Prevalensi Trauma Gigi Anterior pada Anak Usia 6-12 Tahun di Kecamatan Medan Barat dan Medan Sunggal

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etiologi dan Prevalensi

Trauma gigi merupakan kejadian paling sering terjadi pada anak. Hal ini ditunjukkan dari beberapa survei tentang trauma gigi anak di dunia memperlihatkan angka trauma yang cukup tinggi. Beberapa survei di Brazil menunjukkan sebanyak 27,56% anak yang terkena trauma pada masa gigi permanen. Penelitian Carvalho B, et al pada anak usia 6-7 tahun diperoleh prevalensi trauma gigi sebanyak 9,1% dari 1791 siswa/i yang diperiksa. Trabert J, et al pada anak usia 12 tahun terdapat prevalensi 18,9% terkena trauma gigi dari 307 siswa/i yang diperiksa.Penelitian V.M Martins, et al terdapat 12,7% anak yang terkena trauma berusia 7-14 tahun.Penelitian Patel MC, et al menyatakan 8,79% anak terkena trauma gigi usia 8-13 tahun dari 3708 anak yang diperiksa. Penelitian Othman M, et al pada anak usia 8-10 tahun diperoleh prevalensi 44,74% dari 3705 anak yang diperiksa.2-8

Trauma gigi permanen lebih sering terjadi di luar rumah atau disekolah seperti terjatuh, saat berolah raga, kecelakaan, dan bermain.Penelitian Nooshen Asim Khan, et al dari 336 anak yang terkena trauma gigi sebanyak 66,9% karena terjatuh, sebanyak 11,9% anak karena terkena benda-benda keras, sebanyak 9,2% anak karena kecelakaan, sebanyak 6,2% anak karena kekerasan, dan 5,6% anak karena olahraga.9Menurut Traebert J, et al terdapat 47,9% anak trauma gigi permanen akibat terjatuh, sebanyak 37,5% anak akibat olah raga, karena kecelakaan sebanyak 21% anak, karena makanan keras 21% dari 307 anak yang terkena trauma gigi permanen.5Penelitian Orlando GG,et al terdapat 51,71% anak terkena trauma gigi akibat terjatuh, sebanyak 22,9% anak akibat kecelakaan, sebanyak 5,67% akibat kekerasan kidari 847 anak yang terkena trauma gigi permanen.10Penelitian Patel MC, et al menunjukkan sebanyak 43,86% anak yang terkena trauma gigi diakibatkan karena terjatuh, sebanyak 18,71% anak akibat benturan benda, sebanyak 8,26% akibat berolah raga, sebanyak 5,83% akibat kecelakaan, sebanyak 9,2% akibat kekerasan, dan sebanyak 5,21% anak akibat makanan yang terlalu keras dari 326


(2)

anak yang terkena trauma. Perbedaan proporsi dari trauma gigi ini tergantung pada sejumlah faktor yaitu kepadatan penduduk, wilayah, sosial ekonomi, dan lingkungan.2,7

Faktor predisposisi trauma gigi permanen ini antara lain faktor lingkungan, tingkah laku, adanya penyakit atau kecacatan.Penyebab trauma yang lain yaitu trauma langsung dan tidak langsung. Trauma gigi langsung adalah gigi secara langsung terkena benda penyebab trauma seperti saat anak berkelahi atau terjatuh. Sementara trauma gigi tidak langsung adalah gigi secara tidak langsung mengenai benda penyebab trauma seperti benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan tekanan yang besar.11

Trauma gigi juga sering terjadi pada gigi insisivus sentralis rahang atas lalu selanjutnya gigi insisivus sentralis rahang bawah. Penelitian Patel MC, et al sebanyak 83% trauma gigi terjadi pada gigi insisivus sentralis rahang atas dan pada gigi lnsisivus sentralis rahang bawah 9,05%. Penelitian Othman menyatakan sebanyak 68,7% trauma gigi terjadi pada insisivus sentralis rahang atas dan 15,7% pada gigi insisivus sentralis rahang bawah.7,8,12

Beberapa penelitian trauma gigi yang lebih sering terjadi adalah fraktur enamel lalu diikuti fraktur enamel dentin dan fraktur mahkota kompleks. Penelitian Patel MC, et al dari 409 anak terdapat 46,7% kasus yang terkena fraktur enamel, sebanyak 35,45% kasus fraktur enamel dentin, sebanyak 12, 71% kasus terkena fraktur mahkota kompleks.6 Penelitian De costa AM, et al sebanyak 7,6% kasus mengalami fraktur enamel, sebanyak 2,8% kasus fraktur enamel dentin, sebanyak 1,4% kasus mengalami fraktur kompleks selebihnya mengalami fraktur pada jaringan periodontal.7,12

Prevalensi trauma gigi anak laki-laki dan perempuan berbeda. Anak laki-laki lebih berisiko terkena trauma gigi dibanding anak perempuan. Hal ini disebabkan karena aktifitas anak laki-laki lebih sering terlibat dalam kegiatan fisik seperti berkelahi, berolahraga, dan menggunakan berbagai jenis mainan yang dapat berpotensi menyebabkan trauma gigi. Carvalho B, et al sebanyak 11,2% anak laki- laki terkena trauma gigi sedangkan perempuan 9,1%.4Patel Mc, et al menunjukkan dari 3708 sampel anak yang mengalami trauma pada gigi anterior permanen sebanyak 1867 anak laki laki yang terkena trauma gigi sedangkan anak perempuan sebanyak 1842 anak.7 Orlando GG, et al sebanyak 72,01% anak laki laki terkena trauma sementara anak perempuan sebanyak 27,99%. Penelitian ini menunjukkan bahwa anak laki-laki cenderung lebih sering terkena trauma daripada anak perempuan. Hal ini berbeda dengan penelitian De costa AM, et al


(3)

yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan ditemukan antaara anak laki-laki dan perempuan.4,7

2.2 Klasifikasi Trauma Gigi

Salah satu klasifikasi yang telah diterima secara internasional adalah klasifikasi Andreasen yang diadopsi WHO. WHO mengklasifikasikan menjadi 4 garis besar yang meliputi kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa; kerusakan pada tulang pendukung; kerusakan pada jaringan periodontal; serta kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut.2,3

2.2.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa

Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa meliputi beberapa hal yaitu2,3 : a). Retak mahkota adalah fraktur yang tidak sempurna pada enamel tanpa kehilangan

struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal.

b). Fraktur enamel yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) adalah fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja.

c). Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crownfracture) yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai enamel gigi dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.

d). Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) adalah fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan pulpa.

e). Fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture) adalah fraktur yang melibatkan enamel, dentin, dan sementum tetapi tidak melibatkan pulpa. f). Fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root fracture) adalah fraktur

yang melibatkan enamel, dentin, sementum, dan pulpa.

g). Fraktur akar (root fracture) adalah fraktur yang melibatkan dentin, sementum, dan pulpa.


(4)

2.2.2 Kerusakan pada Tulang Pendukung2,3 Kerusakan pada tulang pendukungterdiri atas:

a) Kerusakan soket alveolar yaitu pemadatan dari soket alveolar, pada kondisi ini dijumpai intrusi dan luksasi lateral.

b) Fraktur dinding soket alveolar maksila dan mandibula yaitu fraktur tulang alveolar yang meibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau oral dari dinding soket.

c) Fraktur prosessus alveolaris maksila dan mandibula yaitu fraktur yang mengenai prosessus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolaris gigi.

d) Fraktur tulang alveolar yaitu fraktur tulang alveolar maksila atau mandibula yang melibatkan prosessus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar.2,3

2.2.3 Kerusakan pada Jaringan Periodontal2,3

Kerusakan pada jaringan periodontal terbagi menjadi 6 yaitu:

a). Konkusio adalah trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi.

b). Subluksasi adalah kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.

c). Luksasi merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah labial, palatal, maupun lateral. Hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut.

d). Luksasi ekstrusi adalah pelepasan sebagian gigi keluar dari soketnya sehingga mahkota gigi terlihat lebih panjang.

e). Luksasi intrusi adalah pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar sehingga mahkota gigi akan terlihat lebih pendek.


(5)

Gambar 2. Kerusakan pada Jaringan Periodontal1,2

2.2.4 Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut2,3

Kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut terdiri dari 3 bagian yaitu: a). Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh

benda tajam seperti pisau atau pecahan kaca. Luka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.

b). Kontusio adalah luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.

c). Luka abrasi adalah luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda sehingga terdapat permukaan berdarah atau lecet.

2.3 Riwayat, Pemeriksaan Klinis, dan Diagnosis Trauma

Anak yang mengalami trauma gigi dan dibawa ke dokter gigi perlu dilakukan pemeriksaan yang berkaitan dengan luka dan menanyakan keterangan yang berhubungan agar perawatan dapat direncanakan dengan baik.Data-data tentang kesehatan umum maupun kesehatan gigi dan mulut merupakan informasi penting yang dapat mempengaruhi diagnosis dan perawatan. Riwayat kesehatan lengkap harus ditanyakan oleh dokter gigi. Hal ini dapat ditanyakan melalui orangt tuanya.2,13


(6)

Riwayat kesehatan umum yang berhubungan dan dapat mempengaruhi perawatan gigi adalah penyakit jantung, kelainan pembuluh darah, alergi obat-obatan, kelainan syaraf, dan status profilaxis tetanus. Pertanyaan yang terpenting untuk menggali informasi kesehatan gigi dan mulut anakadalah mengenai kapan, dimana, dan bagaimana kecelakaan itu terjadi.2,13

Pemeriksaan pasien yang mengalami trauma terdiri dari pemeriksaan darurat dan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan darurat meliputi pengumpulan data vital, riwayat kesehatan pasien, dan keluhan pasien, sedangkan pemeriksaan lanjutan meliputi pemeriksaan klinis lengkap yang terdiri dari pemeriksaan ekstra oral dan intra oral serta dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiografis untuk dapat melihat ukuran pulpa dan jarak garis fraktur, dan kelainan pada jaringan pendukung.2,3,13

Riwayat kesehatan sangat penting untuk pembentukan rencana perawatan dan menentukan prognosis dengan status kesehatan anak secara keseluruhan. Pemeriksaan ekstraoral dilihat apakah ada pembengkakan, memar atau laserasi jaringan lunak yang mungkin dapat menunjukkan kerusakan tulang dan trauma gigi. Pemeriksaan intraoral melihat adanya mobiliti gigi yang mungkin dapat mengetahui adanya fraktur akar, perubahan posisi gigi. Perkusi untuk menunjukkan adanya cedera pada jaringan periapeks seperti fraktur akar.2,3,13

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang berupa radiografi, tes elektrik dan uji termal. Pada fraktur yang dapat terlihat secara klinis yaitu seperti fraktur enamel, fraktur mahkota, avulsi, displacement umumnya dapat ditegakkan hanya dengan riwayat dan pemeriksaan klinis. Kasus fraktur yang diperkirakan terjadi dibagian akar gigi atau tulang alveolus membutuhkan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiografi untuk memastikannya agar dapat melihat kerusakan struktur gigi dengan jelas.Pada proses menegakkan diagnosis, ada baiknya dokter gigi mencatat semua data yang relevan yang berhubungan dengan penyakit anak dalam sebuah formulir yang dianjurkan. Rekam medis khusus trauma ini nantinya akan berfungsi sebagai bantuan untuk dokter dalam melakukan perawatan selanjutnya.2,3,13,14

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat medis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang. Setelah itu dokter gigi dapat menegakkan diagnosis dan dokter gigi dapat mencatat semua data yang relevan yang berhubungan dengan penyakit anak dalam sebuah formulir yang dianjurkan. Formulir ini nantinya akan berfungsi sebagai bantuan untuk dokter dalam melakukan perawatan selanjutnya.2,3,14


(7)

2.4 Penanganan Darurat

Prognosa trauma gigi akan menjadi lebih baik jika orang tua dan masyarakat menyadari langkah–langkah pertolongan pertama dan kebutuhan untuk mencari pengobatan segera. Riwayat kesehatan anak, pola tingkah laku anak dan bentuk trauma yang terjadi pada anak harus dipertimbangkan dalam melakukan penanganan darurat untuk menentukan perawatan yang tepat.

Trauma gigi anak sering disertai dengan luka terbuka dari jaringan mulut, abrasi jaringan wajah atau bahkan luka tusukan.Tindakan darurat yang harus dilakukan seperti debridement luka, penjahitan, kontrol perdarahan dari luka jaringan lunak, dan pemberian anti tetanus serum bila ada kemungkinan luka yang didapat sepsis.13,15

Trauma gigi yang hanya mengenai enamel atau hanya menyebabkan retaknya enamel, selain prosedur diagnostik yang lengkap, perawatan dilakukan dengan menghaluskan struktur gigi yang kasar saja dan dikontrol setelah 2 minggu dan 1 bulan setelah terjadi trauma. Trauma gigi yang mengenai enamel dan dentin memerlukan restorasi sementara, atau indirect pulp capping. Trauma gigi yang mengenai pulpa dan saluran akar memerlukan perawatan dengan tujuan untuk mempertahankan vitalitas pulpa. Jenis perawatan yang dapat dilakukan adalah direct pulp capping, pulpotomi, ataupun pulpektomi Pada gigi yang mengalami avulsi, penanganan darurat yang dapat dilakukan adalah dengan menyimpan gigi yang avulsi tersebut di dalam cairan susu sebelum kemudian dibawa ke dokter gigi untuk ditanamkan kembali sesegera mungkin. Cairan susu dipilih sebagai media penyimpanan karena dapat membantu mempertahankan vitalitas dari jaringan ligamen periodontal. Susu dianggap lebih baik menjadi media penyimpanan dibanding saliva karena pada saliva terdapat banyak bakteri. Media lain yang juga dapat digunakan untuk penyimpanan adalah cairan saline fisiologis dan albumin telur..13-16


(8)

2.5 Kerangka Teori

Riwayat, pemeriksaan kinis dan diagnosis Perawatan Lanjutan

Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan

Pulpa

Kerusakan pada Tulang

Pendukung Kerusakan pada Jaringan

Periodontal

Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga

Mulut Penanganan Darurat dan

Perawatan

Pencegahan trauma gigi

Trauma gigi (Klasifikasi trauma Andreasen yang diadopsi oleh

WHO)

Etiologi Predisposi


(9)

2.6 Kerangka Konsep

Anak usia 6 – 12 tahun

Trauma gigi permanen anterior berdasarkan:

• Klasifikasi trauma gigi Andreasen yang diadopsi WHO.

• Etiologi trauma gigi berdasarkan usia.

• Prevalensi trauma gigi berdasarkan elemen gigi. • Prevalensi trauma gigi

berdasarkan usia. • Prevalensi trauma gigi

berdasarkan jenis kelamin.

• Prevalensi perawatan darurat yang dilakukan.


(1)

2.2.2 Kerusakan pada Tulang Pendukung2,3 Kerusakan pada tulang pendukungterdiri atas:

a) Kerusakan soket alveolar yaitu pemadatan dari soket alveolar, pada kondisi ini dijumpai intrusi dan luksasi lateral.

b) Fraktur dinding soket alveolar maksila dan mandibula yaitu fraktur tulang alveolar yang meibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau oral dari dinding soket.

c) Fraktur prosessus alveolaris maksila dan mandibula yaitu fraktur yang mengenai prosessus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolaris gigi.

d) Fraktur tulang alveolar yaitu fraktur tulang alveolar maksila atau mandibula yang melibatkan prosessus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar.2,3

2.2.3 Kerusakan pada Jaringan Periodontal2,3

Kerusakan pada jaringan periodontal terbagi menjadi 6 yaitu:

a). Konkusio adalah trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi.

b). Subluksasi adalah kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.

c). Luksasi merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah labial, palatal, maupun lateral. Hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut.

d). Luksasi ekstrusi adalah pelepasan sebagian gigi keluar dari soketnya sehingga mahkota gigi terlihat lebih panjang.

e). Luksasi intrusi adalah pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar sehingga mahkota gigi akan terlihat lebih pendek.


(2)

Gambar 2. Kerusakan pada Jaringan Periodontal1,2

2.2.4 Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut2,3

Kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut terdiri dari 3 bagian yaitu: a). Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh

benda tajam seperti pisau atau pecahan kaca. Luka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.

b). Kontusio adalah luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.

c). Luka abrasi adalah luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda sehingga terdapat permukaan berdarah atau lecet.

2.3 Riwayat, Pemeriksaan Klinis, dan Diagnosis Trauma

Anak yang mengalami trauma gigi dan dibawa ke dokter gigi perlu dilakukan pemeriksaan yang berkaitan dengan luka dan menanyakan keterangan yang berhubungan agar perawatan dapat direncanakan dengan baik.Data-data tentang kesehatan umum maupun kesehatan gigi dan mulut merupakan informasi penting yang dapat mempengaruhi diagnosis dan perawatan. Riwayat kesehatan lengkap harus ditanyakan oleh dokter gigi. Hal ini dapat ditanyakan melalui orangt tuanya.2,13


(3)

Riwayat kesehatan umum yang berhubungan dan dapat mempengaruhi perawatan gigi adalah penyakit jantung, kelainan pembuluh darah, alergi obat-obatan, kelainan syaraf, dan status profilaxis tetanus. Pertanyaan yang terpenting untuk menggali informasi kesehatan gigi dan mulut anakadalah mengenai kapan, dimana, dan bagaimana kecelakaan itu terjadi.2,13

Pemeriksaan pasien yang mengalami trauma terdiri dari pemeriksaan darurat dan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan darurat meliputi pengumpulan data vital, riwayat kesehatan pasien, dan keluhan pasien, sedangkan pemeriksaan lanjutan meliputi pemeriksaan klinis lengkap yang terdiri dari pemeriksaan ekstra oral dan intra oral serta dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiografis untuk dapat melihat ukuran pulpa dan jarak garis fraktur, dan kelainan pada jaringan pendukung.2,3,13

Riwayat kesehatan sangat penting untuk pembentukan rencana perawatan dan menentukan prognosis dengan status kesehatan anak secara keseluruhan. Pemeriksaan ekstraoral dilihat apakah ada pembengkakan, memar atau laserasi jaringan lunak yang mungkin dapat menunjukkan kerusakan tulang dan trauma gigi. Pemeriksaan intraoral melihat adanya mobiliti gigi yang mungkin dapat mengetahui adanya fraktur akar, perubahan posisi gigi. Perkusi untuk menunjukkan adanya cedera pada jaringan periapeks seperti fraktur akar.2,3,13

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang berupa radiografi, tes elektrik dan uji termal. Pada fraktur yang dapat terlihat secara klinis yaitu seperti fraktur enamel, fraktur mahkota, avulsi, displacement umumnya dapat ditegakkan hanya dengan riwayat dan pemeriksaan klinis. Kasus fraktur yang diperkirakan terjadi dibagian akar gigi atau tulang alveolus membutuhkan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiografi untuk memastikannya agar dapat melihat kerusakan struktur gigi dengan jelas.Pada proses menegakkan diagnosis, ada baiknya dokter gigi mencatat semua data yang relevan yang berhubungan dengan penyakit anak dalam sebuah formulir yang dianjurkan. Rekam medis khusus trauma ini nantinya akan berfungsi sebagai bantuan untuk dokter dalam melakukan perawatan selanjutnya.2,3,13,14

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat medis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang. Setelah itu dokter gigi dapat menegakkan diagnosis dan dokter gigi dapat mencatat semua data yang relevan yang berhubungan dengan penyakit anak dalam sebuah formulir yang dianjurkan. Formulir ini nantinya akan berfungsi sebagai bantuan untuk dokter dalam melakukan perawatan selanjutnya.2,3,14


(4)

2.4 Penanganan Darurat

Prognosa trauma gigi akan menjadi lebih baik jika orang tua dan masyarakat menyadari langkah–langkah pertolongan pertama dan kebutuhan untuk mencari pengobatan segera. Riwayat kesehatan anak, pola tingkah laku anak dan bentuk trauma yang terjadi pada anak harus dipertimbangkan dalam melakukan penanganan darurat untuk menentukan perawatan yang tepat.

Trauma gigi anak sering disertai dengan luka terbuka dari jaringan mulut, abrasi jaringan wajah atau bahkan luka tusukan.Tindakan darurat yang harus dilakukan seperti debridement luka, penjahitan, kontrol perdarahan dari luka jaringan lunak, dan pemberian anti tetanus serum bila ada kemungkinan luka yang didapat sepsis.13,15

Trauma gigi yang hanya mengenai enamel atau hanya menyebabkan retaknya enamel, selain prosedur diagnostik yang lengkap, perawatan dilakukan dengan menghaluskan struktur gigi yang kasar saja dan dikontrol setelah 2 minggu dan 1 bulan setelah terjadi trauma. Trauma gigi yang mengenai enamel dan dentin memerlukan restorasi sementara, atau indirect pulp capping. Trauma gigi yang mengenai pulpa dan saluran akar memerlukan perawatan dengan tujuan untuk mempertahankan vitalitas pulpa. Jenis perawatan yang dapat dilakukan adalah direct pulp capping, pulpotomi, ataupun pulpektomi Pada gigi yang mengalami avulsi, penanganan darurat yang dapat dilakukan adalah dengan menyimpan gigi yang avulsi tersebut di dalam cairan susu sebelum kemudian dibawa ke dokter gigi untuk ditanamkan kembali sesegera mungkin. Cairan susu dipilih sebagai media penyimpanan karena dapat membantu mempertahankan vitalitas dari jaringan ligamen periodontal. Susu dianggap lebih baik menjadi media penyimpanan dibanding saliva karena pada saliva terdapat banyak bakteri. Media lain yang juga dapat digunakan untuk penyimpanan adalah cairan saline fisiologis dan albumin telur..13-16


(5)

2.5 Kerangka Teori

Riwayat, pemeriksaan kinis dan diagnosis Perawatan Lanjutan

Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan

Pulpa

Kerusakan pada Tulang

Pendukung Kerusakan pada Jaringan

Periodontal

Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga

Mulut Penanganan Darurat dan

Perawatan

Pencegahan trauma gigi

Trauma gigi (Klasifikasi trauma Andreasen yang diadopsi oleh

WHO)

Etiologi Predisposi


(6)

2.6 Kerangka Konsep

Anak usia 6 – 12 tahun

Trauma gigi permanen anterior berdasarkan:

• Klasifikasi trauma gigi Andreasen yang diadopsi WHO.

• Etiologi trauma gigi berdasarkan usia.

• Prevalensi trauma gigi berdasarkan elemen gigi. • Prevalensi trauma gigi

berdasarkan usia. • Prevalensi trauma gigi

berdasarkan jenis kelamin.

• Prevalensi perawatan darurat yang dilakukan.