BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perilaku pemilih adalah tindakan para pemilih dalam memberikan suaranya pada saat pemilihan umum. Studi perilaku pemilih dimaksudkan sebagai
suatu studi yang memusatkan diri pada bidang yang menggeluti kebiasaan atau kecenderungan rakyat dalam pemilihan umum, serta latar belakang mengapa
mereka melakukan pilihan itu. Faktor-faktor seperti agama, suku, ikatan emosional pada seorang calon atau partai politik, ataupun isu-isu politik dan
kandidat masih menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan pilihan. Berangkat dari pernyataan diatas, masyarakat Batak Toba juga memiliki
kebiasaan atau kecenderungan yang sama dalam memilih seorang pemimpin. Etnis Batak Toba dalam memilih seorang pemimpin masih dipengaruhi oleh sisa-
sisa kebiasaan lama. Ada istilah bagi orang Batak Toba yang menyatakan “ Dang tumagonan tu halak adong do di hita” buat apa memilih orang lain kalau masih
ada dari kita sendiri. Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa Faktor kesamaan suku masih menjadi faktor utama bagi orang Batak Toba dalam
memilih pemimpin. Dalam kehidupan bermasyarakat, dasar fundamental yang mengatur
hubungan sosial orang Batak Toba ialah marga. Sistem hubungan ditentukan oleh kedudukan dalam struktur sosial dalihan na tolu tungku berkaki tiga yang terdiri
dari tiga unsur pendukung yaitu pemberi istri hulahula, saudara semarga
Universitas Sumatera Utara
dongan tubu, dan penerima istri boru. Hubungan diperlihatkan dengan memperlihatkan silsilah dan analogi marga yang didasarkan pada relasi kerabat
dekat yang lain, baik dalam hubungan internal maupun eksternal.
16
Di dalam hubungan sosial, marga adalah unsur dasar yang menentukan hubungan sosial. Setelah saling memberitahukan marga, masing-masing
mengingat latar belakang silsilah dan analogi internal dan eksternal. Latar belakang silsilah dan analogi itu antara lain tingkatan kedudukan dalam silsilah.
Dengan cara ini orang Batak Toba dapat menentukan refrensi panggilan apakah orang itu kedudukannya sebagai adik atau abang, bapak tua atau bapak muda,
saudara perempuan ito dan yang lainnya.
17
Namun seiring dengan kemajuan zaman kearah informasi yang bisa mengakibatkan terjadinya perubahan sosial budaya akibat perkembangan dari
masyarakat dan masuknya budaya dari luar, perilaku pemilih juga bisa jadi semakin sulit ditebak dan dibaca. Faktor-faktor kebiasaan lama seperti yang
Untuk lebih mengenal antara yang satu dengan yang lainnya dan menambah keakraban di antara mereka maka orang
Batak akan membentuk suatu perkumpulan yang anggotanya terdiri-dari marga yang sama. Jadi tidak mengherankan apabila jika kita melihat bahwa organisasi
yang berkembang di masyarakat Batak Toba adalah organisasi yang terdiri dari perkumpulan marga-marga. Biasanya jika ada orang Batak Toba ingin
mencalonkan diri menjadi pemimpin, maka langkah pertama yang akan dilakukannya adalah meminta dukungan dari perkumpulan marga-marganya.
16
Bungaran Antonius Simanjuntak, Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak Toba. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009 hal. 111
17
Ibid, hal 111
Universitas Sumatera Utara
terjadi di masyarakat Batak Toba bisa jadi tidak lagi menjadi faktor yang berperan dalam menentukan pilihan.
Sulitnya menebak atau membaca perilaku pemilih masyarakat saat ini dapat kita lihat dari hasil pemilihan umum legislatif 2009 lalu. Jika pada pemilu-
pemilu sebelumnya, partai-partai politik seperti PDIP dan Partai Golkar selalu mendominasi maka pada pemilu legislatif 2009 lalu Partai Demokrat muncul
sebagai pemenang di sebagian besar daerah di Indonesia, baik itu di tingkat pusat, daerah tingkat I dan II. Padahal Partai Demokrat masih tergolong partai baru
berdiri tahun 2001. Artinya pemilihan umum legislatif 2009 adalah keikutsertaan Partai Demokrat yang kedua dalam pemilihan umum. Hal ini tentu
dapat menggambarkan bahwa perilaku pemilih masyarakat kita semakin sulit untuk dibaca dan ditebak.
Untuk itulah kemudian penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang perilaku pemilih. Pasti ada banyak faktor yang berperan dalam
membentuk atau mempengaruhi perilaku pemilih masyarakat. Untuk itu, dalam penelitian ini, penulis memfokuskan penelitian tentang “Peranan Organisasi
Masyarakat Batak Toba Dalam Pembentukan Perilaku Pemilih Pada Pemilihan Umum Legislatif 2009”. Dalam arti, penulis ingin melihat seberapa jauh
organisasi ini masih berperan dalam mempengaruhi perilaku pemilih anggotanya dan bagaimana pola perilaku pemilih organisasi tersebut.
Melihat begitu banyaknya jumlah organisasi masyarakat yang berkembang di Suku Batak Toba maka penulis memilih salah satu dari organisasi yang ada di
suku Batak Toba. Adapun organisasi masyarakat Batak Toba yang dijadikan objek
Universitas Sumatera Utara
penelitian adalah Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna PSSSIB kota Pematangsiantar. Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot
Boru PSSSI B kota Pematangsiantar dipilih karena Organisasi ini merupakan salah satu organisasi masyarakat Batak Toba terbesar di kota Pematangsiantar
dengan jumlah anggota mencapai 2386 kepala keluarga.
18
18
Hasil wawancara dengan Marisius Simanjuntak selaku Sekretaris Umum Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina PSSSI kota Pematangsiantar pada tanggal 2 Juni 2010 di Kota Pematangsiantar
Tentu jumlah ini merupakan sasaran yang begitu potensial bagi partai politik atau seorang calon
legislatif untuk mendulang suara. Jadi, tak mengherankan jika seorang calon legislatif atau Partai Politik berlomba-lomba untuk meminta dukungan dari
organisasi ini. Bahkan bukan dari marga simanjuntak saja, calon legislatif dari suku lain pun ada yang meminta dukungan terhadap organisasi ini.
Pemilihan umum legislatif 2009 dipilih penulis sebagai objek penelitian karena pada Pemilihan Umum legislatif 2009 lalu banyak terdapat anggota
punguanorganisasi yang mencalonkan menjadi anggota legislatif 2009. Tentu hal ini akan memudahkan peneliti untuk melihat bagaimana perilaku pemilih anggota
organisasi ini apakah masih mempertahankan tradisi lama dalam menentukan pilihannya dalam arti akan tetap memilih anggota organisasi yang mencalonkan
diri menjadi calon legislatif atau yang satu marga dengannya atau ada faktor lain yang mempengaruhi mereka dalam menentukan pilihannya. Apalagi Sistem
pemilihan umum anggota legislatif tahun 2009 di Indonesia menggunakan sistem proporsional terbuka, artinya masyarakat langsung memilih calon anggota
legislatif yang dicalonkan partai
Universitas Sumatera Utara
Berbeda dengan pemilihan umum sebelumnya, dalam pemilihan umum legislatif kali ini sudah dimodifikasi ulang, dimana penentuan calon legislatif
terpilih didasarkan pada suara terbanyak bukan berdasarkan nomor urut seperti pada pemilihan umum legislatif sebelumnya. Hal ini tercantum dalam UU No.10
tahun 2008 tentang pemilihan umum legislatif. Selain itu, Parliamentary Threshold juga diberlakukan sebagai ketentuan batas minimal yang harus
dipenuhi Partai Politik untuk bisa menempatkan calon legislatifnya di parlemen. Partai Politik yang tidak memperoleh suara minimal 2,5 tak berhak mempunyai
perwakilan di DPR. Sehingga suara yang telah diperoleh oleh partai politik tersebut dianggap hangus karena suara-suara yang mereka peroleh tersebut akan
di masukkan kepada partai-partai yang masuk dalam ambang batas minimum Parliamentary threshold.
Dengan adanya ketentuan ini, tentu Partai politik akan berlomba-lomba untuk menjaring suara sebanyak-banyaknya agar dapat memenuhi ambang batas
minimum Parliamentary threshold. Tentu ini akan membuka kompetisi menjadi lebih terbuka dan lebih ketat bukan hanya antara partai politik tetapi juga antara
calon legislatif dari partai politik yang sama karena penentuan dilakukan berdasarkan suara terbanyak. Dalam alam demokrasi, persaingan dalam dunia
politik merupakan suatu hal yang tak bisa dihindari. Untuk mencapai jenjang tertentu dalam dunia politik, seseorang atau sebuah kelompok harus bersaing
dengan pihak lain. Bahkan kadang-kadang persaingan ini harus pula disertai kekerasan dan kecurangan. Konsep persaingan ini juga perlu disadari oleh pihak-
pihak yang terlibat dalam dunia politik. Konsep persaingan dalam dunia politik itu
Universitas Sumatera Utara
sendiri bermata dua.
19
19
Firmanzah, Mengelola Partai Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007, hal 123
Di satu sisi, persaingan akan meningkatkan kinerja politik masing-masing pihak yang berada di dalamnya. Namun, di sisi lain, persaingan
yang sangat tinggi bisa juga merugikan. Hal ini terjadi ketika masing-masing peserta politik berusaha menghalalkan semua cara at all costs guna
memenangkan persaingan. Menjelang pemilihan umum, Partai Politik ataupun calon legislatif pasti
sudah mengatur strategi kampanyenya guna mendapatkan dukungan dari masyarakat. Ada banyak cara yang dilakukan oleh partai politik maupun calon
anggota legislatif untuk menarik simpati masyarakat agar menjatuhkan pilihannya pada partai politik atau calon anggota legislatif yang bersangkutan. Seorang calon
anggota legislatif ataupun partai politik itu sendiri pasti sudah memiliki sasaran pemilih yang menjadi target utamanya untuk mendulang suara. Ada partai politik
ataupun calon anggota legislatif yang menargetkan pemilih pemula sebagai sasaran utama untuk mendulang suara, ada juga yang memilih kelompok agama,
suku, kelompok masyarakat, ataupun teman yang seprofesi sebagai bidikan utama. Membaca perilaku pemilih menjadi faktor penting yang perlu diamati
terutama oleh seorang calon legislatif dan partai politik untuk menjaring suara sebanyak-banyaknya. Dengan memahami terlebih dahulu perilaku pemilih yang
dalam hal ini adalah masyarakat, maka akan memudahkan seorang calon legislatif atau partai politik untuk menjalankan strateginya untuk menarik simpati rakyat
agar menjatuhkan pilihan kepada calon legislatif atau partai politik yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Lokasi penelitian akan dilaksanakan di kota Pematangsiantar. Penulis memilih daerah ini, karena organisasi masyarakat Batak Toba cukup berkembang
dengan baik di daerah ini seperti halnya Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina yang masih tetap eksis meski sudah berusia 64 tahun.
1.2. Rumusan Masalah