BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi
Diabetes melitus DM didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar
gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat
disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel β
langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin Depkes, 2005.
2.1.2 Patofisiologi
a. DM tipe 1 IDDM terjadi pada 10 dari semua kasus diabetes. Secara umum
DM tipe ini berkembang pada anak-anak atau pada awal masa dewasa yang disebabkan oleh sel β pankreas akibat autoimun, sehingga terjadi defisiensi
insulin absolut. Hiperglikemia terjadi bila 80- 90 dari sel β rusak. Penyakit
DM bisa menjadi penyakit menahun dengan resiko komplikasi dan kematian.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya autoimun tidak diketahui.
b. DM tipe 2 NIDDM terjadi pada 90 dari semua kasus diabetes dan
biasanya ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Resistensi insulin ditandai dengan peningkatan lipolisis dan produksi asam
lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik dan penurunan pengambilan glukosa pada otot skelet. Disfungsi sel β mengakibatkan
gangguan pada pengontrolan glukosa darah. DM tipe 2 lebih disebabkan oleh
Universitas Sumatera Utara
gaya hidup penderita DM kelebihan kalori, kurangnya olahraga dan obesitas
dibandingkan dengan pengaruh genetik.
c. Diabetes yang disebabkan oleh faktor lain 1-2 dari semua kasus diabetes
termasuk gangguan endokrin misalnya akromegali, sindrom Cushing, diabetes melitus gestational DMG, penyakit pankreas eksokrin
pankreati tis, dan karena obat glukokortikoid, pentamidin, niasin, dan α-
interferon.
d. Gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa terjadi pada pasien
dengan kadar glukosa plasma lebih tinggi dari normal tetapi tidak termasuk dalam DM. Gangguan ini merupakan faktor resiko untuk berkembang
menjadi penyakit DM dan kardiovaskular yang berhubungan dengan sindrom
resistensi insulin.
e. Komplikasi mikrovaskular berupa retinopati, neuropati dan nefropati
sedangkan komplikasi makrovaskular berupa penyakit jantung koroner,
stroke dan penyakit vaskular periferal Sukandar dkk, 2009. 2.1.3 Penegakan Diagnosis
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala khas yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala
khas yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria sering buang air kecil, polidipsia sering haus, dan polifagia banyak makanmudah lapar.
Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan rabun, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal
yang sering kali mengganggu pruritus, dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas. Apabila ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
Universitas Sumatera Utara
sewaktu 200 mgdl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mgdl juga dapat digunakan sebagai
patokan diagnosis DM Darmono, 1996 dan Depkes, 2005.
Tabel 2.1 Kriteria Penegakan Diagnosis Glukosa Plasma
Puasa Glukosa Plasma 2 jam setelah
makan Normal
100 mgdl 140 mgdl
Pra-diabetes IFG atau IGT
100-125 mgdl -
- 149-199 mgdl
Diabetes ≥126 mg
≥200 mgdl
2.1.4 Komplikasi
Jika tidak ditangani dengan baik, DM akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh
darah kaki, syaraf dan lain-lain. Dengan penanganan yang baik, diharapkan komplikasi kronik DM akan dapat di hambat perkembangannya.
Komplikasi kronik DM pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di tubuh. Komplikasi ini terbagi 2 yaitu komplikasi makrovaskular berupa
penyakit jantung koroner, pembuluh darah kaki dan komplikasi mikrovaskular berupa retinopati, neuropati dan nefropati Waspadji, 1996.
2.1.4.1 Diabetik Nefropati
Diabetik nefropati DN merupakan komplikasi mikrovaskular DM tipe 1 dan DM tipe 2. Pada sebagian penderita komplikasi ini akan berlanjut menjadi
gagal ginjal terminal yang memerlukan terapi cuci darah atau cangkok ginjal. Untuk menegakkan diagnosis komplikasi DN akibat DM tipe 1 dan DM tipe 2
harus dicari manifestasi klinis yang menunjang penyakit dasarnya diabetes maupun komplikasi yang ditimbulkannya DN Roesli R dkk, 2001.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Terapi
Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2
target utama, yaitu: menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal dan mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi
diabetes. Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes, yang
pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat. Dalam penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olahraga. Apabila dengan langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasikan
dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya Depkes, 2005.
a. Terapi Insulin
Insulin dihasilkan oleh sel β pulau langerhans pankreas. Pankreas
mengandung sel-sel yang terdiri atas sel alfa yang menghasilkan hormon glukagon, sel beta menghasilkan insulin, sel D menghasilkan somatostatin
dan sel PP menghasilkan pancreatic polypeptide Tjay dan Rahardja, 2002. Pada prinsipnya, sekresi insulin dikendalikan oleh tubuh untuk
menstabilkan kadar glukosa darah. Apabila kadar glukosa di dalam darah tinggi, sekresi insulin akan meningkat. Sebaliknya, apabila kadar glukosa
darah rendah, maka sekresi insulin juga akan menurun. Dalam keadaan normal, kadar gula darah di bawah 80 mgdl akan menyebabkan sekresi
insulin menjadi sangat rendah Depkes, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Jenis – jenis Insulin Berdasarkan Mulai dan Masa Kerja Jenis Insulin
Mulai Kerja jam
Puncak Efek jam
Lama Kerja jam
Masa kerja Singkat Shortacting
Insulin, disebut juga insulin Reguler
0,5 1-4
6-8
Kerja sedang 1 - 2
6-12 18-24
Kerja sedang mulai kerja cepat
0,5 4-15
18-24 Kerja lama
4 - 6 14-20
24-36
b. Terapi Obat Hipoglikemik Oral
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat
sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi obat hipoglikemik oral
dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan regimen obat hipoglikemik oral yang
digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes tingkat glikemia serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-
penyakit lain dan komplikasi yang ada Depkes, 2005. Penggolongan obat hipoglikemik oral dan mekanisme kerjanya dapat
dilihat pada Tabel 2.3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral Golongan
Contoh Senyawa Mekanisme Kerja
Sulfonilurea GliburidaGlibenklamida
Glipizida Glikazida
Glimepirida Glikuidon
Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, sehingga
hanya efektif pada penderita diabetes
yang sel-
sel β
pankreasnya masih berfungsi dengan baik
Meglitinida Repaglinide
Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas
Turunan fenilalanin
Nateglinide Meningkatkan kecepatan sintesis
insulin oleh pankreas
Biguanida Metformin
Bekerja langsung pada hati hepar, menurunkan produksi
glukosa hati. Tidak merangsang sekresi insulin oleh kelenjar
pankreas.
Tiazolidindion Rosiglitazone
Troglitazone Pioglitazone
Meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin. Berikatan
dengan PPARγ peroxisome
proliferator activated receptor- gamma di otot, jaringan lemak,
dan hati untuk menurunkan resistensi insulin
Inhibitor α- glukosidase
Acarbose Miglitol
Menghambat kerja enzim-enzim pencenaan yang mencerna
karbohidrat, sehingga memperlambat absorpsi glukosa
ke dalam darah
2.2 Ginjal 2.2.1 Definisi