HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN MENGENAI ASI EKSLUSIF DENGAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI RSIA BUNDA ASY-SYIFA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

(1)

(2)

ABSTRACT

RELATION OF MATERNAL EDUCATION LEVEL AND KNOWLEDGE OF EXCLUSIVE BREAST FEED WITH EXCLUSIVE BREASTFEEDING

HISTORY IN RSIA BUNDA ASY-SYFA BANDAR LAMPUNG 2013

By: Atsilah Ulfah

The exclusive breastfeeding give a great advantage. Not only to the infant, exclusive breastfeeding provide great advantage to mother as well. Unfortunately, the percentage of exclusive breastfeeding in Indonesia is extremely low, especialy in Bandar Lampung. There are so many factor affect the low percentage of exclusive breastfeeding distribution, one of them is mother behavior. In a concept of behavioral science, behaviour contain of many aspect including educational level and knowledge.

This research intends to determine relation of education level and knowledge about exclusive breastfeed with exclusive breastfeeding history in RSIA Bunda Asy-Syfa Bandar Bampung. This research is an analitics study with cross sectional approach, Population in this research is every hospitalization patient and outpatient in RSIA Bunda Asy-Syifa Bandat Lampung in November and December 2013. Amount of the sample are 73 mothers which choosen with consecutive samping method. Knowledge and education level determined with quesionnaire.

From the statistical analitics with Chi Square, the result shows p = 0,003 for knowledge about exclusive breastfeed and exclusive breastfeeding, whereas the result for education level and exclusive breastfeeding shows p = 0,029. The analitical result conclude that there is significant relation of education level (p < 0,05) and knowledge about exclusive breast-feeding (p < 0,05) with exclusive breastfeeding history.


(3)

ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN MENGENAI ASI EKSLUSIF DENGAN RIWAYAT

PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI RSIA BUNDA ASY-SYIFA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

Oleh Atsilah Ulfah

Pemberian ASI eksklusif memberikan manfaat yang besar. Tidak hanya pada bayi, pemberian ASI eksklusif juga memberikan manfaat yang besar bagi ibu. Sayangnya pemberian ASI eksklusif di Indonesia, pada umumnya, dan Bandar Lampung, pada khususnya, masih terbilang rendah. Banyak faktor yang menyebabkan angka cakupan pemberian ASI Eksklusif masih rendah, salah satunya adalah perilaku ibu. Dalam konsep ilmu perilaku, perilaku dibentuk oleh berbagai macam komponen termasuk pengetahuan dan tingkat pendidikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan tingkat dan pendidikan ibu mengenai ASI eksklusif dengan riwayat pemberian ASI eksklusif. Jenis penelitiaan ini adalah penelitian jenis studi analitik, dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang berkunjung ke poli rawat jalan dan rawat inap di Rumah Sakit Ibu dan Anak Bunda Asy-Syifa Kota Bandar Lampung pada bulan November dan Desember 2013. Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 73 orang dengan tekhnik pengambilan sampling dengan metode consecutive sampling. Pengetahuan dan tingkat pendidikan responden diukur dengan kuesioner.

Dari hasil analisis menggunakan uji Chi-square, didapatkan untuk tingkat pendidikan dengan riwayat pemberian ASI eksklusif p = 0,029 p = 0,003, sedangkan untuk pengetahuan mengenai ASI eksklusif dengan riwayat pemberian ASI eksklusif. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan tingkat pendidikan (p < 0,05) dan pengetahuan mengenai ASI eksklusif (p < 0,05) dengan riwayat pemberian ASI eksklusif.


(4)

(5)

(6)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Kerangka Teori... 7

F. Kerangka Konsep ... 8

G. Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi ASI dan ASI Eksklusif ... 10

1. Definisi ASI ... 10

2. Definisi ASI Ekskusif ... 10

B. Kandungan ASI ... 11

C. Manfaat Pemberian ASI ... ...14

D. Hambatan Menyusui secara Eksklusif pada Ibu... ... 17


(7)

ii

K. Tingkat Pendidikan ... 26

1.Pendidikan di Indonesia ... 26

2.Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dan Pemberian ASI Eksklusif ... 26

L. Pengetahuan ... 26

M. Pendidikan Kesehatan sebagai Intervensi ... 31

N. Pengetahuan tentang ASI Eksklusif ... 33

III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 34

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

C. Populasi ... 34

D. Sampel Penelitian ... 35

E. Variabel Penelitian ... 36

F. Definisi Operasional... 37

G. Alat dan Cara Penelitian... 37

H. Pengolahan dan Analisa Data... 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...40

B. Pembahasan ...47

V. SIMPULAN DAN SARAN A.Simpulan... 56

B. Saran... 57 VI. DAFTAR PUSTAKA


(8)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori ... 8 2. Kerangka Konsep ... 9


(9)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional ... 37

2. Distribusi Usia Responden ... 41

3. Distribusi Tingkat Pendidikan Ibu ... 41

4. Distribusi Pengetahuan Ibu Mengenai ASI Eksklusif ... 42

5. Distribusi Pemberian ASI Eksklusif ... 42

6. Distribusi Tingkat Pendidikan Ibu terhadap Riwayat Pemberian ASI Eksklusif ... 43

7. Distribusi Pengetahuan Ibu Mengenai ASI Eksklusi terhadap Riwayat Pemberian ASI Eksklusif ... 44

8. Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif ... 45

9. Analisis Hubungan Pengetahuan Ibu mengenai ASI Eksklusif dengan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif ... 46


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman lain. ASI Eksklusif dianjurkan sampai 6 bulan pertama kehidupan (Depkes RI, 2005). Manfaat dari pemberian ASI eksklusif sangat luar biasa. Bagi bayi, ASI eksklusif adalah makanan dengan kandungan gizi yang paling sesuai untuk kebutuhan bayi, melindungi dari berbagai infeksi dan memberikan hubungan kasih sayang yang mendukung semua aspek perkembangan bayi, termasuk kesehatan dan kecerdasan bayi. Bagi ibu, memberikan ASI secara eksklusif dapat mengurangi pendarahan pada saat persalinan, menunda kesuburan dan meringankan beban ekonomi (Roesli, 2008).

Program Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI) khususnya ASI Eksklusif merupakan program prioritas pemerintah, karena manfaatnya yang luas terhadap status gizi dan kesehatan bayi. Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 33 tahun 2012 juga menjelaskan kewajiban bagi setiap ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Program ini berkaitan dengan Deklarasi Innocenti (Italia) tahun 1990 tentang perlindungan, promosi, dan dukungan terhadap penggunaan ASI, disepakati untuk pencapaian pemberian ASI


(11)

Eksklusif sebesar 80 % pada tahun 2000. Salah satu kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi Kesejahteraan Anak tahun 1990 adalah semua keluarga mengetahui pentingnya mendukung wanita memberikan ASI saja untuk 4 sampai 6 bulan pertama kehidupan anak. Untuk mendukung pemberian ASI Eksklusif di Indonesia, pada tahun 1990 pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI) yang salah satu tujuannya adalah untuk membudayakan perilaku menyusui secara eksklusif kepada bayi dari lahir sampai dengan berumur 4 bulan. Pada tahun 2004, sesuai dengan anjuran badan kesehatan dunia (WHO), pemberian ASI Eksklusif ditingkatkan menjadi 6 bulan. (KEPMENKES RI NO. 450/MENKES/SK/VI/2004)

Menurut WHO-UNICEF pada tahun 2002 dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding menerapkan cara pemberian makan pada bayi yang baik dan benar yaitu menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan dan meneruskan menyusui anak sampai umur 24 bulan dan mulai umur 6 bulan, bayi mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Data Susenas (2007-2008) cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0–6 bulan di Indonesia menunjukkan penurunan dari 62,2 % (2007) menjadi 56,2 % (2008). Sedangkan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6 % (2007) menjadi 24,3 % (2008). Sementara jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7 % pada 2002 menjadi 27,9 % pada 2003 (Riskesdas, 2010).


(12)

Lampung, tampak bahwa cakupan pemberian ASI Ekslusif pada tahun 2011 adalah sebesar 29,24% dengan angka target 60%, sedangkan pada tahun 2012 angka cakupan tercatat sebesar 30,05% dengan target sebesar 80% data tersebut tampak bahwa cakupan ASI Ekslusif di Provinsi Lampung belum mencapai target yang ditetapkan provinsi (Dinkes Provinsi Lampung, 2009). Sedangkan pencapaian ASI ekslusif di Kota Bandar Lampung dari tahun ke tahun menunjukkan hasil yang fluktuatif. Pada tahun 2011 tercatat pencapaian ASI eksklusif di Kota Bandar Lampung sebesar 65,1% dan di tahun berikutnya, 2012 terjadi peningkatan pencapaian ASI eksklusif di Kota Bandar Lampung yaitu sebesar 67,93% namun di tahun 2013 sampai bulan Agustus pencapaian pemberian ASI eksklusif mengalami penurunan yaitu hanya sebesar 64,55%. Angka ini bila dibandingkan dengan target Nasional masih dibawah dari target yang di inginkan (80%) (Dinas Kesehatan. Kota Bandar Lampung, 2013).

Masih rendahnya cakupan pemberian ASI antara lain dapat disebabkan beberapa faktor : perubahan sosial budaya, faktor psikologis faktor fisik ibu, faktor kurangnya petugas kesehatan, meningkatnya promosi PASI, dan penerangan yang salah dari petugas kesehatan. Tidak adanya dukungan dari keluarga, terutama suami dalam memberikan ASI, kekurangtahuan ibu terhadap manfaat pemberian ASI dan rendahnya tingkat pendidikan ibu dapat menjadi penyebab rendahnya tingkat pemberian ASI eksklusif ini (Seswita, 2005). Menurut penelitian Hartatik Tahun 2010, terdapat dua faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pemberian ASI eksklusif, kedua faktor tersebut adalah tingkat pendidikan dan pengetahuan.


(13)

Beberapa kendala lain yang menjadi faktor penghambat pemberian ASI khususnya eksklusif yaitu gencarnya promosi susu formula baik melalui pendekatan kelembagaan maupun melalui media, bahkan langsung melalui ibu-ibu (Soetjiningsih, 2012). Faktor penghambat lain yaitu kurangnya rasa percaya diri pada ibu bahwa ASI cukup untuk bayinya, adanya langkah ibu yang terburu-buru memberikan makanan atau susu lain sebelum ASI keluar, perilaku ibu-ibu yang membuang kolostrum karena dilihat kotor dan dianggap membahayakan kesehatan bayinya, dan banyak ibu kembali bekerja setelah cuti kehamilan yang menyebabkan penggunaan susu botol atau susu formula secara dini sehingga mengganti kedudukan ASI. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan mengingat begitu pentingnya ASI eksklusif bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi (Ramaiah, 2005).

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pemberian ASI secara eksklusif tidak semudah yang dibayangkan. Kepercayaan yang berkembang di masyarakat serta kebiasaan yang turun temurun memberikan MP – ASI (pisang) setelah bayi berumur 2 bulan merupakan kendala besar dalam pemberian ASI secara eksklusif. Selain itu, tenaga kesehatan yang menolong ibu saat melahirkan sering kali memberikan susu formula maupun air gula terlebih dahulu sampai ibu siap menyusui. Padahal di kode etik tenaga kesehatan telah dijelaskan bahwa tenaga kesehatan harus ikut mendukung program ASI Eksklusif. Faktor lain yang menjadi kendala dalam pemberian ASI Eksklusif adalah tingkat pendidikan ibu dan pengetahuan ibu tentang


(14)

ASI. Kedua faktor tersebut dimungkinkan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam pemberian ASI Eksklusif. Jika tingkat pendidikan ibu rendah maka pengetahuan ibu tentang ASI juga akan rendah sehingga pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan tidak akan tercapai. Apalagi ditambah dengan ketidaktahuan masyarakat tentang lama pemberian ASI eksklusif yang benar sesuai dengan yang dianjurkan pemerintah. Bahkan hingga saat ini jangka waktu pemberian ASI yang benar masih menjadi perdebatan di kalangan dunia kesehatan ( Roesli, 2005 ).

Belum tercapainya target pemberian ASI ekslusif di Kota Bandar Lampung mengisyaratkan perlunya penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi pemberian ASI ekslusif dengan menggunakan sampel dari suatu rumah sakit khusus ibu dan anak di Bandar Lampung. Salah satu rumah sakit khusus ibu dan anak yang terletak di pusat Kota Bandar Lampung adalah Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Bunda Asy-Syifa.

Berdasarkan penjabaran diatas, penulis merasa perlu mengadakan penelitian mengenai hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif dengan riwayat pemberian ASI eksklusif di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Bunda Asy-Syifa Bandar Lampung tahun 2013.

B. Perumusan Masalah

Angka cakupan pemberian ASI ekslusif di Indonesia khususnya di Provinsi Lampung dan Kota Bandar Lampung yang belum memenuhi target, hal ini sangat disayangkan mengingat besarnya manfaat yang dapat diberikan oleh


(15)

pemberian ASI eksklusif yang tidak hanya pada bayi namun juga pada ibu dan keluarga. Rendahnya angka ini disebabkan oleh berbagai macam faktor, baik internal maupun eksternal. Hal ini membuat penulis ingin mengetahui salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya angka pemberian ASi eksklusif sehingga penulis merumuskan suatu masalah penelitian sebagai berikut : “Apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif dengan riwayat pemberian ASI eksklusif di RSIA Bunda Asy-Syifa Bandar Lampung? ”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif dengan riwayat pemberian ASI eksklusif di RSIA Bunda Asy-Syifa Bandar Lampung. 2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

2.1 Mengetahui gambaran tingkat pendidikan ibu di RSIA Bunda Asy-Syifa Bandar Lampung.

2.2 Mengetahui gambaran pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif di RSIA Bunda Asy-Syifa Bandar Lampung.

2.3 Mengetahui gambaran riwayat pemberian ASI eksklusif di RSIA Bunda Asy-Syifa Bandar Lampung.

2.4 Mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan riwayat pemberian ASI eksklusif di RSIA Bunda Asy-Syifa Bandar Lampung.


(16)

2.5 Mengetahui hubungan pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif dengan riwayat pemberian ASI eksklusif di RSIA Bunda Asy-Syifa Bandar Lampung.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan mengenai tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu menegenai ASI eksklusif hubungannya dengan pemberian ASI eksklusif.

2. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian lebih lanjut,

3. Bagi Universitas Lampung, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Lampung pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya, tentang tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif dengan riwayat pemberian ASI eksklusif di kalangan masyarakat, serta sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.

4. Bagi RSIA Bunda Asy-Syifa, mampu menjadi informasi dan acuan dalam program rumah sakit yang berkaitan dengan ASI eksklusif.

E. Kerangka Teori

Menurut Lawrance Green , perilaku seseorang ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu, faktor predisposisi yang meliputi pengetahuan, sikap,


(17)

kepercayaan, nilai, dan sebagainya; faktor pemungkin yang meliputi sarana dan prasarana; serta faktor penguat yang meliputi peraturan, hukum dan perundang-undangan dan sebagainya. Selanjutnya dapat dilihat dalam bagan berikut:

Gambar 1. Kerangka teori modifikasi dari Lawrance Green, 1980

F. Kerangka Konsep

Dari kerangka teori yang diturunkan dari kerangka konsep berupa hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif dengan riwayat pemberian ASI eksklusif di RSIA Bunda Asy-Syifa. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian ASI ekslusif, akan diteliti tingkat pendidikan dan pengetahuan mengenai ASI yang penulis anggap sebagai faktor dasar yang berpengaruh paling besar terhadap perilaku

Faktor Predisposisi (Predisposing factors): - Pengetahuan - Sikap - Kepercayaan - Keyakinan - Nilai-nilai - Pendidikan Faktor Pendukung (Enabling factors):

- Ketersediaan fasilitas atau sarana-sarana kesehatan

Faktor Penguat(Reinforcing factors):

- Sikap dan Perilaku petugas kesehatan dan referensi dari perilaku masyarakat. Perilaku Komponen pendidikan kesehatan dari program kesehatan


(18)

pemberian ASI ekslusif. Berikut adalah kerangka konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini

G. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat disusun suatu hipotesis:

1. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan riwayat pemberian ASI eksklusif di RSIA Bunda Asy-Syifa Bandar Lampung.

2. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif dengan riwayat pemberian ASI eksklusif di RSIA Bunda Asy-Syifa Bandar Lampung tahun 2013.

Gambar 2. Hubungan Antar variabel

Riwayat pemberian ASI eksklusif di RSIA Bunda Asy-Syifa

Variabel Terikat Variabel Bebas

 Pendidikan


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi ASI dan ASI Eksklusif

1. Definisi ASI

ASI adalah sebuah cairan tanpa tanding ciptaan Allah SWT untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan serangan penyakit (Yahya, 2005). Pengertian lain tentang ASI adalah minuman alamiah untuk semua bayi cukup bulan selama usia bulan-bulan pertama (Nelson, 2000). Sehingga dapat disimpulkan ASI adalah makanan sempurna bagi bayi baru lahir, selain itu, payudara wanita memang berfungsi untuk menghasilkan ASI (Chumbley, 2004).

2. Definisi ASI Eksklusif

Menurut Peratutan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 pada Ayat 1

diterangkan “Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain”. Semula Pemerintah Indonesia menganjurkan para ibu menyusui bayinya hingga usia empat bulan. Namun, sejalan dengan kajian WHO mengenai ASI eksklusif, Menkes


(20)

lewat Kepmen No 450/2004 menganjurkan perpanjangan pemberian ASI eksklusif hingga enam bulan.

ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Roesli, 2005).

B. Kandungan ASI

ASI mengandung banyak nutrisi, antar lain albumin, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan, dan sel darah putih, dengan porsi yang tepat dan seimbang. Komposisi ASI bersifat spesifik pada tiap ibu, berubah dan berbeda dari waktu ke waktu yang disesuaikan dengan kebutuhan bayi saat itu (Roesli, 2005).

Roesli (2005) mengemukakan perbedaan komposisi ASI dari hari ke hari (stadium laktasi) sebagai berikut:

1.Kolostrum (colostrum/susu jolong)

Kolostrum adalah cairan encer dan sering berwarna kuning atau dapat pula jernih yang kaya zat anti-infeksi (10-17 kali lebih banyak dari susu matang) dan protein, dan keluar pada hari pertama sampai hari ke-4/ke-7. Kolostrum membersihkan zat sisa dari saluran pencernaan bayi dan mempersiapkannya untuk makanan yang akan datang. Jika dibandingkan dengan susu matang, kolostrum mengandung karbohidrat dan lemak lebih rendah, dan total energi lebih rendah. Volume kolostrum 150-300 ml/24 jam.


(21)

2.ASI transisi/peralihan

ASI peralihan keluar setelah kolostrum sampai sebelum menjadi ASI yang matang. Kadar protein makin merendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin tinggi dan volume akan makin meningkat. ASI ini keluar sejak hari ke-4/ke-7 sampai hari ke-10/ke-14.

3.ASI matang (mature)

Merupakan ASI yang dikeluarkan pada sekitar hari ke-14 dan seterusnya, komposisi relatif konstan.

4.Perbedaan komposisi ASI dari menit ke menit

ASI yang pertama disebut foremilk dan mempunyai komposisi berbeda dengan ASI yang keluar kemudian (hindmilk). Foremilk dihasilkan sangat banyak sehingga cocok untuk menghilangkan rasa haus bayi. Hindmilk keluar saat menyusui hampir selesai dan mengandung lemak 4-5 kali lebih banyak dibanding foremilk, diduga hindmilk yang mengenyangkan bayi. 5.Lemak ASI makanan terbaik otak bayi

Lemak ASI mudah dicerna dan diserap bayi karena mengandung enzim lipase yang mencerna lemak. Susu formula tidak mengandung enzim, sehingga bayi kesulitan menyerap lemak susu formula.

Lemak utama ASI adalah lemak ikatan panjang (omega-3, omega-6, DHA, dan asam arakhidonat) suatu asam lemak esensial untuk myelinisasi saraf yang penting untuk pertumbuhan otak. Lemak ini sedikit pada susu sapi. Kolesterol ASI tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan otak. Kolesterol juga berfungsi dalam pembentukan enzim metabolisme


(22)

kolesterol yang mengendalikan kadar kolesterol di kemudian hari sehingga dapat mencegah serangan jantung dan arteriosklerosis pada usia muda. 6.Karbohidrat ASI

Karbohidrat utama ASI adalah laktosa (gula) dan kandungannya lebih banyak dibanding dengan susu mamalia lainnya atau sekitar 20-30 % lebih banyak dari susu sapi. Salah satu produk dari laktosa adalah galaktosa yang merupakan makanan vital bagi jaringan otak yang sedang tumbuh.

Laktosa meningkatkan penyerapan kalsium yang sangat penting untuk pertumbuhan tulang. Laktosa juga meningkatkan pertumbuhan bakteri usus yang baik yaitu, Lactobacillis bifidus. Fermentasi laktosa menghasilkan asam laktat yang memberikan suasana asam dalam usus bayi sehingga menghambat pertumbuhan bakteri patogen.

7.Protein ASI

Protein utama ASI adalah whey (mudah dicerna), sedangkan protein utama susu sapi adalah kasein (sukar dicerna). Rasio whey dan kasein dalam ASI adalah 60:40, sedangkan dalam susu sapi rasionya 20:80. ASI tentu lebih menguntungkan bayi, karena whey lebih mudah dicerna dibanding kasein. ASI mengandung alfa-laktalbumin, sedangkan susu sapi mengandung lactoglobulin dan bovine serum albumin yang sering menyebabkan alergi. Selain itu, pemberian ASI eksklusif dapat menghindarkan bayi dari alergen karena setelah 6 bulan usus bayi mulai matang dan bersifat lebih protektif. ASI juga mengandung lactoferin sebagai pengangkut zat besi dan sebagai sistem imun usus bayi dari bakteri patogen. Laktoferin membiarkan flora


(23)

normal usus untuk tumbuh dan membunuh bakteri patogen. Zat imun lain dalam ASI adalah suatu kelompok antibiotik alami yaitu lysosyme.

Protein istimewa lainnya yang hanya terdapat di ASI adalah taurine yang diperlukan untuk pertumbuhan otak, susunan saraf, juga penting untuk pertumbuhan retina. Susu sapi tidak mengandung taurine sama sekali. 8.Faktor pelindung dalam ASI

ASI sebagai imunisasi aktif merangsang pembentukan daya tahan tubuh bayi. Selain itu, ASI juga berperan sebagai imunisasi pasif yaitu dengan adanya SIgA (secretory immunoglobulin A) yang melindungi usus bayi pada minggu pertama kehidupan dari alergen.

9.Vitamin, mineral dan zat besi ASI

ASI mengandung vitamin, mineral dan zat besi yang lengkap dan mudah diserap oleh bayi.

C. Manfaat Pemberian ASI

Menurut Roesli (2004) manfaat ASI bagi bayi yaitu: 1.ASI sebagai nutrisi

Dengan tatalaksana menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan. 2.ASI meningkatkan daya tahan tubuh

Bayi yang mendapat ASI eksklusif akan lebih sehat dan lebih jarang sakit, karena ASI mengandung berbagai zat kekebalan.


(24)

ASI mengandung nutrien khusus yaitu taurin, laktosa dan asam lemak ikatan panjang (DHA, AHA, omega-3, omega-6) yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal. Nutrien tersebut tidak ada atau sedikit sekali terdapat pada susu sapi. Oleh karena itu, pertumbuhan otak bayi yang diberi ASI eksklusif selama 6 bulan akan optimal.

4.Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang.

Perasaan terlindung dan disayangi pada saat bayi disusui menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual yang baik.

5.Manfaat lain pemberian ASI bagi bayi yaitu sebagai berikut: a. Melindungi anak dari serangan alergi.

b. Meningkatkan daya penglihatan dan kepandaian bicara. c. Membantu pembentukan rahang yang bagus.

d. Mengurangi risiko terkena penyakit diabetes, kanker pada anak, dan diduga mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung.

e. Menunjang perkembangan motorik bayi.

Menurut Roesli (2004) menyusui juga memberikan manfaat pada ibu, yaitu: 1. Mengurangi perdarahan setelah melahirkan (post partum)

Menyusui bayi setelah melahirkan akan menurunkan resiko perdarahan post partum, karena pada ibu menyusui peningkatan kadar oksitosin menyababkan vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti. Hal ini menurunkan angka kematian ibu melahirkan. 2. Mengurangi terjadinya anemia


(25)

Mengurangi kemungkinan terjadinya kekurangan darah atau anemia karena kekurangan zat besi. Karena menyusui mengurangi perdarahan. 3. Menjarangkan kehamilan

Selama ibu memberi ASI eksklusif dan belum haid, 98% tidak hamil pada 6 bulan pertama setelah melahirkan dan 96% tidak hamil sampai bayi berusia 12 bulan.

4. Mengecilkan rahim

Kadar oksitosin ibu menyusui yang meningkat akan sangat membantu rahim kembali ke ukuran sebelum hamil.

5. Ibu lebih cepat langsing kembali

Oleh karena menyusui memerlukan energi maka tubuh akan mengambilnya dari lemak yang tertimbun selama hamil.

6. Mengurangi kemungkinan menderita kanker

Pada umumnya bila wanita dapat menyusui sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih, diduga akan menurunkan angka kejadian carcinoma mammae sampai sekitar 25%, dan carcinoma ovarium sampai 20-25%.

7. Lebih ekonomis/murah

Dengan memberi ASI berarti menghemat pengeluaran untuk susu formula dan perlengkapan menyusui. Selain itu, pemberian ASI juga menghemat pengeluaran untuk berobat bayi karena bayi jarang sakit.

8. Tidak merepotkan dan hemat waktu

ASI dapat segera diberikan tanpa harus menyiapkan atau memasak air, tanpa harus mencuci botol, dan tanpa menunggu agar suhunya sesuai. 9. Memberi kepuasan bagi ibu


(26)

Saat menyusui, tubuh ibu melepaskan hormon-hormon seperti oksitosin dan prolaktin yang disinyalir memberikan perasaan rileks/santai dan membuat ibu merasa lebih merawat bayinya.

10.Portabel dan praktis

Air susu ibu dapat diberikan di mana saja dan kapan saja dalam keadaan siap minum, serta dalam suhu yang selalu tepat.

11.Ibu yang menyusui memiliki resiko yang lebih rendah untuk terkena banyak penyakit, yaitu endometriosis, carcinoma endometrium, dan osteoporosis.

D. Hambatan Menyusui Secara Eksklusif Pada Ibu

Hambatan ibu untuk menyusui terutama secara eksklusif sangat bervariasi. Namun, yang paling sering dikemukakan sebagai berikut (Roesli, 2005): 1.ASI tidak cukup

Merupakan alasan utama para ibu untuk tidak memberikan ASI secara eksklusif. Walaupun banyak ibu yang merasa ASI-nya kurang, tetapi hanya sedikit (2-5%) yang secara biologis memang kurang produksi ASInya. Selebihnya 95-98% ibu dapat menghasilkan ASI yang cukup untuk bayinya. 2.Ibu bekerja

Bekerja bukan alasan untuk tidak memberikan ASI eksklusif, karena waktu ibu bekerja, bayi dapat diberi ASI perah. Kebijakan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pemberian ASI oleh pekerja wanita telah dituangkan dalam kebijakan Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI pada tahun 2009.


(27)

3.Alasan kosmetik

Survei Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tahun 1995 pada ibu-ibu Se-Jabotabek, diperoleh data bahwa alasan pertama berhenti memberi ASI pada anak adalah alasan kosmetik. Ini karena mitos yang salah yaitu „menyusui akan mengubah bentuk payudara menjadi jelek. Sebenarnya yang mengubah bentuk payudara adalah kehamilan

4.Adanya anggapan bahwa tidak diberi ASI bayi tetap tumbuh

Anggapan tersebut tidak benar, karena dengan menyusui berarti seorang ibu tidak hanya memberikan makanan yang optimal, tetapi juga rangsangan emosional, fisik, dan neurologik yang optimal pula. Dengan demikian, dapat dimengerti mengapa bayi ASI eksklusif akan lebih sehat, lebih tinggi kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosionalnya, lebih mudah bersosialisasi, dan lebih baik spiritualnya.

5.Bayi akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri dan manja

Pendapat bahwa bayi akan tumbuh menjadi anak manja karena terlalu sering didekap dan dibelai, ternyata salah. Menurut DR. Robert Karen dalam bukunya, The Mystery of Infant-Mother Bond and It’s Impact on Later Life, anak akan tumbuh menjadi kurang mandiri, manja, dan agresif karena kurang perhatian bukan karena terlalu diperhatikan oleh orang tua. 6.Susu formula lebih praktis

Pendapat ini tidak benar, karena untuk membuat susu formula diperlukan api atau listrik untuk memasak air, peralatan yang harus steril, dan perlu waktu untuk mendinginkan susu formula yang baru dibuat. Sementara itu, ASI siap pakai dengan suhu yang tepat setiap saat.


(28)

7.Takut badan tetap gemuk

Pendapat ini salah, karena pada waktu hamil badan mempersiapkan timbunan lemak untuk membuat ASI. Timbunan lemak ini akan dipergunakan untuk proses menyusui, sedangkan wanita yang tidak menyusui akan lebih sukar untuk menghilangkan timbunan lemak ini.

E. Kontraindikasi Menyusui

Peraturan Pemerintah Indonesia nomor 33 Tahun 2012 menyatakan pemberian ASI eksklusif adalah wajib, kecuali dalam 3 kondisi, yaitu: Ibu tidak ada, indikasi medis, serta karena ibu dan bayi terpisah. Menyusukan bayi terkadang tidak mungkin dilaksanakan karena terdapat kelainan atau penyakit, baik pada ibu maupun dari bayinya. Misalnya pada bayi yang sakit berat, stomatitis yang berat, dehidrasi, asidosis, bronkopneumonia, meningitis dan ensefalitis (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002).

Dari pandangan ibu, ada sedikit kontraindikasi terhadap menyusui. Puting susu yang sangat masuk ke dalam (retraksi papilla mammae) menyulitkan dalam memberikan ASI. Puting yang pecah-pecah atau lecet (cracked nipple) biasanya dapat dihindari jika mencegah payudara menjadi kencang. Mastitis dapat dikurangi dengan terus menyusui dan sering pada payudara yang terkena, untuk mencegah payudara kencang diberikan kompres hangat dan antibiotik (Nelson, 2000).


(29)

Infeksi akut pada ibu dapat merupakan kontraindikasi menyusui jika bayi tidak menderita infeksi yang sama. Sebaliknya, tidak perlu menghentikan penyusuan kecuali kalau keadaannya memerlukan. Bila bayi tidak terkena dan keadaan ibu memungkinkan, payudara dapat dikosongkan dan ASI diberikan pada bayi (Nelson, 2000).

Septikemia, nefritis, eklamsia, perdarahan profus, tuberkulosis aktif, demam tifoid, kanker payudara, dan malaria merupakan kontraindikasi untuk penyusuan, sama seperti nutrisi jelek yang kronis, penyalahgunaan bahan, kelemahan, neurosis, berat, dan psikosis pasca partus (Nelson, 2000).

F. Peran Pemerintah dalam Meningkatkan Pemberian ASI

Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya peningkatan pemberian ASI eksklusif dengan berbagai cara. Menerbitkan peraturan dan perundang-undangan mengenai pemberian ASI eksklusif pun sudah dilakukan. Kepmenkes RI No.450/MENKES/IV/2004, merupakan salah satu upaya kementrian kesehatan dalam rangka meningkatkan pemberian ASI eksklusif, dalam undang-undang ini diatur agar semua tenaga kesehatan yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan agar menginformasikan kepada semua Ibu yang baru melahirkan untuk memberikan ASI Eksklusif. Dalam Keputusan Mentri Kesehatan ini diputuskan Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM). Isi dari LMKM tersebut adalah:

1. Sarana Pelayanan Kesehatan (SPK) mempunyai kebijakan Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) tertulis yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas;


(30)

2. Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut;

3. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui;

4. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan, yang dilakukan di ruang bersalin. Apabila ibu mendapat operasi Caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar;

5. Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis;

6. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir;

7. Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari

8. Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu, tanpa pembatasan terhadap lama dan frekuensi menyusui

9. Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI

10. Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari Rumah Sakit/Rumah Bersalin/Sarana Pelayanan Kesehatan.

Selain upaya di atas, pada tahun 2012 Pemerintah RI mengesahkan Peraturan Pemerintah nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI eksklusif. Dalam peraturan ini pemerintah RI mengatur fungsi dan peranan pemerintah dari


(31)

segala jajaran mulai dari tingkat pusat sampai daerah untuk mendukung dan melaksanakan program peningkatan pemberian ASI eksklusif. Peraturan ini juga mengatur lembaga pemerintah dan lembaga kesehatan untuk memberikan edukasi mengenai pemberian ASI eksklusif, tatacara dan isi edukasi yang disampaikan turut diatur dalam peraturan ini.

Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI juga mengeluarkan kebijakan tentang pemberian ASI pada pekerja wanita. Kebijakan ini mengemukakan strategi untuk pemberian ASI pada pekerja wanita. Isi strategi tersebut adalah:

1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pihak manajemen untuk meningkatkan status kesehatan ibu pekerja dan bayinya.

2. Memantapkan tanggung jawab dan kerjasama dengan berbagai instansi pemerintah yang terkait , asosiasi pengusaha, serikat pekerja, LSM dalam program pemberian ASI di tempat kerja dan meningkatkan produktivitas kerja

3. Mengupayakan agar setiap petugas dan sarana pelayanan kesehatan di tempat kerja mendukung perilaku menyusui yang optimal melalui penerapan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui yang merupakan standar interna-sional.

4. Mengupayakan fasilitas yang mendukung PP-ASI bagi ibu yang menyusui di tempat kerja dengan :

- Menyediakan sarana ruang memerah ASI

- Menyediakan perlengkapan untuk memerah dan menyimpan ASI. - Menyediakan materi penyuluhan ASI


(32)

5. Mengembangkan dan memantapkan pelaksanaan ASI eksklusif bagi pekerja wanita melalui pembinaan dan dukungan penuh dari pihak pengusaha.

G. ASI Menurut Perspektif Islam

Pemberian ASI juga disebutkan di dalam Al-Qur’an Surat Al-Luqman ayat 14 dan Surat Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi:

Yang berarti: “Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu” (Q.S. Luqman 31: 14)

Dari ayat di atas terlihat bahwa manusia diperintahkan untuk menyapih anaknya dalam dua tahun. Ukuran dua tahun memberikan informasi bahwa pemberian ASI hanya mampu memenuhi kebutuhan anak sampai usia dua tahun dan selama dua tahun ini ASI mampu menjadi pemenuh kebutuhan utama pada anak (Quthb, 2010).

Batasan dua tahun bersifat relatif dan tidak berdiri sendiri sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi :


(33)

Yang artinya adalah “ Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagi mu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamukerjakan”(Q.S. Al-Baqarah 2: 233)

Ayat diatas menerangkan bahwa waktu dua tahun adalah masa memberikan ASI sudah dianggap sempurna. Hal ini memberikan pilihan kepada ibu apakah


(34)

akan memberikan ASI selama dua tahun atau tidak serta pemberian ASI tidak dipaksakan namun sesuai dengan kemapuan ibu (Quthb, 2010).

H. Tingkat Pendidikan

1. Pendidikan Di Indonesia

Kebijakan mengenai wajib belajar sembilan tahun mencakup enam tahun di Sekolah Dasar (usia 7-12 tahun) dan tiga tahun di Sekolah Lanjutan Tingat Pertama (usia 13-15 tahun). Pelaksanaan kebijakan sejak tahun 1994 telah mengantarkan Indonesia pada angka partisipasi di tingkat Sekolah Dasar sebesar 94%. Namun demikian, angka partisipasi di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pertama hanya mencapai 65% (Subroto 2006).

Tingkat pendidikan perempuan menjadi faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesehatan masyarakat. Di samping secara khusus tingkat kesehatan dirinya sendiri sebagai subjek yang menjalankan fungsi reproduksi. Pada umumnya perempuan Indonesia sejak kecil dididik untuk lebih menghayati kewajibannya: menjadi ibu atau kakak yang mengayomi, menjadi adik yang taat dan penurut, menjadi istri atau anak yang patuh dan berbakti, atau menjadi ibu yang menyusui anaknya (Maryati,2009).

2. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dan Pemberian ASI Eksklusif

Analisis situasi dan kondisi ibu dan anak yang menyangkut upaya peningkatan pemberian air susu ibu (PP-ASI) hingga kini masih belum menunjukkan kondisi yang menggembirakan. Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menggambarkan bahwa proporsi


(35)

anak yang mendapat ASI pada hari pertama menurun dengan meningkatnya tingkat pendidikan ibu. Survey ini menunjukkan pula bahwa rata-rata lamanya pemberian ASI Eksklusif hanya 1,7 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa minuman selain ASI dan MP-ASI sudah mulai diberikan pada usia lebih dini (Novianda, 2011).

Survey tersebut juga menggambarkan keadaan yang tidak jauh berbeda pada ibu dengan pendidikan rendah. Pada kelompok ini rata-rata lamanya pemberian ASI eksklusif hanya 1,3 bulan (Novianda, 2011).

I. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga, ( Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dengan kata lain pengetahuan mempunyai pengaruh sebagai motivasi awal bagi seseorang dalam berperilaku. Namun perlu diperhatikan bahwa perubahan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, walaupun hubungan positif antara variabel pengetahuan dan variabel perilaku telah banyak diperlihatkan. Untuk mengukur tingkat pengetahuan terdiri dari enam peringkat:


(36)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya atau rangsangan yang telah diterima (Notoatmodjo, 2007). Dalam tingkatan ini, tekanan utama pada pengenalan kembali fakta, prinsip, aturan, atau strategi penyelesaian masalah. Beberapa kata kerja yang dipakai untuk mengukur kemampuan tingkat tahu (know) antara lain: atur; kutip; urutkan; tetapkan; daftar; ingat-ingat; gambarkan; cocokkan; kenali; perkenalkan; sebutkan; hubungkan; beri nama; garis bawahi; nyatakan; ulangi; reproduksi; tabulasi; pilih.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar (Notoatmodjo,2007). Dalam tingakatan pengetahuan ini, seseorang telah dapat menafsirkan fakta, menyatakan kembali apa yang ia lihat, menerjemahkan menjadi satu konteks baru, menarik kesimpulan dan melihat konsekuensi. Beberapa kata kerja yang dipakai untuk mengukur tingkat pemahaman seseorang antara lain: perbaiki; pertahankan; uraikan; klasifikasi; cari ciri khasnya; jelaskan; pertajam; bedakan; perluas; ubah; berikan; generalisir; diskusikan;simpulkan; ringkas; laporkan; prediksikan; perkirakan; identifikasi; nyatakan kembali. 3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi penggunaan hukum-hukum atau rumus, metode, prinsip dan lain sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain (Notoatmodjo, 2007). Beberapa kata kerja yang digunakan untuk mengukur tingkat aplikasi seseorang adalah: terapkan; demonstrasikan; siapkan; perhitungkan; buat


(37)

eksperimen; temukan; pilih; buat; kaitkan; klasifikasikan; upayakan; selesaikan; kembangkan; ambil contoh; pindahkan; gambarkan; atur; pakai; tunjukkan; manfaatkan; hasilkan; tafsirkan.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Seseorang mampu mengenali kesalahan-kesalahan logis, menunjukkan kontradiksi atau membedakan di antara fakta, pendapat, hipotesis, asumsi dan simpulan serta mampu menggambarkan hubungan antar ide (Notoatmodjo, 2007). Beberapa kata kerja yang digunakan dalam pengukuran tingkat analisis antara lain: analisis; garis bawahi; bedakan; tunjukkan; rincikan; asosiasikan; gambarkan; bedakan; pisahkan; buat diagram; simpulkan; tegaskan; bedakan; hubungkan; kurangi dan bandingkan.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dan koheren. Manusia mampu menyusunformulasi baru (Notoatmodjo,2007).

Beberapa kata kerja yang digunakan dalam mengukur tingkat sintesis adalah: kategorikan; susun; bangun; sintesiskan; desain; integrasikan; temukan; hipotesiskan; prediksikan; hadapkan; integrasikan; susun; kumpulkan; kombinasikan; ciptakan; rencanakan; perluas; formulasikan; hasilkan; rencanakan; teorisasikan.


(38)

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek dan didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau dengan ketentuan yangsudah ada sehingga, mampu menyatakan alasan untuk pertimbangan tersebut (Notoatmodjo, 2007). Beberapa kata kerja yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan tingkat evaluasi seseorang adalah: taksir; pertahankan; dukung; pertimbangkan; kritik; kurangi; kontraskan; beri komentar; beri alasan; bandingkan; evaluasi; verifikasi; nilai; putuskan dan validasikan .

Cara Mengukur Pengetahuan

Mengukur pengetahuan ada berbagai macam cara diantaranya dengancara, tes, angket atau kuesioner, interview atau wawancara, observasi, dokumentasi dan skala bertingkat (Sugiono, 2010). Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara member sejumlah pertanyaan tertulis kepada respon den untuk dijawab. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien. Bila peneliti tahu dengan pasti variable yang diukur dan apa yang bias diharapkan dari responden tersebut. Selain itu kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Kuesioner dapat berupa pertanyaan terbuka atau tertutup (Sugiono, 2010).

Pengukuran pengetahuan dengan member skor pada jawaban atas sejumlah pertanyaan yang diberikan. Jawaban benar diberi skor 1 sedangkan jawaban salah diberi skor 0. Untuk mempermudah penyajian data pengetahuan dapat


(39)

dikategorikan dalam persentase sebagai berikut baik persentase>80%, sedang 60%-80% dan kurang nilai <60% ( Khomsan, 2000).

Teori Lawrence Green (1980) menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu factor perilaku (behavior causes) dan factor di luar perilaku (non-behaviour causes) dan perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yakni:

a. Faktor Predisposisi (Predisposing factor)

Faktor predisposisi merupakan factor positif yang mempernudah terwujudnya praktik atau factor pemudah, factor ini mencakup pengetahuan individu, sikap, tingkat pendidikan dan unsur-unsur lain dalam individu yang meliputi kesiapan ibu untuk menyusui secara psikologis dan kesehatan ibu untuk menyusui.

Pengetahuan ibu bayi tentang ASI yang meliputi definisi ASI dan ASI eksklusif, manfaat ASI, keuntungan ASI dan pola pemberian ASI

b. Faktor pemungkin (Enabling factor)

Faktor factor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya posyandu, puskesmas dan lain sebagainya.

c. Faktor penguat

Faktor ini meliputi factor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas kesehatan, termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintahan daerah yang terkait dengan kesehatan, (Notoatmodjo, 2007)


(40)

J. Pendidikan Kesehatan Sebagai Intervensi

Pendidikan kesehatan sebagai intervensi untuk meningkatkan kualitas hidup perlu dibahas lebih lanjut. Pendidikan kesehatan yang bertujuan meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan untuk mencegah dan mengatasi keadaan sakit yang diharapkan berdampak terhadap perilaku kesehatan seseorang atau kelompok. Serta meningkatkan pengetahuan dan sikap pelayan kesehatan, yang selanjutnya menurunkan resiko dan angka kejadian masalah kesehatan yang dilihat dari angka kematian, kesakitan, fertilitas dan kecacatan di suatu komunitas yang akan berujug pada satu peningkatan kualitas hidup.

Mekanisme menerapkan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan kualitas hidup terangkum dalam PRECEDE (predisposing, reinfocing, and enabling causes in educational diagnosis and evaluation) yang menyusun tahapan diagnostik untuk menentukan intervensi dalam bentuk pendidikan kesehatan. Tahapan ini terbagi menjadi tujuh langkah (Green, 1980)

Tujuh tahapan PRECEDE tersebut adalah: 1. Tahap 1

Pada tahapan pertama adalah pengertian terhadap kualitas hidup itu sendiri, dengan memandang masalah yang paling umum ada dalam masyarakat yang mempengaruhi kualitas hidup, baik masalah kesehatan, atau pun masalah lainnya.


(41)

Pada tahap ini, masalah kesehatan yang diidentifikasi pada tahap satu dikategorikan menurut pengaruhnya terhadap kualitas hidup. Dengan menggunakan data yang cukup dan pendeekatan yang memadai, akan didapatkan beberapa masalah kesehatan yang akan diintervensi.

3. Tahap 3

Pada tahapan ketiga, perilaku kesehatan yang berhubungan dengan masalah kesehatan pada tahap ke dua diidentifikasi, pada fase ini kita juga mengidentifikasi faktor non perilaku yang mendukung masalah kesehatan, sehingga dapat dimasukkan sebagai materi intervensi pendidikan kesehatan.

4. Tahap 4

Adalah fase tersulit dimana kita harus mengidentifikasi sebab multifaktorial dari pendukung perilaku kesehatan yang dapat digolongkan menjadi 3 faktor: predisposisi, pendukung, dan pendorong.

5. Tahap 5

Mempelajari faktor predisposisi, pendukung dan pendorong dan meminta pengajar untuk memilih beberapa faktor yang akan diintervensi dalam bentuk pendidikan kesehatan.

6. Tahap 6

Merangkum dan menyusun skema metode, alat dan materi yang akan disampaikan dalam intervensi, dan meneneukan output dan outcome yang akan dilihat sebagai evaluasi.


(42)

Mengevaluasi hasil ntervensi berdasarkan suatu penanda multidimensional yang mewakili hasil intervensi terhadap kualitas hidup masyarakat.

K. Pengetahuan tentang ASI Eksklusif

Pengetahuan ibu mengenai keunggulan ASI dan cara pemberian ASI yang benar akan menunjang untuk keberhasilan menyusui. Suatu penelitian yang dilakukan di Semarang menunjukkan bahwa wanita dari semua tingkat ekonomi mempunyai pengetahuan yang baik tentang kegunaan ASI dan mempunyai sikap positif terhadap usaha memberikan ASI, tetapi dalam prakteknya tidak selalu sejalan dengan pengetahuan mereka (Almatsier, 2001)


(43)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian jenis studi analitik, dengan menggunakan pendekatan cross sectional, dimana obyek penelitian hanya diobservasi sekali dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel obyek pada saat pemeriksaan dengan cara pendekatan dan pengumpulan data sekaligus pada satu saat (Notoatmodjo,2011). Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung dibantu oleh panduan kuesioner yang diisi oleh peneliti.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Bunda Asy-Syifa Kota Bandar Lampung. Penelitian dilakukan pada bulan November 2013

C. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah sejumlah subjek besar yang mempunyai karakteristik tertentu. Karakteristik subjek ditentukan sesuai dengan ranah dan tujuan penelitian. (Sastroasmoro, 2007)


(44)

Populasi untuk penelitian ini adalah semua ibu yang berkunjung ke poli rawat jalan dan rawat inap di Rumah Sakit Ibu dan Anak Bunda Asy-Syifa Kota Bandar Lampung pada Bulan November dan Desember 2013.

D. Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah consecutive sampling. Pada consecutive sampling, semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi. Consecutive sampling ini merupakan jenis non-probability sampling yang paling baik, dan sering merupakan cara termudah. Sebagian besar penelitian klinis (termasuk uji klinis) menggunakan teknik ini untuk pemilihan subjeknya. (Sastroasmoro, 2007). Dengan menggunakan teknik tersebut, maka populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dilakukan penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dijadikan sebagai sampel penelitian. Menurut Sastroasmoro (2007), penentuan besar sampel untuk penelitian dapat ditentukan dengan menggunakan rumus uji hipotesis terhadap dua populasi tidak berpasangan yaitu

Zα=derivat baku alfa Zβ=derivat baku beta

P1-P2= proporsi kelompok ketetapan penulis

P2= proporsi kelompok yang sudah diketahui nilainya 0,34(Wahyudianto, 2007)

Q1= 1-P1 Q2= 1-P2 P1-P2= 0,2


(45)

= 72,6 ~ 73 orang

Sample yang diambil menggunakan consecutive sampling dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Wanita yang telah memiliki anak berusia 7 sampai 24 bulan dan datang ke Rumah Sakit Ibu dan Anak Bunda Asy-Syifa saat pengambilan sampel. 2. Bersedia ikut serta dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan

mengenai apa yang akan dilakukan dan menandatangani informed consent.

E. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

a. Tingkat pendidikan ibu

b.Tingkat pengetahuan ibu mengenai ASI ekslusif 2. Variabel Terikat


(46)

F. Definisi Operasional

Tabel 1. Defisini oprasional

No. Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala

1. Pendidikan Ibu Batasan Pendidikan formal yang telah dialami oleh ibu.

Kuesioner  Lulus

SMA/sederajat atau lebih tinggi

 Lulus

SLTP/sederajat

 Lulus SD (Amilda, 2010)

Ordinal

2. Pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif Ukuran derajat pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif.

Kuesioner Dengan nilai jawaban

pertanyaan bagian “Tingkat

Pengetahuan”: Baik : 12-17 (>70%)

Cukup : 7- 11 (35-70%)

Kurang : 0-6 (≤35%)

(Arikunto,2006)

Ordinal

3. Riwayat pemberian ASI eksklusif

Riwayat kegiatan memberikan ASI kepada bayi sebagai satu-satunya makanan bagi bayi, sejak bayi lahir hingga bayi berusia 6 bulan dalam kurun waktu 2 tahun terakhir

Kuesioner Dengan nilai jawaban

pertanyaan bagian “Pemberian”: Iya : 3 Tidak :0 – 2

Nominal

G. Alat dan Cara Penelitian

1. Alat penelitian

Pada penelitian ini digunakan alat-alat sebagai berikut:

a. Lembar informed consent (merupakan lembar persetujuan untuk berpartisipasi dalam penelitian).

b. Kuesioner penelitian. c. Alat tulis.


(47)

d. Komputer yang dilengkapi program statistik 2. Cara penelitian

a. Memberikan pengarahan terhadap orang yang membantu dalam melakukan penelitian ini.

b. Membuat kuesioner dan informed consent. c. Melakukan pengumpulan data.

d. Melakukan pengolahan data. e. Melakukan intepretasi data.

H. Pengolahan dan Analisa Data

1.Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data disederhanakan ke dalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan program komputer. Proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah:

a. Koding, untuk menerjemahkan data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

b. Data entry, memasukan data ke dalam komputer.

c. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukan ke komputer.

d. Output komputer, hasil analisis yang telah dilakukan oleh komputer kemudian dicetak.


(48)

2.Analisa Data

a. Analisa univariat

Analisa ini digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi variabel bebas dan terikat yang bertujuan untuk melihat variasi masing-masing variabel tersebut ( Dahlan, 2012).

b. Analisa bivariat

Analisa ini digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Square namun apabila syarat uji Chi-Square tidak terpenuhi maka akan dilanjutkan dengan uji Fischer (Dahlan, 2012).

Pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan tingkat kepercayaan tersebut, maka bila p-value<0,05 maka hasil perhitungan statistik bermakna dan bila p-value>0,05 maka hasil perhitungan statistik tidak bermakna.


(49)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Tingkat pendidikan ibu di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Bunda Asy-Syifa Bandar Lampung sebagian besar sampai lulus SMA/sederajat atau lebih yaitu sebanyak 42 orang (57,5%); lulus SLTP/sederajat 18 orang (24,6 %); dan lulus SD 13 orang (17,7%).

2. Tingkat pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Bunda Asy-Syifa Bandar Lampung sebagian besar kurang yaitu sebanyak 30 orang (41%); cukup 19 orang (26,02%); dan baik 24 orang (32,8%).

3. Riwayat pemberian ASI eksklusif di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Bunda Asy-Syifa Bandar Lampung sebagian besar memberikan ASI eksklusif yaitu 44 orang (60,3%) dan yang tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 29 orang (39,7%).

4. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan riwayat pemberian ASI eksklusif.

5. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif dengan riwayat pemberian ASI eksklusif.


(50)

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian serupa tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi di tenpat-tempat lain.

2. Bagi institusi kesehatan, perlu lebih meningkatkan penyuluhan dan sosialisasi program Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI) khususnya ASI eksklusif pada ibu-ibu, dengan metode dan cara yang tepat agar dapat diterima oleh semua kalangan, sehingga meningkatkan pemberian ASI eksklusif pada bayi.

3. Bagi RSIA Bunda Asy-Syifa Bandar Lampung, perlu ditingkatkan program yang mendukung agar ibu memberikan ASI eksklusif agar capaian ASI eksklusif dapat terus meningkat.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S.. 2004.Editor. Penuntun Diet. Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia. Amilda, NL, 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan

Pertolongan Persalinan oleh Dukun Bayi Program. Skripsi. Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang Aprilia G. 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Asi Eksklusif

Dengan Pemberian Asi Eksklusif Di Desa Harjobinangun Purworejo. Skripsi. Universitas Diponogoro. Semarang.

Arikunto S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Ed Revisi VI, Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta.

Banu B., Khanom K. 2012. Effects of Education Level of Father and Mother on Perceptions of Breastfeeding. Journal of Enam Medical College. Dhaka: Enam College.

Chumbley, J. 2004. Menyusui: Panduan para ibu untuk menyusui dan mengenalkan bayi pada susu botol. Jakarta: Erlangga.

Conde LC et al. 2011. Relationship Between Level of Education and Breastfeeding Duration Depends on Social Context. Journal of Human Lactation vol. 27 no. 3 pp: 272-78

Dahlan S. 2012. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Media

DepKes RI. 2005. Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI eksklusif: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Jakarta

DepKes RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

DinKes Provinsi Lampung. 2013. Laporan pemberian ASI Eksklusif Provinsi Lampung. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Green L. 1980. Health Education Planning A Diagnostic Approach. Baltimore. The John Hopkins University. Mayfield Publishing Co.


(52)

2010. Skripsi. Sumatra Utara. FK USU.

Josefa, KG. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemrilaku Pemberian ASI Eksklusif. Skripsi . Universitas Diponogoro. Semarang.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. KEPMENKES RI NO. 450/MENKES/SK/VI/2004

Kementrian Kesehatan.2010. Sayang Bayi Beri ASI.Departemen Kesehatan RI. Khomsan A, Ridhayani S. 2008. 50 Menu Sehat untuk Tumbuh Kembang Anak.

Jakarta: PT Agromedia Pustaka.

Komarsson KAC. 2008. Mother’s knowledge about breastfeeding: a descriptive study. OBJN vol 7/2.

Kuzma J. 2013. Knowledge, attitude and practice related to infant feeding among women in rural Papua New Guinea: a descriptive, mixed method study. International Breastfeeding Journal 2013, 8:16

Maryati. 2009. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemberian Asi Eksklusif Pada bayi Umur 0-6 Bulan di Kota Medan Tahun 2009. Tesis. FKM USU. Jakarta. Nelson WE. 2000. ed. Ilmu kesehatan anak. 15 Th ed. Alih bahasa. Samik Wahab.

Jakarta: EGC.: (1): 561 3.

Notoadmojo, S. 2008. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Rhineka Cipta. Notoadmojo, S. 2011. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rhineka Cipta. Novianda. 2011. Determinan Perilaku Ibu yang Memiliki Bayi Usia 0-6 Bulan

Terhadap Pemberian Susu Formula di Kelurahan Durian Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi Tahun 2011. Skripsi. Medan : FKM USU: EGC

Presiden RI. 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif. Jakarta

Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI. 2004. Kebijakan Departemen Kesehatan Tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Pekerja Wanita. Jakarta Quthb S. 2010. Tafsir fii Dzilaliin Qur’an. Jakarta

Ramaiah. Savitri. 2005. ASI dan Menyusui. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. Roesli, Utami. 2005. Panduan Praktis Menyusui. Jakarta: Puspa Swara


(53)

Rossem VL. 2009. Are Starting and Continuing Breastfeeding Related with Educational Background. Pediatrics Vol. 123 No. 6 June 1, 2009 pp. 1017 -27

Rusman. 2008. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian ASI Eksklusif di Desa Selanggeng Purbalingga. Skripsi. Universitas Diponogoro. Semarang.

Sastroasmoro S. 2007. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-3. Jakarta; Sagung Seto.

Seswita .2005. Pertumbuhan bayi yang menerima ASI Eksklusif dan Non Ekslusif di daerah perkotaan Sumatra Barat. Skripsi Padang. FKM Universitas Baiturrahmah.

Setyawati K. 2012. Hubungan Pengetahuan Ibu menyusui Tentang ASI Eksklusif degan Pemberian ASI Eksklusif di Desa Tajuk Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Skripsi Universitas Kristen Setya Wacana. Semarang Soetjiningsih. 2012. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : EGC.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Subroto MA. 2008. Real Food True Health: Makanan Sehat Untuk Hidup Lebih Sehat. Jakarta: AgroMedia Pustaka

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta

Sulistiawati W.2009. Tinjauan Pengetahuan Ibu Post partum Tentang Metode

Amenorea Laktasi Sebagai Kontrasepsi Postpartum di Rumah Bersalin Hadijah Medan Tahun 2009. Skripsi . Medan. FK USU.

Susanti R. 2000. Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Pengatahuan Ibu Tentang ASI Dengan Penberian Kolostrum Dan ASI Eksklusif. Skripsi. Universitas Diponogoro. Semarang.

Syamsianah A,Muftenni, Mahardika DM. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian ASI Eksklusif dengan Lama Pemberian ASI Eksklusif Pada Balita Usia 6- 24 Bulan di Kabupaten Pacitan Jawa Timur. Universitas Muhammadiyah Semarang.


(54)

(1)

56

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Tingkat pendidikan ibu di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Bunda Asy-Syifa Bandar Lampung sebagian besar sampai lulus SMA/sederajat atau lebih yaitu sebanyak 42 orang (57,5%); lulus SLTP/sederajat 18 orang (24,6 %); dan lulus SD 13 orang (17,7%).

2. Tingkat pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Bunda Asy-Syifa Bandar Lampung sebagian besar kurang yaitu sebanyak 30 orang (41%); cukup 19 orang (26,02%); dan baik 24 orang (32,8%).

3. Riwayat pemberian ASI eksklusif di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Bunda Asy-Syifa Bandar Lampung sebagian besar memberikan ASI eksklusif yaitu 44 orang (60,3%) dan yang tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 29 orang (39,7%).

4. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan riwayat pemberian ASI eksklusif.

5. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif dengan riwayat pemberian ASI eksklusif.


(2)

57

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian serupa tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi di tenpat-tempat lain.

2. Bagi institusi kesehatan, perlu lebih meningkatkan penyuluhan dan sosialisasi program Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI) khususnya ASI eksklusif pada ibu-ibu, dengan metode dan cara yang tepat agar dapat diterima oleh semua kalangan, sehingga meningkatkan pemberian ASI eksklusif pada bayi.

3. Bagi RSIA Bunda Asy-Syifa Bandar Lampung, perlu ditingkatkan program yang mendukung agar ibu memberikan ASI eksklusif agar capaian ASI eksklusif dapat terus meningkat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S.. 2004.Editor. Penuntun Diet. Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia. Amilda, NL, 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan

Pertolongan Persalinan oleh Dukun Bayi Program. Skripsi. Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang Aprilia G. 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Asi Eksklusif

Dengan Pemberian Asi Eksklusif Di Desa Harjobinangun Purworejo. Skripsi. Universitas Diponogoro. Semarang.

Arikunto S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Ed Revisi VI, Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta.

Banu B., Khanom K. 2012. Effects of Education Level of Father and Mother on Perceptions of Breastfeeding. Journal of Enam Medical College. Dhaka: Enam College.

Chumbley, J. 2004. Menyusui: Panduan para ibu untuk menyusui dan mengenalkan bayi pada susu botol. Jakarta: Erlangga.

Conde LC et al. 2011. Relationship Between Level of Education and Breastfeeding Duration Depends on Social Context. Journal of Human Lactation vol. 27 no. 3 pp: 272-78

Dahlan S. 2012. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Media

DepKes RI. 2005. Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI eksklusif: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Jakarta

DepKes RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

DinKes Provinsi Lampung. 2013. Laporan pemberian ASI Eksklusif Provinsi Lampung. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Green L. 1980. Health Education Planning A Diagnostic Approach. Baltimore. The John Hopkins University. Mayfield Publishing Co.


(4)

Hartatik. 2010. Faktor yang mempengaruhi Tenaga Kesehatan Wanita dalam Pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2010. Skripsi. Sumatra Utara. FK USU.

Josefa, KG. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemrilaku Pemberian ASI Eksklusif. Skripsi . Universitas Diponogoro. Semarang.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. KEPMENKES RI NO. 450/MENKES/SK/VI/2004

Kementrian Kesehatan.2010. Sayang Bayi Beri ASI.Departemen Kesehatan RI. Khomsan A, Ridhayani S. 2008. 50 Menu Sehat untuk Tumbuh Kembang Anak.

Jakarta: PT Agromedia Pustaka.

Komarsson KAC. 2008. Mother’s knowledge about breastfeeding: a descriptive study. OBJN vol 7/2.

Kuzma J. 2013. Knowledge, attitude and practice related to infant feeding among women in rural Papua New Guinea: a descriptive, mixed method study. International Breastfeeding Journal 2013, 8:16

Maryati. 2009. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemberian Asi Eksklusif Pada bayi Umur 0-6 Bulan di Kota Medan Tahun 2009. Tesis. FKM USU. Jakarta. Nelson WE. 2000. ed. Ilmu kesehatan anak. 15 Th ed. Alih bahasa. Samik Wahab.

Jakarta: EGC.: (1): 561 3.

Notoadmojo, S. 2008. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Rhineka Cipta. Notoadmojo, S. 2011. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rhineka Cipta. Novianda. 2011. Determinan Perilaku Ibu yang Memiliki Bayi Usia 0-6 Bulan

Terhadap Pemberian Susu Formula di Kelurahan Durian Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi Tahun 2011. Skripsi. Medan : FKM USU: EGC

Presiden RI. 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif. Jakarta

Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI. 2004. Kebijakan Departemen Kesehatan Tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Pekerja Wanita. Jakarta Quthb S. 2010. Tafsir fii Dzilaliin Qur’an. Jakarta

Ramaiah. Savitri. 2005. ASI dan Menyusui. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. Roesli, Utami. 2005. Panduan Praktis Menyusui. Jakarta: Puspa Swara


(5)

Roesli, Utami. 2008. Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda.

Rossem VL. 2009. Are Starting and Continuing Breastfeeding Related with Educational Background. Pediatrics Vol. 123 No. 6 June 1, 2009 pp. 1017 -27

Rusman. 2008. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian ASI Eksklusif di Desa Selanggeng Purbalingga. Skripsi. Universitas Diponogoro. Semarang.

Sastroasmoro S. 2007. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-3. Jakarta; Sagung Seto.

Seswita .2005. Pertumbuhan bayi yang menerima ASI Eksklusif dan Non Ekslusif di daerah perkotaan Sumatra Barat. Skripsi Padang. FKM Universitas Baiturrahmah.

Setyawati K. 2012. Hubungan Pengetahuan Ibu menyusui Tentang ASI Eksklusif degan Pemberian ASI Eksklusif di Desa Tajuk Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Skripsi Universitas Kristen Setya Wacana. Semarang Soetjiningsih. 2012. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : EGC.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Subroto MA. 2008. Real Food True Health: Makanan Sehat Untuk Hidup Lebih Sehat. Jakarta: AgroMedia Pustaka

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta

Sulistiawati W.2009. Tinjauan Pengetahuan Ibu Post partum Tentang Metode

Amenorea Laktasi Sebagai Kontrasepsi Postpartum di Rumah Bersalin Hadijah Medan Tahun 2009. Skripsi . Medan. FK USU.

Susanti R. 2000. Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Pengatahuan Ibu Tentang ASI Dengan Penberian Kolostrum Dan ASI Eksklusif. Skripsi. Universitas Diponogoro. Semarang.

Syamsianah A,Muftenni, Mahardika DM. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian ASI Eksklusif dengan Lama Pemberian ASI Eksklusif Pada Balita Usia 6- 24 Bulan di Kabupaten Pacitan Jawa Timur. Universitas Muhammadiyah Semarang.


(6)

Wahyudianto T. 2007. Hubungan tingkat pengetahuan ibu mengenai ASI Eksklusif dn tingkat pendidikan ibu dengan pemberian ASI Ekskhlusif. Skripsi. Bandar Lampung. Universitas Lampung.