Pemerolehan Kalimat Kompleks Bahasa Indonesia dalam Bahasa Lisan Anak Usia 4─5 Tahun

BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep
Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang di luar
bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi 2007: 588).
Konsep memudahkan peneliti dalam mengembangkan pemahaman dan gagasan peneliti
terhadap penelitian ini.

2.1.1

Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses-proses yang berlaku di

dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di
dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan

bahasa


biasanya

dibedakan

dengan

pembelajaran

bahasa.

Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang
kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.
Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003). Hal ini perlu ditekankan,
karena pemerolehan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran.
2.1.2

Kalimat Kompleks Bahasa Indonesia

Kalimat kompleks yang dikutip oleh Indriastuti dalam Buku Pintar Tenses (2009:

108) adalah kalimat yang mengandung lebih dari satu proses pokok dan merupakan
6
Universitas Sumatera Utara

gabungan beberapa kalimat simpleks. Kalimat kompleks merupakan sebuah kalimat yang
memiliki dua kata kerja utama dan biasanya kedua kalimat dalam sebuah kalimat
kompleks dihubungkan oleh konjungsi atau kata penghubung. Maka dari itu kalimat
kompleks ini sering juga atau bisa disebut dengan kalimat majemuk. Contoh: “Mama
naik kereta dan papa naik becak”.
Dalam kalimat di atas kita bisa melihat adanya dua predikat dalam sebuah
kalimat. Kalimat pertama, S = Mama, P = naik, O = kereta, kalimat ini dihubungkan oleh
sebuah konjungsi “dan” untuk menghubungkan dengan kalimat kedua, S = papa, P =
naik, O = becak. Dalam sebuah kalimat kompleks terdapat dua kalimat yang masingmasing kalimat memiliki predikatnya sendiri, kemudian kalimat tersebut digabungkan
dengan menggunakan kata penghubung, dalam contoh di atas kata penghubung yang
digunakan adalah dan. Tidak selalu kalimat kompleks menggunakan kata penghubung di
dalamnya, terkadang sebuah kalimat kompleks hanya dipisahkan oleh tanda koma,
bahkan dalam beberapa kasus kalimat ini tidak dipisahkan oleh kata penghubung atau
bahkan sebuah tanda baca. Contoh: “Ibu pergi, adik menangis”.
Berikut percakapan lisan antara orang dewasa dengan kanak-kanak.
Peneliti

Febri
Peneliti
Febri
Peneliti
Febri

: Mama Febri ada di mana ?
: Pergi.
: Sama siapa mama pergi ?
: Papa.
: Ke mana mama dan papa pergi ?
: Mama naik kereta dan papa naik becak.

7
Universitas Sumatera Utara

2.1.3

Jenis Kalimat Kompleks
Menurut Indriastuti dalam Buku Pintar Tenses (2009: 108)


jenis kalimat

kompleks dibedakan seperti berikut.
(a) Kalimat kompleks parataktik
Kalimat kompleks parataktik dibentuk dari penggabungan dua klausa atau lebih
dengan menggunakan konjungsi dan, tetapi, atau, dan maupun, atau tanda koma (,) dan
titik koma (;). Konjungsi tersebut merupakan konjungsi struktural yang secara eksternal
digunakan untuk menyampaikan gagasan yang mengandung logika sejajar. Artinya,
klausa-klausa yang dihubungkan dengan konjungsi tersebut secara struktural memiliki
kedudukan yang sejajar. Klausa-klausa tersebut tidak tergantung antara yang satu dengan
yang lain, yaitu klausa yang satu tidak memberikan tambahan informasi kepada klausa
yang lain.
Contoh:
1. Saya yang datang ke rumahmu atau kamu yang datang ke rumahku?
2. Susi anak orang kaya tetapi ia tidak sombong.
3. Guru itu membujuk dan anak itu tetap menangis.
4. Gia anak yang kurang pintar tetapi tidak malu untuk bertanya.

(b) Kalimat kompleks hipotaktik

Kalimat kompleks hipotaktik merupakan gabungan dari dua klausa atau lebih dengan
menggunakan konjungsi struktural, yaitu: jadi, sebelum, sesudah, karena, apabila,
walaupun, ketika, dan sebagainya. Klausa-klausa yang dirangkai tersebut tidak memiliki
kedudukan yang sejajar, sebab konjungsi yang merangkainya secara eksternal
8
Universitas Sumatera Utara

menciptakan ketergantungan logika pada kalimat secara keseluruhan. Meskipun klausa
yang satu tidak memberikan tambahan informasi kepada klausa yang lain, sebagian
klausa yang lain memunyai ketergantungan.
Contoh:
1. Nandia makan karena ia lapar.
2. Semua murid pulang ketika bel sudah berbunyi.
3. Adik memakai sepatu sebelum pergi ke sekolah.
4. Ia tidak sombong meskipun dia sangat pintar.

2.2 Landasan Teori
2.2.1

Psikolinguistik

Secara etimologi, istilah psikolinguistik berasal dari dua kata, yakni psikologi dan

linguistik. Seperti kita ketahui kedua kata tersebut masing-masing merujuk pada nama
sebuah disiplin ilmu.
Simanjuntak, (1987:1) psikolinguistik merupakan ilmu yang menguraikan prosesproses psikologis yang terjadi apabila seseorang menghasilkan kalimat dan memahami
kalimat yang didengarnya waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa
itu diperoleh manusia.
Aitchison (1984) membatasi psikolinguistik sebagai studi tentang bahasa dan
pikiran. Psikolinguistik merupakan bidang studi yang menghubungkan psikologi dengan
linguistik. Tujuan utama seorang psikolinguis ialah menemukan struktur dan proses yang
melandasi kemampuan manusia untuk berbicara dan memahami bahasa.

9
Universitas Sumatera Utara

Dardjowidojo, (2003:7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang
bahasa dan minda. Clark dan Clark (1977:4) yang menyatakan psikolinguistik berkaitan
dengan tiga hal utama yaitu komprehensi, produksi dan pemerolehan bahasa. Kemudian,
psikolinguistik juga dapat dikatakan sebagai proses-proses psikologi yang berlangsung
jika


seseorang

mengucapkan

kalimat-kalimat

yang

didengarnya

pada

waktu

berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan bahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin,
1974; Meller, 1964; Slama Cazahu, 1973).
Maka secara teoritis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa
yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat
bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan

hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu
bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Dalam
prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan psikologi
pada masalah-masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran membaca
permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan kemultibahasaan.

2.2.2

Psikolinguistik Behaviorisme
Psikolinguistik behavioristik melahirkan aliran yang disebut psikolinguistik

perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku adalah mencoba mengkaji perilaku manusia
yang berupa reaksi apabila suatu rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana
mengawasi dan mengontrol perilaku itu. Teori behaviorisme ini diperkenalkan oleh John
B. Watson (1878-1958) seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika (Chaer 2009: 3).

10
Universitas Sumatera Utara

Menurut kaum behavioris kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh anak

diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya. Anak dianggap sebagai penerima pasif
dari tekanan lingkungannya, tidak memiliki peranan yang aktif di dalam proses
perkembangan perilaku verbalnya. Proses perkembangan bahasa terutama ditentukan
oleh lamanya latihan yang diberikan oleh lingkungannya. Kaum behavioris berpendapat
rangsangan (stimulus) dari lingkungan tertentu memperkuat kemampuan berbahasa anak.
Perkembangan bahasa mereka pandang sebagai suatu kemajuan dari pengungkapan
verbal yang berlaku secara acak sampai kepada kemampuan yang sebenarnya untuk
berkomunikasi melalui prinsip pertalian S-R (stimulus-respons) dan proses peniruanpeniruan (Chaer 2009: 222-223).

2.2.3 Teori Kognitif Jean Piaget
Menurut Piaget, yang dikutip Taylor (1990: 231) perkembangan kognitif
memengaruhi tahapan-tahapan dalam pemerolehan bahasa dan pada saat yang bersamaan
membatasi level pemerolehan bahasa itu sendiri. Piaget, berpendapat justru pikiranlah
yang membentuk bahasa. Tanpa pikiran bahasa tidak akan ada. Pikiranlah yang
menentukan aspek-aspek sintaksis dan leksikon bahasa, bukan sebaliknya.
Pada periode sensori motor yang dicetuskan Piaget (dari lahir sampai umur dua
tahun), anak-anak belajar tentang dunianya melalui rasa, melihat dan manipulasi objek
(Taylor, 1990: 231; Clark&Clark, 1977: 300). Piaget (1962) mengemukakan dua hal
mengenai hubungan bahasa dengan kegiatan-kegiatan pikiran.
a. Sumber kegiatan intelek tidak terdapat dalam bahasa, tetapi dalam periode

sensomotorik, yakni satu sistem skema, dikembangkan secara penuh, dan membuat lebih

11
Universitas Sumatera Utara

dahulu gambaran-gambaran dari aspek-aspek struktur golongan-golongan dan hubunganhubungan benda-benda dan bentuk-bentuk dasar penyimpanan dan operasi pemakaian
kembali.
b. Pembentuk pikiran yang tepat dikemukakan dan berbentuk terjadi pada waktu
yang bersamaan dengan pemerolehan bahasa. Keduanya milik suatu proses yang lebih
umum, yaitu konstitusi fungsi lambang pada umumnya. Fungsi lambang ini mempunyai
beberapa aspek. Awal terjadinya fungsi lambang ini ditandai oleh bermacam-macam
perilaku yang terjadi serentak dalam perkembangannya. Ucapan-ucapan bahasa pertama
yang keluar sangat erat hubungannya dan terjadi serentak dengan permainan lambang,
peniruan dan bayangan-bayangan mental.
Piaget (1962) menegaskan bahwa kegiatan pemikiran sebenarnya adalah aksi atau
perilaku yang telah dinuranikan dan dalam kegiatan-kegiatan sensomotor termasuk juga
perilaku bahasa. Yang perlu dingat adalah bahwa dalam jangka waktu sensomotor ini
kekekalan benda merupakan perolehan umum.

2.2.4 Sintaksis

Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti “dengan” dan
tattein yang berarti “menempatkan”. Secara etimologis, sintaksis berarti menempatkan
bersama-sama kata-kata atau kelompok kata menjadi kalimat (Ahmad dalam Putrayasa,
2008: 1).
Ramlan, (2005:18) Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang
membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase, berbeda dengan morfologi
yang membicarakan seluk beluk kata dan morfem.

12
Universitas Sumatera Utara

Verhaar (1999:161) menyatakan bahwa, sintaksis adalah tatabahasa yang
membahas hubungan antar-kata dalam tuturan. Sintaksis berurusan dengan tatabahasa
diantara kata-kata dalam tuturan.
Sintaksis merupakan cabang linguistik yang mempelajari hubungan antara kata
dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan yang
lebih besar itu dalam bahasa.
Sintaksis adalah telaah mengenai pola-pola yang dipergunakan sebagai sarana
untuk menggabungkan kata menjadi kalimat, Stryker dalam (Tarigan, 2009: 4).
Menurut Blonch dan Trager (dalam Tarigan, 2009:4), analisis mengenai
konstruksi-konstruksi yang hanya mengikutsertakan bentuk-bentuk bebas disebut
sintaksis. Sedangkan, menurut Ramlan dalam Keraf, sintaksis adalah bagian dari tata
bahasa yang membicarakan struktur frase dan kalimat (2009: 4).
Berdasarkan pernyataan-pernyataaan di atas, dapat disimpulkan bahwa sintaksis
adalah ilmu tata kalimat yang membahas susunan kalimat dan bagiannya; lingkungan
gramatikal dari suatu unsur bahasa yang menentukan fungsi, kategori, dan peran unsur
tersebut.

2.2.5 Kalimat
Satuan bahasa yang menjadi inti pembicaraan dalam sintaksis adalah kalimat.
Kalimat merupakan satuan di atas klausa dan di bawah satuan wacana. Kalimat adalah
satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa,
dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasifinal (Chaer,
2009: 44).

13
Universitas Sumatera Utara

Menurut (Hasan Alwi, dkk., 2003: 311) kalimat merupakan satuan bahasa
terkecil, dalam wujud lisan maupun tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh.
Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela
jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah
terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi ataupun proses fonologis lainnya. Dalam
wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan
tanda baca titik (.); tanda tanya (?); atau tanda seru (!); sementara itu, di dalamnya
disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (;), tanda pisah (-), dan
spasi. Tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir, sedangkan
tanda baca sepadan dengan jeda. Pengertian kalimat pada penelitian ini adalah kalimat
sebagai satu pikiran yang lengkap, meskipun hanya terdapat satu kata pun dapat
dikatakan sebagai kalimat.

2.2.6

Pola Kalimat Dasar
Menurut Hasan Alwi, dkk. (2003: 321), terdapat lima fungsi sintaksis yang

digunakan untuk pemerian kalimat, antara lain: subjek, predikat, objek, pelengkap, dan
keterangan. Dalam satu kalimat tidak selalu terdapat kelima fungsi sintaksis terisi, tetapi
paling tidak harus ada konstituen pengisi subjek dan prdikat. Kehadiran konstituen
lainnya banyak dipengaruhi oleh konstituen pengisi predikat.
Contoh kalimat:
1) Dia [S] tidur [P] di kamar depan [Ket].
2) Ayah [S] membeli [P] baju [O] untuk saya [Pel] tadi siang [Ket].
3) Mahasiswa [S] mengadakan [P] seminar [O] di kampus [Ket.].

14
Universitas Sumatera Utara

4) Buku itu [S] terletak [P] di meja [Ket.] kemarin [Ket.]
Pada contoh di atas, konstituen yang dicetak miring dapat dihilangkan tanpa
mengakibatkan kejanggalan kalimat dalam arti bahwa kalimat dapat tetap dipahami tanpa
harus diketahui konteks situasi pemakainya. Kalimat dimulai dari subjek, kemudian
predikat, lalu objek, pelengkap, dan akhirnya keterangan jika tiga unsur yang terakhir itu
hadir (objek, pelengkap, dan keterangan). Setelah memperhatikan contoh di atas dapat
disimpulkan bahwa unsur utama sebuah kalimat yang wajib ada adalah subjek dan
predikat selanjutnya unsur yang lain bisa ada ataupun tidak. Jika diamati lebih mendalam
dalam pemakaian bahasa Indonesia, misalnya kalimat dalam suatu teks, akan banyak
ditemukan kalimat yang memiliki susunan unsur yang berbeda dari contoh di atas,
terutama yang menyangkut letak keterangan dan letak predikat terhadap subjek kalimat.
Keterangan dalam bahasa Indonesia banyak jenisnya dan letaknya dapat berpindahpindah, di akhir, di awal, dan bahkan di tengah kalimat. misalnya seperti contoh berikut:
1) Dia membeli mangga kemarin.
2) Kemarin dia membeli mangga.
3) Dia kemarin membeli mangga.

Tabel. Pola-pola kalimat dasar (Alwi, dkk., 2003: 322)
Fungsi
Subjek

Predikat

Objek

Pelengkap

Keterangan

Orang itu

sedang tidur

-

-

-

Saya

mahasiswa

-

-

-

Tipe

1. S-P

15
Universitas Sumatera Utara

Ayahnya

membeli

mobil baru -

-

Rani

mendapat

hadiah

-

Beliau

menjadi

-

ketua koperasi

-

Pancasila

merupakan

-

dasar negara

-

2. S-P-O

3. S-P-Pel.

-

kita
4. S-P-Ket.

Kami

tinggal

-

-

di Jakarta

Kecelakaan terjadi

-

-

minggu lalu

itu
Dia

mengirimi

ibunya

uang

-

Dian

mengambilkan

adiknya

air minum

-

Pak Raden

memasukkan

uang

-

ke bank

Beliau

memperlakukan

kami

-

dengan baik

5.S-P-O-Pel.

6.S-P-O-Ket.

2.2.7

Kalimat Berdasarkan Jumlah Klausa
Kalimat berdasarkan jumlah klausa dapat dibagi atas kalimat tunggal dan kalimat

majemuk.
a. Kalimat tunggal adalah kalimat yang proposisinya satu dan karena itu
predikatnya pun satu, atau dianggap satu karena merupakan predikat majemuk.
Misalnya: Dia bekerja di bank. Merupakan kalimat tunggal, karena predikatnya hanya
bekerja.
b. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas lebih dari satu klausa yang
dapat berdiri sendiri tanpa terikat, apabila dihilangkan salah satu unsur frasanya tidak
mempengaruhi frasa yang lain. Kalimat majemuk dapat diartikan sebagai kalimat yang

16
Universitas Sumatera Utara

tediri atas lebih dari satu proposisi sehingga mempunyai paling tidak dua predikat yang
tidak dapat dijadikan satu kesatuan, maka kalimat majemuk terdiri atas dua klausa atau
lebih. Kalimat majemuk terdiri atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk
bertingkat.
Kalimat majemuk setara adalah jika hubungan antar klausa yang satu dengan
klausa yang lain dalam satu kalimat itu menyatakan hubungan koordinatif.
Misalnya: Dia pergi dan istrinya mulai menangis.
Kalimat majemuk bertingkat adalah jika hubungan subordinatif, yakni yang satu
berupa induk, sedangkan yang lain merupakan keterangan tambahan.
Misalnya: Dia pergi sebelum istrinya menangis.

2.3 Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai psikolinguistik bukanlah baru pertama kali ini dilakukan,
sudah ada penelitian tentang masalah tersebut. Namun, yang meneliti khusus
“Pemerolehan Kalimat Kompleks Bahasa Indonesia dalam Bahasa Lisan Anak Usia 4─5
Tahun” belum pernah dilakukan. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Fauzi (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Bahasa Anak-Anak
Usia 0─5 Tahun: Analisis Psikolinguistik”, membahas tentang tahap-tahap pemerolehan
bahasa yang terdiri dari tahap perkembangan prasekolah dan tahap perkembangan
kombinatori. Tahap perkembangan prasekolah meliputi tahap merabam, tahap
holofrastik, tahap kalimat dua kata, tahap pengembangan tata bahasa, dan tahap

17
Universitas Sumatera Utara

kombinasi penuh. Tahap perkembangan kombinatori meliputi perkembangan negatif,
perkembangan interogatif, dan perkembangan sistem bunyi.
Gustianingsih (2002) dalam tesis yang berjudul “Pemerolehan Kalimat Majemuk
Bahasa Indonesia Pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak” membahas tentang bagaimana
kalimat majemuk koordinatif bahasa Indonesia diperoleh anak taman kanak-kanak, yaitu
jenis konjungsi kalimat koordinatif apa yang diperoleh anak dan berapa jumlah
frekuensinya. Anak TK memiliki pola struktur kalimat majemuk koordinatif bahasa
Indonesia yang berbeda dengan orang dewasa. Jenis kalimat majemuk koordinatif yang
sedang, akan dan telah dipahami anak TK ternyata berbeda-beda bagi setiap anak. Anak
TK memiliki karakteristik kalimat majemuk koordinatif bahasa Indonesia yang berbeda
dengan karakteristik bahasa orang dewasa.
Marpaung (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Bahasa Batak
Toba Anak Usia 1─5 Tahun”, menyimpulkan bahwa tahap-tahap perkembangan
pemerolehan bahasa anak, adalah tahap holofrastik (tahap linguistik pertama), tahap
ucapan-ucapan dua kata, tahap perkembangan tata bahasa, tahap tata bahasa menjelang
dewasa dalam bahasa Batak Toba.
Rusyani (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Pemerolehan Bahasa
Indonesia Anak Usia 2,5 Tahun (Studi Kasus Terhadap Pemerolehan Bahasa Anak Usia
Dini” menyimpulkan bahwa anak yang berusia dua setengah tahun sudah mampu
mengucapkan kata-kata yang sesuai dengan lingkungan dan benda-benda yang ada di
sekitarnya. Perbendaharaan kata anak juga sudah mulai berkembang karena anak
mengambil contoh dari kata-kata yang diucapkan orang tua, teman-teman, saudarasaudaranya dan orang-orang lain yang ada di sekitarnya. Dalam penelitian ini juga

18
Universitas Sumatera Utara

ditemukan fakta bahwa anak yang berusia dua setengah tahun sudah mampu
menghasilkan kalimat pada tingkat satu kata, dua kata, dan tiga kata yang sudah memiliki
makna yang lengkap. Selain itu, anak juga sudah mampu menghasilkan kalimat dalam
modus deklaratif, interogatif dan imperatif.
Lumbanraja (2011) “Pemerolehan Leksikal Nomina Bahasa Angkola Anak Usia
3─4 Tahun”, Dari data yang diperoleh, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa
pemerolehan leksikal nomina bahasa Angkola pada anak usia 3─4 tahun itu sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Masukan yang diterima anak dari lingkungan
sekitarnya mempengaruhi jumlah kosa kata yang dapat dikuasai anak-anak usia 3─4
tahun tersebut. Urutan pemerolehan leksikal nomina bahasa Angkola pada anak usia 3─4
tahun adalah nomina orang, nomina makanan, nomina hewan, nomina buah-buahan,
nomina alat dapur, nomina sayur-sayuran, nomina elektronik, dan nomina minuman.

19
Universitas Sumatera Utara