dengan para responden, yaitu anak-anakremaja anak jalanan, masyarakat sekitar area anak-anak tersebut sering melakukan aktivitas keseharian mereka, dinas
sosial dan lembaga swadaya masyarakat. 4.
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dilakukan pada penulisan skripsi ini adalah di
daerah Medan Amplas
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini dibagi atas 5 lima bab, yang tiap bab dibagi pula beberapa sub bab yang disesuaikan dengan isi dan maksud dari penulisan skripsi ini. Hal ini
dimaksud untuk menjalin hubungan yang serasi antar bab, sehingga dapat menjawab permasalahan secara benar, terarah, terperinci dan sistematis kemudian
dapat dipertanggungjawabkan. Adapun sistematika penulisan skripsi ini secara singkat adalah sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Adalah sebagai bab pengantar dari permasalahan, terdiri dari 7 tujuh sub bab yaitu : Latar Belakang, Perumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II: FAKTOR PENYEBAB TERBENTUKNYA KENAKALAN
ANAK JALANAN
Terdiri dari 3 tiga sub bab yaitu : Faktor Internal, Faktor Eksternal dan Teori Perilaku Kenakalan Anak Jalanan Ditinjau dari
Aspek Kriminologi.
Universitas Sumatera Utara
BAB III: UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP KENAKALAN
ANAK JALANAN
Terdiri dari 2 dua sub bab yaitu : Tindakan dalam Melakukan Upaya Penanggulangan Kenakalan Anak Jalanan dan Kebijakan
Pemerintah dalam Melaksanakan Upaya Penanggulangan Kenakalan Anak Jalanan.
BAB IV: HAMBATAN DALAM MELAKSANAKAN
PENANGGULANGAN TERHADAP KENAKALAN ANAK JALANAN
Terdiri dari 2 dua sub bab yaitu : Jenis Hambatan dalam Melaksanakan Penanggulangan Terhadap Kenakalan Anak Jalanan
dan Penyebab Terjadinya Hambatan dalam Melaksanakan Penanggulangan Terhadap Kenakalan Anak Jalanan.
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan penutup dari keseluruhan materi skripsi yang terdiri dari 2 dua sub bab yaitu : Kesimpulan dan Saran.
Universitas Sumatera Utara
BAB II FAKTOR PENYEBAB TERBENTUKNYA
KENAKALAN ANAK JALANAN
Kenakalan dalam diri seorang anak merupakan perkara yang lazim terjadi. Tidak seorangpun yang tidak melewati tahapfase negrif ini atau sama sekali tidak
melakukan perbuatan kenakalan. Masalah ini tidak hanya menimpa beberapa golongan anak jalanan di suatu daerah tertentu saja. Keadaan ini terjadi di setiap
tempat, lapisan dan kawasan masyarakat. Bentuk kenakalan anak jalanan terbagi mengikuti 3 kriteria, yaitu :
23
“Kebetulan, kadang-kadang, dan sebagai kebiasaan, yang menampilkan tingkat penyesuaian dengan tingkat titik patahan yang tinggi, medium dan
rendah. Klasifikasi ilmiah lainnya menggunakan penggolongan Tripartite, yaitu : historis,instinktual, dan mental. Semua itu dapat saling
berkombinasi. Misalnya berkenaan demgan sebab-musabab terjadinya kenakalan insktiktual bisa dilihat dari aspek keserakahan, agresivitas,
seksualitas, kepecahan keluarga dan anomali anomali dalam dorongan berkelompok”.
Kenakalan terjadi akibat adanya dua unsur yang bertemu, diantaranya yaitu niat untuk melakukan suatu pelanggaran dan kesempatan untuk
melaksanakan niat tersebut sehingga jika ada salah satu dari kedua unsur tersebut yang tidak lengkap maka tidak akan terjadi apa-apa. Bila seseorang memiliki niat
untuk melakukan suatu pelanggaran, tetapi dikarenakan tidak adanya kesempatan untuk melaksanakan niat tersebut maka tidak akan terjadi suatu pelanggaran.
Sebaliknya walaupun ada kesempatan untuk melakukan suatu pelanggaran tetapi
23
Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Anak, Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hal. 47.
Universitas Sumatera Utara
niat untuk melakukan suatu pelanggaran tidak ada maka juga tidak akan terjadi pelanggaran tersebut. Kedua unsur niat dan kesempatan adalah hal yang sangat
penting dalam hal terjadinya kenakalan anak jalanan.
24
1. Teori Biologis
Adapun teori perilaku kenakalan anak jalanan yang dapat ditinjau dari aspek kriminologi adalah sebagai
berikut:
Tingkah laku kenakalan pada anak dan dapat muncul karena faktor-faktor fisiologi atau struktur jasmaniah seseorang, juga dapat oleh cacat jasmaniah yang
dibawa sejak lahir. Kejadian ini berlangsung: a.
Melalui gen atau plasma pembawa sifat dalam keturunan, dapat juga disebabkan oleh tidak adanya gen tertentu, yang semuanya bisa memunculkan
penyimpangan tingkah-laku, dan anak menjadi nakal secara potensial. b.
Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa abnormal, sehingga membuahkan tingkah laku yang nakal.
c. Melalui pewarisan kelemahan konstitusional jasmaniah tertentu yang
menimbulkan tingkah laku yang nakal. 2.
Teori Psikologis Teori ini menekankan sebab tingkah laku anak yang nakal dari aspek
psikologis antara lain ciri kepribadian, motivasi, fantasi, rasionalisasi dan lain- lain. Anak nakal biasa berasal dari kondisi keluarga yang tidak bahagia dan tidak
beruntung sehingga dapat membuahkan masalah psikologis personal dan penyesuaian diri yang terganggu pada diri anak. Anak akan mencari kompensasi
24
Ninik Widiyanti-Yulius Waskita, Kenakalan dalam Masyarakat dan Pencegahannya, Bina Aksara, Jakarta, 2005, hal. 116
Universitas Sumatera Utara
di luar lingkungan keluarga untuk memecahkan kesulitan batinnya dalam bentuk perilaku kenakalan. Kenakalan anak merupakan reaksi terhadap masalah psikis
anak itu sendiri. Anak nakal ini melakukan banyak kejahatan didorong oleh konflik batin
sendiri. Jadi mereka mempraktekkan konflik batinnya untuk mengurangi beban tekanan jiwa sendiri lewat tingkah laku agresif, impulsif dan primitif. Tingkah
laku yang dilakukan anak biasanya tidak memperdulikan hasil dari kejahatan tersebut dan tidak menghindarkan diri untuk dikenali oleh orang luar. Jadi mereka
secara kasar dan terang-terangan melakukan tindak kriminal di luar seperti di jalanan.
3. Teori Sosiogenis
Penyebab tingkah laku yang nakal pada anak adalah murni sosiologis yang disebabkan oleh pengaruh peranan sosial dan internalisasi yang keliru. Maka
faktor sosial itu sangat mempengaruhi bahkan mendominasi peranan sosial setiap individu di tengah masyarakat, status individu di tengah kelompoknya partisipasi
sosial dan pendefinisian diri. Ketidakharmonisan sosial di kota-kota yang berkembang pesat dan
membuahkan banyak tingkah laku yang nakal dan pola kriminal pada anak. Jadi sebab kejahatan pada anak tidak hanya terletak pada lingkungan keluarga saja
tetapi terutama sekali pada konteks sosialnya. Maka kenakalan anak yang dipupuk oleh lingkungan sekitar yang buruk dan jahat ditambah dengan kondisi sekolah
yang kurang menarik bagi anak bahkan merugikan perkembangan pribadi anak menyebabkan pergaulan yang tidak baik di antara sesama mereka.
Universitas Sumatera Utara
Teori Sutherland menyatakan bahwa anak menjadi nakal disebabkan oleh partisipasinya di tengah-tengah suatu lingkungan sosial, yang ide dan teknik nakal
tertentu dijadikan sarana yang efisien untuk mengatasi kesulitan hidupnya. Karena itu, semakin lama anak bergaul dan semakin intensif relasinya dengan anak nakal
di jalanan, akan menjadi semakin lama pula proses berlangsungnya proses identifikasi diri yang negatif. Jadi teori Sutherland menekankan hal-hal yang
dipelajari atau proses pengkondisian terhadap individu anak, serta tipe kepribadian anak biasanya dengan mental yang lemah dan tidak terdidik dengan
baik yang menjalani proses pengkondisian tadi. Khususnya proses pengkondisian tersebut sangat mudah berlangsung pada anak yang memiliki struktur kejiwaan
yang sangat labil pada periode perkembangan sifatnya. 4.
Teori Sub-Kultur Delikuen Tiga teori yang terdahulu biologis, psikogenis dan sosiogenis sangat
populer sampai tahun 50-an. Sejak 1950 ke atas banyak terdapat perhatian pada aktivitas-aktivitas kelompok yang teroganisir dengan sub-kultur yang disebabkan
oleh: a.
Bertambahnya dengan cepat jumlah kenakalan, dan meningkatnya kualitas kekerasan serta kekejaman yang dilakukan oleh anak yang memiliki subkultur
yang menyimpang. b.
Meningkatnya jumlah kriminalitas mengakibatnya sangat besarnya kerugian dan kerusakan secara universal, terutama terdapat di negara-negara industri
yang sudah maju, disebabkan oleh meluasnya kenakalan.
Universitas Sumatera Utara
Kultur atau kebudayaan dalam hal ini menyangkut satu kumpulan nilai dan norma yang menuntut bentuk tingkah laku responsif sendiri yang khas pada
anggota kelompok tadi. Istilah sub mengidentifikasikan bahwa bentuk budaya tadi bisa muncul di tengah suatu sistem yang lebih inklusif sifatnya.
Menurut teori sub-kultur ini, sumber kenakalan adalah sifat-sifat suatu struktur sosial dengan pola budaya sub-kultur yang khas dari lingkungan
keluarga, tetangga dan masyarakat yang dialami oleh para anak yang nakal tersebut. Sifat-sifat masyarakat tersebut antara lain adalah:
a Punya populasi yang padat,
b Status sosial-ekonomis penghuninya rendah,
c Kondisi fisik perkampungan yang sangat buruk,
d Banyak disorganisasi keluarga dan sosial bertingkat tinggi.
Sumber utama kemunculan kenakalan anak adalah subkultur-subkultur yang menyimpang dalam konteks yang lebih luas dari kehidupan masyarakat.
25
Berdasarkan hasil wawancara dengan tiga puluh anak jalanan di Medan Amplas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
26
1. Mengempeskan ban angkutan kota angkot apabila tidak diberikan imbalan
setelah membersihkan angkot. Berdasarkan hasil wawancara dengan tujuh anak jalanan yang bekerja sebagai penyapu angkot.
25
Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Anak Jalanan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 25
26
Hasil wawancara dengan tiga puluh orang anak jalanan di Terminal Amplas pada tanggal 04 September 2013
Universitas Sumatera Utara
2. Ngelem ketika tidak sedang bekerja dan berkumpul bersama teman-teman
yang juga ngelem. Berdasarkan hasil wawancara dengan lima anak jalanan yang bekerja sebagai pemulung.
3. Mengejek dan menyoraki penumpang yang berada di dalam angkutan kota
angkot jika tidak diberi uang dari hasil mengamen. Berdasarkan hasil wawancara dengan delapan anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen.
4. Berjudi di Terminal Amplas ketika sedang mengisi waktu luang istirahat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan enam anak jalanan yang bekerja sebagai pedagang asongan.
5. Merusak atau menggores cat mobil ketika tidak diberi uang saat meminta di
jalanan. Berdasarkan hasil wawancara dengan empat anak jalanan yang bekerja sebagai pengemis.
Adapun hal yang melatarbelakangi anak turun ke jalanan adalah sebagai berikut:
C. Faktor Internal
Faktor penyebab kenakalan anak jalanan yaitu karena kehidupannya di jalanan yang membuat hidupnya seperti tidak layak, dan merasa terasing apabila
dibandingkan dengan kehidupan anak-anak lainnya. Faktor internal atau faktor endogen berlangsung lewat proses internalisasi diri yang keliru oleh anak-anak
sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Tingkah laku mereka itu merupakan reaksi yang salah atau irrasional dari proses belajar, dalam bentuk
ketidakmampuan mereka melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar. Dengan kata lain, anak-anak itu melakukan mekanisme pelarian diri dan
Universitas Sumatera Utara
pembelaan diri yang salah atau tidak rasional dalam wujud kebiasaan mal-adaptif, agresi dan pelanggaran terhadap norma-norma sosial dan hukum formal,
diwujudkan dalam bentuk kejahatan, kekerasan, kebiasaan berkelahi massal dan sebagainya.
27
Faktor-faktor internal penyebab terbentuknya kenakalan anak jalanan adalah sebagai berikut:
1. Usia
Faktor usia menjadi faktor internal karena usia memiliki hubungan atau keterkaitan antara kemampuan berpikir dan bertindak bahkan sering pula
menghendaki adanya suatu perlakuan yang berlainan. Sehubungan dengan itu ada pendapat yang mengatakan bahwa, usia seseorang adalah faktor yang
penting dalam penyebab timbulnya kenakalan: “age is an importance factor in the causation of crime”. Usia seseorang anak di dalam suatu kehidupan
tertentu, membawa gejala-gejala perbuatan tertentu pula. 2.
Jenis Kelamin Kenakalan anak jalanan dapat dilakukan baik oleh anak laki-laki maupun oleh
anak perempuan, sekalipun dalam prakteknya jumlah anak laki-laki yang melakukan kenakalan jauh lebih banyak daripada anak perempuan pada batas
usia tertentu. Adanya perbedaan jenis kelamin, seperti juga halnya dengan perbedaan usia menimbulkan perbedaan sifat dan perbedaan tersebut
27
Kartini Kartono, Op.Cit., hal. 109
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan pula perbedaan, tidak hanya dalam jumlah kenakalan semata- mata akan tetapi juga dalam jenis kenalakannya.
28
3. Konflik Batiniah
Konflik batiniah adalah pertentangan antara dorongan infantil kekanak- kanakan melawan pertimbangan yang lebih rasional. Kemudian terjadilah
banyak ketegangan jiwa dan kecemasan, sehingga menghambat atau membelokkan adaptasi anak terhadap tuntutan lingkungan sehingga membuat
anak-anak lebih sering di jalanan. 4.
Pemasukan Intrapsikis yang Keliru Pemasukan intrapsikis yang keliru terhadap segala pengalaman, sehingga
terjadi harapan palsu, fantasi, ilusi, kecemasan sifatnya semu, tetapi dihayati oleh anak sebagai kenyataan. Sebagai akibatnya, anak mereaksi dengan pola
tingkah laku yang salah seperti apatisme, putus asa dan pelarian diri keluar dari rumah di jalanan.
5. Reaksi Frustasi Negatif
Menggunakan reaksi frustasi negatif yaitu dengan menggunakan mekanisme pelarian dan pembelaan diri yang salah, lewat cara-cara penyelesaian yang
tidak rasional. Anak mencoba membela diri dan kelemahan sendiri dengan menggunakan bermacam-macam reaksi dan perilaku tidak wajar.
6. Gangguan Berpikir
Berpikir mutlak perlu bagi kemampuan orientasi yang sehat dan adaptasi wajar terhadap tuntutan lingkungan. Berpikir juga penting bagi upaya
28
Romli Atmasasmita, Op.Cit, hal. 48
Universitas Sumatera Utara
memecahkan kesulitan dan permasalahan hidup sehari-hari. Anak yang sehat dalam berpikir pasti mampu memperbaiki kekeliruan sendiri dengan jalan
berpikir logis dan mampu membedakan fantasi dari kenyataan sehingga tidak menimbulkan reaksi dan tingkah laku yang bisa menjadi liar tidak terkendali
dimana saja begitu juga di jalanan. 7.
Gangguan PerasaanEmosional Perasaanemosional memberikan nilai pada situasi kehidupan, dan
menentukan sekali besar kecilnya kebahagiaan serta rasa kepuasan. Perasaan bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan
manusia. Jika semua keinginan terpuaskan, anak merasakan senang dan bahagian dan sebaliknya jika keinginan tidak terpenuhi maka anak akan
mengalami kekecewaan sehingga dapat melakukan tindak kenakalan.
29
8. Impian Kebebasan
Berbagai masalah yang dihadapi anak di dalam keluarga dapat menimbulkan pemberontakan di dalam dirinya dan berusaha mencari jalan keluar. Dunia
jalanan dianggap anak dapat menjadi alternatif termudah untuk mendapatkan kebebasan. Ketika akhirnya mereka tiba di jalanan, bukan berarti mereka bisa
lepas dari masalahnya, justru berbagai masalah yang lebih berat harus mereka hadapi.
9. Ingin memiliki Uang Sendiri
Alasan anak pergi ke jalanan juga karena ingin memiliki uang sendiri. Berbeda dengan faktor dorongan dari orang tua, uang yang didapatkan oleh
29
Kartini Kartono, Op.Cit, hal. 112
Universitas Sumatera Utara
anak biasanya digunakan untuk keperluan anak sendiri. Meskipun anak memberikan sebagian uangnya kepada orangtua mereka, hal ini lebih bersifat
sukarela dan tidak memiliki dampak buruk terhadap anak apabila tidak memberi sebagian uangnya kepada orangtua atau keluarga mereka.
D. Faktor Eksternal
Kenakalan anak jalanan yang sering terjadi di dalam masyarakat bukanlah suatu keadaan yang berdiri sendiri. Kenakalan anak jalanan tersebut timbul karena
adanya beberapa sebab. Perbuatan tersebut menimbulkan keresahan sosial sehingga mengganggu stabilitas lingkungan sekitarnya. Faktor eksternal atau
faktor eksogen adalah semua pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada anak. Kelakuan anak jalanan yang melawan norma sosial dan
bertentangan dengan kaidah hukum yang berlaku dapat disebabkan beberapa
faktor dari luar diri anak tersebut yaitu:
1. Faktor Keluarga
Keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan proses sosialisasi pribadi anak. Baik buruknya struktur keluarga memberikan dampak
baik atau buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak. Keluarga juga menjadi tolak ukur menilai kepribadian dan keberadaan anak di luar lingkungan keluarga.
Di dalam keluarga, seorang anak belajar memegang peranan sebagai seorang makhluk sosial yang memiliki norma-norma dan kecakapan tertentu di dalam
pergaulannya dengan masyarakat lingkungannya. Keluarga yang baik adalah tempat pendidikan yang baik bagi anak. Masalah pembentukan kepribadian
Universitas Sumatera Utara
seseorang anak erat hubungannya dengan pengertian yang dimiliki oleh kedua orang tuanya tentang makna hidup berkeluarga, terutama dalam hal pendidikan
bagi anak. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku anak oleh keluarga:
a. Rumah tangga yang berantakan dan dipenuhi konflik yang serius membuat
keharmonisan menjadi pecah. Anak menjadi sangat bingung dan merasakan ketidakpuasan emosional serta batin anak menjadi sangat tertekan, sangat
menderita, merasa malu akibat ulah orang tua mereka. Kemudian banyak konflik yang dilakukan anak karena ingin melampiaskan kemarahan dan
agresifitasnya keluar. Mereka menjadi nakal, urakan, berandalan dan tidak mau mengenal lagi aturan dan norma sosial, bertingkah laku semau sendiri,
membuat onar di jalanan dan suka berkelahi. b.
Perlindungan yang berlebihan dari orang tua membuat anak selalu bergantung pada bantuan orang tua, merasa cemas dan bimbang ragu dan kepercayaan
dirinya tidak berkembang karena terlalu dimanjakan. Anak akan merasa lemah, patah semangat, takut secara berlebihan dan tidak berani berbuat
sesuatu jika tanpa bantuan orang tuanya. Sebagai akibatnya, ada kalanya anak melakukan identifikasi total terhadap kelompoknya dan secara tidak sadar
melakukan tindakan ‘ugal-ugalan’ serta suka berkelahi untuk menyembunyikan kekerdilan hati dalam kondisi batin putus-asa.
c. Penolakan dari orang tua membuat timbulnya kekalutan jiwa pada diri anak.
Anak mengalami ketegangan batin, konflik yang terbuka maupun tertutup dan kecemasan. Semua pengaruh buruk akan sangat menghambat perkembangan
Universitas Sumatera Utara
jiwa-raga anak. Anak tidak pernah merasakan kasih sayang, perhatian dan perlindungan orang tua. Akibatnya, anak akan melakukan semuanya sesuai
keinginannya sendiri sebagai bentuk kekesalan hati mereka bahkan ada di antara mereka yang melakukan usaha bunuh diri.
d. Pengaruh buruk dari orang tua bisa memberikan pengaruh menular kepada
anak. Orang tua yang melakukan tindak kriminal senang berjudi, sering mabuk-mabukan, korupsi, bertingkah sewenang-wenang dan sebagainya akan
membuat anak menjadi ikut-ikutan perilaku orang tuanya. Anak secara otomatis dan tidak sadar akan menerima dan menyalurkan kebiasan dan
tingkah laku buruk orang tua kepada orang yang ada di dekatnya. Sehingga anak menjadi sewenang-wenang, agresif, suka menggunakan kekerasan dan
perkelahian sebagai senjata penyelesaian.
30
2. Faktor Sekolah
Sekolah adalah tempat anak mendapatkan pendidikan nasional secara formal dengan kesungguhannya melaksanakan tugas untuk mewujudkan tujuan
pendidikan. Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bertanggung jawab dan sehat secara jasmani serta rohani. Pendidikan nasional juga harus mampu
menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta pada tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu
30
Ibid., hal.120
Universitas Sumatera Utara
dikembangkan iklim belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri sendiri serta sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif.
Dalam konteks ini sekolah merupakan tempat pendidikan yang kedua setelah lingkungan keluarga bagi anak. Dalam masa di sekolah pada umumnya
anak akan berinteraksi dengan sesamanya. Interaksi yang dilakukan di sekolah sering menimbulkan akibat sampingan yang negatif bagi perkembangan mental
sehingga anak melakukan kenakalan. Anak-anak yang memasuki sekolah tidak semua berwatak baik dan ada yang berasal dari keluarga yang kurang
memperhatikan kepentingan anak dalam belajar yang kerap kali berpengaruh pada teman yang lain. Sesuai dengan keadaan seperti ini sekolah sebagai tempat
pendidikan anak-anak dapat menjadi sumber konflik-konflik psikologis yang pada prinsipnya memudahkan anak menjadi nakal.
Dewasa ini sering terjadi perlakuan guru yang tidak adil, hukumansanksi yang kurang menunjang tercapainya tujuan pendidikan, ancaman yang tiada
putus-putusnya disertai disiplin yang terlalu ketat membuat ketidakharmonisan antara guru dan anak didik. Proses pendidikan yang kurang menguntungkan bagi
perkembangan jiwa anak kerap kali memberi pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap anak di sekolah sehingga dapat menimbulkan kenakalan
anak.
31
3. Faktor Masyarakat
Masyarakat adalah keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya tersusun dari berbagai sistem dan sub sistem salah satunya adalah
31
Sudarsono, Op.Cit., hal. 130
Universitas Sumatera Utara
keluarga. Lingkungan masyarakat tidak selalu baik dan menguntungkan bagi pendidikan dan perkembangan anak. Anak sebagai anggota masyarakat selalu
mendapat pengaruh dari keadaan lingkungan masyarakat baik secara langsung dan tidak langsung. Lingkungan masyarakat adakalanya dihuni oleh orang dewasa
serta anak muda kriminal dan anti-sosial, yang bisa merangsang timbulnya reaksi emosional buruk pada anak puber yang masih labil jiwanya. Dengan begitu anak
akan mudah terpengaruh oleh pola kriminal, asusila dan anti-sosial yang dilakukan oleh lingkungan sekitarnya. Pola hidup dan kebiasaan oleh kelompok
orang dewasa kriminal banyak ditirukan oleh anak muda berandalan, baik yang masih bersekolah maupun yang putus sekolah.
32
Pada dasarnya kondisi ekonomi global memiliki hubungan yang erat dengan timbulnya kenakalan anak. Di dalam kehidupan sosial adanya kekayaan
dan kemiskinan mengakibatkan bahaya besar bagi jiwa anak sebab akan mempengaruhi keadaan jiwa anak. Dalam kenyataannya ada sebagian anak miskin
yang memiliki perasaan rendah diri dalam masyarakat sehingga anak tersebut melakukan perbuatan melawan hukum terhadap hak milik orang lain dan biasanya
hasil perbuatan tersebut mereka gunakan untuk bersenang-senang. Era globalisasi membawa nilai baru ke dalam kehidupan masyarakat kita
berupa kebebasan, pergeseran nilai-nilai moral dan semakin kompleksnya tantangan kehidupan. Adanya perubahan nilai-nilai global yang negatif akan
mempengaruhi tingkah laku anak sehingga dapat menyebabkan anak melakukan kenakalan dan turun ke jalanan.
32
Kartini Kartono, Op.Cit., hal. 128
Universitas Sumatera Utara
Persoalan anak jalanan memang sangat serius mengingat bahwa masalah anak jalanan merupakan masalah kota yang harus ditangani bersamaan dengan
masalah sosial lainnya.
33
Apa yang menyebabkan anak turun ke jalanan? Kepingin bebas, bosan di rumah, nambah-nambah pergaulan, nambah uang jajan
34
33
Sudarsono, Op.Cit., hal. 134
Kapan pertama kali anak turun ke jalanan? Sewaktu SD umur 8 tahun sesudah putus sekolah. Siapa yang
mengajak anak turun ke jalanan? Yang mengajak adalah mama dengan alasan cari uang biar ada untuk dimakan, dan lama-kelaman menjadi nyaman menjadi anak
jalanan, dan ikut-ikutan teman. Sudah berapa lama anak hidup di jalanan? Jawab : Dari mulai kecil, 9 tahun sudah hidup dijalan dan di terminal Apakah anak jalanan
tersebut masih menjalani pendidikan formal? Tidak sekolah lagi, kelas 2 SD sudah putus sekolah. Karena faktor tidak ada uang keluarga. Dan apabila
disekolahkan saya tidak mau lagi, karena sudah lebih enak hidup dijalan. Bagaimana respon orang tua terhadap kelakuan anak yang turun ke jalanan?
Tidak marah dan biasa saja. Selama di jalanan, apa saja yang dilakukan anak tersebut? Nyapu angkot, cuci angkot, dan saya tidak mengelem, saya orang baik-
baik bang, hanya nasib kehidupan saya aja yang tidak baik. Apakah ada hasil yang didapatkan dari kegiatan di jalanan dan jika ada diberikan kepada siapa? Hasil
yang didapat uang. Pendapatan tergantung tidak menentu Rp 2000- 3000Angkot. Kalau ditotal Rp 40.000hari kadang-kadang lebih. Uang yang
didapat dari hasil nyapu diangkot sebagian diberikan kepada mama dan sisanya saya habiskan diluar.
34
Wawancara dengan Erik Sihaloho anak ke 2 dari 3 bersaudara penyapu angkot, tanggal 1 September 2013
Universitas Sumatera Utara
Bagaimana pandangan masyarakat sekitar tentang kehidupan anak jalanan? Tidak marah tidur didepan rumahnya, asal tidak membuat onar. Dan
merasa aman-aman saja karena rumahnya dijaga. Apabila sudah bekerja menyapu angkot tidak dikasi uang oleh supir angkot apa tindakan kalian lakukan ?
Memandanginya berharap dikasi uang, apabila sudah beberapa kali dibersihkan angkotnya dan tidak diberi uang maka saya memakinya dan terkadang
mengempesin ban angkotnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB III UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP KENAKALAN
ANAK JALANAN
C. Tindakan dalam Melakukan Upaya Penanggulangan Kenakalan Anak Jalanan
Perkara mendasar di Tanah Air tercinta Indonesia tampaknya belum mau kunjung surut. Masih segar dalam ingatan berbagai kasus terkait anak jalanan
anjal. Beberapa kasus terbaru yang “tampak” terkait dengan anak jalanan di antaranya adalah kasus Babeh dengan kelainan jiwa pedofilia yang memakan
korban anak-anak jalanan. Juga kita lihat bagaimana Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI mengutuki pihak yang bersalah melibatkan anak-anak dan
menganiaya anak-anak sehingga sejumlah anak terluka dalam peristiwa bentrok makam Mbah Priok di Koja beberapa waktu silam. Kasus seorang perempuan
dewasa dengan kasus gangguan jiwa obsesif kompulsif yang jika dirunut riwayatnya, dia pernah mengalami pelecehan seksual oleh paman sendiri pada saat
masih berusia 13 tahun.
35
Selain pihak anak banyak yang takut melaporkan peristiwa kekerasan seksual yang dialaminya karena dirinya diancam dan orang tua beranggapan
bahwa kasus seperti itu aib, sewajarnya juga seorang anak seseorang dengan usia di bawah 18 tahun yang belum berkembang sempurna secara psikoseksual tidak
memahami bahwa dia menjadi korban kekerasan seksual. Akibatnya kekerasan
35
http:www.google.comremaja_dan_permasalahannya.diakses tanggal 25 September
2013
Universitas Sumatera Utara
seksual terhadap anak merupakan sebuah fenomena gunung es. Berdasarkan informasi dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Sosial 2008, jumlah anak
jalanan sebesar 232.984 jiwa. Jumlah tersebut cenderung meningkat bila dibandingkan tahun 2007 sebanyak 104.000 anak dan tahun 2006 sebanyak
144.000 anak. Dari jumlah tersebut hanya 12 saja yang tertampung dirumah singgah,
sedangkan 50 anak jalanan tinggal bersama orang tuanya. Data dari Yayasan Cinta Anak Bangsa juga menunjukkan bahwa jumlah anak telantar di Indonesia
ada sekitar 3,3 juta anak dan 160.000 di antaranya adalah anak jalanan. Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak, kasus kekerasan seksual
yang menimpa anak-anak sepanjang 2008 meningkat 30 menjadi 1.555 kasus atau 4,2 kasus per hari dari 1.194 kasus pada 2007.Menurut catatan Dinas Sosial
Medan, sedikitnya ada 4.023 anak jalanan yang tersebar di 52 wilayah di Medan. Per definisi, anak jalanan adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada
anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, tetapi masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Sementara Kementerian Sosial RI mendefinisikan
anak jalanan sebagai anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempattempat umum lain. Ada dua
hipotesis kontradiktif tentang hal ihwal keberadaan anak jalanan di jalanan: mereka berada di jalan karena memang menikmati berada di jalan atau karena
mereka tidak punya pilihan lain. Walau pilihan kedua tampaknya menjadi mayoritas, adakalanya kita
temukan ekspresi jiwa anak jalanan yang bermain musik dengan riang dan
Universitas Sumatera Utara
sepenuh hati sehingga bisa dikatakan perasaan semacam itu menyelamatkan mereka dari “kegilaan” karena getirnya hidup.Sejauh ini anak jalanan tidak bisa
dikatakan berada di jalanan untuk “menikmati” hidup di jalanan yang keji tanpa fasilitas kecuali kerap mengonsumsi teratur vitamin berupa polusi udara dan suara
karena pada dasarnya mereka selalu menjadi korban. Dengan begitu banyaknya dasar hukum penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia dan salah satunya
yang utama adalah UU No 23 Tahun 2002 yang juga membahas perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi, lantas kenapa jumlah anak jalanan
bertambah? Kenapa pula pada praktiknya aksi-aksi penanganan anak jalanan masih
dilakukan secara parsial, sektoral, dan terfragmentasi tanpa kesinambungan waktu yang cukup memadai untuk sebuah program dapat berjalan dan terpantau dengan
evaluasi dari efektivitasnya? Ilustrasi Kasus Ranah kekerasan terhadap anak dapat terjadi di
jalanan,tetapi juga dapat terjadi di dalam ranah keluarga yang notabene aman dan nyaman bagi anak. Di jalanan anakanak dipaksa menjadi pengemis, pelacur anak,
pekerja malam,dan lainnya.Untuk ruang keluarga seperti banyak dieksploitasi oleh sinetron kita adalah contoh bagaimana anak dieksploitasi menjadi pekerja
rumah tangga dan mengalami penganiayaan fisik, juga psikis. Begitu juga kekerasan seksual terhadap anak yang tidak henti-hentinya terjadi. Babeh alias
Baekuni 48 tahun mengaku telah membunuh delapan anak jalanan,hampir semua dimutilasi setelah sebelumnya menjadi korban pedofilia.
Universitas Sumatera Utara
Kasus seperti itu menjadi repetisi dari sebuah kasus klasik yang sempat menjadi mimpi buruk, yaitu kekejaman Robot Gedek pada pertengahan tahun
sembilan puluhan. Untuk melengkapi ironi dan tragedi dari kebengisan Robot Gedek, tentu semua korbannya adalah anak jalanan yang sepertinya memang
identik dengan penderitaan. Anak korban pedofilia dapat mengalami gangguan fisik dan mental. Bila kejadian tersebut disertai paksaan dan kekerasan,tingkat
trauma psikologis yang ditimbulkan lebih berat, bahkan sampai usia dewasa akan sulit dihilangkan. Gangguan kejiwaan dan berbagai kelainan psikopatologis
lainnya juga tidak terelakkan. Dikatakan bahwa gangguan pedofilia yang dialami Babe diawali oleh
kejadian dirinya menjadi korban pedofilia di usia remaja. Secara ideal,tentu kita berharap korban pedofilia dilaporkan. Jika saja korban pedofilia tersebut
terlaporkan atau nyawanya tidak melayang, pendekatan terapi sejak dini harus segera dilakukan. Masih banyak lagi ragam kondisi kejiwaan yang bisa dialami
oleh anak jalanan yang kadarnya dianggap di atas sekadar juvenile delinquency kenakalan remaja seperti penyalahgunaan zat dengan bahaya mematikan,
gangguan emosi dan perilaku, gangguan afektif seperti depresi, kepribadian antisosial, perilaku impulsif. Namun cukup dengan menelaah satu kasus Babeh
saja, kita dapat membayangkan betapa berbedanya cara hidup anak pada umumnya dan anak jalanan.
Anak-anak pada umumnya dapat hidup nyaman dan tenteram dalam lingkungan keluarga nature dengan pola asuh nurture yang baik untuk anak,
sementara anak jalanan bertanggung jawab atas tubuh dan dirinya secara
Universitas Sumatera Utara
utuh.Mereka wajib kebal terhadap risiko atas kekerasan hidup dan pekerjaan fisik yang tidak terbayangkan dapat diterima oleh anak seusianya. Seolaholah mereka
hidup dengan menggantungkan panjang usia hidupnya pada proses seleksi alam. Metode Terapeutik Berbagai program telah diciptakan untuk menangani
anak jalanan. Ditjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI memiliki program Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak PKSA dengan salah
satu sasaran adalah anak jalanan. Pada April 2012 lalu juga dikatakan bahwa Kementerian Sosial berencana memberikan bantuan tunai bersyarat yang besarnya
antara Rp900.000 sampai dengan Rp1,8 juta per anak per tahun. Bantuan tunai itu akan disalurkan melalui lembaga sosial anak yang ditunjuk pemerintah dan harus
digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar anak jalanan serta meningkatkan akses mereka ke sarana pelayanan sosial dasar seperti fasilitas pendidikan dan
kesehatan. Namun, jangan diabaikan bahwa jika jiwanya sudah rapuh, tidak mudah
untuk memenetrasi anak jalanan agar mau belajar dan peduli dengan kesehatan. Pada shelter ataupun program Kota Layak Anak KLA sebagai bagian dari upaya
Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,perlu diselipkan metode terapeutik seperti community intervention strategies yang
ditujukan untuk memperkuat kemampuan dari komunitas untuk meningkatkan perilaku yang prososial dan mengurangi sikap antisosial dan kenakalan
remaja.Caranya dengan mengombinasikan case management komunitas yang agresif,pendekatan keluarga secara intensif, dan pembentukan pola perilaku yang
Universitas Sumatera Utara
spesifik untuk mengurangi kriminalitas, kedekatan dengan teman sepergaulan yang menyimpang, penyalahgunaan zat, dan sebagainya.
Metode ini tampaknya mempunyai dampak jangka panjang yang paling efektif terhadap perilaku remaja, terutama anak jalanan, sehingga keluar dari
kubangan rasa ketidakberdayaan atau learned helplessness. Anak jalanan bukan pesakitan dan tidak boleh distigma sakit jiwa.Namun,dengan menghitung logika
beban jiwa yang harus mereka hadapi,mereka berhak untuk terganggu jiwanya. Pemerintah kota Medan telah berupaya melalui Dinas Ketenagakerjaan
dan Sosial untuk mengurangi adanya anak Jalanan dengan landasan kebijakan yang berlaku. Akan tetapi, pada tataran pelaksanaan mendapatkan banyak
hambatan. Implementasi kebijakan dapat terlaksana dengan baik apabila pembuat dan pelaksana hingga fokus dari kebijakan sesuai dan tepat sasaran. Apabila
pemerintah Kota Medan berupaya sedemikian rupa, akan tetrapi masyarakat dan anak jalanan sendiri terkesan acuh dengan kebijakan tersebut, maka dapat
dipastikan kebijakan tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Analisis Kebijakan Pemkot Medan dalam Menangani Anak Jalanan Erna
Setijaningrum dengan panjang lebar. Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, maka peneliti melakukan wawancara dengan pegawai Dinas Sosial kota
Medan sebagai pelaksana kebijakan Pemerintah Kota Medan dalam menangani anak jalanan yang ada di wilayah Medan.
Wawancara dengan pegawai Dinas Sosial ini dimaksudkan untuk memperoleh keterangan dan gambaran yang mendalam tentang berbagai
kebijakan pemerintah kota Medan dalam rangka penanganan masalah anak
Universitas Sumatera Utara
jalanan yang ada. Dinas Sosial sebagai pelaksana implementor kebijakan akan bisa digunakan acuan bagi peneliti untuk melakukan analisis terhadap kebijakan
yang ada dalam rangka penanganan anak jalanan. Selanjutnya, untuk memperoleh tambahan informasi, peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa anak
jalanan yang ada di kota Medan. Selanjutnya juga dilakukan observasi langsung di lapangan, dimana peneliti akan terjun langsung ke lapangan untuk melihat lokasi,
kondisi, dan menemui anak jalanan. Hasil observasi ini akan berguna sebagai data tambahan untuk cross check dengan data yang diperoleh dari hasil wawancara.
Selain itu data sekunder juga digunakan sebagai acuan untuk melakukan kajian dalam penelitian ini.
36
Dalam mengatasi masalah anak jalanan, Dinas Sosial melakukan tiga kebijakan yaitu: 1 Preventif, 2 Represif, 3 Pemberdayaan. Tindakan preventif
dilakukan dengan cara menghimbau kepada masyarakat, terutama pengendara kendaraan yang yang sering lewat di perempatan jalantraffic light yang biasanya
digunakan sebagai tempat mangkal para anak jalanan. Para pengendara ini dihimbau agar jangan sekali-kali memberikan sesuatuuang kepada para anak
jalanan yang sering menghampiri mereka pada saat lampu traffic light berwarna merah. Dengan tidak memberikan sesuatuuang kepada mereka diharapkan para
anak jalanan ini tidak akan melakukan kegiatan lagi di setiap perempatan. Hal ini perlu adanya kerjasama yang baik dari warga masyarakat agar mau mengikuti
himbauan seperti ini. Berkembangnya jumlah anak jalanan di Medan selain dipengaruhi oleh perkembangan kota dengan banyaknya traffic light di
36
Wawancara dengan Zailun, Kepala Bidang Dinas Sosial Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
perempatan jalan utama, juga karena kebiasaan masyarakat kita yang selalu memberikan sejumlah uang kepada anak jalanan.
Tindakan represif dilakukan dengan jalan “Operasi Simpatik”, yang dilakukan oleh Dinas Sosial bekerjasama dengan Badan Kesatuan Bangsa dan
Perlindungan Masyarakat Bakesbanglinmas, Polwiltabes, dan Dinas Polisi Pamong Praja Dispol PP. Kegiatan operasi terhadap anak jalanan ini dilakukan
bersamaan dengan kegiatan operasi terhadap gelandangan dan pengemis gepeng. Namun pada pelaksanaan di lapangan, bila ada anak jalanan yang lari akan
dibiarkan saja, artinya mereka tidak dipaksa untuk ikut dengan petugas lapangan agar mau dibawa untuk dibina. Hal ini lebih dikarenakan anak jalanan adalah
mereka yang masih tergolong usia anakremaja, sehingga tidak boleh dilakukan pemaksaan. Diakui oleh bapak Gatot, yang sering memandu kegiatan “ Operasi
Simpatik”, memang sangat sulit mengajak anak jalanan untuk mau ikut bergabung dengan petugas agar mendapatkan pembinaan. Hidup di jalanan merupakan suatu
kebebasan bagi para anak jalanan karena mereka bisa hidup bebas tanpa ada peraturan yang mengekang kebebasan mereka.
Dalam penerapan kebijakan terhadap anak jalanan, yang diberi nama “Operasi Simpatik”, ada beberapa tahap yang dilaksanakan yaitu: 1 Penertiban,
2 Seleksi, 3 Stimulus, 4 Pembinaan, dan 5 Rehabilitasi Sosial. Penertiban dilaksanakan setiap bulan yang pelaksanaannya melibatkan berbagai instansi
terkait yaitu Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Bakesbanglinmas, Polwiltabes, dan Dinas Polisi Pamong Praja Dispol PP.
Penertiban anak jalanan ini dilakukan bersamaan dengan penertiban terhadap
Universitas Sumatera Utara
gelandangan dan pengemis gepeng dengan alas an untuk efisiensi waktu. Setelah para anak jalanan tersebut terjaring, maka akan dilakukan seleksi apakah mereka
berasal dari luar Medan ataukah mereka berasal dari Medan. Kemudian akan diseleksi lagi secara kondisi fisik mereka, yaitu bila sakit secara fisik akan
diserahkan kepada Dinas Kesehatan Medan, sedangkan yang mengalami psikotikgangguan kejiwaan akan diserahkan kepada Rumah Sakit Jiwa Menur
Medan. Sedangkan yang potensial akan dilakukan pembinaan di lingkungan pondok sosial yang berlokasi di Keputih Sukolilo Medan. Lokasi pembinaan di
Keputih Sukolilo ini sebenarnya adalah tempat pembinaan bagi para gelandangan dan pengemis gepeng, namun karena pembinaan untuk anak jalanan tidak
memiliki tempat khusus sehingga dijadikan satu. Sebelum dilakukan pembinaan, para anak jalanan ini akan diberi stimulus dengan memberikan mereka sejumlah
uang bila mereka mau mengikuti pembinaan. Untuk kegiatan pembinaan ini, Dinas Sosial akan bekerjasama dengan
lembaga pembinaan yang ada, misalnya kursus montir, mengemudi, menjahit, memasak, dan lainnya. Hal ini terpaksa dilakukan karena Dinas Sosial tidak
memiliki tenaga ahli dibidang tersebut. Selain itu fasilitas berupa tempat pelatihan yang masih sangat minim karena hanya berupa gedung saja namun tidak ada
fasilitas berupa peralatanalat peraga untuk melakukan kegiatan pembinaan. Selanjutnya, dilakukan rehabilitasi sosial, dimana para anak jalanan ini akan
dikembalikan kepada keluarganya lagi, dan diharapkan dengan keterampilan yang sudah mereka miliki akan bisa menjadi bekal bagi mereka untuk menjalani
kehidupan yang normal seperti para anak remaja lainnya seusia mereka.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, tindakan pemberdayaan terhadap anak jalanan dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan rumah singgah–rumah singgah yang ada di
Medan. Anak jalanan tersebut dititipkan ke rumah singgah untuk dilakukan pembinaan. Sebenarnya panti asuhan juga merupakan alternatif tempat pembinaan
bagi anak jalanan. Namun kebanyakan dari anak jalanan tidak akan merasa betah tinggal di
panti asuhan yang memiliki peraturan dan disiplin yang ketat. Karena anak jalanan terbiasa dengan kehidupan jalanan yang bebas tanpa peraturan formal,
maka mereka akan lebih cocok bila ditempatkan pada rumah singgah sebagai tempat penampungan. Rumah singgah yang ada di wilayah Medan sejumlah 15,
yang masing-masing rata-rata membina sekitar 100 anak jalanan. Kerjasama dengan rumah singgah ini dilakukan dengan beberapa alasan:
1 Dinas Sosial tidak memiliki tenaga ahli untuk melakukan pembinaan,
2 Dinas Sosial tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk melakukan
pembinaan, 3
Mengingat keadaan psikologis anak jalanan, yaitu bila mereka diberi pembinaan secara formal akan mengalami kesulitan. Anak jalanan yang
terbiasa hidup bebas di jalanan akan merasa nyaman bila mereka berada di rumah singgah, dan
4 Rumah singgah memiliki pendanaan khusus yang digunakan untuk
melakukan pembinaan, baik berasal dari pemerintah kota maupun dana dari funding luar negeri yang memiliki perhatian pada nasib anak jalanan.
Universitas Sumatera Utara
Untuk melengkapi data, maka peneliti juga melakukan wawancara terhadap anak jalanan yang ada di wilayah Medan. Dari beberapa anak jalanan
yang diwawancarai, didapat data bahwa sebagian besar dari anak jalanan tersebut turun ke jalan adalah karena alasan ekonomi. Mereka mengaku bahwa orang
tuanya sudah tak sanggup lagi membiayai sekolah, sehingga terpaksa mereka mencari uang sendiri untuk membayar sekolah. Ada pula yang memang menjadi
anak jalanan untuk menghidupi diri sendiri karena sudah tidak punya keluarga lagi. Selain karena alasan tersebut diatas, ternyata ada juga anak jalanan yang
turun ke jalan karena mereka hanya ikut-ikutan saja. Mereka menjadi anak jalanan bukan Analisis Kebijakan Pemkot Medan dalam Menangani Anak Jalanan karena
himpitan ekonomi, tapi lebih kepada sekedar kumpul dengan kawankawannya. Menurut pengakuan beberapa anak jalanan, ada pula yang karena mereka
merasa tidak betah di rumah sehingga lebih baik turun ke jalan bersenang-senang dengan kawan-kawannya. Profesi yang mereka jalankan bukan sebagai pengemis,
tapi sebagai pengamen. Usia mereka juga relatif lebih dewasa daripada para anak jalanan yang berprofesi sebagai pengemis. Lebih ironisnya lagi, banyak pula anak
jalanan yang uangnya digunakan untuk sekedar mabuk-mabukan dan berjudi. Sebenarnya anak jalanan tersebut juga ingin hidup normal seperti orang lainnya.
Mereka juga punya keinginan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dari sekarang. Ketika ditanyakan kepada beberapa anak jalanan, keterampilan apakah
yang mereka ingin pelajari, kebanyakan dari mereka ingin mempelajari montir dan menjadi sopir. Ada juga yang ingin mempelajari pertukangan, sehingga
mereka bisa membuat peralatan rumah tangga dari bahan kayu seperti kursi,
Universitas Sumatera Utara
tempat tidur, meja, dan lain-lain. Hal ini mungkin juga karena mereka sangat minim dalam pendidikan formal, sehingga keinginan mereka adalah sebagai
montir dengan harapan bisa bekerja di bengkel atau bisa menjadi sopir dan tukang kayu.
Para anak jalanan yang ingin menguasai keterampilan yang menarik adalah anak jalanan yang turun ke jalan karena himpitan masalah ekonomi.
Sedangkan bagi anak jalanan yang turun ke jalan karena hanya ingin hura-hura dengan kelompoknya tidak menginginkan pembinaan atau keahlian. Dari data
yang telah disajikan tersebut, maka karakteristik anak jalanan yang ada di wilayah Medan adalah sebagai berikut:
1 Alasan sebagian besar anak jalanan turun ke jalan adalah karena masalah
ekonomi. Mereka turun ke jalan untuk mencari uang, membantu orang tua dan untuk biaya sekolah. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang harus
menghidupi diri sendiri karena tidak memiliki keluarga, sehingga mau tak mau harus turun ke jalan untuk mencari uang;
2 Karena masalah keluarga. Broken home dan keluarga yang tidak harmonis
juga merupakan alas an mengapa anak turun ke jalan dan memilih jalan hidup sebagai anak jalanan yang dirasakan oleh mereka bisa hidup bebas;
3 Ada juga yang mereka turun ke jalan karena ikut-ikutan teman. Sekedar
bersenang-senang dan kumpul-kumpul bersama teman. Kegiatan mereka adalah mabuk-mabukan, berjudi, dan akhirnya menyeret mereka ke
tindakan criminal dengan melakukan pencurian, perampokan, pencopetan, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Anak jalanan yang turun ke jalan dengan alasan himpitan ekonomi, mereka masih ingin belajar dan mau mengikuti pembinaan. Keterampilan yang
ingin mereka kuasai adalah menjadi montir, sopir, dan pertukangan. Sedangkan para anak jalanan yang turun ke jalan karena alasan tidak betah tinggal di rumah
dan karena alasan ikut-ikutan teman, mereka tidak lagi tertarik mengikuti pembinaan. Pemerintah Kota Medan, dalam hal ini dilaksanakan oleh Dinas
Sosial Medan dalam upaya penanganan anak jalanan bias dianalisis sebagai berikut:
1 Dinas Sosial masih belum melakukan tindakan yang optimal dalam
penanganan terhadap masalah anak jalanan, 2
Dengan tidak adanya program langsung tindakan nyata yang dilakukan oleh Dinas Sosial terhadap anak jalanan. Selama ini, anak jalanan yang
berhasil terjaring dalam “ Operasi Simpatik” dititipkan pada rumah singgah rumah sanggah yang ada di wilayah Medan. Selanjutnya, rumah
singgah inilah yang kemudian memberikan pembinaan terhadap anak jalanan,
3 Tidak adanya tenaga ahli professional dari Dinas Sosial yang bisa
melakukan pembinaan baik mental spiritual dan berupa keahlian yang bisa digunakan bekal oleh anak jalanan pada saat diterjunkan lagi ke
masyarakat, dan 4 Masih belum adanya sarana dan prasarana yang memadai, sehingga tidak memungkinkan Dinas Sosial untuk melakukan
pembinaan. Sarana fisik yang ada hanya berupa gedungaula yang hanya bisa digunakan untuk tempat ceramah saja. Tidak adanya fasilitas lain
Universitas Sumatera Utara
berupa peralatan untuk melakukan pembinaan sangat tidak mungkin dilakukan pemberdayaan terhadap anak jalanan.
Dari berbagai data tersebut di atas, maka bila akan melakukan penanganan terhadap anak jalanan harus dibuatkan suatu kebijakan khusus. Hal ini perlu
diperhatikan, mengingat ada perbedaan karakteristik anak jalanan sehingga masing-masing karakteristik memerlukan suatu penanganan yang khusus. Oleh
karena itu, perlu adanya suatu agenda kebijakan yang bisa digunakan sebagai alternatif kebijakan.
1. Upaya Penyelesaian Masalah Berbasis Masyarakat
Upaya pembinaan terhadap anak jalanan bukannya tidak pernah dilakukan. Sejak tahun 1998 telah mencanangkan program rumah singgah. Dimana bagi
mereka disediakan rumah penampungan dan pendidikan. Akan tetapi, pendekatan yang cenderung represif dan tidak integrative, ditunjang dengan watak dasar anak
jalanan yang tidak efektif. Sehingga mendorong anak jalanan tidak betah tinggal di rumah singgah. Selain pemerintah, beberapa LSM juga concern pada masalah
ini. Kebanyakan bergerak di bidang pendidikan alternatif bagi anak jalanan. Kendati demikian, dibanding jumlah anak jalanan yang terus meningkat, daya
serap LSM yang sangat terbatas sungguh tidak memadai. Belum lagi munculnya indikasi ” komersialisasi ” anak jalanan oleh beberapa LSM yang kurang
bertanggungjawab dan hanya berorientasi pada profit semata.
37
Penanganan masalah anak jalanan sesungguhnya bukan saja menjadi tanggung jawab salah satu pihak saja, tetapi merupakan tanggung jawab bersama
37
http:jcholics.blogspot.com201205masalah-anak-jalanan.html , diakses tanggal 21
September 2013
Universitas Sumatera Utara
antara pemerintah, LSM, akademisi dan masyrakat, secara keseluruhan. Persoalannya, selama ini aksi-aksi penanganan anak jalanan masih dilakukan
secara sporadic, sektoral dan temporal serta kurang terencana dan terintegrasi secara baik. Akibatnya efektivitas penanganan menjadi tidak maksimal.
2. Mengembangkan Sistem Sosial yang Responsif
Salah satu bentuk penanganan anak jalanan adalah melalui pembentukan rumah singgah. Konferensi Nasional II Masalah pekerja anak di Indonesia pada
bulan juli 1996 mendefinisikan rumah singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang bersifat non formal, dimana anakanak bertemu untuk memperoleh
informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut.
Departemen Sosial RI rumah singgah didefinisikan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka. Rumah singgah
merupakan proses informal yang memberikan suasana pusat realisasi anak jalanan terhadap system nilai dan norma di masyarakat.
Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah membantu anak jalanan mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sedang secara khusus tujuan rumah singgah adalah :
1. Membentuk kembali sikap dan prilaku anak yang sesuai dengan nilai-nilai
dan norma yang berlaku di masyarakat. 2.
Mengupayakan anak-anak kembali kerumah jika memungkinkan atau ke panti dan lembaga pengganti lainnya jika diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
3. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan
anak dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi masyarakat yang produktif.
Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan anak jalanan sangat penting. Secara ringkas fungsi rumah singgah antara lain :
1. Sebagai tempat pertemuan meeting point pekerja social dan anak jalanan.
Dalam hal ini sebagai tempat untuk terciptanya persahabatan dan keterbukaan antara anak jalanan dengan pekerja sosial dalam menentukan
dan melakukan berbagai aktivitas pembinaan. 2.
Pusat diagnosa dan rujukan. Dalam hal ini rumah singgah berfungsi sebagi tempat melakukan diagnosa terhadap kebutuhan dan masalah anak
jalanan serta melakukan rujukan pelayanan social bagi anak jalanan. 3.
Fasilitator atau sebagai perantara anak jalanan dengan keluarga, keluarga pengganti, dan lembaga lainnya.
4. Perlindungan. Rumah singgah dipandang sebagai tempat berlindung dari
berbagai bentuk kekerasan yang kerap menimpa anak jalanan dari kekerasan dan prilaku penyimpangan seksual ataupun berbagai bentuk
kekerasan lainnya. 5.
Pusat informasi tentang anak jalanan 6.
Kuratif dan rehabilitatif, yaitu fungsi mengembalikan dan menanamkan fungsi social anak.
7. Akses terhadap pelayanan, yaitu sebagai persinggahan sementara anak
jalanan dan sekaligus akses kepada berbagai pelayanan social.
Universitas Sumatera Utara
8. Resosialisasi. Lokasi rumah singgah yang berada ditengah-tengah
masyarakat merupakan salah satu upaya mengenalkan kembali norma, situasi dan kehidupan bermasyarakat bagi anak jalanan. Pada sisi lain
mengarah pada pengakuan, tanggung jawab dan upaya warga masyarakat terhadap penanganan masalah anak jalanan.
3. Pemanfaatan Modal Sosial Melalui PNPM Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat usaha yang
dapat di lakukan antara lain : a.
Memberikan pendidikan setidaknya, memberikan keterampilan baca-tulis b.
Memberikan keterampilan seperti contohnya menjahit, atau membuat peralatan- peralatan multi guna dan lain-lain
Setidaknya anak jalanan juga harus memiliki kesempatan untuk dapat mengembangkan keterampilan- keterampilan yang dimilki, sehimgga ia dapat
hidup mandiri tanpa harus menggelandang di luar sana. 4. Pemanfaatan Institusi Sosial
Anak jalanan memang sering kali menjadi masalah di kehidupan kita, idak sedikit pula yang dapat mengancam ketentraman kehidupan kita. Tapi tidak berari
lantas kita membiarkan meraka menjadi ”sesuatu yang tak berguna” dan lantas menghiraukan mereka, dengan menggap mereka segelintir kecil bagian dari
kehidupan kita. Anak jalanan merupakan orang-orang yang harus di lindungi, mereka layaknya anak-anak lainnya meliki hak-hak yang patut mereka rasakan
oleh karena itu, bukan saja pemerintah ang harus menghadapi dan menyelesaikan
Universitas Sumatera Utara
masalah anak jalanan ini, namun tanpa ada bantuan dari masyarakat, masalah ini tidak akan pernah terselesikan.
a. Organisasi Masyarakat Untuk mengatasi masalahanak jalanan, bukan hanya upaya pemerintah
saja yang di harapkan mampu untuk mrnyelesaikannya. Namun peran masyarakatpun sangat di butuhkan dalam penangan masalah ini. Sekali lagi bahwa
anak jalanan itu ada dan perlu penangan khusus untuk menyelesaikan masalah ini, dan usaha itu di perlukan dari seluruh pihak tak terkecuali masyarakat. Jadi
baiknya masyarakat tidak boleh mengabaikan mereka, cobalah ikut sertakan mereka dalam kegiatan-kegiatan masyarakat yang sering di lakukan. Mereka sama
seperti kita, yang memilki potensi, tapi sayangnya mereka sering kali tidak memiliki kesempatan untuk mengasah dan bahkan menunjukannya, maka dari itu
berikanlah kesempatan kepada mereka. b. Organisasi Swasta
Organisasi swasta cenderung didirikan untuk mendapatkan sejumlah keuntungan tertentu. Namun demikian, tidak berarti organisasi swasta tidak
berkontribusi untuk menyeleseikan masalah keemiskinan di negara ini. Seringkali promosi, yang akrab sekali dengan organisasi ini meengikutsertakan ”anak
jalanan” dalam program –programnya. Contoh : LSM Lembaga Swadaya Masyarakat.
c. Optimalisasi Kontibusi Dalam Pelayanan Sosial Hal ini merupkan tanggung jawab dan komitmen yang seharusnya di
laksanakan oleh pemerintah. Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar
Universitas Sumatera Utara
Pasal 34 UUD 1945 bahwa ” Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Maka seharusnya negara beranggung jawab dalam menangani hal ini.
Hal yang seharusnya terlihat dalam kinerja pemerintah dalam menangani masalah anak jalanan ini yakni adanya keseriusan dalam menjalankan program-
programnya ang antara lain: 1.
Program perlindungan anak 2.
Program ketertiban, kebersihan dan keindahan kota 3.
Program rumah singgah 4.
Program pelatihan dan pemberian bantuan modal usaha bagi anak jalanan 5.
Pemenuhan kebutuhan gizi gratis 6.
Pemberian pelayanan kesehatan dasar gratis 7.
Pemberian layanan pendidikan gratis 8.
Pemberian penyuluhan d. Kerjasama dan Jaringan
Kerja sama merupakan aspek utama dri semua penangan yang telah di anjurkan. Karena tanpa adanya kerja sama antar aspek tidak akan terlaksanakan
apa yang telah di rencanakan. Kerja sama yang di maksud adalah kerja sama antara pemerintah dengan masyarakatnya. Namun lebih baik lagi untuk dapat
menjalin kerjasama bukan hanya dalam negeri namun juga dengan organisai luar nugeri. Contoh :UNICEF dll
5. Upaya Penanganan Masalah
Alternatif-alternatif yang diajukan ini sebenarnya bukan sama sekali baru karena sudah ada dan dilaksanakan oleh beberapa instansi pemerintah maupun
Universitas Sumatera Utara
lembaga swadaya masyarakat tetapi dalam upaya penanganan anak jalanan alternatif ini mungkin tergolong baru, yaitu :
a. Pemenuhan Kebutuhan Gizi gratis Seperti halnya layanan pemberian makanan tambahan bagi anak sekolah di
sekolah-sekolah formal, perlu diberikan layanan pemenuhan gizi gratis bagi anak jalanan. Anak-anak jalanan diarahkan untuk mendatangi tempat-tempat yang
telah ditentukan untuk mendapatkan layanan pemenuhan gizi ini dengan frekuensi yang disesuaikan dengan ketersediaan anggaran.
b. Pemberian Pelayanan Kesehatan Dasar Gratis Pemberian layanan kesehatan dasar gratis ini dapat dilakukan melalui
Puskesmas Keliling. Dengan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan tersedianya pengobatan gratis diharapkan anak-anak jalanan mempunyai ketahanan fisik yang
baik dan berdampak positif terhadap perkembangan intelektual maupun emosionalnya.
c. Pemberian Layanan Pendidikan Gratis Program ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu membebaskan biaya
sekolah bagi anak jalanan di sekolah-sekolah formal yang ditunjuk dan memberikan layanan pendidikan model seperti Perpustakaan Keliling di mana
guru yang mendatangi tempat-tempat yang biasanya digunakan anak-anak jalanan untuk berkumpul serta memberikan materi pelajaran di tempat tersebut. Dalam
pelaksanaan berbagai kebijakan maupun program penanganan anak jalanan, satu hal yang penting untuk selalu disampaikan adalah penyuluhan mengenai hak-hak
anak dan upaya mengembalikan anak kembali ke rumahnya agar mereka dapat
Universitas Sumatera Utara
hidup dan tumbuh kembang secara wajar. Partisipasi masyarakat luas dalam pelaksanaan berbagai program sangat dibutuhkan karena tanpa dukungan
masyarakat maka program-program tersebut tidak akan memberikan hasil. Bentuk partisipasi masyarakat yang diharapkan antara lain :
1. Tidak memberikan sedekah kepada pengemis anak atau membeli
barangjasa dari anak jalanan; 2.
Memahami bahwa perbuatan amal dengan memberikan bantuan uang kepada anak-anak yang bekerja di jalanan tidak mempunyai daya ungkit
terhadap status ekonomi dan sosial kehidupan mereka; 3.
Menyalurkan bantuan melalui lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang kompeten, transparan dan dapat mempertanggungjawabkan anggaran yang
dikelolanya dan 4.
Memberikan dukungan dengan pola anak asuh Bagaimana pemerintah dinas sosial menanggapi keresahan masyarakat
yang ditimbulkan oleh kenakalan anak jalanan ? Kebanyakan masyarakat tidak menerima kehadiran mereka, masyarakat merasa resah dengan adanya anak
jalanan tersebut. Masyarakat mendukung penuh pemerintah dalam hal ini Dinas Sosial untuk menjaring anak jalan tersebut bahkan memberi tahu dan memberi
petunjuk kepada petugas dilapangan keberadaan mereka. Ada beberapa dari anak jalanan tersebut apabila tidak diberi uang mereka akan menggoreskan mobil
masyarakat tersebut
38
38
Wawancara dengan Zailun, Kepala Bidang Dinas Sosial Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
D. Kebijakan Pemerintah dalam Melaksanakan Penanggulangan Kenakalan Anak Jalanan.
Munculnya anak jalanan erat kaitannya dengan latar belakang ekonomi dan sosial keluarga mereka. Kemiskinan struktural yang dialami oleh keluarga
anak jalanan dianggap sebagai pemicu utama munculnya anak jalanan. Sulitnya memenuhi kebutuhan sehari-hari oleh kepala keluarga baik ayah maupun ibu
berimbas pada upaya pemberdayaan seluruh anggota keluarga untuk berperan aktif dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini tidak saja pada sekedar
pemenuhan kebutuhan sandang pangan, akan tetapi jauh lebih dari itu yang terkait dengan kebutuhan untuk bisa eksis dalam kerasnya roda kehidupan perkotaan.
Semua anggota keluarga mempunyai tanggung jawab yang sama untuk secara bersama-sama meningkatkan status ekonomi keluarga dengan kegiatan produktif
guna menghasilkan tambahan demi ekonomi keluarga. Faktor kemiskinan sebagaimana diuraikan penyebabnya lebih kepada
faktorkemiskinan struktural. Kondisi ini bisa saja dialami oleh semua warga masyarakat yang tidak mampu mengikuti arah dan kompetisi perkotaan dengan
berbagai dinamikanya. Selain faktor tersebut penyebab lain munculnya anak jalanan di perkotaan adalah: sikap mental yang tidak mendukung berupa sikap
malas bekerja keras ataupun implementasi yang kurang tepat dari nasehat orang tua akan makna “berbakti pada orang tua”. Dalam tataran ini anak dipandang
sebagai salah satu sumber pendapatan keluarga, sehingga seorang anak dinilai memiliki potensi untuk menghasilkan sumber dana demi membantu ekonomi
keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Upaya pemerintah kota dalam mengatasi anak jalanan di Kota Medan harus berhadapan dengan lingkungan masyarakat dengan berbagai unsure
penopangnya. Dukungan peraturan perundang-undangan serta kebijakan penanggulangan maupun pemberdayaan yang dilaksanakan oleh pemerintah kota
masih harus disinergikan dengan kondisi sosial kemasyarakatan di daerah ini. Berbagai faktor yang selama ini dianggap sebagai persoalan klasik yang
memunculkan anak jalanan memerlukan perhatian serius sehingga efektifitas dari kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah kota dapat berjalan sesuai dengan
yang diharapkan. Anak adalah permata bagi keluarga, calon generasi suatu bangsa yang
akan meneruskan estafet kepemimpinan di masa datang, sudah selayaknnyalah pemerintah membuat sutau peraturan-peraturan yang berfungsi sebagai paying
hukum untuk menajamin hak-hak anak khususnya anak jalanan yang sering tertindas hak-hak kemanusian.
1. Razia Anak Jalanan
Razia anak jalanan yang dilakukan oleh Tramtib dinilai merendahkan hak asasi anak jalanan, pasalnya sebagian anak jalanan merasa sangat ketakuatan jika
melihat adanya razia yang dilakukan oleh pihak Tramtib, sedangkan yang lain membentuk suatu perkumpulan-perkumpulan tertentu mereka sembunyi di jalan-
jalan kecil gang, dan apabila anggotta Tramtib ada yang masuk ke jalan tersebut kumpulan anak jalanan langsung secara beramai-ramai mengahajar salah satu
anggota Tramtib itu. Berdasarkan data yang didapat penulis melalui interview secara langsung terhadap anak jalanan, mereka menolak adanya razia karena;
Universitas Sumatera Utara
a. Anak jalanan mengangap bahwa dirinya tidak melakukan kesalahan. Kami
bukan penjahat, kenapa kami dikejar-kejar topik, salah satu anak jalanan b.
Pengiriman ke rumah singgah sehabis razia c.
Seringkali Tramtib melakukan kekerasan dalam menggelar razia. 2. Rumah Singgah
Salah satu kebiajakan lain yang dikeluarkan pemerintah adalah rumah singgah, problematika yang terjadi kemudian adalah sebagian anak jalanan yang
diwawancarai menyatakan bahwa mereka malas untuk masuk sekaligus menetap di rumah singgah, karena:
a. Mereka tidak merasa nyaman jika jauh dengan orang tua
b. Bujukan orang tua unutk tetap tinngal di jalan, dalam rangka membantu
mencukupi ekonomi c.
Kebiasaan menetap, tidur, dan mencari uang dijalan. Sudah tertanam kuat seakan-akan sudah menjadi bagian dalam hidup.
Mereka membutuhkan keterampilan, bukan pelajaran. Sedangkan rumah singgah hannya menyediakan pelajaran layaknya di bangku sekolah. Pemerintah
Kota Medan, dalam hal ini dilaksanakan oleh Dinas Sosial Medan dalam upaya penanganan anak jalanan bias dianalisis sebagai berikut:
1. Dinas Sosial masih belum melakukan tindakan yang optimal dalam
penanganan terhadap masalah anak jalanan, 2.
Dengan tidak adanya program langsung tindakan nyata yang dilakukan oleh Dinas Sosial terhadap anak jalanan. Selama ini, anak jalanan yang berhasil
terjaring dalam “ Operasi Simpatik” dititipkan pada rumah singgah – rumah
Universitas Sumatera Utara
sanggah yang ada di wilayah Medan. Selanjutnya, rumah singgah inilah yang kemudian memberikan pembinaan terhadap anak jalanan,
3. Tidak adanya tenaga ahli professional dari Dinas Sosial yang bisa melakukan
pembinaan baik mental spiritual dan berupa keahlian yang bisa digunakan bekal oleh anak jalanan pada saat diterjunkan lagi ke masyarakat, dan
4. Masih belum adanya sarana dan prasarana yang memadai, sehingga tidak
memungkinkan Dinas Sosial untuk melakukan pembinaan. Sarana fisik yang ada hanya berupa gedungaula yang hanya bisa digunakan untuk tempat
ceramah saja. Tidak adanya fasilitas lain berupa peralatan untuk melakukan pembinaan sangat tidak mungkin dilakukan pemberdayaan terhadap anak
jalanan. Dari berbagai data tersebut di atas, maka bila akan melakukan penanganan
terhadap anak jalanan harus dibuatkan suatu kebijakan khusus. Hal ini perlu diperhatikan, mengingat ada perbedaan karakteristik anak jalanan sehingga
masing-masing karakteristik memerlukan suatu penanganan yang khusus. Oleh karena itu, perlu adanya suatu agenda kebijakan yang bisa digunakan sebagai
alternatif kebijakan.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HAMBATAN DALAM MELAKSANAKAN PENANGGULANGAN
TERHADAP KENAKALAN ANAK JALANAN
C.
Jenis Hambatan dalam Melaksanakan Penanggulangan Terhadap Kenakalan Anak Jalanan
Apa yang sudah dilakukan strategi PKPA dalam upaya penanggulangan masalah kenakalan anak jalanan ? Bekerjsama Dinas Kesejahteraan Sosial
Provinsi Sumut, Kepolisian, sampai ke Lapas, Dinas Pendidikan dgn mel bgmn mngupykn anak jlnan gratis skolah dan administrasi tidak dipersulit, memberikan
CU Credit Union membrikan usaha simpan pinjam.
39
Apa yang sudah dilakukan strategi dinas sosial dalam upaya penanggulangan masalah kenakalan anak jalanan ? Tidak ada strategi khusus
dalam melakukan penanggulanagan anak jalanan, dinas sosial telah bekerja sama dengan beberapa pihak, diantaranya : Kepolisian, Satpol PP, Camat, Lurah, Dinas
Sosial Provinsi, Dinas Pendidikan, LSM, dll. Membuat kreativitas anak jalanan tersebut, seperti: kerajinan tangan, keterampilan. Dibina dalam bentuk
mengadakan pelatihan-pelatihan sosialisasi, membuat anyaman dari rotan, sablon, keranjang parsel, aksesoris. Pencegahan tidak memusuhi anak jalanan tersebut
40
Seperti ditengarai banyak kalangan, umumnya anak jalanan luput dari perlindungan hukum sehingga mereka rentan menjadi korban kejahatan. Namun
pada beberapa kasus, justru anak jalanan yang menjadi pelaku tindak kejahatan
39
Wawancara dengan Irwandi Koordinator Anak Jalanan
40
Wawancara dengan Zailun, Kepada Bidang Dinas Sosial Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
yang dapat mengancam keamanan atau setidaknya mengganggu kenyamanan orang. lain. Hingga sekarang pun, penanganan anak-anak jalanan masih menjadi
sorotan, terutama terkait dengan makin bertambahnya jumlah mereka yang merambah di beberapa titik strategis kota seperti di tempat-tempat pemberhentian
angkutan umum atau di simpang jalan-jalan besar. Bahkan, mereka tidak jarang melakukan praktik pemerasan kepada para pengguna jalan jika permintaan mereka
tidak dipenuhi. Persoalan di atas menjadi sangat serius mengingat banyak pihak yang
mengeluhkan soal perilaku anak jalanan. Hal itu merupakan sebuah problem sosial yang harus segera dituntaskan sepadan dengan masalah-masalah sosial lain
seperti pengangguran, kemiskinan, dan kebersihan lingkungan. Setidaknya ada tiga hal yang barangkali bisa menjelaskan mengapa anak-anak turun ke jalan.
Pertama, faktor kemiskinan. Alasan itu memang terkesan klasik dan menjadi kambing hitam semua persoalan sosial mulai dari ciblek, PSK, penjahat, atau
gelandangan. Akan tetapi, kemiskinanlah yang mendorong mereka turun ke jalan. Kedua, masalah lingkungan. Tempat tinggal seorang anak akan sangat
memengaruhi pola pergaulannya. Dari lingkungan itu pula, kita akan segera tahu motif dasar mengapa anak turun ke jalan-jalan. Situasi lingkungan yang keras,
kumuh, dan jorok sangat memungkinkan seorang anak menjadi tidak betah hidup di rumah lalu melarikan diri ke jalanan.
Ketiga, figur orang tua bukan sebagai sosok teladan. Berbagai interaksi dengan anak jalanan menunjukkan keluarga yang orang tuanya broken home,
Universitas Sumatera Utara
anak-anaknya sangat potensial turun ke jalan. Perilaku menyimpang yang dipertontonkan orang tua membuat anak kehilangan figur idola.
41
Dengan pelbagai faktor yang mengiringinya, persoalan anak jalanan menjadi problem yang sangat pelik bagi kota-kota besar di Tanah Air. Kendati
sudah banyak LSM yang memberikan dampingan, kenyataannya dari hari ke hari jumlah anak jalanan tidak semakin berkurang, malah makin bertambah dan
variatif. Akar persoalan anak jalanan sangat bergantung pada keseriusan anak-anak
jalanan itu sendiri untuk kembali ke masyarakat dan tidak lagi mencari kehidupan di jalanan. Kedua, kesungguhan semua pihak, khususnya aparat kepolisian dan
para tenaga LSM, sebaiknya lebih optimal dalam menangani permasalahan anak jalanan.
Penanganan anak jalanan tidak akan sekusut seperti sekarang andai sejak awal pihak-pihak yang terlibat dalam upaya pemberdayaan anak jalanan, selain
niat yang tulus, mereka sendiri perlu diberi pelatihan dalam sebuah wadah yang dikelola secara profesional dalam rangka menanamkan penyadaran kepada anak-
anak jalanan yang sering benar mengganggu ketenteraman orang lain. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi upaya pemerintah kota dalam
menanggulangi permasalahan anak jalanan diantaranya : 1.
Faktor lingkungan sosial. Lingkungan sosial merupakan salah satu aspek yang dapat mendorong seorang
41
http:yayasan-kksp.blogspot.com200807upaya-menangani-anak-jalanan.html
Universitas Sumatera Utara
anak untuk menjadi anak jalanan. Hal-hal yang terkait dengan lingkungan sosial masyarakat tersebut adalah :
a. Anak jalanan yang turun ke jalan karena adanya desakan ekonomi
keluarga sehingga justru orang tua yang menyuruh anaknya untuk turun ke jalan guna mencari tambahan ekonomi keluarga.
b. Rumah tinggal yang kumuh membuat ketidakbetahan anak berada di
rumah sehingga perumahan yang kumuh menjadi salah satu faktor pendorong untuk anak turun ke jalan.
c. Rendahnya pendidikan orang tua menyebabkan mereka tidak mengetahui
peran dan fungsi sebagai orang tua dan juga tidak mengetahui hak-hak anak. Sehingga eksploitasi anak bisa saja muncul kapan saja termasuk
dengan mengarahkan anak untuk menjadi anak jalanan. d.
Peran lembaga social kemasyarakatan belum maksimal berperan dalam mendorong partisipasi masyarakat untuk menangani masalah anak jalanan.
2. Budaya Masyarakat. Upaya pemerintah kota dalam menanggulangi permasalahan anak jalanan
di Kota Medan harus berbenturan dengan suatu kebiasaan masyarakat yang telah membudaya yakni kerelaan memberikan sejumlah uang kepada anak yang ada di
jalanan. Hal yang membedakan Kota Medan dengan daerah-daerah lainnya tidak terletak pada sekedar kerelaan tersebut, akan tetapi jumlah nominal uang yang
diberikan kepada anak jalanan yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Kondisi ini kemudian menjadi alasan mengapa anak betah
untuk tinggal dan mencari nafkah di jalanan
Universitas Sumatera Utara
3. Faktor Migrasi. Ketertarikan sebagian masyarakat untuk mencari penghidupan yang lebih
layak di daerah lain menyebabkan perpindahan penduduk dengan kualitas sumber daya manusia yang tidak memadai. Kedatangan warga pendatang di Kota Medan
ternyata tidak selamanya sesuai dengan yang diharapkan, munculnya anak jalanan ternyata merupakan hasil dari migrasi tersebut. Beberapa kelompok keluarga yang
gagal dalam berkompetisi pada akhirnya berpikir untuk memaksimalkan semua potensi sumber daya yang mereka miliki termasuk dengan mendorong anak
mereka untuk menjadi anak jalanan. Ketiga faktor tersebut menjadi suatu realita yang tidak dapat dihindari oleh
pemerintah kota ketika akan mengatasi anak jalanan di Kota Medan. Berbagai strategi pendekatan yang dilaksanakan perlu untuk diupayakan sehingga kebijakan
yang diambil tidak hanya pada anak jalanannya, akan tetapi akan menyangkut semua aspek yang melatarbelakangi munculnya anak jalanan.
D.
Penyebab Terjadinya Hambatan dalam Melaksanakan Penanggulangan Terhadap Kenakalan Anak Jalanan.
Hambatan yang ditemukan PKPA ketika melakukan penanggulangan anak jalanan tersebut ? Dari Kuantitas dr PKPA yang sangat kurang, Kualitas teman”
yang masih kurang dan terutama yang masih baru dan baru mengenal, letak daerah tempat, waktu, tenaga, tdk mngthui anak jlnan dan orang tua pindah.
42
42
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Apakah peran dan fungsi PKPA dalam menanggulangi anak jalanan ? Berperan melakukan pendampingan dan advokasi khususnya bg anak” yg
mengalami mslh baik hukum atau sosial dan menjembatani masyarakat dengan pemerintah tidak sebagai lmbga yang merekrut mereka dan melakukan
penampungan dan mengedepankan kepentingan anak. Fungsi : lembaga independen yang bisa memantau mengawasi upaya” pemerintah atau ada
pelanggaran yang dilakukan pemerintah atau degan controlling
43
Apakah peran dan fungsi Dinas Sosial dalam menanggulangi anak jalanan ?Bersifat pembinaan dan penertiban untuk dibina dipanti dibawah Kesejahteraan
Sosial Provinsi. Dibina dalam bentuk mengadakan pelatihan-pelatihan sosialisasi, membuat anyaman dari rotan, sablon, keranjang parsel, aksesoris
44
Apakah hambatan yang ditemukan ketika melakukan penanggulangan anak jalanan tersebut ? Kejar-kejaran dengan anak jalanan tersebut, ketika
ditangkap dan diberi pelatihan sesudah selesai menjalani hukuman anak jalanan tersebut kembali kejalan untuk meminta-minta dan mengemis kembali dan 3.
mengelabuhi petugas dilapangan dengan cara bersembunyi dikolong-kolong jembatan serta tidak adanya rumah panti khusus dinas sosial kota medan,
melainkan hanya punya Dinas Sosial Provinsi yaitu Kesejahteraan Sosial.
45
Hasil penelitian dan pembahasan yang berjudul “Penanggulangan Anak Jalanan di Kota Medan Tahun 2013” yakni : Wawancara Kepala Lurah,
Kecamatan Medan Amplas Kota Medan Dalam wawancara kepada Lurah
Kelurahan mengatakan bahwa terdapat beberapa kasus yang terjadi di tahun 2013
43
Ibid
44
Ibid
45
Wawancara Zailun Kepala Bidang Dinas Sosial Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
ini misalnya kasus perkelaihan anak jalanan antar kampung dan kasus pencurian. Kepala Dusun juga memberikan bukti catatan khusus mengenai setiap kasus yang
terjadi. Kepala dusun juga menyarankan agar pihak orang tua lebih memperhatikan anak dan orang tua harus menanamkan hal yang positif kepada
anak, agar anak tersebut tidak terjerumus terlalu dalam di pergaulan bebas.
46
Wawancara dari beberapa masyarakat di Kelurahan Kec. Medan Amplas. Dalam wawancara kepada masyarakat rata-rata mereka mengatakan
bahwa anak jalanan sangat mengganggu dan merugikan masyarakat .Anak jalanan juga melakukan mabuk-mabukan di sembarang tempat tanpa mengenal
waktu,meminta-minta secara paksa dan anak jalanan juga mengajari hal yang kurang baik terhadap anak sekolah di dusun banjarejo,taman,kota
madiun.Masyarakat merasa kurang nyaman dan tenang tinggal di dusun banjarejo ini karena ulah anak jalanan yang semakin hari semakin merugikan
masyarakat.Masyarakat juga berharap kepada kepala dusun agar dapat segera menanggulangi anak jalanan dan dibimbing menuju hal yang positif.Masyarakat
sangat menginginkan kehidupan di dusun banjarejo,taman,kota madiun ini menjadi aman,nyaman,dan tentram.
47
Wawancara kepada beberapa anak jalanan di kawasan terminal terpadu Amplas Medan Dalam wawancara kepada anak jalanan, mereka mengatakan
bahwa hal yang mereka lakukan pada dasarnya biasa saja,dan hal tersebut dianggap wajar karena hanya kenakalan biasa dan tidak berlebihan. Namun 5
anak jalanan mengatakan bahwa mereka melakukan tindakan mabuk-
46
Wawancara Zailun Kepala Bidang Dinas Sosial Kota Medan
47
Wawancara Zailun Kepala Bidang Dinas Sosial Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
mabukan,meminta-minta dan berkelahi karena sebagai pelampiasan mencari hiburan dan perhatian. Mereka menganggap bahwa sudah tidak ada lagi yang
peduli dengan dirinya. Sedangkan 2 anak jalanan mengatakan bahwa mereka melakukan mabuk-mabukan,meminta-minta dan berkelahi karena terpengaruh
oleh anak jalanan lainnya. Apa yang menyebabkan anak turun ke jalanan? Keinginan sendiri
daripada dirumah dan bantu” orang tua mencari uang. Kapan pertama kali anak turun ke jalanan? Baru-baru saja hidup dijalan, belum ada 1 tahun ini. Siapa yang
mengajak anak turun ke jalanan? Yang mengajak kawan-kawan dan ikut-ikutan saja awalnya tapi lama-kelamaan merasa betah dan nyaman menjalaninya. Sudah
berapa lama anak hidup di jalanan? kurang dari 1 tahun Apakah anak jalanan tersebut masih menjalani pendidikan formal? Tidak sekolah lagi, tidak sanggup
bapak dan mama menyekolahkan saya. Mama jualan dipajak dan bapak supir angkot. Bagaimana respon orang tua terhadap kelakuan anak yang turun ke
jalanan? Mama dan bapak tidak marah, diam saja. Mama hidup sendiri bersama kami, sedangkan bapak sudah meninggalkan kami, bapak sudah kawin lagi.
Selama di jalanan, apa saja yang dilakukan anak tersebut? Ya menyanyi-nyanyi saja dan berharap diberi uang oleh penumpang di lampu merah. Dan saya tidak
terlibat dalam kriminal atau mengelem seperti kebanyakan anak jalanan lain diluar sana. Apakah ada hasil yang didapatkan dari kegiatan di jalanan dan jika ada
diberikan kepada siapa? Dari hasil menyanyi-nyanyi tersebut saya mendapat uang 1 hari Rp 30.000, lumayan uangnya saya beri sebagian buat mama dan ditabung.
Bagaimana pandangan masyarakat sekitar tentang kehidupan anak jalanan?
Universitas Sumatera Utara
Pandangan masyarakat selalu buruk dan negatif memandang kami, tapi saya tidur dirumah-rumah atau diruko masyarakat, setelah bekerja seharian diluar saya
kembali pulang ke rumah. Apabila sudah menyanyi diangkot dilampu merah berhenti tidak dikasi uang oleh penumpang angkot apa tindakan kalian lakukan ?
Iah kalau tidak diberi uang terkadang iah diam saja dan membuat muka memelas kasihan agar diberi uang, dan terkadang mau juga menyoraki angkotnya.
48
Apakah defenisi anak jalanan dan apakah sama sebutan utk anak jalanan bagi Dinas Sosial, atau ada bahasaistilah lain utk menyebutkan anak jalananan ?
Tidak ada penyebutan khusus bagi penyebutan bagi anak jalanan, tetap saja dipanggil anak jalanan
49
48
Wawancara dengan Johannes Sihombing, anak ke 4 dari 5 bersaudara
Apakah peran dan fungsi Dinas Sosial dalam menanggulangi anak jalanan ? Bersifat pembinaan dan penertiban untuk dibina
dipanti dibawah Kesejahteraan Sosial Provinsi. Dibina dalam bentuk mengadakan pelatihan-pelatihan sosialisasi, membuat anyaman dari rotan, sablon, keranjang
parsel, aksesoris. Apa faktor yang menyebabkan anak jalanan turun ke jalan ?1.faktor Kemiskinan ekonomi : umumnya anak jalanan dari keluarga yang tidak
mampu Faktor dalam Keluarga : terkadang tidak sedikit dari mereka terjun kejalan karena dorongan orang tua, orang tua yang menggerakkan untuk meminta-minta
dijalan dan di lampu merah serta di persimpangan,Apa sajakah kegiatan anak jalanan selama dijalan ? 1. Mengemis, 2. meminta-minta, 3. Terkadang berjudi
dengan sesama mereka, 4. Mengelem 5. Berpura-pura sakit parah sebenarnya tidak sakit dan 6. Tidur dirumah-rumah warga atau ruko-ruko Bagaimana
pemerintah dinas sosial menanggapi keresahan masyarakat yang ditimbulkan
49
Wawancara Zailun Kepala Bidang Dinas Sosial Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
oleh kenakalan anak jalanan ? Kebanyakan masyarakat tidak menerima kehadiran mereka, masyarakat merasa resah dengan adanya anak jalanan tersebut.
Masyarakat mendukung penuh pemerintah dalam hal ini Dinas Sosial untuk menjaring anak jalan tersebut bahkan memberi tahu dan memberi petunjuk
kepada petugas dilapangan keberadaan mereka. Ada beberapa dari anak jalanan tersebut apabila tidak diberi uang mereka akan menggoreskan mobil masyarakat
tersebut. Apakah anak jalanan tersebut masih menjalani pendidikan formal ?
Hampir berimbang, ketika ditangkap dan ditanya oleh petugas ada yang masih menjalani sekolah dan ada juga yang sudah putus sekolah dengan alasan dan latar
belakang yang berbeda-beda pula. Anak jalanan yang masih sekolah terjun kelapangan sesudah pulang sekolah dengan alasan untuk membantu ekonomi
keluarga dan uangnya dapat dipergunakan untuk keperluan sekolah, untuk ditabung, terkadang anak jalanan yang masih sekolah tersebut mau cabut dari
sekolah dan lebih suka dijalan, karena dengan gampang dapat mendapatkan uang, tidak seperti disekolah menghabiskan uang. Sedangkan anak jalanan yang sudah
putus sekolah mereka penuh seharian berada di jalan dengan alasan yang hampir sama dengan anak jalanan yang sekolah. Penghasilan mereka didapat seharian
hampir Rp 50.000 bahkan lebih ketika hari raya besar atau moment-moment tertentu. Berasal dari manakah penduduk asli anak jalanan di Kota Medan ?
Jawab : Pada umumnya anak jalan yang berada di Kota Medan bukanlah asli penduduk kota medan, melainkan dari daerah luar kota medan, seperti Deli
Serdang, Binjai, Tebing Tinggi, Sibolga, dll. Bagaimana anak jalanan dapat
Universitas Sumatera Utara
bertahan hidup ? 1. Membangun solidaritas kelompok 2. Menyembunyikan identitas seperti menggunakan nama samaran agar tidak mudah ditemukan pihak
lawan 3. Mengarang cerita untuk bertahan 4. Mengkonsumsi makanan sisa supaya bisa survive.
Apa yang sudah dilakukan strategi dinas sosial dalam upaya penanggulangan masalah kenakalan anak jalanan ? Tidak ada strategi khusus
dalam melakukan penanggulanagan anak jalanan, dinas sosial telah bekerja sama dengan beberapa pihak, diantaranya : Kepolisian, Satpol PP, Camat, Lurah, Dinas
Sosial Provinsi, Dinas Pendidikan, LSM, dll. Membuat kreativitas anak jalanan tersebut, seperti : kerajinan tangan, keterampilan. Dibina dalam bentuk
mengadakan pelatihan-pelatihan sosialisasi, membuat anyaman dari rotan, sablon, keranjang parsel, aksesoris. Pencegahan tidak memusuhi anak jalanan tersebut.
Apakah hambatan yang ditemukan ketika melakukan penanggulangan anak jalanan tersebut ? 1. Kejar-kejaran dengan anak jalanan tersebut 2. Ketika
ditangkap dan diberi pelatihan sesudah selesai menjalani hukuman anak jalanan tersebut kembali kejalan untuk meminta-minta dan mengemis kembali. 3.
mengelabuhi petugas dilapangan dengan cara bersembunyi dikolong-kolong jembatan 4. Tidak adanya rumah panti khusus dinas sosial kota medan, melainkan
hanya punya Dinas Sosial Provinsi yaitu Kesejahteraan Sosial.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN