23
3.6.6.2 Kalium Pembuatan kurva kalibrasi kalium
Larutan baku kalium 1000 µgmL sebanyak 5 mL dimasukkan kedalam labu tentukur 50 mL lalu diencerkan dengan akua demineralisata hingga garis
tanda. Dari larutan tersebut 100 µgmL dipipet masing-masing 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL; 4,0 mL; dan 5,0 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan
diencerkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 2,0 µgmL; 4,0 µgmL; 6,0 µgmL; 8,0 µgmL; dan
10,0 µgmL, lalu dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 766,5 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.
Penetapan kadar kalium dalam daun bangun-bangun segar
Larutan sampel hasil dekstruksi dipipet sebanyak 0,1 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dan diencerkan dengan akua demineralisata hingga
garis tanda Faktor pengenceran = 250,1 = 250 kali. Larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang
766,5 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium
dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
Penetapan kadar kalium dalam daun bangun-bangun direbus
Larutan sampel hasil dekstruksi dipipet sebanyak 0,25 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan diencerkan dengan akua demineralisata hingga
garis tanda Faktor pengenceran = 500,25 = 200 kali. Larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang
766,5 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus
24 berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium
dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
3.6.6.3 Natrium Pembuatan kurva kalibrasi natrium
Larutan baku natrium 1000 µgmL sebanyak 0,5 mL dimasukkan kedalam labu tentukur 50 mL lalu diencerkan dengan akua demineralisata hingga
garis tanda. Dari larutan tersebut 10 µgmL dipipet masing-masing 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL; 4,0 mL; dan 5,0 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan
diencerkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,2 µgmL; 0,4 µgmL; 0,6 µgmL; 0,8 µgmL; dan 1
µgmL, lalu dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 589,0 nm dengan tipe
nyala udara-asetilen. Penetapan kadar natrium dalam daun bangun-bangun segar
Larutan sampel hasil dekstruksi dipipet sebanyak 1,0 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dan diencerkan dengan akua demineralisata hingga
garis tanda faktor pengenceran = 251 = 25 kali. Larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 589,0 nm dengan
tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi natrium dalam sampel
dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
Penetapan kadar natrium dalam daun bangun-bangun direbus
Larutan sampel hasil dekstruksi dipipet sebanyak 1,0 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dan diencerkan dengan akua demineralisata hingga
garis tanda faktor pengenceran = 251 = 25 kali. Larutan diukur absorbansinya
25 dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 589,0 nm dengan
tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi natrium dalam sampel
dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi. Menurut Gandjar dan Rohman 2007, kadar logam kalsium, kalium dan
natrium dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
g Sampel
Berat n
pengencera Faktor
x mL
Volume x
µgmL i
Konsentras µgg
Logam Kadar
=
3.6.7 Analisis Data Secara Statistik 3.6.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan