moral hazard dimana kegiatan yang dilakukan manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar
pengetahuan pemegang saham. Bank sentral sebagai regulator berusaha menciptakan disiplin pasar dan meminimalkan tindakan penyimpangan moral
hazard dan adverse selection pengelola bank yang dapat menimbulkan resiko tinggi bagi para pemilik dana. Sejak 1 Januari 2014 pengawasan bank-bank
diseluruh Indonesia telah beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan OJK.
2. 1. 2 Manajemen Laba
Menurut Fishcer and Rosenzweig dalam Narendra, 2013, manajemen laba adalah tindakan yang dilakukan manajer divisi yang bertujuan meningkatkan
menurunkan pendapatan yang dilaporkan saat ini tanpa kesesuaian peningkatan penurunan dalam keuntungan ekonomik jangka panjang divisi tersebut.
Manajemen laba merupakan cara yang digunakan manajer untuk mempengaruhi angka laba secara sistematis dan sengaja dengan cara pemilihan
kebijakan akuntansi dan prosedur akuntansi tertentu oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara ilmiah dapat memaksimumkan utilitas mereka atau
nilai pasar perusahaan Scoot, 1997. Laporan keuangan menjadi lebih merefleksikan keinginan manajemen
daripada mengungkapkan kinerja keuangan yang sesungguhnya. Manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajemen untuk mencapai
tujuan khusus. Dari defenisi tersebut manajemen laba merupakan suatu proses
Universitas Sumatera Utara
yang disengaja, menurut batasan standar akuntansi keuangan, untuk mengarahkan pelaporan laba pada tingkat tertentu.
Manajemen laba menjadi realitas yang sulit dihindari karena merupakan imbas dari disepakatinya penggunaan dasar akrual sebagai dasar penyusunan
laporan keuangan. Cara akrual yang dapat dilakukan dalam pengolahan transaksi dengan jumlah besar mempunyai pengaruh signifikan terhadap laporan keuangan
perbankan Gray, 2004. Ketika bank tidak mengidentifikasi secara cermat kemungkinan munculnya asset bermasalah, neraca dan laporan laba rugi tidak lagi
merefleksikan kondisi keuangan bank sesungguhnya. Wilson 1996 menyatakan bahwa tujuan akrual sesungguhnya adalah untuk menjadikan laporan keuangan
menjadi lebih informatif dan mencerminkan kondisi yang sesungguhnya. Dasar akrual merupakan suatu cara mengomunikasikan inside and private informations
dan sekaligus meningkatkan kemampuan laba dalam menggambarkan nilai ekonomi yang mendasarinya. Dasar akrual mewajibkan perusahaan mengakui
pendapatan dan biaya yang sudah menjadi hak atau kewajiban dalam periode berjalan meskipun transaksi kas baru akan terjadi dalam periode berikutnya.
Manajemen laba terdiri atas discretionary accruals dan nondiscretionary accruals. Discretionary accruals merupakan komponen akrual hasil rekayasa
manajerial dengan memanfaatkan kebebasan dan keleluasaan dalam estimasi dan pemakaian standar akuntansi. Sedangkan, nondiscretionary accruals merupakan
komponen akrual yang diperoleh secara alamiah dari dasar pencatatan dengan mengikuti standar akuntansi Sulistyanto, 2008:164. Kajian-kajian mengenai
manajemen laba sering difokuskan pada penggunaan discretionary accruals
Universitas Sumatera Utara
karena mengekspresikan keinginan dan pilihan kebijakan manajer dalam menginformasikan kepada pihak eksternal.
Ahmed dkk 1999 mengemukakan bahwa motif manajer melakukan manajemen laba di perbankan meliputi :
1. Signaling hypothesis menjelaskan bahwa manajer menggunakan
manajemen laba akuntansi untuk menyediakan inside information tentang kondisi fundamental perusahaan saat ini dan prospek kinerja mendatang
kepada para stakeholder supaya keputusan ekonomi yang mereka pilih menjadi lebih tepat.
2. Opportunistic behavior hypothesis menjelaskan bahwa pengelola
perusahaan menggunakan informasi akuntansi untuk membuat pertumbuhan laba kelihatan stabil.
3. Capital regulation hypothesis menjelaskan bahwa salah satu tujuan
manajer melakukan manajemen laba adalah untuk memenuhi regulasi permodalan dalam rangka menghindari sangsi terutama pada industri
dengan tingkat regulasi tinggi.
Menurut Scott 1997:343 terdapat empat pola manajemen laba : 1.
Taking a bath adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba perusahaan pada periode berjalan menjadi sangat ekstrim
rendah rugi atau sangat ekstrim tinggi dibandingkan dengan laba pada periode sebelum atau sesudahnya. Taking a bath terjadi selama periode
adanya tekanan organisasi atau pada saat terjadinya reorganisasi, seperti pergantian CEO baru.
2. Income minimization adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan
cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih rendah daripada laba sesungguhnya. Income minimization dilakukan pada saat
profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil dapat berupa
penghapusan atas barang modal aktiva tak berwujud, pembebanan pengeluaran iklan, pengeluaran R D, dan lain-lain.
3. Income maximization adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan
cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih tinggi daripada laba sesungguhnya. Income maximization dilakukan dengan
tujuan untuk memperoleh bonus yang lebih besar, meningkatkan keuntungan untuk menghindari pelanggaran atas kontrak hutang jangka
panjang. Income maximization dilakukan dengan cara mempercepat pencatatan pendapatan, menunda biaya, dan memindahkan biaya untuk
periode lain.
4. Income smoothing atau perataan laba adalah salah satu bentuk manajemen
laba yang dilakukan dengan cara membuat laba akuntansi relatif konsisten
Universitas Sumatera Utara
dari periode ke periode. Dalam hal ini pihak manajemen dengan sengaja menurunkan atau meningkatkan laba untuk mengurangi gejolak dalam
pelaporan laba, sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak beresiko tinggi.
Para akademisi Haryono, 2008 juga telah mengidentifikasi lima cara yang umumnya digunakan oleh perusahaan untuk melakukan manajemen laba:
1. Big bath charges dimana perusahaan yang berada dalam tahap
restrukturisasi membuat “lubang” dalam neraca dengan cara menghapus sejumlah earnings assets, membuat kewajiban substansial, dan cadangan
kerugian aktiva produktif.
2. Creative acquisition accounting, kondisi ini terjadi ketika perusahaan
ingin mengakuisisi perusahaan lain tetapi biaya harga beli di atas nilai buku substansial sehingga perusahaan harus mengamortisasi goodwill
yang terjadi pada periode mendatang. Tindakan tersebut akan menurunkan laba. Untuk menghindari itu, perusahaan memilih untuk mengklasifikasi
bagian kelebihan biaya tersebut sebagai penelitian dan pengembangan.
3. Cookie jar reserves, yaitu mencatat jumlah cadangan dengan jumlah yang
lebih besar overstate reserves dari pada jumlah seharusnya cadangan untuk aktiva produktif yang meragukan, aktiva produktif macet atau
cadangan untuk garansi produk selama periode tingkat profitabilitas tinggi. Ketika bank mengalami masa buruk, cadangan-cadangan tersebut
akan dikurangi untuk meningkatkan angka laba.
4. Materiality, perusahaan kadang memasukkan banyak pendapatan yang
tidak material yang akan terakumulasi dan dapat meningkatkan jumlah laba, untuk mencapai tingakt tertentu.
5. Revenue recognition, cara ini paling populer untuk melakukan manjemen
laba, dengan cara mengakui pendapatan dan laba yang sebenarnya masih premature.
Allen 1992 berpendapat bahwa salah satu motif manajemen laba di perbankan adalah tujuan window dressing. Window dressing adalah penggunaan
transaksi keuangan jangka pendek yang digunakan untuk memanipulasi nilai akuntansi pada sekitar tanggal neraca. Manajer kadang melakukan overstated
secara permanen dengan cara meningkatkan tren ukuran aset bank upward window dressing untuk meningkatkan manfaat yang diterima manajer. Pemegang
Universitas Sumatera Utara
saham justru lebih suka manajer melakukan downward window dressing untuk menurunkan kewajiban pajak.
Teknik yang biasanya dijumpai dalam praktik manajemen laba adalah mengubah metode akuntansi, membuat estimasi akuntansi, mengubah periode
pengakuan pendapatan dan biaya, mereklasifikasi akun current dan noncurrent, serta mereklasifikasi akrual diskresioner accrual discretionary dan akrual
nondiskresioner accrual nondiscretionary Wolk, Dodd, dan Tearney;2006.
2. 1. 3 International Financial Reporting Standard IFRS 2. 1. 3. 1 Implementasi IFRS