Gambaran Faktor-Faktor Risiko Kanker Laring di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Bulan September-November Tahun 2014

(1)

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO KANKER LARING

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

MEDAN PADA BULAN SEPTEMBER-NOVEMBER TAHUN

2014

Oleh:

RONI ABIMANYU 110100181

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO KANKER LARING

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

MEDAN PADA BULAN SEPTEMBER-NOVEMBER TAHUN

2014

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

(4)

ABSTRAK

Kanker laring merupakan pertumbuhan sel ganas pada laring dimana lebih dari 95% dari kanker laring merupakan karsinoma sel skuamosa. Insidensi kanker laring diperkirakan 1-2% kasus baru di dunia. Penyakit ini dipengaruhi oleh banyak faktor risiko seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor risiko kanker laring di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014.

Metode penelitian: penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan data primer dari penderita kanker laring di RSUP H. Adam Malik Medan. Data yang diambil meliputi usia, jenis kelamin, suku, pekerjaan, riwayat keluarga, rriwayat merokok, riwayat konsumsi alkohol. Riwayat GERD, riwayat infeksi HPV.

Sample penelitian adalah seluruh pasien kanker laring yang ada di Poli THT-KL dan Ruang Rawat Inap RSUP H. Adam Malik Medan selama bulan September-November 2014 yang memenuhi kriteria inklusi.

Hasil penelitian: Hasil penelitian didapati sebanyak 43 pasien dengan proposi terbanyak adalah laki-laki (90.7%) yang berusia 51-60 tahun (62.8%) dengan suku Batak (72.1%). Faktor risiko Kanker laring yang dapat diubah yang paling banyak dijumpai adalah merokok (88.4%), konsumsi alkohol (74.4%) dan penderita yang berprofesi sebagai petani (30.2%).

Kesimpulan: Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa faktor risiko yang paling banyak dijumpai adalah laki-laki berusia 51-60 tahun suku batak yang bekerja sebagai petani dengan riwayat merokok dan mengkonsumsi alkohol.


(5)

ABSTRACT

Laryngeal cancer is a malignant cell growth of the larynx in which more than 95% of laryngeal cancers are squamous cell carcinomas. The incidence of laryngeal cancer is estimated 1-2% of new cases in the world.There are many risk factor that contribute in this disease example the habit of smoking and consuming alcohol.

This study aimed to determine the description of laryngeal cancer risk factor at Adam Malik Gener Hospital in 2014. Methods: This research is descriptive research using primary data for laryngeal cancerpatient at Adam Malik General Hospital.

The data including age, sex, tribe, job, family history , smoking history, consuming alcohol history, GERD history and infection of HPV in larynx history.

The sample were all laryngeal cancer patient in Polyclinic of Ear, Nose, Throat – Head and Neck and inpateint unit of Adam Malik General Hospital during September-November 2014 that meet the inclusion criteria.

The result: the result of study found 43 patient with the highest proportion were men (90.7 %) aged 51-60 years (62.8%) with the batak tribe (72.1%). The most commonly found of modifiable risk factor is smoking (88.4%), consuming alcohol history (74.4%), and the patient who work as a farmer (30.2%).

Conclusion: Based on the end result, we can concluded that the most commonly risk facotr found were man aged 51-60 years with the batak tribe who works as a farmer with a history of consuming alcohol history.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah, rahmat, dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah saya yang berjudul ‘Gambaran Faktor-Faktor Risiko Kanker Laring di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Bulan September-November Tahun 2014’. Sebagai salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang sarjana kedokteran, penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan. Penulis rasakan semua itu sebagai suatu ujian dan pengalaman yang sangat berharga dalam kehidupan penulis. Hanya kesabaran, keteguhan, dan ketekunan yang penulis coba lakukan untuk terselesainya karya ini hingga terselesaikannya laporan hasil penelitian ini.

Penulis sadar dengan kekurangan diri penulis untuk melakukan banyak hal sendirian, maka itu penulis telah melibatkan beberapa orang, kelompok, atau elemen lain untuk membantu, mendukung, dan memberikan saran yang sangat berharga bagi penulis. Kepada merekalah penulis ucapkan banyak terima kasih. Beberapa yang dapat penulis sebut telah mempunyai peranan yang sangat besar dalam penulisan ini akan disebut sebagai berikut:

1. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Kepada dr. Linda I. Adenin, Sp.THT-KL, selaku dosen pembimbing dalam tugas akhir ini yang telah meluangkan waktu, tenaga, pemikiran, dan atas segala bimbingan, saran, kesabaran ilmu yang telah diberikan.


(7)

3. Kepada dr. Iqbal Pahlevi Adeputra Nasution, Sp.BA dan Dr. dr. Nelva Karmila Jusuf, Sp.KK(K) selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan nasihat-nasihat dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini. 4. Kedua Orangtua tercinta, ayahanda Ir. Gunoro, MT dan ibunda Ir. Juli Iriani,

MT yang telah membesarkan dengan penuh pengorbanan, hati yang ikhlas, serta selalu memberi doa, semangat, dukungan moril, dan kasih sayang yang tiada terhingga yang diberikan kepada penulis.

5. Kepada kakak dan adik penulis, Janisty Ayu, SE dan Tea Kirana atas segala doa dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

6. Kepada para sahabat penulis yang terkasih dan tercinta, Aditya Prakoso, Niken Ravita Damanik, M. Archie Amanta, Tririn Rinanti, Zarin Safanah, Aulia Barizon, Abdurrahman Huzaifi Lubis, Aisha Citra Nisa yang telah memberi semangat dan meluangkan waktu dalam bertukar pikiran selama proses pengerjaan karya tulis ini.

7. Kepada Abang dan Kakak PPDS THT-KL RSUP H. Adam Malik, bang Dadik, bang Carlo, bang Riko, kak Dinda, kak Melani, yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data.

8. Kepada sahabat VV157, Khalishaturahmi Nasution, Reyhana Gathari, M. Ilham, Abdul Hamid A. Lubis, Ricky Shubhan Aritonang, Fiqih Hilman, Fakhri Amin Nasution yang senantiasa memberi dukungan dan semangat di kala suka dan duka, serta meluangkan waktu dalam bertukar pikiran selama proses pengerjaan karya tulis ini.

9. Kepada Keapala Ruang Poli THT-KL dan Kepala Ruang Rawat Inap RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam memudahkan penelitian ini.

10.Serta semua pihak baik langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan bantuan dalam penulisan laporan penelitian ini. Kepada semua pihak tersebut penulis haturkan banyak terima kasih.


(8)

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas semua dan apapun yang telah diberikan kepada penulis.

Medan, 9 Januari 2014 Penulis,

Roni Abimanyu NIM. 110 100 181


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ...

i

Abstrak ...

ii

Abstract ...

iii

Kata Pengantar ...

iv

Daftar Isi ...

vii

Daftar Gambar ...

x

Daftar Tabel ...

xi

Daftar Lampiran ...

xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Anatomi ... 7

2.1.1. Laring ... 7

2.1.2. Struktur Rangka Laring ... 7

2.1.3. Ligamentum dan Membran ... 9

2.1.4. Otot-Otot... 11

2.1.5. Persendian Laring ... 14

2.1.6. Bagian dalam Laring ... 16

2.1.7. Histologi ... 17

2.1.8. Pendarahan Laring ... 17

2.1.9. Aliran Limfe Laring ... 18


(10)

2.3. Tumor Laring ... 20

2.3.1. Tumor Jinak Laring ... 20

2.3.1.1. Diagnosis… ... 21

2.3.1.2. Terapi ... 21

2.3.2. Tumor Ganas Laring ... 21

2.3.2.1. Definisi ... 21

2.3.2.2. Insidensi ... 21

2.3.2.3. Epidemiologi ... 21

2.3.2.4. Etiologi ... 22

2.3.2.5. Diagnosis ... 22

2.3.2.6. Klasifikasi ... 22

2.3.2.7. Terapi ... 25

2.3.2.8. Progmosis ... 26

2.4. Karsinogenesis ... 26

2.5. Faktor-Faktor Risiko... 27

2.5.1. Konsumsi Alkohol ... 27

2.5.2. Merokok ... 27

2.5.3. Infeksi HPV ... 28

2.5.4. Paparan pada Tempat Kerja ... 28

2.5.5. Jenis Kelamin ... 28

2.5.6. Usia ... 28

2.5.7. Ras atau Suku ... 29

2.5.8. Gastroesophageal Reflux Disease ... 29

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 30 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 30

3.2. Definisi Operasional ... 31

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 35

4.1 Rancangan Penelitian ... 35

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 35

4.2.1. Waktu Penelitian ... 35


(11)

4.3. Populasi dan Sampel ... 35

4.3.1. Populasi ... 35

4.3.2. Sampel ... 35

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 36

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 36

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 36

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

5.1. Hasil Penelitian ... 37

5.2. Pembahasan ... 43

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

6.1. Kesimpulan ... 47

6.2. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tulang dan Kartilago-Kartilago Laring... 8

Gambar 2.2 Ligamen dan Membran Laring ... 10

Gambar 2.3 Ligamen dan Membran Laring ... 10

Gambar 2.4 Otot-Otot Ekstrinsik Laring ... 12

Gambar 2.5 Otot-Otot Intrinsik Laring ... 13

Gambar 2.6 Persendian pada Laring ... 15

Gambar 2.7 Sistem Arteri Laring ... 18


(13)

DAFTAR Tabel

Tabel 2.1 Kerja Otot-Otot Kanker Laring ... 14 Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 31 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Sampel Berdasarkan ... Usia ... 37 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Sampel Berdasarkan ... Jenis Kelamin ... 38 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Sampel Berdasarkan ... Suku ... 38 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Sampel Berdasarkan ... Pekerjaaan ... 38 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Sampel Berdasarkan ... Riwayat Keluarga ... 40 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Sampel Berdasarkan ... Riwayat Merokok ... 40

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Sampel Berdasarkan ... Konsumsi Alkohol ... 41

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Sampel Berdasarkan ... Riwayat GERD ... 42 Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Sampel Berdasarkan ... Infeksi HPV ... 42


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat hidup ... 52

Lampiran 2 Output Data Distribusi Frekuensi SPSS ... 54

Lampiran 3 Data Induk Pasien ... 58

Lampiran 4 Lembar Penjelasan ... 60

Lampiran 5 Lembar Persetujuan Pengisian Kuesioner ... 61

Lampiran 6 Kuesioner ... 62

Lampiran 7 Ethical Clearence ... 65


(15)

ABSTRAK

Kanker laring merupakan pertumbuhan sel ganas pada laring dimana lebih dari 95% dari kanker laring merupakan karsinoma sel skuamosa. Insidensi kanker laring diperkirakan 1-2% kasus baru di dunia. Penyakit ini dipengaruhi oleh banyak faktor risiko seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor risiko kanker laring di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014.

Metode penelitian: penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan data primer dari penderita kanker laring di RSUP H. Adam Malik Medan. Data yang diambil meliputi usia, jenis kelamin, suku, pekerjaan, riwayat keluarga, rriwayat merokok, riwayat konsumsi alkohol. Riwayat GERD, riwayat infeksi HPV.

Sample penelitian adalah seluruh pasien kanker laring yang ada di Poli THT-KL dan Ruang Rawat Inap RSUP H. Adam Malik Medan selama bulan September-November 2014 yang memenuhi kriteria inklusi.

Hasil penelitian: Hasil penelitian didapati sebanyak 43 pasien dengan proposi terbanyak adalah laki-laki (90.7%) yang berusia 51-60 tahun (62.8%) dengan suku Batak (72.1%). Faktor risiko Kanker laring yang dapat diubah yang paling banyak dijumpai adalah merokok (88.4%), konsumsi alkohol (74.4%) dan penderita yang berprofesi sebagai petani (30.2%).

Kesimpulan: Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa faktor risiko yang paling banyak dijumpai adalah laki-laki berusia 51-60 tahun suku batak yang bekerja sebagai petani dengan riwayat merokok dan mengkonsumsi alkohol.


(16)

ABSTRACT

Laryngeal cancer is a malignant cell growth of the larynx in which more than 95% of laryngeal cancers are squamous cell carcinomas. The incidence of laryngeal cancer is estimated 1-2% of new cases in the world.There are many risk factor that contribute in this disease example the habit of smoking and consuming alcohol.

This study aimed to determine the description of laryngeal cancer risk factor at Adam Malik Gener Hospital in 2014. Methods: This research is descriptive research using primary data for laryngeal cancerpatient at Adam Malik General Hospital.

The data including age, sex, tribe, job, family history , smoking history, consuming alcohol history, GERD history and infection of HPV in larynx history.

The sample were all laryngeal cancer patient in Polyclinic of Ear, Nose, Throat – Head and Neck and inpateint unit of Adam Malik General Hospital during September-November 2014 that meet the inclusion criteria.

The result: the result of study found 43 patient with the highest proportion were men (90.7 %) aged 51-60 years (62.8%) with the batak tribe (72.1%). The most commonly found of modifiable risk factor is smoking (88.4%), consuming alcohol history (74.4%), and the patient who work as a farmer (30.2%).

Conclusion: Based on the end result, we can concluded that the most commonly risk facotr found were man aged 51-60 years with the batak tribe who works as a farmer with a history of consuming alcohol history.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian yang tinggi. Data Global action against cancer (2005) dari World Health Organization

(WHO) menyatakan bahwa kematian akibat kanker dapat mencapai angka 45% dari tahun 2007 hingga 2030, yaitu sekitar 7,9 juta jiwa menjadi 11,5 juta jiwa kematian. Di Indonesia, menurut laporan Riskesdes (2007) prevalensi kanker mencapai 4,3 per 1000 penduduk dan menjadi penyebab kematian nomor tujuh (5,7%) setelah sroke, tuberkulosis, hipertensi, trauma, perinatal dan diabetes melitus.

Kanker laring merupakan salah satu kanker yang paling berbahaya pada regio leher dan kepala, dengan karsinoma sel skuamosa sebagai gambaran histologi yang utama. Diperkirakan 40% pasien kanker laring sudah stadium lanjut ( stadium III atau IV) ketika dievaluasi pertama kali (Myers, 2003).

Menurut American Cancer Society, pada tahun 2013, terhitung 12,260 kasus baru kanker laring telah didiagnosa di Amerika Serikat, tercatat 3.630 kematian. Dalam beberapa tahun terakhir, survival rate pasien kanker laring telah menunjukkan sebuah penurunan yaitu dari 57,1% menjadi 51,9% (Hoffman, et al., 2006).

Terjadinya kanker laring melalui proses bertahun-tahun, jadi kanker laring jarang ditemukan pada orang-orang muda. Lebih dari setengah pasien dengan kanker laring berumur 65 atau lebih ketika kanker pertama kali didiagnosis (American Cancer Society, 2014). Karsinoma laring terbanyak didapatkan pada pasien yang berumur menjelang tua, dengan usia antara 50-60 tahun (FK UI, 2007). Begitu juga dengan penelitian Ernawati (2013), didapati responden usia 51-60 tahun sebanyak 41.7% kasus.

Dalam periode 6 tahun, di bagian THT RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta didapatkan 144 penderita karsinoma laring dengan perbandingan laki-laki dan


(18)

perempuan sebanyak 7:1. Kanker laring dan hipofaring lebih sering terjadi pada pria 4 kali lebih sering dibandingkan dengan wanita. Oleh karena merokok dan mengkonsumsi alkohol yang sering terjadi pada pria. Tetapi pada tahun-tahun terakhir, kebiasaan ini sering dijumpai pada wanita, tentunya risiko untuk terjadinya kanker laring meningkat (American Cancer Society, 2014). Ernawati (2013), dalam penelitiannya menemukan hasil yang serupa yaitu penderita kanker laring berjenis kelamin laki-laki sebanyak 94.4% kasus dan perempuan sebanyak 5.6% kasus.

Kanker laring lebih sering ditemukan pada ras Amerika-Afrika dan orang kulit putih dibandingkan dengan ras Asia dan Latin (American Cancer Society, 2014). Insidens terjadinya kanker laring dua kali lebih tinggi pada orang kulit hitam dibandingkan dengan orang kulit putih di Amerika (Wasfie T, 1988 dalam Cummings CW, 2005). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, jumlah populasi suku batak pada tahun 2000 berjumlah 4.827.000 dari 11.649.655 (41.44%) penduduk Sumatera Utara, dengan perkiraan pada tahun 2010 Suku Batak di Sumatera Utara menjadi 5.602.000 penduduk dari 12.982.204 (41.4%) penduduk di Sumatera Utara dan merupakan suku dengan penduduk terbanyak di Sumatera Utara. Dengan besarnya jumlah penduduk Suku Batak di Sumatera Utara maka memungkinkan untuk tingginya jumlah penderita kanker laring yang berasal dari Suku Batak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014.

Lama terpapar oleh debu kayu, uap cat, dan zat kimia tertentu yang digunakan pada industri metal, minyak, plastik, dan textil juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker laring (American Cancer Society, 2014). Pada penelitian Ernawati (2013), didapati pekerjaan terbanyak sebagai wiraswasta sebanyak 38.9% kasus dan pekerjaan petani sebanyak 22.2% kasus. Banyaknya penderita kanker laring yang bekerja sebagai petani, dimungkinkan akibat insektisida sebagai faktor yang memicu terjadinya kanker laring. Insektisida yang mengandung bahan kimia seperti dichlorodiphenyl trichloroethane (DDT) dapat memberikan efek pada kesehatan. Pada biantang percobaan, DDT mengakibatkan penurunan sel NK. Namun tidak mempengaruhi respon humoral. Dijumpai peningkatan risiko karsinoma paru dan non-Hodgkin lymphoma pada petani yang terpapar insektisida DDT di Amerika (Longnecker et al., 1997).


(19)

Orang-orang yang memiliki sindrom disebabkan oleh kelainan yang diturunkan pada gen tertentu memiliki resiko yang tinggi terhadap terjadinya kanker leher, termasuk kanker laring (American Cancer Society, 2014).

Menurut teori vogelstein tentang inaktivasi tumor supresor gen atau aktivasi proto-onkogen, salah satu teori onkologi, dan sudah dievaluasi pada kanker laring. Perubahan genetik pada kromosom regio 9p21 dapat mengakibatkan perubahan awal dan berkelanjutan dari mukosa abnormal pre-neoplastik ke kanker yang invasif. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pada gen p16 yang mengatur siklus sel. Kegagalan pada kematian sel yang terprogram dan apoptosis merupakan awal dari sel tumor yang imortal (Cummings CW, 2005).

Faktor risiko adalah segala sesuatu yang menyebabkan terjadinya suatu penyakit, seperti kanker. Setiap kanker mempunyai faktor risiko yang berbeda-beda. Beberapa faktor risiko seperti merokok dapat dicegah. Lainnya, seperti umur seseorang atau riwayat keluarga tidak dapat dicegah. Menurut American Cancer society ada beberapa fakor risiko untuk terjadinya kanker laring, yaitu : konsumsi alkohol, penggunaan tembakau, infeksi HPV, sindrom genetik, paparan tempat kerja, jenis kelamin, umur, ras, gastroesophageal reflux disease (gerd)(American Cancer Society, 2014).

Penggunaan tembakau merupakan faktor risiko yang utama untuk terjadinya kanker leher dan kepala (temasuk kanker laring dan hipofaring). Risiko untuk terjadinya kanker ini jauh lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan non-perokok. Kebanyakan penderita kanker laring mempunyai riwayat merokok atau paparan tembakau dengan cara lain (American Cancer Society, 2014). Pada penelitian Ernawati (2013), didapati 58.3% kasus merupakan perokok.

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa konsumsi alkohol meningkatkan risiko kanker rongga mulut, faring, dan laring. Mengkonsumsi 50 gram alkohol murni per hari dihubungkan dengan 2-3 kali risiko lebih tinggi terkena kanker laring dibandingkan dengan non-peminum (Baan et al). Penelitian Ernawati (2013), didapati penderita kanker laring yang merupakan pengkonsumsi alkohol sebanyak 16.7% kasus.


(20)

Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah naiknya asam lambung ke esofagus. GERD dapat menyebabkan heartburn dan meningkatkan terjadinya kanker pada esofagus. Studi-studi sudah dilakukan untuk melihat jika ini meningkatkan risiko kanker pada laring (American Cancer Society, 2014). Koufman melaporkan bahwa 31 pasien kanker laring, didokumentasikan 84% dijumpai GERD. Berbeda dengan penelitian kebanyakan, hanya 58% pasien adalah perokok (koufman JA, 1991 dalam Cummings CW, 2005).

Human Papilloma virus (HPV) ditemukan pada banyak lesi di regio kepala dan leher, termasuk pada karsinoma sel skuamosa. HPV tipe 16 dan 18 diketahui sebagai risiko mayoritas untuk terjadinya kanker serviks. ini diyakinkan karena protein virus E5 dan E6 yang mendegradasi p53. Enzim ini berhubungan dengan integritas gen, proliferasi, dan apoptosis yang mana sangat penting dalam mencegah kematian sel kanker. Kekuatan untuk menggunakan informasi tentang HPV ini masih kurang jelas pada kanker laring, karena banyaknya studi yang menggunakan teknik yang berbeda-beda dan hasil sensitivitas dan spesifitas yang beragam. Almadori et al mengungkapkan bahwa sepertiga dari tumor laring ditemukan adanya DNA HPV, tetapi Ha dan Califano berpendapat bahwa HPV menpunyai mekanisme untuk memicu perkembangan tumor. Clayman et al menemukan bahwa 24 diantara 57 spesimen dari kanker laring merupakan pasien yang positif HPV. Studi mereka mengungkapkan bahwa HPV bisa ditemukan pada tumor yang mengalami kelainan biologis dengan prognosis yang buruk (Cummings, 2005).

Latar belakang peneliti melakukan penelitian ini dikarenakan belum adanya penelitian terdahulu dan juga kanker laring menempati urutan kedua dan ketiga dari keganasan THT setelah kanker nasofaring di Indonesia oleh sebab itu peneliti ingin mengetahui gambaran faktor-faktor risiko pada penderita kanker laring.


(21)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimanakah gambaran faktor-faktor risiko kanker laring.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran faktor-faktor risiko terjadinya kanker laring.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi dari umur, jenis kelamin, dan suku/ras pada kasus kanker laring.

b. Mengetahui lamanya paparan faktor risiko terhadap terjadinya kanker laring.

c. Mengatahui gambaran paparan tempat kerja sebagai faktor risiko terjadinya kanker laring.

d. Mengetahui gambaran merokok sebagai faktor risiko terjadinya kanker laring.

e. Mengetahui gambaran konsumsi alkohol sebagai faktor risiko terjadinya kanker laring.

f. Mengetahui gambaran riwayat keluarga sebagai faktor risiko terjadinya kanker laring.

g. Mengetahui gambaran penyakit gastroesofageal refluks sebagai faktor risiko terjadinya kanker laring.

h. Mengetahui gambaran infeksi HPV sebagai faktor risiko terjadinya kanker laring.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis

Sebagai pengalaman yang sangat berharga serta meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai gambaran faktor-faktor risiko kanker laring


(22)

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pencegahan kanker laring

3. Bagi masyarakat

Dapat digunakan sebagai pengetahuan dalam pencegahan kanker laring. 4. Bagi peneliti lain

Dapat digunakan sebagai referensi penelitian lain yang berkaitan dengan penelitian ini.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi 2.1.1. Laring

Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi vertebra cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja tertutup bila sedang menelan makanan untuk melindungi jalan nafas (Ballenger JJ ,1993)

2.1.2. Struktur Rangka Laring

Os hyoid terdiri dari korpus, dua kornu mayor dan dua kornu minor. Permukaan posterior superior hyoid merupakan tempat perlekatan membran hyoepiglotik dan tirohyoid, karena itu hyoid membentuk batas anterosuperior ruang praepiglotik dengan valekula yang berada diatasnya. Perlekatan os hyoid ke mandibula dan tengkorak oleh ligamentum stilohyoid dan otot-otot digastrikus, stilohyoid, milohyoid, hyoglosus, dan geniohyoid akan mempertahankan posisi laring pada leher dan mengangkat laring selama proses menelan dan fonasi. Perlekatan m. Sternohyoid dan m. Omohyoid pada os hyoid penting untuk gerakan laring bagian inferior (Ballenger JJ, 1993).

Kartilago tiroid merupakan tulang rawan hialin dan yang terbesar di laring. Terdiri dari dua ala atau sayap yang bertemu di anterior dan membentuk sudut lancip. Sudut bervariasi menurut jenis kelamin, 90 derajat pada pria dewasa dan 120 derajat pada wanita. Pada pria, bagian superior sudut tersebut membentuk penonjolan subkutan disebut Adam’s apple atau jakun. Bagian atas ala dipisahkan dengan lekukan yang dalam , insisura tiroid superior. Setiap ala berbentuk segi empat dan pada setiap sudut posterior terdapat penonjolan atau kornu. Kornu superior adalah perlekatan ligamentum superior tirohyoid lateral. Kornu inferior


(24)

berhubungan dengan permukaan postero-lateral krikoid membentuk sendi krikotiroid (ballenger JJ, 1993).

Gambar 2.1 Tulang dan Kartilago-Kartilago Laring

Sumber

Kartilago krikoid adalah tulang rawan hialin, tidak berpasangan dan berbentuk cincin. Dibentuk oleh arkus anterior yang sempit dan lamina kuadratus yang luas dibagian posterior. Tulang rawan ini berbentuk kubus dengan dimensi sama pada arkus posterior, diameter antero-posterior dan diameter lateral. Aspek postero-lateral setiap sisi kecil, agak tinggi dan berartikulasi dengan kornu inferior tiroid. Permukaan antero-superior lamina kuadratus mempunyai dua sisi, dengan sumbu panjang sejajar terhadap garis lamina. Ini merupakan bidang sendi dengan tulang rawan aritenoid (ballenger JJ, 1993).

Epiglotis merupakan tulang rawan yang tipis, fleksibel, berbentuk daun dan fibroelastik. Tulang rawan ditembus oleh beberapa foramen dibawah perlekatan ligamen hyoepiglotik. Bagian epiglotis ini membentuk dinding posterior ruang praepiglotik yang merupakan daerah penting pada penyebaran karsinoma laring. Tidak seperti perikondrium tulang rawan hialin, perikondrium epiglotis sangat melekat. Oleh karena itu, infeksi cenderung terlokalisasi jika


(25)

mengenai epiglotis, sedangkan infeksi akan menyebabkan destruksi luas tulang rawan hialin manapun, karena terlepasnya perikondrium(ballenger JJ, 1993) .

Kartilago aritenoid merupakan tulang rawan hialin yang berpasangan, berbentuk piramid, bersendian dengan tulang rawan krikoid. Permukaan sendi mendatar pada sumbu longitudinal atau sumbu panjang dan cekung. Pada sumbu horisontal atau sumbu pendek. Permukaan aritenoid mempunyai ukuran panjang dan lebar yang sama (5,8 mm pada pria dan 4,5 mm pada wanita). Ligamentum vokalis meluas dari prosesus vokalis menuju tendon komisura anterior. Di posterior, ligamentum krikoaritenoid posterior meluas dari batas superior lamina krikoid menuju permukaan medial kartilago aritenoid. Kedua ligamentum terletak pada garis yang menghubungkan kedua aritenoid pada keadaan adduksi, oleh karena itu ligamen tersebut berfungsi sebagai kawat pemandu, pada pergerakan posterolateral ke anteromedial selama adduksi. Dasar piramid mempunyai dua penonjolan. Prosesus muskularis untuk perlekatan m. Krikoaritenoid mengarah ke posterolateral. Prosesus vokalis mengarah ke anterior dan berbeda dengan korpus, dibentuk oleh tulang rawan elastik. Batas posterior superior konus elastikus melekat pada prosesus vokalis (ballenger JJ, 1993).

2.1.3. Ligamentum dan Membran

Membran tirohyoid berhubungan dengan batas superior kartilago tiroid pada batas posterosuperior os hyoid, dan mungkin dipisahkan dari batas inferior os hyoid oleh bursa (ballenger JJ, 1993).

Bagian-bagian membran ada yang menebal membentuk ligamentum tirohyoid medial dan lateral. Membran membentuk sebagian besar dinding anterior ruang praepiglotik arteri laring superior, ramus internus n. laring superior dan pedikel limfe supraepiglotik menembus membran pada titk 1 cm diatas dan anterior terhadap pertemuan kornusuperior dan ala kartilago tiroid (ballenger JJ, 1993).


(26)

Gambar 2.2 Ligamen dan Membran pada Laring

Sumber: Harry M. Tucker, The Larynx, Thieme 1987, p.8, fig.1.7

Ligamentum hyoepiglotik berhubungan dengan permukaan anterior epiglotis dan permukaan posterior os hyoid, membentuk atap ruang praepiglotikdan dasar valekula (ballenger JJ, 1993).

Gambar 2.3 Ligamen dan Membran pada Laring


(27)

Konus elastikus merupakan membran fibroelastik yang muncul dari batas superior arkus kartilaho krikoid. Di anterior melekat pada tepi inferior kartilago tiroid dan menebal, membentuk ligamentum krikoid medial atau membran krikotiroid. Di anterior, membran tersebut melekat pada permukaan dalam kartilago tiroid, keatas sampai tuberkulum vokalis. Di posterior, konus elastikus meluas dari krikoid ke prosesus vokalis aritenoid. Batas atas yang bebas menebal dan membentuk ligamentum vokalis. Konus elastikus dipisahkan dari ala kartilagotiroid oleh otot-otot intrinsik laring (ballenger JJ, 1993).

Membran kuadrangular dari jaringan elastik longgar meluas dari tepi lateral epiglotis ke kartilago aritenoid dan kartilago kornikulatum. Di bagian inferior membran meluas sampai pita suara palsu. Membran tersebut membentuk bagian dari dinding bersama antara bagian atas fosa piriformis dan vestibulum laring. Membran kuadrangularis dan konus elastikus dipisahkan oleh orifisium ventrikel Morgagni yang lonjong (ballenger JJ, 1993).

2.1.4. Otot-otot

Ektrinsik. Otot-otot ini berperan pada gerakan dan fiksasi laring secara keseluruhan. Terdiri dari kelompok otot elevator dan depresor. Kelempok otot depresor terdiri dari mm. tirohyoid, sternohyoid dan omohyoid yang dipersarafi oleh ansa hipoglosus dari C2 dan C3. Kelempok otot elevator terdiri dari mm. digastrikus anterior dan posterior, stilohyoid, geniohyoid dan milohyoid yang dipersarafi oleh nervus kranial V, VII, IX. Kelompok otot ini penting pada fungsi menelan dan fonasi dengan mengangkat laring di bawah dasar lidah (ballenger JJ, 1993).

Mm. konstriktor media dan inferior serta m. Krikofaring dari faring, juga merupakan otot ekstrinsik laring yang penting. M. Konstriktor media melekat pada kornu mayor os hyoid. M. Konstriktor inferior melekat pada garis oblik di kartilago tiroid pada ikatan fibrosa yang menghubungkan ruang krikotirooid di sisi lateral, pada m. Krikotiroid dan pada tulang rawan krikoid (ballenger JJ, 1993).


(28)

Gambar 2.4

Otot-otot ekstrinsik laring

Sumber: Harry M. Tucker, The Larynx, Thieme 1987, p.11,fig.1.10

Intrinsik. Otot intrinsik laring semuanya berpasangan, kecuali m. Interaritenoid. Fungsinya mempertahankan dan mengontrol jalan udara pernapasan melalui laring, mengontrol tahan terhadap udara ekspirasi selama fonasi dan membantu fungsi sfingter dalam mencegah aspirasi benda asing selama proses menelas. M. Krikotiroid dipersarafi oleh ramus eksterna n. laring superior dan semua otot intrinsik laring lainnya dipersarafi oleh n. laring rekuren (ballenger JJ, 1993).

M. krikotiroid terletak di permukaan depan laring, antara sisi lateral krikoid dan kartilago tiroid. Serat-serat ototnya menyebar ke belakang dan ke atas, dipersarafi oleh ramus eksternus n. laringus superior, otot ini berfungsi untuk menyempitkan ruang krikotiroid di anterior dengan menjungkit kartilago tiroid dan krikoid melingkari fulkrum sendi krikotiroid (ballenger JJ, 1993).


(29)

Gambar 2.5 Otot-otot intrinsik laring

sumber: Harry M. Tucker, The Larynx, Thieme 1987, p.13, fig.1.13

M. krikoaritenoid posterior berasal dari fosa yang lebar pada permukaan posterior lamina kuadratus kartilago krikoid, otot ini ditutupi oleh membran mukosa laringofaring. Kontraksi otot ini membawa prosesus muskularis aritenoid ke belakang dan memutar prosesus vokalis ke lateral. Otot ini berfungsi sebagai abduktor utama pita suara dan juga membantu menunjang kartilago aritenoid dalam hubungan kedudukannya degan krikoid (ballenger JJ, 1993).

M. krikoaritenoid lateral adalah oto segi panjang kecil yang berasal dari tepi superior dan lateral bagian posterior arkus arkus krikoid, lateral terhadap perlekatan dengan konus elastikus. Otot ini berjalan ke belakang dan ke atas, berinsersi ke permukaan anterior prosesus muskularis aritenoid dan melakukan gerak adduksi pita suara (ballenger JJ, 1993).

M. tiroaritenoid adalah otot yang berasal dari permukaan dalam ala tiroid dan konus elastikus. Terbagi menjadi dua bagian, m. Vokalis atau tiro aritenoid interna, berinsersi pada pinggir bebas konus elastikus dan batas lateral prosesus vokalis. M. Tiroaritenoid eksterna berinsersi pada aritenoid antara prosesus vokalis dan perlekatan krikoaritenoid lateral. Otot ini bekerja untuk adduksi pita


(30)

suara, dan juga mengubah tegangan dan ketebalan tepi bebas pita suara (ballenger JJ, 1993).

M. interaaritenoid merupkan otot yang tidak berpasangan dan terdiri dari serat-serat transversal dan oblik yang menghubungkan kedua korpus kartilago aritenoid. Otot ini dipersarafi secara bilateral oleh n. laring rekuren, karena itu tidak terjadi kelumpuhan akibat penyakit yang mengenai n. laring rekuren unilateral. Otot ini juga menerima persarafan motorik dari n. laringius superior (ballenger JJ, 1993).

M. ariepiglotik merupakan lanjutan dari bagia oblikm. Interaritenoid ke pita suara palsu dan berinsersi ke membran kuadrangularis dan tepi epiglotis. Otot ini bekerja untuk menutup sfingter laring superior, tetapi bentuknya kecil dan sering hampir tidak ada. Otot ini dapat menjadi hipertrofi jika fungsi pita suara palsu menggantikan fungsi pita suara asli (ballenger JJ, 1993).

Tabel 2.1 Kerja otot intrinsik laring

1. Abduktor M. krikoaritenoid posterior 2. Adduktor M. krikoaritenoid lateral

M. interaritenoid

M. tiroaritenoid eksterna (lemah)

3. Tensor M. tiroaritenoid eksterna (atau m. Vokalis), mengurangi tegangan

M. krikotiroid (adduktor lemah), meninggikan tegangan

2.1.5. Persendian Laring

Persendian krikotiroid merupakan sendi-sendi sinovial kecil anatara kornu inferior kartilago tiroid dan bagian postero-medial kartilago krikoid. Tiap permukaan sendi krikoid merupakan daerah yang agak menonjol dengan lekukan


(31)

sentral yang sesuai dengan permukaan yang agak cembung pada sendi bagian tiroid. Tiap sendi ditunjang oleh tiga ligamen, ligamentum krikotiroid anterior, inferior dan posterior (ballenger JJ, 1993).

Gerakan sendi merupakan gerak rotasi hanya pada bidang sagital. Sendi ini merupakan titik tumpu fungsi m. Krikotiroid, karena itu destruksi atau fiksasi sendi akan mengurangi efek m. Krikotiroid pada peregangan pita suara (ballenger JJ, 1993).

Gambar 2.6 Persendian pada laring

Sumber: Harry M. Tucker, The Larynx, Thieme 1987, p.6, fig.1.5

Masing-masing kartilago krikoaritenoid membentuk sendi dengan permukaan bentuk elips pada batas postero superior cincin krikoid. Permukaan sendi krikoaritenoid berbentuk pelana dan terletak pada sudut siku-siku dengan permukaan krikoid. Persendian ditunjang oleh kapsul sendi yang diliputi oleh sinovium, dan kapsul tersebut diperkuat di posterior oleh ligamentum krikoaritenoid yang kuat (ballenger JJ, 1993).


(32)

2.1.6. Bagian dalam Laring

Batas superior laring ditandai oleh pinggir bebas epiglotis, plika ariepiglotik, kartilago kornikulatum, dan batas superior daerah interaritenoid. Batas inferior adalah pinggir inferior kartilago krikoid (ballenger JJ, 1993).

Vestibulum laring adalah bagian di atas pita suara. Dinding anterior supraglotis dibentuk oleh epiglotis yang meruncing ke inferior, batas bawahnya ditandai oleh suatu penonjolan, yaitu tuberkulum epiglotikum, yang terletak 1 sampai 1,5 cm diatas komisura anterior (ballenger JJ, 1993).

Ada penonjolan dua masa yang lunak ke dalam vestibulum, yaitu plika ventrikularis atau pita suara palsu yang di anterior melekat pada epiglotis dekat tangkai dan di posterior bersatu dengan mukosa di permukaan aritenoid (ballenger JJ, 1993).

Glotis dibentuk oleh bagian membran pada dua pertiga anterior dan tulang rawan pada sepertiga posterior. Bagian membran termasuk pita suara, yang dibentuk medial oleh penebalan batas superior konus elastikus (yaitu ligamentum vokalis) dan di lateral oleh m. Vokalis yang merupakan bagian dari m. Tiroaritenoid. Di anterior, pita membran saling bertemu dan berbentuk V dan bergabung membentuk tendo komisura anterior yang melekat pada bagian dalam perikondrium tiroid dan tulang rawan. Di posterior, pita membran melekat pada prosesus vokalis, yang bersama korpus inferior aritenoid membentuk bingkai tulang rawan untuk glotis (ballenger JJ, 1993).

Pita suara asli dan palsu dipisahkan oleh sulkus yang mengarah ke lateral, yang disebut ventrikel. Bentuknya meluas ke lateral hampir sampai ala tiroid yang dibatasi oleh mukosa dan serat otot. Dasarnya dibentuk oleh permukaan superior pita suara yang datar. Ventrikel selain meluas ke lateral, juga meluas ke vertikal, lateral terhadap membran kuadrangularis (ballenger JJ, 1993).

Untuk kepentingan klinis, fossa piriformis biasanya dianggap sebagai bagian dari hipofaring inferior, tetapi secara anatomi merupakan bagian laring.tiga perempat bagian fossa piriformis dikelilingi oleh ala kartilago tiroid. Tiap fossa


(33)

terletak di vestibulum laring. Letaknya di antara membran tirohyoid dan ala tiroid di lateral dan plika ariepiglotik, aritenoid dan kartilago krikoid superior di medial (ballenger JJ, 1993).

2.1.7. Histologi

Epitel yang menutupi laring terdiri dari epitel gepeng tanpa keratinisasi atau epitel torak berlapis semu bersilia. Bagian atas epiglotis, plika ariepiglotik dan fossa piriformis ditutupi oleh epitel gepeng. Bagian bawah pita suara palsu, ventrikel dan daerah infraepiglotik ditutupi oleh epitel berlapis semu bersilia (ballenger JJ, 1993).

Mukosa laring mengandung banyak kelenjar seromukus, terutama banyak di pita suara palsu dan ventrikel dan kemungkinan menjadi tempat kista retensi. Kelenjar mukosa banyak di laring, tetapi tepi pita suara asli seluruhnya tidak mengandung kelenjar (ballenger JJ, 1993).

Di bawah epitel laring terdapat membran basalis yang jumlahnya dan sifatnya bervariasi pada berbagai lokasi laring. Jaringan submukosa berisi stroma longgar dan fibrosa, kecuali pada permukaan laring epiglotis dan pita suara, di mana epitelnya melekat erat. sebaliknya, mukosa relatif banyak dan longgar pada permukaan anterior epiglotis, plika ariepiglotis dan subglotis, sedangkan di bagian laring lebih dalam relatif sedikit (ballenger JJ, 1993).

2.1.8. Pendarahan Laring

Pendarahan laring berasal dari a. Laringius superior, a. Laringius inferior, dan a. Krikotiroid. A, tiroid superior berasal dari bagian bawah a. Karotis eksterna atau a. Karotis komunis (15%). Arteri keluar jauh di dalam lapisan otot pengikat dan bercabang ke a. Laringius superior dekat tempat asalnya. A. Laringius superior terbagi menjadi dua cabang, a. Infrahyoid dan a. Krikotiroid sebelum memasuki laring melalui membran tirohyoid bersama n. laringius internus (ballenger JJ, 1993).

a.krikotiroid berjalan menuju inferior, bersama ramus eksterna n. laringius superior. Arteri ini berjalan jauh di dalam otot pengikat pada waktu menempel


(34)

pada m. Konstriktor inferior dan akhirnya memasuki laring melalui membran krikotiroid sedikit lateral dari garis tengah (ballenger JJ, 1993).

a. tiroid inferior merupakan cabang dari trunkus tiroservikal dari a. Subklavia (ballenger JJ, 1993).

Gambar 2.7

Sistem Arteri pada Laring

Sumber: Harry M. Tucker, The Larynx, Thieme 1987, p.12,fig.1.12

a. tiroid inferior memberikan cabang a. Laringius inferior sewaktu menyilang n. laringius rekuren (ballenger JJ, 1993).

Aliran balik vena laring dibawa oleh v. Laringius superior, v. Tiroid superior dan media, yang semuanya akan bermuara di v. Jugularis interna (ballenger JJ, 1993).

2.1.9. Aliran Limfe Laring

Aliran limfe terdiri dari dua sistem besar: superfisial dan profunda. Sistem superfisial (intramukosa) mempunyai hubungan bebas antara sisi kanan dan kiri laring. Sistem limfe profunda (submukosa) yang lebih penting pada penyebaran


(35)

tumor. Aliran limfe laring dibagi dalam empat kelompok: satu di atas dan satu di bawah pita suara asli, dan sistem llimfatik kanan dan kiri . aliran limfe akan mengalami regresi dengan bertambahnya umur (ballenger JJ, 1993).

Limfe supraepiglotik termasuk plika ariepiglotik dan pita suara palsu, mengalir ke saluran superior mengikuti a. Tiroid superior, selanjutnya berkumpul sebagai pedikel di ujung anterior plika ariepiglotik, berjalan ke antero-lateral menuju dinding anterior piriformis dan keluar dari laring dengan berkas neurovaskular superior. Selanjutnya menembus membran tirohyoid untuk bermuara pada kelenjar limfe servikal profunda superior yang terletak dekat percabangan a. Karotis komunis dan v. Jugularis interna (98%). Kadang-kadang beberapa saluran limfe bermuara ke rantai servikal bawah dan kelenjar servikal assessorius (2%). Aliran limfe ini mengalir ke kepala (ballenger JJ, 1993).

Aliran limfe infraglotik mempunyai dua aliran inferior: aliran yang menembus membran krikotiroid media (pedikel media) menuju kelenjar limfe yang terletak di depan trakea, yang kemudian menuju kelenjar servikal profunda media. Bagian dari kelempok inferior berjalan melalui kelenjar limfe yang mengikuti a. Tiroid inferior dan menuju kelenjar subklavia, para-trakea dan trakeo-esofagus. Aliran limfe subglotik dekat krikoid dan di dalam membran krikotiroid mempunyai saluran yang mengumpulkan aliran dari kedua sisi laring dan saluran limfe yang keluar dari situ menuju kelenjar servikal pada kedua sisi. Pengamatan ini menunjukkan bahwa karsinoma subglotik mempunyai kecenderungan lebih besar untuk menyebar ke kontralateral (ballenger JJ, 1993).

Kurangnya hubungan langsung limfe antara leher bagian bawah dan mediastenum, merupakan barier untuk penyebaran limfatik. Hal ini mempunyai arti penting dalam membatasi karsinoma sel skuamosa laring dan sistem organ epitel lain di daerah leher dan kepala, dalam waktu yang panjang tetap terbatas di leher (ballenger JJ, 1993).


(36)

2.2. Fisiologi Laring

Laring merupakan sebuah katup yang mengatur terbukanya saluran nafas bawah. Bersuara dan berbicara adalah fungsi sekunder daripada laring . pita suara mengabduksi untuk membuka saluran nafas dan mengadduksi untuk menutup saluran nafas. Pinggiran pita suara dilapisi oleh mukosa yang sangat khusus untuk bervibrasi, dengan struktur berlapis dari submukosa. Suara dihasilkan ketika udara menekan keluar dari paru-paru sehingga mengadduksi laring (Lee KJ, 2008).

Mekanisme perlindungan jalan napas oleh laring mempunyai tingkatan perlindungan pertama melalui elevasi daripada laring. Laring bergerak ke atas dan ke depan, epiglotis bergerak ke bawah dan ke belakang, pita suara palsu dan asli menyempit (Lee KJ, 2008).

Batuk juga merupakan mekanisme perlindungan jalan napas oleh laring. Batuk adalah ekshalasi yang kuat dan melawan goltis yang tertutup sehingga terbuka secara tiba-tiba. Batuk mempunyai 3 fase pada laring, pertama abduksi laring selama fase inspiratori, penyempitan laring selama fase kompresif, dan abduksi yang luas ketika fase ekspulsif (Lee KJ, 2008).

2.3. Tumor Laring

2.3.1. Tumor Jinak Laring

Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, hanya kurang lebih 5% dari semua jenis tumor laring.

Tumor jinak laring dapat berupa :

1. Papiloma laring (terbanyak frekuensinya) 2. Kondroma

3. Neurofibroma

4. Mioblastoma sel granuler 5. Adenoma


(37)

Papilloma laring

Tumor ini dapat digolongkan dalam 2 jenis:

1. Papilloma laring juvenil, ditemukan pada anak, biasanya berbentuk multipel dan mengalami regresi pada waktu dewasa

2. Pada orang dewasa biasanya berbentuk tunggal, tidak akan mengalami resolusi dan merupakan prekanker

2.3.1.1. Diagnosis

Diagnosis berdasarkan anamnesis, gejala klinik, pemeriksaan laring langsung, biopsi serta pemeriksaan patologi-anatomik (FK UI, 2007).

2.3.1.2. Terapi

- Ekstirpasi dengan bedah mikro atau juga dengan sinar laser

- Tidak dianjurkan memberikan radioterapi, oleh karena dapat berubah menjadi ganas (FK UI, 2007).

2.3.2. Tumor Ganas Laring 2.3.2.1. Definisi

Kanker laring merupakan pertumbuhan sel ganas pada laring dimana lebih dari 95% dari kanker laring merupakan karsinoma sel skuamous (Vasan, 2008).

2.3.2.2 Insidensi

Insidensi kanker laring diperkirakan 1-2% kasus baru di dunia. Pada tahun 2007 terhitung 11.300 kasus baru didiagnosa kanker laring di Amerika Serikat dan 3660 kematian dikarenakan kanker laring (Lee KJ, 2008).

2.3.2.3. Epidemiologi

Perbandingan pria dan wanita adalah 3-5 : 1, risiko terjadinya kanker laring pada wanita dikarenakan meningkatnya faktor risiko merokok (Lee KJ, 2008). Dalam periode 6 tahun (tahun 1980-1985), di bagian THT RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta didapatkan 144 penderita karsinoma laring dengan perbandingan laki-laki dan perempuan sebanyak 7:1. Karsinoma laring terbanyak didapatkan pada pasien yang berumur menjelang tua, dengan usia antara 50-60 tahun.


(38)

Di RSUP H. Adam Malik Medan, dijumpai 97 kasus karsinoma laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8:1. Usia penderita berkisar antara 30 sampai 79 tahun.

2.2.2.4. Etiologi

Penyebab kanker laring sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perokok dan peminum alkohol memiliki risiko tinggi terhadap kanker laring. Analisis internasional menunjukkan kurang lebih 89% terjadinya kanker laring disebabkan dampak kombinasi merokok dan konsumsi alkohol (Hasbie et al,2008). Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan risiko terjadinya kanker laring pada pekerja-pekerja yang terpapar asbes dan debu kayu (Rushton,2010).

2.3.2.5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita sudah cukup lama, tidak bersifat hilang-timbul meskipun sudah diobati dan cenderung makin lama makin berat. Pemeriksaan laring dapat dilakukan dengan cara tidak langsung menggunakan kaca laring atau atau langsung dengan menggunakan laringoskop. Pemeriksaan ini untuk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor, kemudian dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi anatomik. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium darah, juga diperlukan pemeriksaan radiologik. Foto toraks diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan metastasis di paru. CT Scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomik dari bahan biopsi laring, dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar getah bening di leher. Dari hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (FK UI, 2007).

2.3.2.6. Klasifikasi

Klasifikasi tumor ganas laring berdasarkan AJCC 2006, sebagai berikut : Tumor Primer


(39)

1. Supraglotis

T1 : Tumor terbatas pada satu sub bagian supraglotis dengan pergerakan pita suara asli masih normal.

T2 : Tumor menginvasi > 1mukosa yang berdekatan dengan supraglotis atau glotis atau daerah di luar supraglotis (misalnya : mukosa dasar lidah, vallecula, dinding medial sinus pyriformis) tanpa fiksasi laring.

T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli dan/atau menginvasi area postkrikoid, jaringan pre-epiglotik, ruang paraglotik dan/atau invasi minor kartilago tiroid.

T4a : Tumor menginvasi melalui kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (misalnya ; trakea, muskulus ekstrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)

T4b : Tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis atau stuktur mediastinum.

2. Glottis

T1 : Tumor terbatas pada pita suara asli (mungkin melibatkan komisura anterior atau posterior) dengan pergerakan yang normal. T1a : Tumor terbatas pada satu pita suara asli.

T1b : Tumor melibatkan kedua pita suara asli.

T2 : Tumor meluas ke supraglotis dan/atau subglotis, dan/atau dengan gangguan pergerakan pita suara asli.

T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli dan/atau menginvasi ruang paraglotik dan/atau erosi minor kartilago tiroid. T4a : Tumor menginvasi kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (misalnya : trakea, muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)

T4b : Tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis atau struktur mediastinum.

3. Subglottis


(40)

T2 : Tumor meluas ke pita suara asli dengan pergerakan yang normal atau terjadi gangguan.

T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli.

T4a : Tumor menginvasi kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (misalnya : trakea, muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)

T4b : Tumor menginvasi ruang prevertebra sarung arteri karotis atau struktur mediastinum.

Penjalaran ke kelenjar limfa (N)

N0 : Secara klinis kelenjar tidak teraba

N1 : Metastase satu kelenjar limfa inspilateral, dengan ukuran diameter

≤ 3 cm.

N2a : Metastase satu ke kelenjar limfa inspilateral, dengan ukuran diameter 3≤x<6 cm.

N2b : metastase ke multipel kelenjar limfa inspilateral, dengan ukuran diameter <6 cm

N2c : Metastase ke bilateral atau kontralateral kelenjar limfa, dengan ukuran <6 cm.

N3 : Metastase ke single/multipel kelenjar limfa, dengan ukuran ≥6 cm.

Metastasis jauh (M)

M0 : Tidak dijumpai metastasis jauh. M1 : Dijumpai metastasis jauh.

Staging (Stadium)

0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0


(41)

T3 N1 M0

IVA T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0

IVB T4b Any N M0 Any T N3 M0

IVC Any T Any N M1

2.3.2.7. Terapi

Setelah diagnosis dan stadium tumor ditegakkan, maka ditentukan tinfakan yang akan diambil sebagai penanggulangannya.

Ada 3 cara penanggulangan yan lazim dilakukan, yakni pembedahan, radiasi, obat sitostatik ataupun kombinasi daripadanya, tergantung pada stadium penyakit dan keadaan umum pasien.

Sebagai patokan dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3 dikirim untuk dilakukan operasi, stadium 4 dilakukan operasi dengan rekonstruksi, bila masih memungkinkan atau untuk mendapatkan radiasi.

Jenis pembedahan adalah laringektomia totalis atau pun parsial, tergantung lokasi dan penjalaran tumor, serta dilakukan lokasi diseksi leher radikal bila terdapat penjalaran ke kelenjar limfa leher.

Pemakaian sitostatika belum memuaskan, biasanya jadwal pemberian sitostatika tidak sampai selesai karena keadaan umum memburuk.


(42)

2.3.2.8. Prognosis

Tumor laring mempunyai prognosis yang paling baik diantara tumor-tumor daerah traktus aerodigestivus, bila dikelola dengan tepat, cepat dan radikal.

2.4. Karsinogenesis

Kanker terjadi ketika sel-sel pada bagian tubuh kita mulai tumbuh secara tidak normal atau diluar kendali. Ada banyak jenis kanker, tetapi semuanya ada karena pertumbuhan yang tidak tekendali dari sel-sel yang abnormal. Pertumbuhan sel kanker berbeda dengan pertumbuhan sel normal. Bukannya mengalami kematian sel, sel-sel kanker terus tumbuh dan mempunyai bentuk yang baru, sel-sel abnormal. sel kanker juga bisa menginvasi jaringan lain, suatu proses yang tidak bisa dilakukan sel yang normal. Tumbuh tidak terkendali dan menginvasi jaringan lain itulah yang membuat sel normal menjadi sel kanker (American Cancer Society, 2014).

Sel-sel menjadi sel kanker dikarenakan kerusakan pada DNA. DNA terdapat pada semua sel dan mempunyai peranan yang sangat penting. Pada sel normal, ketika DNA mengalami kerusakan maka sel akan memperbaiki kerusakan atau menjadi sel mati. Pada sel-sel kanker, DNA yang rusak tidak diperbaiki dan juga tidak mati seperti seharusnya. Bahkan, sel ini terus membuat sel-sel baru yang tidak dibutuhkan tubuh. Sel-sel yang baru ini akan terus mengalami kerusakan DNA yang sama seperti yang terjadi pada sel pertama yang rusak. Seseorang bisa mengalami kerusakan DNA, tetapi kebanyakan kerusakan DNA disebabkan oleh kesalahan yang terjadi ketika sel normal membelah atau oleh sesuatu yang ada di lingkungan. Terkadang penyebab kerusakan DNA karena sesuatu yang jelas, seperti merokok. Tetapi sering dikarenakan penyebab yang belum diketahui (American Cancer Society, 2014).

Pada kebanyakan kasus sel-sel kanker, sel-sel kanker dapat membentuk sel tumor. Sel kanker sering menyebar ke bagian lain dari tubuh, dimana sel kanker mulai tumbuh dan membentuk tumor baru yang pindah ke jaringan normal. Proses ini disebut metastsis. ini terjadi ketika sel-sel kanker menyebar ke


(43)

aliran darah atau pembuluh limfe pada tubuh kita. Tidak semua tumor adalah sel-sel kanker. Tumor yang bukan sel-sel-sel-sel kanker disebut tumor jinak. Tumor jinak bisa menyebabkan masalah karena dapat menekan organ-organ sehat sekitarnya. Sel tumor tidak bisa tumbuh atau menginvasi jaringan lain dan juga tidak bisa mengalami proses metastasis (American Cancer Society, 2014).

2.5. Faktor-Faktor Risiko Kanker Laring

Faktor risiko adalah segala sesuatu yang menyebabkan terjadinya suatu penyakit, seperti kanker. Setiap kanker mempunyai faktor risiko yang berbeda-beda. Beberapa faktor risiko seperti merokok dapat diubah. Lainnya, seperti umur seseorang atau riwayat keluarga tidak dapat diubah. Menurut American Cancer society ada beberapa fakor risiko untuk terjadinya kanker laring, yaitu : konsumsi alkohol, penggunaan tembakau, infeksi HPV, sindrom genetik, paparan tempat kerja, jenis kelamin, umur , ras, penyakit gastroesofageal reflux (American Cancer Society, 2014).

2.5.1. Konsumsi Alkohol

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa konsumsi alkohol meningkatkan risiko kanker rongga mulut, faring, dan laring . Baan et al, menemukan bahwa minum 50 gram alkohol murni per hari dihubungkan dengan 2-3 kali risiko lebih tinggi terkena kanker laring dibandingkan dengan non-peminum.

2.5.2. Penggunaan Tembakau

Penggunaan tembakau merupakan faktor risiko yang paling penting untuk terjadinya kanker leher dan kepala (temasuk kanker laring dan hypofaring). Risiko untuk terjadinya kanker ini jauh lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan non-perokok. Kebanyakan penderita kanker laring mempunyai riwayat merokok atau paparan tembakau dengan cara lain (American Cancer Society, 2014).


(44)

2.5.3. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV)

Human Papilloma Virus (HPV) ditemukan pada banyak lesi di regio kepala dan leher, termasuk pada karsinoma sel skuamosa. HPV tipe 16 dan 18 diketahui sebagai risiko mayoritas untuk terjadinya kanker serviks. ini diyakinkan karena protein virus E5 dan E6 yang mendegradasi p53. Enzim ini berhubungan dengan integritas gen, proliferasi, dan apoptosis yang mana sangat penting dalam mencegah kematian sel kanker. Kekuatan untuk menggunakan informasi tentang HPV ini masih kurang jelas pada kanker laring, karena banyaknya studi yang menggunakan teknik yang berbeda-beda dan hasil sensitivitas dan spesifitas yang beragam. Almadori et al mengungkapkan bahwa sepertiga dari tumor laring ditemukan adanya DNA HPV, tetapi Ha dan Califano berpendapat bahwa HPV menpunyai mekanisme untuk memicu perkembangan tumor. Clayman et al menemukan bahwa 24 diantara 57 spesimen dari kanker laring merupakan pasien yang positif HPV. Studi mereka mengungkapkan bahwa HPV bisa ditemukan pada tumor yang mengalami kelainan biologis dengan prognosis yang buruk (Cummings, 2005).

2.5.4. Paparan pada Tempat Industri

lama terpapar oleh debu kayu, uap cat, dan zat kimia tertentu yang digunakan pada industri metal, minyak, plastik, dan textil juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker laring (American Cancer Society, 2014).

2.5.5. Jenis Kelamin

kanker laring dan hipofaring lebih sering terjadi pada pria 4 kali lebih sering dibandingkan dengan wanita. Ini dikarenakan faktor risiko utama, merokok dan konsumsi alkohol, yang sering pada pria. Tetapi pada tahun-tahun terakhir, kebiasaan ini sering dijumpai pada wanita, tentunya risiko untuk terjadinya kanker laring meningkat (American Cancer Society, 2014).


(45)

2.5.6. Usia

Terjadinya kanker laring melalui proses bertahun-tahun, jadi kanker laring jarang ditemukan pada orang-orang muda. Lebih dari setengah pasien dengan kanker laring berumur 65 atau lebih ketika kanker pertama kali didiagnosis (American Cancer Society, 2014).

2.5.7. Ras atau Suku

Kanker laring lebih sering ditemukan pada ras Amerika-Afrika dan orang kulit putih dibandingkan dengan ras Asia dan Latin (American Cancer Society, 2014). Insidens terjadinya kanker laring dua kali lebih tinggi pada orang kulit hitam dibandingkan dengan orang kulit putih di Amerika (Wasfie T, 1988 dalam Cummings CW, 2005).

2.5.8. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah naiknya asam lambung ke esofagus. GERD dapat menyebabkan heartburn dan meningkatkan terjadinya kanker pada esofagus. Studi-studi sudah dilakukan untuk melihat jika ini meningkatkan risiko kanker pada laring (American Cancer Society, 2014). Koufman melaporkan bahwa 31 pasien kanker laring, didokumentasikan 84% dijumpai reflux. Berbeda dengan penelitian kebanyakan, hanya 58% pasien adalah perokok (koufman JA, 1991 dalam Cummings CW, 2005).


(46)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor risiko kanker laring. model kerangka konsep pada penelitian ini adalah model prognostik, maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

Umur Suku/Ras Jenis kelamin

Merokok Konsumsi alkohol

Riwayat GERD Riwayat keluarga Riwayat infeksi HPV Paparan tempat kerja


(47)

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

Umur Satuan waktu

yang mengatur waktu keberadaan manusia dari lahir hingga penelitian berlangsung Wawancara dengan menggunakan kuesioner 1.<40 tahun 2.40-50 tahun 3.50-60 tahun 4.>60 tahun Ordinal Jenis kelamin Merupakan pengelompokan manusia berdasarkan perkembangan fisik dan organ seksualnya, dikenal menjadi laki-laki dan perempuan Wawancara dengan menggunakan kuesioner. 1.Laki-laki 2.Perempuan Nominal

Merokok Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan Wawancara dengan menggunakan kuesioner dengan isi pertanyaan : merokok/tidak Status merokok 1.Merokok 2.Tidak Merokok Lama merokok 1.1-10 tahun Ordinal


(48)

rokok maupun pipa. merokok, usia mulai merokok, lama merokok, jumlah batang rokok yang dihisap per hari, dan jenis rokok

2.11-20 tahun 3. > 20 tahun

Kanker Laring Keganasan yang terjadi pada laring. Dengan menggunakan data rekam medis RSUP HAM. Data yang didapat berupa data pasien kanker laring.dengan berbagai klasifikasi dan stadium Ordinal Konsumsi alkohol Meminum minuman beralkohol Wawancara dengan menggunakan kuesioner Status konsumsi alkohol 1.mengkonsums i alkohol 2.Tidak mengkonsumsi alkohol. Lama mengkonsumsi alkohol: 1.1-10 tahun 2.11-20 tahun Ordinal


(49)

3. > 20 tahun

Riwayat keluarga Ada tidaknya keluarga yang menderita kanker laring, keluarga yang dimaksud adalah keluarga tingkat atas yaitu: ayah, ibu, kakek, nenek, paman, dan bibi. Wawancara dengan menggunakan kuesioner 1.ada riwayat keluarga 2.tidak ada riwayat keluarga Nominal Riwayat GERD Ada tidaknya responden mengalami kondisi adanya aliran balik dari isi lambung ke kerongkongan yang

menyebabkan gejala yang mengganggu. Wawancara dengan menggunakan kuesioner 1.ada riwayat GERD 2.tidak ada riwayat GERD Nominal Riwayat Infeksi HPV Pada responden ditemukan gejala serak yang terus-menerus dan ada

Wawancara dengan menggunakan kuesioner 1.positif mempunyai riwayat infeksi HPV 2.negatif Nominal


(50)

riwayat operasi tenggorokan

mempunyai riwayat infeksi HPV

Suku Suatu golongan

manusia berdasarkan garis keturunan atau tempat asal yang dianggap sama dan hal tersebut ada pada subjek penelitian yang mayoritas sukunya Batak, Melayu, dan Jawa Wawancara dengan menggunakan kuesioner 1.Batak 2.Melayu 3.Jawa 4.dll Ordinal Lama paparan tempat kerja Bahaya yang terjadi pada lingkungan aktifitas responden yang menghasilkan pendapatan tetap Wawancara dengan menggunakan kuesioner 1.<10 tahun 2.10-20 tahun 3.>20 tahun Ordinal


(51)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional dan bersifat prospektif, bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor risiko pada penderita kanker laring di RSUP. H. Adam Malik Medan dimana akan dilakukan pengumpulan data berdasarkan kuesioner dan di Departemen THT-KL di RSUP. H. Adam Malik dan di Ruang Rawat Inap RSUP H. Adam Malik Medan.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan bulan September-November 2014. Penelitian ini dilakukan di Poli THT-KL dan di Ruang Rawat Inap Rindu A RSUP. H. Adam Malik Medan.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh penderita kanker laring yang ada di RSUP. H. Adam Malik Medan dari bulan September-November 2014.

4.3.2. Sampel

Cara pemilihan sampel untuk penelitian ini adalah secara consecutive sampling dimana semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian dan dalam kurun waktu tertentu.

Teknik pengambilam sampel penelitian ini secara total sampling, dimana semua subjek yang memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan.


(52)

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah :

1. Penderita kanker laring yang Poli THT-KL dan di Ruang Rawat Inap Rindu A RSUP. H. Adam Malik Medan.

b. Kriteria Eksklusi dari peneltian ini adalah : 1. Tidak bersedia mengisi informed consent

4.4. metode pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari pasien melalui pengisian kuesioner. Kuesioner, sebagai alat bantu dalam pengumpulan data, terdiri daripertanyaan-pertanyaan tertutup untuk mengumpulkan data karakteristik dan tindakan responden penelitian. Kuesioner tersebut akan diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik korelasi product moment. Sampel yang digunakan dalam uji validitas memiliki karakter yang hampir sama dengan sampel dalam penelitian ini.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan komputerisasi dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions). Data yang telah dianalisis akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(53)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Hasil Penelitian ini diperolah dari wawancara dengan menggunakan bantuan kuesioner kepada penderita kanker laring di RSUP H. Adam Malik Medan

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik yang beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17 Medan, Kelurahan Kemenangan, Kecamatan Medan Tuntungan. RSUP H. Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No.335/Menkes/SK/VIII/1990. Disamping itu, RSUP H. Adam Malik adalah Rumah Sakit Rujukan untuk wilayah pembangunan A. RSUP H. Adam Malik juga ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan berdasarakan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991, dan secara resmi pusat pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik pada tanggal 11 Januari 1993.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Sampel

Data penelitian merupakan hasil wawancara dengan bantuan kuesioner yang berjumlah 43 kasus kanker laring.

a. Karakteristik Usia terhadap Kanker Laring

Karakteristik usia pasien dalam penelitian ini dibagi atas 3 kategori: usia 41-50 tahun, usia 51-60 tahun, dan usia 61-70 tahun. Data distribusi frekuensi faktor risiko kanker laring berdasarkan usia selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Sampel Berdasarkan Usia

No. Umur Frekuensi (n) Persen (%)

1. 41-50 4 9.3

2. 51-60 27 62.8

3. 61-70 12 27.9


(54)

Dari hasil penelitian didapati distribusi karakteristik berdasarakan kategori usia pasien sebagai berikut : kategori penderita kanker laring terbanyak adalah kelompok usia 51-60 tahun dengan jumlah 27 (62.8%) kasus, dan yang paling sedikit adalah kelompok usia 41-50 tahun dengan jumlah 4 (9.3%) kasus

b. Karakteristik Jenis Kelamin terhadap Kanker Laring

Data distribusi frekuensi faktor risiko kanker laring berdasarkan jenis kelamin selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persen (%)

1. Laki-Laki 39 90.7

2. Perempuan 4 9.3

Total 43 100

Berdasarkan hasil penelitian jumlah penderita kanker laring paling banyak pada laki-laki yaitu sejumlah 39 (90.7%) kasus, dan pada perempuan sejumlah 4 (9.3%) kasus.

c. Karakterisitk Suku terhadap Kanker Laring

Berdasarkan hasil penelitian didapati 4 suku penderita kanker laring yaitu Suku Batak, Suku Jawa, Suku Melayu dan Suku Aceh. Data distribusi frekuensi faktor risiko kanker laring berdasarkan suku selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Sampel Berdasarkan Suku

No. Suku Frekuensi (n) Presentasi (%)

1. Batak 31 72.1

2. Aceh 1 2.3

3. Jawa 3 7.0

4. Melayu 8 18.6


(55)

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan jumlah kasus kanker laring terbanyak didapati pada pasien dengan Suku Batak sebanyak 32 (72.1%) kasus, sedangkan yang paling sedikit didapati pada pasien suku Aceh sebanyak 1 (2.3%) kasus.

d. Karakteristik Paparan Tempat Kerja terhadap Kanker Laring

Data distribusi frekuensi faktor risiko kanker laring berdasarkan pekerjaan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Kanker Laring Berdasarkan Pekerjaan

No. Pekerjaan Frekuensi (n) Persen (%)

1. Buruh Pabrik Cat 2 4.7

2. Buruh Pabrik Kayu 2 4.7

3. Buruh Bangunan 6 14.0

4. Petani 13 30.2

5. Pegawai swasta 10 23.3

6. Pegawai negeri 7 16.3

7. Tidak bekerja 2 4.7

8. Pengayuh becak 1 2.3

Total 43 100

Dari hasil penelitian didapati pekerjaan terbanyak responden adalah petani yaitu sebanyak 13 (30.2%) kasus, pegawai swasta 10 (23.3%) kasus, dan yang paling sedikit adalah pekerjaan pengayuh becak 1 (2.3%).

e. Karakteristik Riwayat Keluarga terhadap Kanker Laring

Data distribusi frekuensi faktor risiko kanker laring berdasarkan riwayat keluarga selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.5.


(56)

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Kanker Laring Berdasarkan Riwayat Keluarga

No. Karakteristik Frekuensi (n) Persen (%)

Riwayat Keluarga

1. Ada 2 4.7

2. Tidak ada 41 95.3

Total 43 100

Berdasarkan hasil penelitian didapati pasien yang memiliki riwayat keluarga kanker laring sebanyak 2 (4.7%) kasus , sedangkan pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga kanker laring sebanyak 41 (95.3%) kasus.

f. Merokok

Data distribusi frekuensi faktor risiko kanker laring berdasarkan status merokok selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Kanker Laring Berdasarkan Status Merokok

No. Karakteristik Frekuensi (n) Persen (%)

Status Merokok

1. Merokok 38 88.4

2. Tidak Merokok 5 11.6

Total 43 100

Lama Merokok

1. <10 Tahun 0 0

2. 10-20 Tahun 0 0

3. >20 Tahun 38 100

Total 38 100

Berdasarkan hasil penelitian didapati jumlah pasien yang merokok sejumlah 38 (88.4%) kasus. Dari total pasien yang merokok didapati semua responden merokok lebih dari 20 tahun.


(57)

g. Karakteristik Status Konsumsi Alkohol terhadap Kanker Laring

Data distribusi frekuensi faktor risiko kanker laring berdasarkan status konsumsi alkohol selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.7

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Kanker Laring Berdasarkan Status Konsumsi Alkohol

No. Karakteristik Frekuensi (n) Persen (%)

Konsumsi Alkohol

1. Mengkonsumsi Alkohol 32 74.4

2. Tidak Mengkonsumsi Alkohol 11 25.6

Total 43 100

Lama Mengkonsumsi Alkohol

1. 2. 3.

<10 Tahun 10-20 Tahun

>20 Tahun

1 16 15

3.2 50.0 46.8

Total 32 100

Berdasarkan hasil penelitian didapati jumlah pasien yang mengkonsumsi alkohol sebanyak 32 (74.4%) kasus. Dari total yang mengkonsumsi alkohol didapati yang mengkonsumsi selama 10-20 tahun sebanyak 16 (50%) kasus, selama lebih dari 20 tahun sebanyak 15 (46.8%) kasus, dan yang mengkonsumsi kurang dari 10 tahun sebanyak 1 (3.2%) kasus. Sedangkan yang tidak mengkonsumsi alkohol sebanyak 11 (25.6%) kasus.

h. Karakteristik Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) terhadap Kanker Laring

Data distribusi frekuensi faktor risiko kanker laring berdasarkan GERD selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.8.


(58)

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Kanker Laring Berdasarkan Riwayat Gastroesophadeal Reflux Disease

No. Karakteristik Frekuensi (n) Persen (%)

Pasien yang Memiliki Riwayat GERD

1. Ada Riwayat 8 18.6

2. Tidak ada Riwayat 35 81.4

Total 43 100

Lama Menderita GERD

1. <10 Tahun 0 0

2. 10-20 Tahun 7 87.5

3. >20 Tahun 1 12.5

Total 8 100

Berdasarkan hasil penelitian didapati jumlah pasien yang memiliki riwayat GERD adalah sebanyak 8 (18.6%) kasus. Dari total pasien yang memiliki riwayat GERD didapati pasien yang memiliki riwayat selama lebih dari 10-20 tahun sebanyak 7 (87.5%) kasus, yang memiliki riwayat lebih dari 20 tahun sebanyak 1 (12.5%) kasus, dan yang memiliki riwayat selama kurang dari 10 tahun tidak ditemukan kasus. Sedangkan jumlah pasien yang tidak memiliki riwayat GERD adalah sebanyak 35 (81.4%) kasus.

i. Karakteristik Riwayat Infeksi HPV terhadap Kanker Laring

Data distribusi frekuensi faktor risiko kanker laring berdasarkan riwayat infeksi HPV selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.9.

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Kanker Laring Berdasarkan Infeksi Human Papilloma Virus

No. Karakteristik Frekuensi (n) Persen (%)

Riwayat Infeksi HPV

1. Ada 1 2.3

2. Tidak ada 42 97.7


(59)

Berdasarkan hasil penelitian didapati jumlah pasien yang mempunyai riwayat infeksi HPV sebanyak 1 (2.3%) kasus dan yang tidak mempunyai riwayat infeksi HPV sebanyak 42 (97.7%) kasus.

5.2 Pembahasan

Dilihat dari segi usia responden, hasil penelitian diperoleh bahwa responden yang paling banyak adalah umur 51-60 tahun yaitu 62.8% kasus. Dapat dilihat juga frekuensi yang terendah yaitu umur 41-50 tahun yaitu 9.3% kasus (Tabel 5.1). Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya, kanker laring terbanyak didapatkan pada pasien yang berumur menjelang tua, dengan usia antara 51-60 tahun (FK UI, 2007). Begitu juga dengan penelitian Ernawati (2013), didapati responden usia 51-60 tahun sebanyak 41.7% kasus.

Terjadinya kanker laring melalui proses bertahun-tahun, jadi kanker laring jarang ditemukan pada orang yang relatif muda. Bahkan lebih dari setengah pasien dengan kanker laring berumur 65 atau lebih ketika kanker pertama kali didiagnosis (American Cancer Society, 2014).

Dilihat dari segi jenis kelamin responden, hasil penelitan diperoleh bahwa responden yang paling banyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 90.7% kasus dan perempuan sebanyak 9.3% kasus (Tabel 5.2). Penelitian sebelumnya menunjukkan dalam periode 6 tahun, di bagian THT RS Cipto Mangunkusumo, didapati perbandingan laki-laki dan perempuan 7:1 (FK UI, 2007). Ernawati (2013), dalam penelitiannya menemukan hasil yang serupa yaitu penderita kanker laring berjenis kelamin laki-laki sebanyak 94.4% kasus dan perempuan sebanyak 5.6% kasus.

Kanker laring terjadi pada 4 kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Oleh karena merokok dan mengkonsumsi alkohol yang sering terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (American Cancer Society, 2014).

Dilihat dari segi suku responden, hasil penelitian diperoleh bahwa responden yang paling banyak adalah Suku batak sebanyak 72.1% kasus, Suku


(60)

Melayu sebanyak 18.6% kasus, Suku Jawa sebanyak 7.0% kasus dan yang paling sedikit didapatkan pada pasien Suku Aceh sebanyak 2.3% kasus (Tabel 5.3).

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, jumlah populasi suku batak pada tahun 2000 berjumlah 4.827.000 dari 11.649.655 (41.44%) penduduk Sumatera Utara, dengan perkiraan pada tahun 2010 Suku Batak di Sumatera Utara menjadi 5.602.000 penduduk dari 12.982.204 (41.4%) penduduk di Sumatera Utara dan merupakan suku dengan penduduk terbanyak di Sumatera Utara. Dengan besarnya jumlah penduduk Suku Batak di Sumatera Utara maka memungkinkan untuk tingginya jumlah penderita kanker laring yang berasal dari Suku Batak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014.

Dilihat dari segi pekerjaan responden, hasil penelitian diperoleh bahwa responden terbanyak adalah pekerjaan petani sebanyak 30.2% kasus, pegawai swasta 23.3% kasus, pegawai negeri 16.3% kasus, buruh bangunan 14% kasus, buruh pabrik cat, buruh pabrik kayu dan tidak bekerja masing-masing 4.7% kasus dan pengayuh becak 2.3% kasus (Tabel 5.9). Berbeda dengan hasil penelitian Ernawati (2013), didapati pekerjaan terbanyak sebagai wiraswasta sebanyak 38.9% kasus dan pekerjaan petani sebanyak 22.2% kasus. Mengenai hal ini, peneliti berpendapat bahwa kanker laring dapat terjadi karena paparan pada tempat kerja atau pekerjaan.

Seringnya terpapar oleh debu kayu, uap cat, dan zat kimia tertentu yang digunakan pada industri metal, minyak, cat, dan kayu dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker laring (American Cancer Society, 2014). Besarnya jumlah penderita kanker laring yang bekerja sebagai petani dikarenakan paparan dari insektisida yang dipakai oleh petani sehari-harinya. Insektisida mengandung bahan kimia seperti dichlorodiphenyl trichloroethane (DDT) yang memberikan efek bagi kesehatan. DDT dapat mengakibatkan penurunan dari produksi sel NK pada binatang percobaan namun tidak mempengaruhi respon imun humoral. Di Amerika Serikat, dijumpai adanya peningkatan risiko non-hodgkin lymphoma dan kanker paru (Longnecker et al, 1997).


(61)

Dilihat dari segi riwayat keluarga responden, hasil penelitian diperoleh bahwa 4.7% kasus didapati memiliki riwayat keluarga penyakit kanker (Tabel 5.4).

American Cancer Society (2014), menunjukkan orang-orang yang memiliki kelainan yang diturunkan pada gen tertentu memiliki risiko yang tinggi terhadap kanker leher, termasuk kanker laring.

Menurut teori vogelstein tentang inaktivasi tumor supresor gen atau aktivasi proto-onkogen, salah satu teori onkologi, dan sudah dievaluasi pada kanker laring. Perubahan genetik pada kromosom regio 9p21 dapat mengakibatkan perubahan awal dan berkelanjutan dari mukosa abnormal pre-neoplastik ke kanker yang invasif. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pada gen p16 yang mengatur siklus sel. Kegagalan pada kematian sel yang terprogram dan apoptosis merupakan awal dari sel tumor yang imortal (Cummings CW, 2005).

Dilihat dari status merokok responden, hasil penelitian diperoleh 88.4% kasus merupakan perokok. Dari total responden yang merokok didapati semua responden telah merokok selama lebih dari 20 tahun (Tabel 5.5). Sedikit berbeda dengan penelitian Ernawati (2013), didapati 58.3% kasus merupakan perokok. Mengenai hal ini, peneliti berpendapat bahwa gaya hidup merokok dewasa ini semakin marak dan dibutuhkan kesadaran akan kesehatan kepada setiap lapisan masyarakat.

Penggunaan tembakau merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya kanker laring. Kebanyakan penderita kanker laring mempunyai riwayat merokok atau paparan tembakau dengan cara lain ( American Cancer Society, 2014).

Dilihat dari status konsumsi alkohol responden, hasil penelitian diperoleh bahwa responden yang mengkonsumsi alkohol sebanyak 74.4% kasus dan yang tidak mengkonsumsi alkohol sebanyak 25.6% kasus. Dari total responden yang mengkonsumsi alkohol didapatkan yang mengkonsumsi alkohol selama lebih dari 20 tahun sebanyak 46.8% kasus, selama 10-20 tahun sebanyak 50% kasus dan kurang dari 10 tahun sebanyak 3.2% kasus (Tabel 5.6). Berbeda dengan hasil penelitian Ernawati (2013), didapati penderita kanker laring yang mengkonsumsi


(62)

alkohol sebanyak 16.7% kasus. Mengenai hal ini, peneliti berpendapat bahwa kurangnya kesadaran responden terhadap bahaya konsumsi alkohol menyebabkan tingginya angka penderita kanker laring.

Mengkonsumsi 50 gram alkohol murni per hari dihubungkan dengan 2-3 kali risiko lebih tinggi terkena kanker laring dibandingkan dengan non-peminum (Baan et al).

Dilihat dari segi riwayat GERD responden, hasil penelitian diperoleh bahwa responden yang memiliki riwayat GERD sebanyak 18.6% kasus. Dari total responden yang memiliki riwayat GERD didapati yang memiliki riwayat selama 10-20 tahun sebanyak 87.5% kasus, selama lebih dari 20 tahun sebanyak 12.5% kasus dan tidak ditemukan dibawah 10 tahun (Tabel 5.7).Sejalan dengan penelitian Koufman yang melaporkan bahwa 31 pasien kanker laring didapati 84% dijumpai GERD (Koufman JA, 1991 dalam Cummings CW, 2005).

Naiknya asam lambung ke esofagus (GERD) menyebabkan terjadinya peradangan (heartburn) pada sel epitel skuamosa pada laring, bila hal ini terjadi secara terus-menerus maka terbentuk sel yang abnormal, hal ini diyakini merupakan suatu proses sel untuk menjadi sel kanker (American Cancer Society, 2014).

Dilihat dari segi riwayat infeksi HPV, hasil penelitian diperoleh bahwa responden yang memiliki riwayat infeksi HPV sebanyak 2.3% kasus (Tabel 5.8). Berbeda dengan penelitian Clayman et al, yang menemukan bahwa 42.7% kasus kanker laring merupakan pasien yang positif HPV.

Informasi tentang HPV masih kurang jelas pada kanker laring, karena banyaknya studi yang menggunakan teknik yang berbeda-beda dan hasil sensitivitas dan spesifitas yang beragam (Cummings CW, 2005).

Human Papilloma virus (HPV) ditemukan pada banyak lesi di regio kepala dan leher, termasuk pada karsinoma sel skuamosa. HPV tipe 16 dan 18 diketahui sebagai risiko mayoritas untuk terjadinya kanker serviks. ini diyakinkan karena protein virus E5 dan E6 yang mendegradasi p53. Enzim ini berhubungan dengan integritas gen, proliferasi, dan apoptosis yang mana sangat penting dalam mencegah kematian sel kanker (Cummings CW, 2005).


(63)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian tentang gambaran faktor- faktor risiko kanker laring di RSUP. H. Adam Malik Medan, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Jumlah penderita kanker laring yang terbanyak adalah usia 51-60 tahun (62.8%).

2. Jumlah penderita kanker laring yang terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki (90.7%).

3. Jumlah penderita kanker laring yang terbanyak adalah Suku Batak (72.1%).

4. Jumlah pekerjaan terbanyak penderita kanker laring adalah petani (30.2%).

5. Penderita kanker laring yang mempunyai riwayat keluarga adalah sebesar 2 (4.7%) kasus.

6. Jumlah penderita kanker laring yang merupakan perokok adalah 38 (88.4%) kasus. Lama merokok penderita kanker laring yang paling banyak ditemukan adalah lebih dari 20 tahun (100%).

7. Jumlah penderita kanker laring yang mengkonsumsi alkohol adalah 32 (74.4%) kasus. Lama konsumsi alkohol yang paling banyak ditemukan adalah lebih dari 10-20 tahun (37.2%).

8. Jumlah penderita kanker laring yang memiliki riwayat GERD adalah sebanyak 8 (18.6%) kasus. Lama memiliki riwayat GERD yang paling banyak ditemukan adalah 10-20 tahun (87.5%).

9. Jumlah penderita kanker laring yang mempunyai riwayat HPV pada laring adalah sebanyak 1 (2.3%) kasus.


(64)

6.2 Saran

1. Karena etiologi terjadinya karsinoma laring masih belum jelas maka dibutuhkan penelitian selanjutnya secara kohort untuk melihat bahan karsinogenik tertentu yang paling berperan menyebabkan karsinoma laring.

2. Diharapkan kepada para petugas kesehatan dan organisasi masyarakat aktif memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang bahayanya merokok dan alkohol.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

Almadori G, et al., 2001. Human papilloma virus infection and epidermal growth factor receptor expression in primary laryngeal squamous cell carcinoma, Clin Cancer Res 7:3988. Dalam Cummings, 2005.

Otolaryngology head and neck surgery. 4th ed. Vol. 3 Maryland, John Hopkins university of medicine, hh. 2224

American Cancer Society, 2014. Laryngeal and hypopharyngeal cancers. Atlanta, Ga: American Cancer Society; 2014.

Baan R, et al., 2007. Carcinogenicity of alcoholic beverages. The Lancet Oncology 8: 292–293. Dalam Kiadaliri, Aliasghar Ahmad, et al (2013)

Alcohol Drinking Cessation and the Risk of Laryngeal and Pharyngeal Cancers: A Systematic Review and Meta-Analysis.

Badan Pusat Statistik. 2011. Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia, Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Ballenger, J.J.,1993. Anatomy of the larynx. Dalam : Diseases of the nose, throat, ear, head and neck. 13th ed. Philadelphia, Lea & Febiger.

Clayman GL, et al., 1994. Human papillomavirus in laryngeal and hypopharyngeal carcinomas: relationship to survival, Arch Otolaryngol Head Neck Surg 120:743. Dalam Cummings, 2005. Otolaryngology head and neck surgery. 4th ed. Vol. 3 Maryland, John Hopkins university of medicine, hh. 2224

Cummings, 2005. Otolaryngology head and neck surgery. 4th ed. Vol. 3 Maryland, John Hopkins university of medicine

Ernawati, 2013, Karakteristik Penderita Tumor Ganas Laring di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010-2013.

Fretjie JE, et al, 1996. Carcinoma of the larinx in patients with gastroesophageal reflux, Am J Otol 6:388. Dalam Cummings, 2005. Otolaryngology head and neck surgery. 4th ed. Vol. 3 Maryland, John Hopkins university of medicine, hh. 2224

Ha PK, Callifano III JA, 2002. Molecular biology of laryngeal cancer, Otolaryngol Clin North Am 35:993. Dalam Cummings, 2005.


(1)

LAMPIRAN KUESIONER No. Urut :

Tanggal :

Tempat Pengambilan Sampel : Data-data Pasien

Nama : Jenis Kelamin : Suku : Umur : Pekerjaan : Alamat : I. 1. Merokok:

a. Ya b. Tidak

2. Lama Merokok :... tahun a. < 10 tahun

b. 10 – 20 tahun c. > 20 tahun II. 1. mengkonsumsi alkohol:

a. Ya b. Tidak

2. Lama mengkonsumsi alkohol: a. < 10 tahun b. 10 – 20 tahun c. > 20 tahun III. 1. Riwayat keluarga:

a. Ada b. Tidak ada


(2)

IV. 1. Riwayat Gastroesophageal Reflux Disease/GERD (iritasi tenggorokan akibat naiknya asam lambung):

GERD mempunyai gejala seperti dibawah:

1) Adakah nyeri perut terutama bagian atas atau ulu hati: a. ada

b. tidak ada

2) Adakah dijumpai nyeri dada: a. ada

b. tidak ada

3) Adakah dijumpai suara serak: a. ada

b. tidak ada

4) Adakah dijumpai nyeri tenggorokan dan batuk terus-menerus: a. ada

b. tidak ada

2. Sudah berapa lama keluhan ini dialami: a. <10 tahun

b. 10-20 tahun c. >20 tahun

V. 1. Riwayat infeksi HPV pada laring:

1) Pernah menderita suara serak yang berulang pada waktu kecil: a. Pernah

b. Tidak pernah

2) Ada riwayat operasi yang berulang pada kerongkongan: a. Ada


(3)

VI. 1. Paparan tempat kerja: a. Pabrik cat b. Pabrik kayu c. Industri metal d. Industri plastik e. Industri tekstil f. Pekerja bangunan g. Dll.


(4)

(5)

(6)