Implementasi perlakuan zakat atas penghasilan dalam penghitungan penghasilan kena pajak

SKRIPSI OLEH : TRI WINDARTI K 7404031 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

IMPLEMENTASI PERLAKUAN ZAKAT ATAS PENGHASILAN DALAM PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK (KAJIAN PADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI USAHAWAN MUSLIM DI KELURAHAN JAJAR, KECAMATAN LAWEYAN) OLEH : TRI WINDARTI K 7404031 SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

ABSTRAK

Tri Windarti. IMPLEMENTASI PERLAKUAN ZAKAT ATAS PENGHASILAN

DALAM PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK (KAJIAN PADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KELURAHAN JAJAR, KECAMATAN

LAWEYAN). Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari, 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) Mengetahui perlakuan zakat atas penghasilan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi usahawan muslim di kelurahan Jajar. (2) Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi uasahawan muslim di kelurahan Jajar dalam mengimplementasikan perlakuan zakat dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak. (3) Mengetahui dampak adanya perlakuan zakat atas penghasilan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak terhadap penerimaan Pajak Penghasilan.

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling (sampel bertujuan), sampel yang diambil tidak ditekankan pada jumlah, namun pada kekayaan informasi yang dimiliki anggota sampel sebagai sumber data. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, dokumentasi dan observasi. Validitas data yang digunakan adalah teknik trianggulasi sumber, sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data model interaktif.

Berdasarkan analisis data dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa : (1) Wajib Pajak usahawan muslim di kelurahan Jajar belum melaksanakan perlakuan zakat atas penghasilan dalam penghitungan PKP sesuai dengan ketentuan yang ada. (2) Usahawan muslim belum bisa mengimplementasikan perlakuan zakat dalam penghitungan PKP, karena usahawan muslim belum paham akan adanya aturan tersebut. Hal ini terjadi karena belum ada sosialisasi dari KPP Pratama Surakarta dan LAZIS Surakarta.(3) Perlakuan zakat penghasilan dalam penghitungan PKP di kelurahan Jajar belum berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Penghasilan. Sementara itu zakat penghasilan yang disalurkan ke masjid atau yang menurut usahawan berhak, berdampak pada penerimaan zakat pada LAZIS. Seharusnya zakat yang bisa dikumpulkan banyak, sehingga penyalurannya juga bisa menjangkau banyak mustahiq. Tetapi penerimaan zakat dari muzakki belum optimal, karena uasahawan lebih memilih menyalurkan zakatnya ke masjid.

MOTTO

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah yang ada pada diri mereka sendiri (Q.S Ar-Ra’d : 11)

Berdoalah kepada-K u, niscaya akan kuperkenankan bagimu (Q.S Al-M u’min : 60)

Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum kafir ( Q.S Yusuf : 87)

Tidak ada satu tarikan napaspun yang kau hembuskan, melainkan ada takdir yang dijalankan-Nya pada dirimu. K arena itu, tunduklah pada

Allah dalam setiap keadaan (I bnu Athaillah As Sakandari)

PERSEMBAHAN

Ku persembahkan karya ini unt uk: M amak, Bapak t ercint a. Terimakasih at as segala kasih sayang dan cint anya

yang t ak t erhingga. D oamu yang t ak t erput us unt uk anak-anakmu menjadi kekuat an dalam mengarungi hidup. Semoga Allah M eninggikan derajat mu. M bak U wid, my lovely sist er. Terimakasih at as segala doa dan dukungannya yang t ak t erhingga. K arena limpahan kasih sayang dan cint amu juga, adikmu bisa menjadi lebih baik. Semoga Allah melimpahkan kasih sayangN ya padamu. M y lovely brot her,M achmuda. Terimakasih at as doa, dukungan dan cint amu. Jika t elah dewasa nant i jadilah engkau penyejuk hat i M y lovely grand f at her, t erimakasih at as doa dan dukungannya. Set iap doamu menjadi mot ivasi bagi cucumu. Almamat er

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Aloh SWT, hanya dengan limpahan karunia, rahmat, dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Banyak hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dengan setulus hati atas segala bantuan, do’a, dan dukungan baik moril maupun materiil yang tak ternilai harganya bagi penyelesaian skripsi ini, yaitu yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan surat keputusan tentang ijin dalam penyusunan skripsi ini, serta ijin untuk melaksanakan penelitian.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP UNS yang telah menyetujui permohonan penulis untuk menyusun skripsi ini.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Wahyu Adi, M. Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi.

5. Bapak Drs. Ngadiman, M.Si, selaku pembimbing I yang penuh pengertian dan sabar dalam memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis hingga terselesainya penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Sohidin,SE, M.Si selaku pembimbing II yang dengan sabar memberikan pengarahan, masukan, serta saran yang membangun demi penyempurnaan penulisan skripsi.

7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan tambahan ilmu pengetahuan, membimbing serta memberikan motivasi kepada penulis selama penulis menuntut ilmu di Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi jurusan P. IPS FKIP UNS.

8. Bapak Kasman Bakir, sebagai Kepala Kantor KPP Pratama Surakarta yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melaksanakan penelitian.

9. Bapak Rudi Suhartono dan ibu Farida, sebagai pembimbing dari KPP Pratama atas kesediaan membimbing dan mengarahkan penulis.

10. Bapak Slamet Permadi atas kesediaannya memberikan data Wajib Pajak Orang

Pribadi usahawan.

11. Semua usahawan di kelurahan Jajar atas kesediaannya memberikan informasi

yang penulis butuhkan.

12. Mba Niken sekeluarga yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis.

13. Mamak, Bapak, Mbak Uwid, Machmuda dan Simbah atas limpahan do’a,

dukungan dan motivasinya.

14. Keluarga besar Samuri: Mas Sri beserta keluarga bahagianya, Ajeng Anggi,

Anggun (Tyas), Basten Yuni, Bundo Lilis, Denis Eka, Dwi Setya, Evi, Fadil, Hesti Utami, Isti Rahayu, Miranti S, Mbak Anif, Mbak Ema, Mbak Nanik, Mbak Puji, Prisilla, Reny, Wartini, Wahyuningsih, Zain Umul atas warna-warna cinta yang telah diberikan selama ini.

15. Saudara-saudara selama di kost Karimah, Rahayu dan Nugroho atas kebersamaan

yang penuh warna.

16. Rekan-rekan P. Ekonomi BKK Akuntansi angkatan 2004 yang telah memberikan

bantuan dan dorongan selama ini.

17. Sahabat yang semoga selalu dihati: Anik, Darwanti, Ifana, Mba’ Ana, Mba’

Niken, Saurina, Ummi Umar terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya selama ini.

18. Kakakku atas kesediaannya mendengarkan segala keluh kesahku, terimakasih atas

do’a dan dukungannya.

19. Saudara-saudara selama di SKI FKIP dan JN UKMI UNS, atas kebersamaannya

yang penuh warna.

20. Berbagai pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga amal kebaikan yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang lebih baik dari Allah SWT, amin. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih ada banyak kekurangan. Untuk itu saran, kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penelitian selanjutnya.

Surakarta, Januari 2010

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan adalah amanat proklamasi kemerdekaan Indonesia yang harus dilaksanakan. Pembangunan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan, mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang sebesar–besarnya. Pembangunan dilaksanakan melalui rangkaian investasi yang hanya dapat dilakukan dengan dukungan dana yang tersedia. Dana pembangunan dapat diperoleh dari berbagai sumber baik dari dalam negeri maupun luar negeri, baik dari sektor pemerintah ataupun sektor swasta.

Dalam pembiayaan pembangunan di Indonesia diutamakan dari sumber dalam negeri. Sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia, pemerintah memegang peranan utama dalam pelaksanaan pembangunan. Sebagai negara berkembang, kemandirian sangatlah penting untuk meningkatkan kemampuan dalam membangun diri sendiri serta meningkatkan penggunaan potensi yang ada secara optimal, efektif dan efisien. Cita-cita untuk membiayai pembangunan yang bertumpu pada sumber dana dalam negeri harus dapat direalisasikan walaupun belum bisa sepenuhnya.

Untuk mengetahui alokasi penerimaan dan pembiayaan pembangunan disusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Salah satu sumber penerimaan utama negara yang dianggap cukup potensial adalah pajak. Pajak merupakan iuran yang dipungut oleh pemerintah. Bicara tentang kodisi bangsa Indonesia, penerimaan dalam negeri dalam bentuk pajak dari tahun ke tahun selalu memberikan kontribusi besar. APBN tahun 2005 sebesar 493.919,4 M, penerimaan pajak 347.031,1 M atau 70,3% dari pendapatan; APBN tahun 2006 sebesar 636.153,1 M, penerimaan pajak sebesar 409.203 M atau 64,3% dan APBN tahun 2007 sebesar 706.108,3 M, dengan penerimaan pajak sebesar 490.988,6 M atau 69,5%. Untuk APBN tahun 2008 sebesar 959.517 M, penerimaan dari pajak sebesar 633.818,9 M atau 66,1%. Tahun 2009 penerimaan dari pajak sebesar 725.843 M atau

73,7% dari penerimaan sebesar 984.786,5 M.

Penerimaan negara dari sektor pajak yang menyumbangkan kontribusi terbesar berasal dari pajak penghasilan. APBN tahun 2005 penerimaan dari sektor pajak sebesar 50,6 % berasal dari Pajak Penghasilan. Tahun 2006 sebesar 50,8% dari penerimaan pajak adalah pajak penghasilan, sedangkan tahun 2007 adalah 48,7%. Untuk tahun 2008 adalah 50,2% dari penerimaan pajak, berasal dari Pajak Penghasilan. Tahun 2009 sebesar 49,2 % penerimaan dari Pajak Penghasilan. Menurut penggolongannya pajak penghasilan tergolong sebagai pajak langsung, maksudnya pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan. Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan kepada wajib pajak sehubungan dengan penghasilan yang diterimanya dari usaha, pekerjaan, jasa atau suatu kegiatan. Pajak penghasilan dikenakan kepada orang pribadi, badan dan bentuk usaha tetap dengan aturan yang berbeda antara ketiganya.

Masyarakat sebagai wajib pajak diharapkan membayar pajak penghasilan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Di sisi lain kita tahu bahwa Indonesia merupakan negara yang mayoritas masyarakatnya adalah muslim. Masyarakat muslim yang mampu diwajibkan untuk membayar zakat, dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Belum lagi jika kita menghitung infaq, shodaqoh dan wakaf. Artinya ada suatu potensi dana umat yang sangat besar, yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat. Zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bagi masyarakat yang kurang mampu.

Keberadaan zakat (termasuk didalamnya zakat profesi atau zakat atas penghasilan) dalam sistem hukum nasional merupakan agenda reformasi dalam bidang pembangunan hukum. Peraturan yang mengatur tentang zakat adalah Undang- undang Nomor 38 Tahun 1999. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa kewajiban zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam Indonesia yang mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi upaya Keberadaan zakat (termasuk didalamnya zakat profesi atau zakat atas penghasilan) dalam sistem hukum nasional merupakan agenda reformasi dalam bidang pembangunan hukum. Peraturan yang mengatur tentang zakat adalah Undang- undang Nomor 38 Tahun 1999. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa kewajiban zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam Indonesia yang mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi upaya

Zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang kurang mampu. Untuk zakat profesi erat kaitannya dengan Pajak Penghasilan. Pemerintah pertama kali mengatur kaitan antara zakat yang dibayarkan oleh orang pribadi dan badan yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam dengan Pajak Penghasilan yang dibayarkan kepada negara yang merupakan kewajiban kenegaraan dari setiap warga negara dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, kemudian adanya Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat dan Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU RI No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Berdasarkan pasal 11 ayat (2) UU Nomor 38 Tahun 1999, harta yang dikenakan zakat adalah:

a. Emas, perak dan uang

b. Perdagangan dan perusahaan

c. Hasil pertanian, hasil perkebunan dan hasil perikanan

d. Hasil pertambangan

e. Hasil peternakan

f. Hasil pendapatan dan jasa

g. Rikaz Pelaksanaan pasal 14 ayat (3) UU Nomor 38 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari Wajib

Pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pelaksanaannya tidak dapat diberlakukan dalam perhitungan Pajak Penghasilan.

Dengan diundangkannya UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diberlakukan mulai tahun pajak 2009 kendala tersebut telah dapat diatasi, karena perlakuan zakat sebagai pengurang telah diatur dalam UU PPh yang baru yaitu bahwa zakat ( yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak ) bukan merupakan objek pajak bagi si penerima serta zakat atas penghasilan boleh dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak. Kemudian didukung dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009 tentang Bantuan atau Sumbangan Termasuk Zakat Atau Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak Penghasilan.

Berdasarkan undang-undang diatas, zakat dan pajak ternyata memiliki hubungan reduktif dan deduktabel yaitu zakat atas penghasilan boleh dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar perhitungan pajak. Kemudian berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-163/PJ/2003 tanggal 10 Juni 2003 tentang perlakuan zakat atas penghasilan dalam perhitungan Penghasilan Kena Pajak, pengurangan ini diperkenankan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam

b. Dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam UU No.38/1999 tentang pengelolaan zakat

c. Besarnya zakat yang dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak adalah 2,5% dari jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud dalam angka 3.

d. Pengurangan zakat atas penghasilan dilakukan dalam tahun pajak dilaporkannya penghasilan tersebut dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak d. Pengurangan zakat atas penghasilan dilakukan dalam tahun pajak dilaporkannya penghasilan tersebut dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak

e. Wajib melampirkan lembar ke-1 Surat Setoran Zakat (SSZ) atau fotokopinya yang telah dilegalisir oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat penerima setoran zakat pada SPT tahun pajak penghasilan tahun pajak dilakukannya pengurangan zakat atas penghasilan tersebut.

Surat Setoran Zakat yang dapat diakui sebagai bukti sekurang-kurangnya harus memuat:

a. Nama lengkap Wajib Pajak

b. Alamat jelas

c. Nomor Pokok Wajib Pajak

d. Jenis penghasilan yang dibayar zakatnya

e. Sumber/jenis penghasilan dan bulan/tahun perolehannya

f. Besarnya penghasilan

g. Besarnya zakat atas penghasilan Dengan lahirnya Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep- 163/PJ/2003 tentang perlakuan zakat atas penghasilan dalam perhitungan Penghasilan Kena Pajak Pajak Penghasilan, akan lebih menguatkan posisi zakat. Tetapi pada kenyataannya masih banyak yang belum melaksanakannya secara bersamaan. Terutama bagi Wajib Pajak Orang Pribadi usahawan muslim, masih banyak yang belum membayar Pajak Penghasilan atau zakat profesi atau kedua- duanya. Untuk lebih mengetahui implementasi keputusan tersebut terutama pada Wajib Pajak Orang Pribadi usahawan muslim di Surakarta, penulis melakukan penelitian di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis akan melakukan penelitian dengan judul: IMPLEMENTASI PERLAKUAN ZAKAT ATAS PENGHASILAN DALAM PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK (KAJIAN PADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI USAHAWAN MUSLIM DI KELURAHAN JAJAR, KECAMATAN LAWEYAN).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukan sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perlakuan zakat atas penghasilan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi usahawan muslim di kelurahan Jajar?.

2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi Wajib Pajak Orang Pribadi usahawan muslim di kelurahan Jajar dalam mengimplementasikan perlakuan zakat atas penghasilan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak?.

3. Apakah dampak adanya perlakuan zakat atas penghasilan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak terhadap penerimaan Pajak Penghasilan?.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan jawaban yang ingin dicapai dari masalah yang dikaji dalam penelitian. Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di depan tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui perlakuan zakat atas penghasilan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi usahawan muslim di kelurahan Jajar.

2. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi usahawan muslim di kelurahan Jajar dalam mengimplementasikan perlakuan zakat atas penghasilan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak.

3. Mengetahui dampak adanya perlakuan zakat atas penghasilan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak terhadap penerimaan Pajak Penghasilan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan peraturan tentang perlakuan zakat atas penghasilan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak, sehingga sejalan dengan kewajiban zakat bagi umat Islam.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai gambaran bagi peneliti yang akan mengadakan penelitian yang berkaitan dengan zakat atas penghasilan dan Pajak penghasilan.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pemerintah dan aparat perpajakan Hasil Penelitian ini dapat dipakai sebagai pijakan Direktorat Jenderal Pajak khususnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta dalam sosialisasi perpajakan dalam rangka meningkatkan kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya.

b. Bagi penulis Sebagai salah satu bentuk aplikasi teori yang penulis peroleh di bangku kuliah. Kemudian hasil penelitian yang diperoleh dapat menambah pengetahuan tentang pelaksanaan zakat penghasilan dan Pajak Penghasilan yang ada di masyarakat.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Tentang Zakat

a. Pengertian Zakat

Menurut M. Yunan Nasution (1994:5) “ Zakat terambil dari kata kerja zakka, menurut ilmu bahasa mempunyai dua makna yaitu: mensucikan, bertumbuh”. Sedangkan maksudnya menurut istilah syari’iyah “Zakat ialah nama sesuatu (harta) dikeluarkan oleh manusia dari hak milik Allah untuk kaum fakir. Dinamakan zakat karena didalamnya mengandung unsur mengharapkan karunia, mensucikan jiwa dan menumbuhkan dengan bermacam-macam kebajikan”. ( Said Sabiq: Fiqhus Sunnah, jl. II, hal. 5).

Raqhib dalam bukunya M. Yunan Nasution (1994:6) menegaskan lebih jauh, bahwa “ Zakat itu ialah harta orang kaya yang diberikan kepada orang yang miskin, supaya harta itu bertumbuh dan bersih”. Menurut Musthafa Kamal Pasha dkk (2003:172) mengemukakan bahwa: “Ditinjau dari arti bahasa atau etimologi zakat (asal kata:zakka) bermakan mensucikan, membersihkan atau berkembang”. Pengertian ini diisyaratkan dalam salah satu firman Allah SWT yang terdapat dalam surat At Taubah ayat 103: “Pungutlah zakat dari harta benda mereka, yang akan membersihkan dan mensucikan mereka”. Dalam surat Al-A’la ayat 14 Allah SWT berfirman: “Sesunguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri, dan dia ingat asma Tuhannya, kemudian ia bersembahyang”.

b. Perintah Mengeluarkan Zakat

Menurut M. Yunan Nasution (1994:9 - 10) “ Zakat itu adalah salah satu diantara rukun Islam yang lima, setingkat kedudukannya dengan shalat, puasa dan haji”. Tidak kurang pada 82 tempat dalam Al Quran perintah menunaikan zakat itu dirangkaikan dengan perintah menegakkan shalat, seperti dalam ayat-ayat:

1) ….Dirikanlah shalat dan bayarlah zakat (Al-Baqarah : 43)

2) ….Dan tegakkanlah shalat dan tunaikan zakat (At-Taubah :11) 8 Hadist Nabi: …Islam didirikan diatas lima sendi: (1). pengakuan (syahadah) bahwa tidak ada Tuhan yang lain kecuali Allah, dan bahwa Muhammad itu Utusan Allah; (2). mendirikan shalat;(3). mengeluarkan zakat;(4). mengerjakan haji;(5). puasa pada bulan Ramadhan”.

c. Tujuan Zakat

1) Membersihkan:

a) Membersihkan jiwa orang yang memiliki kelebihan harta dari kekikiran

b) Membersihkan hati fakir miskin dari sifat iri dan dengki

c) Membersihkan masyarakat dari benih perpecahan

d) Membersihkan harta dari hak orang lain

2) Mengembangkan:

a) Mengembangkan kepribadian orang yang memiliki kelebihan harta dari

eksistensi moralnya

b) Mengembangkan kepribadian fakir miskin

c) Mengembangkan dan melipatgandakan nilai harta

d) Sarana jaminan sosial dalam Islam

e) Sarana mengurangi terjadinya kesenjangan sosial

( www.nurulyaqin.org ) Menurut Yusuf Qardhawi dalam www.laziz.uns.ac.id tujuan zakat dan

dampaknya bagi pribadi dapat dipisahkan antara pribadi si pemberi dan si penerima. Beberapa tujuan dan dampak zakat bagi si pemberi adalah:

1) Zakat mensucikan jiwa dari sifat kikir

Zakat yang mensucikan dari sifat kikir ditentukan oleh kemurahannya dan kegembiraan ketika mengeluarkan harta semata karena Allah. Zakat yang mensucikan jiwa juga berfungsi membebaskan jiwa manusia dari ketergantungan dan ketundukan terhadap harta benda dan dari kecelakaan menyembah harta.

2) Zakat mendidik berinfak dan memberi

Berinfak dan memberi adalah suatu akhlaq yang sangat dipuji dalam Al Quran, yang selalu dikaitkan dengan keimanan dan ketaqwaan. Orang yang terdidik untuk siap meninfaqkan harta sebagai bukti kasih sayang kepada saudaranya dalam rangka kemaslahatan ummat, tentunya akan sangat jauh sekali dari keinginan mengambil harta orang lain dengan merampas dan mencuri (juga korupsi).

3) Berakhlak dengan Allah

Apabila manusia telah suci dari kikir dan bakhil, dan sudah siap memberi dan berinfaq, maka ia telah mendekatkan akhlaqnya dengan akhlaq Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Pemberi.

4) Zakat merupakan menifestasi syukur atas nikmat Allah

5) Zakat mengobati hati dari cinta dunia

6) Zakat mengembangkan kekayaan batin

Pengamalan zakat mendorong manusia untuk menghilangkan egoisme, menghilangkan kelemahan jiwanya, sebaliknya menimbulkan jiwa besar dan menyuburkan perasaan optimisme.

7) Zakat menarik rasa simpati/cinta

Zakat akan menimbulkan rasa cinta kasih orang-orang yang lemah dan miskin kepada orang yang kaya. Zakat melunturkan rasa iri dengki pada si miskin yang dapat mengancam si kaya dengan munculnya rasa simpati dan doa ikhlas si miskin atas si kaya.

8) Zakat mensucikan harta dari bercampurnya dengan hak orang lain.

9) Zakat mengembangkan dan memberkahkan harta

Adapun tujuan dan dampak zakat bagi si penerima:

1) Zakat akan membebaskan si penerima dari kebutuhan, sehingga dapat merasa

hidup tentram dan dapat meningkatkan khusyu ibadat kepada Tuhannya.

2) Zakat menghilangkan sifat dengki dan benci.

d. Peran Zakat

Dalam tinjauan Islam, zakat mempunyai banyak peran diantaranya:

1) Ia adalah sarana pembersih jiwa;

Menurut bahasa zakat adalah suci, maka seseorang yang berzakat pada hakikatnya untuk mensucikan diri (QS.9:103): Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

2) Ia merupakan realisasi kepedulian sosial

Zakat merupakan wujud dari kepedulian masyarakat Islam terhadap sesama muslim yaitu “takaful dan tadhomun” (rasa sepenanggungan). QS. 9:

71: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahamat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

3) Sebagai sarana untuk meraih pertolongan Allah SWT

Allah SWT hanya akan memberikan pertolongan-Nya kepada hamba- Nya yang mematuhi ajaran-Nya, dan diantara ajaran Allah SWT adalah berzakat . (QS. 22 : 39 – 40): Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dizalimi. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,

(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampong halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

4) Ia adalah merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah atas nikmat harta

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.

5) Ia adalah salah satu aksioma dalam Islam.

Zakat adalah salah satu rukun Islam yang harus ditunaikan, sebagaimana rukun Islam yang lainnya.

2. Tinjauan Tentang Zakat Profesi (Penghasilan)

a. Pengertian Zakat Profesi

Menurut Drs. Muhammad M.Ag yang dikutip oleh Putut Sutarman dalam dalam MSI (Magister Studi Islam)–UII.net “Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang dapat mendatangkan hasil (uang) yang relative banyak dengan cara mudah, melalui suatu keahlian tertentu”. Pendapat lainnya “Zakat profesi (penghasilan) adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil profesi bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negeriatau swasta, konsultan, dokter, notaries, akuntan,artis, wiraswasta dan lain-lain”. ( www.pkpu.or.id )

Sedangkan menurut Musthafa Kamal Pasha dkk (2003:189) “Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal dan dapat mendatangkan hasil (yang relative banyak) dengan berbagai cara melalui suatu keahlian tertentu”.

b. Landasan Kewajiban Zakat Profesi

1) Firman Allah SWT

a) QS. Al-Baqarah (2):219

“Dan mereka bertanya kepada apa yang mereka nafkahkan: “yang lebih dari keperluan ……”

b) QS. Al-Baqarah (2):267

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu …….”

c) QS. At-Taubah (9):103

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu, kamu membersihkan dan mensucikan mereka ……….”

d) QS. Adz-Dzariyat (51):19

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”

2) Hadist Nabi SAW

a) “Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta

itu”. (H.R Al Bazar dan Baihaqi)

b) “Sedekah hayalah dikeluarkan dari kelebihan/kebutuhan. Tangan atas

lebih baik dari pada tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu”. (H.R Ahmad)

c) “Tangan atas lebih baik dari pada tangan bawah. Mulailah (dalam

membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barang siapa berusaha menjaga diri (dari keburukan), Allah akan membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barang siapa berusaha menjaga diri (dari keburukan), Allah akan

3) Pendapat Sahabat dan Tabi’in tentang harta penghasilan

Para ulama salaf memberikan istilah bagi harta pendapatan rutin /gaji seseorang dengan nama "A'thoyat", sedangkan untuk profesi adalah "Al Maal Mustafad ", sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat, diantaranya Ibnu Mas'ud, Mu'awiyah dan Umar bin Abdul Aziz.

Abu 'Ubaid meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang seorang laki-laki yang memperoleh penghasilan "Ia mengeluarkan zakatnya pada hari ia memperolehnya." Abu Ubaid juga meriwayatkan bahwa Umar bin Abdul Aziz memberi upah kepada pekerjanya dan mengambil zakatnya .

4) Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Dalam Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Zakat Penghasilan, menetapkan bahwa semua bentuk penghasilan halal wajib di keluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai 85 gram.

c. Hasil Profesi

Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang dapat mendatangkan hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara mudah, melalui suatu keahlian tertentu. Zakat Profesi (Penghasilan) adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil profesi seseorang, baik dokter, aristek, notaris, ulama/da'i, karyawan guru dan lain-lain.

Dari definisi diatas ada point-point yang perlu digaris bawahi berkaitan dengan profesi yang dimaksud, yaitu:

1) Jenis usahanya halal;

2) Menghasilkan uang relatif banyak;

3) Diperoleh dengan cara yang mudah;

4) Melalui suatu keahlian tertentu.

Dari kriteria tersebut dapat diuraikan jenis-jenis usaha yang berhubungan dengan profesi seseorang. Apabila ditinjau dari bentuknya, usaha profesi tersebut bisa berupa:

1) Usaha fisik, seperti pegawai dan artis

2) Usaha pikiran, seperti konsultan, desainer dan dokter

3) Usaha kedudukan, seperti komisi dan tunjangan jabatan

4) Usaha modal, seperti investasi

Sedangkan apabila ditinjau dari hasil usahanya profesi bisa berupa:

1) Hasil yang teratur dan pasti, baik setiap bulan, minggu atau hari; seperti upah pekerja dan gaji pegawai.

2) Hasil yang tidak tetap dan tidak dapat diperkirakan secara pasti; seperti kontraktor, pengacara, royalty pengarang, konsultan dan artis.

Dalam Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.

d. Nishab dan Kadar Zakat Profesi

Agama Islam tidak mewajbkan zakat atas seluruh harta benda, sedikit atau banyak, tetapi mewajibkan zakat atas harta benda yang mencapai nisab, hal ini untuk menentukan siapa yang wajib zakat, karena zakat hanya dipungut dari orang-orang kaya.

Dan hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 219 yang artinya, "mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan, katakanlah, "yang lebih dari keperluan."

Dengan demikian, penghasilan yang mencapai nisab seperti gaji yang tinggi dan honorarium yang besar para pegawai dan karyawan, serta pembayaran- Dengan demikian, penghasilan yang mencapai nisab seperti gaji yang tinggi dan honorarium yang besar para pegawai dan karyawan, serta pembayaran-

Ada beberapa pendapat yang muncul mengenai nishab dan kadar zakat profesi, yaitu:

1) Menganalogikan zakat profesi kepada hasil pertanian, baik nishab maupun kadar zakatnya. Dengan demikian nishab zakat profesi adalah 520 kg beras dan kadarnya 5 % atau 10% (tergantung kadar keletihan yang bersangkutan) dan dikeluarkan setiap menerima tidak perlu menunggu batas waktu setahun.

2) Menganalogikan dengan zakat perdagangan atau emas. Nishabnya 85 gram emas, dan kadanya 2,5% dan dikeluarkankan setiap menerima, kemudian penghitungannya diakumulasikan atau dibayar di akhir tahun

3) Menganalogikan nishab zakat penghasilan dengan hasil pertanian. Nishabnya senilai 520 kg beras, sedangkan kadarnya dianalogikan dengan emas yaitu 2,5 %. Hal tersebut berdasarkan qiyas atas kemiripan (syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada. Menurut Mustahfa Kamal Pasha dkk (2003:190) dalam masalah zakat profesi

majelis Tarjih Muhammadiyah dalam Musyawarah Nasional tarjih XXV di Jakarta tahun 2000 melalui ijtihad jama’I memutuskan bahwa nisab zakat profesi setara 85 gram emas 24 karat, baik berdasarkan perhitungan zakat tijarah (perdagangan), maupun berdasarkan perhitungan zakat emas. Kadar zakat profesi sebesar 2,50%, baik dengan maupun tanpa dikurangi kebutuhan pokok secara ma’ruf (patut). Zakat profesi dihitung berdasarkan haul atau tidak berdasarkan haul. Jika perhitungan didasarkan haul, maka yang dikenai zakat adalah akumulasi penghasilan selama satu tahun. Jika perhitungan tanpa berdasarkan haul, maka kewajiban zakat dilaksanakan ketika penghasilan mencapai nishab.

Majelis Ulama Indonesia telah memutuskan bahwa nishab penghasilan halal adalah senilai emas 85 gram. Kadar zakat penghasilan adalah 2,5 %. Untuk waktu pengeluaran zakat penghasilan dilaksanakan pada saat menerima jika sudah cukup nishab. Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun, kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.

3. Tinjauan Tentang Pajak Penghasilan

a. Pengertian Pajak

Menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani seperti yang dikutip oleh Waluyo dan Wirawan (2000:2) mengemukakan bahwa: Pajak ialah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh

yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditujuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Sedangkan Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam bukunya Siti Resmi (2007:1) mengemukakan bahwa: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-udang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Pengertian tersebut kemudian disempurnakan menjadi: “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk Sedangkan Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam bukunya Siti Resmi (2007:1) mengemukakan bahwa: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-udang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Pengertian tersebut kemudian disempurnakan menjadi: “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk

Dalam Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang dimaksud dengan pajak adalah “Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak medapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

b. Pengertian Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Dalam Undang-undang PPh pasal 4 ayat (1), “ Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Pengertian penghasilan ini mempunyai arti bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun yang dapat digunakan untuk menambah konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.

Siti Resmi (2007:65) mengemukakan bahwa dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:

1) Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara dan sebagainya.

2) Penghasilan dari usaha dan kegiatan

3) Penghasilan dari modal atau penggunaan harta seperti bunga, deviden, royalty, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak digunakan untuk usaha, dan sebagainya.

4) Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok sebelumnya, seperti keuntungan karena pembebasan utang, hadiah undian, keuntungan karena selisih kurs valuta asing, keuntungan dari selisih lebih penilaian kembali aktiva, dan sebagainya.

c. Subjek Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diperolehnya dalam tahun pajak. Dalam UU No.36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (1) Subjek Pajak dapat dekelompokkan sebagai berikut:

1) Subjek Pajak orang pribadi

Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.

2) Subjek Pajak warisan yang terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang

berhak. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak Pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.

3) Subjek Pajak badan

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas (PT), perseroan komanditer (CV), perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulkan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya termasuk reksa dana.

4) Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

d. Pengecualian Subyek Pajak

Pasal 3 UU No. 36 Tahun 2008 menyebutkan beberapa pihak yang tidak termasuk dalam subyek pajak penghasilan yaitu:

1) Kantor perwakilan negara asing

2) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat, dan pejabat-pejabat lain dar i

negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia, dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaan tersebut, serta negara yang bersangkutan memeberikan perlakuan timbal balik.

3) Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat:

a) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut

b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.

4) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan

keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

e. Objek Pajak Penghasilan

Obyek pajak dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak dan sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang. Yang menjadi obyek pajak menurut Undang- undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan bentuk apapun. Di sini yang menjadi obyek pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri adalah penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedang obyek pajak bagi Wajib Pajak luar negeri hanyalah penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.

Pasal 4 ayat (1) UU No.36 tahun 2008 tentang PPh menyebutkan yang menjadi obyek pajak adalah sebagai berikut:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

c. laba usaha;

d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan

5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;

m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

n. premi asuransi; o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; n. premi asuransi; o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

f. Pengecualian Objek Pajak Penghasilan

Pasal 4 ayat 3 UU No. 36 Tahun 2008 tentang PPh menyebutkan bahwa penhasilan yang tidak termasuk obyek pajak yaitu:

a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan

2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

b. warisan;

c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;

d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima

e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

f. deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: