Penelitian Terkait Perbandingan Performansi Internet Berbasis Code Division Multiple Acces Pada Sistem Internet Mobile

dalam penyediaan layanan data pita lebar dapat dicermati dari statistik ARPU operator KDDI.

2.8 Penelitian Terkait

Berdasarkan spesifikasi teknisnya, teknologi komunikasi seluler berbasis CDMA dapat memenuhi semua persyaratan yang diperlukan sebagai solusi bagi penyediaan akses suara dan data yang berkualitas dan sebagai teknologi pilihan bagi pengembangan jaringan 3G. Melalui data di lapangan dan simulasi yang dilakukan, diketahui pula bahwa secara teknis, performa CDMA 2000 1X dan EV-DO mampu melampaui jaringan yang berbasis GSM dan WCDMA. Beberapa karakteristik pada CDMA juga membuat proses evolusi menuju teknologi selanjutnya menjadi lebih mudah dilakukan. Teknologi seluler berbasis CDMA memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan di Indonesia khususnya di daerah dengan kondisi geografis yang sulit Wisanggeni et al , 2008. Dari hasil analisa dan perhitungan arus pembicaraan dengan akses multiganda pembagi kode CDMA pada SCBS_408L yang dilakukan oleh Prasetya dan Rachmawati 2007, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Dalam analisa ini tingkat dropcall tinggi hal ini diakibatkan karena masalah area cakupan. Bila semua BTS bekerja dengan daya maksimal, maka akan terjadi overlap yang sangat besar antar sitenya sehingga diperlukan adanya pengurangan radius cakupan untuk masing-masing BTS. 2. Pengurangan radius cakupan ini dilakukan dengan melakukan penurunan daya pancar untuk masing-masing BTS. Menurut Afdhal et al, 2010, pengaturan bandwidth dengan Mikrotik mampu memberikan hasil yang lebih baik, dibandingkan dengan jaringan yang tidak menggunakan Mikrotik. Dari pengujian dengan membagi bandwidth sama rata dapat diketahui bahwa dengan penggunaan Mikrotik client dapat menerima bandwidth 15,8 lebih baik dibandingkan tidak menggunakan Mikrotik. Dengan membagi bandwidth berbeda dapat diketahui bahwa penggunaan Mikrotik, client dapat menerima bandwidth 17,5 lebih baik dibandingkan tidak menggunakan Mikrotik. Berdasarkan perhitungan standar deviasi dapat diketahui bahwa pengaturan Universitas Sumatera Utara pemakaian bandwidth dengan menggunakan Mikrotik lebih kecil, artinya proses pertukaran data lebih stabil bila dibandingkan dengan yang tidak menggunakan Mikrotik. Menurut Christianti 2006 ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan perangkat handset CDMA, yaitu: 1. Jaringan yang digunakan oleh operator Faktor jaringan cukup erat kaitannya dengan frekuensi dan jenis layanan CDMA, karena di Indonesia diberlakukan sistem pembagian frekuensi, sehingga tiap wilayah mempunyai frekuensi yang bisa sangat berbeda. 2. Kemampuan akses data Teknologi CDMA juga memiliki fasilitas akses data, seperti layanan koneksi internet, e-mail dan MMS. Sehingga bagi para pengguna GSM yang sering menggunakan layanan tersebut ingin bermigrasi ke CDMA. Pada tahun 1999, International Telecommunications Union ITU menetapkan CDMA sebagai basis dari sistem wireless 3G. Saat ini pelanggan CDMA di dunia mencapai lebih dari 180 juta orang. Saniya et al 2013 menyarankan pada saat pengujian sistem manajemen bandwidth menggunakan koneksi internet yang stabil. Menganalisis performansi sistem manajemen bandwidth dengan prioritas port seperti untuk penggunaan video streaming, game online, VoIP pada masing-masing client. Menganalisis performansi sistem manajemen bandwidth dengan membandingkan kondisi jam sibuk dan jam tidak sibuk pada aplikasi layanan internet sesuai dengan kebutuhan client. Menganalisis performansi sistem manajemen bandwidth dengan menambahkan jumlah client. Kesimpulan dari analisis kualitas jaringan internet berbasis HSDPA pada wilayah urban di Kota Malang, yaitu: 1. Semakin tinggi gedung yang menjadi penghalang dalam propagasi gelombang, maka semakin besar nilai pathLost atau redaman propagasi yang didapatkan. 2. Semakin besar faktor utilisasi, maka semakin besar nilai delay jaringan atau delay end-to-end. Universitas Sumatera Utara 3. Besarnya nilai delay end-to-end dari hasil perhitungan berdasarkan standar TIPHON memiliki kualitas sedang, sedangkan nilai delay end-to-end lebih dari 450 ms, sehingga memiliki kualitas buruk. Besarnya nilai delay end-to-end dari hasil pengukuran dengan menggunakan metode drive test berdasarkan standar TIPHON memiliki kualitas baik, sedangkan nilai delay end-to-end yang berada pada range 300 ms tend-to-end 450 ms, sehingga memiliki kualitas sedang. 4. Semakin besar nilai pathLost, maka semakin besar nilai probabilitas Packet Loss yang terjadi. Besarnya nilai probabilitas Packet Loss dari hasil perhitungan berdasarkan standar TIPHON untuk nilai pathLost 129,79 dB sampai dengan 138,68 dB berada pada range 0 F 3 , sehingga memiliki kualitas sangat baik, sedangkan untuk nilai pathLost 142,17 dB berada pada range 15 F 25 , sehingga memiliki kualitas sedang dan untuk nilai pathLost 142,74 dB memiliki nilai probabilitas Packet Loss lebih dari 25 , sehingga memiliki kualitas buruk. 5. Besarnya nilai probabilitas Packet Loss hasil pengukuran dengan menggunakan metode drive test berdasarkan standar TIPHON memiliki kualitas sangat baik, sedangkan untuk nilai pathLost memiliki kualitas baik. 6. Semakin besar nilai pathLost, maka semakin kecilnilai throughput yang didapatkan. 7. Besarnya nilai throughput berdasarkan standar TIPHON dari hasil perhitungan untuk nilai pathLost 129,79 dB sampai dengan 138,68 dB memiliki kualitas sangat baik. Besarnya nilai throughput berdasarkan standar TIPHON dari hasil pengukuran dengan menggunakan metode drive test untuk nilai pathLost 129,79 dB sampai dengan 142,17 dB memiliki kualitas sangat baik Riyasa et al, 2012. Dalam penelitian yang berjudul “Deskripsi Kualitas Layanan Jasa Akses Internet di Indonesia dari Sudut Pandang Penyelenggara Description of Internet Quality of Services QoS in Indonesia From the Providers’ Point of View” yang dilakukan oleh Ruth, 2013 menyimpulkan untuk parameter yang terkait kinerja layanan, tampaknya tidak cukup jika regulator mengandalkan laporan dari penyelenggara jasa. Belajar dari laporan kinerja operasi yang diberikan selama ini, Universitas Sumatera Utara ternyata akurasi data belum maksimal, seperti tidak semua informasi terisi dengan lengkap dan terdapat beberapa kesalahan dalam mengisi informasi yang diminta. Keterbatasan regulator untuk memeriksa laporan tersebut menyebabkan kinerja operator kurang terkontrol. Hal ini dapat diantisipasi dengan melakukan survey berkala kepada penggunapelanggan internet untuk menilai kualitas layanan yang dirasakan Quality of Experience. Ruth juga menyarankan kualitas layanan quality of service jasa akses internet di Indonesia dapat ditingkatkan melalui pengaturan standar kualitas layanan penyelenggaraan jasa akses internet. Hal ini sangat diperlukan oleh melindungi kepentingan masyarakat, dan didukung oleh pihak penyelenggara jasa. Pengaturan standar kualitas tersebut perlu dibedakan antara akses mobile dan fixed. Standar juga perlu mengatur parameter wajib yang harus dimiliki oleh operator dan dilaporkan secara berkala, serta parameter pengukuran yang dapat dilakukan oleh regulator untuk menguji performansi operator. Parameter kualitas layanan yang berkaitan dengan pelanggan, dapat merujuk pada standar ISO 9001 tentang quality management, untuk keamanan jaringan dapat merujuk pada standar ISO 27001. Selain itu, hasil monitoring pemerintah terhadap kinerja jaringan yang disediakan oleh para penyelenggara jasa akses internet sebaiknya dapat dipublikasikan kepada masyarakat untuk melindungi hak konsumen dan meningkatkan persaingan usaha. Dari seluruh percobaan terhadap empat parameter QoS, yaitu throughput, delay, jitter, Packet Loss yang dilakukan terhadap topologi yangsama, dapat diketahui bahwa kinerja dari routing protocol OSPF lebih baik dibandingkan dengan kinerja dari routing protocol RIP. Hal itu dapat dibuktikan dari adanya perbedaan hasil perhitungan throughput, delay, jitter, sedangkan untuk Packet Loss tidak terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut diketahui dari rata-rata setiap performance pada routing protocol RIP dan OSPF. Rata-rata tersebut diambil dari pengiriman paket dari node awal, yaitu node 0 sampai node destimation atau node 5 Setiawan, Sevani, 2012. Dari penelitian dan analisa data yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut Patih, 2012: 1. Dari keempat codec tersebut codec ilbc yang stabil untuk digunakan komunikasi. Universitas Sumatera Utara 2. Pemilihan jenis codec yang tepat perlu untuk meminimalisasi nilai QoS yang terjadi pada jaringan VoIP karena pemilihan codec sangat menentukan kualitas suara. 3. Penggunaan VPN dapat mencegah penyadapan pada VoIP. 4. Terbukti bahwa dengan menggunakan VoIP biaya telekomunikasi menjadi hemat. 5. Nilai throughput menggunakan VPN lebih besar dibandingkan tanpa VPN Dari analisa yang dilakukan oleh Widhiatmoko, 2010 pada hasil penelitian performansi VoIP Voice over Internet Protocol dapat disimpulkan antara lain: 1. VoIP layak untuk di aplikasikan ke dalam jaringan WiMAX. 2. Secara keseluruhan nilai delay, jitter dan Packet Loss pada pengukuran baik dengan menggunakan codec G.711 maupun codec G.723.1 masih berada dalam kategori yang diperbolehkan untuk komunikasi VoIP. 3. Nilai throughput bergantung terhadap jenis modulasi yang digunakan, untuk nilai maksimal throughput bisa mencapai 2,8 Mbps untuk downlink dan 0,575 Mbps sedangkan persentase nilai throughput untuk downlink 83 dan untuk uplink adalah 17. 4. Nilai Packet Loss terbesar terjadi di PT. Sinar Roda Kencana Mas, hal ini dikarenakan kondisi propagasi antara Base Station dan Subscriber Station adalah NLOS yang menyebabkan keutuhan paket banyak yang hilang karena pengaruh pantulan. 5. Selain kondisi propagasi antara Base Station dan Subscriber Station, nilai Signal Quality Index SQI berpengaruh terhadap nilai Signal to Noise Ratio SNR. Nilai SNR yang diterima oleh Costumer Promises Equipment CPE menentukan jenis modulasi yang akan digunakan. Nilai SQI berpengaruh terhadap nilai Received Signal Strength Indicator RSSI yang diterima oleh CPE. Widhiatmoko juga menyarankan pengukuran selanjutnya bisa digunakan standard IEEE 802.16e yang mampu mendukung tipe akses mobile . Universitas Sumatera Utara Putra 2010 melakukan penelitian Performansi Layanan Video Conference Pada Jaringan Wide Area Network WAN Di Chevron Indonesia Company . Dari hasil perhitungan dan analisis, maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Teknologi Personal Video untuk video conference di Chevron Indonesia Company perlu dilakukan pengembangan terhadap nilay delay yang terjadi. 2. Berdasarkan rekomendasi Packet Loss dari TIPHON, maka teknologi Personal Video direkomendasikan untuk diaplikasikan. 3. Nilai MOS secara matematis mencapai 3,86. Sedangkan hasil MOS dengan metode kuesioner sebesar 3,75 Menurut standar ITU-T P800, kedua nilai ini dikategorikan C atau Acceptable. Kategori ini menjelaskan bahwa teknologi Personal Video akan mengalami sedikit gangguan, namun tidak mengganggu kerja dari layanan lainnya seperti IP telephony atau conference phone. Dalam penelitian tersebut Putra juga menyarankan supaya dilakukan penelitian yang membandingkan dengan hasil perhitungan dan pengukuran pada jam-jam kantor yang relatif tidak sibuk, seperti saat istirahat, jam masuk atau pulang kantor. Universitas Sumatera Utara BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Kerja