BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan dengan Variasi Temperatur Air Panas Masuk Pada Kapasitas Aliran yang Konstan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Teori Dasar Alat Penukar Kalor

  Alat penukar kalor adalah alat yang memungkinkan terjadinya perpindahan panas diantara dua fluida yang memiliki temperatur yang berbeda tanpa mencampurkan kedua fluida tersebut. Alat penukar kalor biasanya digunakan secara praktis didalam aplikasi yang luas, seperti dalam kasus pemanasan dan sistem pengkondisian udara, proses-proses kimia dan proses pembangkitan tenaga. Alat penukar kalor berbeda dengan ruangan pencampuran yakni alat penukar kalor tidak memperbolehkan kedua fluida bercampur. Sebagai contoh, pada radiator mobil, panas dipindahkan dari air panas yang mengalir melalui pipa yang terdapat pada radiator yang ditambahkan plat pada jarak yang kecil dengan melewatkan udara diantaranya.

  Perpindahan panas pada alat penukar kalor biasanya terdiri dari konveksi di setiap fluida dan konduksi pada dinding yang memisahkan kedua fluida. Pada saat menganalisa alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggunakan koefisien perpindahan panas menyeluruh U yang memungkinkan untuk menghitung seluruh efek dari perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara kedua fluida terletak pada alat penukar kalor yang bergantung pada perbedaan temperatur pada suatu titik, yang bervariasi sepanjang alat penukar kalor. Pada saat menganalisis alat penukar kalor, biasanya bekerja dengan menggunakan

  

logarithmic mean temperature difference LMTD, yang sebanding dengan

perbedaan temperatur rata-rata diantara kedua fluida sepanjang alat penukar kalor.

  Ketika dua temperatur tidak diketahui kita dapat menganalisisnya dengan metode keefektifan-NTU.

  2.2 Jenis Alat Penukar Kalor

  Secara umum, alat penukar kalor dapat dibagi berdasarkan fungsinya yakni : a. Chiller, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida sampai pada temperature yang rendah. Temperature fluida hasil pendinginan didalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan dengan fluida pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk chiller ini media pendingin biasanya digunakan amoniak atau Freon.

Gambar 2.1 Centrifugal Chiller

  

Sumber :http://energy-models.com/hvac-centrifugal-chillers

  b. Kondensor, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas atent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin akan dimasukkan kedalam kondensor, lalu diembunkan menjadi kondensat.

Gambar 2.2 Kondensor

  

Sumber : http://artikel-teknologi.com/prinsip-kerja-kondensor/

  c. Cooler, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin coler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan bantuan fan (kipas).

Gambar 2.3 Cooler

  

Sumber : http://howaswampcoolerworks.blogspot.com/

  d. Evaporator, alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi uap. Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan zat yang digunakan adalah air atau refrigerant cair.

Gambar 2.4 Evaporator

  

Sumber : http://www.heat-transferindia.com/industrial-evaporator.html e. Reboiler, alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada penyulingan minyak pada gambar 2.2, diperlihatkan sebuah reboiler dengan mempergunakan minyak (665 °F) sebagai media penguap, minyak tersebut akan keluar dari boiler dan mengalir didalam tube.

Gambar 2.5 Reboiler tipe steam-heated forced circulation untuk menara destilasi

  

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Reboiler

  f. Heat Exchanger, alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu: Memanaskan fluida

  • Mendinginkan fluida yang panas
  • Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan kebutuhannya.

Gambar 2.6 : Heat Exchanger

  

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Heat_exchanger

2.3 Klasifikasi Alat Penukar Kalor

  Menurut T. Kuppan, alat penukar kalor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yakni :

  1.Klasifikasi berdasarkan proses transfer

  1.1 Tipe Kontak Langsung

  1.2 Tipe tidak Kontak langsung

  1.2.1 Tipe Pentransferan langsung

  1.2.2 Tipe Penyimpanan

  2. Klasifikasi berdasarkan kepadatan permukaan

  2

  3

  2.1 Compact (Kepadatan daerah permukaan >= 700 m /m )

  2

  3

  2.2 Non-compact (Kepadatan daerah permukaan < 700 m /m )

  3. Klasifikasi Berdasarkan Konstruksi

  3.1 Tubular

  3.1.1 Double-Pipe

  3.1.2 Shell-and-tube

  3.1.2.1 Plate baffle

  3.1.2.2 Rod baffle

  3.1.3 Spiral tube

  3.2 Plate

  3.2.1 Gasketed

  3.2.2 Spiral

  3.2.3 Lamella

  3.3 Extended Surface

  3.3.1 Plate-fin

  3.3.2 Tube-fin

  3.4 Regenerative

  3.4.1 Rotory

  3.4.1.1 Disk-type 3.4.1.2 drum-type

  3.4.2 Fixed-matrix

  4. Klasifikasi berdasarkan susunan aliran

  4.1 Laluan tunggal

  4.1.1 Aliran sejajar

  4.2.3.1 N-paralel plate multi-pass

  

Exchanger Manufacture’s Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan

  6.4 Perpindahan panas secara radiasi yang dikombinasikan dengan konveksi Perlu diketahui bahwa untuk alat-alat ini terdapat suatu terminologi yang telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tubular

  6.3 Konveksi 2 fasa pada kedua sisi

  6.2 Konveksi 1 fasa pada 1 sisi, konveksi 2 fasa pada sisi lainnya

  6.1 Konveksi 1 fasa pada kedua sisi

  6. Klasifikasi berdasarkan susunan mekanis aliran

  5.3 N-fluida (N>3)

  5.2 Tiga fluida

  5.1 Dua fluida

  5. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida

  4.2.3 Multi pass

  4.1.2 Aliran berlawanan

  4.2.2.3 Divided-flow

  4.2.2.2 Split flow

  4.2.2.1.2 N tube passes

  4.2.2.1.1 M shell passes

  4.2.2.1 Parallel counter flow shell and fluid mixed

  4.2.2 Extended surface heat exchanger

  4.2.1.2 Cross parallel flow

  4.2.1.1 Cross counter flow

  4.2.1 Extended Surface heat exchanger

  4.2 Laluan Banyak

  4.1.3 Aliran menyilang

  untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena alat ini beroperasi pada temperature dan tekanan yang tinggi.

  Didalam standar mekanik TEMA, terdapat dua macam kelas heat Exchanger, yaitu :

  1. Kelas R, yaitu untuk peraalatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya untuk industri minyak dan kimia berat.

  2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri.

  Berikut ini akan dijelaskan beberapa contoh alat penukar kalor yang digunakan dalam pemakaian yang luas :

1. Concentric Tube Heat Exchanger

  Bentuk yang paling sederhana dari alat penukar kalor adalah tabung sepusat. Alat penukar kalor jenis ini terdiri dari dari dua pipa, yakni pipa didalam pipa. Fluida pertama mengalir didalam pipa yang terdalam, yakni pipa pusat dan fluida kedua mengalir didalam ruang anulus.

  Dalam hal yang berkaitan dengan perancangan secara mekanikal, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni :

  1. Alat penukar kalor pipa lurus ganda Alat penukar kalor pipa lurus ganda terdiri dari dua pipa yang memiliki sumbu yang sama. Alat penukar kalor jenis ini mudah dibuat dan relatif mudah untuk dibersihkan, dirawat, dan dimodifikasi. Namun, alat panukar kalor jenis ini membutuhkan banyak ruang dan memiliki kapasitas termal yang terbatas. Alat penukar kalor jenis ini kadang dibuat sendiri untuk aplikasi yang kecil. Tetapi kebanyakan alat penukar kalor jenis tabung sepusat dari pembuat yang ahli yang menyediakan jenis perancangan yang luas, termasuk jenis alat penukar kalor pipa lurus, U-tube, dan jenis lainnya.

  2. Alat Penukar kalor pipa U alat penukar kalor jenis ini didesai agar pipa U dapat dilepas dari cangkang penutupnya untuk pembersihan dan perawatan. Terdapat cangkang penutup yang dapat dilepas pada alat penukar kalor jenis ini yang menutup U-bend dan pada ujungnya diikat dengan flange yang menggunakan baut dan mur. Pipa yang terdalam ditopang oleh oleh split ring yang dapat digerakkan ketika flange dibuka. Pada sambungan luarnya terdapapat flange yang memiliki prinsip kerja yang sama. Sealing ring yang digunakan antara pipa dengan cangkang terbuat dari logam yang tahan terhadap tekanan.

  3. Multitube Unit Pada tipe multitube unit, laluan pipa ditutup oleh plat yang dilubangi yang berguna sebagai seal, yang disebut tube sheet. Untuk aplikasi tekanan rendah tube sheet ditutup oleh sebuah cincin yang ttahan terhadap tekanan untuk mencegah terjadinya kebocoran yang terjadi pada celah anatara pipa dengan cangkang. Untuk aplikasi tekanan tinggi terdapat separate sealing

  ring untuk mencegah terjadinya kebocoran pada sisi cangkang dan terdapat indepandent seal untuk mencegah terjadinya kebocoran pada sisi pipa.

  Seperti pada alat penukar kalor tabung sepusat yang sederhana, tipe

  multitube unit ini disusun atas split ring dan flange untuk memungkinkan terjadinya pelepasan bundle.

  4. Sirip Sirip dibentuk dari potongan logam, dibentuk berupa huruf U dan biasanya ditambahkan ke pipa dengan pengelasan titik. Umumnya material sirip adalah baja karbon, baja tahan karat, dan paduan logam lainnya. Sirip yang dibuat dari brass atau sejenisnya biasanya disolder dengan tembaga, nikel, atau pipa aluminium. Material tersebut memiliki range temperatur yang terbatas dan tidak melebihi 250 °C.

  Jangkauan penggunaan alat penukar kalor tabung sepusat adalah luas. Alat penukar kalor jenis ini dapat didesain untuk bekerja pada tekanan tinggi (lebih dari 300 atm didalam cangkang dan 1400 atm didalam pipa) dan temperatur tinggi (

  ≈ 600 °C), dan alat penukar kalor ini dapat dikerjakan dengan cara kerja yang sederhana dan relatif tidak mahal. Faktor lain yang dapat menjadi pertimbangan dalam memilih alat penukar kalor tabung sepusat adalah :

  1. Konstruksi yang sederhana Untuk aplikasi yang hanya membutuhkan laju perpindahan panas yang relatif kecil (misalnya < 1000 kW) dan tidak dibutuhkan peningkatan perpindahan panas, alat penukar kalor dengan pipa yang sederhana lebih diuntungkan karena hanya membutuhkan konstruksi yang sederhana.

  2. Mudah untuk dirawat Dalam pencegahan kebocoran alat penukar kalor dapat dicapai dengan sambungan flange dan ditutup dengan sealing ring. Hal tersebut dapat memungkinkan pipa dilepas dari cangkang sehingga dapat dibersihkan, dan merupakan suatu keuntungan pada aplikasi pipa sederhana dan pipa yang bersirip.

  3. Aliran Berlawanan Alat penukar kalor mengijinkan pertukaran panas aliran berlawanan dimana fluida dingin dapat dipanaskan ke temperatur diatas temperatur keluar fluida panas. Hal ini mematahkan dugaan adanya pendekatan perbedaan temperatur seperti yang terjadi pada aliran sejajar, ataupun laluan yang banyak.

  4. Kemampuan untuk dibuat sirip pada pipa Alat penukar kalor adalah jenis yang paling sesuai untuk dilakukan peningkatan luas permukaan perpindahan panas dengan adanya sirip. Sirip digunakan saat koefisien perpindahan panas anulus rendah. Hal ini terjadi saat fluida didalam cangkang adalah berupa gas ataupun fluida dengan viskositas yang tinggi.

  5. Aplikasi Tekanan Tinggi Dalam beban yang berat, alat penukar kalor tabung sepusat yang dirangkai secara seri akan membutuhkan diameter cangkang yang lebih kecil jika dibandingkan dengan alat penukar kalor tipe shell and tube (rentang diameter yang normal dari 50 sampai 200 mm). Oleh karena itu, tebal dinding cangkang lebih kecil, dan pada aplikasi tekanan yang tinggi hal ini dapat menjadi faktor yang penting dalam menentukan harga dan pengerjaan.

  Kesimpulan yang didapat adalah, alat penukar kalor tabung sepusat adalah bentuk yang paling sederhana dari alat penukar kalor dengan berbagai kelebihan, yakni untuk beban termal yang kecil dan untuk aplikasi beban tekanan yang tinggi. Penggunaan sirip untuk meningkatkan perpindahan panas sisi cangkang.

Gambar 2.7 Alat Penukar kalor tabung sepusat (Pipa Polos)

  Sumber : Process Heat Transfer,G.F Hewitt

Gambar 2.8 Alat Penukar kalor tabung sepusat (Dengan sirip lurus memanjang)

  

Sumber : Process Heat Transfer,G.F Hewitt

2. Shell And Tube Heat Exchanger

  Fitur-fitur secara mekanikal yang spesifik dari sebuah alat penukar kalor memiliki pengaruh terhadap performansi secara termal karena perubahan perancangan secara mekanikal akan berpengaruh terhadap aliran fluida didalam alat penukar kalor dan secara langsung akan mempengaruhi proses perpindahan panas. Terdapat berbagai susunan secara mekanikal diciptakan. Untuk menghindari terjadinya berbagai pendapat yang berbeda tentang hal tersebut,

  

Tubular Exchanger Manufacturers’ Association (TEMA) telah

  mengklasifikasikan tipe dan susunan dari alat penukar kalor, khususnya jenis shell and tube (tabung cangkang) yang telah diterima oleh seluruh dunia.

  2.1 Tipe Cangkang Tipe yang paling sederhana memiliki nozel masuk dan keluar pada sudut yang berbeda dan ujung yang berbeda dari sebuah alat penukar kalor dengan satu laluan cangkang. Alat penukar kalor tipe itu biasanya disebut TEMA tipe E. Metode dalam merancang biasanya berdasarkan tipe E, namun dapat dimodifikasi. Tipe cangkang yang lain yang diakui oleh TEMA dapat dideskripsikan dengan sederhana sebagai berikut :

  1. TEMA tipe F Cangkang tipe ini memiliki dua laluan cangkang karena tipe ini memiliki sekat longitudinal. Susunan ini digunakan dalam aplikasi dua cangkang disusun secara seri, karena pendekatan temperatur seperti contoh, temperatur keluar fluida panas yang diinginkan agar mendekati temperatur masuk fluida dingin dan/atau menghindari rendahnya kapasitas aliran yang berada pada sisi cangkang jika memakai cangkang tipe E. Penurunan tekanan yang terjadi pada tipe F ini adalah mendekati 8 kali lebih besar daripada tipe E, tetapi hal ini dapat diterima dalam aplikasi tertentu. Potensi kebocoran antara sekat longitudinal dengan cangkang menjadi pertimbangan pemakaian.

  2. TEMA tipe G Tipe ini biasanya disebut tipe split flow, dengan sekat longitudinal.

  Penurunan tekanan yang terjadi pada tipe ini adalah sama dengan tipe E, tetapi keefektifan termal lebih baik daripada tipe E. Tipe ini digunakan biasanya untuk reboilers, tetapi kadang-kadang digunakan untuk aliran yang tidak mengalami perubahan fasa.

  3. TEMA tipe J Tipe ini biasanya disebut tipe divided flow, dimana terdapat satu nozel masuk dan dua nozel keluar aliran, sehingga membagi aliran menjadi dua.

  Akibatnya penurunan tekanan mendekati seperdelapan tipe E. Penggunaan utama tipe ini adalah untuk aplikasi dengan tekanan rendah seperti coolers dan kondensor.

  4. TEMA tipe X Tipe ini memiliki aliran murni yang menyilang pada sisi cangkang, tanpa sekat menyilang. Hasilnya adalah terjadi penurunan tekanan yang sangat rendah. Tipe ini digunakan untuk fluida gas dan uap kondensat pada tekanan rendah.

Gambar 2.9 Bentuk cangkang berdasarkan TEMA

  

Sumber : Process Heat Transfer,G.F Hewitt

  2.2 Tube Bundle Bentuk-bentuk tube bundle (pengikat tabung) adalah hal yang penting dalam perencanaan thermohydraulic dari sebuah pengikat. Perencanaan yang teliti harus menyertakan perhitungan terhadap tekanan dari fluida didalam cangkang dan didalam tabung, yang akan berpengaruh terhadap masalah kebocoran pada saat proses diantara pengikat tabung dengan cangkang. Kebocoran seperti itu tidak dapat ditoleransi di berbagai aplikasi dimana kemurnian yang tinggi

  Perancangan mekanikal pengikat tabung terdiri dari pertimbangan yang seksama mengenai ekspansi termal. Alternatif-alternatif lain ditawarkan yakni :

  1. Fixed tube sheet

  2. Floating head

  3. U-tube bundle

  2.3 Diameter Tabung Alat Penukar Kalor Luas permukaan perpindahan panas yang lebih besar dapat terjadi pada diameter tabung yang kecil. Dalam pembersihan tabung lebih mudah melakukannya pada diameter minimum yakni tabung dengan OD 20 mm. Mengurangi diameter tabung akan membutuhkan panjang tabung yang lebih pendek, tetapi pada saat pembersihan tabung akan perlu melakukan berbagai operasi tiap tube sheet nya. Hal lainnya adalah, diameter tabung yang kecil akan meningkatkan kemungkinan terjadinya getaran pada tabung.

  2.4 Panjang Tabung Alat Penukar Kalor Secara umum, semakin panjang tabung, akan semakin rendah harga alat penukar kalor pada luas permukaan yang ditentukan. Ini juga akan berakibat pada akan semakin kecilnya diameter cangkang, semakin tipisnya tube sheet dan

  

flange, akan semakin sedikit yang akan ditopang dan semakin sedikit lubang yang

  akan dibuat. Semakin panjangnya tabung juga akan berakibat pada kapasitas aliran yang mengalir akan relatif rendah.

  Jumlah tabung tiap laluan tabung ditentukan untuk mendapatkan kecepatan fluida yang dibutuhkan. Panjang total tabung tiap laluan tabung ditentukan oleh besarnya perpindahan panas yang dibutuhkan. Selanjutnya, perancangan tabung yang sesuai untuk cangkang sehingga didapatkan kecepatan yang sesuai didalam cangkang.

  Semakin panjang tabung akan lebih sulit untuk menentukan perancangan cangkang yang sesuai. Secara singkat, semakin panjang tabung akan membuat semakin sulit dalam perancangan sekat yang sesuai untuk menopang tabung.

  Biasanya rasio/perbandingan panjang tabung terhadap diameter cangkang adalah 5-10 untuk menghasilkan performansi yang terbaik.

  2.5 Susunan dan Jarak Tabung Gambar dibawah akan memberikan gambaran tentang susunan tabung yang utama yang terdapat pada alat penukar kalor tabung cangkang, yakni

  equilateral triangular, segi empat sama sisi, segi empat berpola zigzag. Susunan triangular memberikan hasil yang kuat terhadap tube sheet, bentuk segi empat

  sama sisi adalah susunan yang sederhana dan memudahkan dalam proses perawatan.

  Secara umum, jarak paling kecil dari bentuk triangular 30° adalah lebih baik dalam menghasilkan jenis aliran turbulent dan lamainar, sedangkan dalam hal pembersihan digunakan sudut 90° dan 45° dengan jarak 6,4 clearance.

  2.6 Perancangan Baffle (Sekat) Fungsi dari sekat yang menyilang adalah untuk mengarahkan aliran melewati tube bundle dan untuk menopang tabung secara mekanik agar tidak bergeser dan tidak bergetar. Bentuk yang paling umum digunakan adalah

  segmental baffle . Jarak sekat harus diatur pada jarak minimum dan maksimum

  untuk performasi termohidrorika dan dalam menopang tabung. Rasio antara jarak antarsekat terhadap bentuk sekat adalah hal yang sangat penting dalam merancang untuk menghasilkan konversi penurunan tekanan ke perpindahan panas yang efisien. Jika penurunan tekanan yang rendah adalah yang ingin dicapai, maka dapat menggunakan sekat tipe disk-and-doughnut yang akan mengurangi penurunan tekanan sekitar 60%. Menurut TEMA, ada beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan dalam mengatur jarak sekat :

  1. Jarak minimum : Sekat seharusnya tidak diletakkan lebih dekat dari 1/5 ukuran diameter dalam (ID) cangkang atau 50 mm, melainkan lebih besar. Namun, perancangan khusus membutuhkan jarak sekat yang lebih dekat.

  2. Jarak maksimum : Kegagalan utama saat terjadi getaran pada tabung adalah terjadi pada tabung yang tidak ditopang yang lebih dari 80 % dari standar TEMA.

Gambar 2.10 Bentuk sekat

  Sumber : Process Heat Transfer,G.F Hewitt

  Untuk dapat mengetahui dengan baik proses perancangan, kita dapat mengikuti beberapa pertimbangan yang diajukan oleh Taborek :

  1. Tentukan fluida yang akan mengalir didalam cangkang dan didalam tabung. Secara normal, keputusan ini akan dibuat untuk mengurangi harga akaibat daya pompa yang keluar. Sebagai contoh, air digunakan untuk mendinginkan minyak, minyak yang memiliki viskositas (kekentalan) yang lebih tinggi akan mengalir didalam cangkang. Kecenderungan untuk korosi, kerak, dan masalah dalam membersihkan kerak pada tabung, dan masalah berat yang adalah perlu dipertimbangkan.

  2. Pada proses awal, perancang harus memperkirakan harga dalam perhitungan dengan membandingkan dengan : a. Keakurasian perhitungan

  b. Investasi didalam alat penukar kalor

  c. Harga jika terjadi kesalahan dalam menghitung

  3. Membuat perkiraan kasar tentang ukuran alat penukar kalor yang akan dirancang, misalnya nilai koefisien perpindahan panas U ataupun hal lainnya yang dapat diketahui melalui pengalaman. Hal ini akan membatasi akibat dalam perhitungan trial and error. Hal itu dapat membantu dalam mengukur kapasitas aliran dan mencegah terjadinya variasi temperatur serta mencegah terjadinya error.

  4. Hitung perpindahan panas yang terjadi, penurunan tekanan yang terjadi, dan harga berbagai jenis konfigurasi alat penukar kalor yang mungkin diaplikasikan. Hal ini biasanya dilakukan dengan bantuan program komputer dalam skala besar yang telah dikembangkan dan ditingkatkan.

2.4 Jenis-Jenis Perpindahan Panas

1. Konduksi

  > T

  2 . Perbedaan temperatur tersebut menyebabkan perpindahan panas

  secara konduksi pada arah x positif. Kita dapat mengukur laju perpindahan panas

  q x , dan kita dapat menentukan q x bergantung pada variabel-

  1

  J ika ΔT dan Δx adalah konstan dan hanya memvariasikan A, maka kita dapat melihat bahwa q

  x

  berbanding lurus dengan A. Dengan cara yang sama, jika ΔT dan A adalah konstan, kita dapat melihat bahwa q x berbanding terbalik dengan Δx. Apabila A dan Δx konstan, maka kita dapat melihat bahwa q

  x berbanding lurus

  dengan ΔT. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa

  q x

  ∞ A (2.1)

  Berikut ini adalah gambar perpindahan panas secara konduksi melalui sebuah percobaan.

  Sebuah batang silinder dengan material tertentu diisolasi pada sisi terluarnya dan pada kedua ujung permukaannya memiliki suhu yang berbeda yakni T

  variabel berikut : ΔT, yakni perbedaan temperatur ; Δx, yakni panjang batang ; dan A, yakni luas penampang tegak lurus bidang.

Gambar 2.11 : Perpindahan Panas secara Konduksi

  

Sumber : Fundamental of Heat and Mass Transfer, Incropera

  Dengan memperhatikan material batang, sebagai contoh plastik, kita akan menemukan bahwa kesebandingan diatas adalah valid. Namun, kita juga menemukan bahwa untuk nilai A,

  Δx, dan ΔT yang sama, akan menghasilkan nilai

  

q x yang lebih kecil untuk plastik daripada bermaterial logam. Sehingga

  kesebandingan diatas dapat ditulis dalam bentuk persamaan dengan memasukkan koefisien yang dipengaruhi oleh material. Sehingga diperoleh, = kA

  (2.2)

  q x

k, adalah konduktivitas thermal (W/m.K), yang adalah merupakan sifat material

  yang penting. Dengan menggunakan limit Δx 0 kita mendapatkan persamaan untuk laju perpindahan panas,

  q = -kA

  (2.3)

  x

  atau persamaan flux panas menjadi,

   q x = = -k

  (2.4)

2. Konveksi

  Mekanisme perpindahan panas dapat berupa konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi dan konveksi adalah membutuhkan media perantara dalam proses perpindahan panasnya. Berbeda dengan konduksi, pada konveksi membutuhkan gerakan fluida untuk dapat memindahkan panas. Penelitian menunjukkan bahwa perpindahan panas konveksi sangat bergantung pada sifat-sifat fluida seperti viskositas dinamis

  μ, konduktivitas termal k, massa jenis p , dan dipengaruhi oleh kecepatan fluida

  ρ, dan spesifik panas C Ѵ. Konveksi

  juga bergantung pada bentuk dan kekasaran permukaan, dan bahkan juga dipengaruhi oleh tipe aliran seperti laminar atau turbulen. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa perpindahan panas secara konveksi adalah kompleks karena bergantung pada banyak variabel. Oleh karena itu, konveksi adalah mekanisme perpindahan panas yang paling kompleks.

Gambar 2.12 : Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa

  

Sumber : Heat and Mass Transfer, Cengel

  Meskipun konveksi adalah kompleks, setelah diamati bahwa laju perpindahan panas secara konveksi berbanding lururs dengan perbedaan temperatur dan dapat ditulis dengan Hukum Newton tentang pendinginan.

  Q = hA (T - T )

  (2.5)

  konveksi s s

h merupakan koefisien perpindahan panas konduksi, A s merupakan area

  permukaan perpindahan panas, T s merupakan temperatur permukaan benda, T

   merupakan temperatur lingkungan sekitar benda.

3. Radiasi

  Radiasi berbeda dengan mekanisme perpindahan panas secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas secara radiasi tidak membutuhkan kehadiran suatu material sebagai media perpindahan panas. Faktanya, energi yang ditransfer dengan radiasi adalah yang tercepat (secepat kecepatan cahaya) dan dapat terjadi pada ruangan vakum. Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi terjadi dari temperatur yang tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Pada radiasi, perpindahan panas dapat terjadi pada 2 benda yang memiliki temperatur yang tinggi dan dipisahkan oleh benda yang memiliki temperatur yang lebih rendah.

  Dengan menganggap permukaan benda yang kecil A s , emisifitas

  ε, dan

  kemampuan untuk menyerap

  α pada temperatur T yang terdiri dari keisotermalan

  yang besar dalam bentuk yang tertutup pada benda blackbody. Blackbody dapat didefenisikan sebagai pemancar dan penyerap radiasi yang sempurna. Pada temperatur dan panjang gelombang tertentu, tidak ada permukaan yang dapat memancarkan energi yang lebih banyak daripada blackbody. Blackbody menyerap semua radiasi tanpa memperhatikan panjang gelombang dan arahnya. Blackbody juga memancarkan energi radiasi yang merata dalam segala arah dalam setiap unit area searah dengan arah emisi,yang disebut sebagai pemancar diffuse. Diffuse dapat diartikan sebagai arah yang bebas untuk berdiri sendiri. Hal ini dapat kita lihat pada gambar berikut

Gambar 2.13 : Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas

  

Sumber : Heat and Mass Transfer, Cengel

  Energi radisi yang dipancarkan oleh sebuah blackbody tiap satuan waktu dan tiap satuan luasan area ditetapkan secara eksperimental oleh Joseph Stefan pada tahun 1879 dan dapat dituliskan

  4

  2 E b (T) = σT (w/m )

  (2.6)

  • 8

  2

  4 W/m .K adalah konstanta Stefan-Boltzmann dan T adalah σ = 5,67 x 10

  temperatur absolut dari suatu permukaan (K). Persamaan ini diverifikasi secara teori pada tahun 1884 oleh Ludwig Boltzman. E b merupakan kekuatan emisifitas

  blackbody.

2.5 Internal Flow (Aliran Dalam)

2.5.1 Aliran Di Dalam Pipa

  Cairan atau gas yang melewati pipa atau duct biasanya digunakan dalam proses pemanasan ataupun pendinginan. Fluida yang digunakan dalam banyak aplikasi tersebut dipaksa untuk mengalir dengan menggunakan kipas ataupun pompa melalui sebuah pipa yang panjang yang diharapkan terjadi perpindahan panas. Pada aliran dalam dibatasi oleh luas permukaan bagian dalam pipa, dan terdapat batasan seberapa besar lapisan batas dapat berkembang. Aliran dalam adalah bukan aliran yang bebas sehingga kita membutuhkan suatu alternatif. Kecepatan fluida didalam pipa berubah dari nol pada permukaan karena tidak ada slip yang terjadi, sampai kecepatan maksimum pada pusat pipa. Disisi lain, sangat nyaman untuk menghitung dengan menggunakan kecepatan rata-rata u dengan asumsi bahwa aliran adalah inkompresibel pada saat luas permukaan pipa konstan.

  Kecepatan rata-rata aktual pada saat kondisi pemanasan dan pendinginan dapat berubah karena perubahan massa jenis dengan temperatur. Secara praktis, kita menghitung sifat-sifat fluida pada temperatur rata-rata dan menganggapnya konstan. Persamaan untuk menghitung kecepatan rata-rata berasal dari hukum kekekalan massa, yakni

  c =

  (2.7)

  ṁ = ρuA c adalah luas permukaan, dan

  adalah laju aliran massa, ρ adalah rapat massa, A

u (r,x) adalah profil kecepatan. Sehingga kecepatan rata-rata untuk aliran

  inkompresibel pada sebuah pipa dengan radius R adalah

  

u = = = (2.8)

  Aliran didalam pipa dapat berupa aliran laminar ataupun turbulen, bergantung pada kondisi aliran. Aliran fluida digambarkan dengan menggunakan garis arus dan pada kecepatan yang rendah terjadi aliran laminar, tetapi berubah menjadi aliran turbulen ketika kecepatannya meningkat melalui nilai kritis. Transisi dari aliran laminar ke aliran turbulen tidak terjadi dalam waktu yang singkat, namun itu terjadi melalui rentang kecepatan yang fluktuatif diantara laminar dan turbulen sebelum aliran tersebut menjadi aliran yang turbulen. Kebanyakan aliran yang masuk kedalam pipa adalah turbulen. Aliran laminar yang mengalir didalam pipa yang memiliki diameter yang kecil, ataupun pada jarak yang dekat. Untuk aliran didalam pipa yang memiliki penampang lingkaran, bilangan Reynold didefenisikan sebagai Re = =

  (2.9)

  

V adalah kecepatan rata-rata fluida, D adalah diameter pipa, dan v adalah

viskositas kinematik fluida.

  Untuk aliran yang mengalir pada pipa yang tidak memiliki penampang lingkaran, bilangan Reynold bergantung pada diameter hidraulik D h yang didefenisikan sebagai

  D h =

  (2.10)

  

p adalah keliling penampang pipa. Dengan menghitung bilangan Reynold, dapat

  ditentukan jenis aliran yang terjadi Re < 2300 aliran laminar

  2300 ≤ Re ≤ 10000 aliran transisi

  Re > 10000 aliran turbulen Untuk aliran laminar dengan pipa berbentuk lingkaran dengan panjang L dengan temperatur permukaan yang konstan, bilangan Nusselt rata-rata untuk daerah masuk termal dapat dicari dengan persamaan (Edwards et al.,1979) Nu = 3.66 +

  (2.11) Untuk aliran transisi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

  Gnielinski (1976) Nu =

  (2.12) Rumus Gnielinski berlaku pada 0,5

  ≤ Pr ≤ 2000

  3

  6

  3x10 < Re < 5x10 Untuk menghitung faktor gesekan yang terjadi dapat dihitung dengan persamaan

  pertama Petukhov (1970)

  • 2

  f = (0,790 ln Re – 1,64)

  (2.13) Ketika perbedaan temperatur antara permukaan pipa dengan fluida kerja besar, sangat penting untuk menghitung variasi kekentalan dengan temperatur. Bilangan Nusselt rata-rata untuk aliran laminar yang berkembang pada sebuah pipa berpenampang lingkaran dapat ditentukan dengan persamaan Sieder dan Tate (1936) yakni Nu = 1,86

  (2.14) Semua sifat fluida dihitung pada temperatur rata-rata fluida, kecuali s dihitung

  μ pada temperatur permukaan pipa.

  Untuk aliran turbulen berkembang penuh didalam pipa yang halus, sebuah persamaan sederhana untuk menghitung bilangan Nusselt dapat diperoleh yakni

  0,8 1/3

  Nu = 0,023 Re Pr (2.15) dengan syarat bahwa : 0,7

  ≤ Pr ≤ 160 Re > 10000

  Persamaan diatas disebut Persamaan Colburn. Keakurasian persamaan diatas dapat ditingkatkan dengan memodifikasinya menjadi

  0,8 n

  Nu = 0,023 Re Pr (2.16)

  Untuk proses pemanasan digunakan n = 0,4 dan untuk proses pendinginan digunakan n = 0,3. Persamaan ini disebut Persamaan Dittus-Boelter (1930) dan persamaan ini lebih baik daripada persamaan Colburn.

2.5.2 Aliran Di Dalam Annulus Pipa

  Beberapa peralatan pemindah panas terdiri dari dua pipa sepusat, yang biasanya disebut alat penukar kalor pipa ganda. Pada alat tersebut, salah satu fluida mengalir didalam pipa sedangkan fluida yang lainnya mengalir didalam ruang annulus. Persamaan pembentuk untuk kedua aliran adalah identik.

Gambar 2.14 Alat penukar kalor pipa ganda yang terdiri dari dua pipa

  Sepusat Dengan menganggap diameter dalam D dan diameter luar D , diameter

  i o

  hidraulik annulus adalah

  

D = = = D - D (2.17)

h o i

  Pada alat penukar kalor tabung sepusat ini terdapat dua bilangan Nusselt, yakni pada permukaan dalam pipa Nu dan pada permukaan dalam pipa Nu .

  i o

  Bilangan Nusselt untuk aliran laminar yang berkembang penuh dengan permukaan yang temperaturnya konstan dan permukaan luarnya diisolasi, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 : Bilangan Nusselt untuk aliran laminar berkembang penuh didalam annulus dengan salah satu permukaan pipa isotermal dan permukaan

  lainnya adiabatik

  D i /D o Nu i Nu o

  3,66 - 0,05 17,46 4,06 0,10 11,56 4,11 0,25 7,37 4,23 0,50 5,74 4,43 1,00 4,86 4,86

  Sumber : Heat and Mass Transfer, Cengel

  Jika bilangan Nusselt diketahui, koefisien perpindahan panas untuk permukaan pipa bagian dalam dan bagian luar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Nu i =

  (2.18) Nu =

  (2.19)

  o

2.6 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh

  Sebuah alat penukar kalor terdiri dari 2 fluida yang mengalir yang dipisahkan oleh sebuah dinding yang solid. Pertama sekali panas dipindahkan dari fluida panas ke dinding melalui konveksi, kemudian melewati dinding melalui apapun biasanya termasuk didalam koefisien perpindahan panas konveksi. Jaringan tahanan panas dihubungkan dengan proses perpindahan panas ini yang terdiri dari dua tahanan panas konveksi dan satu tahanan panas konduksi seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut

Gambar 2.15 : Jaringan tahanan panas yang dihungkan dengan alat penukar kalor tabung sepusat

  

Sumber : Heat and Mass Transfer, Cengel

  Huruf kecil i dan o adalah permukaan dalam dan permukaan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung sepusat, A = L dan A = L, sehingga tahanan

  i D i o D o

  termal dinding tabung adalah

  R =

  (2.20)

  dinding

Gambar 2.16 : Dua luasan area alat penukar kalor untuk dinding tabung yang tipis

  D i o dan A i o ≈D ≈A Sumber : Heat and Mass Transfer, Cengel

k adalah konduktivitas termal dinding dan L adalah panjang tabung. Sehingga

  tahanan termal total menjadi

  • + R = R + total = R i + R dinding + R o =

  (2.21) Dalam menganalisis alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggabungkan semua tahanan panas yang terjadi pada fluida panas sampai fluida dingin menjadi sebuah tahanan panas R, dan laju perpindahan panas diantara kedua fluida adalah

  

Q = i A i o A o (2.22)

= UA ΔT = U ΔT = U ΔT

  2 U adalah koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m °C).

  Rumus diatas menjadi : = + = = R = + R (2.23)

  dinding

  Sebagai catatan bahwa U i A i = U o A o tetapi U i o kecuali A i = A o

  ≠ U

2.7 Faktor Kotoran

  Performansi alat penukar kalor biasanya semakin menurun dengan bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya penumpukan kotoran pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor. Penumpukan kotoran pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran R f yang menjadi ukuran dalam tahanan termal.

  Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor. Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya kecepatan.

  Mekanisme dimana permukaan menjadi berkerak dapat dipisahkan dan diklasifikasikan berdasarkan proses yakni :

  1. Crystallization fouling ; Pengendapan dan/atau kristal pada permukaan.

  2. Particulate fouling ; Akumulasi partikel dari aliran fluida pada permukaan.

  3. Biological fouling ; Pengendapan dan pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat pada permukaan yang secara alami akibat dari proses yang terjadi pada aliran.

  4. Chemical reaction fouling ; Pengendapan terbentuk akibat dari satu atau lebih reaksi kimia terhadap pereaksi yang terkandung dalam fluida yang mengalir.

  5. Corrossion fouling : Efek dari korosi pada permukaan alat penukar kalor itu sendiri ataupun bagian lain yang terdapat pada bagian proses.

  6. Freezing fouling : Pengendapan terdiri dari lapisan yang membeku akibat dari partikel fluida pada proses.

  Tahanan yang diakibatkan oleh kerak dapat dituliskan dalam persamaan berikut :

  R f =

  (2.24) adalah tebal lapisan kerak dan k adalah konduktifitas termal kerak.

  x

  Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya yang berlaku untuk permukaan alat penukar kalor yang bersih. Persamaan sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung cangkang yang tidak memiliki sirip, persamaan sebelumnya menjadi :

  R = + + + +

  (2.25)

  = = =

  

A i = i L dan A o = o L adalah luas area permukaan dalam dan luar alat penukar

D D

  kalor.

  R f,i dan R f,o adalah faktor kotoran permukaan dalam dan luar alat penukar kalor.

Tabel 2.2 : Faktor kotoran untuk berbagai fluida

  2 Fluid

  R f , m . °C/W Distiled water, sea water, river water, boiled feedwater : Below 50 °C 0.0001

  Above 50 °C 0.0002 Fuel oil 0.0009 Steam (oil-free) 0.0001

  Refrigerants (liquid) 0.0002 Refrigerants (vapor) 0.0004 Alcohol vapors 0.0001 Air

  0.0004 Sumber : Heat and Mass Transfer, Cengel

2.8 Analisis Alat Penukar Kalor Dengan Menggunakan Log Mean

  Temperature Difference (LMTD)

  Dalam merancang ataupun memprediksi performansi alat penukar kalor, sangatlah perlu untuk menghubungkan antara laju perpindahan panas total terhadap temperatur fluida yang masuk dan keluar, koefisien perpindahan panas menyeluruh, dan luas permukaan total untuk laju perpindahan panas. Persamaan perpindahan panas antara fluida panas dan fluida dingin adalah setimbang. Jika Q adalah laju perpindahan panas antara fluida panas dengan fluida dingin dan dengan mengabaikan perpindahan panas yang terjadi pada alat penukar kalor dengan lingkungan, mengabaikan perubahan energi potensial dan energi kinetik, dan dengan mengaplikasikan persamaan energi steady, diperoleh persamaan

Gambar 2.17 : Kesetimbangan energi total untuk fluida panas dan fluida dingin pada sebuah alat penukar kalor

  

Sumber : Fundamental of Heat and Mass Transfer, Incropera

q = c (i c,o – i c,i ) = h (i h,i – i h,o )

  (2.26)

  ṁ ṁ

i adalah entalpi fluida. Subsript h dan c adalah menandakan fluida hot (panas) dan

  fluida cold (dingin), sedangkan subscript i dan o adalah kondisi inlet (masuk) dan

  

outlet (keluar) fluida. Jika fluida tidak mengalami perubahan fasa dan

  diasumsikan pada kondisi panas jenis yang konstan, maka persamaan menjadi

  

Q = c (T – T ) = c (T – T ) (2.27)

ṁ h p,h h,i h,o ṁ c p,c c,o c,i

  Jika T h dan T c adalah suhu kedua fluida yang berada di elemen dA dari permukaan alat penukar kalor. Maka laju perpindahan panas yang terjadi diantara kedua fluida melaui elemen dA dapat dituliskan sebagai berikut

  dQ = U dA (T h – T c )

  (2.28)

2.8.1 Aliran Paralel (Sejajar)

  Laju perpindahan panas = Laju perpindahan panas pada fluida panas pada fluida dingin

Gambar 2.18 : Distribusi temperatur aliran sejajar

  

Sumber : Fundamental of Heat and Mass Transfer, Incropera

dQ = h c p,h (-dT h ) = c c p,c (dT c )

  (2.29)

  ṁ ṁ

  atau

  dQ = - h c p,h (dT h ) = c c p,c (dT c )

  (2.30)

  ṁ ṁ

  = Laju aliran massa fluida panas (kg/s)

  ṁ h

  = Laju aliran massa fluida dingin (kg/s)

  ṁ c c p,h = Panas jenis fluida panas (J/kg.K) c p,c = Panas jenis fluida dingin (J/kg.K) T = Temperatur fluida panas masuk (K) h,i

  T h,o = Temperatur fluida panas keluar (K) T c,i = Temperatur fluida dingin masuk (K) T = Temperatur fluida dingin keluar (K) c,o

  Panas yang dilepas = Panas yang dilepas oleh fluida panas oleh fluida dingin (dT < 0) (dT >0)

  h c dT = -

  (2.31)

  h dT =

  (2.32)

  c dT – dT = d (T – T )

  (2.33)

  h c h c

  = - (2.34)

   = -dQ

  (2.35)

  dT h – dT c = -U dA (T h – T c )

  (2.36) = -U dA

  (2.37) dengan mengintegralkan kedua ruas, maka

  = -U (2.38)

  ln = -U A

  Q = U A ΔT RL = U A (LMTD)

  (2.51) atau

  Q = U A

  (2.50) maka persamaan Q menjadi :

  ΔT 1 =

  (2.49)

  ΔT 2 =

  (2.48) bila :

   = - [T h,i – T h,o + T c,o – T c,i ] (2.46) = [(T h,o –T c,o ) – (T h,i – T c,i )] (2.47) Q = U A

  (2.45)

  (2.44)

  ln = -U A

   c c p,c =

  (2.43)

  ṁ h c p,h =

  diperoleh persamaan :

   c c p,c (T c,o – T c,i ) (2.42)

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH - Pengaruh Motivasi Berprestasi terhadap Serious Cyberloafing di PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor Regional I Medan

0 0 11

Pengaruh Persepsi Iklim Kelas Terhadap Penggunaan Strategi Self- Regulated Learning Siswa Kelas X dan XI Unggulan Pada SMA Negeri 3 Medan

1 2 38

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Regulated Learning 1. Pengertian Self-Regulated Learning - Pengaruh Persepsi Iklim Kelas Terhadap Penggunaan Strategi Self- Regulated Learning Siswa Kelas X dan XI Unggulan Pada SMA Negeri 3 Medan

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Persepsi Iklim Kelas Terhadap Penggunaan Strategi Self- Regulated Learning Siswa Kelas X dan XI Unggulan Pada SMA Negeri 3 Medan

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN - Perancangan Fasilitas Kerja di Bagian Produksi PT. Mewah Indah Jaya dengan Menggunakan Macroergonomic Analysis And Design (MEAD)

0 2 8

Perancangan Fasilitas Kerja di Bagian Produksi PT. Mewah Indah Jaya dengan Menggunakan Macroergonomic Analysis And Design (MEAD)

0 3 18

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Perencanaan Aktivitas Distribusi Dengan Menggunakan Metode DRP (Distribution Resource Planning) Untuk Efisiensi Biaya Distribusi

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN - Perencanaan Aktivitas Distribusi Dengan Menggunakan Metode DRP (Distribution Resource Planning) Untuk Efisiensi Biaya Distribusi

0 1 10

BAB II ATURAN - ATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI SUAKA A. Pengertian dan Istilah Pencari Suaka - Tinjauan Yuridis Terhadap Kasus Pengusiran Pencari Suaka Di Australia Menurut Hukum Internasional

0 0 22

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Kasus Pengusiran Pencari Suaka Di Australia Menurut Hukum Internasional

0 0 13