ALASAN INGGRIS KELUAR DARI KEANGGOTAAN UNI EROPA PADA REFERENDUM 2016

ALASAN INGGRIS KELUAR DARI KEANGGOTAAN UNI EROPA
PADA REFERENDUM 2016
The Reason Great Britain Leave European Union on Referendum 2016
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir

Di susun oleh :
Pungky Amalia Sudaryono
20130510322

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

ALASAN INGGRIS KELUAR DARI KEANGGOTAAN UNI EROPA
PADA REFERENDUM 2016
The Reason Great Britain Leave European Union on Referendum 2016

SKRIPSI
Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:
PUNGKY AMALIA SUDARYONO
20130510322

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya ini adalah asli dan belum pernah
diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana baik di Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta ataupun Perguruan Tinggi lain.
Dalam Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau

dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas dicantum sebagai
acuan dalam naskah dengan disebutkan nama dan dicantumkan dalam daftar
pustaka.
Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima
sanksi

akademik

sesuai

dengan

aturan

yang

berlaku

di


Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta,

Desember 2016

Yang membuat Pernyataan

iii

Pungky Amalia Sudaryono
20130510322

iv

HALAMAN PENGANTAR


Assalamu’alaikum wr.wb
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur saya panjatkan atas kehadirat
Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga
penyusunan skripsi ini yang merupakan salah satu persyaratan harus dipenuhi
untuk kemudian mendapat gelar sarjana pada jurusan Ilmu Hubungan
Internasional di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan judul “Alasan
Inggris Keluar dari Uni Eropa pada Referendum 2016”. Selama penyusunan
skripsi ini, banyak sekali pihak yang telah membantu memberikan dukungan,
pertolongan, dorongan serta bimbingan hingga terselesaikannya skripsi ini. Oleh
karena itu saya selaku penulis dengan penuh ketulusan ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Allah SWT, Maha Suci Allah yang senantiasa memberikan rahmat,
karunia dan hidayah-Nya, yang selalu memberikan kemudahan dan
kelancaran

dalam

berbagai

proses,


yang

tidak

pernah

berhenti

mengajarkan saya untuk menjadi seseorang yang sabar dan ikhlas, serta
selalu ada bersama saya dalam situasi apapun.
2. Kedua orang tua saya yang tak henti-hentinya selalu memberi dukungan
berupa do’a maupun semangat motivasi. Sehingga saya dapat termotivasi
dalam menyelesaikan skripsi ini.

v

3. Ibu Dr. Nur Azizah, M.Si. selaku Dosen Pembimbing saya yang telah
memberikan arahan, bimbingan serta masukan dalam proses penyusunan
skripsi ini

4. Ibu Siti Muslikhati S.IP, M.Si selaku dosen penguji I yang telah
memberikan masukan, kritik, dan saran agar skripsi ini lebih baik lagi.
5. Bapak Takdir Ali Mukti, S. Sos, M. Si selaku dosen penguji II yang telah
memberikan masukan, kritik, dan saran agar skripsi ini lebih baik lagi.
6. Dosen-dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta yang telah membimbing dengan baik selama masa
perkuliahan.
7. Staff

Ilmu

Hubungan

Internasional

Universitas

Muhammadiyah

Yogyakarta yang telah memberi arahan, melayani dan memberi informasi

dengan sebaik-baiknya dalam proses penyusunan skrispsi ini
8. Untuk kedua kakak saya dan saudara-saudara saya yang telah mendukung
dan memberikan motivasi untuk terselesaikannya skripsi ini .
9. Untuk teman-teman yang selalu bersama dari kelas F Ilmu Hubungan
Internasional angkatan 2013 terutama joshe squad, mbak langit, ana putri,
mutiara, nurinayah, untari, putri adhira. Tak luput juga teman-teman satu
angkatan

jurusan

Ilmu

Hubungan

Internasional

Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta
10. Untuk teman-teman ku alfredha, tyas dan dara shabrina yang telah

bersama-sama berjuan dan mewarnai sepanjang kuliah saya di Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta

vi

11. Dan juga teruntuk teman seperjuangan dalam mengerjakan skripsi
bersamasama, Continues Program Hubungan Internasional Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta yang bersama-sama telah berjuang dan
membantu selama pengerjaan skripsi ini berlangsung.
12. Untuk kekasih saya yang telah memberikan motivasi dan semangat serta
menerima keluh kesah selama penyelesaian skripsi dan kuliah S-1 ini.
13. Teruntuk teman-teman BEM FISIPOL 2013 yang telah memberikan
pengalaman terhadap pentingnya organisasi bagi mahasiswa.
14. Teruntuk para ninja ijo KKN kelompok 46 UMY 2016 yang juga telah
memberi dukungan agar cepat terselesaikannya skripsi ini
15. Bebagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung yang
tidak dapat penulis sampaikan satu per satu. Terimakasih atas bantuan,
dukungan yang diberikan yang sangat berarti dalam penyusunan skripsi
ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam skripsi

ini masih terdapat banyak kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini akhirnya dapat berguna bagi
penulis dan umumnya lagi bagi para pembaca, Amin.

Yogyakarta, 2016

Penulis

vii

MOTTO

“Tidak akan ada sesuatu yang tidak bisa
kecuali mau untuk berusaha”.
“Don’t pull till tomorrow what you can do today”

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN


Dengan mengharapkan keridhoan Allah SWT
Saya persembahkan skripsi ini untuk orang-orang yang saya cintai,
Kedua orang tuaku, bapak dan Ibu
Kakak-kakak ku, saudaraku, serta orang-orang yang mengasihiku, semoga semua
dalam lindungan Allah SWT.

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................ Error! Bookmark not defined.
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................................ iii
HALAMAN PENGANTAR ................................................................................... v
MOTTO ............................................................................................................... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ...................................... Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang Masalah .............................. Error! Bookmark not defined.
B. Rumusan Masalah ....................................... Error! Bookmark not defined.
C. Kerangka Teori............................................ Error! Bookmark not defined.

D. Hipotesis...................................................... Error! Bookmark not defined.
E. Tujuan Penelitian ........................................ Error! Bookmark not defined.
F.

Metode Penelitian........................................ Error! Bookmark not defined.

G. Jangkauan Penelitian ................................... Error! Bookmark not defined.
H. Sistematika Penelitian ................................. Error! Bookmark not defined.
BAB II KEBIJAKAN INGGRIS DALAM KEANGGOTAN DI UNI EROPA
................................................................................ Error! Bookmark not defined.
A. Deskripsi Umum Inggris ............................. Error! Bookmark not defined.

x

B. Sejarah Bergabungnya Inggris Ke Uni Eropa ........... Error! Bookmark not
defined.
C. Kebijakan Inggris Bergabung Dengan Uni Eropa .... Error! Bookmark not
defined.
D. Keuntungan Inggris selama Keanggotaan Uni Eropa Error! Bookmark not
defined.
BAB III KEBIJAKAN INGGRIS KELUAR DARI UNI EROPA ................ Error!
Bookmark not defined.
A. Konstitusi Pembuatan Kebijakan Inggris ... Error! Bookmark not defined.
B. Prosedur Keluarnya Inggris Dari Keanggotaan Uni Eropa ................. Error!
Bookmark not defined.
C. Referendum Inggris Tahun 1975 ................ Error! Bookmark not defined.
D. Referendum Inggris Tahun 2016 ................ Error! Bookmark not defined.
E. Kebijakan Inggris Pasca Keluar Dari Uni Eropa ...... Error! Bookmark not
defined.
BAB IV OPINI PUBLIK SEBAGAI PENYEBAB INGGRIS KELUAR DARI
UNI EROPA .......................................................... Error! Bookmark not defined.
A. Opini Publik Rakyat Inggris terkait Pendanaan ........ Error! Bookmark not
defined.
B. Opini Publik Rakyat Inggris terkait Imigran ............. Error! Bookmark not
defined.

xi

Bab V KESIMPULAN ........................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ............................................ Error! Bookmark not defined.

xii

Abstract
The Great Britain can not be detached from the history of its membership of
the European Union, already recorded 43 more years United Kingdom became an
active member in the European Union. In the process of the membership that
emerged partly disappointment group in the United Kingdom who feel the longer
the European Union increasingly tease the independence of the United Kingdom,
with must obedient with all the regulations of the European Union. Therefore, the
country's opinion also appeared to get out of membership of the European Union
and became an independent country. The decision to expel countries United
Kingdom, has invited a lot once the international community and the public on the
country's own United Kingdom that supports or rejects the plan. United Kingdom
referendum will be held on 23 June, and whatever the outcome of the decision
later whether it survives in membership nor decided to exit will bring impact on
all sectors of the economy or politics in the country. And of course, all the
decision of the United Kingdom not only affects the member country of the
European Union, the European Union and the international community.
Keywords: European Union, Great Britain, Referendum. Membership

x

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Inggris Raya atau Britania Raya adalah sebuah negara kesatuan yang
diatur di bawah monarki konstitusional dan sistem parlementer dengan ibu
kota pemerintahannya berada di London. Terdapat empat negara dalam
kedaulatan Britania Raya yang masing-masingnya berdiri sendiri: Inggris, Irlandia
Utara, Skotlandia dan Wales.

Inggris

Raya

adalah

salah

satu negara

maju dengan ekonomi terbesar keenam di dunia menurut pendapatan domestik
bruto (PDB) nominal dan terbesar kedelapan di dunia menurut keseimbangan
kemampuan berbelanja. Inggris Raya juga merupakan negara industri pertama di
dunia dan menjadi penguasa dunia pada abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Berbicara tentang negara berdaulat ini, sangat erat kaitanya dengan organisasi
kawasan Uni Eropa mengingat Inggris memiliki peran dan andil besar terhadap
kemajuan integritas kawasan Uni Eropa.
Inggris merupakan negara industrialisme terbesar dan kuat terbukti dengan
PDB yang tinggi Inggris mampu menjadi negara dengan tingkat ekonomi yang
kuat, Inggris mampu mempengaruhi negara-negara satu kawasannya melalui
setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah federasi Inggris termasuk Uni
Eropa. Inggris juga merupakan dengan sistem demokrasi. Sebagai salah satu
negara demokrasi, Inggris tentu memiliki pola Politik Luar Negeri yang berbeda
dengan negara Eropa lainnya mengingat Inggris sangat menjunjung tinggi nilai-

1

nilai demokratis bagi rakyatnya. Oleh karenanya, penulis tertarik untuk
menjadikan negara Inggris sebagai subjek dalam karya tulis ini.
Keputusan Nasional Inggris untuk tidak menandatangani perjanjian “The
Maastrict” yang mengharuskan negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa
untuk menggunakan mata uang Euro. Pada tahun 1991 Inggris mengajukan
klausal-klausal yang mengemukakan bahwa Inggris akan terus menggunakan
mata uangnya sendiri yakni Poundsterling, hal ini dilakukan Inggris karena
Inggris memiliki motif politik lain yakni, Inggris menginginkan dirinya sebagai
penyeimbang negara-negara di Eropa, hal ini dilakukan atas dasar pertimbangan
bahwa mata uang Inggris pada dasarnya telah stabil di dunia internasional. Selain
itu, Inggris juga tidak mau menandatangani perjanjian Schengen. Pejanjian
Schengen merupakan perjanjian yang dibuat oleh sejumlah negara Eropa untuk
menghapuskan pengawasan perbatasan di antara mereka. Di dalam perjanjian ini
tercakup berbagai aturan kebijakan bersama untuk izin masuk jangka pendek
(termasuk di dalamnya Visa Schengen) atau zona bebas perbatasan. Inggris juga
tidak termasuk dalam anggota EFTA, perjanjian perdagangan bebas Eropa.
Inggris hanya terikat dalam EEA (European Economic Area) atau kerja sama
pertukaran orang, pelayanan, barang, dan modal dalam pasar internal Uni Eropa.
.

Bermula setelah perang dunia kedua, muncul keinginan masyarakat eropa

untuk mengembalikan perekonomian dan menyatukan negara-negara di Eropa
pasca perang di kawasan tersebut, sehingga pada tahun 18 April 1951 tebentuklah
“European Coal and Steel Community (ECSC) yang diinisiasi oleh negara Prancis
dan lima negara lainnya. Lima negara tersebut antara lain Luxemburg, Jerman,

2

Belanda, Italia dan Belgia. Hingga kemudian pada tanggal 25 Maret 1957 nama
tersebut diubah dengan European Economic Community (EEC) dengan harapan
terciptanya pasar bersama Common Market. Common market adalah tahap
integrasi suatu wilayah atau negara-negara dimana pergerakan barang dagang,
jasa, modal dan penduduk dibebaskan secara bertahap sampai tidak ada lagi
hambatan dan sekarang ini dikenal dengan nama Uni Eropa.
Krisis minyak yang terjadi di tahun 1973 mengakibatkan perlambatan laju
inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang rendah di negara Inggris. Seiring dengan
hal tersebut, Inggris kemudian mulai melirik peluang keanggotaan di Uni Eropa.
Di awal pembentukan Uni Eropa, Inggris melihat adanya perbedaan cukup jauh
antara PNB (Produk Nasional Bruto) perkapita negara-negara yang tergabung
dalam Uni Eropa dengan pertumbuhan PNB Inggris

yang kemudian

melatarbelakangi Inggris bergabung dengan Uni Eropa. Diharapkan dengan
bergabungya Inggris dengan Uni Eropa dapat memperbaiki atau meningkatkan
keadaan perekonomian Inggris pada saat itu. Inggris kemudian resmi bergabung
dengan Uni Eropa pada tanggal 1 Januari 1973. Dalam proses aksesei Inggris ke
Uni Eropa, Inggris mengalami beberapa kendala dalam proses keanggotaannya di
Uni Eropa.
Selama keanggotaannya dengan Organisasi ini, Inggris adalah salah satu
konstribusi besar terhadap perkembangan Uni Eropa terutama dalam pendanaan di
Uni Eropa. Bergabungnya Inggris dengan Uni Eropa bukan tanpa alasan, Inggris
tentu ingi mendapatkan keuntungan yang besar terkait dengan keanggotaannya di
Uni Eropa. Contoh keuntungan yang didapatkan Inggris antara lain mendapatkan

3

perlindungan dari Uni Eropa terkait segala sektor, menghilangkan hambatan
perdagangan seperti kemudahan ekspor dan bea cukai ke Uni Eropa. Seiring
dengan keuntungan yang didapatkan Inggris sejak menjadi anggota dalam Uni
Eropa menciptakan adanya evaluasi keaggotaan Inggris oleh semua elemen
masyarakat Eropa, sejak keanggotaannya pada Uni Eropa di tahun 1973, beberapa
pihak kurang setuju terkait dengan hal tersebut, sehingga munculah kelompokkelompok pro-brexit yang menginginkan Inggris keluar dari keanggotaan Uni
Eropa. Seiring munculnya kelompok tersebut kemudian muncul sebuah gagasan
atau opini dari rakyat untuk menggelar sebuah referendum keanggotaan Inggris
terhadap Uni Eropa. Referendum merupakan suatu proses pemungutan suara
untuk

mengambil

sebuah

keputusan,

terutama

keputusan

politik

yang

memengaruhi suatu negara secara keseluruhan, misalnya seperti adopsi
atau amendemen konstitusi atau undang-undang baru, atau perubahan wilayah
suatu negara. Opini yang dibentuk oleh masyarakat kemudian mendorong
parlemen dan pemerintahan turut memberikan konstribusi dan suaranya dalam
referendum yang digelar. Meskipun opini yang terbentuk antara pemerintah dan
rakyat Inggris memiliki pandangan yang berbeda dalam menanggapi keanggotaan
Inggris pada Uni Eropa.
Inggris mengadakan referendum terakhir terkait keanggotaannya dengan
Uni Eropa pada tanggal 23 Juni 2016. Referendum ini adalah referendum kedua,
setelah referendum pertama yang digelar di tahun 1975 Sejak diputuskannya
bergabungnya Inggris ke Uni Eropa yang pada saat itu bernama Masyarakat
Ekonomi Eropa (MEE). Untuk pertama kalinya, Keputusan Inggris untuk

4

meninggalkan keanggotaan Uni Eropa dinilai sangat serius dan riskan. Mengingat
Inggris adalah aset kuat dan sangat substansial bagi Uni Eropa. Tanpa adanya
Inggris, Uni Eropa dimata mitra kerja negara-negara superpower akan melemah
begitupun dengan negara-negara berkembang. (Counsel, The Impact On the UK
and the EU, 2015).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang serta pemaparan permasalahan di atas, maka
untuk mempermudah proses pemecahan masalah dan sebagai panduan dalam
pembahasan selanjutnya, dapatlah ditarik pokok permasalahan seperti berikut ini:
“Mengapa Inggris keluar dari Uni Eropa pada Referendum 2016?”

C. Kerangka Teori
Teori digunakan sebagai pedoman dalam menganalisa dan meramalkan
suatu kejadian ataupun fenomena, sebuah teori didukung melalui sekumpulan data
yang tebentuk kemudian menjadi sebuah fakta. Dalam menjawab rumusan
masalah dengan kalimat tanya “Mengapa” maka dapat dirtikan harus berteori
secara ontologis. Berteori adalah upaya untuk memberikan makna pada suatu
fenomena yang terjadi. Atau juga bisa dikatakan teori adalah pernyataan yang
menghubungkan konsep-konsep secara logis. (Mas'oed M. , 1990, hal. 30). Untuk
menjawab rumusan masalah “Mengapa Inggris Keluar dari Uni Eropa pada
Referendum 2016?” maka penulis menguraikan fenomena tersebut melalui
paradigma idealisme pada Teori Kebijakan Luar Negeri oleh James T. Shotwell.

5

Teori Kebijakan Luar Negeri (James T. Shotwell)
Negara merupakan sebuah wilayah institusi yang terbentuk atas
representasi atau koalisi kepentingan individual maupun grup. Negara demokrasi
maupun otoriter memiliki pola Politik Luar Negeri yang berbeda dengan negara
lainnya. Nilai-nilai domestik dan institusi mampu membentuk sebuah kebijakan
Luar Negeri suatu negara. Misalnya, pada negara Otoriter maka negara tersebut
lebih memilih bertindak secara agresif bukan kooperatif, berbanding tebalik
dengan negara demokratis yang justru akan bertindak secara kooperatif. Sebuah
Negara demokrasi adalah negara dengan sistem politiknya meletakan kehendak rakyat
sebagai prioritas utama dalam membuat kebijaksanaan. Inggris sendiri sebagai sebuah

negara yang demokratis, memiliki karakteristik kebijakan luar negeri yang
berbeda apabila dibandingkan dengan negara-negara anggota Uni Eropa lain
meski masih dalam satu kawasan. Sehingga, dibutuhkan kerangka pemikiran yang
berbeda dalam menganalisis proses kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh sebuah
parlemen di

Inggris.

Dalam sebuah negara demokratis,

rakyat

dapat

mempengaruhi dalam setiap proses pengambilan keputusan luar negeri sebuah
negara.
Dalam Hubungan Internasional ada bermacam-macam aliran pemikiran
yang melandasi cara berfikir dalam mengamati atau menganalisa sebuah
fenomena maupun keilmuan dari Hubungan Internasional. Ada berbagai macam
aliran pemikiran dalam ilmu Hubungan Internasional, salah satu pemikiran
tersebut adalah pemikiran idealis. Pemikiran Idealis sangat percaya pada kekuatan
afektif sebuah ide, yang mungkin menjadi dasar sistem politik terutama pada
6

moralitas. Prinsip-prinsip pemikiran idealis mampu mengevolusi karakter
manusia. Salah satu cabang teori dari pemikiran Idealis adalah teori yang
diungkap oleh Sothwell terkait dengan Kebijakan Luar Negeri.
James T. Shotwell berasumsi bahwa:
“Although public opinion is often portrayed as naive , but public opinion
and its influence of diplomacy was one of the striking aspects of peace
making process after World War I.” (Shotwell, 1973)
Dari asumsi Shotwell tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kaum
idealis meyakini bahwa sebuah opini publik merupakan salah satu aspek yang
dapat mempengaruhi diplomasi. Pemikiran kunci dari suatu kenyataan tersebut
adalah bahwa sebuah Kebijakan Luar Negeri juga mampu dipengaruhi oleh publik
opini. Dalam hal ini publik opini diciptakan oleh rakyat.
Bagan 1. 1 Theory James T. Shotwell
Democratic activism change international relations
DIPLOMACY/
FOREIGN
POLICY

PUBLIC
OPINION

Sumber: Diktat Perkuliahan Teori Hubungan Internasional 1 oleh Dr. Nur
Azizah, M.Si.

7

Bagan 1.2 Impikasi Teori James T. Shotwell

DIPLOMACY/ FOREIGN POLICY
OPINI PUBLIK

(Inggris memutuskan
(RAKYAT INGGRIS)

keluar dari Keanggotaan Uni Eropa )

Secara etimologi, kata ”Opini” berasal dari bahasa latin “opinary” yang
berarti berpikir atau menduga sedangkan “publik” yang juga merujuk pada bahasa
latin “publicus” yang mengandung arti “masyarakat luas”. Secara konseptual,
opini merupakan buah pikiran manusia yang sifatnya lebih mendalam daripada
sebuah kesan namun kedudukannya lemah daripada pengetahuan yang positif.
Sedangkan, publik dapat dijelaskan sebagai sekelompok orang yang membentuk
kelompok besar maupun kecil yang menaruh perhatian pada suatu hal yang sama
dan memiliki solidaritas terhadap kelompoknya. Opini publik dapat dijadikan
sebagai sumber informasi bagi pemerintah dalam pembuatan kebijakan yang
merupakan aktualisasi peran politik masyarakat. Dalam hal ini opini publik tidak
selalu rasionalitas, bahkan opini publik mampu mematahkan nilai-nilai
rasionalitas dalam suatu negara. Terlebih lagi negara tersebut menerapkan sebuah
sistem demokrasi.
Terkait dengan opini publik yang terbentuk oleh rakyat, maka erat
kaitannya pula pada sebuah Presepsi. Persepsi merupakan salah satu konsep yang
memainkan peranan penting dalam menentukan perilaku sebuah negara. Dalam

8

mengorganisasikan sebuah presepsi maka ada beberapa unsur-unsur pembentuk
presepsi seseorang, unsur-unsur tersebut antara lain values, ideologies dan
attitude (Tingley, 2013). Ketiga unsur terebut turut mendominasi evaluasi
keanggotan Inggris terhadap Uni Eropa. Nilai adalah preferensi terhadap
pernyataan realitas tertentu dibanding realitas lainnya. Nilai-nilai berbicara
mengenai Inggris yang merupakan sebuah negara yang menerapkan sistem
demokrasi, bagaimana rakyat inggris memaknai sebuah Nation atau bangsanya.
Ideologi atau keyakinan merupakan sikap bahwa suatu deskripsi realitas adalah
benar, terbukti, atau telah diketahui. Keyakinan sering didasarkan pada
penerimaan. Ideologi atau keyakinan berbicara terkait dengan Inggris yang
memiliki peradaban yang tinggi, sehingga rakyat Inggris percaya bahwa
negaranya berbeda dengan negara lainnya di kawasan Uni Eropa. Sementara itu,
presepsi memainkan peran dalam menentukan sebuah perilaku atau sikap.
Sehingga, rakyat melakukan tindakan atas dasar apa yang telah mereka ketahui.
Tanggapan seseorang pada suatu situasi tergantung pada bagaimana ia
mendefinisikan situasi itu. Perbedaan dalam perilaku manusia berkaitan dengan
perbedaan dalam cara orang memandang “kenyataan”. (Mas'oed M. , 1989, hal.
19). Kenyataan tersebut bahwa sikap rakyat Inggris yang cenderung skeptis pada
integrasi Uni Eropa.
Berikut penjelasan terkait dengan unsur-unsur pembentuk sebuah presepsi:
1.

Nilai-nilai (Domestic Values)
Negara Inggris merupakan sebuah negara monarkhi berbentuk
kerajaaan, pemerintah dibawah kekuasaan seorang raja. Rakyat Inggris
9

sangat

menjunjung

tinggi

nilai-nilai

primodialisme

bangsanya.

Primodialisme adalah sebuah pandangan atau paham yang memegang
teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat,
kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan
pertamanya (Wikipedia, 2016).

Keinginan

masyarakat Inggris untuk

keluar dari Uni Eropa muncul akibat sentimen primodial dan keresahan
orang-orang telah lama tinggal di Inggris melihat Inggris yang semakin
plural. Inggris merupakan sebuah negara kesatuan, Inggris sangat berbeda
dengan negara-negara Eropa lain. Bangsa Inggris bukanlah bangsa Eropa.
Dan hal ini terkait dengan rakyat inggris memaknai sebuah Nation atau
Bangsa. Inggris tidak menyatu secara politis di dalam Uni Eropa sehingga
entitas Inggris tetap independen dari Uni Eropa, dan terhadap Inggris tidak
diberlakukan perjanjian Schengen. Perbatasan Inggris tetap tanpa
pembatas yang tidak diinginkan oleh Inggris.
Inggris merupakan sebuah negara yang menerapkan sistem
demokrasi dalam negaranya. Dalam sistem pemerintahan demokrasi, pola
politik luar negeri tentunya berbeda dengan negara-negara lain dalam satu
kawasan Uni Eropa. Meskipun pemerintahan baik tokoh-tokoh politik
maupun parlemen benar-benar menyatakan 60% suara memihak kepada
Uni Eropa, akan tetapi dengan adanya sistem demokrasi tersebut suara
pemerintah dapat diabaikan begitu saja, karena pada sistem demokrasi
suara rakyat lah yang berpengaruh dalam sebuah proses kebijakan
domestik maupun luar negeri suatu negara. Yang dalam hal ini, rakyat

10

lebih memilih untuk tetap pada keputusan keluarnya Inggris pada Uni
Eropa.
Selain itu pula National pride terhadap Inggris oleh rakyatnya
semakin melatarbelakangi rakyat Inggris keluar dari Uni Eropa. Terlebih
lagi

Inggris merupakan negara pemrakarsa berdirinya organisasi

persemakmuran The Commonwealth of Nation yang merupakan aset atau
investasi terbesar Inggris, organisasi Persemakmuran Inggris sekarang ini
memiliki 53 negara termasuk Inggris sebagai pendiri organisasi tersebut.
Persemakmuran merupakan lanjutan dari Kerajaan Britania Raya (dikenal
dengan Kerajaan Inggris) dan lahir dari hasil Konferensi Kerajaan pada
akhir tahun 1920-an. Setelah negara-negara yang dijajah oleh Kerajaan
Inggris mencapai kemerdekaan,kemudian didirikanlah Persemakmuran ini.
Negara anggota persemakmuran kemudian sangat bergantung kepada
Negara inti (Inggris) dalam bidang ekonomi, politik , militer. Kelemahan
inilah yang kemudian menjadikan keuntungan Inggris sebagai negara
pemrakarsa terbentuknya organisasi ini.

2.

Ideologi atau Identitas
Ideologi merupakan pedoman hidup dalam berfikir atau bertindak,
Ideologi negara merupakan mayoritas warga negara tentang nilai-nilai
dasar negara yang ingin diwujudkan dapat melalui Identitas nasional yang
merupakan sebuah identitas suatu kelompok yang melahirkan ciri atau

11

sifat suatu bangsa yang membedakan dengan bangsa lainnya.

Inggris

merupakan sebuah negara yang spesial dibandingkan dengan negara lain.
Rakyat Inggris memiliki peradaban yang tinggi, sehingga Inggris
menginginkan menjadi salah satu negara superpower kembali seperti pada
masa kejayaannya dalam perang dunia dan menjadi negara yang terdepan
dibandingkan negara-negara Eropa lainnya. Peradaban yang tinggi tersebut
terlihat dari pemakaian bahasa Inggris sebagai bahasa dunia. Hal tersebut
kemudian membentuk suatu rasa kebanggaan tersendiri bagi rakyat
Inggris.

3.

Attitude atau Sikap
Sejak keanggotaan Inggris dalam Uni Eropa, sebagian masyarakat
Inggris menyatakan tidak setuju terhadap keputusan Inggris untuk
bergabung dengan Uni Eropa. Kegagalan suara yang terjadi pada
referendum pertama di tahun 1975, kemudian mendorong evaluasi
bersama kembali semua elemen rakyat Inggris dalam merespon
keanggotaan Uni Eropa. Hingga pada akhirnya referendum berhasil digelar
kembali pada tahun 2016, agenda referendum tersebut mengevaluasi
terkait berbagai sektor yang menjadikan rakyat Inggris merasa dirugikan
atas keanggotaan Uni Eropa. Sebuah Referendum harus diselenggarakan
demi kelangsungan kehidupan masyarakat Inggris. Sikap sentimen yang
tinggi rakyat Inggris terhadap Uni Eropa, lahir dari beberapa evaluasi

12

terkait masalah kedaulatan, ekonomi, identitas, imigran dan masalah
lainnya.
Inggris merupakan salah satu kekuatan utama di Uni Eropa
bersamaan dengan Jerman, Prancis, dan Italia dalam hal konstribusi
pendanaan dalam Uni Eropa. Akan tetapi, Inggris bukanlah salah satu
negara penggerak utama Uni Eropa. Inggris lebih bersikap skeptis pada
Uni Eropa, buktinya dengan Inggris baru bergabung dengan Uni Eropa
tahun 1973 dan hal itu merupakan waktu yang terlambat bagi Inggris
untuk bergabung pada Uni Eropa. Sikap Skeptis Inggris jadi penyebab
ingin keluar dari Uni Eropa. Inggris menilai Uni Eropa mengekangnya
dengan berbagai aturan yang tidak menguntungkan Inggris sendiri. Selain
itu, Inggris ingin mengontrol penuh perbatasan dan mengatur orang yang
masuk dan tinggal atau bekerja di Inggris. Hal itu menjadi kontradiksi
sendiri bagi konsep Uni Eropa. (bagas, 2016)
Selain hal tersebut diatas, opini juga datang dari masyarakat
Inggris yang berasal dari kota-kota besar seperti London dan juga kotakota kecil di Inggris Raya terkait sikap rakyat dalam menanggapi
kehadiran Foreign Direct Investment (FDI). Dari hampir semua aspek,
London menandingi New York sebagai satu-satunya kota global sejati.
Tetapi keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa pada referendum 2016 lalu
mengartikan bahwa kota itu dapat kehilangan haknya menjual jasa bebas
bea di seluruh blok itu, mempertaruhkan posisinya sebagai markas
keuangan Eropa. Kekhawatiran akan dampak keluar dari Uni Eropa, dan

13

aksesnya ke pasar tunggal dengan 500 juta penduduk, tampak di seluruh
kota London. Beberapa bank, termasuk bank besar global HSBC,
mengatakan mungkin mengalihkan operasinya ke daratan Eropa seperti
kota-kota kecil di negara-negara Uni Eropa. (Ridgwel, 2016)
Sementara itu, kota-kota kecil baik di Inggris Raya maupun di
negara-negara anggota Uni Eropa lainnya menyuarakan untuk Inggris tetap
keluar dari Uni Eropa, alasannya adalah karena investasi dapat beralih
secara langsung dari kota besar ke kota kecil, hal tersebut dapat
meningkatkan PDB kota-kota kecil yang semula tidak ada perubahan
signifikan dan statis.
Para pembuat keputusan dipengaruhi oleh berbagai proses psikologi yang
mempengaruhi persepsi itu, misalnya untuk merasionalisasikan tindakan, untuk
mempertahankan pendapat sendiri, untuk mengurangi kecemasan, dan lain
sebagainya. Ole R. Holsti membuat diagram yang menggambarkan persepsi dan
hubungannya dengan citra dan sistem keyakinan seperti berikut:

14

Bagan 1.3 Hubungan antara sistem keyakinan dengan
pembuatan keputusan kebijakan luar negeri
INPUT

INFORMASI

Persepsi
tentang
realitas

Sistem Keyakinan
Citra tentang apa
yang telah, sedang
dan akan terjadi
(FAKTA)

KEPUTUSAN

Citra apa yang
seharusnya terjadi
(NILAI)
Sumber: The Belief System and National Images-Oleh: Ole R. Holsti

Secara operasional, dalam mengukur suatu variabel dalam hal ini opini
publik rakyat Inggris maka opini publik tersebut dapat diukur melalui indikator:
a. Politik domestik Inggris yakni dukungan dari parlemen melalui House of
Commons
b. Analisa wacana dari berbagai sumber, seperti tokoh politik, majelis rendah
(House of commons), anggota-anggota parlemen dan lain sebagainya.
Implikasi terhadap studi kasus ini adalah opini rakyat mampu
mempegaruhi politik luar negeri di Inggris. Opini rakyat ditunjukkan melalui jejak
pendapat dengan dibuktikan dengan adanya Referendum Pemerintah Inggris.
Dalam menghadapi masalah terkait dengan keberlangsungan keanggotaan Inggris
di Uni Eropa. Sehingga, rakyat Inggris merasa perlu mengadakan referendum

15

tersebut. Meskipun, rakyat dan pemerintah memiliki pandangan atau presepsi
yang berbeda menanggapi referendum tersebut.
James Wilson negarawan Pennsylvania berasumsi:
“In our governments, the supreme absolute, and uncontrollable power
remains in the people. As our constitutions are superior to our
legislatures, so the people are superior to our constitution. In giving a
definition of what I meant by a democracy. I termed it, that government in
which the people retain the supreme power.”

Maksud dari asumsi James Wilson adalah kekuasaan tertinggi berada pada
tangan rakyat, meskipun pemerintahan legislatif lebih unggul didalam sebuah
konstitusi. Konstitusi akan memberikan definisi terkait dengan demokrasi
tersebut. Sementara pendapat lain datang dari Presiden keenam Amerika Serikat
masih terkait dengan demokrasi. Bahwasannya demokrasi adalah “government ‘of
the people, by the people, and for the people” (Lincoln). Demokrasi liberal
merupakan istilah dalam menjelaskan sistem politik Barat seperti Amerika
Serikat, Uni Eropa dan negara-negara Barat lainnya termasuk Inggris. Merupakan
sebuah bentuk demokrasi modern, yang cenderung untuk menekankan
perlindungan hak-hak individu daripada hak-hak kolektif (Democracy Glosary).
Sebagai salah satu negara demokrasi, Inggris menempatkan rakyat sebagai salah
satu representasi negara, rakyat memiliki kedudukan yang penting dalam setiap
proses pembuatan kebijakan.

16

Masalah opini publik dan pengaruhnya dalam pengambilan kebijakan luar
negeri telah menjadi masalah sengketa sejak perang dingin antara realis dan
liberal. Idealisme ditandai dengan peran penting yang dimainkan oleh hukum
internasional dan organisasi internasional dalam sebuah konsepsi pembentukan
kebijakan. Akar dari sebuah pemikiran idealisme adalah Liberal institusionalist,
dalam studi kasus ini aspek Liberal Institusionalis bukan mengenai permasalahan
ekonomi akan tetapi Liberal politik dan sosial, dimana sebuah konsep liberalisasi
adalah Rakyat memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan termasuk dalam
menentukan

keberlangsungan

kehidupan

keanggotaan

negaranya

dengan

Organisasi Uni Eropa. Pemikiran Idealis tentu berbeda dengan pemikiran realis
pada umumnya. Pemikiran realis dalam menjawab rumusan masalah cenderung
akan menjawab dari sebuah kepentingan nasional negara, berbeda dengan hal itu
dalam menjawab rumusan masalah dalam studi kasus ini melalui pemikiran
idealis teori Kebijakan Luar Negeri James T. Shottwell maka jawaban atas
rumusan masalah tersebut adalah merujuk terhadap unsur-unsur pembentuk
sebuah publik opini. Unsur-unsur tersebut antara lain values, ideologies dan
attitude (Tingley, 2013).
Konsep publik opini merupakan salah satu konsep yang sangat kontroversi
terutama dalam ilmu Hubungan Internasional. Merupakan sebuah konsep yang
lahir dari tatanan masyarakat yang modern seperti akhir-akhir ini. Opini publik
tidak selalu rasional, akan tetapi justru memiliki kecenderungan mematahkan
tingkat rasionalitas yang ada.

17

Pada negara Inggris, pemimpin dalam demokrasi liberal membuat
keputusan kebijakan luar negeri melalui House of Commons. Sebaliknya hal ini
dilakukan melalui diskusi intra partai dan pilih Komite dengan sedikit masukan
manuver untuk anggota parlemen. Kemampuan dalam memberikan suara atas isuisu Nasional misalnya perdebatan dalam bidang hak asasi manusia dan etika
kepentingan umum dinyatakan lebih positif melalui Commons. Kebijakan luar
negeri dalam sebuah negara demokratis keputusan dibuat oleh rakyat dan untuk
rakyat. Wodrow Wilson (Liberal) berasumsi bahwa opini publik mempengaruhi
kebijakan luar negeri, sekalipun pembuat keputusan tersebut

mengambil

tindakan-tindakan yang berisiko dan dampaknya pemerintah mau tidak mau harus
menerima keputusan yang dibuat oleh rakyat. Dalam kebanyakan kasus-kasus
opini publik dapat membatasi pembuat keputusan atas berbagai tindakan, dan
akibatnya memilih kebijakan luar negeri yang disukai oleh publik itu sendiri.
Peran

masyarakat

dalam

membentuk

sebuah

kebijakan

terkait

keberlangsungan hidup negaranya dalam sebuah negara demokrasi memang
sangatlah dijunjung tinggi. Perbedaan yang tidak terlalu jauh suara untuk tetap
pada keanggotaan Uni Eropa dan meninggalkan Uni Eropa hanya berbeda sangat
tipis sekali, mengingat pemerintah, parlemen dan rakyat memiliki pandangan
yang berbeda dalam menanggapi keanggotaan Inggris di Uni Eropa. Rakyat
Inggris mendukung sepenuhnya Inggris untuk keluar dari keanggotaan Uni Eropa,
sedangkan pemerintah melalui kampanye yang disuarakan oleh David Cameroon
(Perdana Manteri) mendukung Inggris untuk tetap bergabung dengan Uni Eropa.
Pemerintah melalui majelis rendah (House of commons) sebanyak 60% suara

18

memilih untuk tetap pada Uni Eropa, sedangkan rakyat berbeda pendapat dengan
pemerintah. Maka secara operasional, mengingat kembali Inggris yang merupakan
sebuah negara demokratis pemerintah tentu memberatkan pendapat rakyat terkait
dengan hal tersebut, sehingga melalui parlemen (pembuat keputusan) maka
Inggris tetap pada keputusan untuk tetap keluar dari Uni Eropa pada referendum
2016.
Keputusan rakyat Inggris bukan tanpa alasan, akan tetapi tentu rakyat
Inggris

memiliki

beberapa

alasan

yang

mendukung

kuat

sehingga

diselenggarakannya Referendum Inggris. Alasan tersebut bukan terkait dengan
kepentingan Nasional negara Inggris karena tidak menggunakan pemikiran realis
dalam menganalisa studi kasus ini akan tetapi melalui pemikiran idealis terkait
dengan perasaan (kerugian-kerugian) yang didapatkan rakyat Inggris itu sendiri
yang sudah sejak lama ingin keluar dari Uni Eropa.

D. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang serta analisis singkat yang disampaikan di
awal, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
Inggris keluar dari Uni Eropa pada Referendum 2016, dikarenakan
pengaruh publik opini yang dibentuk oleh rakyat Inggris menentukan Politik Luar
Negeri Inggris. Mengingat Inggris sebuah negara yang demokratis, sehingga
memiliki pola Politik Luar Negeri yang berbeda dengan negara lainnya.
Keinginan rakyat Inggris untuk mendorong negaranya untuk keluar dari

19

keanggotaan Uni Eropa karena publik opini yang terbentuk dalam tatanan rakyat
Inggris yang memandang bahwa selama keanggotaan dengan Uni Eropa tidak
memberikan manfaat yang signifikan terkait dalam sektor pendanaan dan Imigran,
sehingga rakyat Inggris tetap berada pada keputusan untuk keluar dari Uni Eropa.

E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menguraikan dan menjelaskan alasan Inggris keluar dari Uni Eropa pada
referendum Inggris 2016
2. Untuk memenuhi syarat akhir di dalam menempuh pendidikan jenjang S-1 di
pada jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Pengumpulan data merupakan langkah dalam metode ilmiah.
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah dengan
mengadakan penilitian kepustakaan terhadap buku, literatur, makalah, jurnal
ilmiah, majalah atau koran, dan laporan tahunan dari yang diterbitkan oleh
instansi atau badan pemerintah yang mengkaji masalah internasional dan sumber
yang dianggap resmi, kemudian dianalisa, bagaimana tiap variabel yang saling
berhubungan.

20

G. Jangkauan Penelitian
Membatasi suatu penulisan mempunyai arti yang sangat penting untuk
meminimalisir kecenderungan pembahasan yang tidak seksama dan kemungkinan
terjadinya penyimpangan masalah. Maksud dari adanya ruang lingkup
pembatasan sesuai dengan masalah yang dimaksud, serta untuk mempermudah
penulis dalam mengatasi kesulitan-kesulitan mencari data.
Jangkauan penelitian dalam sebuah penelitian sangat diperlukan untuk
menghindari adanya penyimpangan pembahasan dan pembuktian terhadap
hipotesa dan pokok permasalahan yang telah diajukan. Jangkauan penulisan
dalam skripsi ini agar tidak terlalu luas secara umum. Agar penelitian ini tidak
meluas dari rumusan masalah, maka peneliti membatasi penelitian ini khusus
membahas secara mendetail referendum yang terjadi terakhir pada tanggal 23 Juni
2016.

H. Sistematika Penelitian
Penulisan ini menggunakan sistem penulisan secara deskriptif dengan
membuat sub-sub pokok yang dapat menguraikan permasalahan untuk dapat
menjawab pokok permasalahan diatas.
Pada BAB Pertama berisi mengenai Latar Belakang Masalah, belakang, rumusan
masalah, kerangka pemikiran, hipotesa, jangkauan penelitian, metode penelitian,
tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua mendiskripsikan terkait dengan Kebijakan Inggris dalam keanggotaan
Uni Eropa meliputi deskripsi negara Inggris, Sejarah bergabungnya Inggris ke Uni

21

Eropa, Kebijakan Inggris bergabung dengan Uni Eropa serta keuntungankeuntungan yang didapatkan Inggris selama keanggotaannya pada Uni Eropa.
BAB Ketiga mendiskripsikan tentang Kebijakan Inggris keluar dari Uni Eropa
meliputi Konstitusi pembuat keputusan dalam negara Inggris, Prosedur keluarnya
Inggris dari keanggotaan Uni Eropa, Referendum Inggris pada tahun 1975 dan
2016 serta kebijakan Inggris pasca keluar dari Uni Eropa di bawah pemerintahan
baru Theresa May.
BAB Keempat, dimaksudkan untuk membuktikan hipotesa, penulis akan
menjelaskan mengenai analisis Opini publik sebagai penyebab Inggris keluar dari
keanggotaan Uni Eropa
BAB Kelima, merupakan bab terakhir yang penulis buat untuk menutup topik ini.
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari bab-bab yang sebelumnya serta
disusun dalam bentuk kesimpulan

22

BAB II
KEBIJAKAN INGGRIS DALAM KEANGGOTAN DI UNI EROPA

Pada bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai sejarah panjang Inggris
dan Uni Eropa hingga bergabungnya Inggris ke dalam keanggotaan Uni Eropa
pada tahun 1973 serta manfaat yang didapat selama Inggris menjadi salah satu
anggota Uni Eropa. Inggris resmi bergabung dengan Uni Eropa pada tahun 1973,
pada saat itu Inggris melihat keberhasilan yang dicapai oleh Uni Eropa dalam
memajukan perekonomian negara-negara anggota Uni Eropa, yang mana pada
saat itu anggota Uni Eropa berjumlah enam negara dan keenam negara tersebut
adalah pemrakarsa terciptanya ECSC (European Coal and Steel Community)
pada tanggal 18 April 1951 dan tlah berganti nama menjadi Uni Eropa hingga
sekarang ini. Enam negara tersebut antara lain Luxemburg, Jerman, Belanda,
Italia, Prancis dan Belgia.
Inggris memiliki sejarah yang sangat panjang dengan Uni Eropa bahkan
sejak Inggris belum bergabung dalam keanggotaan Uni Eropa. Inggris memiliki
konstribusi yang besar terhadap Uni Eropa. Uni Eropa sebagai organisasi kawasan
Internasional Eropa memandang bahwa Inggris merupakan negara yang
substansial bagi organisasi tersebut. Hingga referendum terakhir digelar tanggal
23 Juni 2016 lalu, Inggris dan Uni Eropa selalu menarik untuk diteliti.

23

A. Deskripsi Umum Inggris
Britania Raya dan Irlandia Utara (United Kingdom of Great Britain and
Northern

Ireland

atau United

Kingdom

atau

secara

umum

dikenal

sebagai Britania Raya atau Inggris Raya merupakan sebuah negara berdaulat yang
terletak di lepas pantai barat laut benua Eropa. Inggris raya adalah sebuah negara
kepulauan yang terdiri dari Pulau Britania Raya, bagian timur laut Pulau
Irlandia dan sejumlah pulau-pulau yang lebih kecil. Irlandia Utara adalah satusatunya bagian dari Britania Raya yang berbagi perbatasan darat dengan negara
berdaulat lain, yaitu Republik Irlandia. Selebihnya, perbatasan darat Britania Raya
dikelilingi oleh Samudera Atlantik, Laut Utara, Selat Inggris dan Laut Irlandia.
(Johnson)
Britania Raya atau Inggris Raya adalah sebuah negara kesatuan yang
diatur di bawah monarki konstitusional dan sistem parlementer dengan ibu
kota pemerintahannya berada di London. Terdapat empat negara dalam
kedaulatan Inggris Raya yang masing-masingnya berdiri sendiri : Inggris, Irlandia
Utara, Skotlandia dan Wales.
maju dengan ekonomi

terbesar

Inggris

Raya

keenam

di

adalah

salah

dunia menurut

satu negara

PDB

nominal

dan terbesar kedelapan di dunia menurut keseimbangan kemampuan berbelanja.
Inggris

Raya

juga

merupakan

negara industri pertama

di

dunia

dan

menjadi penguasa dunia pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Hingga saat ini,
negara ini tetap menjadi kekuatan besar yang berpengaruh dalam bidang ekonomi,
budaya, militer, sains, dan politik. (2014)

24

Gambar 2.1 Peta The United Kingdom

Gambar 2.2 Irisan negara-negara konstituen dalam satu negara berdaulat United
Kingdom of Great Britain and Northern Irelend

25

Wilayah geografis Inggris raya tidak sama dengan negara-negara lain di
Eropa. Wilayah Inggris raya merupakan wilayah negara kepulauan yang terpisah
dengan benua Eropa. Setiap negara memiliki gagasan tertentu dalam peranannya
di dunia internasional, sehingga membentuk sebuah identitas negara tersebut.
Menilik sejarah di masa lalu Inggris, Inggris memiliki pengaruh yang besar
terhadap elit-elit politik di Eropa. Pada abad ke-16 terbentuklah Inggris menjadi
kerajaan besar yakni Britania Raya, Inggris kemudian memperluas wilayah
kerajaannya hingga Inggris dikenal sebagai negara Imperium terbesar pada saat
itu. Akan tetapi, pada abad kekaisaran, Inggris kemudian kembali ke Hongkong
China, dikarenakan pada saat itu masa kejayaan imperium Inggris telah berakhir
dan negara bekas koloni Inggris tumbuh mandiri. Hingga pada abad ke-20 Inggris
membentuk negara persemakmuran. Hingga pada akhirnya, Inggris melihat
kesuksesan integrasi yang dilakukan oleh Uni Eropa pada tahun 1970-an, Inggris
memutuskan untuk bergabung dalam organisasi kawasan tersebut. Hal ini dinilai
negara-negara Eropa lainnya dan menilai tindakan tersebut sebagai langkah positif
Inggris dalam meningkatkan komunikasi dengan negara lainnya dan dalam tujuan
mengembalikan keadaan perekonomian atau meningkatkan keadaan ekonomi
yang sempat menurun pada saat terjadi krisis. (Perisic, 2010)

B. Sejarah Bergabungnya Inggris Ke Uni Eropa
Bermula setelah perang dunia kedua, muncul keinginan masyarakat Eropa
untuk mengembalikan perekonomian dan menyatukan negara-negara di Eropa
pasca perang di kawasan tersebut, sehingga pada tahun 18 April 1951 tebentuklah

26

“European Coal and Steel Community (ECSC) yang didirikan oleh enam negara
pemakrasa, enam negara tersebut diantaranya Belgia, Prancis, Italia, Luxemburg,
Belanda dan Jerman melalui penandatanganan perjanjian Treaty of Paris pada
April 1951. Hingga pada tanggal 25 Maret 1957 nama tersebut diubah dengan
European Economic Community (EEC) dengan harapan terciptanya pasar bersama
Common Market. Common market (pasar bersama) adalah tahap integrasi suatu
wilayah atau negara-negara dimana pergerakan barang dagang, jasa, modal dan
penduduk dibebaskan secara bertahap sampai tidak ada lagi hambatan, dan
sekarang

dikenal

dengan

nama

Uni

Eropa.

Uni

Eropa

merupakan

organisasi antar-pemerintahan dan supra-nasional yang beranggotakan negaranegara Eropa. Sejak 1 Juli 2013 telah memiliki 28 negara anggota. Perjanjian
Maastricht pada 1992 merupakan tonggak awal didirikannya nama Uni Eropa ini.
Keputusan Nasional Inggris untuk tidak menandatangani perjanjian “The
Maastrict” yang mengharuskan negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa
untuk menggunakan mata uang Euro. Pada tahun 1991, ini Inggris mengajukan
klausal-klausal yang mengemukakan bahwa, Inggris akan terus menggunakan
mata uangnya sendiri yakni Poundsterling, hal ini dilakukan Inggris karena
Inggris memiliki motif politik lain yakni, Inggris menginginkan dirinya untuk
menjadi penyeimbang negara-negara di Eropa, hal ini dilakukan atas dasar
pertimbangan bahwa mata uang Inggris pada dasarnya telah stabil di dunia
internasional. Selain itu, Inggris juga tidak mau menandatangani perjanjian
Schengen. Pejanjian Schengen merupakan perjanjian yang dibuat oleh sejumlah
negara Eropa untuk menghapuskan pengawasan perbatasan di antara mereka. Di

27

dalam perjanjian ini tercakup berbagai aturan kebijakan bersama untuk izin masuk
jangka pendek (termasuk di dalamnya Visa Schengen) atau zona bebas
perbatasan. Inggris juga tidak termasuk dalam anggota EFTA, perjanjian
perdagangan bebas Eropa. Inggris hanya terikat dalam EEA (European Economic
Area) atau kerja sama pertukaran orang, pelayanan, barang, dan modal dalam
pasar internal Uni Eropa.
Pada saat itu Inggris sedang dilanda krisis minyak yang terjadi pada tahun
1973 yang kemudian membawa laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang
rendah di Inggris, Inggris kemudian melirik kesuksesan peningkatan ekonomi
yang terjadi di enam negara pemrakarsa Uni Eropa. Keadaan tersebutlah yang
kemudian melatabelakangi Inggris bergabung dengan European Community.
Sejak awal keanggotaan Inggris terhadap Uni Eropa, Inggris mengalami dua
kendala berat dalam proses keanggotaannya, yang pertama adalah aksesi yang
terlambat pada tahun 1973 dan untuk tidak menjadi anggota pendiri di tahun 1950
serta hak veto yang dilakukan oleh Jenderal de-Gaulle pada tahun 1960. Jenderal
de-Gaulle merupakan salah satu pemimpin militer dan negarawan di Prancis.
Periode pemerintahannya terhitung sejak 21 Desember 1945 sampai 8 Januari
1959. Jenderal de-Gaulle menolak aksesi Inggris untuk bergabung dengan ECSC
(European Coal and Steel Community) dengan alasan bergabungnya Inggris akan
mengganggu pengaruh negara Prancis di Eropa, selain hal tersebut adalah
kedekatan Inggris dengan Amerika Serikat yang dianggap akan mengganggu
kemandirian Eropa.

28

Pada tahun 1951 setelah ditandatanganinya Treaty of Paris, Perdana
Menteri Belgia Paul Henri Spaak melihat potensi European Coal and Steel
Community di masa yang akan datang, kemudian Paul Henri Spaak mengusulkan
diciptikannya Common Market, sebagai bentuk integrasi yang lebih besar
daripada European Coal and Steel Community. Usulan Spaak menjadi dasar dari
perjanjian Roma terkait pembentukan masyarakat ekonomi di Eropa dan
ditandatangani pada bulan Maret 1957. (Jones, 2007).
Di awal pembentukan Uni Eropa, Inggris melihat adanya perbedaan cukup
jauh antara PNB perkapita negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa
dengan pertumbuhan PNB Inggris, yang kemudian melatarbelakangi Inggris
bergabung dengan Uni Eropa. Hingga pada akhirnya di tahun 1973, Inggris resmi
mejadi anggota dalam Uni Eropa meskipun ada beberapa permasalahan tertentu
yang terjadi di dalam domestik Inggris sendiri. Permasalahan itu datang dari
adanya pendapat dari masing-masing partai yang tumbuh di Inggris terutama
partai oposisi yang selalu bernegosiasi terkait keanggotaan Inggris dalam Uni
Eropa. Terkait dengan pro dan kontra yang terjadi, pemimpin Partai Buruh Harold
Wilson berjanji pada pemilu tahun 1974 bahwa akan mengadakan referendum
terkait dengan keanggotaan Inggris dalam Uni Eropa.

Pada tahun 1975,

referendum tersebut resmi digelar dengan menunjukkan hasil 67, 23% suara tetap
dalam keanggotaan Uni