D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi yang berjudul “TINDAK PIDANA KELALAIAN BERLALU LINTAS YANG MENYEBABKAN KEMATIAN ORANG LAIN
YANG DILAKUKAN OLEH ANAK STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DENPASAR NOMOR 579PID.SUS2013PN.DPS”
adalah hasil pemikiran sendiri. Skripsi ini menurut sepengetahuan belum pernah ada yang membuat. Kalaupun ada seperti beberapa judul skripsi yang diuraikan di
bawah ini, dapat diyakinkan bahwa substansi pembahasannya berbeda. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggung-jawabkan secara
ilmiah. Pengujian tentang kesamaan dan keaslian judul yang diangkat di
Perpustakaan Fakultas Hukum USU juga telah dilakukan dan dapat dilewati, maka ini juga dapat mendukung tentang keaslian penulisan.
Adapun judul-judul yang telah ada di perpustakaan universitas cabang Fakultas Hukum yang mirip adalah:
1. Nama : Ridha Rahmatan Hafiz NIM : 070200369
Judul : Kajian hukum pidana terhadap kelalaian pengemudi yang mengakibatkan korban dalam lalu lintas dan jalan raya berdasarkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan studi kasus di Satlantas Polresta Medan
2. Nama : Ferdinan Ace Cecar Tarigan NIM : 080200162
Judul : Penerapan pidana denda dalam kasus pelanggaran lalu lintas di Medan studi pelanggaran lalu lintas di Medan
E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Tindak Pidana Para pembentuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah
menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan apa yang dikenal sebagai “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tanpa
memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksudkan dengan perkataan strafbaar feit tersebut.
7
Pompe menyatakan, strafbaar feit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai “suatu pelanggaran norma gangguan terhadap tertib hukum yang dengan
sengaja dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum yang terjaminnya
kepentingan umum.
8
Simons telah merumuskan strafbaar feit itu sebagai tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh
seseorang yang dapat dipertanggung-jawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang yang dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
9
7
PAF. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997, hlm. 181.
8
Ibid, hlm. 182.
9
Ibid, hlm. 185.
Alasan dari Simsons, apa sebabnya strafbaar feit itu harus dirumuskan seperti di atas adalah karena:
a. untuk adanya suatu strafbaar feit diisyaratkan bahwa disitu harus terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang,
dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
b. Agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan di dalam undang-
undang, dan c. Setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban
menurut undang-undang, pada hakikatnya merupakan suatu tindakan melawan hukum atau merupakan suatu onrechtmatige handeling.
Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefinisikan beliau sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana
disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.
10
Ia tidak menyetujui apabila kata straf diterjemahkan menjadi “hukuman” dan dari kata wordt gestraf diartikan
“dihukum”. Selanjutnya ia mengalternatifkan terjemahan lain, yaitu “pidana” untuk kata straf dan ‘diancam dengan pidana” untuk kata wordt gestraf.
Pertimbangannya adalah apabila kata straf diartikan “hukuman”, maka kata strafrecht harus mengandung arti “hukuman-hukuman”.
11
Kata straf dalam penggunaanya akan sangat tergantung dengan situasi dalam kerangka apa istilah tersebut dipergunakan, karena istilah ini tidak memiliki
10
Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta: Grafindo Persada, 2002, hlm. 71.
11
Waludi, Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2003, hlm. 1.
arti yang pasti. Berikut beberapa penjelasan tentang arti “pidana” dan “hukum pidana”, berikut ini beberapa kutipan definisi para ahli:
12
1. Mr. W. P. J. Pompe memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan umum mengenai
perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya. 2. Moelyatno mengartikan bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan
hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar untuk, menentukan perbuatan mana yang dilarang, kapan, dan bagaimana pengenaan
pidana dilaksanakan. 3. Sudarto mendefinisikan bahwa yag dimaksud dengan pidana adalah
penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
4. Roeslan Saleh mengartikan bahwa yang dimaksud dengan pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang sengaja ditimpakan
negara pada pembuat delik. Setiap tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana itu pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan
unsur-unsur objektif.
13
Unsur-unsur subjektif itu adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, termasuk ke dalamnya yaitu
12
Ibid, hlm. 3.
13
PAF. Lamintang, Op.cit., hlm. 193.
segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah:
1. kesengajaan atau ketidaksengajaan dolus atau culpa. 2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang
dimaksud di dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP. 3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya dalam
kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain- lain.
4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.
Unsur-unsur objektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan yaitu dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan
dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur-unsur objektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah:
14
1. sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid; 2. kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seorang pegawai negeri”
keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;
3. kausalitas, yakni hubungan antar sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.
14
Ibid, hlm. 194.
Moeljatno menyatakan suatu perbuatan dapat dikataan sebagai tindak pidana apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
15
1. Subjek 2. Kesalahan
3. Bersifat melawan hukum dari tindakan 4. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-
undangperundang-undangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana;
5. Waktu, tempat, dan keadaan unsure objektif lainnya. C.S.T Kansil menyatakan, tindak pidana atau delik ialah tindakan yang
mengandung 5 unsur yakni:
16
Undang-undang KUHP tidak memberi definisi apakah kelalaian itu, hanya dalam Memorie van Toelichting mengatakan, bahwa kelalaian culpa
adalah terletak antara sengaja dan kebetulan. 1. Harus ada suatu kelakuan gedraging;
2. Kelakuan itu harus sesuai dengan uraian undang-undang wattelijke omschrijving;
3. Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak; 4. Kelakuan itu dapat diberatkn kepada pelaku;
5. Kelakuan itu diancam dengan hukuman. 2. Pengertian Kelalaian
17
15
Ibid, hlm. 211.
16
C.S.T. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1983, hlm. 276.
17
Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 1994, hlm. 125.
Memang sukar menggambarkan
dimana batas antara sengaja dengan kebetulan ini. Mungkin keterangan yang diberikan pemerintah Belanda dalam bentuk Memorie van Antwoord MvA
dapat memberi sedikit petunjuk. “Siapa yang melakukan kejahatan dengan sengaja berarti menggunakan salah kemampuannya sedangkan siapa karena
salahnya culpa melakukan kejahatan berarti tidak menggunakan kemampuannya yang ia harus mempergunakannya.”
18
Umumnya para pakar sependapat bahwa “kealpaan” adalah bentuk kesalahan yang lebih ringan dari “kesengajaan”. Itulah sebabnya, sanksi atau
ancaman hukuman terhadap pelanggaran norma pidana yang dilakukan dengan “kealpaan”, lebih ringan. Kealpaan menurut bahasa pada dasarnya ialah kekurang
hati-hatian atau lalai, kekurang waspadaan, kesembronoan atau keteledoran, kurang menggunakan ingatannya atau kekhilafan atau sekiranya dia hati-hati,
Istilah schuld dalam arti luas sebagaimana terdapat dalam asas tiada pidana tanpa kesalahan geen straft zonder schuld, sering diterjemahkan dengan
“kesalahan” yang terdiri atas kesengajaan opzettelijk dan kealpaan culpa. Kesengajaan adalah kesalahan yang berlainan jenis dengan kealpaan. Meskipun
dasarnya adalah sama yaitu adanya perbuatan yang dilarang dan diancam pidana, adanya kemampuan bertanggung jawab, dan tidak adanya alasan pemaaf. Akan
tetapi bentuknya lain. Kedua hal tersebut dibedakan, “kesengajaan” adalah dikehendaki, sedang “kealpaan” adalah tidak dikehendaki. Dalam kealpaan,
kurang mengindahkan larangan sehingga tidak berhati-hati dalam melakukan suatu perbuatan yang objektif kausal menimbulkan keadaan yang dilarang.
18
Ibid., hlm. 102.
waspada, tertib atau ingat, peristiwa itu tidak akan terjadi atau akan dapat dicegahnya.
19
Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka- sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai
jalan, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda Meskipun pada umumnya dalam rumusan delik kejahatan-kejahatan
diperlukan adanya unsur kesengajaan seperti yang tercantum dalam pasal 338 KUHP, tetapi terhadap sebagian dari padanya ditentukan bahwa di samping
kesengajaan itu seseorang juga dapat dipidana bila kesalahannya berbentuk kealpaan. Misalnya pasal 359 KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa karena
salahnya menyebabkan kematian orang akan diancam dihukum penjara selama- lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.” Pasal 359 KUHP
tersebut mengandung unsure culpa yang berbunyi “barangsiapa karena salahnya Hij aan wiens schuld menyebabkan matinya orang”, mati orang disini tidak
disengaja dan tidak dimksudkan sama sekali oleh pelaku, akan tetapi kematian tersebut hanya merupakan akibat dri pada kurang hati-hati, lalai, atau alpanya
pelaku tersebut.
20
19
S.R. Sianturi, Tindak Pidana di KUHP Berikutnya Uraiannya, Jakarta, Alumni AHMPTHM, 1983, hlm. 511.
20
Definisi kecelakaan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, pasal 93.
. Oleh karena itu kecelakaan lalu lintas sangat identik dengan adanya kelalaian, dalam hal ini
adalah kelalaian manusia yang pada umumnya merujuk pada kelalaian pengemudi.
Ada 2 dua unsur sehingga suatu perbuatan tersebut dapat dikatakan kelalaian culpa yaitu pertama seseorang tidak dapat melihat ke depan yang akan
terjadi dan yang kedua adalah unsur kekurang hati-hatian.
21
Karena itu maka kita harus melihat pada teori atau ilmu pengetahuan untuk memberi pengertiannya ini.
Van Hamel mengatakan bahwa kealpaan itu mengandung dua syarat yaitu:
22
1 Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum. 2 Tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum.
Guna memahami dengan seksama tentang kealpaan, tidak berlebihan jika dicermati contoh yang diutarakan oleh Satochid Kartanegara di dalam Leden
Marpaung berikut :
23
3. Pengertian Lalu Lintas Seorang pengemudi mobil di jalan kota menabrak orang maka diselidiki apakah
opzet atau culpa yang ada pada si pengemudi. Dalam hal ini harus ditinjau pula masalah-masalah yang meliputi perbuatan si pengemudi. Misalnya apakah
pengemudi tadi mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi di tempat itu karena remnya rusak ataukah karena ia sedang mabuk. Contoh yang diutarakan
oleh Satochid Kartanegara ini memberikan pemahaman bahwa kelalaian itu bisa beragam. Artinya kelalaian ini bisa bermacam-macam perwujudannya.
Di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan beberapa pengertian mengenai istilah-istilah yang
dipergunakan dalam undang-undang tersebut. Berikut beberapa terminologi yang tercantum dalam Bab I Ketentuan Umum UU LLAJ. Pasal 1 angka 1
21
Andi Hamzah, loc.cit.
22
Moeljatno, op.cit. hlm. 217.
23
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hlm. 29.
menyebutkan bahwa: LLAJ adalah kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan LLAJ, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta
pengelolaannya. Apabila diuraikan satu persatu terminologi yang terdapat dalam pengertian
LLAJ di atas maka dapat kita rincikan sebagai berikut: a. Lalu lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan.
b. Angkutan adalah perpindahan orang danatau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.
c. Jaringan LLAJ adalah serangkaian simpul danatau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan LLAJ.
d. Prasarana LLAJ adalah ruang lalu lintas, terminal, dan perlengkapan jalan yang meliputi marka, rambu, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali
dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan pengamanan jalan, serta fasilitas pendukung.
e. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor.
f. Pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang telah memiliki surat izin mengemudi.
g. Pengguna Jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu lintas. Kecelakaan lalu lintas di jalan raya adalah dua rangkaian kata yang terdiri
dari kata kecelakaan lalu lintas dan jalan raya. Kata kecelakaan lalu lintas diartikan sebagai suatu peristiwa di jalan yang tidak disangkakan dan tidak
disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban mausia atau kerugian harta benda.
24
Berdasarkan Pasal 93 PP No. 43 Tahun 1993 menyatakan bahwa korban kecelakaan lalu lintas dapat berupa:
Kecelakaan lalu lintas merupakan bahaya potensial akibat meningkatnya kegiatan dalam sektor ekonomi, khususnya perhubungan darat. Kerugian yang
ditimbulkan akibat dari kecelakaan lalu lintas tidak saja kerugian materil tetapi juga menyebabkan luka ringan, luka berat, cacat tubuh yang permanen, bahkan
meninggal dunia.
25
1. Korban mati sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 2 huruf a, adalah korban yang dipastikan mati sebagai akibat kecelakaan lalu
lintas dalam jangka waktu paling lama 30 tiga puluh hari setelah kecelakaan tersebut.
2. Korban luka berat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 2 huruf b, adalah orang yang karena luka-lukanya menderita cacat tetap atau
harus dirawat dalam jangka waktu lebih dari 30 tiga puluh hari setelah kecelakaan tersebut.
3. Korban luka ringan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 2 huruf c, adalah korban yang tidak termasuk dalam ayat 3 dan ayat 4.
Jalan raya adalah tempat untuk lalu lintas orang atau kendaraan dan sebagainya; perlintasan dari satu tempat ke tempat lain.
26
Bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting dalam pengembangan
kehidupan berbangsa dan bernegara dan pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, wilayah bangsa dan fungsi masyarakat serta dalam memajukan
kepentingan umum.
24
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, Pasal 93.
25
Ibid
26
W.J.S.Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hlm. 395.
4. Pengertian Anak Beberapa definisi anak di bawah ini dapat memberikan batasan pemikiran
tentang konsep anak itu sendiri, di antaranya ada: a Nicholas Mcbala dalam buku Juvenile Justice System mengatakan anak yaitu
periode di antara kelahiran dan permulaan kedewasaan. Masa ini merupakan masa perkembangan hidup, juga masa dalam keterbatasan kemampuan
termasuk keterbatasan untuk membahayakan orang lain.
27
b Poerwadarminta, memberikan pengertian anak sebagai manusia yang masih kecil.
28
c Made Sadhi Astuti menyimpulkn, bahwa yang dimaksud dengan pengertian anak adalah mereka yang masih muda usia dan sedang menentuan identitas,
sehingga berkibat mudah kena pengaruh lingkungan sekitar.
29
d Ter Haar menyatakan, bahwa menurut hukum adat, masyarakat hukum kecil itu yaitu saat orang yang menjadi dewasa ialah saat laki-laki dan perempuan
sebagai seorang yang sudah berkawin meninggalkan rumah ibu bapaknya atau ibu bapak mertuanya untuk berumah tangga lain sebagai laki-laki bini muda
yang merupakan keluarga yang berdiri sendiri.
30
Pengertian anak dalam kaitan dengan perilaku anak nakal juvenile deliquency, biasanya dilakukan dengan mendasarkan pada tingkat usia, dalam arti
tingkat usia berapakah seseorang dikategorikan sebagai anak. Selain itu adapula
27
Marlina, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Bandung:Refika Aditama, 2009, hlm. 36.
28
W.J.S Poerwadadarinta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Batavia: Balai Pustaka, 1976, hlm. 735.
29
Made Sadhi Astuti, Hukum Pidana Anak dan Perlindungan Anak, Malang: Universitas Negeri Malang, 2003, hlm. 6.
30
Kusno Adi, Kebijakan Kriminal dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika oleh Anak, Malang: UM Press, 2009, hlm. 6.
yang melakukan pendekatan psikhososial dalam usahanya merumuskan tentang anak.
31
Menurut R.A. Koesno, yang dimaksud dengan anak adalah manusia yang masih muda dalam umur, muda jiwa, dan pengalaman hidupnya karena
lingkungan sekitar. Shanty Dellyana berpendapat bahwa anak adalah mereka yang belum dewasa dan yang menjadi dewasa karena peraturan tertentu mental dan
fisik belum dewasa. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan
bangsa yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus memerlukan pembinaan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan
perkembangan fisik, mental, sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Pengertian anak yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 Pasal 1 angka 3 yaitu: Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 dua belas tahun,
tetapi belum berumur 18 delapan belas tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
32
Mahkamah Konstitusi MK memutuskan bahwa batas bawah usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban pidana adalah 12 tahun. Mahkamah Konstitusi
menetapkan batas umur bagi anak untuk melindungi hak konstitusional anak
31
Agung Wahyono dan Siti Rahayu, Tinjauan Tentang Peradilan Anak Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 1993, hlm. 2.
http:perpustakaan.bphn.go.idindex.phpsearchkatalogbyId14343.
32
Shanty Dellyana, Wanita dan Anak di Mata Hukum, Yogyakata: Liberty, 1990, hlm. 50. http:www.tempo.coreadnews20120326219392425Anak-Shanty-Belajar-Empat-Bahasa.
terutama hak terhadap perlindungan dan hak untuk tumbuh dan berkembang. Penetapan usia minimal 12 tahun sebagai ambang batas usia pertanggungjawaban
huku m bagi anak telah diterima dalam praktik di berbagai negara.
33
Kartini mengatakan bahwa, “Anak adalah keadaan manusia normal yang masih muda jiwanya, sehingga sangat mudah terpengaruh lingkungannya.”
34
33
Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan anak adalah makhluk berakal budi yang masih akan berkembang menjadi manusia yang utuh. Dalam
rangka menuju manusia yang utuh tersebut karena masih muda usia dan jiwanya maka sangat mudah terpengaruh oleh lingkungannya.
Pengertian anak yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Pasal 1 angka 1 yaitu: Anak adalah dalam orang
yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 delapan tahun tetapi belum mencapai 18 delapan belas tahun dan belum pernah kawin.
Anak nakal merupakan anak yang melakukan tindak pidana atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut
peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Pengertian anak nakal ini diambil
dari istilah asing Juvenile Deliquency, tetapi kenakalan anak ini bukan kenakalan yang dimaksud dalam pasal 489 KUHP.
http:www.hukumonline.comberitabacalt4d669dccee142batas-usia-anak-dapat- dipidana-naik, judul artikel: Pada 2013, 23.385 Tewas Kecelakaan Lalu Lintas, diakses tanggal 12
April 2014, pukul 09.00 WIB.
34
Kartini-Kartono, Gangguan-ganguan Psikis, Bandung: Sinar Baru, hlm. 187.
Istilah kenakalan anak itu pertama kali ditampilkan pada badan peradilan Amerika Serikat dalam rangka usaha membentuk suatu undang-undang peradilan
bagi anak di negara tersebut. Dalam pembahasannya ada kelompok yang menekankan segi pelanggaran hukumnya, ada pula kelompok yang menekankan
pada sifat tindakan anak apakah sudah menyimpang dari norma yang berlaku atau belum melanggar hukum. Namun semua sepakat bahwa dasar pengertian
kenakalan anak adalah perbuatan atau tingkah laku yang bersifat anti sosial. Paul Moedikno memberikan perumusan, mengenai pengertian Juvenile
Deliquency anak nakal, yaitu sebagai berikut : 1. Semua perbuatan yang dari orang-orang dewasa merupakan suatu kejahatan,
bagi anak-anak merupakan deliquency. Jadi semua tindakan yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya, membunuh dan
sebagainya. 2. Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu yang
menimbukan keonaran dalam masyarakat, misalnya memakai celana jangki tidak sopan, mode you can see. dan sebagainya.
3. Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial, termasuk gelandangan, pengemis, dan lain-lain.
Menurut Kartini Kartono, yang dikatakan Juvenile Deliquency anak nakal adalah: perilaku jahatdursila, atau, kejahatankenakalan anak-anak muda,
merupakan gejala sakit patologi secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial sehingga mereka itu
mengembangkan bentuk pengabaian tingkah laku yang menyimpang.
G. Metode Penelitian