1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan, guru merupakan salah satu komponen penting. Peran guru begitu besar sehingga dituntut mempunyai strategi dan kreativitas
dalam proses belajar mengajar. Disiplin ilmu dalam pendidikan bermacam- macam, di antaranya sains. Salah satu bagian ilmu sains adalah matematika.
Secara umum, matematika didefinisikan sebagai bidang ilmu yang mempe- lajari pola dari struktur, perubahan, dan ruang Hariwijaya, 2009. Ada juga
pandangan lain yang menyatakan bahwa matematika adalah ilmu yang mendasari ilmu pengetahuan lain. Jadi, matematika merupakan salah satu bagian ilmu
pengetahuan alam yang mengkaji kehidupan, lingkungan sekitar, interaksi kehidupan dengan lingkungan sekitar, serta fenomena yang berkaitan dengannya.
Sementara itu, tujuan pendidikan matematika adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara matematis, khususnya tentang penalaran dan
pemecahan masalah Wijaya, 2012. Beberapa pandangan di atas menunjukkan bahwa matematika memiliki
peran penting dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, perlu memperhatikan perangkat pembelajaran matematika serta dibutuhkan guru yang kreatif dalam
memilih model pembelajaran agar proses belajar mengajar menjadi lebih efektif dan efisien. Dengan demikian, siswa mampu memahami konsep-konsep dalam
pelajaran matematika. Model pembelajaran adalah pola dalam merancang suatu pembelajaran.
Model pembelajaran dapat juga didefinisikan sebagai langkah pembelajaran dan perangkatnya untuk mencapai tujuan pembelajaran Akbar,2013. Model
pembelajaran dalam proses belajar mengajar memiliki peran penting dalam menentukan keberhasilan belajar. Karena itu, guru dituntut bisa menerapkan
model pembelajaran yang efektif dan efisien yang dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Manfaat model pembelajaran yaitu me-
ningkatkan suasana belajar yang lebih kondusif dengan lebih melibatkan aspek-
2
aspek kecerdasan siswa. Dengan kata lain, siswa diarahkan untuk melakukan aktivitas pembelajaran mandiri dengan pengawasan secara proposional oleh guru.
MTs. Muhammadiyah 1 Malang merupakan salah satu Madrasah Tsanawiyah yang berdiri di kota Malang dan memiliki jumlah kelas serta peserta
didik yang cukup banyak. Didalam proses belajar mengajarnya, MTs. Muhammadiyah 1 Malang menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal KKM
untuk mata pelajaran matematika pada tahun pelajaran 20142015, yakni 75. Siswa dengan nilai diatas atau sama dengan 75 dinyatakan lulus sedangkan siswa
dengan nilai dibawah 75 dinyatakan belum lulus sehingga perlu mengikuti remidial.
Berdasarkan observasi di MTs. Muhammadiyah 1 Malang yang dilaksanakan bulan Februari 2014, khususnya kelas VII-B dan wawancara dengan
guru matematika serta sebagian siswa VII-B dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa masih banyak mengalami kesulitan belajar matematika. Dari data
yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas VII-B tahun pelajaran 20132014 sudah mencapai batas ketuntasan minimal yaitu 75, tetapi masih ada
beberapa siswa yang belum tuntas yaitu 44,74 untuk mata pelajaran matematika. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penggunaan metode yang kurang tepat,
kurangnya rasa keingintahuan siswa dalam belajar, siswa juga cenderung pasif dan tidak berani mengungkapkan pendapat atau pertanyaan, siswa kurang dapat
mengeksplorasi kemampuan yang mereka miliki, tidak memiliki rasa percaya diri ketika dilakukan tes, serta tidak pernah diminta oleh guru untuk menerapkan atau
mengaplikasikan konsep dan keterampilan yang telah dimiliki dalam situasi baru. Karena itu, para siswa merasa pembelajaran menjadi kurang bermakna.
Informasi yang didapat berdasarkan wawancara dengan beberapa siswa di kelas VII-B, mengungkapkan bahwa proses belajar mengajar matematika
dijumpai di MTS Muhammadiyah 1 Malang masih menggunakan metode konvensional, yaitu ceramah yang menjadikan guru sebagai pusat kegiatan belajar
mengajar. Tidak tercapainya ketuntasan belajar siswa dikarenakan guru belum maksimal dalam melaksanakan inovasi pembelajaran. Sebab, umumnya guru lebih
banyak menggunakan waktu untuk menjelaskan materi pelajaran. Mereka kurang
3
membimbing siswa untuk memperoleh pengetahuan secara mandiri. Karena itu, perlu usaha perbaikan supaya siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran
sehingga bisa meningkatkan hasil belajar mereka. Hasil belajar siswa bisa meningkat jika guru dapat membangkitkan minat
siswa, meningkatkan rasa ingin tahu siswa dalam belajar dengan menggunakan berbagai macam model pembelajaran, serta memberikan umpan balik kepada
mereka. Salah satu alternatif untuk memecahkan masalah tersebut adalah menggunakan model pembelajaran 5E learning cycle.
Pembelajaran 5E learning cycle atau siklus belajar merupakan model pembelajaran yang berpusat pada kegiatan penyelidikan sebelum konsep ilmiah
diperkenalkan kepada siswa Yuliati, 2011. Dalam model pembelajaran 5E learning cycle, siswa mengembangkan pemahaman konsep melalui pengalaman
langsung yang bertahap dan bersiklus. Pembelajaran 5E learning cycle dalam hal ini didasarkan pada pendekatan
konstruktivistik. Pendekatan teori konstruktivisme pada dasarnya menekankan pentingnya siswa untuk membangun sendiri pengetahuan mereka lewat
keterlibatan aktif proses belajar mengajar Trianto, 2010. Dengan demikian, proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher
centered. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul ’’Penerapan Model Pembelajaran 5E
Learning Cycle
Melalui Pendekatan
Konstruktivistik sebagai
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Himpunan Kelas VII MTs
Muhammadiyah 1 Malang ’’. Penerapan model pembelajaran itu diharapkan dapat
menjadi solusi untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
1.2. Rumusan Masalah