1. 2 Manajemen Laba Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. 3. 1 Tujuan Penelitian

moral hazard dimana kegiatan yang dilakukan manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham. Bank sentral sebagai regulator berusaha menciptakan disiplin pasar dan meminimalkan tindakan penyimpangan moral hazard dan adverse selection pengelola bank yang dapat menimbulkan resiko tinggi bagi para pemilik dana. Sejak 1 Januari 2014 pengawasan bank-bank diseluruh Indonesia telah beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan OJK.

2. 1. 2 Manajemen Laba

Menurut Fishcer and Rosenzweig dalam Narendra, 2013, manajemen laba adalah tindakan yang dilakukan manajer divisi yang bertujuan meningkatkan menurunkan pendapatan yang dilaporkan saat ini tanpa kesesuaian peningkatan penurunan dalam keuntungan ekonomik jangka panjang divisi tersebut. Manajemen laba merupakan cara yang digunakan manajer untuk mempengaruhi angka laba secara sistematis dan sengaja dengan cara pemilihan kebijakan akuntansi dan prosedur akuntansi tertentu oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara ilmiah dapat memaksimumkan utilitas mereka atau nilai pasar perusahaan Scoot, 1997. Laporan keuangan menjadi lebih merefleksikan keinginan manajemen daripada mengungkapkan kinerja keuangan yang sesungguhnya. Manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajemen untuk mencapai tujuan khusus. Dari defenisi tersebut manajemen laba merupakan suatu proses Universitas Sumatera Utara yang disengaja, menurut batasan standar akuntansi keuangan, untuk mengarahkan pelaporan laba pada tingkat tertentu. Manajemen laba menjadi realitas yang sulit dihindari karena merupakan imbas dari disepakatinya penggunaan dasar akrual sebagai dasar penyusunan laporan keuangan. Cara akrual yang dapat dilakukan dalam pengolahan transaksi dengan jumlah besar mempunyai pengaruh signifikan terhadap laporan keuangan perbankan Gray, 2004. Ketika bank tidak mengidentifikasi secara cermat kemungkinan munculnya asset bermasalah, neraca dan laporan laba rugi tidak lagi merefleksikan kondisi keuangan bank sesungguhnya. Wilson 1996 menyatakan bahwa tujuan akrual sesungguhnya adalah untuk menjadikan laporan keuangan menjadi lebih informatif dan mencerminkan kondisi yang sesungguhnya. Dasar akrual merupakan suatu cara mengomunikasikan inside and private informations dan sekaligus meningkatkan kemampuan laba dalam menggambarkan nilai ekonomi yang mendasarinya. Dasar akrual mewajibkan perusahaan mengakui pendapatan dan biaya yang sudah menjadi hak atau kewajiban dalam periode berjalan meskipun transaksi kas baru akan terjadi dalam periode berikutnya. Manajemen laba terdiri atas discretionary accruals dan nondiscretionary accruals. Discretionary accruals merupakan komponen akrual hasil rekayasa manajerial dengan memanfaatkan kebebasan dan keleluasaan dalam estimasi dan pemakaian standar akuntansi. Sedangkan, nondiscretionary accruals merupakan komponen akrual yang diperoleh secara alamiah dari dasar pencatatan dengan mengikuti standar akuntansi Sulistyanto, 2008:164. Kajian-kajian mengenai manajemen laba sering difokuskan pada penggunaan discretionary accruals Universitas Sumatera Utara karena mengekspresikan keinginan dan pilihan kebijakan manajer dalam menginformasikan kepada pihak eksternal. Ahmed dkk 1999 mengemukakan bahwa motif manajer melakukan manajemen laba di perbankan meliputi : 1. Signaling hypothesis menjelaskan bahwa manajer menggunakan manajemen laba akuntansi untuk menyediakan inside information tentang kondisi fundamental perusahaan saat ini dan prospek kinerja mendatang kepada para stakeholder supaya keputusan ekonomi yang mereka pilih menjadi lebih tepat. 2. Opportunistic behavior hypothesis menjelaskan bahwa pengelola perusahaan menggunakan informasi akuntansi untuk membuat pertumbuhan laba kelihatan stabil. 3. Capital regulation hypothesis menjelaskan bahwa salah satu tujuan manajer melakukan manajemen laba adalah untuk memenuhi regulasi permodalan dalam rangka menghindari sangsi terutama pada industri dengan tingkat regulasi tinggi. Menurut Scott 1997:343 terdapat empat pola manajemen laba : 1. Taking a bath adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba perusahaan pada periode berjalan menjadi sangat ekstrim rendah rugi atau sangat ekstrim tinggi dibandingkan dengan laba pada periode sebelum atau sesudahnya. Taking a bath terjadi selama periode adanya tekanan organisasi atau pada saat terjadinya reorganisasi, seperti pergantian CEO baru. 2. Income minimization adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih rendah daripada laba sesungguhnya. Income minimization dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal aktiva tak berwujud, pembebanan pengeluaran iklan, pengeluaran R D, dan lain-lain. 3. Income maximization adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih tinggi daripada laba sesungguhnya. Income maximization dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bonus yang lebih besar, meningkatkan keuntungan untuk menghindari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang. Income maximization dilakukan dengan cara mempercepat pencatatan pendapatan, menunda biaya, dan memindahkan biaya untuk periode lain. 4. Income smoothing atau perataan laba adalah salah satu bentuk manajemen laba yang dilakukan dengan cara membuat laba akuntansi relatif konsisten Universitas Sumatera Utara dari periode ke periode. Dalam hal ini pihak manajemen dengan sengaja menurunkan atau meningkatkan laba untuk mengurangi gejolak dalam pelaporan laba, sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak beresiko tinggi. Para akademisi Haryono, 2008 juga telah mengidentifikasi lima cara yang umumnya digunakan oleh perusahaan untuk melakukan manajemen laba: 1. Big bath charges dimana perusahaan yang berada dalam tahap restrukturisasi membuat “lubang” dalam neraca dengan cara menghapus sejumlah earnings assets, membuat kewajiban substansial, dan cadangan kerugian aktiva produktif. 2. Creative acquisition accounting, kondisi ini terjadi ketika perusahaan ingin mengakuisisi perusahaan lain tetapi biaya harga beli di atas nilai buku substansial sehingga perusahaan harus mengamortisasi goodwill yang terjadi pada periode mendatang. Tindakan tersebut akan menurunkan laba. Untuk menghindari itu, perusahaan memilih untuk mengklasifikasi bagian kelebihan biaya tersebut sebagai penelitian dan pengembangan. 3. Cookie jar reserves, yaitu mencatat jumlah cadangan dengan jumlah yang lebih besar overstate reserves dari pada jumlah seharusnya cadangan untuk aktiva produktif yang meragukan, aktiva produktif macet atau cadangan untuk garansi produk selama periode tingkat profitabilitas tinggi. Ketika bank mengalami masa buruk, cadangan-cadangan tersebut akan dikurangi untuk meningkatkan angka laba. 4. Materiality, perusahaan kadang memasukkan banyak pendapatan yang tidak material yang akan terakumulasi dan dapat meningkatkan jumlah laba, untuk mencapai tingakt tertentu. 5. Revenue recognition, cara ini paling populer untuk melakukan manjemen laba, dengan cara mengakui pendapatan dan laba yang sebenarnya masih premature. Allen 1992 berpendapat bahwa salah satu motif manajemen laba di perbankan adalah tujuan window dressing. Window dressing adalah penggunaan transaksi keuangan jangka pendek yang digunakan untuk memanipulasi nilai akuntansi pada sekitar tanggal neraca. Manajer kadang melakukan overstated secara permanen dengan cara meningkatkan tren ukuran aset bank upward window dressing untuk meningkatkan manfaat yang diterima manajer. Pemegang Universitas Sumatera Utara saham justru lebih suka manajer melakukan downward window dressing untuk menurunkan kewajiban pajak. Teknik yang biasanya dijumpai dalam praktik manajemen laba adalah mengubah metode akuntansi, membuat estimasi akuntansi, mengubah periode pengakuan pendapatan dan biaya, mereklasifikasi akun current dan noncurrent, serta mereklasifikasi akrual diskresioner accrual discretionary dan akrual nondiskresioner accrual nondiscretionary Wolk, Dodd, dan Tearney;2006. 2. 1. 3 International Financial Reporting Standard IFRS 2. 1. 3. 1 Implementasi IFRS

Dokumen yang terkait

Analisis Reaksi Pasar Terhadap Penerapan International Financial Reporting Standard (IFRS) Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan di Bursa Malaysia 2012

13 120 99

Pengaruh good corporate governance dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) terhadap manajemen laba (studi empiris pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

5 129 100

Pengaruh Internet Financial Reporting dan Tingkat Pengungkapan Informasi Website terhadap Frekuensi Perdagangan Saham Perusahaan Property dan Real Estate yang terdapat di Bursa Efek Indonesia

13 113 95

Analisis Reaksi Pasar Terhadap Penerapan International Financial Reporting Standard (IFRS) Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan di Bursa Malaysia 2012

0 0 11

Analisis Reaksi Pasar Terhadap Penerapan International Financial Reporting Standard (IFRS) Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan di Bursa Malaysia 2012

0 0 2

Pengaruh good corporate governance dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) terhadap manajemen laba (studi empiris pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Landasan Teori 2. 1. 1 Teori Keagenan - Pengaruh Implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 16

Pengaruh Implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

PENGARUH KONVERGENSI INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARD (IFRS)TERHADAP TINGKAT MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2011-2012 - Perbanas Institutional Repository

0 0 20

PENGARUH KONVERGENSI INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARD (IFRS)TERHADAP TINGKAT MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2011-2012 - Perbanas Institutional Repository

0 0 18