g. Pneumolisin Toksin protein pneumokokkus, pneumolisin, adalah anggota
dari keluarga thiol-activated cytolysins dan virulensi penting untuk factor patogen. Toksin akan berikatan dengan kolesterol pada
membrane sitoplasmik sel eukariotik, diikuti oleh insersi ke membrane, yang menyebabkan pembentukan pori besar dan
sitolisis. Pada tahap awal infeksi, pneumolisin membantu kolonisasi nasofaring melalui efek inhibitor pada epitel silia respirasi. Selain
itu, toksin juga berefek mengganggu taut antar sel yang mengakibatkan integritas epitel selapis terganggu. Hal ini akan
membantu terjadinya invasi patogen. Pada konsentrasi sitotoksik yang tinggi, pneumolisin juga
menghambat fungsi protektif imunitas sel baik bawaan maupun didapat, serta pematangan sel dendritic. Akan tetapi pada
konsentrasi non-sitolitik yang lebih rendah, toksin memiliki aktivitas pro-inflamasi sebagai konsekuensi pembentukan pori
sublitik dan masuknya kalsium kedalam imunitas dan sel-sel inflamasi. Hal ini, pada gilirannya, mengakibatkan hiperaktivitas
fagositosis, induksi untuk memproduksi sitokin-sitokin pro- inflamasi.
2.1.5. Patogenesis dan Patofisologi
3,10
Pneumonia merupakan hasil dari reaksi antara imun host terhadap bakteri yang berpoliferasi di alveolar paru. Jalur tersering masuknya infeksi ke saluran
napas bawah adalah melalui aspirasi sekret orofaring, maka nasofaring dan orofaring berkontribusi sebagai pertahanan lini pertama untuk mencegah infeksi.
Mikroorganisme dapat mencapai saluran pernapasan bawah melalui berbagai cara, namun umumnya mikroorganisme ini masuk dengan cara aspirasi orofaring via
droplet, dalam jumlah yang sedikit dan tersering pada saat pasien sedang tidur khususnya pasien tua dan pada pasien yang mengalai penurunan kesadaraan. Jalur
infeksi lain adalah melalui inhalasi udara yang sudah tercemar dengan mikroorganisme ketika penderita lain batuk, bersin, atau berbicara, atau juga
inhalasi air aerosol yang terkontaminasi dari peralatan terapi respirasi. Jalur infeksi ini merupakan jalur utama pada pneumonia viral, mikobakterial, dan wabah
Legionella. Selain itu, walaupun jarang terjadi pneumonia juga dapat muncul dan menyebar melalui peredaran darah seperti pneumonia dari endokarditis trikuspid,
penyebaran infeksi yang berasal dari infeksi pleura dan ruang mediatinum, atau penggunaan obat-obatan intravena.
Pada individu yang sehat, patogen yang masuk ke paru akan dieliminasi oleh mekanisme pertahanan tubuh. Jika mikroorganisme tersebut mampu melewati
pertahanan tubuh saluran napas atas, seperti reflex batuk dan klirens mukosiliar, lini pertahanan selanjutnya adalah sel epitel saluran napas. Sel epitel saluran napas
dapat mengenali beberapa patogen secara langsung seperti P. aeruginosa dan S. aureus. Tetapi sel pertahanan tubuh utama pada saluran napas bawah adalah
makrofag alveolus. Makrofag ini dapat mengenali patogen melalui reseptor pengenal yaitu Toll-like receptors TLR yang dapat mengaktivasi respon imun
bawaan dan didapat. Pelepasan TNF-α dan IL-1 dari makrofag berkontribusi untuk penyebaran inflamasi paru dengan merekrut neutrofil polimorfonuklear PMN.
PMN akan bermigrasi dari kapiler paru ke alveolus. PMN juga memiliki fungsi fagosit yang dapat membunuh mikroba melalui pembentukan fagolisosom yang
terisi enzim degradatif, protein antimikroba, dan radikal oksigen toksik. PMN juga dapat menginduksi protein neutrophil extracellular trap NET yang dapat
menangkap dan membunuh bakteri yang belum terfagositosis. Sayangnya banyak patogen, seperti pneumokokkus, dapat melepaskan DNase yang dapat memecah
NET sehingga dapat melepaskan diri dari pertahanan PMN. Sebagai tambahan, untuk mengaktivasi PMN, makrofag juga menyajikan antigen infeksius ke system
imun adaptif yaitu dengan aktivasi sel T dan sel B yang nantinya menginduksi imunitas selular dan humoral. Pelepasan mediator inflamasi dan kompleks imun
dapat merusak membrane mukus bronkus dan membrane alveolokapiler, yang menyebabkan asinus dan bronkiolus terminal terisi dengan debris infeksius dan
eksudat. Sebagai tambahan, beberapa mikroorganisme dapat melepaskan toksin dari dinding selnya yang menyebabkan kerusakan paru lebih lanjut. Akumulasi
eksudat di asinus dapat menyebabkan sesak napas dan hipoksemia.