan yang tercipta diharapkan bisa lebih netral.
Selanjutnya menurut M. Hasbi Ash Shiddiqy, dalam melaksanakan tugasnya seorang hakam harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
110
: 1. Islam.
2. Dewasa.
107
Ibnu Rusyid, Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid, Jilid 2,Terjemahan Imam Ghazali Said, Jakarta: Pustaka AMani, 2007, hlm.625.
108
Ibid.
109
Amriani, Nurnaningsih, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pegadilan, Jakarta: Rajawali, 2011, hlm.123.
110
M. Hasbi Ash Shiddiqy, Sejarah Peradilan Islam, Jakarta:Bulan Bintang,1970,hlm.41, lihat juga M. Hasballah Thaib dan Marahalim Harahap, Hukum Keluarga dalam Syariat Islam, Medan:
Universitas Al Azhar Medan, 2010, hlm.133.
Universitas Sumatera Utara
59
3. Berakal. 4. Jujur.
5. Bukan budak belian. Sedangkan menurut pendapat menurut Kamal Muchtar, bahwa syarat seorang hakam
itu haruslah
111
: 1. Berlaku adil diantara yang berperkara.
2. Ikhlas berusaha untuk mengadakan perdamaian antara suami istri itu. 3. Kedua hakam itu disegani oleh kedua belah pihak suami istri.
4. Hendaklah berpihak kepada yang teraniaya. Diharapkan dengan adanya syarat-syarat itu supaya keadilan dan kebenaran dapat
dicapai. Penyelesai sengketa melalui at-tahkim di perbolehkan dalam perkara-perkara
perdata dan ahwal syakhshiyah berupa pernikahan, dan termasuk masalah hadhanah
112
. Sebelumnya lembaga tahkim juga digunakan oleh orang-orang Arab sebelum
datangnya agama Islam, dimana pertikaian dan perselisihan yang terjadi di antara mereka biasanya diselesaikan dengan menggunakan lembaga tahkim. Apabila terjadi
perselisihan antar anggota suku maka kepala suku pilih dan angkat sebagai
111
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta:Bulan Bintang, 1974, hlm.174. lihat juga Ibid.
112
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jihad, Pengadilan dan Mekanisme Mengambil Keputusan, Pemerintahan dalam Islam,
Jilid 8 .Terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani, Jakarta:Darul fikir, 2011, hlm.375.
Universitas Sumatera Utara
60
hakam nya. Namun, jika perselisihan terjadi antar suku maka kepala suku lain yang
tidak terlibat dalam perselisihan yang mereka minta untuk menjadi hakam.
113
Adapun yang menjadi dasar hukum dalam Islam mengenai penyelesaian sengketa melalui metode At-tahkim yaitu diantaranya, firman Allah SWT yang
ditegaskan dalam QS. Ali Imran ayat 159, artinya berbunyi: “Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah, lembut terhadap
mereka.Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu maafkan mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakal kepada
Allah.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada- Nya.”
114
Selanjutnya firman Allah SWT dalam QS. An-Nissa’ ayat 35, artinya berbunyi:
“dan jika kamu khawatir terjadi terjadi persengketaan antar keduanya, maka kirimlah seorang juru damai hakamarbiterpenengah dari keluarga laki-laki dan
seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya juru damai itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberikan taufik kepada
suami-istri itu.Sungguh, Allah Maha Mengetahui dan maha Teliti”.
115
Sebagaimana ayat Al-Qur’an tersebut di atas menganjurkan adanya pihak ketiga atau penengah yang dapat membantu pihak suami istri dalam mencari jalan
penyelesaian sengketa diantara mereka.Pihak ketiga tersebut terdiri dari wakil dari pihak suami dan pihak dari istri.
113
Abdul Azis Dahlan, et.al, Eksiklopedi Hukum IslamJakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001, jilid 5, hlm. 1750.
114
Mahmud Junus, Al-Qur’an dan Terjemahan Al-Qur’an Al Karim, Bandung: PT. Al-Maarif, 1994. hlm.
115
Ibid .
Universitas Sumatera Utara
61
Bila telah tercapai kesepakatan diantara para pihak hendaklah kesepakatan itu ditulis dan dibuat dalam akta perdamaian agar menjadi jelas dan terang.
116
Kemudian dalam hadist yang diriwayatkan dari Syuraih bin Hani dari ayahnya, Hani bahwa ketika ia Hani bersama-sama kaumnya menjadi utusan
menemui Rasulullah SAW. Kaumnya menjuluki dia sebagai Aba al-Hakam Bapak juru damai, lalu Rasulullah SAW memanggilnya dan bersabda kepadanya
117
: “Sesungguhnya AllahSWT lah yang menjadi hakam, kepada-Nya lah hukum
dikembalikan.”Mengapa engkau dijuluki Aba al-Hakam?”Hani berkata: “Apabila kaumku berselisih tentang sesuatu, mereka menemuiku minta penyelesaian,
maka saya putuskan persoalan mereka dan mereka yang berselisih setuju.” Maka Rasulullah SAW bersabda: “Betapa baiknyahal ini” HR. Abu Dawud.
Selanjut berdasarkan Hadist Rasulullah SAW yang lainnya; Yang artinya berbunyi:” dari Amar bin Auf Al Muzanni r.a. bahwa Rasulullah
Saw. Bersabda “antara sesama muslim boleh mengadakan perdamainkecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan
setiap
muslim di
atas syaratnya
masing-masing kecuali
syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.
118
H.R. Tamuzi Adapun Ayat dan hadist-hadist di atas semuanya menunjukkan kebolehan
melakukan tahkim. Dengan kata lain, tahkim merupakan lembaga yang diakui oleh syara’. Bahkan menurut lbnu Qayyim al-Jauziah, seorang ulama terkemuka dalam
Mazhab Hambali bahwa salah satu atsar Umar bin al-Khattab menyebutkan: “Selesaikanlah
pertikaian sehingga
mereka berdamai,
sesungguhnya penyelesaian melalui pengadilan akan menyebabkan timbulnya rasa benci di
antara mereka.”Dalam riwayat laindisebutkan, Umar berkata: “Selesaikanlah
116
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Agama, Jakarta: Kencana,2006,hlm.157-158.
117
Iman Jauhari, Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan Menurut Hukum Islam Medan: Pustaka Bangsa Press, 2009, hlm. 76.
118
Imam Muhammad bin Isma’il Al Kahlani, Subulussalam, Juz III, Mesir: Mustafa Al Baby Alaby, 1973, hlm.159.
Universitas Sumatera Utara
62
perselisihan apabila di antara pihak-pihaknya mempunyai hubungan kerabat. Sesungguhnya penyelesaian melalui peradilan akan melahirkan kemarahan antara
mereka.”
119
Ada beberapa peristiwa perselisihan yang tercatat dalam sejarah yang diselesaikan dengan menggunakan lembaga tahkim. Peristiwa-peristiwa tersebut
antara lain
120
: a Perselisihan yang terjadi di antara Alqamah dan Amr bin Tufail yang
memperebutkan posisi jabatan sebagai kepala suku. Untuk menyelesaikan perselisihannya mereka meminta kepala suku lain untuk diangkat sebagai
hakam . Peristiwa ini terjadi pada tahun 620.
b Peristiwa tahkim pada waktu pelaksanaan renovasi Ka’bah. Ketika itu terjadi perselisihan antara masyarakat Arab untuk meletakkan kembali Hajar Aswad
ke tempatnya semula. Mereka semua merasa dirinya berhak dan merupakan kehormatan bagi mereka untuk mengangkat Hajar Aswad tersebut. Pada
mulanya mereka sepakat bahwa siapa yang paling cepat bangun pada keesokan harinya, maka dialah yang berhak mengangkat Hajar Aswad dan
meletakkannya ke tempat semula. Ternyata mereka secara serentak bangun pada pagi itu, sehingga tidak ada seorang pun di antara mereka nyang lebih
berhak atas yang lainnya. Lalu mereka meminta kepada Muhammad, yang pada waktu itu belum diangkat menjadi rasul, untuk memutuskan persoalan
mereka. Dengan bijaksana Muhammad membentangkan selendangnya dan meletakkan Hajar Aswad di atasnya, lalu meminta wakil-wakil dari masing-
masing suku untuk mengangkat pinggir selendang tersebut. Kebijakan Muhammad tersebut disambut dan diterima baik oleh masing-masing orang
yang ikut berselisih pendapat pada waktu itu.
c Peristiwa tahkim antara Ali bin Abi Talib dengan Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam penyelesaian Perang Siffin 657. Sebagai hakam juru damai dari
pihak Ali bin Abi Talib ditunjuk Abu Musa al-Asy’ari, sedangkan dari pihak Mu’awiyah ditunjuk Amr bin As. Pada mulanya kedua hakam hakam ini
bersepakat untuk menurunkan Ali bin Abi Talib dan Mu’awiyah bin Abu Sufyan sebagai khalifah. Tetapi, sejarah mencatat tahkim tersebut berjalan
pincang, sehingga Ali bin Abi Talib turun dari jabatan kekhalifahannya, sementara Mu’awiyah dikukuhkan sebagai khalifah.
119
Iman Jauhari, “Penetapan Teori Tahkim dalam Penyelesaian Sengketa Hak Anak Hadhanah Di Luar Pengadilan Menurut Hukum Islam”, Asy-Syir’ah, Volume 45, No. II, 2011:
hlm. 16-17.
120
Abdul Azis Dahlan, et.al ed.,Eksiklopedi Hukum IslamJakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001, Jilid 5, hlm. 1751.
Universitas Sumatera Utara
63
Seorang hakam tidak mempunyai otoritas untuk mengambil keputusan, maka yang berhak mengambil keputusan atau menentukan keputusan adalah pihak-pihak
yang bersengketa terhadap hal-hal telah disepakati selama berlangsungnya proses at- tahkim
. Selanjutnya,
berkaitan dengan
kekuatan keputusan
hukum dalam
pentahkimanterdapat perbedaan pendapat.Mazhab Hanifah, Syafi’iyyah dan Hambali berpendapat bahwa putusan yang diberikan oleh hakam harus dijalani oleh pihak
yang bersangkutan, meskipun pihak-pihak yang berperkara boleh menolak tahkim sebelum hakam mengeluarkan putusannya. Sedang ada pula pendapat menyebutkan
bahwa hukum yang diberikan oleh hakam itu tidak harus dituruti oleh pihak yang berperkara.Hasbi Ash-Shiddieqy mengemukakan pendapat Sahnun sebagaimana pula
dalam mazhab
Malikiyyah, bahwa
masing-masing pihak
dapat menarik
pentahkimannya selama belum ada putusan.
121
Apabila pihak yang berperkara sudah diputuskan perkaranya oleh seorang hakam, kemudian mengajukan lagi perkaranya kepada hakam lain dan diberikan
putusan yang berlawanan dengan yang pertama karena hakam tersebut tidak mengetahui adanya putusan sebelumnya, maka perkara itu harus diselesaikan oleh
hakim, dan hakim hendaknya menerapkan hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang ada. Hakim dapat pula membatalkan putusan itu jika berlawanan dengan
pendapatnya. Adapun perbedaan antara hakim dan hakamdalam metode at-tahkimialah:
121
T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Op.Cit., hlm.60.
Universitas Sumatera Utara
64
1 Hakim harus memeriksa dan meneliti secara seksama perkara yang diajukan kepadanya dan dilengkapi dengan bukti, sedangkan hakam tidak harus
demikian. 2 Wilayah dan wewenang hakim ditentukan oleh akad pengangkatannya dan
tidak tergantung kepada kerelaan dan persetujuan pihak-pihak yang diadilinya, sedangkan hakam mempunyai wewenang yang terbatas pada
kerelaan dan persetujuan pihak-pihak yang mengangkat dirinya sebagai hakam
. 3 Tergugat harus dihadirkan di hadapan hakim, sedangkan dalam tahkim
masing-masing pihak tidak dapat memaksa lawan perkaranya untuk hadir di majelis tahkim, kedatangan masing-masing pihak tersebut berdasarkan
kemauan masing-masin. 4 Putusan hakim mengikat dan dapat dipaksakan kepada kedua belah pihak
yang berperkara, sedangkan putusan hakam akan dilaksanakan berdasarkan kerelaan masing-masing pihak yang berperkara.
5 Di dalam tahkim ada beberapa masalah yang tidak boleh diselesaikan, yaitu kasus hudud dan qisas, sedangkan di dalam peradilan resminegara semua
persoalan dapat diperiksa dan diselesaikan diputus.
122
2. Penyelesaian sengketa hadhanah melalui lembangan peradilan menurut