Tinjauan Pustaka
g. Tarif Pajak
Tarif pajak merupakan persentase yang digunakan untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan. Sistem penerapan tarif pajak penghasilan sesuai dengan Tarif pajak merupakan persentase yang digunakan untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan. Sistem penerapan tarif pajak penghasilan sesuai dengan
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 5% (lima persen) Di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan
15% Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
(lima belas persen)
Di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) 25% sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
(dua puluh lima persen) Di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
30% (tiga puluh persen)
Tarif PPh untuk Wajib Pajak badan yaitu:
Tahun
Tarif Pajak
2009 28% 2010 dan selanjutnya
25% PT yang 40% sahamnya diperdagangkan di bursa efek
5% lebih rendah dari yang seharusnya Peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000
Pengurangan 50% dari yang seharusnya
Pajak Penghasilan = Tarif Pasal 17 UU PPh x PKP (Penghasilan Kena Pajak)
h. Penghasilan Kena Pajak
Dasar dikenakannya Pajak Penghasilan adalah Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri. Untuk Wajib Pajak dalam negeri besarnya PKP ini dihitung dari penghasilan neto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Sedangkan bagi Wajib Pajak luar negeri dasar pengenaan pajaknya ialah penghasilan bruto. Dalam pasal 6 UU No 36 Tahun 2008 dinyatakan bahwa besarnya PKP bagi
Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
1. biaya pembelian bahan;
2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;
4. biaya perjalanan;
5. biaya pengolahan limbah;
6. premi asuransi;
7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali Pajak Penghasilan;
b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
i. Penghasilan Tidak Kena Pajak
Untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dari Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, maka penghasilan nettonya harus dikurangi dengan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), sedangkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak berdasarkan Undang-Undang No 36 Tahun 2008 adalah:
a. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan
d. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak
3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
j. Persamaan dan Perbedaan Zakat dan Pajak
Dilihat dari segi agama Islam, antara zakat dan pajak ada mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah:
1) Ada unsur paksaan dan kewajiban untuk mendapatkan pajak dan demikian
juga halnya mengenai zakat. Bila seorang muslim terlamabat membayar zakat, karena iman dan Islamnya belum kuat, pemerintah (Islam) dapat memaksanya dan bahkan memerangi mereka yang enggan membayar zakat.
2) Pajak harus disetorkan kepada lembaga masyarakat (negara), di pusat atau
daerah. Demikian juga halnya dengan zakat. Sebab pada dasrnya zakat itu harus diserahkan kepada pemerintah (Amil Zakat).
3) Para wajib pajak tidak mendapat imbalan dari pemerintah, begitu juga zakat,
tidak mendapat imbalan.
4) Pajak pada zaman modern ini mempunyai tujuan kemasyarakatan, ekonomi,
politik dan sebagainya. Demikian juga dengan zakat mempunyai tujuan yang sama, disamping ada nilai tambahnya untuk kehidupan pribadi dan masyarakat.
Adapun perbedaan antara zakat dan pajak yang terpenting diantaranya ialah:
1) Zakat mengandung arti suci, tambah dan berkah. Orang yang mengeluarkan
zakat, jiwanya bersih dari sifat kikir, tamak, hartanya tidak kotor lagi, karena hak orang lain telah disisihkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya. Harta yang dizakati itu juga membawa berkah dan tambah berkembang. Berkurang dalam pandangan manusia, tetapi bertambah dalam pandangan agama (Allah). Sedangkan pajak artinya utang, pajak tanah, upeti dan sebagainya, yang wajib dibayar, sehingga kesan pajak adalah beban berat yang dipaksakan walaupun hasil pajak itu juga dimanfaatkan untuk pembangunan dan kepentingan negara. Berbeda dengan zakat, ada dorongan yang membuat orang tidak berkeberatan mengeluarkan zakat itu seperti firman Allah:“ Allah memusnahkan riba dan menganjurkan zakat…..(QS Al- Baqarah;276) Nabi bersabda: Harta itu tidak berkurang karena sedekah (HR Turmudzi)
2) Zakat adalah ibadah yang diwajibkan kepada umat sebagai tanda bersyukur
kepada Allah dan mendekatkan diri kepadaNya. Sedangkan pajak adalah kewajiban atas warga negara, baik muslim maupun nonmuslim, yang tidak dikaitkan dengan ibadah. Berbeda dengan zakat, harus diniatkan mengeluarkan zakat itu sedangkan pajak tidak memerlukan niat, apalagi bagi nonmuslim.
3) Zakat ketentuannya dari Allah dan Rasul-Nya, yaitu penentuan nisabnya dan
penyalurannya. Berbeda dengan pajak, ketentuannya sangat bergantung penyalurannya. Berbeda dengan pajak, ketentuannya sangat bergantung
4) Zakat adalah kewajiban yang bersifat permanent, terus-menerus berjalan
selam hidup di atas bumi ini. Kewajiban mengeluarkan zakat tidak dapat dihapuskan oleh siapapun. Berbeda dengan pajak, bisa ditambah, dikurangi dan bahkan dihapuskan sesuai dengan kepentingan negara.
5) Pos-pos penyaluran zakat, sudah dijelaskan dalam Al-Quran dan kemudian
diikuti oleh amal perbuatan Rasulullah dan para sahabat. Pos-pos pengeluarannya lebih terbatas, bila dibandingkan dengan pajak yang cakupannya lebih umum.
6) Wajib pajak berhubungan dengan pemerintah (penguasa) dan adakalanya
orang menghindar dari kewajiban membayar pajak, kecuali orang yang benar- benar sadar sebagai warga Negara. Berbeda dengan zakat, orang yang wajib zakat langsung berhubungan dengan Allah, maksudnya tidak ingin menyembunyikannya. Malahan mengharapkan, agar zakatnya diterima oleh Allah dan menghjarapkan ridhaNya.
7) Maksud dan tujuan zakat mengandung pembinaan spiritual dan moral yang
lebih tinggi dari maksud dan tujuan pajak. Disamping kesadaran, para wajib zakat mengemban perintah Allah, sedang para Wajib Pajak disamping kesadaran adalah mengemban perintah penguasa (pemerintah). Biasanya kepatuhan kepada perintah Allah, berbeda dengan kepatuhan kepada penguasa (pemerintah). Asas tempat berpijak zakat dan pajak adalah jauh berbeda. Zakat asasnya firman Allah dan pajak hasil rumusan manusia, berdasarkan kebijaksanaan yang sewaktu-waktu bisa berubah. Menurut Hertanto Widodo dalam http:// zakatwakaf.blogspot.com antara
zakat dan pajak terdapat perbedaan yang sangat mendasar, yaitu:
1) Dari aspek kewajiban
Zakat hanya diwajibkan bagi ummat Islam, sedangkan ummat yang beragama lain tidak terkena kewajiban ini. Walaupun dalam agama lain, seperti Nasrani, ada juga perintah mengeluarkan harta, tetapi namanya bukan zakat. Sedangkan pajak wajib bagi seiap warga negara, baik yang beragama Islam maupun lainnya.
2) Dari aspek subyeknya
Subyek zakat adalah orang kaya. Hal ini dibuktikan bahwa yang harus membayar zakat adalah orang yang hartanya telah mencapai nishab. Sedangkan pajak nampaknya tidak pandang bulu, semua warga negara baik kaya maupun miskin harus bayar pajak.
3) Dari aspek peruntukan
Secara tegas, Alquran menyatakan bahwa zakat hanya diperuntukkan bagi delapan golongan mustahik, yaitu fakir, miskin, amil zakat, muallaf, riqob, gharimin, ibnu sabil, dan fi sabilillah (QS. At-Taubah:60). Sedangkan peruntukan pajak adalah sangat tergantung situasi dan kondisi negara.
4) Dari aspek pemanfaatan
Menurut Islam, zakat harus disalurkan secara langsung kepada yangf berhak, tidak boleh ditahan-tahan terlalu lama. Sedangkan pajak, secara konsep dan prkatek, pemanfaatannya adalah secara tidak langsung.
5) Dari aspek tarif
Islam sudah mengatur secara rinci tentang tarif zakat, dan hal tersebut sudah baku, tidak bisa diubah-ubah. Sedangkan tarif pajak bisa diubah untuk disesuaikan dengan kondisi
Sedangkan KPP Yogyakarta Satu merumuskan perbedaan antara zakat dan pajak sebagai berikut: Keterangan
Pajak
Zakat
Dasar Hukum
Undang-undang negara
Al-Qur’an dan Sunnah
Nishab dan tarif Ditentukan negara dan Ditentukan Allah dan bersifat relativ
bersifat mutlak
Sifat Disesuaikan kebutuhan Bersifat tetap dan terus dan dapat dihapuskan
menerus
Subyek
Warga negara
Muslim
Obyek penerima
Harta yang dikenakan
Semua jenis harta
Harta yang produktif
Ijab Kabul
Tidak disyaratkan
Disyaratkan
Imbalan
Tersedia fasilitas publik
Pahala
Allah dan keberkahan harta
Sanksi Sanksi materi dan penjara Dari Allah dan egara oleh negara
Islam
Motivasi pembayaran Taat dan takut pada Iman dan taqwa kepada negara dan sanksi
Allah
4.Tinjauan Tentang Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep- 163/PJ/2003 tanggal 10 Juni 2003
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-163/PJ/2003 tanggal 10 Juni 2003 adalah tentang perlakuan zakat atas penghasilan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak Pajak Penghasilan. Pengurangan ini diperkenankan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi pemeluk agama Islam
dan atau Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam.
2) Dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat ayang dibentuk
atau disahkan oleh Pemerintah sebagaimana diatur dalam UU No.38/1999 tentang pengelolaan zakat.
3) Besarnya zakat yang dapat dikurangkan adri penghasilan kena pajak adalah 2,5%
dari jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud dalam angka 3.
4) Pengurangan zakat atas penghasilan dilakukan dalam tahun pajak dilaporkannya
penghasilan tersebut dalam Surat Pemeberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang bersangkutan, sesuai dengan tahun diterima/diperolehnya penghasilan.
5) Wajib melampirkan lembar ke-1 Surat Setoran Zakat (SSZ) atau fotokopinya
yang telah dilegalisir oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat penerima setoran zakat pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak dilakukannya pengurangan zakat atas penghasilan tersebut.
Surat Setoran Zakat yang dapat diakui sebagai bukti sekurang-kurangnya harus memuat:
1) Nama lengkap Wajib Pajak
2) Alamat jelas
3) Nomor Pokok Wajib Pajak
4) Jenis penghasilan yang dibayar zakatnya
5) Sumber/jenis penghasilan dan bulan/tahun perolehannya
6) Besarnya penghasilan
7) Besarnya zakat atas penghasilan.
5. Prosedur Penggunaan Bukti Setoran Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan
Kena Pajak
Badan amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat mempunyai tugas pokok mengumpulkan dana zakat dari muzakki baik perorangan maupun badan, yang Badan amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat mempunyai tugas pokok mengumpulkan dana zakat dari muzakki baik perorangan maupun badan, yang
Badan amil Zakat dan Lembaga amil Zakat wajib menerbitkan bukti setoran sebagai tanda terima atas setiap zakat yang diterima. Semua bukti setoran zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam dapat diperhitungkan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak pada akhir tahun melalui Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang bersangkutan pada saat dibayarnya zakat tersebut.
Bukti setoran zakat yang sah tersebut harus mencatumkan hal-hal sebagai berikut ;
1) Nama, alamat, dan nomor lengkap pengesahan Badan Amil Zakat atau nomor
lengkap pengukuhan Lembaga Amil Zakat ;
2) Nomor urut bukti setor ;
3) Nama, alamat muzakki dan nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) apabila zakat
penghasilan yang dibayarkan dikurangkan dari penghasilan kena pajak pajak penghasilan.
4) Jumlah zakat atas penghasilan yang disetor dalam angka dan huruf serta dicantum
tahun haul ;
5) Tanda tangan, nama, jabatan, petugas Badan Amil Zakat, tanggal penerimaan dan
stempel Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat. Bukti setoran zakat yang sah tersebut dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan rincian sebagai berikut :
1) Lembar 1 (asli), diberikan kepada Muzakki yang dapat digunakan sebagai bukti
pengurangan Penghasilan Kena Pajak;
2) Lembar 2, diberikan kepada badan amil Zakat atau Lembaga amil Zakat sebagai
arsip
3) Lembar 3, digunakan sebagai arsip bank Penerima, apabila zakat disetor melalui
Bank. Untuk mendapatkan Bukti Setor Zakat (BSZ) tersebut yang harus dilakukan antara lain:
1) Mengisi formulir permohonan Nomor pokok Wajib Zakat (NPWZ) yang dapat
diperoleh di
atau di situs ( http://www.baznas.or.id/registrasi/reg muzakki.asp )
2) Melakukan pembayaran zakat ke kantor Baznas, muzakki langsung mendapatkan
bukti setor zakat (BSZ)
3) Untuk pembayaran via transfer, BSZ akan dikirimkan kemudian oleh Baznas
kepada muzakki Bukti Setor Zakat (BSZ) yang dapat digunakan sebagai pengurang pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Paling lambat tanggal 31 Maret setelah tahun pajak berakhir, Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan
2) Pada SPT terdapat kolom pengurang zakat yang telah dibayarkan, sesuai dengan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 pasal 9 ayat (1) huruf g, isikan jumlah zakat yang telah dibayarkan pada kolom tersebut.
3) Pada halaman dua SPT terdapat daftar lampiran. Pada daftar lampiran tersebut salah satunya dituliskan BSZ
4) Pada saat penyampaian SPT, lampirkan bukti setor zakat dari Baznas.
6. Contoh Perhitungan Zakat Atas Penghasilan Dalam Pajak Penghasilan
Gambaran yang lebih konkrit contoh perlakuan zakat dalam penghitungan Pajak Penghasilan atau kalkulasi zakat dan pajak adalah sebagai berikut:
1) Wajib Pajak Orang Pribadi Pemeluk Agama Islam-Karyawan
Penghasilan bruto
Rp. T
Biaya jabatan
Rp. a
Penghasilan netto sebelum zakat (T-a)
Rp. U
Zakat penghasilan
Rp. b
Penghasilan netto setelah zakat (U-b)
Rp. V
Penghasilan Tidak kena Pajak
Rp. c
Penghasilan Kena Pajak (V-c)
Rp. W
PPh Terutang: Rp. W x Tarif
Rp. X
Contoh kasus:
Pak Rizal seorang karyawan menerima gaji dan tunjangan Rp. 2.500.000,00 perbulan, dipotong iuran pensiun Rp. 30.000,00 dan iuran THT Rp. 20.000,00. Ia mempunyai tanggungan seorang istri dan tiga anak.
Penghitungan pajak dan zakatnya adalah:
Penghasilan bruto 12 x Rp. 2.500.000,00 =Rp.30.000.000,00 Pengurangan:
a. Biaya jabatan 5% x Rp. 30.000.000,00 =Rp. 1.500.000,00 b.Iuran pensiun 12 x Rp. 30.000,00
=Rp. 360.000,00
c. Iuran THT 12 x Rp. 20.000,00 =Rp. 240.000,00 - Penghasilan netto sebelum zakat
=Rp.27.900.000,00 Zakat 2,5% x Rp. 27.900.000,00
=Rp. 697.500,00 - Penghasilan netto setelah zakat
=Rp.27.202.500,00 PTKP (K/3)
=Rp.21.120.000,00 - Penghasilan Kena Pajak
=Rp. 6.082.500,00 Pajak penghasilan (PPh) 5% x Rp.6.082.500,00
=Rp. 304.125,00
2) Wajib Pajak Orang Pribadi Pemeluk Agama Islam (yang melakukan usaha/pekerjaan bebas dan menyelenggarakan pembukuan)
Penghasilan bruto
Rp. A
Biaya untuk mendaptkan, menagih dan memelihara penghasilan
Rp. a
Penghasilan netto sebelum zakat (A-a)
Rp. B
Zakat penghasilan
Rp. b
Penghasilan netto setelah zakat (B-b)
Rp. C
Kompensasi kerugian
Rp. D
Penghasilan netto setelah kompensasi (C-D)
Rp. E
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Rp. F
Penghasilan Kena Pajak (E-F)
Rp. G
PPh Terutang: Rp. G x Tarif
Rp. H
Contoh kasus:
Pak Roni seorang pedagang sebagai Wajib Pajak menikah dan belum mempunyai anak (K/-). Hasil penjualan setahun Rp. 70.000.000,00, Harga Pokok penjulan Rp. 40.000.000,00, biaya umum dan administrasi Rp. 10.000.000,00.
Penghitungan pajak dan zakatnya adalah:
Penghasilan Bruto = Rp.70.000.000,00 Harga Pokok Penjualan
= Rp.40.000.000,00 - Laba bruto usaha
= Rp.30.000.000,00 Biaya umum dan administrasi
= Rp.10.000.000,00 Penghasilan netto sebelum zakat
= Rp.20.000.000,00 - Zakat telah dibayar 2,5 % x Rp. 20.000.000,00
= Rp. 500.000,00 - Penghasilan netto setelah zakat
= Rp.19.500.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/-)
= Rp.17.160.000,00 Penghasilan Kena Pajak
= Rp. 2.340.000,00
PPh harus dibayar : 5% x Rp.2.340.000,00 = Rp. 117.000,00 Apabila Wajib Pajak dalam tahun berjalan menderita rugi, maka zakat tidak boleh dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak.
3) Wajib Pajak Badan yang dimliki oleh pemeluk agama Islam
Penghasilan bruto
Rp. K
Biaya untuk mendaptkan, menagih dan memelihara penghasilan
Rp. a
Penghasilan netto sebelum zakat (K-a)
Rp. L
Zakat penghasilan
Rp. b
Penghasilan Kena Pajak (L-b)
Rp. M
PPh Terutang: Rp. M x Tarif
Rp. N
Contoh kasus:
PT. Erwinda adalah perusahaan dagang, dengan penjualan setahun sebesar Rp.170.000.000,00, Harga Pokok Penjualan Rp. 130.000.000,00, biaya umum dan administrasi Rp. 20.000.000,00.
Penghitungan pajak dan zakatnya adalah:
Penghasilan Bruto = Rp. 170.000.000,00 Harga Pokok Penjualan
= Rp. 130.000.000,00 - Laba bruto usaha
= Rp. 40.000.000,00 Biaya umum dan administrasi
= Rp. 20.000.000,00 - Penghasilan netto sebelum zakat
= Rp. 20.000.000,00 Zakat telah dibayar 2,5 % x Rp. 20.000.000,00
= Rp. 500.000,00 - Penghasilan Kena Pajak
= Rp. 19.500.000,00 PPh harus dibayar 25% x Rp. 19.500.000,00
= Rp. 4.875.000,00 Tarif 25% berlaku sejak tahun 2010.
Penelitian ini khusus meneliti Wajib Pajak Orang Pribadi Pemeluk Agama Islam (yang melakukan usaha/pekerjaan bebas dan menyelenggarakan pembukuan) terutama yang bertempat tinggal di Kelurahan Jajar. Sehingga yang menjadi acuan untuk penghitungan pajak dan zakat adalah pada contoh kasus kedua.