Yuyu Yuliati, 2015 PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejalan dengan perubahan dunia yang begitu cepat dan menyeluruh, pendidikan memiliki peranan sangat sentral dalam meningkatkan kualitas sumber
daya manusia guna dapat bertahan dan menjalani kehidupan di abad ke-21. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
menunjukkan peran strategis pendidikan dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Fungsi pendidikan nasional itu sendiri diantaranya
untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam IPA merupakan salah satu ilmu
pengetahuan yang harus dikuasai oleh siswa dalam menghadapi tantangan di era global. Sains merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari makhluk hidup
dengan segala aspek kehidupannya dengan mengedepankan aspek metode ilmiah. Pada hakikatnya sains berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Relevan
dengan tujuan pendidikan nasional, Rustaman 2007, hlm. 97 menjelaskan bahwa pendidikan sains memiliki visi untuk mempersiapkan siswa yang melek sains dan
teknologi. Harapan dari siswa yang melek sains dan teknologi yaitu mampu memahami diri dan lingkungan sekitarnya melalui pengembangan keterampilan
proses, sikap ilmiah, keterampilan berpikir, penguasaan konsep sains, kegiatan teknologi, dan upaya pengelolaan lingkungan secara bijaksana yang dapat
menumbuhkan sikap pengagungan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Keberhasilan pendidikan sains dalam mewujudkan visinya ditunjukkan
apabila siswa memahami apa yang dipelajari serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini berarti, pendidikan sains selayaknya dapat
membantu siswa mengembangkan pemahaman dan kebiasaan dalam berpikir
Yuyu Yuliati, 2015 PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
sehingga siswa mempunyai kemampuan dalam menghadapi tantangan hidup di era globalisai. Bertemali dengan itu maka proses pembelajaran sains selayaknya
dikondisikan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah dan menekankan pada pemberian pengalaman langsung melalui kegiatan inkuiri
ilmiah scientific inquiry dengan tujuan dapat membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Salah satu aspek keterampilan berpikir yang perlu mendapat penekanan pada pembelajaran sains dalam menghadapi perubahan teknologi dan masyarakat saat
ini adalah keterampilan berpikir kreatif. Dalam Standar Kompetensi Lulusan SKL satuan pendidikan dasar dan menengah disebutkan bahwa siswa harus
dapat menunjukan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif dalam membangun, menggunakan, dan menerapkan informasi tentang lingkungan
sekitar untuk mampu menyelesaikan masalah BNSP, 2006. Harapan dikembangkannya keterampilan berpikir kreatif dalam pembelajaran sains yaitu
siswa dapat berlatih untuk mencari berbagai alternatif pemecahan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Guilford dalam Tan, 2009, hlm. 7
mengistilahkan kreativitas sebagai divergent production berpikir divergen. Berpikir divergen yaitu berpikir untuk memberikan macam-macam kemungkinan
jawaban benar ataupun cara penyelesaian suatu masalah berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada jumlah dan kesesuaian. Hassoubah 2008,
hlm. 50 menjelaskan bahwa berpikir kreatif merupakan pola berpikir yang didasarkan pada suatu cara yang mendorong kita untuk menghasilkan produk
yang kreatif. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif merupakan kemampuan siswa mengungkapkan ide atau gagasan
dari suatu masalah untuk memberikan bermacam kemungkinan jawaban ataupun cara terhadap pemecahan masalah secara mendetail berdasarkan informasi yang
diberikan. Adapun ciri dari keterampilan berpikir kreatif tersebut menurut Munandar 2002; 2009, hlm. 192 diantaranya terdiri dari:
kelancaran fluency, yaitu mampu mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah dengan lancar; keluwesan flexibilty, yaitu mampu
menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi; keaslian originality, yaitu mampu menyatakan suatu ide dengan caranya sendiri; dan
merinci elaboration, yaitu merinci ide secara mendetail.
Yuyu Yuliati, 2015 PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Keterampilan lain yang juga tidak kalah penting dengan keterampilan berpikir yaitu keterampilan proses sains. Keterampilan ini penting dimiliki oleh siswa
dalam kegiatan inkuiri ilmiah guna menyelesaikan berbagai masalah sains. Keterampilan proses sains adalah semua kemampuan yang diperlukan untuk
memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum dan teori-teori sains baik berupa kemampuan mental, fisik,
maupun kemampuan sosial. Menurut Rustaman 2005, hlm. 80 keterampilan proses sains meliputi kegiatan melakukan pengamatan, menafsirkan pengamatan,
mengklasifikasi, berkomunikasi,
memprediksi, merumuskan
hipotesis, menganalisis data, merancang eksperimen atau percobaan, menerapkan konsep
atau prinsip, mengajukan pertanyaan, menggunakan alat, melakukan pengukuran dan penarikan kesimpulan.
Siswa tidak akan lepas dari proses berpikir dan keterampilan proses sains dalam menemukan produk sains. Hal ini terlihat dari banyak jenis keterampilan
proses sains seperti mengamati, menginterpretasi atau membuat hipotesis bisa dikuasai siswa dengan baik jika disertai dengan keterampilan berpikir. Kedua
keterampilan tersebut merupakan keterampilan siswa yang memerlukan proses latihan, oleh karena itu sudah selayaknya keterampilan berpikir kreatif dan
keterampilan proses sains senantiasa dikembangkan dalam setiap langkah pembelajaran disetiap jenjang pendidikan.
Faktanya yang terjadi di lapangan pembelajaran sains masih terbilang belum menyentuh pengembangan keterampilan berpikir kreatif dan keterampilan proses
sains secara optimal. Pene litian Rofi’uddin 2009, menjelaskan bahwa saat ini
pendidikan berpikir di tingkat pendidikan dasar belum tertangani secara sistematis dan dilaksanakan secara parsial sehingga berakibat pada kemampuan berpikir
lulusan sekolah dasar masih rendah. Selain itu, penelitian Suastra dalam Aziz, 2012, hlm. 4 menjelaskan bahwa rendahnya pembelajaran sains disebabkan
karena tolak ukur keberhasilan pendidikan di sekolah masih difokuskan pada segi konsep. Pembelajaran sains selama ini memiliki kecenderungan hanya mengasah
aspek mengingat remembering dan memahami understanding, kurang melatih siswa dalam menyelesaikan soal yang berbentuk pemecahan masalah dimana
siswa dituntut untuk menggunakan penalaran, argumentasi dan kreativitas lebih.
Yuyu Yuliati, 2015 PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Selain itu pembelajaran di lapangan juga tidak banyak melatih keterampilan siswa dalam berinkuiri. Keadaan ini diperparah dengan kondisi dimana fokus penyajian
pembelajaran hanya dilakukan dengan kegiatan ceramah sehingga mengakibatkan kegiatan siswa ketika belajar sangat terbatas. Penjelasan tersebut didukung oleh
hasil penelitian Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007 dalam Handika, I Wangid, M. N., 2013 yang menyatakan bahwa metode
ceramah dengan cara menulis di papan tulis merupakan metode yang paling banyak digunakan. Berbagai temuan tersebut juga didukung oleh hasil studi
pendahuluan yang dilakukan peneliti di salah satu sekolah dasar di kabupaten Majalengka, bahwa pertanyan-pertanyaan yang dilontarkan guru pada
pelaksanaan pembelajaran sains masih didominasi oleh aspek ingatan, selain itu kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas juga belum dapat mengoptimalkan
siswa secara aktif memecahkan masalah dan melakukan inkuiri. Pada pelaksanaannya siswa lebih banyak diam mendengarkan penjelasan guru serta
mencatat hal-hal yang penting. Rendahnya keterampilan berpikir kreatif dan keterampilan proses sains KPS
pada akhirnya bermuara pada rendahnya hasil belajar sains siswa. Sebagaimana dikutip dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Peringkat Indonesia di PISA Programe for International Student Assessment dalam matematika, sains, dan membaca yang diselenggarakan
Organisation for Economic Co-operation and Development pada tahun 2012 berada pada posisi 64 dari 65 negara yang ikut serta. Berdasarkan data PISA
tersebut anak Indonesia masih rendah dalam kemampuan literasi sains diantaranya mengidentifikasi masalah ilmiah, menggunakan fakta ilmiah, memahami sistem
kehidupan dan
memahami penggunaan
peralatan sains
http:litbang.kemdikbud.go.idindex.phpsurvei-internasional-pisa. Hasil survey dari lembaga lain ternyata juga tidak jauh berbeda, hasil
penilaian dari TIMSS Trends in International Mathematics and Science Study yang mengukur kemampuan scientific inquiry, menunjukan bahwa rata-rata skor
prestasi sains siswa Indonesia pada tahun 1999 yaitu 435 sehingga menjadikan Indonesia berada pada urutan 32 dari 39, pada tahun 2003 berada pada urutan 37
dari 46 dengan rata-rata skor 420, begitupun hasil pada tahun 2007 berada pada
Yuyu Yuliati, 2015 PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
urutan 35 dari 49 dengan skor rata-rata 427, dan hasil survey yang terakhir juga menunjukan hasil yang relatif sama yaitu berada pada urutan 39 dari 41 dengan
skor rata-rata 406 sedangkan rata-rata skor internasional sudah mencapai skor 500. Berdasarkan hasil interpretasi survey TIMSS terhadap kemampuan siswa
Indonesia ditinjau dari aspek kognitif knowing, applying, reasoning, ternyata secara
rata-rata masih
berada pada
kemampuan knowing
http:timssandpirls.bc.edudata-release-2011pdfOverview-TIMSS-and-PIRLS- 2011-Achievement.pdf.
Berdasarkan data empiris yang telah dikemukakan di atas, perlu dilakukan sebuah perubahan besar dan mendasar dalam pelaksanaan pembelajaran sains.
Berbagai upaya seyogyanya dilakukan memiliki tujuan untuk membenahi pembelajaran yang bermuara pada peningkatan mutu dan hasil pembelajaran
sehingga pada akhirnya dapat mempersiapkan siswa yang sesuai dengan kebutuhan di masa depan. Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan
hanya akan dapat terwujud apabila terjadi perubahan pola pikir dalam proses pembelajaran. Perubahan pola pikir tersebut hendaknya menggambarkan
pembelajaran yang awalnya berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa, dari satu arah menuju pada pembelajaran yang interaktif, dan dari belajar dengan
menghafal menjadi belajar berpikir atau dari belajar yang dangkal menjadi kompleks. Permendiknas RI No. 41 2007, hlm. 6 menjelaskan bahwa proses
pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi
aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
siswa. Penjelasan tersebut dimaksudkan supaya pembelajaran menjadi aktivitas yang bermakna dimana setiap siswa dapat mengembangkan seluruh potensi yang
dimilikinya. Studi terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan proses
mengungkapkan bahwa keterampilan ini tidak akan berkembang tanpa usaha yang secara eksplisist dan disengaja ditanamkan dalam pengembangannya. Seorang
siswa tidak akan dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dengan baik tanpa ditantang untuk berlatih menggunakannya dalam pembelajaran
Yuyu Yuliati, 2015 PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Wayan Triwiyono dalam Rustaman, 2007, hlm. 77. Dengan demikian, guru sebagai pendidik berkewajiban untuk mengkondisikan pembelajaran agar siswa
mampu mengembangkan keterampilan berpikirnya. Salah satu alternatif model pembelajaran yang memberikan peluang bagi siswa untuk memiliki keterampilan
berpikir kreatif dan mengembangkan keterampilan proses sains adalah model pembelajaran berbasis masalah PBM. Arends 2008, hlm. 41 menyatakan
bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan
maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri, keterampilan berpikir tingkat tinggi, kemandirian, dan percaya diri.
Keberhasilan model pembelajaran berbasis masalah dapat terlihat dari keberhasilan model ini menyelesaikan berbagai permasalahan pembelajaran yang
tertuang dalam beberapa penelitian. Penelitian Khori, W. dkk 2013 menunjukan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan pembelajaran model
PBL berbantuan multimedia lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan pembelajaran
ekspositori, ditunjukan dengan rata-rata N-gain kelas ekseperimen
sebesar 0,45 lebih baik dari rata-rata N-gain kelas
kontrol yang hanya sebesar 0,16. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
melalui PBL terjadi peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan kategori sedang. Penelitian lain dari Muntaha, A Hartono 2013 menunjukan
hasil bahwa model PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan rata-rata skor N-gain kelas eksperimen sebesar 0,32 lebih baik dari rata-
rata skor N-gain kelas kontrol sebesar 0,14. Selain itu penelitian Handika, I Wangid, M. N. 2013 yang berjudul pengaruh pembelajaran berbasis masalah
terhadap penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa kelas V menunjukan hasil bahwa pembelajaran berbasis masalah memberikan pengaruh
yang lebih baik dan signifikan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional terhadap penguasaan konsep sains dan keterampilan proses sains siswa.
Berdasarkan beberapa penelitian di atas jelas bahwa model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif dan
keterampilan proses sains siswa, namun data hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan yang didapat hanya berada pada kriteria sedang. Dengan demikian
Yuyu Yuliati, 2015 PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
peneliti menganggap perlu melakukan penelitian mengenai peningkatan keterampilan berpikir kreatif dan keterampilan proses sains siswa melalui model
pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran IPA. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu menitik beratkan pada pembiasaan
membaca yang dilakukan oleh siswa sebelum dimulainya pembelajaran.
B. Pembatasan Masalah