Peranan Organisasi Masyarakat Batak Toba Terhadap Pembentukan Perilaku Pemilih Pada Pemilihan Umum Legislatif 2009 (Studi Kasus: Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B) Kota Pematangsiantar

(1)

PERANAN ORGANISASI MASYARAKAT BATAK TOBA

TERHADAP PEMBENTUKAN PERILAKU PEMILIH PADA

PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2009

(Studi Kasus : Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B) Kota Pematang Siantar )

D I S U S U N OLEH :

NAMA : BRANDO SINURAT

NIM : 060906066 Dosen Pembimbing : Warjio, SS, MA

Dosen Pembaca : Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si

DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, kasih dan rahmat yang telah diberikannya sehingga saya dapat meneyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi saya ini adalah Membahas tentang Peranan Organisasi Masyarakat Batak Toba Terhadap Pembentukan Perilaku Pemilih dengan studi kasus adalah Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B) Kota Pematangsiantar.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna baik dari segi penyampaian isi maupun pembahasan masalah. Untuk itu penulis mengharapkan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.

Dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak mendapat dukungan, bimbingan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkait. Semoga skripsi saya ini bermanfaat untuk semua pihak yang membacanya

Medan, 8 September 2010 Penulis


(3)

Abstrak

Perilaku pemilih adalah tindakan para pemilih dalam memberikan suaranya pada saat pemilihan umum. Studi perilaku pemilih dimaksudkan sebagai suatu studi yang memusatkan diri pada bidang yang menggeluti kebiasaan atau kecenderungan rakyat dalam pemilihan umum, serta latar belakang mengapa mereka melakukan pilihan itu. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menentukan pilihannya dalam pemilihan umum antara lain agama, suku, ataupun organisasi kemasyarakatan yang berkembang di daerahnya.

Dalam skripsi ini penulis membahas mengenai Peranan Organisasi Masyarakat Batak Toba Dalam Membentuk Perilaku Pemilih (studi kasus : Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna Kota Pematangsiantar). Dalam menentukan sampel, penulis menggunakan rumus Taro Yamane,dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90%. Populasi diambil dari jumlah anggota Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina yang berjumlah 2386 kepala keluarga. Dari rumus tersebut maka didapat jumlah sampel sebesar 96 orang.

Teknik analisa data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis data kualitatif dengan menggunakan sistem table tunggal, dimana jenis analisa data seperti ini banyak dipergunakan dalam jenis penelitian deskriptif, yakni suatu metode lebih didasarkan kepada pemberian gambaran yang terperinci dan metode penelitian seperti ini lebih mengutamakan penghayatan dan berusaha memahami suatu peristiwa dalam situasi tertentu menurut pandangan peneliti. Kemudian data yang ada dikelompokkan dan disajikan dalam bentuk table-tabel dan uraian. Dalam hal ini penulis hanya menganalisa dengan cara menggambarkan data yang diperoleh dengan mengadakan atau member interpretasi.


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

ABSTRAK ...ii

DAFTAR ISI ...iii

DAFTAR TABEL ...vi

BAB I PENDAHULUAN ...1

I.1. LATAR BELAKANG ...1

I.2. RUMUSAN MASALAH ...7

I.3. TUJUAN PENELITIAN ...8

I.4. MANFAAT PENELITIAN ...8

I.5. KERANGKA TEORI I.5.1. Organisasi ...9

I.5.1.1 Karakteristik Organisasi ...10

I.5.1.2 Arti Penting Organisasi ...13

I.5.1.3 Alasan Berdirinya Organisasi ...13

I.5.2. Perilaku Pemilih...14

I. 5.2.1. Pendekatan Sosiologis ...14

I.5.2.2. Pendekatan Psikologis ... 15

I.5.2.3. Pendekatan Rasional ... 16

I.5.3. Pemilihan Umum ... 21

I. 5.3.1. Sistem Pemilihan Umum ... 23

I. 5.3.2 Pemilu Legislatif ... 26


(5)

I.6. METODE PENELITIAN

I.6.1. Jenis penelitian ... 29

I.6.2. Lokasi Penelitian ... 30

I.6.3. Populasi dan Sampel ... 30

I.6.4. Teknik Pengumpulan Data ... 31

I.6.5. Teknik Analisa Data ... 32

I.7. SITEMATIKA PENULISAN ... 33

BAB II Deskripsi Orgainasasi Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B) Kota Pematangsiantar II.1 Sejarah Berdirinya PSSSI&B ...34

II.2 Deskripsi PSSSI&B ...35

II.3 Dasar dan Tujuan Dibentuknya PSSSI&B ...36

II.3.1 Kepengurusan dan Keanggotaam ...38

II.3.2 Hak dan Kewajiban Anggota ...40

II.4 Hubungan Dengan Organisasi Lain ...41

II.5 Struktur Kepengurusan ...42

II.6 Lambang Organisasi ...45

BAB III Penyajian dan Analisa Data III.1 Penyajian Data ...46

III.2 Identitas Responden ...46

BAB IV Penutup IV.1 Kesimpulan ...76


(6)

IV.2 Saran ...78


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Distribusi responden berdasarkan umur ...46

Tabel 2: Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin...47

Tabel 3: Distribusi responden berdasarkan pendidikan terakhir ...48

Tabel 4: Distribusi responden berdasarkan pekerjaan ...49

Tabel 5: Distribusi jawaban responden tentang kapan bergabung menjadi Anggota PSSSI&B kota Pematangsiantar ...50

Tabel 6: Distribusi jawaban responden yang ikut dalam pemilihan umum legislatif pada tahun 2009 lalu ...51

Tabel 7: Distribusi jawaban responden yang pilihannya terpilih menjadi anggota legislatif pada pemilu legislatif tahun 2009 lalu ...51

Tabel 8: Distribusi jawaban responden tentang apakah pelaksanaan pemilu legislatif 2009 yang lalu sudah menampung aspirasi masyarakat ...52

Tabel 9: Distribusi jawaban responden tentang apakah dalam memilih lebih melihat ke-partai politiknya ...53

Tabel 10: Distribusi jawaban responden tentang apakah ada anggota PSSSI&B yang mencalonkan diri pada pemilihan umum legislative 2009 lalu ...54

Tabel 11: Distribusi jawaban responden tentang apakah ada anggota PSSSI&B yang meminta dukungan langsung kepada PSSSI&B dalam Pemilu...55

Tabel 12: Distribusi jawaban responden tentang apakah ada pengurus PSSSI&B yang menyarankan untuk memilih anggota PSSSI&B yang meminta dukungan pencalonan tersebut ...56

Tabel 13: Distribusi jawaban responden tentang tanggapan terhadap saran Memilih ...57

Tabel 14: Distribusi jawaban responden tentang berapa anggota PSSSI&B yang mencalonkan menjadi anggota legislatif 2009 yang lalu yang meminta dukungan kepada PSSSI&B ...58

Tabel 15: Distribusi jawaban responden tentang apakah bapak/ibu memilih salah satu dari anggota PSSSI&B yang mencalonkan tersebut ...59 Tabel 16: Distribusi jawaban responden tentang bagaimana mereka


(8)

menjatuhkan pilihannya ...60 Tabel 17: Distribusi jawaban responden tentang apakah ada anggota diluar

PSSSI&B yang mencalonkan calon legislatif meminta dukungan ...61 Tabel 18: Distribusi jawaban responden tentang bagaimana tanggapan

bapak/ibu ketika itu apakah memilihnya ketika pemilu egislatif 2009 yang lalu ...62 Tabel 19: Distribusi jawaban responden tentang apa yang menjadi alasan

bapak/ibu memilihnya ...63 Tabel 20: Distribusi jawaban responden tentang apakah faktor kesamaan etnis mempengaruhi bapak/ibu dalam menjatuhkan pilihannya pada

pemilih legislatif tahun 2009 lalu ...64 Tabel 21: Distribusi jawaban responden tentang apakah faktor agama

mempengaruhi bapak/ibu dalam menjatuhkan pilihannya pada

pemilih legislatif tahun 2009 lalu ...65 Tabel 22: Distribusi jawaban responden tentang apakah factor kesamaan marga mempengaruhi bapak/ibu dalam menjatuhkan pilihannya pada

pemilih legislatif tahun 2009 lalu ...66 Tabel 23: Distribusi jawaban responden tentang apakah sosok kepemimpinan mempengaruhi bapak/ibu dalam menjatuhkan pilihannya pada

pemilih legislatif tahun 2009 lalu ...67 Tabel 24: Distribusi jawaban responden tentang apakah responden memilih berdasarkan etnisitas dalam artian yang satu suku dengan

responden ...68 Tabel 25: Distribusi jawaban responden tentang apakah responden merasakan adanya politik uang...69 Tabel 26: Distribusi jawaban responden tentang apabila dalam pemilihan

legislatif 2009 yang lalu ada calon legislative yang member uang apa tindakan yang diambil ...70 Tabel 27: Distribusi jawaban responden tentang apakah responden yakin

anggota legislatif terpilih dapat memenuhi janjinya seperti yang


(9)

Tabel 28: Distribusi jawaban responden yang setuju apabila anggota

legislatifyang terpilih kembali terpilih pada periode berikutnya ...72 Tabel 29: Distribusi jawaban responden tentang apakah anggota terpilih sudah sesuai dengan keinginan responden...73 Tabel 30: Distribusi jawaban responden tentang apakah tradisi adat toba

tentang seorang pemimpin masih cocok untuk diterapkan ...74 Tabel 31: Distribusi jawaban responden tentang seorang pemimpin menurut budaya batak toba haruslah seorang laki-laki ...75


(10)

Abstrak

Perilaku pemilih adalah tindakan para pemilih dalam memberikan suaranya pada saat pemilihan umum. Studi perilaku pemilih dimaksudkan sebagai suatu studi yang memusatkan diri pada bidang yang menggeluti kebiasaan atau kecenderungan rakyat dalam pemilihan umum, serta latar belakang mengapa mereka melakukan pilihan itu. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menentukan pilihannya dalam pemilihan umum antara lain agama, suku, ataupun organisasi kemasyarakatan yang berkembang di daerahnya.

Dalam skripsi ini penulis membahas mengenai Peranan Organisasi Masyarakat Batak Toba Dalam Membentuk Perilaku Pemilih (studi kasus : Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna Kota Pematangsiantar). Dalam menentukan sampel, penulis menggunakan rumus Taro Yamane,dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90%. Populasi diambil dari jumlah anggota Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina yang berjumlah 2386 kepala keluarga. Dari rumus tersebut maka didapat jumlah sampel sebesar 96 orang.

Teknik analisa data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis data kualitatif dengan menggunakan sistem table tunggal, dimana jenis analisa data seperti ini banyak dipergunakan dalam jenis penelitian deskriptif, yakni suatu metode lebih didasarkan kepada pemberian gambaran yang terperinci dan metode penelitian seperti ini lebih mengutamakan penghayatan dan berusaha memahami suatu peristiwa dalam situasi tertentu menurut pandangan peneliti. Kemudian data yang ada dikelompokkan dan disajikan dalam bentuk table-tabel dan uraian. Dalam hal ini penulis hanya menganalisa dengan cara menggambarkan data yang diperoleh dengan mengadakan atau member interpretasi.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perilaku pemilih adalah tindakan para pemilih dalam memberikan suaranya pada saat pemilihan umum. Studi perilaku pemilih dimaksudkan sebagai suatu studi yang memusatkan diri pada bidang yang menggeluti kebiasaan atau kecenderungan rakyat dalam pemilihan umum, serta latar belakang mengapa mereka melakukan pilihan itu. Faktor-faktor seperti agama, suku, ikatan emosional pada seorang calon atau partai politik, ataupun isu-isu politik dan kandidat masih menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan pilihan.

Berangkat dari pernyataan diatas, masyarakat Batak Toba juga memiliki kebiasaan atau kecenderungan yang sama dalam memilih seorang pemimpin. Etnis Batak Toba dalam memilih seorang pemimpin masih dipengaruhi oleh sisa-sisa kebiasaan lama. Ada istilah bagi orang Batak Toba yang menyatakan “ Dang tumagonan tu halak adong do di hita” (buat apa memilih orang lain kalau masih ada dari kita sendiri). Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa Faktor kesamaan suku masih menjadi faktor utama bagi orang Batak Toba dalam memilih pemimpin.

Dalam kehidupan bermasyarakat, dasar fundamental yang mengatur hubungan sosial orang Batak Toba ialah marga. Sistem hubungan ditentukan oleh kedudukan dalam struktur sosial dalihan na tolu (tungku berkaki tiga) yang terdiri dari tiga unsur pendukung yaitu pemberi istri (hulahula), saudara semarga


(12)

(dongan tubu), dan penerima istri (boru). Hubungan diperlihatkan dengan memperlihatkan silsilah dan analogi marga yang didasarkan pada relasi kerabat dekat yang lain, baik dalam hubungan internal maupun eksternal.16

Di dalam hubungan sosial, marga adalah unsur dasar yang menentukan hubungan sosial. Setelah saling memberitahukan marga, masing-masing mengingat latar belakang silsilah dan analogi internal dan eksternal. Latar belakang silsilah dan analogi itu antara lain tingkatan kedudukan dalam silsilah. Dengan cara ini orang Batak Toba dapat menentukan refrensi panggilan apakah orang itu kedudukannya sebagai adik atau abang, bapak tua atau bapak muda, saudara perempuan (ito) dan yang lainnya.17

Namun seiring dengan kemajuan zaman kearah informasi yang bisa mengakibatkan terjadinya perubahan sosial budaya akibat perkembangan dari masyarakat dan masuknya budaya dari luar, perilaku pemilih juga bisa jadi semakin sulit ditebak dan dibaca. Faktor-faktor kebiasaan lama seperti yang Untuk lebih mengenal antara yang satu dengan yang lainnya dan menambah keakraban di antara mereka maka orang Batak akan membentuk suatu perkumpulan yang anggotanya terdiri-dari marga yang sama. Jadi tidak mengherankan apabila jika kita melihat bahwa organisasi yang berkembang di masyarakat Batak Toba adalah organisasi yang terdiri dari perkumpulan marga-marga. Biasanya jika ada orang Batak Toba ingin mencalonkan diri menjadi pemimpin, maka langkah pertama yang akan dilakukannya adalah meminta dukungan dari perkumpulan marga-marganya.

16

Bungaran Antonius Simanjuntak, Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak Toba. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009 hal. 111

17


(13)

terjadi di masyarakat Batak Toba bisa jadi tidak lagi menjadi faktor yang berperan dalam menentukan pilihan.

Sulitnya menebak atau membaca perilaku pemilih masyarakat saat ini dapat kita lihat dari hasil pemilihan umum legislatif 2009 lalu. Jika pada pemilu-pemilu sebelumnya, partai-partai politik seperti PDIP dan Partai Golkar selalu mendominasi maka pada pemilu legislatif 2009 lalu Partai Demokrat muncul sebagai pemenang di sebagian besar daerah di Indonesia, baik itu di tingkat pusat, daerah tingkat I dan II. Padahal Partai Demokrat masih tergolong partai baru (berdiri tahun 2001). Artinya pemilihan umum legislatif 2009 adalah keikutsertaan Partai Demokrat yang kedua dalam pemilihan umum. Hal ini tentu dapat menggambarkan bahwa perilaku pemilih masyarakat kita semakin sulit untuk dibaca dan ditebak.

Untuk itulah kemudian penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang perilaku pemilih. Pasti ada banyak faktor yang berperan dalam membentuk atau mempengaruhi perilaku pemilih masyarakat. Untuk itu, dalam penelitian ini, penulis memfokuskan penelitian tentang “Peranan Organisasi Masyarakat Batak Toba Dalam Pembentukan Perilaku Pemilih Pada Pemilihan Umum Legislatif 2009”. Dalam arti, penulis ingin melihat seberapa jauh organisasi ini masih berperan dalam mempengaruhi perilaku pemilih anggotanya dan bagaimana pola perilaku pemilih organisasi tersebut.

Melihat begitu banyaknya jumlah organisasi masyarakat yang berkembang di Suku Batak Toba maka penulis memilih salah satu dari organisasi yang ada di suku Batak Toba. Adapun organisasi masyarakat Batak Toba yang dijadikan objek


(14)

penelitian adalah Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B) kota Pematangsiantar. Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boru (PSSSI & B) kota Pematangsiantar dipilih karena Organisasi ini merupakan salah satu organisasi masyarakat Batak Toba terbesar di kota Pematangsiantar dengan jumlah anggota mencapai 2386 kepala keluarga.18

18

Hasil wawancara dengan Marisius Simanjuntak selaku Sekretaris Umum Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina (PSSSI) kota Pematangsiantar pada tanggal 2 Juni 2010 di Kota Pematangsiantar

Tentu jumlah ini merupakan sasaran yang begitu potensial bagi partai politik atau seorang calon legislatif untuk mendulang suara. Jadi, tak mengherankan jika seorang calon legislatif atau Partai Politik berlomba-lomba untuk meminta dukungan dari organisasi ini. Bahkan bukan dari marga simanjuntak saja, calon legislatif dari suku lain pun ada yang meminta dukungan terhadap organisasi ini.

Pemilihan umum legislatif 2009 dipilih penulis sebagai objek penelitian karena pada Pemilihan Umum legislatif 2009 lalu banyak terdapat anggota punguan/organisasi yang mencalonkan menjadi anggota legislatif 2009. Tentu hal ini akan memudahkan peneliti untuk melihat bagaimana perilaku pemilih anggota organisasi ini apakah masih mempertahankan tradisi lama dalam menentukan pilihannya ( dalam arti akan tetap memilih anggota organisasi yang mencalonkan diri menjadi calon legislatif atau yang satu marga dengannya ) atau ada faktor lain yang mempengaruhi mereka dalam menentukan pilihannya. Apalagi Sistem pemilihan umum anggota legislatif tahun 2009 di Indonesia menggunakan sistem proporsional terbuka, artinya masyarakat langsung memilih calon anggota legislatif yang dicalonkan partai


(15)

Berbeda dengan pemilihan umum sebelumnya, dalam pemilihan umum legislatif kali ini sudah dimodifikasi ulang, dimana penentuan calon legislatif terpilih didasarkan pada suara terbanyak bukan berdasarkan nomor urut seperti pada pemilihan umum legislatif sebelumnya. Hal ini tercantum dalam UU No.10 tahun 2008 tentang pemilihan umum legislatif. Selain itu, Parliamentary Threshold juga diberlakukan sebagai ketentuan batas minimal yang harus dipenuhi Partai Politik untuk bisa menempatkan calon legislatifnya di parlemen. Partai Politik yang tidak memperoleh suara minimal 2,5% tak berhak mempunyai perwakilan di DPR. Sehingga suara yang telah diperoleh oleh partai politik tersebut dianggap hangus karena suara-suara yang mereka peroleh tersebut akan di masukkan kepada partai-partai yang masuk dalam ambang batas minimum

Parliamentary threshold.

Dengan adanya ketentuan ini, tentu Partai politik akan berlomba-lomba untuk menjaring suara sebanyak-banyaknya agar dapat memenuhi ambang batas minimum Parliamentary threshold. Tentu ini akan membuka kompetisi menjadi lebih terbuka dan lebih ketat bukan hanya antara partai politik tetapi juga antara calon legislatif dari partai politik yang sama karena penentuan dilakukan berdasarkan suara terbanyak. Dalam alam demokrasi, persaingan dalam dunia politik merupakan suatu hal yang tak bisa dihindari. Untuk mencapai jenjang tertentu dalam dunia politik, seseorang atau sebuah kelompok harus bersaing dengan pihak lain. Bahkan kadang-kadang persaingan ini harus pula disertai kekerasan dan kecurangan. Konsep persaingan ini juga perlu disadari oleh pihak-pihak yang terlibat dalam dunia politik. Konsep persaingan dalam dunia politik itu


(16)

sendiri bermata dua.19

19

Firmanzah, Mengelola Partai Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007, hal 123

Di satu sisi, persaingan akan meningkatkan kinerja politik masing-masing pihak yang berada di dalamnya. Namun, di sisi lain, persaingan yang sangat tinggi bisa juga merugikan. Hal ini terjadi ketika masing-masing peserta politik berusaha menghalalkan semua cara (at all costs) guna memenangkan persaingan.

Menjelang pemilihan umum, Partai Politik ataupun calon legislatif pasti sudah mengatur strategi kampanyenya guna mendapatkan dukungan dari masyarakat. Ada banyak cara yang dilakukan oleh partai politik maupun calon anggota legislatif untuk menarik simpati masyarakat agar menjatuhkan pilihannya pada partai politik atau calon anggota legislatif yang bersangkutan. Seorang calon anggota legislatif ataupun partai politik itu sendiri pasti sudah memiliki sasaran pemilih yang menjadi target utamanya untuk mendulang suara. Ada partai politik ataupun calon anggota legislatif yang menargetkan pemilih pemula sebagai sasaran utama untuk mendulang suara, ada juga yang memilih kelompok agama, suku, kelompok masyarakat, ataupun teman yang seprofesi sebagai bidikan utama.

Membaca perilaku pemilih menjadi faktor penting yang perlu diamati terutama oleh seorang calon legislatif dan partai politik untuk menjaring suara sebanyak-banyaknya. Dengan memahami terlebih dahulu perilaku pemilih yang dalam hal ini adalah masyarakat, maka akan memudahkan seorang calon legislatif atau partai politik untuk menjalankan strateginya untuk menarik simpati rakyat agar menjatuhkan pilihan kepada calon legislatif atau partai politik yang bersangkutan.


(17)

Lokasi penelitian akan dilaksanakan di kota Pematangsiantar. Penulis memilih daerah ini, karena organisasi masyarakat Batak Toba cukup berkembang dengan baik di daerah ini seperti halnya Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina yang masih tetap eksis meski sudah berusia 64 tahun.

1.2. Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penilitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah.20

Yang menjadi tujuan penulis dalam meneliti permasalahan ini adalah untuk menganalisa atau mengamati pola perilaku pemilih anggota organisasi masyarakat Batak Toba yang dalam hal ini adalah Punguan Simanjuntak Sitolu

Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah di atas, yang menjadi rumusan masalah adalah sejauh mana Organisasi Masyarakat Batak Toba dapat mempengaruhi perilaku pemilih anggotanya dalam Pemilu legislatif pada tahun 2009.

1.3. Tujuan Penelitian

20

Husani Usman dan Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Bumi Aksara, 2004, hal. 26


(18)

Sada Ina (PSSSI) kota Pematang siantar dalam Pemilu legislatif 2009 serta menganalisa apakah organisasi PSSSI ini cukup berperan dalam membentuk perilaku pemilih anggotanya.

1.4. Manfaat Penelitian

Sebagai sebuah karya ilmiah tentu penelitian itu memiliki banyak manfaat. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :

• Bagi penulis yaitu semakin memperkaya referensi yang ada dan menambah wawasan atau pengetahuan, pemahaman penulis tentang perilaku pemilih dan semakin melatih penulis dalam mengembangkan pemikirannya.Selain itu,juga melatih penulis dalam membuat atau menulis karya ilmiah

• Bagi organisasi masyarakat yang terkait dalam penelitian ini, yaitu PSSSI dapat menambah referensi dan dapat memahami serta melihat seberapa jauh pengaruh organisasi ini dalam membentuk perilaku pemilih anggotanya.

• Juga diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan yang ada,terutama bagi mahasiswa politik dan juga bagi siapa saja yang membaca penelitian yang mungkin tertarik dengan dunia politik.


(19)

1.5. Kerangka Teori

Sebelum melakukan penelitian lebih mendalam, seorang penulis perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih.21

Menurut FN Karliger, teori adalah sebuah konsep atau konstruksi yang berhubungan satu dengan yang lain,suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan yang sistematis dari fenomena.22

Organisasi menurut Stephen Robbins adalah:

1.5.1. Organisasi

23

Sejalan dengan definisi yang diutarakan oleh Robbins, David Cherrington juga memberikan definisi organisasi yang hampir sama yaitu:

“Unit sosial yang sengaja didirikan untuk jangka waktu yang relatif lama, beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja bersama-sama dan terkoordinasi, mempunyai pola kerja tertentu yang terstruktur, dan didirikan untuk mencapai tujuan bersama atau satu set tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.”

24

Yang dimaksud dengan tujuan bersama adalah adanya anggapan bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing anggota organisasi tidak berbeda “Organisasi adalah sistem sosial yang mempunyai pola kerja teratur yang didirikan oleh manusia dan beranggotakan sekelompok manusia dalam rangka untuk mencapai satu set tujuan tertentu”

21

Hadiri Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1955, hal.40

22

Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam teori dan Praktek, Jakarta:Reineka Cipta, 1997, hal 20.

23

Achmad Sobirin, Budaya Organisasi,Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, 2007, hal 5


(20)

dengan tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi itu sendiri. Anggapan ini didasarkan pada asumsi bahwa tujuan didirikan organisasi adalah agar para anggotanya bisa mencapai tujuan yang dikehendaki. Oleh karenanya selama mereka masih mau bergabung dengan organisasi berarti mereka juga mau saling membantu dalam mencapai tujuan masing-masing. Keinginan saling membantu dalam mencapai tujuan itulah yang disebut tujuan bersama

1.5.1.1. Karakteristik Organisasi

Organisasi pada dasarnya mempunyai lima karakteristik utama yaitu 1.Unit/entitas sosial

Organisasi adalah rekayasa sosial hasil karya cipta manusia yang bersifat tidak kasat mata dan abstrak sehingga organisasi sering disebut sebagai artificial being. Karena sifatnya tersebut, organisasi dengan demikian lebih merupakan realitas sosial ketimbang realitas fisik. Meski bukan sebagai realitas fisik, bukan berarti bahwa organisasi tidak membutuhkan fasilitas fisik. Fasilitas fisik seperti gedung, peralatan kantor maupun mesin-mesin masih tetap dibutuhkan (meski tidak harus dimiliki) karena dengan fasilitas fisik inilah sebuah organisasi bisa melakukan kegiatannya. Disamping itu dari fasilitas fisik ini pula orang luar mudah mengenali adanya entitas sosial.

Sebagai entitas sosial, organisasi umumnya didirikan untuk jangka waktu yang relative lama bisa berumur puluhan tahun atau ratusan tahun bahkan bisa mencapai waktu yang tidak terbatas. Keberadaan sebuah organisasi tidak terkait

24


(21)

dengan masih ada atau tidaknya pendiri organisasi tersebut. Meskipun kadang berumur puluhan atau ratusan tahun dan tidak terbatas, organisasi kadang-kadang sengaja didirikan untuk jangka waktu tertentu dan dengan sendirinya bubar atau dibubarkan setelah kegiatan yang berkaitan dengan pendirian organisasi tersebut berakhir.

2. Beranggotakan minimal dua orang

Bisa Sebagai hasil karya cipta manusia, organisasi bisa didirikan oleh seseorang yang mempunyai kemampuan, pengetahuan dan sarana lainnya. Kadang-kadang juga didirikan oleh dua orang atau lebih yang sepakat dan mempunyai ide yang sama untuk mendirikan organisasi. Unsur utama organisasi adalah manusia. Sebab tanpa keterlibatan unsure manusia sebuah entitas sosial tidak bisa dikatakan sebagai organisasi. Namun, untuk dikatakan sebagai organisasi, seseorang tidak bisa bekerja sendirian misalnya hanya dibantu mesin-mesin tetapi harus melibatkan orang lain yang bisa saling bekerja sama, melakukan pembagian kerja dan agar dapat spesialisasi dalam pekerjaan.

3. Berpola kerja yang terstruktur

Berkumpulnya dua orang atau lebih belum dikatakan sebagai organisasi manakala mereka tidak terkoordinasi dan tidak mempunyai pola kerja yang terstruktur. Tanpa koordinasi dan pola kerja yang terstruktur, kumpulan dua orang atau lebih hanyalah sekedar kumpulan bukan organisasi

4. Mempunyai tujuan

Organisasi didirikan bukan untuk siapa-siapa dan bukan tanpa tujuan. Manusia adalah pihak yang paling berkepentingan terhadap didirikannya sebuah


(22)

organisasi. Organisasi didirikan karena manusia sebagai mahluk sosial, sukar untuk mencapai tujuan individualnya jika segala sesuatunya harus dikerjakan sendiri. Artinya, tujuan didirikannya sebuah organisasi adalah agar sekelompok manusia yang bekerja dalam satu ikatan kerja lebih mudah mencapai tujuannya ketimbang mereka harus bekerja sendiri-sendiri.

Dalam hal ini harus dipahami bahwa meski ada kerjasama di antara kelompok orang dalam satu ikatan kerja tetapi tidak bisa diinterpretasikan bahwa tujuan mereka sama. Ada kemungkinan tujuan masing-masing individu tersebut berbeda, tetapi kesediaan mereka berada dan bergabung dalam sebuah organisasi menunjukkan atau dianggap, bahwa mereka mempunyai kesepakatan untuk saling membantu dalam mencapai satu set tujuan masing-masing individu (tujuan anggota organisasi) maupun tujuan organisasi itu sendiri (tujuan para pendiri organisasi)

5. Mempunyai identitas diri

Jika sekelompok manusia diorganisir untuk melakukan kegiatan maka jadilah sekelompok manusia yang berbeda dengan entitas sosial lainnya. Perbedaan entitas sosial dengan entitas lainnya sulit untuk ditengarai karena beberapa alasan. Pertama, sifat organisasi yang tidak kasat mata dan abstrak menyulitkan orang untuk melihat atau menyentuh organisasi. Kedua, organisasi sebagai subsistem dari sistem sosial yang lebih besar memungkinkan para anggotanya saling berinteraksi dengan anggota masyarakat di luar organisasi. Ketiga, sering terjadi bahwa seseorang menjadi anggota lebih dari suatu organisasi


(23)

sehingga batasan organisasi seolah-olah menjadi kabur kalau batasan tersebut hanya dilihat dari keanggotaan seseorang.25

1. Alasan mengapa organisasi eksis

1.5.1.2. Arti Penting Organisasi Bagi Manusia

Arti penting organisasi bagi manusia didasari bahwa manusia pada dasarnya tidak bisa memenuhi semua keinginannya secara mandiri. Ia membutuhkan orang lain untuk membantu memenuhi keinginan tersebut. Kondisi inilah yang menjadi pendorong berdiri dan tumbuhnya organisasi di sekitar kita. Akibatnya, manusia tidak saja menjadi mahluk sosial tapi juga menjadi masyarakat organisasi-masyarakat yang tidak bisa hidup tanpa organisasi. Cahrles Perrow sebagaimana dikutip oleh Richard Daft, mengatakan bahwa organisasi yang berdiri dan tumbuh disekitar kita mempunyai dampak langsung terhadap kehidupan politik, kelas sosial dan kehidupan keluarga.

Peranan organisasi bagi kehidupan manusia dapat dijelaskan dari pernyataan-pernyataan berikut ini:

2. Kegiatan apa yang dilakukan organisasi

3. Pihak-pihak mana yang berkepentingan terhadap organisasi26

1.5.1.3. Alasan Berdirinya Organisasi

1. Meningkatkan spesialisasi dan melakukan pembagian kerja 2. Menggunakan teknologi tinggi

25


(24)

3. Mengelola lingkungan eksternal lebih baik 4. Meminimalkan biaya transaksi

5. Menggunakan kekuasaan dan pengendalian dalam meningkatkan kinerja27

1.5.2. Perilaku Pemilih

Menurut Ramlan Surbakti perilaku pemilih adalah :

“aktivitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih (to vote or not to vote) di dalam suatu pemilihan umum (pilkada secara langsung). Bila voters memutuskan untuk memilih (to vote) maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu”.28

Pendekatan sosiologis sebenarnya berasal dari Eropa kemudian dikembangkan di Amerika Serikat oleh ilmuwan sosial yang memiliki latar belakang pendidikan Eropa. Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Pengelompokan sosial seperti usia (tua-muda), jenis kelamin (laki-perempuan), agama, kelas sosial, organisasi

Bentuk-bentuk perilaku pemilih dalam hal ini dapat berupa keikutsertaan masyarakat dalam kampanye, keikutsertaan masyarakat dalam partai politik dan juga puncaknya keikutsertaan masyarakat dalam pemungutan suara (vote).

Penjelasan mengenai perilaku pemilih ( voting behavior ) didasarkan pada tiga model atau pendekatan yaitu :

1.5.2.1. Pendekatan Sosiologis

26


(25)

agama, atau organisasi kemasyarakatan dan semacamnya dianggap memiliki peranan di dalam menentukan pilihan-pilihan politiknya.29

27

Ibid, haL 14

28

Ramlan Surbakti, Partai,Pemilih dan Demokrasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997, hal 170

29

Tim Peneliti FISIP UMM, Perilaku Partai Politik. Malang: UMM Press, 2006, hal 23

Untuk itu, pemahaman terhadap pengelompokan sosial baik secara formal, seperti kelompok keagamaan, organisasi masyarakat, organisasi profesi maupun pengelompokan informal seperti keluarga, pertemanan, ataupun kelompok kecil lainnya akan sangat berguna bagi penjelasan perilaku pemilih seseorang. Pengelompokan ini memiliki peranan besar dalam membentuk sikap,persepsi,dan orientasi seseorang, yang nantinya sebagai dasar atau preferensi dalam menentukan pilihan politiknya.

1.5.2.2. Pendekatan Psikologis

Pendekatan psikologis merupakan fenomena Amerika Serikat karena dikembangkan sepenuhnya di Amerika Serikat melalui melalui Survey Research Center di Universitas Michigan. Munculnya pendekatan ini merupakan reaksi atas ketidakpuasan beberapa ilmuwan politik terhadap pendekatan sosiologis. Beberapa ilmuwan yang menganut pendekatan psikologis ini menganggap pendekatan sosiologis secara metodologis sulit dilaksanakan, terutama dalam aspek pengukurannya. Misalnya, bagaimana mengukur secara tepat sejumlah indikator kelas sosial, kelompok primer atau sekunder, kelompok agama, organisasi masyarakat dan sebagainya. Apakah variabel tersebut benar-benar memberikan sumbangan pada perilaku pemilih.


(26)

Menurut pendekatan ini, perilaku pemilih ditentukan oleh kekuatan psikologis yang berkembang dalam diri pemilih (voters) sebagai produk dari proses sosialisasi. Mereka menjelaskan bahwa sikap seseorang sebagai refleksi dari kepribadian seseorang merupakan variabel yang menentukan dalam mempengaruhi perilaku politiknya. Menurut Greenstein terdapat tiga alasan mengapa sikap sebagai variabel sentral untuk menjelaskan perilaku pemilih. Pertama, sikap merupakan fungsi kepentingan. Artinya, penilaian terhadap suatu obyek diberikan berdasarkan motivasi, minat, dan kepentingan orang tersebut. Kedua, sikap merupakan fungsi penyesuaian diri. Seseorang bersikap tertentu sesuai dengan kepentingan orang itu untuk sama atau tidak sama dengan tokoh yang diseganinya atau kelompok panutannya. Ketiga, sikap merupakan eksternalisasi dan pertahanan diri. Artinya, sikap seseorang itu merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan (defence mechanism) dan eksternalisasi diri sperti proyeksi, rasionalisasi, dan identifikasi.30

Pendekatan rasional sebenarnya diadopsi dari ilmu ekonomi. Mereka melihat adanya analogi antara pasar (ekonomi) dan perilaku pemilih (politik). Apabila secara ekonomi masyarakat dapat bertindak secara rasional yaitu mereka menekan ongkos sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, maka dalam perilaku politik pun masyarakat akan dapat bertindak

1.5.2.3. Pendekatan Rasional

30


(27)

secara rasional, yakni memberikan suara ke pasar yang dianggap mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan menekan kerugian.

Dalam konteks pilihan rasional, ketika pemilih merasa tidak mendapatkan faedah dengan memilih partai atau calon presiden yang tengah berkompetisi,ia tidak akan melakukan pilihan pada pemilu. Hal ini didasarkan pada kalkulasi ekonomi, di mana perhitungan biaya yang dikeluarkan lebih besar dengan apa yang didapatnya kelak. Maka jalan terbaik bagi pemilih adalah melakukan kegiatan atau aktivitas kesehariannya.

Pendekatan ini juga mengandaikan bahwa calon presiden, calon legislatif atau partai yang bertanding akan berupaya dan berusaha untuk mengemukakan berbagai program untuk menarik simpati dan keinginan pemilih memilih. Namun apabila patai ataupun calon presiden gagal mempromosikan programnya pada pemilih, maka pilihan untuk tidak memilih adalah rasional bagi pemilih. Oleh karena itu, pada pemilu 2008 sistem pemilihan diubah, dan mempersilakan rakyat untuk ikut andil memilih pasangan presiden yang mereka anggap dapat memberikan harapan. Layaknya seorang pembeli di pasar, pemilih melakukan pilihan dengan cermat bukan hanya dalam pemilihan presiden tetapi juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) baik tingkat I dan II, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). 31

31

Muhammad Asfar, Pemilu dan Perilaku pemilih 1955-2004. Jakarta : Pustaka Eureka, 2006, hal1.37


(28)

• Pemilih rasional yaitu pemilih dalam hal ini mengutamakan kemampuan partai politik atau calon peserta pemilu dengan program kerjanya, mereka melihat program kerja tersebut melalui kinerja partai atau kontestan dimasa lampau, dan tawaran program yang diberikan sang calon atau partai politik dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang terjadi. Pemilih jenis ini tidak begitu mementingkan ikatan ideologi kepada suatu partai politik atau seorang kontestan.

• Pemilu kritis dalam hal ini proses untuk menjadi pemilih ini bisa terjadi melalui 2 hal yaitu pertama, jenis pemilih yang menjadikan nilai ideologis sebagai pijakan untuk menentukan kepada partai atau kontestan pemilu mana mereka akan berpihak dan selanjutnya mereka akan mengkritisi kebijakan yang akan atau telah dilakukan dan yang kedua, bisa juga terjadi sebaliknya dimana pemilih tertarik dahulu dengan program kerja yang ditawarkan sebuah partai atau kontestan pemilu baru kemudian mencoba memahami nilai-nilai dan faham yang melatarbelakangi pembuatan sebuah kebijakan. Pemilu jenis ini adalah yang kritis, artinya mereka akan selalu menganalisis kaitan antara ideology partai dengan kebijakan yang dibuat.

• Pemilih Tradisional yaitu pemilih yang memiliki orientasi ideology yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai sesuatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai, asal-usul, paham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai


(29)

politik atau kontestan pemilu. Pemilih jenis ini sangat mudah dimobilisasi selama masa kampanye, pemilih jenis ini memiliki loyalitas yang tinggi.

• Pemilih skeptis adalah pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi yang cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau kontestan pemilu, pemilih ini juga tidak menjadikan sebuah kebijakan menjadi suatu hal yang penting. Kalaupun mereka berpartisipasi dalam pemilu, biasanya mereka melakukannya secara acak atau random. Mereka berkeyakinan bahwa siapapun yang menjadi pemenang dalam pemilu, hasilnya sama saja, tidak ada perubahan yang berarti yang dapat terjadi bagi kondisi daerah atau negara ini.

Perilaku politik, sebagaimana perilaku manusia pada umumnya, dapat dijelaskan melalui beberapa pendekatan. Jika kita melihat melalui pendekatan budaya politik dan pendekatan sosiologis, menyatakan bahwa pilihan politik seseorang sedikit banyak ditentukan oleh sejauh mana orientasi politik individu terhadap sistem politik secara keseluruhan termasuk di dalamnya partai politik, aktor,atau elit politik. Asumsi pendekatan budaya politik dan pendekatan sosiologis menyatakan bahwa orientasi seseorang terbentuk melalui keanggotaan pada berbagai tipe kelompok sosial. Luas sempitnya orientasi dan pemahaman seseorang ditentukan oleh ruang lingkup dari kelompok sosial dan/atau keagamaan yang dimasukinya. Dengan kata lain, seseorag yang hanya terlibat ke dalam keanggotaan kelompok primer, misalnya adat atau desa, akan memiliki orientasi yang lebih sempit ketimbang mereka yang terlibat ke dalam organisasi


(30)

yang lebih luas, misalnya partai politik. Pendekatan psikologis lebih melihat faktor kekuatan dari dalam diri individu sebagai faktor yang menentukan pilihan-pilihan politiknya. Kekuatan psikis tersebut terefleksikan ke dalam sikap-sikap dan kepribadian yang dibentuk melalui proses sosialisasi.

Terlepas dari beberapa pendekatan tersebut, Bambang Cipto (1999) dalam Indra Ismawan (1999:23) menjelaskan bahwa proses pengambilan keputusan pemilih dapat diperkirakan menurut tolak ukur tradisional yang meliputi tiga aspek penting, yakni :32

32

Tim Peneliti FISIP UMM,Op.Cit., hal 28

Faktor pertama, party identification (Identifikasi partai). Identifikasi partai merupakan perasaan terikat pada kelompok di mana ia menjadi anggota ataupun kelompok yang ia pilih. Identifikasi partai akan berkaitan dengan kesetiaan (loyalitas) dan ketidaksetiaan (volatilitas) dari massa suatu partai. Semakin tinggi identifikasi partai akan semakin menjamin loyalitas massa partai, sebaliknya semakin rendah identifikasi partai akan semakin rendah pula loyalitas massanya.

Di Indonesia, identifikasi partai agaknya sulit dijelaskan karena tidak ada satu partai politik pun yang memiliki massa pendukung yang jelas. Kalaupun ada hanya nampak latar belakang kelompok agamanya saja, Hal itu bukan termasuk cirri atau identifikasi partai tersebut. Yang ada justru massa mengambang(floating mass). Loyalitas massa pendukung partai akan berpengaruh terhadap kemenangan partai dalam pemilu. Oleh karena itu, setiap partai akan mengupayakan tetap terjaminnya loyalitas partai sekali pun dengan menggunakan politik uang (money politic).


(31)

Faktor penentu kedua adalah isu-isu di seputar kandidat dari suatu partai maupun isu-isu di seputar partai tersebut(Issues of candidate and party). Faktor ini nyata sekali berkaitan dengan merosotnya perolehan suara PDIP pada pemilu 2004. Jika dibandingkan dengan pemilu 1999, suara PDIP pada pemilu 2004 mengalami penurunan sekitar 15%. Menurut Riswanda Imawan dalam opininya di Harian Kompas (20/4/2004) disebabkan oleh disamping adanya protest voters terhadap PDIP dalam pemilu, juga adanya fenomena split voting (suara terbelah). Oleh beberapa pengamat, terbelahnya suara PDIP ini disinyalir sebagai akibat dari beberapa tokoh puncak PDIP yang beramai-ramai mendirikan Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) dan Partai Tanah Air Indonesia (PITA). Faktor ketiga yang ikut dalam menentukan pengambilan keputusan pemilih dalam menjatuhkan pilihannya adalah kepribadian, gaya hidup, dan performa dari partai maupun kandidat partai.

1.5.3. Pemilihan Umum (Pemilu)

Pemilu merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan demokrasi dan penentuan masa depan bangsa Indonesia. Pemilu didefinisikan sebagai suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Mulai dari presiden, wakil rakyat dari berbagai tingkat pemeintahan, sampai kepala desa. Pada pelaksanaan pemilu sesungguhnya merupakan tradisi politik dan manifestasi dianutnya paham demokrasi dalam sistem pemerintahan negara kita. Pemilu juga dapat diartikan sebagai suatu proses politik yang menjadi sarana ataupun wadah bagi masyarakat untuk memilih secara


(32)

langsung, baik itu badan legislatif maupun badan eksekutif. Sebuah kehidupan bangsa yang demokratis selalu dilandasi prinsip bahwa rakyatlah yang berdaulat sehingga berhak terlibat dalam aktivitas politik, walau disadari betul partisipasi rakyat secara penuh dalam seluruh proses politik mustahil dilakukan pada masa sekarang ini akibat dari lambannya proses perbaikan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat sehingga menimbulkan kejenuhan.

Di banyak negara demokrasi, pemilihan umum dianggap sebagai tolak ukur dari demokrasi sendiri. Hasil pemilu yang diselenggarakan dengan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat. Meskipun begitu, pemilu bukanlah satu-satunya tolak ukur dan perlu dilengkapi dengan pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat berkesinambungan seperti partisipai dalam kegiatan partai, lobby, dan lain-lain.33

Pemilu menurut Ali Murtopo34

Menurut Dr.Indria Samego, pemilihan umum disebut juga dengan

Political Market. Artinya bahwa pemilihan umum adalah pasar politik tempat individu/masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian

adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya dan merupakan lembaga demokrasi. Kemudian menurut Manuel Kaisepo pemilu memang telah menjadi tradisi penting dalam berbagai sistem politik di dunia, penting karena berfungsi memberikan legitimasi atas kekuasaan yang ada dan bagi rezim baru, dukungan dan legitimasi inilah yang dicari.

33


(33)

masyarakat) antara peserta pemilihan umum (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas politik yang meliputi kampanye, propaganda, iklan politik melalui media massa cetak, audio (radio) maupun audio visual (televisi) serta media lainnya seperti, spanduk, pamphlet, selebaran bahkan komunikasi antar pribadi yang berbentuk face to face (tatapmuka) atau lobby yang berisi penyampaian pesan mengenai program, platform, asas, ideology serta janji-janji politik lainnya guna meyakinkan pemilih sehingga pada pencoblosan dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu partai politik yang menjadi peserta pemilihan umum untuk mewakilinya dalam badan legislatif maupun eksekutif.35

Sistem ini disebut juga dengan sistem Pemilihan mayoritas atau single-member constituency. Sistem pemilihan distrik adalah suatu sistem pemilihan umum dimana wilayah suatu negara yang menyelenggarakan suatu pemilihan umum memilih wakil di Parlemen, dibagi atas distrik-distrik pemilihan yang jumlahnya sama dengan kursi yang tersedia di Parlemen ( kursi yang diperebutkan dalam pemilihan umum tersebut), dan tiap distrik memilih hanya satu wakil untuk duduk di Parlemen dari sekian calon untuk distrik tersebut ( karena itu sistem

1.5.3.1. Sistem Pemilihan Umum 1.5.3.1.1. Sistem Pemilihan Distrik

34

Ali Murtopo, Strategi Pembangunan Nasional. CSIS, 1981, hal.179, dalam Bintan R Saragih,

Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia,Jakarta:Gaya Media Pratama,1987

35


(34)

pemilihan ini sering disebut single-member constituency ) yaitu yang memperoleh suara terbanyak (mayoritas) dalam pemilhan umum.36

a. Banyaknya kemungkinan terdapat suara yang terbuang, dan ada kemungkinan calon terpilih mendapat suara minoritas dari seluruh suara yang diperoleh lawan-lawannya.

Sistem pemilihan distrik mempunyai beberapa kelemahan yaitu:

b. Sistem ini akan menyulitkan partai-partai keci dan golongan-golongan minoritas apalagi mereka ini terpencar dalam berbagai distrik pemilihan, dengan kata lain susah bagi mereka ini mempunyai wakil di Lembaga perwakilan.37

Sistem pemilihan distrik juga mempunyai kelebihan-kelebihan yaitu: a. Bahwa hubungan antara si pemilih dengan wakilnya sangat dekat.

Partai-partai politik tidak berani mencalonkan orang yang tidak popular didistrik tersbut. Dan terpilihnya seseorang biasanya karena kepopuleran orang tersebut, baru kemudian kepopuleran partainya. b. Bahwa sistem ini mendorong penyatuan partai-partai karena calon

yang terpilih hanya satu maka beberapa partai bergabung mencalonkan seorang yang lebih popular dan berbakat di antara mereka.

c. Organisasi dari penyelenggaraan pemilihan dengan sistem ini adalah sederhana, tidak perlu memakai banyak orang untuk duduk dalam

36

Bintan R Saragih. Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum Di Indonesia. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987 hal. 174

37


(35)

panitia pemilihan, juga biayanya lebih murah dan penyelenggaraan singkat karena tidak perlu menghitung sisa suara terbuang.38

1.5.3.1.2. Sistem Pemilihan Proporsional

Sistem pemilihan proporsional disebut juga sebagai sitem pemilihan multi-member constituency atau sistem perwakilan berimbang. Sistem pemilihan proporsional adalah sistem pemilihan umum dimana kursi yang tersedia di Parlemen Pusat untuk diperebutkan dalam suatu pemilihan umum, dibagikan kepada partai-partai/golongan-golongan politik yang ikut dalam pemilihan umum sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dalam pemilihan umum.39

a. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru. Sistem ini tidak menjurus kearah integrasi bermacam-macam golongan dalam masyarakat. Mereka lebih cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada dan kurang terdorong untuk mencari dan memanfaatkan persamaan-persamaan. Umumnya dianggap bahwa sistem ini mempunyai akibat memperbanyak jumlah partai.

Sistem pemilihan proporsional juga memiliki kelemahan dan kelebihan. Adapun yang menjadi kelemahan sistem proporsional adalah:

b. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya. Hal ini disebabkan karena dianggap bahwa dalam pemilihan semacam ini

38


(36)

partai lebih menonjol peranannya daripada kepribadian seseorang. Hal ini memperkuat kedudukan partai.

c. Banyaknya partai mempersulit terbentuknya pemerintaha yang stabil, oleh karena umumnya harus mendasarkan diri atas koalisi dari dua partai atau lebih. 40

Yang menjadi kelebihan sistem proporsional adalah: a. Suara yang terbuang sangat sedikit

b. Partai-partai kecil/minoritas, besar kemungkinan mempunyai wakil di parlemen.41

1.5.3.2. Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif

Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 2008 tentang pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dimaksud dengan pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Sistem pemilihan legislatif di Indonesia menggunakan sistem proporsional terbuka, artinya masyarakat langsung memilih calon anggota legislatif yang dicalonkan partai. Berbeda dengan pemilu sebelumnya, pemilu kali ini berbeda yaitu karena dalam penentuan calon legislatif terpilih berdasarkan suara terbanyak bukan berdasarkan nomor urut seperti pemilu-pemilu sebelumnya.42

39

Ibid. hal 177

40

Ibid.hal 180

41

Ibid. hal 180

42


(37)

Parliamentary Threhold merupakan peraturan perundang-undangan yang digunakan pada saat pemilihan umum legislatif 2009. Peraturan ini diambil dari UU Pemilu No.10 tahun 2008 tepatnya dalam pasal 202 ayat 1 yang berisi “Partai politik peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% (dua koma lima perseratus) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di DPR.43

43

Undang-Undang Pemilu No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah , Pasal 202 (1)

Parliamentary threshold merupakan ketentuan batas minimal yang harus dipenuhi partai politik untuk bisa menenmpatkan calon anggota legislatifnya di parlemen. Partai politik yang tidak memperoleh suara minimal 2,5% tak berhak mempunyai perwakilan di DPR. Sehingga suara yang telah diperoleh oleh partai politik tersebut dianggap hangus karena suara-suara yang mereka peroleh tersebut akan di masukkan kepada partai-partai yang masuk dalam ambang batas minimum Parliamentary threshold.

1.5.4. Legislatif

Badan legislatif (parlemen) yaitu lembaga yang membuat undang-undang yang anggota-anggotanya merupakan representasi dari rakyat Indonesia dimanapun dia berada (termasuk yang berdomisili di luar negeri) yang dipilih melalui pemilihan umum.

Landasan teori yang melatarbelakangi adanya badan legislatif (parlemen) adalah yang dikemukakan oleh:


(38)

a. Rousseau, tentang Volonte Generale atau General Will yang menyatakan bahwa “rakyatlah yang berdaulat, rakyat yang berdaulat ini mempunyai suatu kemauan”.

b. Miriam Budiarjo, Dewan Perwakilan Rakyat dianggap merumuskan kemauan rakyat atau kemauan umum ini dengan jalan mengikat seluruh masyarakat. Undang-undang yang dibuatnya mencerminkan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu. Dapat dikatakan bahwa merupakan badan yang membuat keputusan yang menyangkut kepentingan umum.44

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat (2), kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD, maka legislatif dinggap sebagai representasi dari rakyat yang merumuskan keinginan rakyat melalui penentuan kebijakan-kebijakan umum. Dalam konsep inilah sebetulnya kita dapatkan bentuk konkret dari idealisme bahwa di dalam Negara rakyatlah yang berdaulat sepenuhnya. Di dalam Negara demokrasi yang peraturan perundangan harus berdasarkan kedaulatan rakyat, maka badan perwakilan rakyat harus dianggap sebagai badan yang mempunyai kekuasaan tertinggi untuk menyusun undang-undang, badan inilah yang disebut legisltif.45

44

A. Rahman H.I, Op.cit. hal 123

45

C.S.T.Kansil dan Christine Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta, Bumi Aksara, 2003, hal. 10


(39)

Oleh karena itu, rakyat memberikan legalitas kekuasaan kepada Negara untuk melindungi mereka. Karena rakyat tidak mungkin melaksanakan pemerintahan sendiri maka dibuatlah konsep perwakilan politik sebagai dasar legitimasi kekuasaan yang diberikan rakyat tersebut. Mekanisme perwakilan sejatinya adalah hubungan antara wakil dan yang diwakili. Wakil melaksanakan suatu hal yang seharusnya sesuai dengan tuntutan terwakil. Hubungan demikian merupakan tetap berangkat dari kepentingan yang diwakili.

1.6.Metodologi Penelitian 1.6.1 Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Dimana saya akan menggambarkan atau melukiskan subjek ataupun objek yang diamati dan tentu saja yang sesuai dengan fakta-fakta yang terlihat di lapangan selama dalam melakukan penelitian. Akan dipaparkan juga di dalamnya tentang hasil atau data-data yang telah diamati atau yang telah diteliti.

1.6.2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Pematangsiantar. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena di kota Pematangsiantar organisasi masyarakat Batak Toba seperti Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina (PSSSI) sangat berkembang dengan baik dan termasuk salah satu organisasi besar dari bebrapa organisasi Batak Toba yang ada di kota Pematangsiantar. Organisasi seperti PSSSI ini telah berdiri sejak tahun 1946 atau sudah berumur 64 tahun. Tentunya dengan usia


(40)

tersebut, anggota organisasi sudah berpengalaman dalam mengikuti pemilihan umum. Hal ini akan sangat membantu peneliti dalam melakukan penelitian dan dapat mengambarkan bagaimana sebenarnya perilaku pemilih organisasi PSSSI ini nantinya.

1.6.3. Populasi dan Sampel Populasi

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua anggota organisasi Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina (PSSSI) yang terdaftar dan tercatat sebagai anggota organisasi yang berjumlah 2386 Kepala Keluarga.

Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yang menggunakan cara tertentu. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah anggota organisasi Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina (PSSSI) yang ikut memilih pada pemilihan umum legislatif 2009. Dalam menentukan jumlah sampel untuk kuisioner, penulis menggunakan rumus Taro Yamane,46

N N d2 +1 Keterangan :

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

sebagai berikut :

46

Rakhmat, Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya,1991, hal.81


(41)

d = Presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90% dari rumus diatas, maka dapat diambil sebagai berikut

2386

2386 (0,1)2 + 1 n = 95.97 orang

Maka jumlah sampelnya adalah 96 orang.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan maka penulis melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Data Primer yang didasarkan pada peninjauan langsung pada objek yang diteliti untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan. Studi lapangan yang dilakukan dengan berkunjung langsung ke lokasi penelitian dengan cara melakukan wawancara dan menyebarkan angket atau kuisioner kepada responden yang termasuk dalam sampel penelitian. Responden menjawab dengan memilih pilihan jawaban yang telah disediakan dalam daftar pertanyaan. Atau disebut juga dengan field research.

2. Data Sekunder, yaitu dengan mencari sumber data dan informasi melalui buku-buku, jurnal, internet dan lain-lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Atau dengan kata lain disebut dengan library research.

1.6.5. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis data kualitatif dengan menggunakan sistem table


(42)

tunggal, dimana jenis analisa data seperti ini banyak dipergunakan dalam jenis penelitian deskriptif, yakni suatu metode lebih didasarkan kepada pemberian gambaran yang terperinci dan metode penelitian seperti ini lebih mengutamakan penghayatan dan berusaha memahami suatu peristiwa dalam situasi tertentu menurut pandangan peneliti. 47

47

Hadari Namawi, Op. cit ., hal 40

Kemudian data yang ada dikelompokkan dan disajikan dalam bentuk table-tabel dan uraian. Dalam hal ini penulis hanya menganalisa dengan cara menggambarkan data yang diperoleh dengan mengadakan atau member interpretasi.

1.7. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dari penulisan penelitian ini adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi penelitian dan Sistematika Penulisan

BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai seberapa jauh organisasi masyarakat Batak Toba Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina (PSSSI) dalam mempengaruhi perilaku pemilih anggotanya.

BAB III : ANALISA HASIL PENELITIAN

Pada bab ini data dan informasi disajikan dan dianalisis secara sistematis berdasarkan penelitian yang dilakukan.


(43)

BABA IV : PENUTUP

Bab ini merupakan ulasan terakhir yang berisikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian serta saran-saran di dalamnya.


(44)

BAB II

DESKRIPSI ORGANISASI PUNGUAN SIMANJUNTAK SITOLU SADA INA DAN BORU BERE (PSSSI/BB) KOTA PEMATANGSIANTAR

2.1. Sejarah Singkat Berdirinya Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI & B)

Simanjuntak sitolu sada ina adalah tiga bersaudara yang lahir dari satu ibu bernama Sobosihon boru Sihotang. Ketiga bersaudara itu adalah Mardaup Simanjuntak, Sitombuk Simanjuntak, dan Hutabulu Simanjuntak.48 Dan ketiga keturunan inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya istilah Simanjuntak Sitolu Sada Ina ( Tiga Simanjuntak Satu Ibu). Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B) kota Pematangsiantar mulai berdiri pada tahun 1951 tepatnya di sebuah kelurahan di Pematangsiantar yang bernama Kelurahan Kampung Kristen. Pada awal berdirinya Punguan ini bernama Marsihu (Mardaup, Sitombuk, Hutabulu). Pada masa itu anggotanya masih sedikit kira-kira 100 kepala keluarga dan kepengurusan masih bersifat sentralistik.49

Punguan ini ternyata cepat berkembang seiring dengan bertambah banyak anggota yang bergabung dan pada tahun 1960 berganti nama menjadi Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna. Karena semakin banyaknya anggota Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna kota Pematangsiantar, maka kepengurusan tidak lagi bersifat sentralistik tetapi bersifat otonomi dengan tujuan untuk mempermudah menjangkau dan mengkoordinir anggotanya yang begitu

48


(45)

banyak.50

49

Hasil wawancara dengan Marcius Simanjuntak selaku sekretaris umum PSSSI&B kota Pematangsiantar pada tanggal 26 Agustus 2010 di Kota Pematangsiantar

50

Hasil wawancara dengan Jhonson Simanjuntak selaku Ketua I PSSSI&B Kota Pematangsiantar pada tanggal 27 Agustus 2010 di Pematangsiantar

PSSSI&B kota Pematangsiantar kemudian membentuk kepengurusan berdasarkan sektor-sektor daerah tempat tinggal masing-masing anggota. Pengurus setiap sektor dipilih oleh anggota disetiap sektor masing-masing. Sampai saat ini Punguan Siamnjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna kota Pematangsiantar terbagi menjadi 31 sektor.

2.2. Deskripsi Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B)

Sekretariat Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna beralamat di jalan Marimbun II No. 105 Pematangsiantar. Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina kota Pematangsiantar terdiri dari 31 sektor dengan anggota mencapai 2386 kepala keluarga. ke-31 sektor tersebut adalah Sektor Kampung Kristen, Sektor Pokok Bambu ,Sektor Lapangan Bola atas, Sektor Simarimbun Dolok, Sektor Siantar Sawah, Sektor Matio, Sektor Simpang dua, Sektor Naga Huta, Sektor Gurgur, Sektor Sinta Nauli, Sektor Sipinggol-pinggol, Sektor Tojai, Sektor Suka Dame, Sektor Parluasan, Sektor Lorong Dua Puluh, Sektor Rame I, Sektor Bombongan, Sektor Rame II, Sektor Asuhan, Sektor Stadion, Sektor Stadion II, Sektor Tomuan, Sektor Tomuan II, Sektor Rambung Merah, Sektor BDB, Sektor PN Kertas, Sektor Pintu Bosi, Sektor Marihat Lambou, Sektor Pardamean, Sektor Lambou, dan Sektor Suka Selamat. Setiap sektor terdiri dari 20 sampai 150 kepala keluarga.


(46)

Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI & B) kota Pematangsiantar dalam kepengurusannya lebih tercermin dalam mengurus adat-istiadat daripada perkumpulan itu sendiri. Bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan dalam perkumpulan marga Simanjuntak ini adalah berbentuk kumpulan arisan, kerohaniawan, pertamiangan (Doa Bersama), perkumpulan sektor, perkumpulan satu ompu (keturunan), kegiatan suka dan duka (misalnya hari pernikahan anak salah satu anggota atau kegiatan dukacita jika ada anggota PSSSI&B yang meninggal) dan perkumpulan satu asal muasal dari bona pasogit (kampung halaman) yang bentuknya seperti kegiatan ulang tahun, syukuran bona tahun (awal tahun/tahun baru). Tujuan dari kegiatan-kegiatan ini adalah untuk mempererat rasa persaudaraan, mengukuhkan rasa sukacita dan dukacita (seperasaan), dan juga membuat persamaan sikap untuk kemajuan dan keberhasilan anggota atau untuk sesuatu hal yang berguna untuk memperbesar marga simanjuntak.

2.2. Dasar dan Tujuan Dibentuknya Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boru (PSSSI&B) Kota Pematangsiantar

Dalam anggaran dasar Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boru (PSSSI&B) kota Pematangsiantar tahun 2003 pada Bab II pasal 2 disebutkan bahwa PSSSI&B dibentuk berdasarkan kekeluargaan.

Adapun tujuan dibentuknya Punguan ini tercermin dalam pasal 3 yaitu: 1. Memelihara dan membina persatuan, kesatuan dan kerukunan antara


(47)

2. Menumbuhkembangkan rasa cinta kasih diantara sesame anggota atas dasar kekeluargaan yang diwujudkan dengan rasa solidaritas dan saling menolong dalam suka maupun duka.

3. Memelihara, mengembangkan dan membina Adat/Budaya Batak.

4. Menjaga hubungan baik dengan persatuan-persatuan marga/suku lain agar dapat hidup berdampingan secara rukun dan damai.

Selain itu, Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B) kota Pematangsiantar berupaya untuk :

1. Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan dan berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesejahteraan anggota.

2. Mengkoordinasikan kegiatan umum anggota.

3. Mengadakan hubungan dengan instansi pemerintah maupun badan-badan swasta dalam upaya mencari peluang untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kesejahteraan anggota.

4. Mendirikan badan yang dapat menjadi sumber dana untuk mencapai tujuan organisasi.

2.3.1. Kepengurusan dan Keanggotaan PSSSI & B Kota Pematangsiantar

Dalam bab IX pasal 11 tentang pengurus Pematangsiantar disebutkan bahwa:


(48)

1. Pengurus cabang Pematangsiantar

a. Dipilih dan diangkat untuk masa jabatan selama 6 tahun dan dipilih kembali untuk masa bakti berikutnya oleh ketua-ketua sektor. b. Seorang dapat menjabat satu jabatan yang sama hanya untuk dua

masa bakti secara berturut-turut.

c. Apabila seorang penguru berhenti sebelum masa bakti berakhir, pengurus cabang pematangsiantar menetapkan penggantinya untuk selama masa bhakti yang tersisa.

d. Pengurus cabang pematangsiantar terdiri dari pengurus harian, pembantu pengurus harian dan dewan penasehat.

2. Pengurus harian terdiri dari:

a. Seorang ketua umum, Ketua I, Ketua II, dan Ketua III. b. Seorang sekretaris umum dan seorang sekretaris. c. Seorang bendahara umum dan seorang bendahara.

3. Ketua umum, ketua I, ketua II, ketua III dipilih oleh musyawarah cabang PSSSI&B Pematangsiantar.

4. Sekretaris Umum, sekretaris, bendahara umum dan bendahara dipilih oleh musyawarah pematangsiantar.

5. Koordinator-koordinator:

a. koordinator bidang sosial budaya dibidangi tiga satuan, yaitu: satuan pembinaan adat/budaya, satuaan pembinaan kerohanian dan satuan pelayanan sosial dan aksi sosial.


(49)

b. Koordinator bidang pengembangan sumber daya manusia membidangi dua satuan, yaitu: satuan pengembangan sumber daya manusia dan ketenagakerjaan, satuan pembinaan generasi muda dan beasiswa.

c. Koordinator bidang dana membidangi dua satuan yaitu satuan pengembangan sumber dana spontan dan satuan pengembangan sumber dana swadaya.

d. Koordinator wilayah yang meliputi beberapa sektor, jumlahnya tergantung kepada situasi dan kondisi.

e. Pengurus harian Pematangsiantar diangkat oleh Ketua Umum atas usul pengurus pematangsiantar harian bersama Dewan Penasehat dan dilantik oleh Ketua Umum.

Walaupun tidak tertulis dalam anggaran dasar biasanya seorang ketua umum dipilih bergantian. Artinya apabila dalam periode tertentu yang terpilih adalah Simanjuntak Keturunan Mardaup, maka pada periode berikutnya seorang ketua umum berasal dari keturunan Simanjuntak Sitombuk, dan periode berikutnya lagi berasal dari Simanjuntak Hutabulu, begitu seterusnya. Selain itu, seorang ketua harus berasal dari keluarga yang bisa dikategorikan mapan secara ekonomi. Marga Simanjuntak yang usianya tergolong tua di tempatkan sebagai penasehat organisasi.

Dalam anggaran dasar Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B) Bab IV Pasal 5 tentang keanggotaan disebutkan bahwa:


(50)

1. Yang dapat diterima menjadi anggota ialah setiap warga Simanjuntak Sitolu Sada Ina dohot Boruna yang telah berumah tangga dan bertempat tinggal di daerah Pematangsiantar dan di salah satu sektor di daerah kota Pematangsiantar.

2. Keanggotaan berakhir apabila: a. Suami istri meninggal dunia.

b. Diberhentikan oleh pengurus sektor. c. Mengundurkan diri sebagai anggota.

d. Berpindah domisili ke luar kota pematangsiantar.

2.3.2. Hak Dan Kewajiban Anggota

Setiap anggota berhak untuk:

1. Mendapat perlakuan dan pelayanan yang sama dengan anggota lainnya dari organisasi sesuai dengan ketentuan sector masing-masing.

2. Mengajukan saran, usul, kritik sehat dan pendapat organisasi. 3. Memperoleh informasi tentang kegiatan organisasi.

4. Memperoleh perlindungan dan pembelaan sepanjang tidak bertentangan dengan dasar dan tujuan organisasi.

5. Memilih dan dipilih menjadi pengurus organisasi.

Sementara yang menjadi kewajiban setiap anggota adalah untuk: 1. Menjaga nama baik organisasi.

2. Memenuhi kewajiban yang ditentukan sebagai daerah sektor sesuai dengan situasi dan kondisi.


(51)

2.4. Hubungan Dengan Organisasi Lain Dalam Kalangan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B)

Dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna pada tahun 2003 disebutkan bahwa:

1. Punguan Simanjuntak Sitolu Sda Ina Dohot Boruna kota Pematangsiantar mengakui dan menghormati keberadaan organisasi yang didirikan dan berkedudukan di daerah Pematangsiantar dan sekitarnya berdasarkan keturunan ompu atau daerah asal tertentu dikalangan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna yang berdomisili di Pematangsiantar sepanjang anggota-anggotanya adalah Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina kota Pematangsiantar dohot Boruna kota Pematangsiantar. Seterusnya anggaran dasar dan anggaran rumah tangga tidak bertentangan dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B) Pemtangsiantar beserta sector.

2. PSSSI&B kota Pematangsiantar secara vertical tidak mempunyai hubungan langsung dengan organisasi tersebut, tetapi menjadi mitra dialog/kerja dalam mempererat persaudaraan dikalangan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna.

3. Organisasi-organisasi tersebut sebaiknya didaftarkan atau dilaporkan keberadaannya kepada PSSSI&B Pemtangsiantar.


(52)

2.5. Struktur Kepengurusan

Pemtangsiantar, 03 Maret 2008

Nomor : 04/PSSSI-B/PS/03/2008 Kepada Yth.

Lamp : Pengurus PSSSI/B

Hal : Undangan Pelantikan Kota Pematangsiantar

Di tempat

Sesuai dengan hasil rapat pemilihan ketua umum PSSSI&B Pematangsiantar pada tanggal 08 Desember 2007 bertempat di Restaurant Binaling Jl. Cornel Simanjuntak dan hasil rapat formatur untuk pemilihan kelengkapan Pengurus PSSSI&B kota Pematangsiantar tanggal 5 Januari 2008 bertempat di rumah ketua umum terpilih Ir. Saud Simanjuntak jalan Merak No.17 Pematangsiantar, maka telah terpilih pengurus yang baru periode 2008-2013 sebagi berikut:

I. Ketua Umum : Ir. Saud Simanjuntak.

Ketua I : Drs. Jhonson Simanjuntak, MSi.

Ketua II : Edi Simanjuntak

Ketua III : Drs. Thamrin Simanjuntak, MSi.

II. Sekretaris Umum : Marcius Simanjuntak

Sekretaris I : Leonardo Simanjuntak, SH, M.Hum. Sekretaris II : Drs. Ramses Simanjuntak

Sekretaris III : Guntar Simanjuntak III.Bendahara Umum : Toga Sidabalok


(53)

Bendahara : BL Siahaan BA

Bendahara : Eben Sinaga

Penasehat:

1. Batahi Simanjuntak, SH : Mardaup keturunan nomor 13

2. B.M Simanjuntak : Mardaup 13

3. T.H Simanjuntak : Mardaup 13

4. Letkol. Purn B.J Simanjuntak : Mardaup 15 5. P. S Simanjuntak : Sitombuk 13 6. Drs. Josmar Simanjuntak : Sitombuk 15 7. Ferdinan Simanjuntak : Sitombuk 15 8. Drs. O Simanjuntak : Hutabulu 14 9. Drs. Manaor Simanjuntak : Hutabulu 15 10.Tinggi Simanjuntak : Hutabulu 15

11.Simanjuntak : Hutabulu 14

Seksi Adat :

1. St. H Simanjuntak : Mardaup 13

2. T.B Simanjuntak : Mardaup 15

3. Demak Simanjuntak : Mardaup 15

4. Hotman Simanjuntak : Mardaup 16

5. Edy Simanjuntak : Mardaup 16


(54)

7. Bahasa Simanjuntak : Sitombuk 15 8. dr. HTW Simanjuntak : Sitombuk 15

9. P. Simanjuntak : Sitombuk 13

10.J. Simanjuntak : Sitombuk 15

11.Erwin Simanjuntak : Sitombuk 15 12.Ev. H Simanjuntak : Sitombuk 15 13.Arifin Simanjuntak : Sitombuk 15 14.St. KB Simanjuntak : Hutabulu 14 15.Mayor Purn. M Simanjuntak : Hutabulu 13 16.St. Maruli Simanjuntak : Hutabulu 15 17.St. Baginda Simanjuntak : Hutabulu 17 18.Mayor Purn. J. G. Simanjuntak : Hutabulu 13 19.Sabam Simanjuntak : Hutabulu 16

Demikian di sampaikan kepada seluruh nama pengurus tersebut diatas untuk kesediaannya dilantik pada pesta Ulang Tahun ke-53 tanggal 8 Maret 2008 bertempat di Lapangan SMA YPHKBP JL. Gereja Kota Pematangsiantar.

Salam hormat,

PENGURUS PUNGUAN SIMANJUNTAK SITOLU SADA INA DOHOT BORUNA KOTA PEMATANGSIANTAR


(55)

Ketua Umum Sekretaris Umum

Ir. Saud Simanjuntak Marcius Simanjuntak

2.6. Lambang Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boru (PSSSI&B)

S P I U T A O D M R B A U

M K

HUTABULU

BORU

PSSSI&B, memiliki atribut berupa lambing berbentu segi tiga berwarna dasar merah, yang sisinya bertuliskan mardaup, sitombuk, dan hutabulu. Dibagian


(56)

bawah segitiga tertulis boru bere. Warna tulisan putih. Bagian tengah memuat lingkaran bumi berwarna biru muda yang dikelilingi tiga orang yang saling berpegangan tangan.

Selain logo PSSSI&B juga memiliki lagu resmi yang selalu dinyanyikan setiap ada kegiatan PSSSI&B. judul lagu tersebut berjudul siarum na metmet (bayam yang kecil). Makna dari lagu itu menyatakan bahwa Simanjuntak Sitolu Sada Ina seperti sayur Bayam yang kecil tidak begitu banyak, namun ketika sudah besar berkembang menjadi sangat banyak dan tersebar dimana-mana. begitu juga dengan PSSSI&B mulanya hanya terdiri dari tiga bersaudara, namun semakin lama semakin bertambah banyak bahkan tersebar keseluruh dunia.


(57)

BAB III PENYAJIAN DATA 3.1. Penyajian Data

Setelah penulis melakukan penelitian yakni dengan terjun langsung kelapangan melalui penyebaran kuesioner, maka diperoleh berbagi data mengenai keadaan responden. Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai data yang telah diperoleh selama penelitian dilakukan di Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boru (PSSSI&B) kota Pematangsiantar.

3.2. Identitas responden

Berikut ini akan disajikan data responden berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Tabel 1

Distribusi responden berdasarkan umur

No Umur Jumlah Persentase

1. 2. 3. 4. 5.

17-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun Diatas 61 tahun

4 orang 24 orang 36 orang 26 orang 6 orang

8,3% 25 % 37,5% 27 % 6,2%

Jumlah 96 orang 100%


(58)

Berdasarkan tabel nomor 1, anggota PSSSI & B yang menjadi responden di sebahagian besar berusia antara 41-50 tahun. Dari data ini jelas kelihatan bahwa anggota PSSSI& B yang berusia 17-30 tahun berjumlah paling sedikit. Banyaknya Responden berusia diatas 40 tahun dikarenakan orang-orang yang berhak menjadi anggota PSSSI & B adalah orang yang telah berumah tangga, dan hal tersebut jelas tercantum dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga PSSSI&B.

Tabel 2

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1. 2.

Laki-laki Perempuan

57 orang 39 orang

58,9% 41,1%

Jumlah 96 orang 100%

Sumber: data hasil kuesioner tahun 2010

Berdasarkan tabel nomor 2 dapat disimpulkan bahwa kebanyakan responden berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan, dimana responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 57 orang atau sekitar 58,7% sedangkan responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 39 orang atau sebesar 41,1%.


(59)

Tabel 3

Distribusi responden berdasarkan pendidikan terakhir

No Umur Jumlah Persentase

1. 2. 3. 4.

SMP SMA DIPLOMA

SARJANA

1 orang 24 orang 36 orang 35 orang

1,1% 25 % 37,5% 36,4%

Jumlah 96 orang 100%

Sumber: data hasil kuesioner tahun 2010

Berdasarkan tabel nomor 3, dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden sudah memiliki tingkat pendidikan diploma dan sarjana. Hal ini dapat kita lihat dari tabel diatas dimana responden yang berpendidikan Diploma ada sebanyak 37,5%, sedangkan yang berpendidikan sampai SMP hanya sebesar 1 %. Dari tabel nomor 3 tersebut dapat juga dikatakan bahwa anggota Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna ini sudah termasuk orang-orang yang intelektual dilihat dari tingkat pendidikannya.


(60)

Tabel 4

Distribusi responden berdasarkan Pekerjaan

No Umur Jumlah Persentase

1. 2. 3. 4.

5.

PNS Wiraswasta Pegawai BUMN

Guru Swasta/pegawai swasta

Lain-lain

33 orang 26 orang

2 orang 16 orang

19 orang

34,3% 27,1% 16,7% 9,3%

Jumlah 96 orang 100%

Sumber: data hasil kuesioner tahun 2010

Berdasarkan tabel 4, responden terbesar berasal dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu sebesar 34,3 %. Sedangkan responden yang masuk kategori lain-lain sebesar 9,3% antara lain adalah yang belum punya pekerjaan ada juga yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan yang yang pensiunan PNS, dan seorang supir. Bisa dikatakan anggota PSSSI&B ini sebagian besar sudah memiliki penghasilan sendiri. Dan hal itu merupakan sesuatu yang wajar mengingat semua anggota PSSSI&B sudah berumah tangga.


(61)

Organisasi Masyarakat Dan Pemilu Legislatif 2009 (variabel X)

Tabel 5

Distribusi jawaban responden tentang kapan bergabung menjadi anggota PSSSI&B kota Pematangsiantar

No Jawaban responden Jumlah Persentase

1. 2. 3. 4. 5.

1960-1970 1971-1980 1981-1990 1991-2000 2001-2009

2 orang 3 orang 17 orang 39 orang 35 orang

2,08% 3,1% 17,7% 40,6% 36,4%

Jumlah 96 orang 100%

Sumber: hasil jawaban responden dari pertanyaan nomor 1

Berdasarkan tabel 5, dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden masuk organisasi pada tahun 1991-2000 yaitu sebesar 40, 6%. Pada rentang tahun 1960-1970 menjadi reponden paling sedikit. Hal ini mungkin disebabkan kebanyakan anggota yang masuk pada periode tersebut sudah meninggal dunia atau sudah tidak lagi berdomisili di kota Pematangsiantar.


(62)

Tabel 6

Distribusi jawaban responden yang ikut dalam pemilihan legislatif pada tahun 2009 yang lalu

No Jawaban Jumlah Persentase

1. 2. Ya Tidak 96 orang - 100 % -

Jumlah 96 orang 100%

Sumber: hasil jawaban responden dari pertanyaan nomor 2

Berdasarkan tabel 6, dapat dilihat bahwa anggota PSSSI&B sangat antusias dalam mengikuti pemilihan umum legislatif 2009 yang lalu. Semua responden ikut dalam pemilihan umum legislatif 2009 yang lalu. Hal ini membuktikan bahwa anggota PSSSI&B memiliki kesadaran tinggi terhadap negaranya, salah satunya adalah dengan menggunakan haknya sebagai warga negara untuk memilih wakil-wakilnya di parlemen.

Tabel 7

Distribusi jawaban responden yang pilihannya terpilih menjadi anggota legislatif pada pemilu legislatif 2009 lalu

No Jawaban Jumlah Persentase

1. 2. 3. Ya Tidak Tidak Tahu 59 orang 28 orang 9 orang 61,4% 29,2% 9.4%

Jumlah 96 orang 100%


(63)

Berdasarkan tabel 7, secara garis besar kebanyakan pilihan anggota PSSSI&B dalam pemilu legislatif 2009 lalu terpilih sebagai anggota legislatif 2009. Hal ini terlihat dari jawaban responden yang menyatakan pilihannya terpilih sebagai anggota legislatif periode 2009-2014 sebesar 61,4%. Namun demikian masih ada anggota PSSSI&B yang tidak mengetahui, rata-rata responden tersebut berusia 55 tahun keatas, dan ada juga yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan yang belum bekerja.

Tabel 8

Distribusi jawaban responden tentang apakah pelaksanaan pemilu Legislatif 2009 yang lalu sudah menampung aspirasi masyarakat

No Jawaban Jumlah Persentase

1. 2. 3. 4.

Sangat Menampung aspirasi Menampung aspirasi

Kurang Menampung aspirasi Tidak menampung aspirasi

2 orang 11 orang 65 orang 18 0rang

2,1% 11,4% 67,7% 18,8%

Jumlah 96 orang 100%

Sumber: hasil jawaban responden dari pertanyaan nomor 4

Berdasarkan tabel 8, sebagian besar anggota PSSSI&B mengganggap pelaksanaan pemilihan umum legislatif 2009 yang lalu belum atau kurang menampung aspirasi mereka. Bahkan dari data diatas, hanya 2 % atau hanya ada 2 orang yang puas dengan pelaksanaan pemilihan legislatif tahun 2009 yang lalu. Sebagian besar responden yang menyatakan bahwa pemilu legislatif belum


(64)

menampung aspirasi masyarakat disebabkan karena pelaksanaan pemilihan umum legislatif kemarin terkendala banyak masalah seperti kisru Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Tabel 9

Distribusi jawaban responden tentang apakah dalam memilih bapak/ibu lebih melihat ke-partai politiknya

No Jawaban Jumlah Persentase

1.

2.

3.

Berdasarkan partai politik yang diusung oleh calon

Memilih berdasarkan hati nurani tanpa mempersoalkan partai politiknya

Tidak ikut memilih

2 orang

94 orang

-

2,1%

97,9%

-

Jumlah 96 orang 100%

Sumber: hasil jawaban responden dari pertanyaan nomor 5

Berdasarkan tabel 9, dapat disimpulkan bahwa hampir semua anggota PSSSI&B dalam memilih pada pemilihan umum legislatif 2009 yang lalu, lebih memilih berdasarkan hati nuraninya tanpa mempersoalkan partai politik calon anggota legislatif tersebut. Sedangkan 2,1 % memilih dengan lebih melihat partai politik yang diusung oleh calon tersebut. Dan mereka yang memilih lebih melihat partai politiknya ketika ditanya mereka mengatakan bahwa mereka merupakan


(1)

Tabel 31

Distribusi jawaban responden tentang seorang pemimpin menurut budaya Batak Toba haruslah seorang laki-laki karena perempuan dianggap tidak

mampu, dan apakah responden setuju dengan hal tersebut

No Jawaban Jumlah Persentase

1. 2. 3. 4. Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju 4 orang 20 orang 55 orang 16 orang 4,2% 21,1% 57,9% 16,8%

Jumlah 95 orang 100%

Sumber: hasil jawaban responden dari pertanyaan nomor 27

Berdasarkan tabel nomor 31, sebagian besar anggota PSSSI&B cenderung kurang setuju jika seorang perempuan dianggap tidak mampu menjadi seorang pemimpin. Adapun yang menjadi alasan dari mereka adalah, presiden saja sudah pernah dijabat oleh perempuan dan hal itu membuktikan bahwa perempuan juga mampu sama seperti laki-laki. Responden yang berumur 60 tahun keatas cenderung setuju dengan prinsip yang demikian. Hal ini mungkin masih dipengaruhi tradisi-tradisi lama atau adat-istiadat batak toba. Sedangkan yang menjawab kurang setuju kebanyakan adalah responden perempuan terutama yang sudah memiliki pekerjaan yang layak (dalam arti pendapatannya bisa memenuhi kebutuhan keluarganya) dan yang berpendidikan Diploma dan Sarjana. Hal ini mungkin dikarenakan mereka sudah punya pikiran yang lebih maju daripada mereka yang berumur 60 tahun keatas.


(2)

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan oleh penulis, dimulai dari Bab I sampai dengan Bab III, banyak hal yang ditemukan oleh penulis baik masalah teoritis ataupun masalah teknis yang berkaitan dengan judul yang telah diteliti oleh penulis maupun kesimpulan dari hasil pengolahan data dan wawancara terhadap pengurus dan anggota organisasi Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina dohot Boruna (PSSSI&B) maka diperoleh kesimpulan yaitu: pertama, Organisasi masyarkat Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina ini hanya berperan sebagai fasilitator saja, namun pilihan semuat berpaling pada anggota tersebut dalam menjatuhkan pilihannya.

Kedua, anggota PunguanSimanjuntak Sitolu Sada Ina dohot boruna dalam memilih calon legislatif pada pemilihan umum 2009 yang lalu masih dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu agama, tradisi kesukuan dan faktor kesamaan etnis. Anggota Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina dohot Boruna ini cenderung memilih berdasarkan yang satu etnis dengan mereka, karena menurut mereka hal seperti ini akan lebih mewakili mereka dan ada kebanggaan tersendiri jika calon yang terpilih berasal dari kalangan mereka. Dengan demikian dapat kita simpulkan istilah atau tradisi orang Batak Toba yang menyatakan “ Dang tumagonan tu halak adong do di hita” (buat apa memilih orang lain kalau masih ada dari kita sendiri) masih mempengaruhi mereka dalam menentukan pilihan.


(3)

Ketiga, anggota Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina yang berumur 50 tahun keatas atau yang sudah menjadi anggota Pumguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina lebih dari 30 tahun masih cenderung dipengaruhi oleh adat-istiadat atau tradisi-tradisi lama budaya Batak Toba dalam menjatuhkan pilihannya dalam pemilihan umum legislatif 2009 yang lalu. Keempat, etnisitas mempunyai kaitan yang erat dengan preferensi politik masyarakat, karena masyarakat menjatuhkan pilihannya masih berdasarkan etnis yang berkaitan dengan dirinya.

Kelima, selain faktor suku dan etnisitas ternyata anggota Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B) memiliki kecenderungan memilih calon yang berasal dari organisasi itu sendiri. Bisa dikatakan, faktor organisasi perkumpulan satu marga inilah yang sebenarnya paling dominan mempengaruhi mereka dalam menjatuhkan pilihan dalam pemilihan umum legislatif 2009 yang lalu. Hal ini dapat kita lihat ketika ada calon dari luar Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina yang juga satu etnis atau satu suku dengan mereka yang meminta dukungan pencalonan, mereka tetap memilih anggota dari organisasinya sendiri dalam pemilihan umum legislatif 2009 yang lalu.

Keenam, jika dilihat dari jenis-jenis pemilih itu sendiri maka anggota Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina dohot Boruna cenderung dikategorikan sebagai pemilih tradisional yaitu sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai, asal-usul, paham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih.


(4)

4.2 Saran

Adapun yang menjadi saran dari penulis dalam hal ini adalah dalam menjatuhkan pilihannya, masyarakat sudah seharusnya benar-benar memilih calon pemimpin yang berkualitas, tanpa memandang calon tersebut berasal dari manapun dalam arti tidak melihat agama, suku maupun marga dari calon tersebut dan tanpa ada tekanan atau paksaan dari pihak manapun. Masyarakat hendaknya memilih calon yang benar-benar dapat membawa perubahan bagi negara, dan rakyat kedepannya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A Rahmat H.I, Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta:Graha Ilmu, 2007

Asfar, Muhammad, Pemilu dan Perilaku Pemilih 1955-2004, Jakarta: Pustaka Eureka 2006

Budiarjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Firmanzah, Mengelola Partai Politik, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2007 Jalaludin, Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja

Rosdakarya. 1991

Kansil C.S.T, dan Kansil Christine, Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, 2003

Nawawi, Hadiri, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada Universit Press, 1955

Saragih, Bintan, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia, Jakarta :Gaya Media Pratama, 1987

Simanjuntak, Bungaran Antonius, Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak Toba, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009

Sobirin, Achmad, budaya organisasi, Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, 2007

Surbakti, Ramlan, Pemilih dan Demokrasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1992 Subagyo Joko, Metode Penelitian dalam Teori Dan Praktek, Jakarta: Reineka

Cipta,1997

Tim Peneliti FISIP UMM. Perilaku Partai Politik. Malang: UMM Press, 2006 Usman Husaini, dan Purnomo, Metodologi Penelitian Sosial, Bandung: Bumi


(6)

Dokumen Resmi

UU No.10/2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga PSSSI&B yang ditetapkan tahun 2003

Sumber Website


Dokumen yang terkait

Peranan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pemilihan Umum Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Studi Kasus: Panwaslu Kota Medan)”

11 109 155

Pengaruh Website Komisi Pemilihan Umum Terhadap Pembentukan Pemilih Cerdas Pada Pemilu 2014

0 37 88

Sosialisasi Politik Partai Keadilan Sejahtera (DPD PKS) Kota Medan Dalam Pemilihan Umum Legislatif 2009

9 124 120

Etnisitas dan Perilaku Pemilih (Studi Kasus: Persepsi Dan Preferensi Masyarakat Etnis Batak Toba Pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung Kabupaten Karo Tahun 2010)

4 116 113

Perilaku Pemilih Masyarakat Etnis Simalungun Pada Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2009 (Studi Kasus : Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun).

1 43 94

Peranan Organisasi Masyarakat Batak Toba Terhadap Pembentukan Perilaku Pemilih Pada Pemilihan Umum Legislatif 2009 (Studi Kasus: Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B) Kota Pematangsiantar

2 57 91

Perilaku Pemilih Dalam Pemilihan Kepala Daerah (Studi : Perilaku Pemilih Masyarakat di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2008)

0 39 77

Perilaku Pemilih Masyarakat Etnis Batak Toba Pada Pemilihan Umum Legislatif 2009 (Studi Kasus: Desa Pagar Jati, Kecamatan Lubukpakam, Kabupaten Deli Serdang)

1 47 75

Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba (Studi Di Kota Medan)

1 50 124

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Legislatif 2009 Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor

0 3 76