mengatakan hasil analisis statistik menunjukkan nilai p= 0,034, OR= 2,622 artinya tingkat pengetahuan yang kurang mempunyai risiko meningkatkan kejadian TB paru
sebanyak 2,622 kali lebih besar dibandingkan dengan tingkat pengetahuan yang baik.
4.5.5 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Penularan TB paru pada Keluarga yang Tinggal Serumah
Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 4.13 menunjukkan bahwa variabel kebiasaan merokok pada kelompok yang mempunyai kebiasaan merokok yang terjadi
penularan TB paru sebanyak 6,9 dan tidak terjadi sebanyak 14,4 sedangkan pada kelompok yang tidak yang terjadi penularan TB paru sebanyak 93,1 dan tidak
terjadi sebanyak 85,6. Berdasarkan hasil uji Chi square antara variabel kebiasaan merokok dengan penularan TB paru diperoleh nilai p = 0,281 p 0,05, artinya tidak
ada hubungan yang signifikan antara variabel kebiasaan merokok dengan penularan TB paru. Menurut peneliti hal ini disebabkan karena jumlah responden yang
mempunyai kebiasaan tidak merokok lebih banyak dibandingkan dengan yang mempunyai kebiasaan merokok. Untuk responden yang mempunyai kebiasaan
merokok ini, lamanya kebiasaan merokok umumnya 3 tahun dan mengkonsumsi rokok
dalam jumlah
batang per
hari masih
ringan 1-10 batang per hari.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Suarni 2009 menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian TB paru BTA
positif p= 0,298. Selaras dengan penelitian Widyasari 2012 menunjukkan responden yang memiliki kebiasaan merokok 46,7, dengan hasil analisis Chi
square nilai p= 0,606 OR= 0,766, 95CI= 0,278 –2,111 dan responden yang
merupakan perokok
pasif 53,3
dengan hasil
analisis Chi square nilai p= 0,438 OR= 1, 495, 95CI= 0,540
–4,136 dapat disimpulkan bahwa status terpapar rokok tidak memiliki hubungan dengan kejadian TB Paru
di Wilayah Semarang Utara. Berbeda dengan pendapat Achmadi 2005 dalam Fidiawati 2011 mengatakan
kebiasaan merokok meningkatkan risiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih
rendah dengan 430 batangorangtahun di Sierra Leon, 480 batangorangtahun di Ghana
Universitas Sumatera Utara
dan 760 batangorangtahun di Pakistan. Selaras juga dengan pendapat Fidiawati, 2011 mengatakan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya
infeksi TB Paru.
4.5.6 Hubungan Penyakit Penyerta dengan Penularan TB paru pada Keluarga yang Tinggal Serumah
Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 4.14 menunjukkan bahwa kelompok yang mempunyai penyakit penyerta diabetes mellitus yang terjadi
penularan TB paru sebanyak 3,4 dan tidak terjadi sebanyak 0,9, kelompok yang tidak mempunyai penyakit penyerta diabetes mellitus yang terjadi penularan TB paru
sebanyak 55,2 dan tidak terjadi sebanyak 95,5 sedangkan pada kelompok yang tidak bisa dinilai yang terjadi penularan TB paru sebanyak 41,4 dan tidak terjadi
sebanyak 3,6. Berdasarkan hasil uji Chi square antara variabel penyakit penyerta dengan penularan TB paru diperoleh nilai p = 0,0001 p 0,05, artinya ada hubungan
yang signifikan antara variabel penyakit penyerta dengan penularan TB paru. Hasil penelitian ini sependapat dengan laporan Maurice 2011 menyatakan
bahwa penderita diabetes mempunyai resiko tiga kali lipat untuk menderita tuberkulosis, kami memperkirakan sekitar 8 berkonstribusi untuk terjadinya kasus
TB baru setiap tahunnya. Dan selaras dengan hasil penelitian Widyasari 2012 menunjukkan responden yang memiliki riwayat diabetes mellitus 26,7, dengan
hasil analisis Chi square nilai p= 0,038 OR= 5,092, 95 CI= 0,981 26,430, dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa riwayat penyakit penyerta memiliki hubungan
dengan kejadian TB Paru di Wilayah Semarang Utara.
4.5.7 Hubungan Status Gizi dengan Penularan TB paru pada Keluarga yang Tinggal Serumah