Profil Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012

(1)

HASIL PENELITIAN

PROFIL PENDERITA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIS

DI RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

PADA TAHUN 2012

OLEH:

Andri Winata Sitepu

090100300

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

(3)

ABSTRAK

Sinusitis maksilaris kronis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia, Data dari DEPKES RI (2003) menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Peneliti tertarik untuk meneliti Profil Penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.

Rancangan penelitian yang dilakukan adalah retrospektif deskriptif. Dengan mengunakan data sekunder. Lokasi penelitian dilakukan di bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Populasi dari penelitian ini sebanyak 497 penderita. berdasarkan umur yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis umur 30-39 tahun sebanyak 174 penderita (35%) dan yang paling sedikit menderita sinusitis kronis umur < 9 tahun sebanyak 3 penderita (0,6%). Berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah perempuan sebanyak 318 penderita (64%) dan yang paling sedikit adalah laki-laki sebanyak 179 penderita (36%). Berdasarkan keluhan utama yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah hidung tersumbat sebanyak 323 penderita (65%) dan yang paling sedikit adalah hidung berdarah dan nyeri pipi masing-masing sebanyak 9 penderita (1,8%). Berdasarkan etiologi yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah rhinogen sebanyak 362 penderita (72,8%) dan yang paling sedikit adalah dentogen sebanyak 135 penderita (27,2%). Berdasarkan penatalaksanaan yang paling banyak penderita sinusitis maksilaris kronis diberikan penanganan Farmakologi sebanyak 278 penderita (55,1%) dan yang non farmakologi sebanyak 223 penderita (44,9%).


(4)

ABSTRACT

Chronic maxillary sinusitis is a disease that found in the medical practice even cause the health problem in the global level. Based on data issued by Health Ministry of Indonesia (2003) the nose and sinus diseases is on the 25th rank of 50 main diseases or about 102.817 outpatient in hospitals. The researcher interests to study the profile of patients with chronic maxillary sinusitis at otolaryngology polyclinic of Central General Hospital of Haji Adam Malik Medan in 2012.

Research design is a descriptive retrospective using secondary data. The location of research is a medical record of Central General Hospital of Haji Adam Malik Medan. The population is 497 samples. Based on age, more of patient with chronic maxillary sinusitis have age of 30 – 39 years old for 174 patients (35%) and a few of patient with chronic maxillary sinusitis who have age < 9 years for 3 patients (0.6%). Based on the gender, more of patient with chronic maxillary sinusitis are female for 318 samples (64%) and a few of them are male for 179 patients (36%). Based on te main complain, more of patient with chronic maxillary sinusitis is gagged nose for 323 patients (65%) and a few of them is nosebleed and cheek pain for 9 patients (1.8%). Based on etiology, more of patient of chronic maxillary sinusitis is rhinogen for 362 patients (72.8%) and a few of them is dentogen for 135 patients (27.2%). Based on treatment, more of patient with chronic maxillary sinusitis treated by pharmacology for 278 patients (55.1%) and treated by non-pharmacology for 223 patients (44.9%).

Keywords: ChronicMaxillary Sinusitis, RSUP Haji Adam Malik, Otolaryngology Polyclinic.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal penelitian yang berjudul : ”Profil Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012”.

Dalam penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu dr. T.Sofia Hanum Sp.THT-KL(K), sebagai Dosen Pembimbing saya yang telah banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Bapak dr. Muhammad Rusda Sp.OG(K) dan bapak dr. Farhat Sp.THT-KL(K) selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan waktu dan pemikiran untuk kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

4. Para dosen dan staf pegawai di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Rasa hormat dan terima kasih yang tiada terhingga saya persembahkan kepada kedua orang tua saya, Ayahanda drs.H.Darwin Sitepu M.AP dan Ibunda saya drg.Hj.Juliati serta adik saya Nina Angraini Sitepu dan Baskoro Adianta Sitepu, dan seluruh keluarga besar dari orang tua saya, yang menjadi motifasi saya untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini atas doa, semangat dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini 6. Seluruh teman-teman saya khususnya teman-teman Stambuk 2009 yang

tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama mengikuti pendidikan.


(6)

Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, November 2013

Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan ... 4

1.4.2 Bagi Peneliti ... 4

1.4.3 Bagi Masyarakat ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Anatomi ... 5

2.2 Embrio ... 6

2.3 Persarafan ... 6

2.4 Fisiologi hidung dan sinus ... 6

2.4.1 Fisiologi Hidung ... 6

2.4.2 Fisiologi Sinus ... 7

2.4.3 Histologi Sinus ... 8

2.5 Sinusitis Maksilaris Kronis ... 9

2.5.1 Defenisi ... 9

2.5.2 Klasifikasi ... 9

2.5.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi ... 9

2.5.3.1 Rhinogen ... 9

2.5.3.2 Dentogen ... 10

2.5.4 Patofisiologi ... 11

2.5.5 Gejala Klinis/ Tanda klinis ... 11

2.5.6 Diagnosis ... 12

2.5.7 Terapi ... 13

2.5.7.1 Farmakologi ... 13

2.5.7.2 Non Farmakologi ... 13

2.5.8 Insiden ... 14

2.5.9 Komplikasi ... 14


(8)

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 16

3.1Kerangka Konseptual ... 16

3.2 Defenisi Operasional ... 17

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 18

4.1Jenis Penelitian ... 18

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

4.2.1 Lokasi ... 18

4.2.2 Waktu ... 18

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 18

4.3.1 Populasi ... 18

4.3.2 Sampel ... 18

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 19

4.5 Pengolahan dan Analisis Data ... 19

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 20

5.1. Hasil Penelitian ... 20

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 20

5.1.2 Deskripsi Karekteristik Responden ... 20

5.2. Pembahasan ... 23

5.2.1. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Umur. ... 23

5.2.2. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Jenis Kelamin ... 24

5.2.3. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Keluhan Utama ... 24

5.2.4. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Etiologi. ... 25

5.2.5. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Penatalaksanaan. ... 25

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

6.1. Kesimpulan ... 27

6.2 Saran ... 27


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Umur. ... 21 Tabel 5.2. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik

THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

pada tahun 2012 Berdasarkan Jenis Kelamin ... 21 Tabel 5.3. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik

THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

pada tahun 2012 Berdasarkan Keluhan Utama ... 22 Tabel 5.4. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik

THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

pada tahun 2012 Berdasarkan Etiologi ... 22 Tabel 5.5. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik

THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan


(10)

DAFTAR GAMBAR


(11)

DAFTAR SINGKATAN

P1 Premolar

P2 Premolar

M1 Molar

M2 Molar

M3 Molar

C Gigi Taring

THT Telinga Hidung Tenggorok KOM Kompleks Ostio Meatal

ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Atas CWL Caldwell-Luc


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN 2 SURAT IZIN SELESAI PENELITIAN LAMPIRAN 3 SURAT ETICHAL CLEARANCE LAMPIRAN 4 DATA INDUK


(13)

ABSTRAK

Sinusitis maksilaris kronis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia, Data dari DEPKES RI (2003) menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Peneliti tertarik untuk meneliti Profil Penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.

Rancangan penelitian yang dilakukan adalah retrospektif deskriptif. Dengan mengunakan data sekunder. Lokasi penelitian dilakukan di bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Populasi dari penelitian ini sebanyak 497 penderita. berdasarkan umur yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis umur 30-39 tahun sebanyak 174 penderita (35%) dan yang paling sedikit menderita sinusitis kronis umur < 9 tahun sebanyak 3 penderita (0,6%). Berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah perempuan sebanyak 318 penderita (64%) dan yang paling sedikit adalah laki-laki sebanyak 179 penderita (36%). Berdasarkan keluhan utama yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah hidung tersumbat sebanyak 323 penderita (65%) dan yang paling sedikit adalah hidung berdarah dan nyeri pipi masing-masing sebanyak 9 penderita (1,8%). Berdasarkan etiologi yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah rhinogen sebanyak 362 penderita (72,8%) dan yang paling sedikit adalah dentogen sebanyak 135 penderita (27,2%). Berdasarkan penatalaksanaan yang paling banyak penderita sinusitis maksilaris kronis diberikan penanganan Farmakologi sebanyak 278 penderita (55,1%) dan yang non farmakologi sebanyak 223 penderita (44,9%).


(14)

ABSTRACT

Chronic maxillary sinusitis is a disease that found in the medical practice even cause the health problem in the global level. Based on data issued by Health Ministry of Indonesia (2003) the nose and sinus diseases is on the 25th rank of 50 main diseases or about 102.817 outpatient in hospitals. The researcher interests to study the profile of patients with chronic maxillary sinusitis at otolaryngology polyclinic of Central General Hospital of Haji Adam Malik Medan in 2012.

Research design is a descriptive retrospective using secondary data. The location of research is a medical record of Central General Hospital of Haji Adam Malik Medan. The population is 497 samples. Based on age, more of patient with chronic maxillary sinusitis have age of 30 – 39 years old for 174 patients (35%) and a few of patient with chronic maxillary sinusitis who have age < 9 years for 3 patients (0.6%). Based on the gender, more of patient with chronic maxillary sinusitis are female for 318 samples (64%) and a few of them are male for 179 patients (36%). Based on te main complain, more of patient with chronic maxillary sinusitis is gagged nose for 323 patients (65%) and a few of them is nosebleed and cheek pain for 9 patients (1.8%). Based on etiology, more of patient of chronic maxillary sinusitis is rhinogen for 362 patients (72.8%) and a few of them is dentogen for 135 patients (27.2%). Based on treatment, more of patient with chronic maxillary sinusitis treated by pharmacology for 278 patients (55.1%) and treated by non-pharmacology for 223 patients (44.9%).

Keywords: ChronicMaxillary Sinusitis, RSUP Haji Adam Malik, Otolaryngology Polyclinic.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sinusitis maksilaris kronis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011), Sedangkan menurut Dorland (2000) sinusitis merupakan suatu peradangan membran mukosa yang dapat mengenai satu ataupun beberapa sinus paranasal.

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang (Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

Sinus paranasal terdiri dari empat pasang rongga bertulang yang dilapisi oleh mukosa hidung dan epitel kolumnar bertingkat semu yang bersilia. Rongga udara ini dihubungkan oleh serangkaian duktus yang mengalir ke dalam rongga hidung. Sinus paranasal terdiri dari, sinus frontalis, sinus etmoidalis, sinus sfenoidalis, dan sinus maksilaris (Brunner & Suddarth, 2001).

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun (Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).


(16)

Sinus maksila atau antrum highmore, merupakan sinus paranasal yang terbesar, dan yang pertama terbentuk, diperkirakan pembentukan sinus tersebut terjadi pada hari ke 70 masa kehamilan. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, yang kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal yaitu 15 ml pada saat dewasa (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus merupakan permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya merupakan permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya merupakan dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus seminularis infundibulum etmoid (Mangunkusumo & Soetjipto, 2011).

Sebagian besar kasus sinusitis melibatkan lebih dari satu sinus paranasal dan yang paling sering yaitu sinus maksilaris dan sinus etmoidalis. Hal ini disebabkan sinus maksila adalah sinus yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasarnya, dimana dasarnya merupakan dasar akar gigi sehingga sinusitis maksilaris sering berasal dari infeksi gigi (Manjoer, 2000).

Berdasarkan perjalanan penyakit sinusitis maksilaris terbagi atas sinusitis akut, terjadi bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu, sinusitis subakut, terjadi bila infeksi beberapa minggu sampai beberapa bulan, dan sinusitis kronik, terjadi bila infeksi beberapa bulan sampai beberapa tahun (Adams dalam Manjoer, 2000).

Insiden sinusitis didapat antara 1,3 - 1,5 per 100 kasus orang dewasa pertahun. Peneliti dari Norwegia mengemukakan insiden sinusitis yaitu 3,5 per 100 kasus pada orang dewasa dengan 7% pasien memiliki dua kali kunjungan dan 0,5% memiliki tiga kali atau lebih kunjungan selama periode 12 bulan (Hickner, 2005).

Data dari DEPKES RI (2003) menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit (Mangunkusumo & Soetjipto, 2011).


(17)

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis, sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita, Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, disamping itu drainase melalui infundibulum yang sempit, dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

Keluhan utama pasien berupa hidung tersumbat dan disertai dengan nyeri tekan pada pipi dan ingus purulen, bisa disertai dengan gejala sistemik seperti demam. Pada sinusitis maksilaris kronis terdapat rasa penuh pada pipi dan nyeri ketok pada gigi. Dan gejala lainnya adalah sakit kepala, hipomia/anosmia, dan halitosis (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

Sinusitis maksilaris diawali dengan sumbatan ostium sinus akibat proses inflamasi pada mukosa rongga hidung. Proses inflamasi ini akan menyebabkan gangguan aerasi dan drainase sinus. Kejadian sinusitis ini dipermudah oleh faktor-faktor predisposisi baik lokal atau sistemik (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti Profil Penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah Profil Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis Di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012.


(18)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui profil penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

• Mengetahui distribusi kelompok umur penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.

• Mengetahui distribusi jenis kelamin penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.

• Mengetahui keluhan utama penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012. • Mengetahui distribusi etiologi sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.

• Mengetahui distribusi penatalaksanaan sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai penambahan dan pengembangan bagi kurikulum pendidikan khususnya di bidang Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala dan Leher untuk membuat diagnosa kedokteran yang optimal.

1.4.2 Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat digunakan sebagai penelitian pemula, dan data yang didapat dari penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Sebagai sumber informasi pengetahuan tentang penderita sinusitis maksilaris kronis.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

Hidung terdiri dari bagian internal dan eksternal. Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Lubang hidung merupakan ostium sebelah luar dari rongga hidung. Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum. Masing-masing rongga hidung dibagi menjadi tiga saluran oleh penonjolan turbinasi dari dinding lateral. Rongga hidung dilapisi dengan membrane mukosa yang sangat banyak mengandung vascular yang disebut mukosa hidung. Lender disekresi secara terus-menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia (Brunner & Suddarth, hal; 508, 2001).

Gambar 2.1.1 Anatomi Sinus Maksila Dikutip dari: Paranasal Sinuses: Atlas of Human Anatomy (Netter, F.H., 2006) Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview [Accessed 28 April 2013]


(20)

2.2 Embrio

Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasari pembentukan anatomi sinonasal dapat menjadi dua proses. Pertama, embrional bagian kepala berkembang membentuk dua bagian rongga hidung yang berbeda, kedua bagian dinding lateral hidung yang kemudian berinvaginasi menjadi kompleks padat, yang dikenal dengan konka (turbinate), dan membentuk rongga-rongga yang disebut sebagai sinus. Sejak kehamilan berusia empat hingga delapan minggu, perkembangan embrional anatomi hidung mulai terbentuk dengan terbentuknya rongga hidung sebagai bagian yang terpisah yaitu daerah frontonasal dan bagian pertautan prosesus maksilaris. Daerah frontonasal nantinya akan berkembang hingga ke otak bagian depan, mendukung pembentukan olfaktori. Bagian medial dan lateral akhirnya akan menjadi nares (lubang hidung). Septum nasal berasal dari pertumbuhan garis tengah posterior frontonasal dan perluasan garis tengah mesoderm yang berasal dari daerah maksilaris (George, 1997).

2.3 Persarafan

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus etmoidalis anterior, yangmerupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari nervus oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion stenopalatinum. Ganglion stenopalatinum selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari nervus maksila, serabut parasimpatis dari nervus potrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari nervus profundus. Ganglion stenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media (Soetjipto & Wardani dalam Soepardi dkk, 2011).

2.4 Fisiologi hidung dan sinus 2.4.1 Fisiologi Hidung

Berdasarkan teori struktural, teori revolusioner dan teori fungsional, maka fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah : fungsi respirasi untuk


(21)

mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal, fungsi penghidu, karena terdapatnya mukosa olfaktorius (penciuman) dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu, fungsi fonetik yang berguna untuk resonasi suara, membantu proses berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang, fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas, refleks nasal (Soetjipto & Wardani dalam Soepardi dkk, 2011).

2.4.2 Fisiologi Sinus

Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti fungsi sinus paranasal dan beberapa teori mengemukakan sebagai pengatur suhu dan kelembaban udara pernafasan (air conditioning) seperti pada rongga hidung, Ternyata volume pertukaran yang terjadi di dalam sinus kurang lebih seperseribu dari volume sinus pada setiap siklus pernapasan, sehingga diperlukan waktu yang cukup lama untuk pertukaran udara total dalam sinus. Selain itu, sinus paranasal hanya mampu melembabkan 1,5 % dari seluruh udara pernapasan yang dilembabkan oleh saluran napas bagian atas, karena mukosa sinus yang tipis dan tidak mempunyai pembuluh darah sebanyak yang terdapat di mukosa hidung. Fungsi sebagai resonansi suara, tidak banyak mendapat dukungan, karena posisi sinus dan ostium tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator suara yang efektif. Selain itu tidak ditemukan korelasi antara ukuran sinus dengan resonansi suara pada binatang tingkat rendah. Sesuai dengan letaknya, sinus paranasal dapat dianggap sebagai pelindung pengaruh panas udara rongga hidung terhadap organ-organ disekitar sinus (thermal insilator), seperti mata dan otak. Akan tetapi kenyataannya sinus maksila sebagai sinus yang besar tidak terletak diantara hidung dan organ yang dilindunginya. Fungsi membantu keseimbangan kepala, dimungkinkan karena terbentuknya sinus akan mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi bila udara sinus di ganti dengan tulang, pertambahan berat hanya 4 % dari berat kepala, sehingga mungkin tidak banyak pengaruhnya terhadap keseimbangan kepala. Sebagai pembantu alat penghirup, dilakukan oleh sinus paranasal dengan cara membagi rata udara inspirasi ke regio olfaktorius. Fungsi


(22)

lain sebagai pengatur keseimbangan tekanan udara, peredam kejutan (shock absorbent), protector suara antara organ vokal dengan telinga, sebagai tambahan ruang rugi (dead space) dan penyesuaian proporsi pertumbuhan kranium dan wajah (Mangunkusumo, 2011).

2.4.3 Histologi Sinus

Mukosa sinus maksila merupakan lanjutan mukosa saluran napas bagian atas, Mempunyai epitel torak bertingkat bersilia dengan sel-sel goblet diantaranya. Dibandingkan dengan mukosa rongga hidung, mukosa sinus maksila lebih tipis, epitelnya lebih kuboid, sel goblet dan pembuluh darah lebih sedikit, sehingga secara mikroskopis warnanya tampak pucat. Silia tampak semakin banyak ke arah muara (Mangunkusumo, 2011).

Di bawah lapisan epitel terdapat stroma yang terdiri dari tiga lapisan Mangunkusumo dalam Soepardi dkk (2011) yaitu :

1. Membran basalis yang sangat tipis, jika terjadi penebalan akan tampak adanya lapisan hialin yang berwarna kuning. Kadang–kadang di bawahnya terdapat lapisan tipis serabut elastin.

2. Tunika propria merupakan lapisan tipis yang terdiri dari jaringan ikat longgar, bentuknya seperti spons dan berisi cairan, sehingga mudah membengkak bila mendapat rangsangan. Jaringan ini berfungsi sebagai jaringan penunjang, alat nutrsi epitel diatasnya dan fagosit jika terjadi infeksi. Dinding medial sinus maksila mempunyai lamina propria yang paling tebal diantaranya dinding mukosa sinus maksila. Lapisan ini mengandung serabut kolagen dan fibril yang tipis dan mudah mengalami ruptur, sehingga mudah terbentuk kista. Ditemukan pula infiltrasi sel fibroblas dan histiosit yang bila terjadi peradangan akan berubah menjadi makrofag. Kelenjar seromusinogen dan sel goblet yang memproduksi mukus pada lapisan ini sangat jarang dan sedikit jumlahnya, serta hamper semuanya terdapat di daerah muara sinus maksila. 3. Lapisan periosteum tulang terdiri dari serat kolagen yang tebal dan serat


(23)

2.5 Sinusitis Maksilaris Kronis 2.5.1 Defenisi

Sinusitis maksilaris kronis adalah pembengkakan selaput lendir dalam hidung dengan menyumbat ostium di sekitar daerah kompleks ostio meatal (Broek & Feestra, 2011).

2.5.2 Klasifikasi

Menurut Adams dalam Mansjoer (2000), berdasarkan perjalanan penyakitnya sinusitis terbagi atas tiga bagian yaitu :

1. Sinusitis akut ialah bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu 2. Sinusitis sub akut ialah bila infeksi beberapa minggu sampai beberapa bulan 3. Sinusitis kronik ialah bila infeksi beberapa bulan sampai beberapa tahun.

2.5.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi

Etiologi dan faktor predisposisi dapat di bagi dalam 2 tipe: 2.5.3.1 Rhinogen

Pada umumnya penyebab rinosinusitis adalah rinogenik, yang merupakan perluasan infeksi dari hidung (Hilger, 1997)

Sinusitis merupakan suatu infeksi bakteri pada sinus paranasalis. Sinusitis digolongkan sebagai akut, subakut, atau kronik, didasarkan pada durasi gejala. Sinusitis bersifat akut jika infeksi telah terjadi selama kurang dari 4 minggu. Pada sinusitis subakut, gejala telah ada selama 1-3 bulan. Sinusitis dianggap kronik jika gejala telah ada selama lebih dari 3 bulan. Sinusitis timbul bila terjadi peradangan pada mukosa sinus paranalis, biasanya disebabkan oleh alergi atau infeksi virus. Peradangan menyebabkan edema mukosa, produksi mukus yang berlebihan, dan pertumbuhan bakteri berlebihan, dengan Streptococcus pneumonia ditemukan pada 30-66 % kasus, Haemophilus influenza pada 20-30%, Moraxella catarrhalis pada 12-30%, dan Streptococcus pyogens pada 3-7%. Jamur terkadang merupakan penyebab etiologi sinusitis akut pada penyakit diabetes dan pasien dengan jenis gangguan imun lain (Greenberg, 2004).


(24)

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan dan menyembuhkan sinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin, dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-kelamaan menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia (Mangunkusumo & soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

2.5.3.2 Dentogen

Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis maksilaris kronis,dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, ronga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan terkadang tanpa tulang pembatas. dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis, sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita, Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, disamping itu drainase melalui infundibulum yang sempit, dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

Menurut Paramasivan (2010) penelitian yang di lakukan di RSUP. Haji Adam Malik Medan, menyatakan bahwa penyebab tersering terjadinya sinusitis maksilaris kronis adalah dikarenakan faktor rhinogenik sebanyak 328 penderita.


(25)

2.5.4 Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh potensi osteum sinus dan lancarnya mukosiliar klirens di dalam KOM, mucus juga mengandung antimikrobial dan zat yang fungsinya sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk dalam saluran pernafasan. Organ yang membentuk KOM sangat berdekatan letaknya dan bila terjadi edema, maka mukusa yang saling berdekatan akan bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak sehingga osteum akan tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif didalam rongga sinus yang dapat menyebabkan terjadinya transudasi, kondisi ini disebut sebagai rinosinusistis non bakterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari. dan bila kondisi ini menetap, maka sekret yang terkumpul dalam sinus menjadi media yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri, sekret akan berubah menjadi puluren dan keadaaan ini disebut rinosinusitis bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil, proses inflamasi akan berlanjut dan terjadi hipoksia, bakteri anaerob akan berkembang sehingga mukosa bertambah bengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar, sampai perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertofi, polipoid atau pembentukan kista. Sinusitis maksilaris kronik merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

2.5.5 Gejala Klinis/ Tanda klinis

Gejala sinusitis maksilaris kronik terdiri dari sekret nasal purulen persisten, batuk, nyeri dan rasa penuh di wajah unilateral, kongesti hidung, pembengkakan di maksila atau periorbita, dan nyeri kepala. (Greenberg, 2004).

Pemeriksaan fisik pada sinusitis maksilaris kronik akan tampak adanya pus dalam hidung, biasanya dari meatus media, atau pus (secret mukopurulen) dalam nasofaring. Sinusitis maksilaris kronis terasa nyeri pada palpasi dan perkusi. Transiluminasi berkurang bila sinus penuh vairan. Gambaran radiologik sinusitis maksilaris akut mula-mula berupa penebalan mukosa, selanjutnya diikuti opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa yang membengkak, atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi sinus (George, 1997).


(26)

Hidung tersumbat merupakan salah satu faktor presdiposisi terjadinya sinusitis maksilaris kronis. Hidung tersumbat biasanya akibat edema selaput lendir konka yang disebabkan oleh alergi serta sekret yang mengental karena infeksi sekunder sebelum terjadinya sinusitis maksilaris kronis. Penyebab lain hidung

tersumbat bisa dikarenakan oleh deviasi septum, hipertrofi konka, polip kavum nasi, tumor hidung (Ballenger, 1994; Higler, 1997).

Gejala lain adalah hiposmia atau anosmia, halitosis, post-nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

Menurut Multazar (2008), pada penelitiannya di RSUP. Haji Adam Malik Medan, menyebutkan bahwa keluhan utama terbanyak yang di rasakan penderita sinusitis maksilaris kronis adalah hidung tersumbat. Dan menurut Kumala (2011) menyebutkan keluhan yang paling tersering dirasakan penderita sinusitis adalah hidung tersumbat.

2.5.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaa fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Pada sinusitis maksilaris kronis dan etmoid anterior dan frontal tanda khas ialah adanya pus di meatus medius atau di meatus superior untuk sinusitis etmoid posterior dan sphenoid. Pemeriksaan yang terpenting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus besar seperti sinus maksila dan frontal (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

Foto polos dianggap tidak mempunyai nilai pada sebagian besar pasien dengan kemungkinan sinusitis, dan CT scan harus digunakan terutama untuk pasien yang diagnosisnya tidak pasti, untuk pasien yang dicurigai mengalami komplikasi intracranial atau orbital, untuk pasien yang tidak menunjukkan respons terhadap terapi adekuat, dan untuk menetukan anatomi pada persiapan pembedahan (Greenberg, 2004).


(27)

2.5.7 Terapi

2.5.7.1 Farmakologi

Terapi farmakologi sinusitis maksilaris adalah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan ostium meatal sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis maksilaris bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotika yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amksisilin. Pada sinusitis, antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Sedangkan pada sinusitis maksilaris kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob. Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberiakan jika diperlukan, seperti mukolotik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

Menurut Multazar (2008) pada penelitiannya di RSUP. Haji Adam Malik medan, menyebutkan bahwa penatalaksaan yang paling sering di lakukan adalah dengan farmakologi sebanyak 229 penderita. dan menurut Stephen (2011) menyebutkan bahwa penatalaksanaan paling sering di lakukan adalah farmakologi sebanyak 146 penderita.

2.5.7.2 Non Farmakologi

Terapi non farmakologi sinusitis maksilaris kronis adalah dengan terapi radikal dilakukan untuk mengangkat mukosa patologik dan membuat drainase sinus yang terkena dengan cara operasi Caldwell-Luc. Bedah sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) dilakukan dengan cara membuka dan membersihkan daerah kompleks ostiometal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi, sehingga sinus kembali normal (Manjoer, 2000)


(28)

2.5.8 Insiden

Insiden sinusitis menurut data dari Departemen Kesehatan RI pada tahun 2003 menyatakan bahwa sekitar 102.817 penderita penyakit sinus dan hidung melakukan pengobatan rawat jalan di rumah sakit (Mangunkusumo & Soetjipto, 2011).

Menurut Jones (2004) menyebutkan bahwa perempuan lebih banyak terinfeksi sinusitis maksilaris kronis dibandingkan dengan laki-laki.

Menurut Hellgren (2008), meningkat kejadian sinusitis maksilaris kronis pada umur dewasa muda dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor lingkungan (alergen, polutan), perubahan gaya hidup, pola makan serta infeksi.

Menurut Multazar (2008) menyebutkan insidensi penyakit sinusitis di RSUP. Haji Adam Malik Medan lebih banyak pada perempuan sebanyak 169 penderita dan pada laki-laki sebanyak 127 penderita. Dan menurut Kumala (2011) insidensi pada perempuan sebanyak 244 penderita, pada laki-laki sebanyak 179 penderita.

Menurut Paramasivan (2010) di RSUP. Haji Adam Malik Medan, menyebutkan bahwa kelompok umur paling tersering terkena sinusitis adalah umur 30-39 tahun. Dan menurut Privina (2011), usia tersering adalah 31-45 tahun. 2.5.9 Komplikasi

Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbital atau intrakanial. Komplikasi ini terdiri dari :

1. Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus.

2. Kelainan intrakranial, dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan thrombosis sinus kavernosus.


(29)

3. Kelainan paru, seperti bronkritis dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkritis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sbelum sinusitisnya disembuhkan (Manjoer, 2000).

2.5.10 Prognosis

Prognosis dari sinusitis maksilaris kronis, jika dilakukan pencegahan dan pengobatan dini maka akan mendapatkan hasil yang baik (Greenberg, 2004).

Prognosis sinusitis maksilaris kronis sangat tergantung kepada tindakan pengobatan yang dilakukan dan komplikasi penyakitnya. Jika, drainase sinus membaik dengan terapi antibiotik atau terapi operatif maka pasien mempunyai prognosis yang baik (Mehra dan Murad, 2004).


(30)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Dari hasil tinjauan kepustakaan serta kerangka teori tersebut serta masalah penelitian yang telah dirumuskan tersebut, maka dikembangkan suatu kerangka konsep penelitian. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoadmojo, 2005).

Berdasarkan hal tersebut, maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:

Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Profil Penderita sinusitis maksilaris : - Usia

- Jenis kelamin - Keluhan utama - Etiologi

- Penatalaksanaan


(31)

3.2Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Cara ukur

Alat ukur

Hasil ukur Skala ukur 1 Pasien

Sinusitis Maksilaris Semua pasien sinusitis maksilaris yang telah ditegakan diagnosa berdasarkan CT- scan Melihat rekam medis Data rekam medis Nominal

2 Umur Umur pasien yang sesuai berdasarkan hari kelahiran Melihat rekam medis Data rekam medis

- <9 tahun - 10-19 tahun - 20-29 tahun - 30-39 tahun - 40-49 tahun - 50-59 tahun - > 60 tahun

Ordinal

3 Jenis Kelamin Perempuan ataupun laki-laki Melihat rekam medis Data rekam medis - Laki-laki - Perempuan Nominal

4 Keluhan utama

masalah utama yang di hadapi oleh pasien sehingga menyebabkan pasien datang berobat ke rumah sakit Melihat rekam medis Data rekam medis - Bersin - Hidung berair - Hidung berbau - Hidung berdarah - Hidung gatal - Hidung

tersumbat - Nyeri di pipi

Nominal

5 Etiologi faktor yang menjadi penyebab terjadinya sinusitis maksilaris kronis Melihat rekam medis Data rekam medis

- Dentogen - Rhinogen

Nominal

6 penatalaks anaan jenis tindakan yang dilakukan kepada penderita sinusitis maksilaris kronis Melihat rekam medis Data rekam medis - Farmakologi - Non farmakologi Nominal


(32)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1Jenis Penelitian

Rancangan penelitian yang dilakukan adalah retrospektif deskriptif. dengan mengunakan data sekunder.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi

Lokasi penelitian ini dilakukan di bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

4.2.2 Waktu

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli-Oktober tahun 2013 di bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita sinusitis maksilaris kronis yang di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

4.3.2 Sampel

Sampel data penderita sinusitis maksilaris kronis di Instalasi THT RSUP Haji Adam Malik Medan terhitung sejak bulan Januari 2012 hingga Desember 2012. Jumlah sampel diambil dengan cara mengunakan total sampel di mana penderita sinusitis sebanyak 497 penderita.


(33)

a. Kriteria Inklusi

Seluruh pasien penderita Sinusitis Maksilaris Kronis yang telah ditegakan diagnosa berdasarkan pemerikasaan CT scan pada periode Januari-Desember 2012.

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah apabila data rekam medik tidak lengkap, pasien dengan diagnosis sinusitis maksilaris yang melibatkan sinus yang lain seperti etmoid, sphenoid,frontalis dan tidak menderita polip, keganasan, sedang hamil, diabetes militus.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan diperoleh dari rekam medik penderita sinusitis maksilaris kronis di Instalasi THT RSUP Haji Adam Malik Medan. Data dikumpulkan dari bulan Januari 2012 hingga Desember 2012. Cara pengumpulan data berdasarkan observasi dari rekam medis.

4.5 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data hasil penelitian ini ditransformasikan dengan menggunakan langkah-langkah berikut :

1. Editing : untuk melengkapi kelengkapan, konsistensi, dan kesesuaian

antara kriteria yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.

2. Coding : untuk mengkuantifikasi data kualitatif atau membedakan aneka

karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan komputer.

3. Data Entry : data dalam bentuk kode akan dimasukkan ke dalam program

komputer.

4. Cleaning : pemeriksaan data yang sudah dimasukkan ke dalam program

komputer untuk menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data. Setelah pengolahan data selesai, data dianalisa menggunakan aplikasi SPSS versi 16


(34)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, kelurahan Kemenangan Tani, kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990. Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP Haji Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.1.2 Deskripsi Karekteristik Responden

Sampel pada penelitian ini sebanyak 497 penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2012. Data dikumpulkan dari bulan Januari 2012 hingga Desember 2012. Deskripsi umum penderita sinusitis maksilaris kronis seperti yang tertera pada tabel di bawah ini:

Distribusi berdasarkan umur penderita sinusitis maksilaris kronis dapat di lihat pada tabel di bawah ini:


(35)

Tabel 5.1. Distribusi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Umur.

Usia Frekuensi Persentase (%)

<9 tahun 10-19 tahun 20-29 Tahun

3 19 169

0.6 3.8 34

30-39 Tahun 174 35

40-49 Tahun 69 13,9

50-59 Tahun 50 10,1

>60 Tahun 13 2,6

Total 497 100

Dari data di atas dapat dilihat berdasarkan umur yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis umur 30-39 tahun sebanyak 174 penderita (35%) dan yang paling sedikit menderita sinusitis kronis umur < 9 tahun sebanyak 3 penderita (0,6%).

Distribusi berdasarkan jenis kelamin penderita sinusitis maksilaris kronis dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.2. Distribusi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Jenis Kelamin.

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki – laki 179 36

Perempuan 318 64

Total 497 100

Dari data di atas dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah perempuan sebanyak 318 penderita (64%) dan laki-laki sebanyak 179 penderita (36 %).


(36)

Distribusi berdasarkan Keluhan Utama penderita sinusitis maksilaris kronis dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.3. Distribusi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Keluhan Utama.

Keluhan Utama Frekuensi Persentase (%)

Bersin 83 16,7

Hidung Berair 25 5

Hidung Berbau 20 4

Hidung Berdarah 9 1,8

Hidung Gatal 28 2,4

Hidung Tersumbat 323 65

Nyeri di Pipi 9 1,8

Total 497 100

Dari data di atas dapat dilihat berdasarkan keluhan utama yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah hidung tersumbat sebanyak 323 penderita (65%) dan yang paling sedikit adalah hidung berdarah dan nyeri pipi masing- masing sebanyak 9 penderita (1,8%).

Distribusi berdasarkan Etiologi penderita sinusitis maksilaris kronis dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.4. Distribusi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Etiologi.

Etiologi Frekuensi Persentase (%)

Rhinogen 362 72,8

Dentogen 135 27,2


(37)

Dari data di atas dapat dilihat berdasarkan etiologi yang paling tersering menyebabkan sinusitis maksilaris kronis adalah rhinogen sebanyak 362 penderita (72,8%) dan dentogen sebanyak 135 penderita (27,2%).

Distribusi berdasarkan Penatalaksanaan penderita sinusitis maksilaris kronis dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.5. Distribusi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Penatalaksanaan.

Penatalaksanaan Frekuensi Persentase (%)

Farmakologi 274 55,1

Non-Farmakologi 223 44,9

Total 497 100

Dari data di atas dapat dilihat berdasarkan penatalaksanaan yang paling banyak mendapat pengobatan sinusitis maksilaris kronis adalah dengan farmakologi sebanyak 274 penderita (55,1%) dan non farmakologi sebanyak 223 penderita (44,9%).

5.2. Pembahasan

5.2.1. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Umur.

Pada penelitian ini paling banyak pada kelompok umur 30 - 39 tahun (35%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Paramasivan (2010) di RS.HAM Medan menyatakan bahwa kelompok umur yang paling banyak menderita sinusitis adalah 30 – 39 sebanyak 17 penderita (24,3%), Privina (2011) usia terbanyak yang menderita sinusitis adalah 31 – 45 sebanyak 60 penderita (31,6%). Menurut Hellgren (2008), meningkat kejadian sinusitis maksilaris kronis pada umur dewasa muda dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor lingkungan (alergen, polutan), perubahan gaya hidup, pola makan serta infeksi.


(38)

5.2.2. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Jenis Kelamin.

Berdasarkan penelitian paling banyak adalah perempuan sebanyak 318 penderita (64%) dibandingkan dengan laki-laki sebanyak 179 penderita (36%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Multahzar (2008) dimana insiden pada perempuan sebanyak 169 penderita (57,9%) dan laki-laki sebanyak 127 penderita (42,91%), Kumala (2011) dimana insidensi penyakit sinusitis pada perempuan sebanyak 244 penderita (58,2%) sedangkan pada lelaki mencapai 179 penderita (41,8%). Menurut kutipan dari Jones (2004) menyebutkan bahwa perempuan lebih banyak terinfeksi sinusitis maksilaris kronis dibandingkan dengan laki-laki, penderita sinusitis maksilaris kronis perempuan pada penelitian ini dimungkinkan karena perempuan lebih peduli dengan keluhan sakit sehingga lebih cepat datang berobat.

5.2.3. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Keluhan Utama.

Berdasarkan penelitian ini keluhan yang sering dikeluhkan pasien adalah hidung tersumbat sebanyak 323 penderita (65%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Multazar (2008) juga,di mana keluhan terbanyak penderita sinusitis maksila kronis berupa hidung tersumbat sebanyak 223 penderita (75,3%). Hal yang sama juga didapati pada penelitian yang dilakukan Kumala (2011) dimana keluhan utama penderita adalah hidung tersumbat sebanyak 176 penderita (42,2%). Hidung tersumbat merupakan salah satu faktor presdiposisi terjadinya sinusitis maksilaris kronis. Hidung tersumbat biasanya akibat edema selaput lendir konka yang disebabkan oleh alergi serta sekret yang mengental karena infeksi sekunder sebelum terjadinya sinusitis maksilaris kronis. Penyebab lain hidung tersumbat bisa dikarenakan oleh deviasi septum, hipertrofi konka, polip kavum nasi, tumor hidung. (Ballenger, 1994; Higler, 1997)


(39)

5.2.4. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Etiologi.

Berdasarkan penelitian ini etiologi tersering penyebab sinusitis maksilaris kronis adalah rhinogen sebanyak 362 penderita (72,8%) dan dentogen sebanyak 135 penderita (27,2%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Paramasivan (2010) dimana faktor rhinogen paling mendominan sebanyak 328 penderita (82,4%). Pada penelitian ini didapati kejadian sinusitis dentogen sebanyak 135 penderita (27,2%) dikarenakan tingkat kesadaran masyarakat di Indonesia terhadap kesehatan gigi dan mulut masih rendah jika dibandingkan dengan masyarakat luar. Kejadian sinusitis maksilaris yang paling sering menandakan bahwa selain faktor rinogen atau tersumbatnya KOM, faktor dentogen juga memainkan peranan yang penting sebagai salah satu penyebab sinusitis maksilaris kronis. Anatomi sinus maksilaris sedemikian rupa sehingga menyebabkan ia mudah terinfeksi. Dasar sinus maksilaris terletak lebih rendah dari ostium sehingga ia harus bergantung sepenuhnya pada pergerakan silia untuk mengeluarkan kuman atau benda asing yang masuk bersama udara pernafasan. Hambatan pada pergerakan silia akan menyebabkan sekret terkumpul dalam sinus yang seterusnya menjadi media pembiakan bakteri (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

5.2.5 Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Penatalaksanaan.

Berdasarkan Penelitian Penatalaksanaan yang paling sering digunakan adalah farmakologi sebanyak 274 penderita (55,1%). Hal ini sejalan dengan penelitian Multazar (2008) penatalaksanaan paling banyak adalah dengan farmakologi sebanyak 229 penderita (77,3%), dan Stephen (2011) penatalaksaan yang paling terbanyak adalah farmakologi 146 sebanyak penderita (77,7%).

penatalaksaanaan sinusitis maksilaris kronis dengan farmakologi lebih dahulu dilakukan karena sesuai dengan Perhimpunan Dokter spesialis THT-KL indonesia (Guideline THT di Indonesia) dimana penatalaksanaan sinusitis maksilaris kronis


(40)

dengan farmakologi diberikan selama 7 hari (dengan pemberian antibiotik dan terapi tambahan) dan jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik dapat diteruskan selama 7-14 hari, namun jika masih tidak ada perbaikan maka harus dievaluasi ulang faktor penyebab yang mendasari terjadinya sinusitis maksilaris kronis tersebut, bisa juga dilakukan tindakan operasi BSEF (Bedah sinus Endoskopik Fungsional), Antrostomi Meatus Inferior (Kak Spooling), CWL (Caldwel-Luc).


(41)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Berdasarkan umur yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis umur 30-39 tahun sebanyak 35% dan yang paling sedikit menderita sinusitis kronis umur < 9tahun sebanyak 0,6%.

2. Berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah perempuan sebanyak 64% dan yang paling sedikit adalah laki-laki sebanyak 36%.

3. Berdasarkan keluhan utama yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah hidung tersumbat sebanyak 65% dan yang paling sedikit adalah hidung berdarah dan nyeri pipi masing-masing sebanyak 1,8%

4. Berdasarkan etiologi yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah rhinogen sebanyak 72,8% dan yang paling sedikit adalah dentogen sebanyak 27,2%.

5. Berdasarkan penatalaksanaan yang paling banyak di berikan pada penderita sinusitis maksilaris kronis secara farmakologi sebanyak 55,1% dibandingkan dengan non farmakologi sebanyak 44,9%.

6.2 Saran

1. Bagi tempat penelitian diharapkan agar dapat memberikan penyuluhan terhadap masyarakat tentang penyebab terjadinya sinusitis, agar kedepan nya insiden sinusitis menjadi berkurang

2. Bagi penulis selanjutnya dapat lebih mengembangkan data yang lebih baik lagi dari sebelumnya


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Adams, George L. Boies: buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of otolaryngology). Edisi ke-6. Jakarta: EGC, hal; 174, 240-247, 1997.

Arivalagan Privina, Gambaran Rinosinusitis Kronis di RSUP HAM Pada Tahun

2011

Ballenger JJ, 1994, Aplikasi Klinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal dalam Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid satu. Edisi 13. Binarupa Aksara. Jakarta. hal: 1-27.

Dhawan VK. Otitis externa otitis media sinusitis. In: Yoshikawa TT, Norman DC, editors. Infectious disease in the aging: a clinical handbook (Second Edition). Los Angeles: Humana press; 2009 [dalam journal e-Biomedik

(eBM),

Hilger PA, 1997, Penyakit Sinus Paranasalis dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT-KL. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. hal: 240-59. Hellgren J, 2008, Ocupational Rhinosinusitis. In: Current Allergy and Asthma

Reports. Department of ear, Nose and Throat and head and Neck Surgery. 8 ed. p: 234-9.

Jones R, 2004, Ear, Nose and Throat Problem. In: Oxford Textbook of Primary Medical Care. Clinical Management, Publish In United States. Vol. 2. p: 724-8

Greenberg I Michael, Kedokteran Kedaruratan, Jilid I, Penerbit Erlangga: Jakarta, hal;124, 2004

Lindbakc M. Hickner. Ear Nose and Throat problems. In: Jones R, Britten N Culpepper L, grol R, Mant D, Silagy C, et al, editors. Oxford textbook of primary medical care. 2nd volume. New York: Oxford University, 2005

[dalam journal e-Biomedik (eBM)

2013].

Lund, V.J. and Jones, J.R., 2008. Surgical management of rhinosinusitis. In: Browning G.G., et al. Scott-Brown's Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed. Great Britain: Hodder Arnold, 1481-1495.


(43)

Mangunkusumo E, Soetjipto D, Dalam Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: FK UI, hal; 150, 154-155, 145-153, 2011. Mangunkusumo E, Rifki N, 2000, Sinusitis dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok. Edisi Keempat. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. hal: 121-5.

Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke-3 Jilid I, Media Aesculapius, Jakarta: FKUI, hal; 102, 2000.

Mehra, P. and Murad, H., 2004. Maxillary sinus disease of odontogenic origin. Otolaryngologic Clinics of North America. Vol 37. 347-364

Michael Beniger MD. Nasal endoscopy. It’s Role in Office Diagnosis. American Journal of Rhinology Vol.II, No. March-April 1977

Multazar Agus, Karakteristik Penderita Rinosinusitis Kronik di RSUP. HAM

T

Nerwan Dorland WA. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi ke-5. Indonesia: EGC,

2000 [dalam journal e-Biomedik (eBM)

April 2013].

Paramasivan Kharuna Malar, Gambaran Penderita Sinusitis di RSUP HAM Pada

Tahun 2010

Prastyo Stephen Jhon, Karakteristik Penderita Rinosinusitis Kronik di RSUP.

HAM T

2013

Rifk Nusjirwan. Sinusitis kronis dan Sinusitis akut berulan, Konsep Patofisiologi saat ini dan Penatalaksaannya. Dalam pendidikan Dokter Berkelanjutan PKB Uji Diri, yayasan penerbit IDI, 1995.

Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi ke-8. Jakarta: EGC, hal; 508, 2001.

Thaariq Kumala at, Karakteristik Penderita Sinusitis di RSUP. HAM Pada Tahun

2011

Van den Broek, L. Freenestra. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan Telinga. Edisi ke-12. Jakarta: EGC, hal; 87-90, 2011.


(44)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Riwayat Pribadi

Nama : Andri Winata Sitepu

Nim : 0900100300

Tempat/tgl lahir : Medan, 06 Oktober 1991

Agama : Islam

Nama Ayah : drs.H.Darwin Sitepu M.AP Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Nama Ibu : drg.Hj.Juliati

Pekerjaan : dokter gigi

Alamat : Jl. Bakaran Batu No.30a Lubuk Pakam

B. Riwayat Pendidikan

1995-1997 TK Depag Lubuk Pakam 1997-2003 SD Nusantara Lubuk Pakam 2003-2006 SMP Nusantara Lubuk Pakam 2006-2009 SMA Negeri 1 Lubuk Pakam 2009-sekarang FK USU Medan


(45)

(46)

(47)

(48)

(49)

No. Nama Umur Jenis Kelamin Etiologi pengobatan Gejala Klinis 1 TS 25 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 2 SF 34 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung gatal 3 AZ 34 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 4 MK 26 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat

5 AS 27 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung berbau

6 SW 22 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung berdarah

7 DN 49 Perempuan Rhinogen bedah Bersin

8 FR 5 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

9 CS 27 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat

10 NA 27 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat

11 PB 28 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin 12 IY 39 Perempuan Dentogen Obat – obatan Bersin

13 NN 23 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

14 LL 47 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat

15 FB 33 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 16 GP 35 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung Berair

17 DS 37 Laki-Laki Dentogen bedah Hidung tersumbat

18 YD 31 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat

19 KY 30 Perempuan Rhinogen bedah Hidung gatal

20 MP 26 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 21 GS 68 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat

22 KS 63 Perempuan Rhinogen bedah Hidung Berair

23 WP 26 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

24 DI 19 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat

25 TP 24 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat

26 HJ 26 Perempuan Rhinogen bedah Hidung gatal

27 KS 25 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

28 KD 27 Perempuan Rhinogen bedah Hidung berbau

29 JK 28 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

30 LM 36 Laki-Laki Rhinogen bedah Bersin

31 ST 35 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

32 GH 45 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat

33 BS 45 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat

34 AW 13 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 35 SR 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung berbau 36 ZMK 38 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 37 WS 34 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

38 RZ 56 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat

39 MWD 54 Laki-Laki Dentogen bedah Hidung tersumbat 40 SMB 29 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 41 GT 51 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

42 FT 55 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat


(50)

44 JL 35 Perempuan Rhinogen bedah Hidung gatal 45 PI 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

46 HK 8 Laki-Laki Rhinogen bedah Bersin

47 LK 31 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 48 HJ 46 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 49 RT 47 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

50 DG 32 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat

51 FH 36 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 52 GJ 37 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 53 KV 25 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

54 BG 25 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung Berair

55 HD 54 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat

56 TSD 56 Perempuan Dentogen Obat – obatan Bersin

57 WS 24 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 58 DRT 22 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 59 DPS 24 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 60 YP 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 61 WE 36 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

62 TB 53 Laki-Laki Dentogen bedah Hidung tersumbat

63 SPK 44 Perempuan Rhinogen bedah Hidung Berair

64 ER 38 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

65 TG 34 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat

66 TYU 55 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

67 HJB 59 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 68 KLS 42 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 69 WE 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

70 RT 25 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat

71 GJB 34 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Bersin

72 VP 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 73 PTS 6 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 74 SM 42 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

75 RUG 45 Perempuan Rhinogen bedah Bersin

76 SBT 45 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 77 DF 17 Perempuan Dentogen Obat – obatan Nyeri pipi

78 TAW 25 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 79 PUY 29 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Bersin

80 GH 33 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat

81 DT 25 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat

82 VYU 34 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Nyeri pipi

83 GTR 25 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 84 TPT 34 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung gatal 85 ERT 36 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 86 GTY 26 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat


(51)

88 MN 22 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung berdarah

89 SK 49 Perempuan Rhinogen bedah Bersin

90 ML 48 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

91 WR 27 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat

92 TB 27 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat

93 ST 28 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin 94 TR 39 Perempuan Dentogen Obat – obatan Bersin

95 FK 23 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

96 LK 47 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat

97 KJ 12 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 98 GL 35 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung Berair

99 LT 37 Laki-Laki Dentogen bedah Hidung tersumbat

100 RT 31 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 101 TYP 30 Perempuan Rhinogen bedah Hidung gatal 102 GTT 26 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 103 LKT 61 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 104 GKY 63 Perempuan Rhinogen bedah Hidung Berair 105 HY 26 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 106 LA 27 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 107 SLP 24 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 108 HTL 26 Perempuan Rhinogen bedah Hidung gatal 109 JKL 25 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 110 LTR 29 Perempuan Rhinogen bedah Hidung berbau 111 GTA 28 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

112 JYT 36 Laki-Laki Rhinogen bedah Bersin

113 BNM 35 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 114 HBG 49 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 115 AR 45 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 116 TRS 38 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 117 GTP 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung berbau 118 JS 38 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 119 AW 34 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

120 SPK 56 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 121 IP 54 Laki-Laki Dentogen bedah Hidung tersumbat 122 JNC 29 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 123 JLP 51 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 124 HH 55 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat

125 KTG 56 Perempuan Rhinogen bedah Bersin

126 KPI 35 Perempuan Rhinogen bedah Hidung gatal 127 KTR 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

128 SA 32 Laki-Laki Rhinogen bedah Bersin

129 DG 31 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 130 LK 46 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 131 BH 49 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat


(52)

132 NH 32 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 133 HGK 37 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 134 KJT 19 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 135 GT 25 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

136 MKY 25 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung Berair 137 HTO 54 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 138 MKU 56 Perempuan Dentogen Obat – obatan Bersin

139 LKT 24 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 140 KJ 22 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 141 NG 24 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 142 BK 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 143 LKP 36 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

144 SB 53 Laki-Laki Dentogen bedah Hidung tersumbat 145 SKM 44 Perempuan Rhinogen bedah Hidung Berair 146 MKR 15 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 147 BGJ 38 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 148 LKU 55 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

149 RTG 59 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 150 HTY 42 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 151 LKI 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 152 LOP 25 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 153 PTR 34 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Bersin

154 JH 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 155 HY 30 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 156 SP 42 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

157 IDW 45 Perempuan Rhinogen bedah Bersin

158 WJM 45 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 159 LEP 27 Perempuan Dentogen Obat – obatan Nyeri pipi

160 JM 25 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 161 RE 29 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Bersin

162 TRK 33 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 163 TD 25 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 164 RS 34 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Nyeri pipi

165 NM 25 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 166 MT 34 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung gatal 167 HK 34 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 168 LTP 26 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat

169 LM 27 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung berbau

170 WE 22 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung berdarah

171 RE 49 Perempuan Rhinogen bedah Bersin

172 BM 48 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 173 KPR 27 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 174 KML 27 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 175 GK 28 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin


(53)

176 DF 39 Perempuan Dentogen Obat – obatan Bersin

177 GRT 23 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 178 VF 47 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 179 DFG 33 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 180 KTR 35 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung Berair 181 FKL 37 Laki-Laki Dentogen bedah Hidung tersumbat 182 SDR 39 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 183 ERD 30 Perempuan Rhinogen bedah Hidung gatal 184 PI 26 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 185 YU 16 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 186 IT 25 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 187 RI 34 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung gatal 188 PY 37 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 189 EP 26 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat

190 WS 27 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung berbau

191 DL 22 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung berdarah

192 DR 49 Perempuan Rhinogen bedah Bersin

193 PM 48 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 194 BP 27 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 195 LKM 29 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 196 DLT 28 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

197 DE 39 Perempuan Dentogen Obat – obatan Bersin

198 RF 23 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 199 GYR 47 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 200 POT 33 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 201 DP 35 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung Berair 202 YD 37 Laki-Laki Dentogen bedah Hidung tersumbat 203 NNS 31 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 204 ZKR 30 Perempuan Rhinogen bedah Hidung gatal 205 WND 26 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 206 HNP 61 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 207 BSK 63 Perempuan Rhinogen bedah Hidung Berair 208 AND 26 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 209 NNA 27 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 210 DRE 24 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 211 BBS 26 Perempuan Rhinogen bedah Hidung gatal 212 SSW 25 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

213 MN 27 Perempuan Rhinogen bedah Hidung berbau

214 TP 28 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

215 KPL 36 Laki-Laki Rhinogen bedah Bersin

216 BT 35 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 217 TU 45 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 218 TR 45 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 219 EM 38 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat


(54)

220 NY 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung berbau 221 JY 18 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 222 MS 34 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

223 AV 56 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 224 VW 54 Laki-Laki Dentogen bedah Hidung tersumbat 225 SU 29 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 226 PW 51 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 227 SR 55 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat

228 BD 56 Perempuan Rhinogen bedah Bersin

229 DDK 35 Perempuan Rhinogen bedah Hidung gatal 230 RRP 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

231 EKO 32 Laki-Laki Rhinogen bedah Bersin

232 HPT 31 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 233 TPO 46 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 234 MNH 47 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 235 SI 32 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 236 ER 36 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 237 TE 37 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 238 DS 25 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

239 FL 25 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung Berair

240 HR 54 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 241 TM 56 Perempuan Dentogen Obat – obatan Bersin

242 GLP 24 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 243 DWS 22 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 244 KRP 24 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 245 RTP 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 246 ZK 36 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

247 AL 53 Laki-Laki Dentogen bedah Hidung tersumbat

248 LD 44 Perempuan Rhinogen bedah Hidung Berair

249 DZ 38 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 250 KR 38 Perempuan Dentogen Bedah Hidung tersumbat 251 SKO 55 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

252 PP 59 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 253 DES 12 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 254 LSM 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 255 WS 25 Laki-Laki Rhinogen Bedah Hidung tersumbat 256 KSP 34 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Bersin

257 DP 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 258 SKL 30 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 259 FLK 42 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

260 MB 45 Perempuan Rhinogen bedah Bersin

261 SKK 45 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 262 FG 17 Perempuan Dentogen Obat – obatan Nyeri pipi


(1)

352 BD 17 Laki-Laki Rhinogen Bedah Hidung tersumbat 353 RTE 34 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Bersin

354 DFF 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 355 FGP 30 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 356 PKL 42 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 357 LSR 45 Perempuan Rhinogen bedah Bersin

358 LKA 45 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 359 RTD 27 Perempuan Dentogen Obat – obatan Nyeri pipi

360 PMN 25 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 361 MNE 29 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Bersin

362 VVI 33 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 363 EOI 25 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 364 RTP 34 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung gatal 365 FLK 39 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 366 JSK 26 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 367 LR 27 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung berbau 368 MER 22 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung berdarah 369 LOT 49 Perempuan Rhinogen bedah Bersin

370 KT 48 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 371 PLE 27 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 372 LW 19 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 373 KE 28 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

374 ZP 39 Perempuan Dentogen Obat – obatan Bersin

375 SL 23 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 376 FRT 47 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 377 ELM 33 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 378 BVN 35 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung Berair 379 MPE 37 Laki-Laki Dentogen bedah Hidung tersumbat 380 LKW 31 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 381 IND 30 Perempuan Rhinogen bedah Hidung gatal 382 MLS 26 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 383 SPY 61 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 384 JPN 63 Perempuan Rhinogen bedah Hidung Berair 385 URY 26 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 386 MLD 27 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 387 IDN 24 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 388 AUS 13 Perempuan Rhinogen bedah Hidung gatal 389 KND 25 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 390 MSR 27 Perempuan Rhinogen bedah Hidung berbau 391 WR 28 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

392 RE 36 Perempuan Rhinogen bedah Bersin

393 ZT 35 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 394 DZ 45 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 395 VT 45 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat


(2)

396 PWT 38 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 397 PLN 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung berbau 398 BRZ 38 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 399 NZL 34 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

400 SND 56 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 401 MC 54 Laki-Laki Dentogen bedah Hidung tersumbat 402 MU 29 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 403 CLS 51 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 404 VNR 55 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 405 DNM 56 Perempuan Rhinogen bedah Bersin

406 PSM 35 Perempuan Rhinogen bedah Hidung gatal 407 MNS 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 408 DSW 32 Laki-Laki Rhinogen bedah Bersin

409 PKI 31 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 410 LSD 46 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 411 GTM 47 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 412 BN 32 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 413 LEP 36 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 414 SX 37 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 415 DRE 25 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

416 BGD 25 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung Berair 417 MDN 54 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 418 PPU 56 Perempuan Dentogen Obat – obatan Bersin

419 SKE 24 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 420 PRT 22 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 421 LTE 24 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 422 SMN 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 423 NMT 36 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

424 PLO 53 Laki-Laki Dentogen bedah Hidung tersumbat 425 JLT 44 Perempuan Rhinogen bedah Hidung Berair 426 NNA 38 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 427 NW 38 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 428 MP 55 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

429 SWP 59 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 430 VMS 42 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 431 SLP 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 432 TRM 25 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 433 WPT 34 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Bersin

434 SPW 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 435 PPK 30 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 436 KN 42 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

437 TL 45 Perempuan Rhinogen bedah Bersin

438 TMP 45 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 439 MKI 27 Perempuan Dentogen Obat – obatan Nyeri pipi


(3)

440 SPM 25 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 441 MNI 29 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Bersin

442 ANJ 33 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 443 BWE 25 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 444 SSN 34 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Nyeri pipi

445 MMN 25 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 446 MDA 25 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 447 PKM 34 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung gatal 448 BKR 34 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 449 SCP 26 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 450 KLM 27 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung berbau 451 RTE 22 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung berdarah 452 OPK 49 Perempuan Rhinogen bedah Bersin

453 DRO 48 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 454 LWI 27 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 455 JL 27 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 456 DP 28 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

457 NM 39 Perempuan Dentogen Obat – obatan Bersin

458 KKI 23 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 459 YDI 47 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 460 VRP 33 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 461 YTR 35 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung Berair 462 GK 37 Laki-Laki Dentogen bedah Hidung tersumbat 463 BBT 31 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 464 PRE 30 Perempuan Rhinogen bedah Hidung gatal 465 DSI 26 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 466 SRH 61 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 467 HST 63 Perempuan Rhinogen bedah Hidung Berair 468 NYW 26 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 469 BDA 27 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 470 AFR 24 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 471 ILM 26 Perempuan Rhinogen bedah Hidung gatal 472 BDO 25 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 473 MBD 27 Perempuan Rhinogen bedah Hidung berbau 474 MSF 28 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 475 SAN 36 Laki-Laki Rhinogen bedah Bersin

476 DMK 25 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 477 WMN 34 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung gatal 478 SKN 10 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 479 RNM 26 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 480 SGN 27 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung berbau 481 ANK 22 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung berdarah 482 DNI 49 Perempuan Rhinogen bedah Bersin


(4)

484 PPT 27 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 485 WND 27 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 486 RZK 28 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

487 RR 39 Perempuan Dentogen Obat – obatan Bersin

488 WS 23 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 489 NO 47 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 490 JTM 33 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 491 BLG 35 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung Berair 492 NKO 39 Laki-Laki Dentogen bedah Hidung tersumbat 493 SGT 31 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 494 RWD 30 Perempuan Rhinogen bedah Hidung gatal 495 SLV 26 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 496 PTW 74 Perempuan Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 497 SCS 69 Perempuan Rhinogen bedah Hidung Berair


(5)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <9 tahun 3 0.6 0.6 0.6

10 - 19 tahun 19 3.8 3.8 4.4

20 - 29 tahun 169 34.0 34.0 38.4

30 - 39 tahun 174 35.0 35.0 73.4

40 - 49 tahun 69 13.9 13.9 87.3

50 - 59 tahun 50 10.1 10.1 97.4

> 60 tahun 13 2.6 2.6 100.0

Total 497 100.0 100.0


(6)