ANALISIS TINGKAT KESEHATAN DAN PREDIKSI KEGAGALAN USAHA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN DAN PREDIKSI KEGAGALAN USAHA BANK PERKREDITAN RAKYAT

DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

MUHAMMAD RIDO AL’ AMIN

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tingkat kesehatan bank dengan menggunakan model CAMEL serta memprediksi kegagalan usaha dengan

menggunakan model Altman. Model CAMEL pada penelitian ini menggunakan rasio-rasio keuangan yang terdiri dari CAR, KAP, PPAP, NPM, ROA, BOPO, CR, dan LDR. Sedangkan untuk memprediksi kegagalan usaha menggunakan rasio keuangan yang telah dirumuskan dalam model Altman.

Populasi penelitian ini adalah bank perkreditan rakyat (BPR) konvensional di Bandar Lampung. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu, dengan metode tersebut didapatkan sampel sebanyak 12 BPR. Data yang digunakan adalah laporan keuangan BPR selama tiga tahun dari 2011 sampai dengan 2013.

Hasil penelitian dengan menggunakan model CAMEL menunjukkan bahwa terdapat 1 (satu) BPR yang mendapat predikat tidak sehat dan 8 (delapan) BPR yang mendapat predikat kurang sehat pada tahun 2011 sampai dengan 2013. Sementara itu, dari

perhitungan dengan model Altman didapatkan 13 (tiga belas) BPR berada pada distress zone dalam artian diprediksi akan mengalami kebangkrutan pada tahun 2011 sampai dengan 2013. Berdasarkan analisis yang dilakukan, BPR yang mendapat predikat tidak sehat dan kurang sehat dengan model CAMEL tidak berbeda dengan BPR yang diprediksi akan mengalami kegagalan usaha dengan model Altman.

Kata kunci: Tingkat kesehatan bank, Prediksi kegagalan usaha, CAMEL, Altman Z”-score.


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS OF LEVEL OF BANKING HEALTH AND BANKRUPTCY PREDICTION OF BANK PERKREDITAN RAKYAT

IN BANDAR LAMPUNG

By

MUHAMMAD RIDO AL’ AMIN

The objective of this research is to describe the level of banking health using CAMEL model and also see the prediction of failure using Altman model. CAMEL analysis is used as a proxy of the banking health, in this research consist of: CAR, KAP, PPAP, NPM, ROA, BOPO, CR, and LDR, while for predicting the bankruptcy by using financial ratios that have been formulated in Altman model.

The population of this research is Rural Banks in Bandar Lampung. Sampling using purposive sampling method of sample selection based on certain considerations, the method obtained a sample of 12 Rural Banks. The data are showed by financial reports on 3 years since 2011 to 2013.

The result by using CAMEL model shows that 1 (one) Rural Bank is categorized as “unhealthy” and 8 (eight) Rural Banks are categorized as “quite healthy” from 2011 to 2013. Meanwhile, Altman model predicts that 13 (thirteen) Rural Banks are in distress zone from 2011 to 2013. Based on the analysis, Rural Banks categorized as "unhealthy" by using CAMEL model are as same as the bankrupt Rural Banks predicted using Altman model.

Keywords: Level of banking health, The bankruptcy prediction, CAMEL model, Altman model.


(3)

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN DAN PREDIKSI KEGAGALAN USAHA BANK PERKREDITAN RAKYAT

DI BANDAR LAMPUNG Oleh

MUHAMMAD RIDO AL’ AMIN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 10 Januari 1994 sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Syamsul Huda dan Ibu Intan.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Sukajawa, Bandar Lampung pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2011.

Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung dan menyelesaikan studinya pada bulan Juni tahun 2015.


(8)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang , Karya ini ku persembahkan kepada:

Bapak Syamsul Huda dan Mama Intan, yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang, doa, dukungan, serta pelajaran dan didikannya kepada penulis.

Kakak - kakakku Dian Safitri, Elwansyah, Siti Hardiyanti, Andrian Saputra, Ridwan Amin dan Adikku Jauharudin Abdullah yang selalu memberikan

semangat dan motivasi

Almamater tercinta, Jurusan


(9)

MOTO

“A man is a success if he gets up in the morning and gets to bed at night, and in between he does what he wants to do”

(Bob Dylan)

“Opportunities favor the ready” (Abraham Lincoln)

“Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?” (Surah Ar-Rahman)


(10)

SANWACANA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan semua ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Tingkat Kesehatan Dan Prediksi Kegagalan Usaha Bank Perkreditan Rakyat di Bandar Lampung” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis ucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Ibu Dr. Fajar Gustiawaty Dewi, S.E., M.Si., Akt. sebagai Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

3. Ibu Yuztitya Asmaranti, S.E., M.Si. sebagai Sekertaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

4. Bapak R. Weddie Andriyanto, S.E., M.Si., CA., CPA. sebagai dosen Pembimbing Utama, terima kasih atas bimbingan, masukan, arahan dan nasihat yang telah diberikan selama proses penyelesaian skripsi.


(11)

5. Bapak Lego Waspodo, S.E., M.Si., Akt. sebagai dosen Pembimbing Kedua, yang telah memberikan bimbingan, arahan, bantuan dan saran-sarannya selama proses penyelesaian skripsi.

6. Bapak Dr. Einde Evana, S.E., M.Si., Akt. selaku dosen Penguji, atas masukan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan untuk penyempurnaan skripsi ini. 7. Ibu Retno Yuni Nur S., S.E., M.Sc., Akt. selaku Pembimbing Akademik, yang

telah memberikan waktu, saran dan masukan selama penulis menjadi mahasiswa.

8. Seluruh Dosen dan Karyawan di Juusan Akuntansi atas semua bimbingan, pengajaran, pelayanan, dan bantuan yang telah diberikan.

9. Orang tuaku Tercinta, Ayahanda Syamsul Huda dan Mama tercinta Intan, Kakak-kakakku tercinta Dian Safitri, S.E., Elwansyah, S.E., Siti Hardiyanti, S.P., Andrian Saputra, S.P., dan Ridwan Amin, S.E serta Adikku Jauharuddin Abdullah, atas semua limpahan kasih sayang, dukungan doa, dan bantuan yang telah diberikan.

10.Saudara-saudaraku Yonathan Aji, Shindi Karina, Enny Nadia, dan Rendy Revandy.

11.Sahabatku Boga, Rachmad, Bily, Tito, Restu, dan teman-teman Makel Arjuna, Yoga, Yogi, Jaka, Wawan, Kartono, Vito, Veriza, Fajar, Imam, Daniel, Arridza, Baha, Deni, Andin. Terima kasih karena tidak bosan membantu dan memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi.

12.Teman-teman Akuntansi 2011: Agung, Arum, Ayu, Bainal, Bella, Benni, Cinta, Dinda, Esther, Farah, Feni, Fitri, Funika, Kevin, Laeina, Lisna, Maiza, Mutia, Nicho, Vianna, Nissa, Panggih, Sherly, Trisa, Umai, Vetty, Yuni dan


(12)

lainnya yang tidak dapat disebut satu per satu atas kebersamaan dan kenangan baik yang telah diberikan.

13.Teman-teman KKN Dusun Sumberrejo Desa Pesawaran Indah: Alif, Wana, Andueriganta, Elfanni, Fitri, Dita, Tika, Suci, dan Usna. Terimakasih untuk semua pengalaman dan pelajaran hidupnya.

14.Rekan kerja di Joni Multi Consulting: Bapak Joni, Yohanes, Dinda, Ely, dan Rohim atas pelajaran, pengetahuan, dan pengalaman yang luar biasa.

15.Semua pihak yang telah membantu demi terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bandar Lampung, Juni 2015 Penulis,


(13)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaar Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Landasan Teori ... 8

2.1.1 Rasio Keuangan ... 8

2.1.2 Tingkat Kesehatan Bank ... 10

2.1.3 Kegagalan Usaha ... 11

2.1.4 Rasio Keuangan CAMEL ... 12

2.1.5 Model Altman ... 17

2.2 Penelitian Terdahulu ... 20

2.3 Kerangka Pemikiran ... 22

III. METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Jenis dan Sumber Data ... 23


(14)

ii

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 24

3.3.1 Rasio Keuangan CAMEL ... 24

3.3.2 Rasio Keuangan Model Altman Z”-score ... 32

3.4 Metode Analisis Data ... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1 Deskripsi Data Penelitian ... 36

4.2 Analisis Data ... 37

4.2.1 Rasio Keuangan CAMEL ... 37

4.2.2 Rasio Keuangan Altman Z”-score ... 43

4.3 Pembahasan ... 45

4.3.1 Tingkat Kesehatan Bank ... 45

4.3.2 Prediksi Kegagalan Usaha Bank ... 47

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 52

5.3 Saran... 52 DAFTAR PUSTAKA


(15)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Perkembangan Jaringan Kantor BPR ... 4

2.1 Pengelompokkan Altamn Z-score berdasarkan hasil akhir ... 20

3.1 Kriteria Penilaian Faktor Permodalan .. ... 25

3.2 Kriteria Penilaian Faktor Kualitas Aset .. ... 27

3.3 Kriteria Penilaian Faktor Rentabilitas ... 30

3.4 Kriteria Penilaian Faktor Likuiditas ... 32

3.5 Faktor Penilaian dan Bobot Tingkat Kesehatan BPR ... 34

4.1 Kriteria Seleksi Sampel ... 36

4.2 Bank Yang Memenuhi Kriteria Untuk Menjadi Sampel ... 36

4.3 Dekriptif CAR ... 37

4.4 Dekriptif KAP ... 38

4.5 Dekriptif PPAP ... 39

4.6 Dekriptif NPM ... 40

4.7 Dekriptif ROA ... 40


(16)

iv

4.9 Dekriptif CR ... 42

4.10 Dekriptif LDR ... 42

4.11 Deskriptif Altman Z”-score Tahun 2011 – 2013 ... 43

4.12 Tingkat Kesehatan BPR Tahun 2011 - 2013 ... 45


(17)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Rasio Keuangan CAMEL ... L-1 2. Konversi Rasio Keuangan CAMEL Menjadi Nilai Kredit ... L-5 3. Perhitungan Tingkat Kesehatan BPR ... L-13 4. Perhitungan Altman Z”-score ... L-15


(18)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia terdapat banyak sekali lembaga keuangan yang tujuannya untuk menghimpun atau menyalurkan dana dari dan untuk masyarakat. Persebaran berbagai lembaga keuangan tersebut juga cukup luas, mulai dari pedesaan hingga perkotaan. Lembaga keuangan dikelompokkan menjadi tiga yaitu bank, koperasi, serta non bank/non koperasi (Baskara, 2013). Namun, pada prakteknya banyak sekali bentuk lembaga keuangan dengan sebutan yang berbeda-beda di tiap wilayah. Dengan keberagaman bentuk lembaga keuangan, masyarakat dituntut cerdas dalam memilih. Salah satu yang menjadi pertimbangan adalah peraturan yang jelas. Oleh karena itu, lembaga seperti bank dan koperasi menjadi pilihan utama seiring adanya peraturan pemerintah yang mengatur keberadaan lembaga tersebut.

Salah satu lembaga keuangan yang populer adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lain yang

dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana dalam bentuk kredit atau bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat yang melaksanakan


(20)

2 kegiatan usahanya melalui prinsip konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Prinsip kerja BPR mengandalkan kecepatan dan kemudahan namun tetap memakai asas kehati-hatian perbankan.Prosedur di BPR lebih cepat dan mudah karena struktur organisasi yang lebih ramping dan pendek daripada bank umum (Herli, 2013).

Segmen pasar BPR lebih banyak pada pengusaha usaha kecil dan menengah (UKM). Oleh karena itu, prospek perkembangan BPR ke depan sangatlah luas karena jumlah pelaku UKM sangat besar dan meningkat setiap tahunnya.

Tabel 1.1

Perkembangan jaringan kantor BPR:

(sumber: Bank Indonesia)

Secara keseluruhan, jumlah BPR setiap tahunnya selalu meningkat. Untuk kantor pusat BPR, tingkat pertumbuhan jumlah BPR selama 2010 sampai dengan 2012 memang menurun. Berkurangnya jumlah kantor pusat disebabkan adanya beberapa BPR yang likuidasi dan dicabut izinnya oleh otoritas terkait, selain itu juga disebabkan adanya merger antar BPR.

Jaringan Kantor 2010 2011 2012

Kantor Pusat 1.706 1.669 1.653

Kantor Cabang 1.088 1.223 1.329

Kantor Kas 1.116 1.280 1.443


(21)

3 Penurunan jumlah kantor pusat tersebut bertolakbelakang dengan kantor cabang dan kantor kas yang terus meningkat jumlahnya. Hal itu menunjukkan jika peluang bisnis BPR masih sangat positif dan terus berkembang.

Banyak bank umum tergiur untuk masuk dan merebut pangsa pasar BPR dengan cara mendirikan kantor cabang pembantu mikro yang fokus kegiatannya hampir mirip dengan BPR. Dengan “kacamata” bank umum yang penuh aturan

prosedural bank besar di pangsa pasar mikro, tentu usaha mereka tidak akan lancar. Itulah sebabnya ada keyakinan bahwa BPR mempunyai prospek yang bagus di masa mendatang (Herli, 2013).

Latar belakang berdirinya bank adalah adanya pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Nasabah sebagai pihak yang kelebihan dana perlu rasa aman dalam menghimpun dana mereka. Tentu saja diharapkan postulate going concern benar-benar terwujud pada entitas semacam ini. Apalagi pada tahun 2011 terjadi kasus pembobolan dana nasabah senilai Rp 40 miliar yang dilakukan oleh Melinda Dee, karyawati Citibank, salah satu bank swasta di ibukota. Modus yang digunakan Melinda yaitu dengan menyalahgunakan

kepercayaan para nasabah (Tarigan, 2011). Belum lagi kasus Bank Century yang merusak nama perbankan dan merugikan negara hingga triliunan rupiah. Kasus Bank Century bahkan menyeret para petinggi Bank Indonesia dan menurunkan kredibilitas para regulator tersebut.

Bank Indonesia mewajibkan semua BPR untuk menggunakan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) sebagai standar akuntansi keuangan. Dengan penggunaan standar akuntansi tersebut, laporan


(22)

4 keuangan yang dihasilkan BPR akan lebih relevan, komprehensif, andal dan dapat diperbandingkan antar periode atau antar entitas sejenis (perbankan). Selain itu, penggunaan SAK ETAP akan memudahkan pihak yang menyusun laporan keuangan karena standar akuntansi ini lebih sederhana dari pada standar yang berlaku umum PSAK.

Laporan keuangan yang disusun berdasarkan data yang relevan, serta dilakukan dengan prosedur akuntansi yang benar, akan menggambarkan kondisi keuangan perusahaan yang sesungguhnya. Agar laporan keuangan menjadi lebih berarti sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh berbagai pihak, perlu dilakukan analisis laporan keuangan (Kasmir, 2008). Analisis laporan keuangan umumnya menggunakan rasio-rasio keuangan, rasio-rasio keuangan tersebut merupakan perbandingan antara angka-angka yang ada dalam laporan keuangan atau antarlaporan keuangan.

Untuk perbankan, rasio-rasio keuangan dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank. Dengan melihat tingkat kesehatan bank, akan memberikan gambaran bagaimana operasi suatu bank dari tahun ke tahun. Hal ini menjadi cukup penting bagi nasabah yang berniat menyimpan dananya agar tidak

sembarang dalam memilih bank. Ditambah kasus-kasus seperti yang dijelaskan di atas telah merugikan dunia perbankan Indonesia serta mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap bank sehingga akan menurunkan tingkat simpanan di bank. Oleh karena itu, pengukuran tingkat kesehatan bank yang diharapkan

menggambarkan kondisi bank pada periode tertentu dapat mengembalikan kepercayaaan nasabah dalam menggunakan jasa perbankan.


(23)

5 Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/12/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 30/3/UPPB tanggal 30 April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat. Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan cara mengkualifikasikan beberapa komponen dari masing-masing faktor yaitu komponen permodalan (Capital),kualitas aset (Asset), manajemen (Management),rentabilitas (Earning),dan likuiditas (Liquidity) atau disingkat dengan istilah CAMEL. CAMEL merupakan faktor yang sangat menentukan predikat kesehatan suatu bank. Penilaian kesehatan bank dibagi menjadi empat kriteria yaitu sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat.

Lampung sendiri tercatat sebagai salah satu dari sembilan provinsi di mana BPR Konvensional berhasil menghimpun dana rata-rata diatas 1 triliun dalam 6 bulan (September 2012 hingga Maret 2013). Bahkan dalam urusan menghimpun dana ini, Lampung menjadi yang terbaik dengan jumlah hanya 26 BPR pada akhir Maret 2013, Lampung berhasil menghimpun dana sebesar Rp 3,29 triliun. Bandingkan dengan Jawa Tengah dengan jumlah 259 BPR yang menghimpun dana Rp 10,69 triliun (Jayaprana, 2013).

Namun berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan, pada kurun waktu 2009 sampai dengan 2010, terdapat dua Bank Perkreditan Rakyat di Lampung yang dilikuidasi oleh Lembaga Penjamin Simpanan, yaitu BPR Tripanca Setiadana dan BPR Musajaya Arthadana. Untuk itu, selain melihat kondisi kesehatan bank juga diperlukan analisis terhadap prediksi kegagalan usaha (kebangkrutan) terhadap bank-bank tersebut. Hasil analisis dapat mendorong manajemen untuk


(24)

6 Salah satu model untuk menganalisis prediksi kegagalan usaha suatu perusahaan adalah analisis Z-score yang dikembangkan oleh Altman (1968). Dengan

menggunakan rasio keuangan, Altman mengembangkan analisis yang dapat memprediksi kegagalan usaha perusahaan di masa yang akan datang. Analisis pada model Z-score menggunakan lima rasio keuangan, yaitu net working capital tototal asset, retained earning tototal asset, earning before interest and tax to total asset, market/book value of equity to debt, dan salestototal asset.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengambil penelitian dengan judul “Analisis Tingkat Kesehatan dan Prediksi Kegagalan Usaha Bank Perkreditan Rakyat di Bandar Lampung”.

1.2Perumusan Masalah

1. Bagaimana tingkat kesehatan bank perkreditan rakyat di Bandar Lampung dengan menggunakan pendekatan CAMEL?

2. Bagaimana model Altman dalam memprediksi kegagalan usaha pada bank perkreditan rakyat di Bandar Lampung?

1.3Tujuan Penelitian

1. Mengetahui tingkat kesehatan bank perkreditan rakyat di Bandar Lampung dengan menggunakan pendekatan CAMEL.

2. Mengetahui bagaimana model Altman dalam memprediksi kegagalan usaha pada bank perkreditan rakyat di Bandar Lampung.


(25)

7 1.4Manfaat Penelitian

1. Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak bank dan manajemen, khususnya untuk memberikan informasi mengenai kemungkinan kegagalan usaha pada waktu yang akan datang agar dapat mengambil langkah strategis dalam melakukan penyelamatan.

2. Penelitian ini diharapakan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan, serta dapat berguna sebagai bahan informasi dan referensi bagi berbagai pihak dan juga sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya.


(26)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Rasio Keuangan

Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka lainnya. Perbandingan dapat dilakukan antara satu komponen dengan komponen dalam satu laporan keuangan atau antarkomponen yang ada di antara laporan keuangan. Angka yang diperbandingkan dapat berupa angka-angka dalam satu periode maupun beberapa periode (Kasmir, 2008).

Analisis yang dilakukan terhadap rasio keuangan memiliki berbagai keunggulan serta keterbatasan dibandingkan dengan teknik analisis lainnya. Harahap (2006) mengungkapkan tujuh keunggulan analisis rasio yaitu sebagai berikut: (1) Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca atau ditafsirkan; (2) Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit; (3) Mengetahui posisi perusahaan ditengah industri lain; (4) Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi; (5)


(27)

9 dengan perusahaan lain untuk melihat perkembangan perusahaan secara periodik; serta (7) Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang.

Namun demikian analisis dengan menggunakan rasio keuangan memiliki keterbatasan-keterbatasan yang perlu diperhatikan pada saat penggunaannya, antara lain: (1) Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat dan dapat digunakan untuk kepentingan pemakainya; (2) Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi keterbatasan dalam menggunakan rasio; (3) Tidak tersedianya data untuk menghitung rasio dan (4) Perbedaan teknik atau standar akuntansi yang digunakan dari setiap perusahaan yang akan dianalisis.

Menurut J. Fred Weston (2004) dalam Kasmir (2008), bentuk-bentuk rasio keuangan adalah sebagai berikut:

1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio) 2. Rasio Solvabilitas (Leverage Ratio) 3. Rasio Aktivitas (Activity Ratio)

4. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio) 5. Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio) 6. Rasio Penilaian (Valuation Ratio)

Dalam prakteknya, rasio keuangan itu sendiri memiliki berbagai macam bentuk yang dibuat menurut kebutuhan analisis. Perbedaan jenis perusahaan dapat

menimbulkan perbedaan rasio-rasio yang penting. Rasio ideal mengenai likuiditas bank tidak sama dengan rasio pada perusahaan industri, perdagangan, ataupun jasa lainnya.


(28)

10 2.1.2 Tingkat Kesehatan Bank

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, penilaian tingkat kesehatan bank merupakan penilaian kualitatif atas

berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas terhadap resiko pasar.

Kesehatan bank mencakup kesehatan suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankannya. Budisantoso (2014) menyebutkan kegiatan tersebut meliputi:

a. kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendiri;

b. kemampuan mengelola dana;

c. kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat;

d. kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain;

e. pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.

Hal-hal yang dapat menggugurkan tingkat kesehatan BPR adalah sebagai berikut:

1. Perselisihan internal bank;

2. Campur tangan pihak di luar bank; 3. Windows dressing;

4. Praktek bank di dalam bank;

5. Kesulitan keuangan yang mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga;


(29)

11 6. Praktek perbankan lain yang menyimpang dan dapat membahayakan usaha

bank, dan atau menurunkan tingkat kesehatan bank.

2.1.3 Kegagalan Usaha

Kegagalan usaha juga sering disebut dengan istilah kebangkrutan atau likuidasi. Supardi dan Mastuti S (2003) menyatakan bahwa manajemen cukup sering mengalami kegagalan dalam membesarkan perusahaan. Akibatnya, prospek perusahaan tidak terlihat dengan jelas. Perusahaan menjadi tidak sehat (sakit), bahkan berkelanjutan mengalami krisis yang berkepanjangan. Kondisi bermasalah (bankruptcy) biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba.

Adnan dan Kurniasih (2000) dalam Widiharto (2008) menyatakan bahwa likuidasi merupakan suatu proses yang berakhir pada pembubaran perusahaan sebagai suatu perusahaan. Likuidasi lebih menekankan pada aspek status yuridis perusahaan sebagai suatu badan hukum dengan segala hak‐hak dan kewajiban. Likuidasi atau pembubaran perusahaan senantiasa berakibat penutupan usaha akan tetapi

likuidasi tidak selalu berarti perusahaan bangkrut. Adnan dan Kurniasih (2000) menambahkan bahwa kondisi bermasalah sebagai suatu keadaan atau situasi dimana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban‐kewajiban kepada debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan tidak dapat dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa digunakan untuk mengembalikan pinjaman,


(30)

12 bisa membiayai operasi perusahaan, dan kewajiban‐kewajiban yang harus

dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki.

Dapat disimpulkan dari pengertian di atas, kegagalan usaha dimulai dari adanya kondisi bermasalah yang dialami perusahaan, yang jika berkelanjutan akan mengakibatkan likuidasi.

Bank yang diprediksi mengalami kegagalan usaha memiliki satu atau keduanya dari dua kriteria berikut: pertama, bank tersebut membutuhkan dukungan keuangan dan atau management support dari pemerintah dalam menjalankan operasionalnya. Kedua, berdasarkan tingkat kesehatannya bank tersebut termasuk ke dalam bank yang kurang sehat dan tidak sehat (Santoso dalam Suharman, 2007).

Widiharto (2008) dalam penelitiannya, mengelompokkan BPR yang diprediksi memiliki kondisi bermasalah berdasarkan kriteria: (1) Dinyatakan bermasalah oleh Bank Indonesia; (2) Mengalami kerugian selama tiga tahun berturut-turut; (3) Mengalami kerugian tahun berjalan lebih dari 75% modal disetor; (4) Memiliki CAR kurang dari 4%.

2.1.4 Rasio Keuangan CAMEL

Pemanfaatan rasio keuangan dalam menilai kondisi keuangan telah diterapkan oleh Bank Indonesia dalam menilai tingkat kesehatan bank sebagaimana

dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/12/KEP/DIR tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/3/UPPB tentang Tata Cara Penilaian Tingkat


(31)

13 Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat. Alat analisis yang digunakan untuk

mengukur kinerja tersebut bersumber dari sehimpunan indikator CAMEL.

Dalam Kamus Perbankan (Purwoko dkk, 1999)CAMEL adalah aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap kondisi keuangan bank, yang mempengaruhi pula tingkat kesehatan bank. CAMEL merupakan tolok yang menjadi obyek pemeriksaan bank yang dilakukan oleh pengawas bank. CAMEL terdiri atas lima kriteria yaitu modal, aktiva, manajemen, pendapatan dan likuiditas. Unsur-unsur penilaian tingkat kesehatan bank dalam analisis CAMEL adalah sebagai berikut :

1. Permodalan (Capital)

Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan (Herli, 2013).

Rasio CAR disebut juga dengan rasio KPMM (Kebutuhan Penyediaan Modal Minimum). Rasio ini memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, disamping memperoleh dana-dana dari sumber lain diluar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman, dan lain-lain. Dengan kata lain, CAR adalah rasio kinerja bank untuk


(32)

14 mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko.

CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko (Lukman, 2009).

2. Kualitas Aktiva Produktif (Asset Quality)

Aktiva produktif adalah penempatan dana dalam bentuk simpanan dana atau kredit yang diberikan, surat berharga, penempatan dana pada bank lain, dan penyertaan dalam rangka mendapatkan hasil pengembangan yang optimal (Herli, 2013). Penilaian didasarkan kepada kualitas aktiva yang dimiliki Bank. Rasio yang diukur ada 2 macam yaitu:

a. Rasio Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan terhadap Aktiva Produktif

APYD (aktiva produktif yang diklasifikasikan) adalah penjumlahan aktiva produktif yang tergolong non lancar setelah dikalikan bobotnya. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan. Semakin kecil rasio KAP, maka semakin besar tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan (Taufik, 2012).


(33)

15 b. Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Penyisihan

Penghapusan Aktiva Produktif Yang Wajib Dibentuk

Menurut Bank Indonesia, Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari baki debet berdasarkan penggolongan kualitas aktiva produktif.

3. Manajemen (Management)

Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatannya. Menurut Bank Indonesia, penilaian manajemen terdiri dari manajemen umum dan manajemen risiko. Manajemen umum terdiri dari strategi, struktur, sistem, dan kepemimpinan. Manajemen risiko meliputi risiko likuiditas, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum, dan risiko pemilik. Penilaian aspek manajemen menggunakan kuesioner yang terdiri dari beberapa pertanyaan. Setiap jawaban akan diberi nilai 0,1,2,3 atau 4. Secara berurutan semakin besar nilai maka semakin baik.

4. Rentabilitas (Earning)

Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan menggerus modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat. Penilaian rentabilitas dimaksudkan untuk mengevaluasi kondisi dan kemampuan


(34)

16 rentabilitas bank dalam mendukung kegiatan operasional dan permodalan dalam rangka menciptakan laba (Herli, 2013).

Penilaian dalam unsur ini didasarkan kepada 2 (dua) macam rasio yaitu :

a. Rasio laba terhadap total asset (Return on Assets-ROA)

Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat

keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari penggunaan aset.

b. Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Semakin kecil rasio BOPO, maka semakin efisien suatu bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya, karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil dibandingkan pendapatan yang diterima.

5. Likuiditas (Liquidity)

Penilaian likuiditas untuk melihat kemampuan BPR di dalam memenuhi kewajiban jangka pendek yang akan jatuh tempo (Herli, 2013). Penilaian dalam unsur ini yaitu didasarkan pada dua rasio yaitu:

a. Cash ratio (CR)

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah (deposan) pada saat ditarik dengan

menggunakan alat likuid yang dimilikinya. Semakin tinggi rasio ini


(35)

17 dalam praktik akan dapat mempengaruhi profitabilitasnya (Lukman,

2009).

b. Loan to Deposit Ratio (LDR)

LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk

memberikan kredit (Taufik, 2012).

2.1.5 Model Altman

Menurut Heine (2000), terdapat tiga macam fungsi diskriminan Altman’s Z-score, antara lain:

1. Original Z-score (for public manufacturer)

Merupakan model Z-score yang pertama dikembangkan Altman (1968) untuk perusahaan manufaktur. Bentuk persamaan:

Z = 0.012 X1 + 0.014 X2 + 0.033 X3 + 0.006 X4 + 0.999 X5

Keterangan: Z = nilai Z-score

X1 = net working capital/total assets

X2 = retained earnign/total assets

X3 = earning before interest and tax/total assets

X4 = market value of equity/book value of total debt


(36)

18 Z-score dapat memprediksi kemungkinan kebangkrutan perusahaan dengan tingkat akurasi 72% dua tahun sebelum kebangkrutan dan 95% pada satu tahun sebelum tahun kebangkrutan.

2. Model Z’-score (for private manufacturer)

Altman (1983) mengembangkan model yang lama sehingga mengalami perubahan pada salah satu variabel yang digunakan. Altman mengubah market value of equity pada X4 menjadi book value of equity karena

perusahaan privat tidak memiliki harga pasar untuk ekuitasnya. Selain itu, koefisien dan klasifikasi berdasarkan hasil Z-score juga mengalami perubahan. Bentuk persamaan:

Z = 0.717 X1 + 0.847 X2 + 3.107 X3 + 0.420 X4 + 0.998 X5

Dimana untuk variabel X4 = book value of equity/ book value of total debt. Z’-score berhasil memprediksi kebangkrutan perusahaan hingga 90.9% untuk satu tahun sebelum kebangkrutan dan untuk perusahaan yang diprediksi tidak akan bangkrut akurasi mencapai 97%.

3. Model Z”-score (for private general firm/non manufacturing firm)

Altman dkk (1995) melakukan modifikasi dan menyempurnakan kembali model Altman Z-score agar dapat digunakan oleh semua jenis perusahaan non manufacturing. Altman mengeliminasi variable X5 (sales/ totalasset) karena rasio ini sangat bervariatif pada industri dengan ukuran asset yang berbeda- beda. Klasifikasi perusahaan yang dirediksi akan mengalami


(37)

19 kebangkrutan berdasarkan hasil Z”-score berbeda dengan dua model

sebelumnya. Berikut persamaan model Z”-score:

Z = 6.56 X1 + 3.26 X2 + 6.72 X3 + 1.05 X4

Keterangan: Z = nilai Z-score

X1 = net working capital/total assets

X2 = retained earning/total assets

X3 = earning before interest and tax/total assets

X4 = book value of equity/book value of total debt

Tingkat akurasi model ketiga Altman mencapai 90.9% untuk satu tahun sebelum kebangkrutan dan 97% untuk mengidentifikasi perusahaan yang tidak akan mengalami kebangkrutan.

Kriteria yang digunakan untuk memprediksi tingkat kebangkrutan perusahaan dalam model Altman adalah sebagai berikut:

a. Safe zone. Perusahaan diprediksi tidak mengalami masalah dengan kondisi keuangan atau aman dari kebangkrutan.

b. Grey zone. Perusahaan diprediksi akan mengalami kebangkrutan jika tidak dapat melakukan perbaikan yang berarti dalam manajemen maupun dalam struktur keuangan.

c. Distress zone. Perusahaan diprediksi mengalami ancaman kebangkrutan yang serius.


(38)

20 Tabel 2.1

Pengelompokkan Altman Z-score berdasarkan hasil akhir Safe Zone Grey Zone Distress Zone Z-score > 2,99 1,81 – 2,99 < 1,81 Z’-score > 2,90 1,23 – 2,90 < 1,23 Z”-score > 2,60 1,10 – 2,60 < 1,10

2.2 Penelitian Terdahulu

Pada penelitian terdahulu, model CAMEL tidak hanya digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank, tapi juga untuk memprediksi kondisi bermasalah pada bank dan melihat pengaruhnya terhadap kinerja bank. Analisis Altman Z-score merupakan model yang paling banyak digunakan dalam memprediksi kegagalan usaha pada penelitian terdahulu.

1. Boby (2014) melakukan penelitian yang bertujuan membuktikan kebenaran dan keakuratan metode Altman Z-score pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada tahun 2008 – 2010. Selain itu, juga menggunakan analisis CAMEL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik metode Altman Z-score maupun metode CAMEL tidak akurat dalam memprediksi

kebangkrutan. Namun, metode CAMEL lebih akurat daripada metode Altman Z-score dengan tingkat keakuratan 36% berbanding 22.2%.

2. Yayu Kusdiana (2014) melakukan penelitian untuk mengukur ketepatan model CAMEL dan Altman’s Z-score dalam memprediksi kebangkrutan bank umum yang tercatat di BEI. Hasil penelitian dengan menggunakan regresi logistik menunjukkan bahwa model Altman memiliki tingkat


(39)

21 ketepatan yang lebih baik dalam memprediksi kebangkrutan bank umum di Indonesia dibandingkan dengan model CAMEL.

3. Fienta Rahayu Idham (2012) dalam penelitiannya menggunakan rasio-rasio keuangan CAMELS untuk menganalisis tingkat kesehatan dan model original Altman untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan perbankan yang listing di BEI pada tahun 2009 – 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bank yang dikategorikan tidak sehat menurut CAMELS tidak berbeda dengan bank yang diprediksi bangkrut dengan model Altman.

4. Agustin Andria Rosa (2010) melakukan penelitian terhadap PT Bank Century Tbk dengan menggunakan model Altman Z-score untuk tahun 2000 – 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT Bank Century Tbk

mengalami kebangkrutan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan analisis Z-score dan dianggap sebagai bank yang tidak sehat dengan menggunakan analisis tingkat kesehatan bank menurut Bank Indonesia.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini menggunakan beberapa rasio yang berbeda untuk model CAMEL dan yaitu Capital Adequacy Ratio, Kualitas Aktiva Produktif, Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, Net Profit Margin, Return On Asset, Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional, Cash Ratio dan Loan to Deposit Ratio. Model Altman yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Altman Z”-score, untuk perusahaan non-manufaktur. Sedangkan populasi yang digunakan adalah bank perkreditan rakyat yang beroperasi di Bandar Lampung.


(40)

22

Bank Perkreditan Rakyat

Laporan Keuangan Publikasi

Rasio-rasio Keuangan

CAMEL

Tingkat Kesehatan

Prediksi Kebangkrutan

Simpulan

Altman Z-score 2.3 Kerangka Pemikiran

CAR KAP PPAP NPM ROA BOPO CR LDR X1 X2 X3 X4

Keterangan:

X1 = net working capital/total asset ratio

X2 = retained earnign/total asset ratio

X3 = earning before interest and tax/total asset ratio


(41)

23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah

dikumpulkan dan dipublikasikan. Data sekunder yaitu laporan keuangan publikasi Bank Perkreditan Rakyat periode 2011-2013 yang mencakup Neraca, Laporan Rugi/Laba, Laporan Komitmen dan Kontinjensi, dan Laporan Informasi Lainnya. Data tersebut didapatkan dari website Otoritas Jasa Keuangan dan Bank

Indonesia.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Populasi yang menjadi jangkauan penelitian ini adalah BPR Konvensional yang ada di Bandar Lampung. Dari populasi sebanyak 16 (enam belas) BPR Konvensional di Bandar Lampung, ditentukan sampel penelitian secara purposive sampling dengan kriteria BPR sebagai berikut:

a. BPR yang berkantor pusat di Bandar Lampung

b. BPR telah menerbitkan laporan keuangan publikasi selama tiga tahun dari tahun 2011 s.d. 2013.


(42)

24 3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

3.3.1 Rasio Keuangan CAMEL

Rasio keuangan CAMEL terdiri dari lima faktor yaitu faktor C (Capital), A (Asset), M (Management), E (Earning), dan L (Liquidity).Adapun definisi operasional dari masing-masing aspek tersebut meliputi:

a. Capital (Permodalan)

Rasio yang digunakan dalam perhitungan ini adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), yaitu perbandingan antara jumlah modal bank dengan jumlah Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) dengan rumusan:

CAR = Total Modal x 100%

Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, modal bank terdiri dari modal inti dan modal pelengkap. Modal inti terdiri dari modal disetor, modal

sumbangan, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan, dan laba tahun berjalan (maksimum 50% setelah dikurangi taksiran hutang Pajak

Penghasilan Badan). Modal pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi aktiva tetap, penyisihan penghapusan aktiva produktif (maksimum 1,25% dari ATMR), modal pinjaman, dan pinjaman subordinasi (maksimum 50% dari total modal inti).

Dalam menghitung ATMR, pos-pos aktiva dalam neraca diberikan bobot risiko yang besarnya didasarkan pada jenis aktiva, golongan debitur, penjamin, atau sifat barang jaminan.


(43)

25 Penilaian:

- Jika rasio kurang atau sama dengan 0%, maka dinilai 1

- Untuk setiap kenaikan 0,1% dari 0, maka nilai kredit ditambah dengan 1 dengan nilai maksimum 100.

- Nilai kredit rasio CAR = rasio + 1

0,1%

Tabel 3.1

Kriteria Penilaian Faktor Permodalan:

Kriteria Rasio CAR

Sehat > 8%

Kurang Sehat 6,5% - < 8% Tidak Sehat < 6,5%

Sumber : SK DIR BI Nomor : 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan BPR

b. Asset (Kualitas Aktiva Produktif)

Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif didasarkan pada 2 rasio, yaitu :

1. Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap jumlah aktiva produktif.

KAP = Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan x 100% Total Aktiva Produktif

Aktiva produktif dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu aktiva produktif lancar, kurang lancar, diragukan, dan macet. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, aktiva produktif berupa kredit yang diberikan dan penempatan pada bank lain, dihitung secara gross (tidak dikurangi PPAP).


(44)

26 Aktiva produktif yang diklasifikasikan merupakan penjumlahan dari: a. 50% x Aktiva produktif kurang lancar

b. 75% x Aktiva produktif diragukan c. 100% x Aktiva produktif macet

Penilaian:

- Jika rasio 15,5% atau lebih dinilai 0

- Untuk setiap penurunan 0,15 dari 15,5%, nilai kredit ditambah 1 dengan nilai maksimum 100.

- Nilai kredit rasio KAP = 15,5% - rasio + 1

0,15%

2. Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) terhadap

penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk (PPAPWD) oleh bank, yaitu:

PPAP= PPAP x 100% PPAPWD

Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, BPR wajib membentuk PPAP berupa PPAP umum dan PPAP khusus. PPAP umum ditetapkan paling kurang 0,5 % dari Aktiva Produktif yang memiliki kualitas lancar.

PPAP khusus ditetapkan paling kurang sebesar:

a. 10% dari Aktiva Produktif dengan kualitas kurang lancar b. 50% dari Aktiva Produktif dengan kualitas diragukan c. 100% dari Aktiva Produktif dengan kualitas macet


(45)

27 Penilaian:

- Jika rasio 0% dinilai 0

- Untuk setiap kenaikan 1%, nilai kredit ditambah 1 dengan nilai maksimum 100.

- Nilai kredit rasio PPAP = rasio + 1 1%

Tabel 3.2

Kriteria Penilaian Faktor Kualitas Aset:

Kriteria Rasio KAP Rasio PPAP

Sehat < 10,35 % > 81,0 %

Cukup Sehat 10,35% – 12,60 % 66,0% – < 81,0 % Kurang Sehat 12,61% – 14,85 % 51,0% – < 66,0 %

Tidak Sehat > 14,85 % < 51,0 %

Sumber : SK DIR BI Nomor : 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan BPR

c. Management (Manajemen)

Rasio manajemen diukur berdasarkan pertanyaan yang diajukan mengenai manajemen umum dan manajemen risiko. Analisis manajemen tidak dapat dilakukan karena adanya keterbatasan mengingat bahwa untuk dapat melakukan penilaian tingkat kesehatan suatu bank, tidak cukup hanya mendasarkan pada analisis terhadap laporan keuangan saja, tetapi juga data-data pendukung yang bersifat internal. Data yang berhubungan dengan manajemen diperoleh melalui survey kuisioner dan wawancara.


(46)

28 Penelitian Merkusiwati (2007) menggambarkan tingkat kesehatan bank dari faktor manajemen dengan rasio Net Profit Margin (NPM), alasannya karena seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen umum, manajemen risiko, dan kepatuhan bank pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba.

Menurut Amalia (2012), penggunaan Net Profit Margin (NPM) juga erat kaitannya dengan aspek-aspek manajemen yang dinilai dalam manajemen resiko, di mana Net Income dalam faktor manajemen resiko mencerminkan pengukuran terhadap upaya mengeliminir resiko likuiditas, resiko kredit, resiko operasional, resiko hukum dan resiko pemilik dari kegiatan operasional bank, untuk memperoleh Operating Income yang optimum. Dapat juga dikatakan Net Profit Margin mencerminkan tingkat efektifitas yang dapat dicapai oleh usaha operasional bank, yang terkait dengan hasil akhir dari berbagai kebijaksaan dan keputusan yang telah dilaksanakan oleh bank dalam periode berjalan.

NPM = Laba bersih x 100% Pendapatan Operasional

Faktor manajemen diproksikan dengan Net Profit Margin, sehingga nilai rasio sama dengan nilai kredit.


(47)

29 d. Earning (Rentabilitas)

Perhitungan rentabilitas menggunakan 2 rasio, yaitu:

1. Rasio laba sebelum pajak terhadap total aktiva (Return on Asset)

ROA = Laba sebelum pajak x 100%

Total Aktiva

Dalam rangka mengukur tingkat kesehatan bank, terdapat perbedaan antara perhitungan ROA berdasarkan teoritis dan cara perhitungan berdasarkan ketentuan Bank Indonesia. Secara teoritis, laba yang diperhitungkan adalah laba setelah pajak, sedangkan dalam sistem CAMEL, laba yang diperhitungkan adalah laba sebelum pajak.

Penilaian:

- Jika rasio 0% atau negatif dinilai 0

- Untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0%, nilai kredit ditambah 1 dengan nilai maksimum 100.

- Nilai kredit rasio ROA = rasio x 1 0,015%

2. Rasio biaya operasi terhadap pendapatan operasi (BOPO)

BOPO = Biaya operasi Pendapatan operasi

Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana, maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga (Lukman, 2009).


(48)

30 Penilaian:

- Jika rasio sebesar 100% atau lebih dinilai 0

- Untuk setiap penurunan 0,08%, nilai kredit ditambah 1 dengan nilai maksimum 100.

- Nilai kredit BOPO = 100% - rasio x 1 0,08%

Tabel 3.3

Kriteria Penilaian Faktor Rentabilitas:

Kriteria Rasio ROA Rasio BOPO

Sehat > 1,215 % < 93,52 %

Cukup Sehat 0,999% – <1,215 % 93,52% – <94,72 % Kurang Sehat 0,765% – <0,999 % 94,72% – 95,92 %

Tidak Sehat < 0,765 % > 95,92 % Sumber : SK DIR BI Nomor : 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan BPR

e. Liquidity (Likuiditas)

Likuditas adalah kemampuan BPR di dalam memenuhi kewajiban jangka pendek yang akan jatuh tempo. Perhitungan likuiditas menggunakan 2 rasio, yaitu:

1. Rasio alat likuid terhadap hutang lancar (Cash Ratio)

CR = Aset likuid x 100% Hutang lancar


(49)

31 Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, aset likuid terdiri dari kas dan penempatan pada bank lain dikurangi dengan simpanan bank lain pada bank. Hutang lancar meliputi kewajiban segera, tabungan, dan deposito.

Penilaian:

- Jika rasio 0% dinilai 0

- Untuk setiap kenaikan 0,05, nilai kredit ditambah 1 dengan nilai maksimum 100.

- Nilai kredit rasio CR = rasio x 1 0,05%

2. Rasio kredit yang diberikan terhadap dana yang diterima (Loan to Deposit/ LDR)

LDR = Kredit yang diberikan x 100% Dana yang diterima

Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, kredit merupakan kredit yang diberikan kepada pihak ketiga, tidak termasuk kredit kepada bank lain. Dana yang diterima meliputi:

a. Deposito dan tabungan masyarakat;

b. Pinjaman dari bukan bank lain dengan jangka waktu lebih dari 3 bulan (diluar pinjaman subordinasi);

c. Deposito dan pinjaman dari bank lain dengan jangka waktu lebih dari 3 bulan;


(50)

32 Penilaian:

- Jika rasio 115% atau lebih dinilai 0

- Untuk setiap penurunan 1% mulai dari 115%, nilai kredit ditambah 4 dengan nilai maksimum 100.

- Nilai kredit LDR = 115% - rasio x 4 1%

Tabel 3.4

Kriteria Penilaian Faktor Likuiditas:

Kriteria Rasio CR Rasio LDR

Sehat > 4,05 % < 94,75 %

Cukup Sehat 3.30% – < 4,05 % 94,75% – < 98,50 % Kurang Sehat 2,55% – < 3,30 % 98,50% – 102,25 %

Tidak Sehat < 2,55 % > 102,25 %

Sumber : SK DIR BI Nomor : 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan BPR

3.3.2 Rasio Keuangan Model Altman Z”-Score

Rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam model Altman yaitu:

a. Net Working Capital/Total Assets

X1 = Aset Lancar – Hutang Lancar

Total Aset

Menurut Adnan M dan Taufiq M (2001), rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan modal kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang dimilikinya. Modal kerja bersih yang negatif kemungkinan besar


(51)

33 akan menghadapi masalah dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya karena tidak tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk menutupi kewajiban tersebut. Sebaliknya, perusahaan dengan modal kerja bersih yang bernilai positif jarang sekali menghadapi kesulitan dalam melunasi kewajibannya.

b. Retained Earning/Total Assets

X2 = Laba Ditahan

Total Aset

Menurut Adnan M dan Taufiq M (2001), rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan. Dengan kata lain, laba ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak dibayarkan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham. Perubahan laba ditahan terjadi dikarenakan pemegang saham biasa mengizinkan perusahaan untuk menginvestasikan kembali laba yang tidak didistribusikan sebagai dividen.

c. Earning Before Interest and Taxes/Total Assets

X3 = Laba Sebelum Bunga dan Pajak

Total Aset

Menurut Adnan M dan Taufiq M (2001), rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan, sebelum


(52)

34 d. Book Value of Equity/Book Value of Total Debt

X4 = Nilai Buku Ekuitas

Nilai Buku Total Hutang

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dari modal sendiri.

3.4 Metode Analisis Data

1. Analisis model CAMEL

Pada tahap awal penilaian tingkat kesehatan suatu bank dilakukan dengan kuantifikasi atas komponen dari masing-masing faktor CAMEL. Hasil dari rasio-rasio keuangan yang mewakili tiap faktor dikonversi menjadi nilai kredit. Kemudian, nilai kredit akan dikalikan dengan bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan suatu bank.

Tabel 3.5

Faktor Penilaian dan Bobot Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat

Faktor Komponen Bobot

1. Permodalan Rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut resiko

30% 2. Kualitas

Aktiva Produktif

a. Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap total aktiva produktif

b. Rasio PPAP terhadap PPAPWD

25%

5% 3. Manajemen a. Manajemen Umum

b. Manajemen Risiko

10% 10% 4. Rentabilitas a. Rasio laba terhadap total aset

b. Rasio biaya terhadap pendapatan operasional

5% 5% 5. Likuiditas a. Rasio alat likuid terhadap hutang

lancar

b. Rasio kredit terhadap dana yang diterima

5% 5%


(53)

35 Selanjutnya, penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan dengan menjumlahkan seluruh komponen yang dinyatakan dalam nilai kredit antara 0 sampai dengan 100. Tingkat kesehatan BPR dibagi dalam empat kategori, yaitu:

1. Sehat, nilai 81 sampai dengan 100

2. Cukup sehat, nilai 66 sampai dengan kurang dari 81 3. Kurang sehat, nilai 51 sampai dengan kurang dari 66 4. Tidak sehat, 0 sampai dengan kurang dari 51.

2. Analisis Altman Z”-score

Menghitung rasio keuangan yang menjadi proxy dari variabel X1, X2, X3, dan

X4. Setelah diketahui nilai-nilai rasio keuangan kemudian dihitung ke dalam

persamaan diskriminan model Altman sebagai berikut:

Z = 6.56 X1 + 3.26 X2 + 6.72 X3 + 1.05 X4

Keterangan: Z = nilai Z-score

X1 = net working capital/total asset ratio

X2 = retained earnign/total asset ratio

X3 = earning before interest and tax/total asset ratio

X4 = book value of equity/book value of debt ratio

Klasifikasi perusahaan yang diprediksi akan mengalami kegagalan usaha didasarkan pada nilai Z”-score, yaitu:

a. Z”-score kurang dari 1,10 (distress zone). b. Z”-score 1,10 sampai dengan 2,60 (grey zone). c. Z”-score lebih dari 2,60 (safe zone).


(54)

51

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan analisis menggunakan model CAMEL, BPR yang mendapat predikat tidak sehat adalah PT BPR Lampung Bina Sejahtera tahun 2012. Sedangkan, BPR yang mendapat predikat kurang sehat antara lain:

a. PT BPR Dhana Sewu, PT BPR Lampung Bina Sejahtera, dan PT BPR Swadaya Anugerah Utama pada tahun 2011;

b. PT BPR Swadaya Anugerah Utama dan PT BPR Tunas Jaya Graha pada tahun 2012;

c. PT BPR Lampung Bina Sejahtera, PT BPR Swadaya Anugerah Utama, dan PT BPR Tunas Jaya Graha pada tahun 2013.

2. Berdasarkan analisis menggunakan model Altman Z”-score, BPR yang berada pada distress zone atau diprediksi mengalami kegagalan usaha antara lain:

a. PT BPR Dhana Sewu, PT BPR Lampung Bina Sejahtera, PT BPR Swadaya Anugerah Utama, PT BPR Trisurya Bumindo, dan PT BPR Tunas Jaya Graha pada tahun 2011;


(55)

52 b. PT BPR Aji Caka, PT BPR Dhana Sewu, PT BPR Lampung Bina Sejahtera,

PT BPR Swadaya Anugerah Utama, dan PT BPR Tunas Jaya Graha pada tahun 2012;

c. PT BPR Dhana Sewu, PT BPR Lampung Bina Sejahtera, dan PT BPR Swadaya Anugerah Utama pada tahun 2013.

3. BPR yang mendapat predikat tidak sehat merupakan BPR yang diprediksi akan mengalami kegagalan usaha. Begitu pula BPR yang mendapat predikat kurang sehat pada tahun 2011, 2012, dan 2013 merupakan BPR yang diprediksi akan mengalami kegagalan usaha atau berada pada distress zone, kecuali PT BPR Tunas Jaya Graha pada tahun 2013 yang berada pada grey zone.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini, antara lain:

1. Penelitian ini hanya berfokus pada bank perkreditan rakyat (BPR) konvensional di Bandar Lampung dengan rentang tahun 2011 – 2013.

2. Penelitian ini tidak mempertimbangkan faktor-faktor selain rasio keuangan.

5.3 Saran

1. Sebaiknya BPR yang mendapat predikat kurang sehat atau tidak sehat menurut CAMEL dan berada pada distress zone menurut Altman Z”-score dapat

meningkatkan laba dengan cara menurunkan non performing loan, efisiensi biaya operasional, meningkatkan penyaluran dana yang berhasil dihimpun,dan mencari sumber dana dari pihak ketiga.


(56)

53 2. Penelitian selanjutnya dapat mengunakan model analisis kebangkrutan lain

sebagai pembanding, seperti model Grover, Springate, Zmijewski, atau Ohlson. Penelitian selanjutnya juga dapat mempertimbangkan faktor-faktor selain rasio keuangan, misalnya risk profile, ukuran perusahaan, tingkat suku bunga, dan aspek kepatuhan yang dapat mengurangi penilaian tingkat kesehatan bank, seperti Batas Maksimum Pemberian Kredit.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Muhammad A dan Taufiq, Muhammad I. 2001. Analisis Ketepatan Prediksi Metode Altman Terhadap Terjadinya Likuidasi Pada Lembaga Perbankan. Jurnal Ekonomi dan Auditing, Volume 5 No. 2. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Amalia. 2012. Analisis Kinerja Keuangan Dengan Menggunakan Metode CAMEL. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makasar.

Altman, E.I. 1968. Financial Ratios, Discriminant Analysis and The Prediction of Corporate Bankruptcy. The Journal of Finance, Vol. XXIII No.4. Hal 589-609.

Bank Indonesia. 1997. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/12/KEP/DIR Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.

____________. 1997. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 30/3/UPPB Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.

____________. 2004. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP Tentang Sistem Penilain Tingkat Kesehatan Bank Umum.

Baskara, I Gde Kajeng. Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia. Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Volume 18 Nomor 2. Universitas Udayana.

Boby, Rasuli, M. dan Azlina, Nur. 2014. Analisis Rasio Keuangan dengan Metode Z-score (Altman) dan CAMEL untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan pada Perusahaan Perbankan yang Listing di BEI. JOM FEKON, Volume 1 Nomor 2. Universitas Riau.

Budisantoso, Totok dan Nuritomo. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat. 420 hlm.

Dendawijaya, Lukman. 2009. Manajemen Perbankan. Jakarta:Ghalia Indonesia. Endri. 2009. Prediksi Kebangkrutan Bank untuk menghadapi dan mengelola

perubahan lingkungan bisnis: analisis model altman’s z-score. Perbanas, Quarterly Review, Vol. 2 No. 1 Maret.


(58)

Ginting, Ramlan dkk. 2012. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan- Penilaian Tingkat Kesehatan Bank.. Jakarta: Bank Indonesia. 316 hlm. Harahap, Sofyan Safri. 2006. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Heine, Max L. 2000. Predicting Financial Distress of Companies: Revisiting the Z-score and ZETA Models. Stern School of Business. New York

University.

Herli, Ali Suyanto. 2013. Pengelolaan BPR dan Lembaga Keuangan Pembiayaan Mikro. Yogyakarta: Andi Offset. 240 hlm.

Idham, Fienta R. 2012. Analisis Laporan Keuangan dengan Menggunakan Pendekatan CAMEL dan Model Altman untuk Memprediksi Kegagalan Usaha Bank. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Andalas.

Jayaprana, Andre. 2013. Fakta Menarik Seputar Perkembangan BPR Konvensional di Indonesia. http://ekonomi.kompasiana.com.

Kasmir. 2008. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 356 hlm.

Kusdiana, Yayu. 2014. Analisis Model CAMEL dan Altman’s Z-score Dalam Memprediksi Kebangkrutan Bank Umum di Indonesia. Jurnal Tepak Manajemen Bisnis, Volume VI No.1 Januari. Hal 85-94.

Luciana Spica Almilia dan Winny Herdiningtyas. 2005. Analisis Rasio CAMEL terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah pada Lembaga Perbankan Perioda 2000-2002. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 7 No. 2.

Merkusiwati, Ni Ketut Lely Aryani. 2007. Evaluasi Pengaruh CAMEL terhadap Kinerja Perusahaan. Buletin Studi Ekonomi, Vol. 12, No.1.

Otoritas Jasa Keuangan. 2014. Booklet Perbankan Indoneisa 2014. Edisi 1. Jakarta.

Purwoko, dkk. 1999. Kamus Perbankan. Jakarta: Institut Bankir Indonesia. 294 hlm.

Rosa, A.A. 2010. Analysis of Altman Z (ZETA) – Score Method to Predict Bancruptcy of Century Bank. Skripsi. http://www.gunadarma.ac.id. Suharman, H. 2007. “Analisis Risiko Keuangn untuk Memprediksi Tingkat


(59)

Supardi dan Mastuti, Sri. 2003. Validitas Penggunaan Z-Score Altman untuk Menilai Kondisi bermasalah pada Perusahaan Perbankan Go Public di Bursa Efek Jakarta. Kompak, Nomor 7, Januari-April hal: 68-93. Tarigan, Albert Insaf. 2011. Kasus Melinda Dee yang Sensasional. Okezone.

Senin, 26 Desember.

Taufik, A. Dharnaeny. 2012. Analisis Penilaian Tingkat Kesehatan BPR Hasa Mitra dengan Metode CAMEL. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. 89 hlm.

Widiharto, Roberto Christian. 2008. Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Bank Perkreditan Rakyat. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Dipenogoro.


(1)

51

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan analisis menggunakan model CAMEL, BPR yang mendapat predikat tidak sehat adalah PT BPR Lampung Bina Sejahtera tahun 2012. Sedangkan, BPR yang mendapat predikat kurang sehat antara lain:

a. PT BPR Dhana Sewu, PT BPR Lampung Bina Sejahtera, dan PT BPR Swadaya Anugerah Utama pada tahun 2011;

b. PT BPR Swadaya Anugerah Utama dan PT BPR Tunas Jaya Graha pada tahun 2012;

c. PT BPR Lampung Bina Sejahtera, PT BPR Swadaya Anugerah Utama, dan PT BPR Tunas Jaya Graha pada tahun 2013.

2. Berdasarkan analisis menggunakan model Altman Z”-score, BPR yang berada

pada distress zone atau diprediksi mengalami kegagalan usaha antara lain:

a. PT BPR Dhana Sewu, PT BPR Lampung Bina Sejahtera, PT BPR Swadaya Anugerah Utama, PT BPR Trisurya Bumindo, dan PT BPR Tunas Jaya Graha pada tahun 2011;


(2)

52

b. PT BPR Aji Caka, PT BPR Dhana Sewu, PT BPR Lampung Bina Sejahtera, PT BPR Swadaya Anugerah Utama, dan PT BPR Tunas Jaya Graha pada tahun 2012;

c. PT BPR Dhana Sewu, PT BPR Lampung Bina Sejahtera, dan PT BPR Swadaya Anugerah Utama pada tahun 2013.

3. BPR yang mendapat predikat tidak sehat merupakan BPR yang diprediksi akan mengalami kegagalan usaha. Begitu pula BPR yang mendapat predikat kurang sehat pada tahun 2011, 2012, dan 2013 merupakan BPR yang diprediksi akan mengalami kegagalan usaha atau berada pada distress zone, kecuali PT BPR Tunas Jaya Graha pada tahun 2013 yang berada pada grey zone.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini, antara lain:

1. Penelitian ini hanya berfokus pada bank perkreditan rakyat (BPR) konvensional di Bandar Lampung dengan rentang tahun 2011 – 2013.

2. Penelitian ini tidak mempertimbangkan faktor-faktor selain rasio keuangan.

5.3 Saran

1. Sebaiknya BPR yang mendapat predikat kurang sehat atau tidak sehat menurut CAMEL dan berada pada distress zone menurut Altman Z”-score dapat

meningkatkan laba dengan cara menurunkan non performing loan, efisiensi biaya operasional, meningkatkan penyaluran dana yang berhasil dihimpun, dan mencari sumber dana dari pihak ketiga.


(3)

53

2. Penelitian selanjutnya dapat mengunakan model analisis kebangkrutan lain sebagai pembanding, seperti model Grover, Springate, Zmijewski, atau Ohlson. Penelitian selanjutnya juga dapat mempertimbangkan faktor-faktor selain rasio keuangan, misalnya risk profile, ukuran perusahaan, tingkat suku bunga, dan aspek kepatuhan yang dapat mengurangi penilaian tingkat kesehatan bank, seperti Batas Maksimum Pemberian Kredit.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Muhammad A dan Taufiq, Muhammad I. 2001. Analisis Ketepatan Prediksi Metode Altman Terhadap Terjadinya Likuidasi Pada Lembaga Perbankan. Jurnal Ekonomi dan Auditing, Volume 5 No. 2. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Amalia. 2012. Analisis Kinerja Keuangan Dengan Menggunakan Metode CAMEL. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makasar.

Altman, E.I. 1968. Financial Ratios, Discriminant Analysis and The Prediction of Corporate Bankruptcy. The Journal of Finance, Vol. XXIII No.4. Hal 589-609.

Bank Indonesia. 1997. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/12/KEP/DIR Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.

____________. 1997. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 30/3/UPPB Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.

____________. 2004. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP Tentang Sistem Penilain Tingkat Kesehatan Bank Umum.

Baskara, I Gde Kajeng. Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia. Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Volume 18 Nomor 2. Universitas Udayana.

Boby, Rasuli, M. dan Azlina, Nur. 2014. Analisis Rasio Keuangan dengan Metode Z-score (Altman) dan CAMEL untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan pada Perusahaan Perbankan yang Listing di BEI. JOM FEKON, Volume 1 Nomor 2. Universitas Riau.

Budisantoso, Totok dan Nuritomo. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat. 420 hlm.

Dendawijaya, Lukman. 2009. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Endri. 2009. Prediksi Kebangkrutan Bank untuk menghadapi dan mengelola

perubahan lingkungan bisnis: analisis model altman’s z-score. Perbanas, Quarterly Review, Vol. 2 No. 1 Maret.


(5)

Ginting, Ramlan dkk. 2012. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan- Penilaian Tingkat Kesehatan Bank.. Jakarta: Bank Indonesia. 316 hlm. Harahap, Sofyan Safri. 2006. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Heine, Max L. 2000. Predicting Financial Distress of Companies: Revisiting the Z-score and ZETA Models. Stern School of Business. New York

University.

Herli, Ali Suyanto. 2013. Pengelolaan BPR dan Lembaga Keuangan Pembiayaan Mikro. Yogyakarta: Andi Offset. 240 hlm.

Idham, Fienta R. 2012. Analisis Laporan Keuangan dengan Menggunakan Pendekatan CAMEL dan Model Altman untuk Memprediksi Kegagalan Usaha Bank. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Andalas.

Jayaprana, Andre. 2013. Fakta Menarik Seputar Perkembangan BPR Konvensional di Indonesia. http://ekonomi.kompasiana.com.

Kasmir. 2008. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 356 hlm.

Kusdiana, Yayu. 2014. Analisis Model CAMEL dan Altman’s Z-score Dalam Memprediksi Kebangkrutan Bank Umum di Indonesia. Jurnal Tepak Manajemen Bisnis, Volume VI No.1 Januari. Hal 85-94.

Luciana Spica Almilia dan Winny Herdiningtyas. 2005. Analisis Rasio CAMEL terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah pada Lembaga Perbankan Perioda 2000-2002. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 7 No. 2.

Merkusiwati, Ni Ketut Lely Aryani. 2007. Evaluasi Pengaruh CAMEL terhadap Kinerja Perusahaan. Buletin Studi Ekonomi, Vol. 12, No.1.

Otoritas Jasa Keuangan. 2014. Booklet Perbankan Indoneisa 2014. Edisi 1. Jakarta.

Purwoko, dkk. 1999. Kamus Perbankan. Jakarta: Institut Bankir Indonesia. 294 hlm.

Rosa, A.A. 2010. Analysis of Altman Z (ZETA) – Score Method to Predict Bancruptcy of Century Bank. Skripsi. http://www.gunadarma.ac.id. Suharman, H. 2007. “Analisis Risiko Keuangn untuk Memprediksi Tingkat


(6)

Supardi dan Mastuti, Sri. 2003. Validitas Penggunaan Z-Score Altman untuk Menilai Kondisi bermasalah pada Perusahaan Perbankan Go Public di Bursa Efek Jakarta. Kompak, Nomor 7, Januari-April hal: 68-93. Tarigan, Albert Insaf. 2011. Kasus Melinda Dee yang Sensasional. Okezone.

Senin, 26 Desember.

Taufik, A. Dharnaeny. 2012. Analisis Penilaian Tingkat Kesehatan BPR Hasa Mitra dengan Metode CAMEL. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. 89 hlm.

Widiharto, Roberto Christian. 2008. Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Bank Perkreditan Rakyat. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Dipenogoro.