KRITIK SOSIAL DALAM FILM INDIE Analisis Isi Pada Film Masih Belajar Karya Adhyatmika

(1)

ii

KRITIK SOSIAL DALAM FILM INDIE

Analisis Isi Pada Film Masih Belajar Karya Adhyatmika

S K R I P S I

Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk mendapatkan Gelar Sarjana (S1) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang

Disusun Oleh: Ranindya Shahrastri

07220018

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(2)

iii

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : Ranindya Shahrastri

NIM : 07220018

Konsentrasi : AV (Audio Visual) Jurusan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Judul Skripsi : Kritik Sosial Dalam Film Indie

Analisis Isi Pada Film Masih Belajar Karya Adhyatmika

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Nurudin. S.Sos, M.Si Dra. Frida Kusumastuti, M.Si

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi


(3)

iv

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Ranindya Shahrastri

NIM : 07220018

Kosentrasi : AV (Audio Visual)

Judul Skripsi : Kritik Sosial Dalam Film Indie

Analisis Isi Pada Film Masih Belajar Karya Adhyatmika

Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

dan dinyatakan LULUS/TIDAK LULUS Pada hari : Rabu

Tanggal : 10 Agustus 2011 Tempat : Ruang 605

Mengesahkan, Dekan FISIP UMM

(Dr. Wahyudi, M.Si)

Dewan Penguji:

1. 1. ………..

2. 2. ………..

3. 3. ………..


(4)

v

PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ranindya Shahrastri

Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 28 April 1988 Nomor Induk Mahasiswa : 07220018

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan : Ilmu komunikasi

Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan judul : Kritik Sosial Dalam Film Indie

Analisis Isi Pada Film Masih Belajar Karya Adhyatmika

Adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya dengan benar.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Malang, 18 Juli 2011 Yang Menyatakan


(5)

vi

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI

1. Nama : Ranindya Shahrastri

2. NIM : 07220018

3. Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

4. Jurusan : Ilmu Komunikasi

5. Judul Skripsi : Kritik Sosial Dalam Film Indie

Analisis Isi Pada Film Masih Belajar Karya

Adhyatmika

6. Pembimbing : 1. Nurudin. S.Sos, M.Si

2. Dra. Frida Kusumastuti, M.Si

7. Kronologi Bimbingan :

Paraf Pembimbing

Tanggal Pembimbing I Pembimbing II Keterangan

8 Januari 2011 Acc. Judul

18 Januari 2011 Acc. Proposal

21 Januari 2011 Seminar Proposal

7 Mei 2011 Acc. BAB I

7 Mei 2011 Acc. BAB II

7 Juli 2011 Acc. BAB III

16 Juli 2011 Acc. BAB IV dan

Seluruh Naskah Skripsi

Malang, 18 Juli 2011 Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II


(6)

vii

LEMBAR PERNYATAAN KODER I

Menyatakan telah bersedia menjadi pengkoding. Pengkodingan ini dilakukan untuk keperluan peneliti/skripsi yang berjudul : “KRITIK SOSIAL DALAM FILM INDIE” (Analisis Isi Pada Film Masih Belajar Karya Adhyatmika).

Nama : Rangga Prasetya

Tempat,Tanggal Lahir : Pasuruan, 31 Mei 1989

Alamat : Jl. Mawar 20 Ledug Prigen Pasuruan

Pendidikan : Universitas Muhammadiyah Malang

Fak./Jur./Kosentrasi : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/ Ilmu Komunikasi/ Jurnalistik

Pekerjaan : Mahasiswa

Malang, 18 Juli 2011 Koder 1


(7)

viii

LEMBAR PERNYATAAN KODER II

Menyatakan telah bersedia menjadi pengkoding. Pengkodingan ini dilakukan untuk keperluan peneliti/skripsi yang berjudul : “KRITIK SOSIAL DALAM FILM INDIE” (Analisis Isi Pada Film Masih Belajar Karya Adhyatmika).

Nama : Novienda Kusumaning Ayu

Tempat,Tanggal Lahir : Malang, 22 November 1988

Alamat : Jl. Kaliurang I/30A Pasuruan

Pendidikan : Universitas Muhammadiyah Malang

Fak./Jur./Kosentrasi : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/ Ilmu Komunikasi/ Audio Visual

Pekerjaan : Mahasiswa

Malang, 18 Juli 2011 Koder 2


(8)

ix

LEMBAR PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah banyak memberikan berkat, rahmat, ridho, dan hidayahNya, serta diberikannya kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang hebat yang telah ikut membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Selama berbulan-bulan lamanya, Alhamdulillah akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan semangat dan doa yang selalu diberikan oleh orang-orang yang saya sayangi. Skripsi ini saya persembahkan dengan hati ikhlas dan tulus kepada orang-orang yang sangat spesial dalam hidup saya:

1. Kepada Mama tersayang, Yetty Sri yang selalu memberikan doa, dukungan, perhatian, dan cinta kasih yang begitu besar kepada saya. Terimakasih banyak Mam untuk semuanya. Semua ini untuk Mama, semoga Allah selalu memberikan kebahagiaan di dunia dan akhirat untuk Mama.

2. Kepada kedua ayahku, almarhum Daddy Poungkie Poerwono dan almarhum Papa Soewahyo. Semoga Daddy dan Papa bisa melihat dan tersenyum dari surga. Cinta dan doa Astri tidak akan pernah putus untuk kalian.

3. Untuk kedua kakakku, Raditya Aji Prayogo dan Pradipta Aji Rukmono. Akhirnya selesai Kak, terimakasih banyak untuk semuanya. Astri beruntung memiliki kakak-kakak yang ganteng, baik, dan sabar seperti kalian.

4. Untuk sahabat, teman, dan kakak ketigaku, Aldid Asadil Balad. Terimakasih atas segala dukungan dan perhatiannya. Aldid yang terbaik dan tidak akan tergantikan.

5. Untuk sahabat-sahabat terbaikku, Rani, Ayu, Nilam, Brian, Dessy, Rangga, Kraft, Bogor, Kiki, Bram, Adit. Kalian sumber kebahagiaan yang tidak ternilai harganya, terimakasih untuk semua hal menyenangkan yang kita lewati bersama.

6. Untuk teman-teman kantor BCA Pandaan, Mbak Dyan, Wulan, Bu Hera, Bu Ani, Bu Atik, semuanya, terimakasih untuk pengertiannya dan bantuannya. Kalian semua membuat hari-hari kerja terasa menyenangkan.


(9)

x 7. Untuk para Sarjana Ikom baru, kalianlah yang membuat saya termotivasi untuk

segera menyelesaikan skripsi ini.

8. Dan untuk pihak-pihak yang telah banyak membantu saya namun tidak dapat disebutkan satu-persatu, saya mengucapkan beribu-ribu terima kasih atas bantuan dan juga dukungan yang diberikan. Semua ini untuk kalian. I love you all.

Malang, 18 Juli 2011

Penulis,


(10)

xi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bismillahirrahmanirrahim.

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT serta sholawat dan salam saya haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, atas terselesaikannya tugas akhir ini. Dengan perjuangan keras (akademis maupun non akademis) akhirnya saya dapat menuntaskan studi di Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini.

Dengan terselesaikannya Skripsi saya yang berjudul “KRITIK SOSIAL DALAM FILM INDIE (Analisis Isi Pada Film Masih Belajar Karya Adhyatmika)”, maka selesai sudah masa studi Strata 1 saya. Meskipun masih terdapat kelemahan pada penelitian yang saya lakukan, Insyaallah skripsi ini menjadikan acuan saya guna mengembangkan terus keilmuan saya di bidang komunikasi.

Penelitian ini berawal dari perkembangan media massa yang awalnya hanya media cetak menjadi media elektronik seperti televisi dan film sebagai penyampai informasi yang lebih cepat dan akurat. Perkembangan teknologi ini telah memberikan perubahan besar dalam komunikasi dikarenakan film memiliki kekuatan yang besar untuk menjangkau segmen sosial. Film mempunyai tiga fungsi utama yaitu untuk memberikan informasi, hiburan, serta kontrol sosial. Peneliti tertarik untuk mengamati film independen Masih Belajar karena film ini merupakan film pendek yang memiliki tingkat pembelajaran yang tinggi bagi masyarakat. Film ini bergenre black comedy, yang dibuat oleh sutradara Adhyatmika sebagai sebuah sindiran terhadap kondisi sosial yang terjadi di negeri ini. Kritik sosial yang terdapat dalam film ini membuat peneliti ingin meneliti lebih lanjut.

Dengan demikian, berkaitan dengan uraian di atas maka disini penulis tertarik ingin meneliti film independen Masih Belajar yang telah mengharumkan


(11)

xii nama bangsa Indonesia dengan meraih berbagai penghargaan di luar negeri. Film ini merupakan film pendek yang sangat patut dijadikan bahan pembelajaran bagi kita semua.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik dan sesuai dengan harapan, namun demikian, tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan karena keberadaan penulis sebagai manusia biasa dengan kemampuan terbatas. Untuk itu penulis harapkan supaya pembaca memaklumi atas kesalahan yang mungkin terjadi dan bersedia memberikan saran, kritikan yang membangun.

Kemudian bersamaan dengan ucapan syukur atas terselesaikannya skripsi ini, penulis tak lupa ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang turut membantu baik langsung maupun tidak langsung. Beberapa diantaranya:

1. Drs. Muhajir Effendi, M. AP selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Nurudin. S.Sos, M.Si, selaku pembimbing I yang memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh kesabaran, dan selalu memberikan masukan dan kritik terbaik.

2. Dra. Frida Kusumastuti. M.Si, selaku pembimbing II dan Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang telah memberikan bimbingan dan kritik dengan sabar dan teliti.

4. Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Komunikasi UMM atas segala transfer ilmu dan pengalamannya serta arahannya selama ini.

7. Rangga Prasetya,S.Ikom sebagai pengkoding/koder I dalam penelitian ini. 8. Novienda Kusumaning Ayu, S.Ikom sebagai pengkoding/koder II dalam

penelitian ini.

9. Dan untuk semua pihak yang telah memberikan inspirasi namun belum tergoreskan namanya dalam tulisan ini. Percayalah nama dan jasa kalian terukir di hatiku.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis juga menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan, keterbatasan, kemampuan, dan pengetahuan yang dimiliki.


(12)

xiii Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak yang dapat mengarahkan pada perbaikan di masa yang akan datang.

Alhamdulillahirrobil’alamin Wassalammu’alaikum Wr. Wb.

Malang, 18 Juli 2011 Penulis,


(13)

xiv

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ... v

LEMBAR PERNYATAAN KODER I ... vi

LEMBAR PERNYATAAN KODER II ... vii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... viii

ABSTRAKSI ... x

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ...xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 4

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Kegunaan Penelitian ... 4

1. Kegunaan Akademis ... 4

2. Kegunaan Praktis ... 5

E. Kajian Pustaka ... 5

E.1. Kritik Sosial ... 5

E.2. Kritik Sosial Dalam Film ... 7

E.3. Film ... 9

E.3.1. Unsur-unsur Pembentuk Film ... 9

E.3.2. Jenis-jenis Film ... 10


(14)

xv

E.3.2.2. Film Fiksi ... 11

E.3.2.3. Film Eksperimental ... 12

E.4. Film Sebagai Media Komunikasi Massa ... 12

E.5. Fungsi Film ... 14

E.6. Media Massa ... 17

E.6.1. Pengertian Media Massa ... 17

E.6.2. Jenis-jenis Media Massa ... 18

E.6.2.1. Media Cetak ... 18

E.6.2.2. Media Elektronik ... 18

E.6.3. Fungsi Media Massa ... 18

E.6.4. Peran Media Massa ... 20

F. Definisi Konseptual ... 21

G. Kategorisasi ... 21

G.1. Sasaran kritik ... 22

G.1.1. Pemerintah ... 22

G.1.2. Perusahaan ... 24

G.1.2. Profesional ... 25

G.2. Tema kritik ... 28

G.2.1. Sosial ... 28

G.2.1. Politik ... 29

H. Metode Penelitian ... 29

H.1. Tipe dan Dasar Penelitian ... 29

H.2. Ruang Lingkup Penelitian ... 30

H.3. Unit Analisis ... 30

H.4. Satuan Ukur ... 31

H.5. Teknik Pengumpulan Data ... 31

H.6. Uji Reabilitas dan Validitas ... 34

BAB II GAMBARAN OBYEK PENELITIAN ... 37

A. Tentang Film Masih Belajar ... 37


(15)

xvi

C. Karakter Pemain Film Masih Belajar ... 40

D. Kru Film Masih Belajar ... 42

E. Catatan Produksi ... 43

F. Production House ... 43

G. Profil Sutradara ... 44

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Sajian Data Ulasan Per Shot Film Masih Belajar ... 46

B. Frekuensi Kemunculan Kritik Pada Kategori Sasaran Kritik ... 63

B.1. Kecenderungan Sub Kategori Sasaran Kritik Pemerintah ... 63

B.2. Kecenderungan Sub Kategori Sasaran Kritik Perusahaan ... 68

B.3. Kecenderungan Sub Kategori Sasaran Kritik Profesional .... 70

C. Frekuensi Kemunculan Kritik Pada Kategori Tema Kritik ... 78

C.1. Kecenderungan Sub Kategori Tema Kritik Sosial ... 78

C.2. Kecenderungan Sub Kategori Tema Kritik Politik ... 82

BAB IV PENUTUP ... 94

A. Kesimpulan ... 94


(16)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Deskripsi Shot Film Masih Belajar ……… 48

Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Kemunculan Kategori Sasaran Kritik Peneliti 61 Tabel 3.3 Distribusi Frekuensi Kemunculan Kategori Tema Kritik Peneliti 62

Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Kemunculan Kategori Sasaran & Tema Kritik 84 A. Kategori Kritik Antara Peneliti dan Koder I ... 84

B. Tema Kritik Antara Peneliti dan Koder I ... 87

C. Kategori Kritik Antara Peneliti dan Koder II ... 89


(17)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Cover Film Masih Belajar... 38 Gambar 2.2 : Sutradara Film Masih Belajar ... 45


(18)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Hasil Koding Peneliti Lampiran 2 : Hasil Koding Koder I Lampiran 3 : Hasil Koding Koder II

Lampiran 4 : Tabel Nilai Kesepakatan Peneliti dan Koder I Kategori Sasaran Kritik

Lampiran 5 : Tabel Nilai Kesepakatan Peneliti dan Koder I Kategori Tema Kritik Lampiran 6 : Tabel Nilai Kesepakatan Peneliti dan Koder II Kategori Sasaran

Kritik

Lampiran 7 : Tabel Nilai Kesepakatan Peneliti dan Koder II Kategori Tema Kritik


(19)

xx DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Buku

Anonim. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

Assegaf, Djafar. 1983. Jurnalistik Masa Kini (Pengantar ke Praktek Kewartawanan). Jakarta. Ghalia Indonesia.

Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta. Prenada Media.

Krippendorff, Klaus. 1993. Analisis Isi (Pengantar Teori dan Metodologi). Jakarta. PT. Grafindo Persada.

Mas’oed, Mohtar. 1997. Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Indonesia.

McQuail, Dennis. 1996. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta. Erlangga.

Mondry. 2008. Pemahaman Teori Dan Praktik Jurnalistik. Bogor. Ghalia Indonesia.

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung. PT. Remaja Rosda Karya.

Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada.

Pandjaitan, Hinka IP, dan Aryani, Dyah. 2001. Melepas Pasung Kebijakan Perfilman Indonesia. Jakarta. PT. Warga Global Indonesia.


(20)

xxi Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta. Homerian Pustaka.

Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT. Rosda Karya.

Widagdo, M. Bayu dan Gora S, Winastwan. 2007. Bikin Film Indie Itu Mudah! Yogyakarta. Andi Offset.

Wiryanto. 2003. Teori Komunikasi Massa. Jakarta. PT. Gramedia.

Yosef, Jani. 2009. To Be A Journalist Menjadi Jurnalis TV, Radio, dan Surat Kabar yang Profesional. Yogyakarta. Graha Ilmu.

B. Data Internet

Listiani, Okky. 2009. Kritik Sosial.

http://www.sebuahcatatansastra.blogspot.com/2009/02/kritik-sosial.html (Diakses pada tanggal 12 Desember 2010, pukul 11.15 WIB)

Widiyatno, Tomy. 2010. Kilas Balik Perkembangan Film Independen.

http://www.filmpelajar.com/tutorial/kilas-balik-perkembangan-film-independen (Diakses pada tanggal 22 Desember 2010, pukul 16.10 WIB)

Ross, Raymond. 2008. Daftar Definisi Komunikasi. http://id.wikipedia.org.wiki.Daftar_definisi_komunikasi (Diakses pada tanggal 22 Desember 2010, pukul 16.35 WIB)

Anonim. 2010. Demokrasi.

http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi


(21)

xxii Anonim. 2010. Independen.

http://id.wikipedia.org/wiki/Independen

(Diakses pada tanggal 23 Desember 2010, pukul 18.30 WIB)

Anonim. 2010. Sejarah Film.

http://www.wikimu.com/News/Display-News.aspx?id=13256 (Diakses pada tanggal 11 Januari 2011, pukul 20.05 WIB)

Anonim. 2010. Eksekutif.

http://id.wikipedia.org/wiki/Eksekutif

(Diakses pada tanggal 12 Januari 2011, pukul 09.35 WIB)

Anonim. 2010. Legislatif.

http://id.wikipedia.org/wiki/Legislatif

(Diakses pada tanggal 12 Januari 2011, pukul 09.45 WIB)

Anonim. 2010. Yudikatif.

http://id.wikipedia.org/wiki/Yudikatif

(Diakses pada tanggal 12 Januari 2011, pukul 09.50 WIB)

Anonim. 2010. Peserta Didik.

http://id.wikipedia.org/wiki/Peserta_didik


(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan teknologi memberikan dampak yang besar bagi kemajuan arus informasi media massa sebagai salah satu penyampai pesan dan informasi. Dalam hal ini media massa memiliki peranan penting pada kehidupan masyarakat modern yang tidak dapat dipisahkan dari jurnalistik dan pers. Dahulu masyarakat menyamakan media massa dengan surat kabar atau majalah, karena media massa yang paling tua adalah media cetak. Namun seiring dengan perkembangan jaman, masyarakat mengenal radio sebagai media massa yang cepat dalam menyampaikan informasi. Kemudian menyusul media elektronik seperti televisi, film, yang berfungsi sebagai media penyampai pesan kepada khalayak, atau banyak yang menyebutnya dengan istilah komunikasi. Seperti yang didefinisikan oleh Mary B. Cassata dan Molefi K. Asante (Deddy Mulyana, 2007:69), bahwa komunikasi adalah transmisi informasi dengan tujuan mempengaruhi khayalak.

Menurut Raymond Ross, komunikasi adalah proses menyortir, memilih, dan pengiriman simbol-simbol sedemikian rupa agar membantu komunikan membangkitkan respon atau makna dari pemikiran yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh komunikator. Sehingga komunikator bertindak sebagai


(23)

2

pengaruh untuk dapat memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik lisan secara langsung atau tidak langsung melalui media (dalam http://id.wikipedia.org.wiki.Daftar_definisi_komunikasi).

Komunikasi sendiri terbagi menjadi beberapa subjek berdasarkan sumber informasinya. Salah satu diantaranya adalah komunikasi massa. Menurut Pool (Wiryanto, 2003:3), ia mendefinisikan komunikasi massa sebagai komunikasi yang berlangsung dalam situasi interposed (mengemukakan) ketika antara sumber dan penerima tidak terjadi kontak secara langsung, pesan-pesan komunikasi mengalir kepada penerima melalui saluran-saluran media massa seperti surat kabar, majalah, radio, film, dan televisi.

Dalam kaitan dengan yang tersebut diatas, komunikasi yang tercipta dalam media film hanya berjalan satu arah yaitu dari komunikator kepada komunikan (audience). Film merupakan bagian dari media komunikasi massa, yang memiliki kekuatan untuk menjangkau segmen sosial. Film sering dijadikan sebagai media untuk menyampaikan maksud dan pesan tertentu. Pada dasarnya film sebagai media komunikasi yang tidak terlepas dari jurnalistik dan pers, dimana pers mempunyai tiga fungsi utama yakni memberikan informasi, hiburan, serta kontrol sosial. Sebagaimana pers dianggap sebagai fungsi kontrol masyarakat atau sering juga disebut sebagai pengawas dan penjaga demokrasi (Assegaf, 1983:12).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa film merupakan media yang dapat mengembangkan tiga fungsi pers. Salah satu contoh film tersebut adalah film indie karya Adhyatmika, Masih Belajar. Film ini bergenre black


(24)

3

comedy dengan latar sebuah ruangan kelas yang berisi murid-murid dari berbagai profesi. Black comedy dipilih sebagai genre film karena film ini ingin memberikan suatu hiburan yang sekaligus sarat akan muatan kritik atau sindiran.

Dalam film ini hanya ada 1 scene yang berusaha menyampaikan suatu kritik sosial yang ditujukan kepada pihak-pihak tertentu. Film semacam ini tentu saja sangat dibutuhkan masyarakat dimana film ini tidak hanya menghibur tapi juga merupakan media informasi dan penyampai pesan. Film ini berusaha menampilkan keadaan masyarakat yang sebenarnya sebagai bentuk kritik terhadap pihak tertentu. Karya ini menarik peneliti untuk meneliti kritik sosial yang muncul dalam scene film tersebut dan mencoba untuk mengarah pada pentingnya kritik sosial dalam masyarakat. Bukan hanya menarik dari latar belakang pembuatannya, namun film ini juga menarik dari sisi cerita. Skenario yang ringan namun cerdas dalam penyampaian kritik, merupakan refleksi dari idealisme sang penulis sebagaimana asumsi kebanyakan orang bahwa film indie identik dengan idealisme pembuatnya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai analisis isi. Dimana menurut Berelson & Kerlinger (Rachmat Kriyantono, 2009:230) menjelaskan bahwa analisis isi merupakan suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematik, objektif, dan kuantitatif terhadap pesan yang tampak. Sedangkan menurut Budd (1967), analisis isi adalah suatu teknik sistematis untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi


(25)

4

perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih. Berangkat dari beberapa hal yang telah dijabarkan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul KRITIK SOSIAL DALAM FILM INDIE (Analisis Isi Film Masih Belajar Karya Adhyatmika).

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapa banyak frekuensi kemunculan kategori kritik sosial pada film Masih Belajar?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat ditarik tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui frekuensi kemunculan kritik sosial pada film Masih Belajar.

D. KEGUNAAN PENELITIAN

1. Kegunaan Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa Ilmu Komunikasi, khususnya konsentrasi Audio


(26)

5

Visual mengenai kategori kritik sosial yang ditunjukkan melalui sebuah produk audio visual.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berkenaan dengan analisis isi terhadap sebuah film, dimana film ini adalah film pendek yang sarat akan muatan kritik sosial di dalamnya.

E. KAJIAN PUSTAKA

E.1. Kritik Sosial

Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang berfungsi atau bertujuan sebagai kontrol terhadap jalannya suatu sistem sosial atau proses bermasyarakat. Menurut Marbun, kritik sosial merupakan frase yang terdiri dari dua kata yaitu kritik dan sosial. Adapun yang dimaksud dengan kritik adalah suatu tanggapan atau kecaman yang kadang-kadang disertai dengan uraian dan pertimbangan baik maupun buruknya suatu hasil karya, pendapat, dsb (1996:359). Sementara di sisi lain, Webster menjelaskan bahwa kata kritik berasal dari bahasa Latin criticus atau bahasa Yunani kritikos yang berarti a judge atau dari kata kinnea yang berarti to judge (1983:432). Sementara itu sosial memiliki pengertian having to do with human beings living


(27)

6

together as a group in a situation that they have dealing with another (Webster, 1983:1723). Berdasarkan definisi dari dua kata tersebut, Astrid Susanto seperti yang dikutip oleh Mafud (1997:47) mengambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kritik sosial adalah suatu aktifitas yang berhubungan dengan penilaian (juggling), perbandingan (comparing), dan pengungkapan (revealing) mengenai kondisi sosial suatu masyarakat yang terkait dengan nilai-nilai yang dianut ataupun nilai-nilai yang dijadikan pedoman. Kritik sosial juga dapat diartikan dengan penilaian atau pengkajian keadaan masyarakat pada suatu saat (Mahfud, 1957:5). Dengan kata lain dapat dikatakan, kritik sosial sebagai tindakan adalah membandingkan serta mengamati secara teliti dan melihat perkembangan secara cermat tentang baik atau buruknya kualitas suatu masyarakat. Adapun tindakan mengkritik dapat dilakukan oleh siapapun termasuk sastrawan dan kritik sosial merupakan suatu variable penting dalam memelihara sistem sosial yang ada.

(dalam http://www.sebuahcatatansastra.blogspot.com/2009/02/kritik-sosial.html)

Kritik sosial lebih mengarah pada sindiran mengenai hal-hal yang terjadi dalam masyarakat manakala terdapat suatu konfrontasi dengan realitas berupa kepincangan atau kebobrokan. Kritik sosial diangkat ketika kehidupan dinilai tidak selaras dan tidak harmonis, ketika masalah-masalah sosial tidak dapat diatasi dan perubahan sosial mengarah kepada dampak-dampak disosiatif dalam masyarakat. Kritik sosial seringkali


(28)

7

disampaikan secara tidak langsung, seperti melalui media film dan televisi, dimana media-media tersebut dinilai sebagai media paling ampuh dalam penyampaian kritik sosial kepada masyarakat luas.

E.2. Kritik Sosial dalam Film

Dalam proses komunikasi, kritik dapat disampaikan di dalam pesan yang disampaikan dari komunikator kepada komunikan (penerima pesan) dimana pesan tersebut memiliki inti pesan (tema) yang menjadi pengarah dari tujuan sebuah komunikasi itu sendiri. Kritik sosial pun dapat disampaikan melalui berbagai cara, antara lain melalui komunikasi antar personal, kesenian, serta melalui media massa. Cara yang terakhir yakni media massa, hingga kini dianggap paling efektif, popular, rasional serta institusional. Kritik sosial dapat diselenggarakan melalui media pers, radio siaran, televisi siaran ataupun film sekalipun daya politisnya rendah (Mas’oed, 1997:49).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kritik sosial merupakan suatu penilaian atau pengkajian terhadap keadaan masyarakat, bila dikaitkan dengan film maka pengertiannya menjadi sebuah penilaian atau pengkajian terhadap keadaan masyarakat yang direfleksikan melalui media film yang mengkaji pesan yang ada dalam film tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa film mempunyai kekuatan yang besar untuk


(29)

8

mempengaruhi audiens, dimana melalui media audio visual tersebut dapat mempermudah audiens untuk mencerna makna dari sebuah film.

Film adalah sebuah representasi. Dibandingkan dengan media lain, film memiliki kemampuan untuk meniru kenyataan sedekat mungkin dengan kenyataan sehari-hari. Proses representasi itu diawali dengan cara pembuat film dalam melihat masyarakatnya. Di titik ini penting sekali bagi pembuat film untuk mengenali masyarakat. Ia tidak harus memiliki wawasan yang luas terhadap masyarakat tetapi juga harus memiliki keresahan terhadap masyarakat tersebut. Ia harus mampu melihat kenyataan dan tidak menerimanya begitu saja, melainkan mencoba untuk melihat yang ada di permukaan.

Film juga membuat kita bisa memahami pandangan dunia dari peradaban lain, atau kehidupan dan problematika kemanusiaan. Film bisa membuat kita melihat budaya. Film juga bisa menjadi refleksi atas kenyataan. Banyak teori menyatakan bahwa film sebaiknya menjadi cerminan seluruh atau sebagian masyarakatnya. Seorang pakar teori film, Sigfried Kracauer menyatakan, “Umumnya dapat dilihat bahwa teknik, isi cerita, dan perkembangan film suatu bangsa hanya dapat dipahami secara utuh dalam hubungannya dengan pola psikologis aktual bangsa itu. Artinya, perkembangan film Indonesia dapat dipahami dengan baik jika perkembangan itu dilihat dalam hubungannya dengan latar belakang perkembangan sosial budaya bangsa itu”.


(30)

9

E.3. Film

E.3.1. Unsur-unsur Pembentuk Film

Secara umum, terdapat dua unsur pembentuk film yaitu, unsur naratif dan unsur sinematik. Kedua unsur ini saling berkaitan, sehingga tidak dapat berdiri sendiri, unsur naratif adalah bahan yang akan diolah, sementara unsur sinematik adalah cara untuk mengolahnya.

Dalam bukunya, Pratista menjelaskan tentang perbedaan unsur naratif dan unsur sinematik. Unsur naratif berhubungan dengan aspek atau tema film. Setiap cerita pasti memiliki unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu, serta lainnya. Seluruh elemen tersebut membentuk unsur naratif secara keseluruhan. Elemen-elemen tersebut saling berinteraksi serta berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk sebuah jalinan peristiwa yang memiliki maksud dan tujuan. Seluruh jalinan peristiwa tersebut terikat oleh sebuah aturan yaitu hukum kausalitas (logika sebab-akibat). Aspek kausalitas bersama unsur ruang dan waktu adalah elemen-elemen pokok pembentuk naratif.

Unsur sinematik terbagi menjadi empat elemen pokok yakni, mise-en-scene, sinematografi, editing, dan suara. Mise-en-scene adalah segala hal yang berada di depan kamera.


(31)

Mise-en-10

scene memiliki empat elemen pokok yakni, latar, tata cahaya, kostum, dan make up, serta akting dan pergerakan pemain. Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan objek yang diambil. Editing adalah transisi sebuah gambar (shot) ke gambar (shot) lainnya. Scene adalah kumpulan dari beberapa shot (gambar). Sedangkan suara adalah segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui indera pendengar.

Seluruh unsur sinematik tersebut saling terkait, mengisi, serta berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk unsur sinematik secara keseluruhan.

E.3.2. Jenis-jenis Film

Dalam bukunya berjudul “Memahami Film”, Pratista secara umum membagi film menjadi tiga jenis, yaitu dokumenter, fiksi, dan eksperimental. Pembagian ini berdasarkan atas cara bertuturnya yakni, naratif dan non-naratif. Film fiksi memiliki struktur naratif (cerita) yang jelas, sedangkan film dokumenter dan eksperimental tidak memiliki struktur naratif. Film dokumenter memiliki konsep nyata, film eksperimental memiliki konsep abstrak, sedangkan film fiksi berada di tengah-tengahnya.


(32)

11

E.3.2.1. Film Dokumenter

Film dokumenter merupakan film yang menyajikan fakta yang berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi. Film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau kejadian namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi.

Film dokumenter tidak memiliki plot, namun memiliki struktur yang umumnya didasarkan oleh tema atau argument dari sineasnya. Film dokumenter tidak memiliki tokoh protagonist dan antagonis, konflik, serta penyelesaian seperti pada film fiksi.

E.3.2.2. Film Fiksi

Film fiksi terikat oleh plot, dari sisi ceritanya, film fiksi sering menggunakan cerita rekan di luar kejadian nyata serta memiliki konsep pengadeganan yang telah dirancang sejak awal. Cerita biasanya memiliki karakter protagonist dan antagonis, masalah dan konflik, penutupan, seta pola pengembangan cerita yang jelas.

Produksi film fiksi memakan waktu relatif lama. Persiapan teknis seperti lokasi syuting serta setting dipersiapkan secara matang baik di studio maupun non studio. Film fiksi biasanya menggunakan perlengkapan


(33)

12

serta peralatan dalam jumlah relatif banyak, bervariasi, serta mahal.

E.3.2.3. Film Eksperimental

Film eksperimental sangat berbeda dengan dua film sebelumnya. Para sineas eksperimental umumnya bekerja di luar industri film utama dan bekerja pada studio independen atau perorangan.

Film eksperimental tidak memiliki plot, namun tetap memiliki struktur yang sangat dipengaruhi oleh insting subyektif sineas. Film jenis ini umumnya tidak bercerita tentang apapun bahkan kadang menentang kausalitas.

E.4. Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Film, secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk yaitu, unsur naratif dan unsur sinematik. Kedua unsur tersebut saling berkesinambungan dan berinteraksi satu sama lain untuk membentuk sebuah film. Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film (tokoh, masalah, konflik). Sedangkan unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah film (sinematografi, editing, suara). Dalam beberapa kasus, sebuah film bisa saja tanpa menggunakan


(34)

13

unsur sama sekali seperti dalam film era bisu yang lebih disebabkan karena keterbatasan teknologi (Himawan Pratista, 2008:1-2).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1992 tentang perfilman, bab 1 pasal 1, menyebutkan bahwa, “Film adalah karya cipta budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, dan bahan hasil penemuan teknologi yang lebih canggih lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan dan ditayangkan dalam sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan lainnya. Dalam Undang-Undang perfilman ini ada tiga jenis film yang termasuk dalam film sebagai media komunikasi massa pandang dengar (audio visual). Pertama, film tersebut dibuat dari bahan baku seluloid melalui proses kimia yang lazim disebut film. Kedua, film yang dibuat dari bahan pita video atau piringan video melalui proses elektronik, yang lazim disebut rekaman video. Dan yang ketiga, film yang dibuat dari bahan baku atau melalui proses lainnya sebagai hasil perkembangan teknologi, yang dikelompokkan sebagai media komunikasi massa pandang dengar (Hinca IP Pandjaitan dan Diyah Aryani, 2001: 7-8).

Menurut McQuail, film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang menyajikan cerita, peristiwa, music, drama, humor, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat


(35)

14

umum. Kehadiran film sebagian merupakan respon terhadap “penemuan” waktu luang diluar jam kerja dan jawaban terhadap kebutuhan menikmati waktu senggang secara hemat dan sehat bagi seluruh anggota keluarga (Dennis McQuail, 1996 : 13).

Bahasa film adalah kombinasi bahasa suara dan bahasa gambar, dimana sineas menawarkan sebuah solusi atau pesan dengan harapan bisa diterima dengan baik oleh orang yang menonton. Melalui pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya, penonton berperan aktif secara sadar maupun tidak sadar untuk memahami sebuah film.

Film dalam pandangan ilmu komunikasi merupakan media yang telah diuraikan dalam bentuk dramaturgi (tema, karakter, plot), akting dan dialog para tokoh dan pemain. Sebagai medium atau suatu cara berkomunikasi, dalam sebuah film ada sesuatu yang ingin disampaikan pada penonton. Cara berkomunikasinya adalah cara bertutur (ada tema), tokoh, cerita, secara audio visual, yang pada akhirnya mengkomunikasikan suatu pesan secara dramatik.

E.5. Fungsi Film

Film merupakan salah satu bagian terpenting dalam masyarakat modern yang cenderung mengalami perubahan sosial yang cepat. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang sudah maju atau kompleks, biasanya terwujud dengan melalui proses penemuan


(36)

15

(discovery), penciptaan bentuk baru (invention), dan melalui proses difusi (persebaran unsur-unsur kebudayaan). Sejak pertama kali ditemukan pada abad ke-18, film terus mengalami perubahan baik dari segi teknologi maupun fungsi. Sejarah awal penemuan film sebenarnya lahir dari sebuah pertanyaan unik. Apakah keempat kaki kuda berada pada posisi melayang pada saat bersamaan ketika kuda berlari? Pertanyaan ini dijawab oleh Eadweard Muybridge dari Stanford University dengan membuat 16 gambar atau frame kuda yang sedang berlari. Kejadian ini terjadi pada tahun 1878. Dari ke-16 gambar kuda yang sedang berlari ini dirangkai dan digerakkan secara berurutan menghasilkan gambar bergerak pertama yang berhasil dibuat di dunia. Dari sinilah ide membuat sebuah film muncul. Karena pada saat itu teknologi kamera perekam belum ada, Muybridge menggunakan kamera foto biasa untuk menghasilkan gerakan lari kuda. Dengan kata lain, diperlukan pengambilan gambar beberapa kali agar memperoleh gerakan lari kuda yang sempurna saat difilmkan. Sepuluh tahun setelah penemuan gambar bergerak (1888), barulah muncul film yang bukan sekedar gambar bergerak, pertama di dunia. Film ini dikenal dengan nama Roundhay Garden Scene yang disutradarai oleh Louis Le Prince yang berasal dari Prancis. Film berdurasi sekitar 2 detik ini menggambarkan sejumlah anggota keluarga Le Prince sedang berjalan-jalan menikmati hari di taman. Setahun kemudian, Amerika Serikat memproduksi film pertamanya yang berjudul “Monkeyshines No. 1”. Yaitu gambar orang yang blur dengan latar hitam yang sedang


(37)

16

melakukan gerakan-gerakan tangan dalam beberapa detik. ( dalam http://www.wikimu.com/News/Display-News.aspx?id=13256 )

Pada abad ke-18, fungsi film adalah sebagai hiburan pengisi waktu luang dengan merekam adegan-adegan singkat dalam kehidupan sehari-hari. Dan pada abad ke-19, film mulai mengalami banyak perubahan. Jika pada awalnya film merupakan gambar hitam putih, bisu dan sangat cepat, ia kemudian berkembang hingga sesuai dengan sistem penglihatan mata kita dengan segala macam efek yang membuatnya lebih dramatis dan lebih nyata. Film bersuara pertama diproduksi tahun 1927 dengan judul “Jazz Singer” dan diputar pertama kali untuk umum pada 6 Oktober 1927 di New York, Amerika Serikat. Kemudian menyusul ditemukannya film berwarna pada tahun 1930. Penemuan televisi pada tahun yang sama, membuat para pembuat film berlomba-lomba membuat film dengan berbagai genre dan segmentasi. Film kemudian tidak hanya berfungsi sebagai sarana hiburan, namun juga sebagai media persuasi menjual sebuah produk karena penayangannya yang didukung oleh sponsor iklan. Ditemukannya video tape, laser disc, dan compact disc digital video membawa perubahan baru pada fungsi film. Film yang biasanya dikomersilkan di bioskop dan televisi dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat. Para pembuat film mulai keluar dari aturan baku yang ada, dan mulai membuat film dengan sebuah informasi atau pesan tertentu sesuai dengan apa yang ingin mereka sampaikan kepada khalayak. Film menjadi media pemberi informasi dan juga pemberi pesan


(38)

17

edukatif yang mudah dicerna oleh masyarakat. Film independen non komersil mulai banyak diproduksi, seiring dengan kemunculan internet sebagai media alternatif baru yang mengakomodir segala hal dalam film. Wacana baru dimunculkan para pembuat film melalui filmnya tentang segala hal yang perlu diketahui publik. Eksplorasi film indie memiliki kadar yang tidak terbatas. Sifatnya yang mandiri dan swadaya membuat apa yang ingin disampaikan pembuat film bisa dengan bebas ditampilkan. Film indie mempunyai peran yang sangat besar bagi terbukanya wacana intelektual serta menjadi sebuah kontrol sosial bagi perubahan sosial dalam masyarakat.

E.6. Media Massa

E.6.1. Pengertian Media Massa

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, media massa memiliki pengertian sebagai sarana dan saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas.

Sedangkan menurut Mondry dalam bukunya, media massa merupakan media informasi yang terkait dengan masyarakat, digunakan berhubungan dengan khalayak (masyarakat) secara


(39)

18

umum, dikelola secara profesional dan bertujuan mencari keuntungan (Mondry, 2008 : 12).

E.6.2. Jenis-jenis Media Massa

E.6.2.1. Media Cetak

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, media cetak memiliki definisi sebagai sarana media massa yang dicetak an diterbitkan berkala seperti surat kabar dan majalah.

E.6.2.2. Media Elektronik

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, media elektronik adalah sarana media massa yang menggunakan alat-alat elektronik modern misalnya radio, televisi, dan film.

E.6.3. Fungsi Media Massa

Menurut Wilbur Schramm seperti dikutip Jani Yosef dalam bukunya To Be A Journalist (2009), media massa memiliki 4 fungsi umum, yaitu:


(40)

19

1. Memberikan Informasi

Media massa sebagai pemberi informasi berkewajiban memenuhi kebutuhan keingintahuan masyarakat tentang informasi, bisa bersumber dari fakta maupun pendapat berbagai pihak.

2. Memberikan Pendidikan

Media massa dapat memberikan pendidikan politik, pendidikan moral, pendidikan hukum bahkan memberikan pengetahuan yang tidak diperoleh oleh lembaga-lembaga pendidikan. Hal ini terjadi karena informasi-informasi baru jauh lebih cepat diperoleh melalui media massa.

3. Memberikan Hiburan

Media massa dapat memberikan hiburan kepada masyarakat melalui pemberitaan berupa informasi yang menggembirakan masyarakat.

4. Melakukan Kontrol Sosial

Media massa yang mempunyai wewenang dan kekuatan besar dalam melakukan kontrol sosial, yang mampu menyampaikan informasi agar segera mendapat perhatian masyarakat.


(41)

20

E.6.4. Peran Media Massa

Menurut Bungin (2006) seperti dikutip Mondry dalam bukunya, media massa merupakan agent of change yang menjadi lembaga pelopor perubahan yang memiliki peran sebagai berikut: 1. Media edukasi dan media informasi yang harus lebih spesifik

dan proporsional dalam melihat sebuah persoalan sebagaimana diharapkan oleh masyarakat.

2. Dalam memotret realitas, media massa harus fokus pada realita masyarakat, bukan potret kekuasaan yang ada dalam masyarakat sehingga informasi tidak menjadi propaganda kekuasaan.

3. Sebagai lembaga edukasi, media massa harus dapat memilah kepentingan pencerahan dan kepentingan media massa sebagai lembaga-lembaga produksi sehingga kasus-kasus pengaburan berita dan iklan tidak harus terjadi dan merugikan masyarakat. 4. Media massa juga harus menjadi early warning system. Media

massa adalah sebuah sistem dalam sistem besar peringatan terhadap ancaman lingkungan, bukan hanya memberikan informasi setelah terjadi bahaya dari lingkungan tersebut. 5. Dalam menghadapi ancaman yang lebih besar seperti

terorisme, media massa lebih banyak menyoroti aspek fundamental pada terorisme, seperti meng-gap terorisme untuk


(42)

21

terjadi, bukan hanya sekedar menyampaikan berita aksi-aksi terorisme tersebut.

F. DEFINISI KONSEPTUAL

F.1. Kritik Sosial

Kritik sosial adalah suatu bentuk komunikasi yang berupa sindiran, tanggapan, ataupun kecaman mengenai realitas yang terjadi dalam masyarakat yang bertujuan sebagai kontrol suatu proses bermasyarakat dalam rangka memelihara sistem sosial yang ada.

F.2. Film Indie

Indie atau independen adalah suatu sikap bebas, merdeka, atau berdiri sendiri. Film indie adalah film yang dibuat dengan kebebasan ide dari pembuat film, dan juga dihasilkan oleh studio kecil.

(dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Independen)

G. KATEGORISASI

Penelitian yang menggunakan metode analisis isi, sangat bergantung pada hasil kategori-kategorinya. Di dalam penelitian ini, kritik sosial didefinisikan sebagai opini oleh seseorang atau kelompok masyarakat tentang fenomena atau realitas sosial yang terjadi pada masyarakat tertentu.


(43)

22

Kategori yang dibuat dimasukkan untuk memberikan batasan-batasan yang jelas mengenai kritik sosial yang terkandung dalam film indie Masih Belajar yang diteliti.

G.1. Sasaran Kritik

Yaitu pihak yang bersangkutan dengan yang diangkat dalam film dimana pesan-pesan yang terdapat di dalam film tersebut mempunyai tujuan tertentu yang sengaja ditujukan kepada pihak yang bersangkutan. Antara lain :

G.1.1. Pemerintah

Pemerintah dalam kamus besar bahasa Indonesia mempunyai pengertian sebagai sistem yang menjalankan wewenang dan kekuasaan yang mengatur kehidupan sosial, ekonomi, politik suatu negara atau bagiannya.

Sasaran kritik terhadap pemerintah dibatasi dengan kritikan, sindiran, tanggapan, kecaman, ataupun pendapat yang ditujukan menyangkut segala elemen pemerintahan. Ruang lingkup Pemerintah dalam penelitian ini adalah:


(44)

23

a. Pemerintahan Eksekutif

Eksekutif adalah cabang pemerintahan yang bertanggung jawab mengimplementasikan atau menjalankan hukum. Eksekutif dapat merujuk kepada administrasi dalam sistem presidensiil atau sebagai pemerintah dalam sistem parlementer. (dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Eksekutif)

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Pemerintahan Eksekutif mempunyai pengertian sebagai kekuasaan yang menjalankan undang-undang.

b. Pemerintahan Legislatif

Legislatif adalah badan deliberatif pemerintah dengan kuasa membuat hukum. Legislatif dikenal dengan beberapa nama, yaitu parlemen, kongres, dan asembli nasional. Dalam sistem parlemen, legislatif adalah badan tertinggi dan menujuk eksekutif. Dalam sistem presidential, legislatif adalah cabang pemerintahan yang sama, dan bebas dari eksekutif. Sebagai tambahan atas menetapkan hukum, legislatif biasanya juga memiliki kuasa untuk menaikkan pajak dan menerapkan budget dan pengeluaran uang lainnya. (dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Legislatif)


(45)

24

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Pemerintahan Legislatif merupakan dewan yang berwenang membuat undang-undang.

c. Pemerintahan Yudikatif

Yudikatif adalah lembaga kehakiman (atau kejaksaan) terdiri dari hakim, jaksa, dan magistrat, dan sebagainya yang biasanya dilantik oleh kepala negara. Mereka juga biasanya menjalankan tugas di makhmah dan bekerjasama dengan pihak berkuasa terutama polisi dalam menegakkan undang-undang. (dalam http://id.wikipedia.org/wiki/ Yudikatif).

Pemerintahan Yudikatif dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki pengertian sebagai yang bersangkutan dengan fungsi dan pelaksanaan lembaga peradilan dan yang bersangkutan dengan badan yang bertugas mengadili perkara.

G.1.2. Perusahaan

Perusahaan, dalam kamus besar bahasa Indonesia, mempunyai pengertian sebagai organisasi berbadan hukum yang mengadakan transaksi atau usaha yang teratur dengan tujuan untuk mencari keuntungan.


(46)

25

Sasaran kritik terhadap perusahaan dalam kategori ini dibatasi dengan perusahaan swasta yang dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki pengertian yang bukan milik pemerintah. Segala sindiran, tanggapan, kecaman, ataupun pendapat yang ditujukan menyangkut segala elemen perusahaan swasta, baik pemilik perusahaan, tokoh dan orang sosial. Ruang lingkup perusahaan dalam penelitian ini adalah:

a. Penerbitan

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, penerbitan adalah industri dengan urusan atau pekerjaan menerbitkan buku dan lain sebagainya.

b. Pers

Pers, dalam kamus besar bahasa Indonesia, memiliki pengertian sebagai media pengumpulan dan penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, radio, dan lainnya.

G.1.3. Profesional

Profesional dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki pengertian yang bersangkutan dengan profesi.


(47)

26

Sedangkan profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan atau keahlian tertentu.

Sasaran kritik terhadap profesional dibatasi dengan kritikan, sindiran, tanggapan, kecaman, ataupun pendapat yang ditujukan menyangkut segala kebiasan atau perilaku yang ditujukan kepada beberapa profesi dalam suatu kelompok masyarakat. Dalam penelitian ini, ruang lingkup kelompok profesionalnya antara lain:

a. Aktivis

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, aktivis merupakan orang (terutama anggota organisasi politik, sosial, buruh, petani, pemuda, mahasiswa, wanita) yang bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu atau kegiatan di organisasinya atau kemasyarakatan.

b. Pengusaha

Pengusaha, dalam kamus besar bahasa Indonesia, memiliki pengertian orang yang mengusahakan perdagangan atau industri.


(48)

27

c. Petani

Petani, dalam kamus besar bahasa Indonesia, adalah orang melakukan pekerjaan bercocok tanam.

d. Insinyur

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, insinyur merupakan sarjana teknik, baik sipil, listrik, pertambangan, pertanian, dan mesin.

e. Dokter

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, dokter adalah lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit dan pengobatannya.

f. Artis

Artis, dalam kamus besar bahasa Indonesia, adalah ahli seni, seniman dan seniwati, seperti penyanyi, pemain film, pelukis, pemain drama.

g. Pelajar

Pelajar adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan, baik pendidikan formal maupun


(49)

28

pendidikan nonformal pada jenjang pendidikan dan pada

jenis pendidikan tertentu. (dalam

http://id.wikipedia.wiki/Peserta_didik).

Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, pelajar merupakan anak sekolah, anak didik, murid, atau siswa.

G.2. Tema Kritik

Tema kritik mempunyai maksud untuk mengetahui pembuat film ingin menyampaikan suatu pesan yang tampak pada suatu masyarakat berdasarkan temanya, antara lain:

G.2.1. Sosial

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, sosial memiliki pengertian yang berkenaan dengan masyarakat.

Tema kritik sosial dalam penelitian ini dibatasi dengan sindiran, tanggapan, perilaku, tata krama, ataupun kebiasaan-kebiasaan yang menyangkut berbagai hal antara lain: masalah sosial, struktur sosial, kesejahteraan ekonomi, dan kepentingan sosial masyarakat.


(50)

29

G.2.2. Politik

Politik dalam kamus besar bahasa Indonesia mempunyai pengertian sebagai segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain.

Tema kritik politik dalam penelitian ini dibatasi dengan sindiran, tanggapan, kecaman, sindiran, yang menyangkut hal-hal antara lain: sistem politik, perilaku politik, kekuasaan politik, dan partisipasi politik.

H. METODE PENELITIAN

H.1. Tipe dan Dasar Penelitian

Metode yang digunakan adalah analisis isi. Alasan menggunakan analisis isi karena dalam penelitian ini akan memperoleh hasil atau pemahaman terhadap berbagai isi pesan komunikasi yang disampaikan oleh media massa atau sumber informasi yang lain secara objektif dan sistematis. Berelson & Kerlinger (Rachmat Kriyantono, 2009:230) menjelaskan bahwa analisis isi merupakan suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematik, objektif, dan kuantitatif terhadap pesan yang tampak. Sedangkan menurut Budd


(51)

30

(1967), analisis isi adalah suatu teknik sistematis untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih. Tipe penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan perangkat statistik. Statistik deskriptif adalah menggambarkan gejala atau fenomena dari satu variabel yang diteliti tanpa berupaya menjelaskan hubungan-hubungan yang ada (Rachmat Kriyantono, 2009 : 167).

H.2. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti mengambil ruang lingkup penelitian dengan menganalisis 40 shot yang terdapat dalam film indie “Masih Belajar”.

H.3. Unit Analisis

Penelitian ini diarahkan pada setiap frekuensi kemunculan shot yang mengandung tema kritik sosial diperjelas melalui indikator-indikator yang sudah ditentukan. Selanjutnya dari dua aspek ini dipergunakan sebagai unit analisis dalam penelitian yang mengandung kritik sosial. Dalam hal ini penelitian dapat difokuskan pada unsur-unsur pada setiap indikator yang berupa tindakan atau perbuatan (purpose action).


(52)

31

H.4. Satuan Ukur

Satuan ukur dari penelitian ini adalah frekuensi kemunculan shot yang menunjukkan unsur kritik sosial dalam film Masih Belajar.

H.5. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Data Primer, merupakan data utama yang diperoleh langsung dari objek penelitian dengan cara mengamati dan menganalisis data yang ada, yaitu video film indie “Masih Belajar”. Kemudian setelah itu bersama coder, peneliti mengamati dan mencatat setiap shot yang menggambarkan kritik sosial dengan kategorisasi yang telah ditentukan. Setelah itu peneliti melakukan capture frame shot yang telah dipilih oleh peneliti dan coder.

b. Data sekunder, yaitu data pendukung yang didapatkan dari buku-buku, artikel-artikel, serta bahan dari internet yang berkaitan dengan kritik sosial yang dapat mendukung data primer.

Data kemudian dimasukkan ke dalam kategorisasi yang sudah disepakati. Untuk mempermudah pengkategorian dan pengolahan data, maka dibuat lembar coding perkategori sebagai berikut:


(53)

32

Tabel 1 Lembar Koding

Kritik Sosial Shot ke

K 1 K 2

I 1 I 2 I 3 I 1 I 2

Jumlah

Keterangan : K1: Sasaran Kritik

a. Pemerintah b. Perusahaan c. Profesional K2: Tema Kritik

a. Sosial b. Politik

Setelah melakukan proses diatas, kemudian data dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi untuk mempermudah perhitungan dan mengetahui banyaknya frekuensi kemunculan pada masing-masing kategori. Maka dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut:


(54)

33

Tabel 2

Tabel Distribusi Frekuensi

Frekuensi Kemunculan K 1

∑ %

I 1 I 2 I 3 Jumlah

Keterangan: K 1 : Kategori 1 I 1 : Indikator 1 I 2 : Indikator 2 I 3 : Indikator 3 ∑ : Jumlah

% : Prosentase kemunculan

Dari tabel distribusi frekuensi tersebut dilakukan analisa deskriptif. Peneliti melakukan penghitungan prosentase dari populasi angka indeks untuk memberikan penjelasan deskriptif mengenai kritik sosial yang terdapat pada film Masih Belajar.


(55)

34

H.6. Uji Reliabilitas dan Validitas

Dalam uji reliabilitas kategorisasi, peneliti menggunakan sistem koding, dimana peneliti dibantu oleh koder guna mengukur ketepatan penilaian peneliti terhadap unsur-unsur kritik sosial dalam film Masih Belajar. Sistem ini dirasa perlu digunakan oleh peneliti karena untuk melakukan sebuah analisis dalam shot film diperlukan pemikiran subyektif, Dan untuk menyamakan perspektif subyektifitas tersebut, diperlukan suatu pembanding.

Untuk menguji reliabilitas, peneliti dibantu oleh dua orang koder (orang yang melakukan pengkodingan) dalam pengkodingan data. Pengujian reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah kategori atau indikator yang digunakan sudah reliable atau belum. Pada dua orang koder yang telah dipilih diberikan definisi struktur kategori, unit analisis, bahan yang akan dikoding (shot dalam film Masih Belajar dan tabel kerja koding).

Berdasarkan definisi struktur kategori atau indikator dan unit analisis yang telah ditetapkan, koder diminta menilai bahan dan memberikan tanda pada tabel koding. Hasil pengkodingan dari dua orang koder dalam tabel kerja koding dikumpulkan dan dihitung secara statistik.

Dua orang koder tersebut harus memiliki pengetahuan dalam audio visual yang akan diberikan oleh peneliti kepada koder tersebut.


(56)

35

Koder tersebut harus mengerti tentang audio visual dan dapat memahami isi film tersebut. Yang dimaksud mengerti dalam hal ini adalah yang bersangkutan bisa menilai tentang unsur-unsur audio visual yang ada, baik verbal maupun non verbal yang ada di film tersebut.

Untuk mencapai tingkat reabilitas yang diisyaratkan, maka perlu dilakukan pendefinisian batas kategori sedetail mungkin, memberikan pengertian dan pelatihan terhadap koder. Reabilitas antar koder dapat dihitung dengan formula Ole R. Holsty (1969), yang digunakan untuk menentukan reabilitas data nominal. Untuk menghitung kesepakatan dari hasil penelitian para koder peneliti menggunakan rumus Holsty sebagai berikut :

Keterangan :

C.R = Coefisien Reliability

M = Jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua pengkoding dan periset

N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding dan periset

Kemudian kesepakatan dan hasil penelitian para koder diuji lagi menggunakan rumus Pi Index Scott (1955) sebagai berikut :


(57)

36

Keterangan :

i = nilai keterandalah

Observed agreement = presentase persetujuan yang ditemukan dari pernyataan yang disetujui antarpengkode (yaitu nilai C.R)

Expected agreement = presentase persetujuan yang diharapkan, yaitu jumlah proporsi dari pesan yang dikuadratkan

Uji reabilitas ini dilakukan dengan dua koder lain. Masing-masing koder diberikan kategorisasi yang sama dengan yang dilakukan peneliti. Kemudian dari hasil tersebut dihitung dengan rumus di atas.

Dengan merujuk formula yang dikemukakan oleh Holsty (1969) untuk menguji reabilitas perlu adanya perhitungan tingkat kesepakatan antara peneliti dan koder. Jika tingkat kesepakatan mencapai 0,75 atau lebih maka data yang diperoleh dinyatakan valid dan reliable. Namun sebaliknya, jika tingkat kesepakatan tidak mencapai 0,75 maka kategori operasionalnya perlu dibuat lebih spesifik lagi. Artinya kategorisasi yang dibuat belum mencapai tingkat keterandalan atau kepercayaan (Rachmat Kriyantono, 2009: 238).


(1)

31 H.4. Satuan Ukur

Satuan ukur dari penelitian ini adalah frekuensi kemunculan shot yang menunjukkan unsur kritik sosial dalam film Masih Belajar.

H.5. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Data Primer, merupakan data utama yang diperoleh langsung dari objek penelitian dengan cara mengamati dan menganalisis data yang ada, yaitu video film indie “Masih Belajar”. Kemudian setelah itu bersama coder, peneliti mengamati dan mencatat setiap shot yang menggambarkan kritik sosial dengan kategorisasi yang telah ditentukan. Setelah itu peneliti melakukan capture frame shot yang telah dipilih oleh peneliti dan coder.

b. Data sekunder, yaitu data pendukung yang didapatkan dari buku-buku, artikel-artikel, serta bahan dari internet yang berkaitan dengan kritik sosial yang dapat mendukung data primer.

Data kemudian dimasukkan ke dalam kategorisasi yang sudah disepakati. Untuk mempermudah pengkategorian dan pengolahan data, maka dibuat lembar coding perkategori sebagai berikut:


(2)

32 Tabel 1

Lembar Koding Kritik Sosial Shot ke

K 1 K 2

I 1 I 2 I 3 I 1 I 2

Jumlah

Keterangan : K1: Sasaran Kritik

a. Pemerintah b. Perusahaan c. Profesional K2: Tema Kritik

a. Sosial b. Politik

Setelah melakukan proses diatas, kemudian data dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi untuk mempermudah perhitungan dan mengetahui banyaknya frekuensi kemunculan pada masing-masing kategori. Maka dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut:


(3)

33 Tabel 2

Tabel Distribusi Frekuensi

Frekuensi Kemunculan K 1

∑ %

I 1 I 2 I 3 Jumlah

Keterangan: K 1 : Kategori 1 I 1 : Indikator 1 I 2 : Indikator 2 I 3 : Indikator 3 ∑ : Jumlah

% : Prosentase kemunculan

Dari tabel distribusi frekuensi tersebut dilakukan analisa deskriptif. Peneliti melakukan penghitungan prosentase dari populasi angka indeks untuk memberikan penjelasan deskriptif mengenai kritik sosial yang terdapat pada film Masih Belajar.


(4)

34 H.6. Uji Reliabilitas dan Validitas

Dalam uji reliabilitas kategorisasi, peneliti menggunakan sistem koding, dimana peneliti dibantu oleh koder guna mengukur ketepatan penilaian peneliti terhadap unsur-unsur kritik sosial dalam film Masih Belajar. Sistem ini dirasa perlu digunakan oleh peneliti karena untuk melakukan sebuah analisis dalam shot film diperlukan pemikiran subyektif, Dan untuk menyamakan perspektif subyektifitas tersebut, diperlukan suatu pembanding.

Untuk menguji reliabilitas, peneliti dibantu oleh dua orang koder (orang yang melakukan pengkodingan) dalam pengkodingan data. Pengujian reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah kategori atau indikator yang digunakan sudah reliable atau belum. Pada dua orang koder yang telah dipilih diberikan definisi struktur kategori, unit analisis, bahan yang akan dikoding (shot dalam film Masih Belajar dan tabel kerja koding).

Berdasarkan definisi struktur kategori atau indikator dan unit analisis yang telah ditetapkan, koder diminta menilai bahan dan memberikan tanda pada tabel koding. Hasil pengkodingan dari dua orang koder dalam tabel kerja koding dikumpulkan dan dihitung secara statistik.

Dua orang koder tersebut harus memiliki pengetahuan dalam audio visual yang akan diberikan oleh peneliti kepada koder tersebut.


(5)

35 Koder tersebut harus mengerti tentang audio visual dan dapat memahami isi film tersebut. Yang dimaksud mengerti dalam hal ini adalah yang bersangkutan bisa menilai tentang unsur-unsur audio visual yang ada, baik verbal maupun non verbal yang ada di film tersebut.

Untuk mencapai tingkat reabilitas yang diisyaratkan, maka perlu dilakukan pendefinisian batas kategori sedetail mungkin, memberikan pengertian dan pelatihan terhadap koder. Reabilitas antar koder dapat dihitung dengan formula Ole R. Holsty (1969), yang digunakan untuk menentukan reabilitas data nominal. Untuk menghitung kesepakatan dari hasil penelitian para koder peneliti menggunakan rumus Holsty sebagai berikut :

Keterangan :

C.R = Coefisien Reliability

M = Jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua pengkoding dan periset

N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding dan periset

Kemudian kesepakatan dan hasil penelitian para koder diuji lagi menggunakan rumus Pi Index Scott (1955) sebagai berikut :


(6)

36 Keterangan :

i = nilai keterandalah

Observed agreement = presentase persetujuan yang ditemukan dari pernyataan yang disetujui antarpengkode (yaitu nilai C.R)

Expected agreement = presentase persetujuan yang diharapkan, yaitu jumlah proporsi dari pesan yang dikuadratkan

Uji reabilitas ini dilakukan dengan dua koder lain. Masing-masing koder diberikan kategorisasi yang sama dengan yang dilakukan peneliti. Kemudian dari hasil tersebut dihitung dengan rumus di atas.

Dengan merujuk formula yang dikemukakan oleh Holsty (1969) untuk menguji reabilitas perlu adanya perhitungan tingkat kesepakatan antara peneliti dan koder. Jika tingkat kesepakatan mencapai 0,75 atau lebih maka data yang diperoleh dinyatakan valid dan reliable. Namun sebaliknya, jika tingkat kesepakatan tidak mencapai 0,75 maka kategori operasionalnya perlu dibuat lebih spesifik lagi. Artinya kategorisasi yang dibuat belum mencapai tingkat keterandalan atau kepercayaan (Rachmat Kriyantono, 2009: 238).