HASIL DAN PEMBAHASAN Pengalaman Remaja Putri Korban Kekerasan Seksual di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Medan

38

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pada bagian ini akan menjelaskan penelitian yang telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang pengalaman remaja putri korban kekerasan seksual. Hasil ini memunculkan empattema yang didapatkan dari analisa wawancara partisipan. Data yang dipaparkan merupakan hasil wawancara dan hasil field note. 1.1. Karakteristik Partisipan Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 3 orang, yakni 2 orang remaja putri korban kekerasan seksual dan 1 orang psikolog pendamping korban. Psikolog pendamping menjawab pertanyaan pewawancara berdasarkan kasus dan keadaan yang dialami oleh anak yang ditangani oleh psikolog. Usia remaja putri korban kekerasan seksual berkisar 12-17 tahun. Ketiga remaja berstatus pelajar. Remaja tersebut satu orang beragama Islam dan dua orang beragama Kristen Protestan. Satu remaja bersuku Nias, satu bersuku Batak Toba dan satu merupakan Batak Mandailing. Ketiga remaja mengalami kekerasan seksual oleh orang yang mereka kenal dan kekerasan yang dialami lebih dari 1 kali. Ketiga remaja tinggal dengan orang tua. Data demografi remaja dapat dilihat pada tabel 4.1. 38 Universitas Sumatera Utara 39 Tabel 4.1 Karakteeristik Partisipan Kategori P1 P2 P3 Usia tahun 14 12 17 Agama Kristen Protestan Kristen Protestan Islam Suku Nias Batak Toba Batak Mandailing Tinggal dengan Orang tua Orang tua Orang tua Anak ke- dari 1 dari 4 1 dari 4 5 dari 6 Pendidikan terakhir SD SD SMP Pelaku kekerasan Pacar Tetangga Teman Jumlah pelaku 2 1 1 1.2 Hasil Wawancara Tema yang teridentifikasi dari hasil wawancara sebanyak empat tema yang memperlihatkan berbagai pengalaman remaja putri korban kekerasan seksual. Kelima tema tersebut adalah kronologis kekerasan seksual, faktor risiko kekerasan seksual, dampak kekerasan seksual, pemulihan kekerasan seksual. 2. Pengalaman remaja putri korban kekerasan seksual di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak PKPA Medan. 1. Kronologi kekerasan seksual. Wawancara yang telah dilakukan kepada masing-masing remaja korban kekerasan seksual dan juga psikolog pendamping maka diperoleh hasil kekerasan seksual yang dialami korban tersebut adalah pelaku kekerasan seksual, cara mendekati korban, jenis kekerasan seksual, Universitas Sumatera Utara 40 pengungkapan kekerasan seksual, alasan korban tidak melaporkan kekerasan seksual. a. Pelaku kekerasan seksual Remaja putri korban kekerasan seksual yang menjadi partisipan penelitian ini mengenal pelaku. Pelaku kekerasan seksual merupakan orang yang dikenal bahkan dekat dengan partisipan. Hasil wawancara ke tiga partisipan menyatakan bahwa korban mengenal pelaku kekerasan seksual yakni pacar, tetangga dan teman dari korban. 1. Pacar Hasil penelitian mendapatkan pelaku kekerasan seksual pada partisipan pertama adalah pacar korban. “Pertama itu kan si sp itu pacaran dengan si Joe” Partisipan 1, Line 3 2. Tetangga Hasil penelitian menunjukkan pelaku kekerasan seksual merupakan orang yang sangat dekat dengan korban yakni tetangga korban. “ternyata si pelaku itu adalah orang tua kan itu memang tetangganya kan, orang tua dari salah satu murid yang sekolahnya sama dengan dia cuma beda kelas ” Partisipan 2, Line 78-80 Universitas Sumatera Utara 41 3. Teman Wawancara pada partisipan ketiga mendapatkan hasil bahwa pelaku kekerasan seksual merupakan teman korban. “Udah 4 bulan apa 3 bulan gitu lah kenal di HP sebelum jumpa itu. ” Partisipan 3, Line 31 b. Cara mendekati korban Hasil penelitian ketiga korban pada penelitian ini mengatakan pada awalnya tidak tahu atau berfikiran bahwa pelaku akan melakukan kekerasan seksual pada diri korban. Pelaku kekerasan seksual pada penelitian ini mengatakan bahwa pelaku mendekati dengan cara mengajak untuk bertemu orang tua pelaku, mengulur waktu pulang dan menolong korban. 1. Mengajak untuk bertemu dengan orang tua pelaku. Pada penelitian ini partisipan menceritakan bagaimana kekerasan seksual terjadi pada korban dan hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku pada partisipan pertama yang merupakan pacar korban mengajak ke rumah pelaku untuk bertemu orang tua pelaku. “pada tanggal 10 Oktober 2014 disitu dia mengajak aku kerumah orang tuanya, tapi aku nanyak sama dia”ngapain kita ke rumahmu?”, dia malah menjawab “Cuma main- main aja dek”, terus aku bilang sama dia “oh, emang orang tua abang ada dirumah?” katanya “ya adalah dek”. Universitas Sumatera Utara 42 Disitu kami pergi ke rumah orang tuanya, tapi waktu kami sampai dirumahnya, rumahnya malah sepi ” Partisipan 1, Line 223-230 2. Mengulur waktu pulang Salah satu korban lainnya dilakukan kekerasan seksual karena pelaku menggunakan satu cara untuk mendekati korban adalah dengan cara pelaku mengulur-ulur waktu agar korban lama pulang dan akhirnya korban tidak berani untuk pulang. “Udah gitu dia bilang gini ayoklah minum dulu, ngapa- ngapain waktu dia. Terus E bilang udah sore loh udah setengah 3 ga biasa jam segini pulang. Jadi kan di bilangnya bentar aja, jadi kan udah minumlah kami kan. Udah ya pulang ku bilang, nantilah katanya minuman kita aja belum habis. Itu dia itu mesan mie lagi dianya mau ngulur- ngulur waktu.” Partisipan 3, Line 180-188 3. Menolong Pelaku pada partisipan ketiga awalnya ingin menolong korban dari teman pelaku yang ingin menjual korban ke tempat prostitusi dan akhirnya membawa korban pergi. “Temannya aja jahat, temannya aja mau jual E. Si andrenya itu Dia ngajak ngomong-ngomong gitu, udah gitu pas tanggal 7 itu dialah nyuruh2 gitu. Katanya lima juta loh dek mau napa, daripada ga makan kita. Ahh ga mau lah aku kayak gitu2 ku bilang. E bilang ga mau ga mau Universitas Sumatera Utara 43 datang si beny nya itulah ayoklah kita pergi aja dari pada sama si andrenya jadi maulah E.” Partisipan 3, Line 233-261 c. Jenis kekerasan seksual Kekerasaan yang dialami remaja yang menjadi partisipan berupa kekerasan dengan sentuhan yaitu oral seks dan hubungan seksual. Dua remaja mengatakan dalam melakukan hubungan seksual pelaku memaksa korban untuk melakukan hubungan seksual. 1. Intercouse Remaja yang menjadi partisipan pada penelitian ini mengatakan bahwa kekerasn seksual yang dialaminya adalah kekerasan seksual dengan penetrasi atau intercouse. “Setelah itu dia berusaha untuk membuka semua pakaian aku, tapi aku berusaha untuk melepaskan tangannya dari pakaian aku. Tapi dia terus saja memaksa-maksa untuk membuka seluruh pakaian aku, karena dia telah membuka seluruh pakaian aku, disitulah dia telah mensetubuhi aku, disitu aku tidak bisa melakukan apa-apa aku tidak bisa meminta bantuan kepada orang karena rumah itu sepi ” Partisipan 1, Line 248-254 “Kawannya udah tidur aku dibanguni. Padahal E udah tidur baik-baiknya disitu tapi dibangunkannya. Udah E dorongnya dia, E bilang aku ga mau, aku ga ma kayak gini” Partisipan 3, Line 142 Universitas Sumatera Utara 44 2. Oral seksual Kekerasan seksual yang dialami korban bukan hanya intercourse tetapi juga oral seks. Partisipan pertama selain mengalami kekerasan seksual dengan intercourse juga mengalami kekerasan seksual oral seks oleh pelaku kedua. “Tapi dia tidak melakukan hal itu lagi karena aku lagi ada halangan jadi dia hanya melampiaskan nafsunya ke leher dan sampai payudaraku.” Partisipan 1, Line 315-317 Kekerasan seksual yang dialami oleh remaja bukan hanya terjadi satu kali, satu partisipan mengalami kekerasan seksual sebanyak dua kali sementara dua partisipan lainnya mengalami kekerasan seksual berulang-ulang. “setelah itu beberapa kali mereka melakukan hubungan seksual eeee tapi si sp ini ga pernah ini ga pernah menolak tetap melakukannya” Partisipan 1, Line 9-10 “Jadi waktu kejadian pertama dia tidak bilang, nah karena dia tidak bilang dan tidak ketahuan akhirnya kan si pelaku untuk kedua kalinya malah menjemput ke rumah...” Partisipan 2, Line 20-22 “Iya setiap malam itu lah di datanginnya. Itu kan E kamar sendiri dikasih...” Partisipan 3, Line 380 Universitas Sumatera Utara 45 d. Pengungkapan kekerasan seksual Kekerasan seksual yang dialami remaja yang menjadi partisipan tidak diungkapkan secara langsung oleh korban, dua dari tiga korban kasusnya dapat terungkap karena perhatian dari orang sekitar yang melihat perubahan dari korban sehingga melaporkannya, sementara satu korban lainnya kekerasan seksual diungkapkan oleh pelaku sendiri dikarenakan kondisi pelaku telah membawa korban pergi dari rumah lebih dari 20 hari. 1. Orang lain. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa pengungkapan kekerasan seksual pada dua partisipan dilakukan oleh orang lain yang melihat perubahan pada korban. “Sehingga bekas ciumannya itu tertinggal di leherku dan itu menjadi ketahuan sama guru les dan orang tua aku. Sehingga guru les menyampaikan permasalahan ini kepada komisi perlindungan anak ” Partisipan 1, Line 318-321 “setelah kejadian kedua kali sebenarnya dia masih berusaha untuk bungkam tapi kan ketahuannya ketika memang dia buang air kecil dan merasa sakit dan kemudian yang kebetulan buang air besar bersama adiknya dan dari anusnya keluar darah, jadi yang ngasih tau itu adiknya.” Partisipan 2, Line 52-55 Universitas Sumatera Utara 46 e. Alasan korban tidak melaporkan kekerasan seksual Dua dari tiga korban menggungkapkan alasan mengapa tidak mengungkapkan kekerasan seksual yang dialami. 1. Ancaman Hasil wawancara pada partisipan mendaptkan bahwa partisipan tidak melaporkan kekerasan seksual karena ancaman yang diberikan oleh pelaku. “tapi karena dia diancam akan dibunuh dan ibunya diancam akan dipukuli jadi dia tidak berani mengatakannya.” Partisipan 2, Line 18-20 2. Memberikan uang Dua partisipan menyebutkan bahwa pelaku memberikan uang kepada partisipan setelah kejadian kekerasan seksual tersebut. “si Kana setelah dari warnet dia ngasih duit ke sp. Lima ribu, untuk ongkos si sp pulang, si Kana ngasih 5.000 dan aku pulang.” Partisipan 1, Line 35 “kejadian lagi dan dikasih uang 10 ribu dan 5 ribu untuk adeknya” Partisipan 2, Line 28-29 Universitas Sumatera Utara 47 3. Dijanjikan akan menikah Partisipan pada penelitian ini mengatakan bahwa alasan tidak melapor karena akan dinikahi oleh pelaku sehingga korban tidak mau melaporkan kekerasan seksual yang dialami oleh korban. “Udah gitu kan pas besoknya mau apa, kayak udah mau dinikahkan gitu sama si beny. Udah dibelikan kebaya, sepatu, si beny nya pun udah beli jas soalnya si beny nya kan kristen.” Partisipan 3, Line 8-340 Dia cuma bilang waktu pertama kali kejadian itu gini “aku sayang kali sama adek, aku ingin hubungan kita ini sampai adek tamat” Partisipan 1, Line 380-381 2. Faktor resiko Remaja putri korban kekerasan seksual yang menjadi partisipan penelitian ini sehari-hari tinggal dengan orang tua. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan beberapa hal mengenai keluarga yang muncul ketika melakukan penelitian yakni pola asuh dan status sosial ekonomi. Hal ini menjadikan anak akan memiliki risiko lebih tinggi mengalami kekerasan seksual. a. Pola Asuh Hasil penelitian menunjukkan dua dari tiga partisipan menampilkan pola asuh orang tua. Pada bagian pola asuh data yang Universitas Sumatera Utara 48 didapatkan adalah orang tua yang memenuhi semua permintaan korban permisif, pola asuh otoriter. 1. Permisif Hasil penelitian menunjukkan orang tua dari dua partisipan selalu memenuhi permintaan korban bahkan sebelum kejadian kekerasan seksual yang dialami oleh korban. “Nah mamanya kan semua apa yang dimintanya dikasih, bapak dan mamanya” Partisipan 1, Line 57-58 Hasil penelitian satu partisipan menunjukkan bahwa orang tuanya kurang memberi perhatian kepada partisipan, hal yang sama juga dikatakan oleh ibu korban bahwa ia sibuk sekali terkadang pulang hingga pukul sepuluh malam dikarenakan kesibukan pekerjaan. “Dia sama keluarganya emang kurang dekat sih karena orang tuanya kerja dari pagi sampai sore, setelah kejadian ini baru diperhatikan banget” Partisipan 1, Line 157-159 2. Otoriter Hasil penelitian menunjukkan satu keluarga partisipan menggunakan sikap otoriter dalam mendidik korban, sikap otoriter yang ditunjukkan kadang menggunakan hukuman fisik. Universitas Sumatera Utara 49 “Kalau dulu yah kadang tali pinggang kalau ga pakai bambu itu lah” Partisipan 1, Line 608 “waktu malam tahun baru itu kan mau pergi sama kawan- kawan sama kakak kelas terus dibolehin terus pas udah mau pergi ga dikasih jadinya” Partisipan 3, Line 109-110 “terus siap itu kata ayah. “jangan, sempat kau pergi ayah tampar kau” Partisipan 3, Line 114-115 Dari hasil penelitian juga tampak bahwa orang tua menunjukkan sikap overcontrolling atau sikap orang tua yang terlalu mengontrol anak. Satu partisipan menunjukkan bahwa orang tuanya bersikap terlalu mengontrolnya bahkan ibu partisipan tersebut juga mengatakan jika setiap hari ia akan datang ke sekolah pukul 10.00 dan menunggu anaknya di gerbang sekolah sampai pulang, bahkan ibu partisipan tidak akan membiarkan anaknya keluar sendiri walaupun hanya ke simpang rumah. “Biasanya kan kalau lama pulang dimarahi” Partisipan 3, Line 92 Universitas Sumatera Utara 50 Hal lain yang menjadi faktor risiko adalah status sosial ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua partisipan berasal dari keluarga dengan ekonomi rendah, hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh satu korban yang ayahnya merupakan supir becak dan ibunya buruh cuci di rumah orang lain dan dari pengungkapan orang tua partisipan lainnya bahwa orang tua sehari-hari bekerja sebagai buruh pengupas ikan teri dimana mengupas 1 kantong ikan teri 15 kg mendapatkan 30 ribu, sedang ayah buruh angkut di pasar dan peneliti melihat kondisi rumah yang cukup kecil untuk menampung 7 orang di dalam rumah. “bapaknya tukang becak.” Partisipan 1, Line 69 3. Dampak kekerasan seksual a. Dampak fisik Kekerasan seksual yang dialami oleh remaja yang menjadi partisipan pada penelitian ini mengungkapkan adanya luka fisik yang ditimbulkan langsung karena stimulasi di organ seksual maupun dampak fisik yang ada setelah kejadian kekerasan seksual terjadi. Pada bagian ini akan dijelaskan secara terpisah dampak fisik yang diakibatkan oleh kekerasan seksual secara langsung dan dampak fisik setelahnya. Satu partisipan mengalami dampak fisik Universitas Sumatera Utara 51 akibat langsung dari kekerasan seksual sementara dua partisipan lain tidak ada mengeluhkan hal tersebut. “luka pada organ intimnya dan sakit kan pas dia buang air kecil” Partisipan 2, Line 46 Selain dampak fisik secara langsung yang dirasakan oleh korban ada juga masalah fisik tidak langsung yang dirasakan korban. Dua dari tiga partisipan mengalami masalah pada berat badan salah satu kelebihan dan yang lain mengalami kenaikan berat badan. Menurut orang tua partisipan 3 saat menemui korban sudah kurus dan setelah pulang nafsu makannya akhirnya berat badan korban naik secara drastis. Masalah penurunan berat badan ini bisa dihubungkan dengan masalah makan yang dialami korban setelah kejadian. “Iya dari 48kg-44kg karena sakit itu” Partisipan 1, Line 538 Pusing atau sakit kepala yang dirasakan korban diakibatkan karena kesulitan tidur yang dialami korban. “Kadang suka pusing kepala” Partisipan 1, Line 482 Universitas Sumatera Utara 52 Masalah gastrointestinal atau sakit maag yang diderita korban lebih disebabkan oleh masalah makan yang sudah dialami korban. “Sakit maag kata bidan yang dekat rumah.” Partisipan 1, Line 515 Dua partisipan mengalami dampak fisik berupa demam. Demam yang dialami oleh salah satu korban yakni ketika ditanyai kejadian yang dialami jadi hal tersebut berhubungan dengan kecemasan dan stres yang dialami korban. “Kena dingin dikit aja kan langsung demam.” Partisipan 1, Line 628 “kemudian keringat dingin apalagi kalau ditanya tentang kronologisnya kalau ditanya dia pasti diam terus tangan sama kakinya dingin, pusing kepalanya dan besoknya biasanya demam” Partisipan 2, Line 64-66 Universitas Sumatera Utara 53 Korban juga mengeluhkan sering sakit, hal ini disebabkan oleh kumpulan sympthom yang dialami korban setelah kekerasan seksual yang dialaminya. “Terus aku sering sakit kan sekarang makin sulitlah aku disekolah” Partisipan 1, Line 512-513 b. Dampak psikologis Dampak yang dirasakan korban bukan hanya dampak fisik tetapi juga dampak psikologis. Hasil wawancara menemukan beberapa dampak psikologis yang ditunjukkan oleh remaja putri yakni ketakutan, melamun, sedih, menangis, murung, masalah tidur, mimpi buruk, tidak mau menceritakan yang terjadi, selalu mengingat kejadian, cemas, ingin kembali pada pelaku, tidak mau bertemu orang. 1. Ketakutan Dampak psikologis korban kekerasan seksual salah satunya adalah ketakutan. Ketiga korban yang menjadi partisipan ketiganya menyatakan mengalami ketakutan setelah kekerasan seksual yang dialaminya. Ketakuan yang dialami korban bervariasi tergantung individu sendiri tetapi ketiga korban menyebutkan takut akan pelaku bahkan takut Universitas Sumatera Utara 54 akan bayang-bayang pelaku. Hasil catatan field note ketiga korban mengalami ketakutan dengan orang yang baru dikenalnya dalam hal ini adalah peneliti. “Aku takut kali kalau dia keluar dari penjara dia jadi ngejar-ngejar aku.” Partisipan 1, Line 375-376 “Waktu dari kejadian pertama dia itu masih merasanya takut, takut ketahuan mamaknya takut kalau ketemu si pelaku.” Partisipan 2, Line 44-45 “Ditanyanya kau pilih kami atau pilih mamamu? Yah ketakutan gitulah, udah gitu kalau sendirian ga berani kayak ngerasa dibelakang ada yang ngikuti makanya mama ga pernah ninggalin sendiri” Partisipan 3, Line 461-463 2. Kecemasan Dampak psikologis korban kekerasan seksual salah satunya adalah kecemasan. Psikolog partisipan 2 mengatakan korban sering terlihat cemas, sementara di dua partisipan lainnya hal tersebut tidak ditemukan. “dia mengalami kecemasan” Partisipan 2, Line 47 Universitas Sumatera Utara 55 3. Mimpi buruk Dampak psikologis korban kekerasan seksual salah satunya adalah mimpi buruk. Mimpi buruk juga disebabkan karena korban cemas, cemas jika pelaku datang dan juga ketakutan. Dua partisipan mengalami mimpi buruk, mimpi buruk yang dialami korban membuat korban menjadi ketakutan. Mimpi buruk waktunya bervariasi ada 1 kali bahkan sampai 4 hari berturut-turut. “Aku pun pernah mimpi buruk sekali karena terus- terusan datang aja mamanya ke rumahku bagusan di berhentikan lah ku bilang sama mama jadi udahlah di hentikan mama.” Partisipan 1, Line 371-373 “Yah tidur, duduk, diam aja gitu terus, mimpi buruk” Partisipan 3, Line 452 “mimpi dia udah berapa lama gitu udah menghilang dia kan udah biasa aja kan E kan, udah biasa aja udah ngomong2 rupanya balik lagi kan kayak gitu” Partisipan 3, Line 457-459 4. Masalah tidur Dampak psikologis korban kekerasan seksual salah satunya adalah masalah tidur. Masalah tidur ini juga disebabkan karena mimpi buruk yang dialami korban sehingga korban mengalami kesulitan tidur. Ketiga korban Universitas Sumatera Utara 56 mengalami masalah tidur yakni susah memulai tidur dan sulit mempertahankan tidur. Kesulitan tidur yang dialami korban juga mengganggu kegiatannya di sekolah “Yah kadang kalau udah siap pr aku susah tidur terus kadang suka baca buku, ku cari buku yang bisa ku baca ” Partisipan 1, Line 551-552 “Nah kemudian setelah ketahuan kan ancamannya kalau dikasih tau siapa nanti dia akan dibunuh, karena itu sudah ketahuan dan dilaporkan ke polisi, si pelaku di tangkap nah dampaknya bertambah lagi jadi ga hanya merasa takut bertambah jadi dia sulit tidur iya” dia sulit tidur kalau tidur itu dia suka tersentak, gampang bangun” Partisipan 2, Line 58-63 5. Selalu mengingat kejadian Dampak psikologis korban kekerasan seksual salah satunya adalah selalu mengingat kejadian kekerasan seksual yang dialaminya atau selalu mengingat pelaku kekerasan seksual. “sering melamun, kemudian diajak ngomong sering gak nyambung, karena dia sering melamun kan teringat peristiwa itu” Partisipan 2, Line 73-75 Universitas Sumatera Utara 57 “pas pertama kali pulang terus terus ingat dia gitu ga bisa dilupakan” Partisipan 3, Line 456-457 6. Tidak mau menceritakan yang terjadi Dampak psikologis korban kekerasan seksual salah satunya adalah tidak mau menceritakan yang terjadi. Dua orang psikolog yang merupakan psikolog partisipan 1 dan 2 menyebutkan bahwa korban tidak mau menceritakan apa yang telah terjadi sementara partisipan ke tiga memang sangat sulit bercerita ketika peneliti bertanya mengenai kejadian yang dialaminya. Sangat sulit bagi korban menceritakan kejadian yang dialaminya. “dia gak mau bicara apa yang terjadi” Partisipan 1, Line 115-116 “dia memang tidak akan cerita karena kalau dia cerita dia itu flashback dan ingat lagi kejadian traumatisnya itu, jadi dia ga mau menceritakan” Partisipan 2, Line 31-33 7. Memiliki fikiran untuk bersama pelaku Dampak psikologis korban kekerasan seksual salah satunya memiliki fikiran unuk bersama pelaku. Satu partisipan memiliki perasaan untuk bersama pelaku Universitas Sumatera Utara 58 dikarenakan pelaku mengatakan akan bertanggung jawab dan akan menikahinya. Partisipan juga berfikir bahwa karena sudah melakukan hubungan seksual dengan pelaku akhirnya korban mencintai pelaku. “Soalnya pas udah dibawa pulang mama kan masih apa masih kayak orang linglung gitu masih mau sama dia sama dia” Partisipan 3, Line 389-391 “Itu pas pulang dari rumah beny yah itu perasaan asik mau ke beny beny aja terus gitu ajalah terus.” Partisipan 3, Line 426-427 8. Melamun Dampak psikologis korban kekerasan seksual salah satunya adalah melamun. Dua partisipan menyatakan bahwa sering melamun, bahkan orang tua dari partisipan pertama juga menyatakan hal yang sama. Hasil field note partisipan ketiga kadang terlihat melamun saat sedang bersama peneliti. Sering melamun lah aku, diam-diam aja. ” Partisipan 1, Line 488 “Yah tidur, duduk, diam aja gitu terus, mimpi buruk” Partisipan 3, Line 452 Universitas Sumatera Utara 59 9. Sedih Dampak psikologis berupa perubahan emosional korban kekerasan seksual salah satunya adalah kesedihan. Satu partisipan mengungkapkan bahwa ia merasa sedih, sedangkan satu psikolog mengungkapkan partisipan pertama sering terlihat sedih. Hasil field note pada partisipan 1 dan 3 terlihat sedih terutama ketika membicarakan pelaku. “nangis-nangis gitu” Partisipan 3, Line 428 10. Mudah marah Dampak psikologis berupa perubahan emosional yang dialami korban kekerasan seksual yang menjadi partisipan penelitian adalah mudah marah. Hasil penelitian menunjukkan dua partisipan menunjukkan perilaku yang mudah marah. “Yah ngamuk, kadang ga ngamuk kali lah. Tapi kalau di pancing bisa ngamuk kali lah” Partisipan 1, Line 528-529 “mudah marah sama adik-adiknya padahal biasanya kan dia anaknya ceria kan,anaknya ceria” Partisipan 2, Line 68-69 Universitas Sumatera Utara 60 Selain dampak psikologis berupa perubahan emosional di atas, hasil penelitian menunjukkan bahwa korban kekerasan seksual juga merasa bersalah akan kekerasan seksual yang terjadi dan menganggap bahwa kekerasan seksual yang terjadi adalah tanggung jawabnya. “dia ngerasa bersalah gini maksudnya “aku udah ga bagus untuk orang tua ku, jadi aku harus seperti apa.” Partisipan 1, Line 95-96 “dia merasa bersalah itu ketika kan sudah ketahuan dan dilaporkan.” Partisipan 2, Line 108 Partisipan juga merasa bahwa masa depannya sudah hancur. Hasil penelitian mendapatkan dua partisipan merasa masa depannya sudah hancur karena kejadian yang dialaminya tetapi perasaan tersebut hanya dirasakan di awal-awal kekerasaan seksual yang dialaminya tetapi perasaan tersebut menghilang seiring dengan dukungan yang diberikan orang tua. “aku udah salah, aku udah buat malu keluarga, masa depanku udah hancur” Partisipan 1, Line 96-97 Universitas Sumatera Utara 61 Partisipan juga merasa menyesal. Hasil penelitian menunjukkan dua partisipan mengungkapkan perasaan menyesal atas kejadian yang sudah terjadi. “Menyesal lah apalagi selalu melawan orang tua, ga pernah dengarin apa yang dibilang mama jadi gini lah.” Partisipan 1, Line 563-564 “Menyesal gitu, pertama kalinya tapi karena katanya dia tanggung jawab tapi udah gini ya udahlah” Partisipan 3, Line 431-432 Selain merasa bersalah terhadap dirinya korban kekerasan seksual yang menjadi partisipan penelitian juga merasa bersalah terhadap keluarganya, yakni: keluarga menjadi malu karena kesalahannya. Hasil penelitian menunjukkan dua partisipan merasa bahwa keluarganya telah malu karena kejadian yang menimpanya dan itu merupakan kesalahannya. “aku sayang papa mamaku, aku sudah membuat malu papa mamaku” Partisipan 1, Line 132-133 “Dia pastinya dia merasa bersalah bahwa dialah yang membuat keluarganya menjadi malu dan lain sebagainya” Partisipan 2, Line 109-110 Universitas Sumatera Utara 62 Partisipan juga merasa takut dan malu terhadap ayah. Penelitian ini mendapatkan hasil satu partisipan merasa takut dan malu dengan ayahnya. Partisipan tersebut merupakan partisipan yang ayahnya sering memberikan hukuman fisik atas kesalahannya. “Semenjak kejadian jadi takut kali sama bapak, takut bapak makin marah samaku” Partisipan 1, Line 506-507 “Takut, ada merasa perasaan malu gitu sama bapak.” Partisipan 1, Line 535 Remaja putri korban kekerasan seksual yang menjadi partisipan juga menunjukkan adanya perasaan kepada pelaku. Satu partisipan sebelum mengalami kekerasan seksual oleh pacarnya memang mengaku menyukai pelaku akan tetapi kecewa karena sikap pacarnya sementara satu partisipan lain mengatakan menyukai pelaku setelah kekerasan seksual yang dialaminya karena merasa sudah tidak memiliki pilihan lain. “aku sama dia karena aku cinta lah tapi karena dilakukannya jadi rusak semuanya.” Partisipan 1, Line 387-388 Universitas Sumatera Utara 63 “Pas yang udah itulah yang pulang dijemput mama dirumahnya itu, karena udah digitukan dia kan jadi udah ada lah perasaan itu kak” Partisipan 3, Line 154-155 “Karena kan udah digitukannya loh kak, udah cinta juga siap itu, udah ku serahkan ke beny semuanya’ Partisipan 3, Line 427-428 11. Berteriak Dampak psikologis berupa perubahan perilaku yang dialami korban kekerasan seksual yang menjadi partisipan penelitian adalah berteriak. Satu dari tiga partisipan menyebutkan menjadi orang yang suka berteriak di rumah. “Sering berteriak-teriak, di rumah sering teriak-teriak” “dia misalnya mau makan teriak dia “MAAAKAAAANN” Partisipan 1, Line 165-166 12. Melawan orang tua Dampak psikologis berupa perubahan perilaku yang dialami korban kekerasan seksual yang menjadi partisipan penelitian adalah melawan orang tua. Hasil penelitian dua dari tiga partisipan menyebutkan bahwa sejak kejadian menjadi orang yang suka melawan orang tua. Universitas Sumatera Utara 64 “kalau dibilangin gak bisa” Partisiapn 1, Line 163-164 “mama ngomong apa pun dilawan” Partisipan 3, 429 13. Genit terhadap laki-laki Dampak psikologis yang ditunjukkan oleh partisipan berupa genit terhadap laki-laki disebutkan oleh psikologis dari partisipan satu. Hasil field note juga menunjukkan bahwa partisipan pertama terlihat centil jika melihat pria tampan, hal senada juga diutarakan oleh ibunya. Partisipan ketiga juga menunjukkan hal yang serupa ketika peneliti sedang bersama partisipan. “kata mamanya, dia kalau ngelihat laki-laki dek mau kegenitan, pecicilan” Partisipan 1, Line 90-91 14. Menikmati hubungan seksual Kekerasan seksual yang dialami partisipan bukan semata- mata meninggalkan traumatis pada korbannya. Hasil penelitian menunjukkan dua partisipan yang melakukan hubungan seksual berulang-ulang dari kejadian pertama Universitas Sumatera Utara 65 menikmati hubungan seksual yang terjadi, tetapi bukan hubungan seksual yang pertama kali. “Gimana yah itu gara-gira dicium-cium terus disini di leher langsung naik nafsu kak. Jadi sama, pertama dia ngajak aku tidur yah lama kelamaan sama aku nafsu” Partisipan 1, Line 643-645 c. Dampak sosial Dampak fisik dan psikologis bukanlah keseluruhan dampak yang dialami korban kekerasan seksual. Kehidupan sosial korban kekerasan seksual yang menjadi partisipan juga mengalami masalah pasca kekerasan seksual yang dialami. Hasil penelitian menunjukkan beberapa masalah yang terkait kehidupan sosial partisipan diantaranya adalah mengurung diri dan tidak mau ketemu orang lain, hubungan dengan lawan jenis setelah kejadian dan tidak mau sekolah karena diejek teman. 1. Mengurung diri dan tidak mau bertemu dengan orang lain Dampak sosial yang dialami korban kekerasan seksual yang menjadi partisipan penelitian adalah mengurung diri dan tidak mau mau bertemu dengan orang lain. Hal ini ditunjukkan oleh dua partisipan, sikap mengurung diri ini lebih ditunjukkan jika orang lain yang mengetahui masalahnya datang atau ketakutan akan bertemu dengan pelaku jika ia keluar, satu partisipan lain tidak menunjukkan hal tersebut karena tidak ada orang yang mengetahui Universitas Sumatera Utara 66 masalahnya datang ke rumahnya dan masalahnya hanya diketahui oleh keluarga dan pihak PKPA. “Karena kedua orang itu kan orang tuanya datang ke rumah jadi kalau orang itu datang ke rumah aku di kamar terus. Terus yang satunya itu ada yang sakit ” Partisipan 1, Line 360-362 “kalau ada orang datang nanti dia bersembunyi disudut tempat tidur diambil bantal-bantal terus dia tutup muka pakai guling, badannya sama kain-kain supaya ga kelihatan karena dia gak mau ketemu orang asing karena bagi dia orang asing itu hanya akan bertanya-tanya mengenai peristiwa itu.” Partisipan 2, Line 129-132 2. Hubungan dengan lawan jenis Dampak sosial yang dialami korban kekerasan seksual yang menjadi partisipan penelitian adalah hubungan dengan lawan jenis setelah kejadian. Dua partisipan tidak mengalami permasalahan tentang hubungan dengan lawan jenis setelah kejadian, bahkan satu orang partisipan mengalami kekerasan seksual oleh pelaku yang lain tidak berselang lama dari kejadian dengan pelaku pertama. “Ada sih tapi dekat-dekat gitu aja. Memang sih ga suka-suka terlalu kayaknya.” Partisipan 1, Line 638-639 Universitas Sumatera Utara 67 d. Dampak spiritual Kekerasan seksual yang dialami korban yang menjadi partisipan penelitian juga menunjukkan dampak pada sisi spiritualitas. Hasil wawancara hanya satu orang yang menyebutkan hal tersebut sementara partisipan ketiga disebutkan ibunya dia mulai berdoa setelah mimpi buruk yang setiap malam dialaminya. Hasil field note partisipan ketiga juga taat dalam berpuasa. “Yah gereja, tapi baca firman jarang, baca renungan jarang, berdoa pun jarang paling kalau di sekolah aja” Partisipan 1, Line 573-574 e. Dampak Akademik Kekerasan seksual yang dialami korban yang menjadi partisipan juga mempengaruhi kegiatan akademiknya. Hasil penelitian menunjukkan beberapa hal yang menjadi dampak akademik, yakni: penurunan prestasi di sekolah dan sulit konsentrasi. 1. Penurunan prestasi di sekolah Dampak akademik yang dialami korban kekerasan seksual yang menjadi partisipan penelitian adalah penurunan prestasi di sekolah. Hasil penelitian menunjukkan dua partisipan mengalami penurunan prestasi di sekolah, penurunan prestasi di sekolah tidak tampak pada partisipan ketiga disebabkan oleh partisipan ketiga tidak sekolah sejak kejadian tersebut. Universitas Sumatera Utara 68 “Sulit aku memahami apa yang dibilangi guru” Partisipan 1, Line 509 “secara akademik juga mempengaruhi, dia biasa dapat nilai bagus jadi dapat nilainya 0 mulai dari Januari yang masuk sekolah” Partisipan 2, Line 70-71 2. Sulit konsentrasi Dampak akademik yang dialami korban kekerasan seksual yang menjadi partisipan penelitian adalah sulit konsentrasi. Hasil penelitian juga menunjukkan kedua partisipan yang mengalami penurunan prestasi di sekolah juga mengalami kesulitan konsentrasi, partisipan ketiga tidak tampak kesulitan konsentrasi juga karena ia tidak sekolah sejak kejadian. “sekarang aja susah ngerti aku, ga bisa aku konsentrasi ntah apa aja yang aku fikirkan ga tau aku.” Partisipan 1, Line 511-512 “untuk konsentrasi dia juga sulit karena teringat-ingat” Partisipan 2, Line 158-159 4. Pemulihan kekerasan seksual Pemulihan korban kekerasan seksual memerlukan dukungan baik dari orang tua maupun lingkungan sekitar. Untuk mengurangi semua Universitas Sumatera Utara 69 dampak kekerasan seksual yang dialami maka anak memerlukan dukungan utuk memulihkannya. Hasil penelitian mendapatkan bahwa ada dua faktor dalam pemulihan, yakni: faktor pendukung pemulihan dan faktor penghambat. a. Faktor pendukung Faktor pendukung untuk pemulihan kekerasan adalah hal yang penting agar korban kekerasaan seksual bisa bergabung kembali ke masyarakat dan meminimalisir bahkan menghilangkan dampak yang dirasakan oleh korban. Hasil penelitian mendapatkan ada dua faktor pendukung, yakni: keinginan kuat untuk sekolah dan dukungan dari keluarga. Dukungan keluarga adalah hal yang sangat penting bagi remaja korban kekerasan seksual untuk pemulihannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga sangat besar pengaruhnya bagi korban kekerasan seksual. Hal-hal yang didapatkan peneliti pada bentuk dukungan yang diberikan keluarga. Bentuk dukungan keluarga yang diberikan oleh keluarga partisipan penelitian ini adalah dukungan spiritual. Satu keluarga dari partisipan memberi dukungan spiritual bagi partisipan. “karena ada dukungan mama bapaknya, sekarang mereka jadi lebih sering ibadah pagi sama-sama di rumah semenjak kejadian itu kan” Partisipan 1, Line 176-177 Universitas Sumatera Utara 70 Bentuk dukungan lain yang diberikan keluarga adalah memberi kasih sayang dan perhatian yang lebih bagi partisipan. Dua partisipan mendapatkan perhatian yang lebih dari orang tuanya. “Jadi mamanya keluar untuk jagain mereka maksudnya mamanya keluar dari pekerjaan itu dan sekarang kerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah orang. Jadi kerjanya itu dari pagi sampai siang makanya mamanya sekarang sering ngontrol dia” Partisipan 1, Line 59-62 “nah itu dilakukan orang tua dengan menunjukkan kasih sayang, memperhatikan lebih ekstra lagi itu dilakukannya” Partisipan 2, 125-126 Bentuk dukungan keluarga yang lainnya yang ditunjukkan oleh keluarga partisipan adalah dengan merubah sikap orang tua. Dua partisipan menunjukkan perubahan sikap untuk mendukung anak mereka yang menjadi korban kekerasan seksual. “Kalau sekarang sejak kejadian ga sampai mukul-mukul.” Partisipan 1, Line 604 “orang tua bersikap tegar dan tenang supaya si anak bisa meniru respon orang tua terhadap peristiwa ini, sehingga anak tidak terlalu merasa bersalah atas situasi yang sudah terjadi” Partisipan 2, Line 122-124 Universitas Sumatera Utara 71 Dukungan yang ditunjukkan keluarga menunjukkan dampak positif bagi anak. Hasil penelitian ketiga partisipan mengatakan manfaat dari dukungan keluarga dalam mengatasi masalah traumatis yang dialami korban. “dukungan mama bapaknya kuat yang buat dia tegar” Partisipan 1, Line 179-180 “ketika ibunya dan ayahnya menguatkan kemudian yah itu lah dukungan psikososialnya yang membantu yang di rumah jadi sekolah dia lebih nyaman” Partisipan 2, Line 145-146 Pandangan remaja putri tentang masa depan adalah sekolah. Partisipan juga masih merupakan pelajar. Hasil penelitian menunjukkan dua partisipan mengatakan keinginannya yang besar untuk sekolah, bahkan ingin sukses untuk membahagiakan orang tua. “Mau lanjut sekolah pengen mengubah semuanya, ngulang dari nol” Partisipan 1, Line 571 “dia mau lanjutin sekolahnya lagi terus dia pengen kerja praktek kejuruan. Kan kakak tanya kenapa “biar cepat dapat kerja biar bisa bantu papa mama.” Partisipan 1, Line 209-211 Universitas Sumatera Utara 72 b. Faktor penghambat Faktor lain dalam pemulihan kekerasan seksual adalah faktor penghambat. Dari hasil penelitian ada dua faktor penghambat, yaitu: tekanan sosial dan kebingungan terhadap masa depan. Tekanan sosial menjadi faktor yang menghambat pemulihan anak korban kekerasan seksual. Partisipan penelitian tidak mau sekolah karena diejek teman. Keadaan ini ada pada satu partisipan dikarenakan kasus kekerasan seksual yang dialaminya diketahui oleh lingkungan rumahnya bahkan lingkungan sekolah. “kemudian beberapa orang di sekolah itu tau termasuk gurunya dan kadang-kadang diejek, diejek dalam arti bahasanya “mana suamimu, mana anakmu?” gitu, terus itu sempat membuat merasa tidak masuk sekolah” Partisipan 2, Line 82-83 Pandangan remaja putri mengenai masa depannya dari hasil penelitian adalah kebingungan terhadap masa depan. Remaja putri korban kekerasan seksual yang menjadi partisipan sebanyak dua orang merasa kebingungan akan masa depannya. “Terus dia buat diari, di tulisnya di diarinya “Tuhan berikan aku petunjuk untuk masa depanku” Partisipan 1, Line 131-132 “soalnya dia bilang “nanti kayak mana kak?” Partisipan 2, Line 134 Universitas Sumatera Utara 73 Tabel 4.2. Matriks Tema Pengalaman Remaja Putri Korban Kekerasan Seksual di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak PKPA Medan No. Tema 1: Kronologis Sub Tema Kategori 1. Pelaku Kekerasan Seksual 2. Cara mendekati korban 3. Jenis Kekerasan seksual 4. Pengungkapan kekerasan seksual 5. Alasan korban tidak melapor a. Pacar b. Tetangga c. Teman a. Mengajak untuk bertemu dengan orang tua pelaku. b. Mengulur waktu pulang c. Menolong. a. Intercose b. Oral seks a. Orang lain b. Pelaku a. Ancaman b. Memberikan uang c. Dijanjikan akan menikah 2 Tema 2: Faktor Resiko Sub Tema: Kategori 1. Pola Asuh 2. Sosial-Ekonomi a. Permisif b. Otoriter Ekonomi rendah 3 Tema 3: Dampak Sub Tema: Kategori: 1. Fisik 2. Psikologis a. Luka pada organ intim b. Penurunan berat badan c. Pusing dan sakit kepala d. Maag e. Keringat dingin dan demam f. Mudah jatuh sakit a. Ketakutan b. Kecemasan c. Mimpi buruk d. Masalah tidur Universitas Sumatera Utara 74 3. Sosial 4. Spiritual 5. Akademik e. Selalu mengingat kejadian f. Tidak mau menceritakan apa yang terjadi g. Memliki pikiran untuk bersama pelaku h. Melamun i. Sedih j. Mudah marah k. Menyesal l. Merasa bersalah m. Merasa takut dan malu pada Ayah n. Perasaan pada pelaku o. Berteriak p. Melawan orang tua q. Genit terhadap laki-laki r. Menikmati hubungan seksual a. Mengurung diri dan tidak mau bertemu orang lain b. Hubungan dengan lawan jenis a. Penurunan prestasi akademik b. Sulit konsentrasi 4 Tema 4: Pemulihan Kekerasan Seksual Sub Tema: Kategori: 1. Faktor Pendukung 2. Faktor Penghambat a. Bentuk dukungan orang tua b. Dampak dukungan orang tua c. Keinginan untuk melanjutkan sekolah a. Bingung terhadap masa depan b. Tekanan sosial 3. Pembahasan Pada bagian akan diuraikan pembahasan hasil penelitian dengan literatur yang berhubungan dengan pengalaman remaja putri korban kekerasan seksual yang meliputi kronologis kekerasan seksual, faktor resiko kekerasan seksual, dampak kekerasan seksual dan pemulihan kekerasan seksual. Universitas Sumatera Utara 75 1. Kronologi kekerasan seksual a. Pelaku kekerasan seksual Pelaku kekerasan seksual bisa siapa saja yang dsekitar korban. Penelitian Fortier dan koleganya 2009 yang berjudul Severity of child abuse and revictimization. The mediating role of coping and trauma symptoms mendapatkan hasil bahwa pelaku kekerasan seksual merupakan laki-laki yakni 89 dan 9 melaporkan bahwa pelaku merupakan orang tua korban, 44 korban melaporkan bahwa pelaku kekerasan seksual merupakan orang yang sangat dekat. Penelitian lain menemukan bahwa pelaku kekerasan seksual pada umumnya adalah laki-laki 53-94, dan terindentifikasi pelaku merupakan heteroseksual Durham 2002 dalam Valente, 2005. Pelaku kekerasan seksual 54-89 merupakan keluarga korban dan 21-40 orang yang tidak dikenal oleh korban Muray 2000 dalam Valente 2005. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian dimana ketiga partisipan mengenal pelaku yakni pacar korban, tetangga korban dan teman korban. Pelaku kekerasan seksual pada remaja atau dewasa sering menggunakan teknik “desensitization” yang merupakan sebuah sistematika dalam mendekati korban berupa kontak fisik dan berbicara mengenai korban, awalnya dimulai dengan menunjukkan kepedulian pada korban teknik ini dapat membatasi atau mengurangi penghalangan untuk melakukan kekerasan seksual terutama dari Universitas Sumatera Utara 76 pengawasan orang tua, membantu pelaku kekerasan seksual untuk mengkaji resiko ketahuan dan akhirnya membuat korban calon pengantin merasa bahwa kekerasan seksual tersebut bukan sebuah masalah, akhirnya cara ini meminimalisir kemungkinan pengungkapan Fieldman, 2002. Hasil penelitian menunjukkan hal yang sama dimana pelaku kekerasan pada partisipan ketiga menunjukkan kepedulian saat korban akan dijual oleh temannya, hal tersebut membuat korban menjadi percaya pada pelaku. Faktanya pelaku kekerasan seksual menjaga kemampuannya untuk mengambil keuntungan dari kerentanan anak pada kondisi anak tinggal dengan orang tua tunggal, karakteristik emosional anak anak membutuhkan pelaku, tidak bahagia dan malu, faktor kondisi anak kurang pengawasan dari orang tua, untuk meningkatkan akses dan mempertahankan pengaturan Conte, Wolf, Smith 1989 dalam Fieldman, 2002. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana pada partisipan pertama kurang pengawasan dari orang tua dikarenakan orang tua sibuk, partisipan ketiga membutuhkan pelaku karena merasa malu dan takut untuk pulang ke rumah. b. Jenis kekerasan seksual UNICEF-International Rescue Committee 2012 menyatakan ada 2 bentuk kekerasan seksual yakni dengan adanya sentuhan atau Universitas Sumatera Utara 77 tanpa sentuhan. Menyentuh genitalia anak atau bagian pribadi untuk tujuan seksual, membuat anak menyentuh genitalia orang lain atau bermain permainan seksual, memasukkan objek atau bagian tubuh seperti jari, lidah atau penis kedalam vagina, ke dalam mulut atau ke dalam anus untuk tujuan seksual. Remaja korban kekerasan seksual merasa bahwa garis pertahanan pribadi mereka yang dilihat dari bagian dari sistem pertahanan psikologis telah dirusak oleh pelaku kekerasan seksual dan hal tersebut membuat korban pasrah dan mudah diserang untuk mengulangi kekerasan seksual tersebut Sigurdardottir Halldorsdottir, 2012. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa partisipan mengalami kekerasan seksual jenis sentuhan dan mengalami beberapa kali kekerasan seksual. c. Pengungkapan kekerasan seksual Banyak pengungkapan kekerasan seksual dilaporkan oleh orang lain yang secara tidak sengaja melihat kejadian kekerasan seksual atau perubahan lain pada anak Kaplan Sadock, 2007 Pelaku kekerasan seksual juga sering menggunakan ancaman paksaan sebagai cara mengamankan dan mempertahankan agar korban tetap diam. Pada umumnya pelaku kekerasan seksual pada remaja menggunakan berbagai modus agar korban tidak melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya. Pelaku kekerasan seksual pada remaja lebih sering mengunakan ancaman secara langsung pada Universitas Sumatera Utara 78 korban misalnya dengan senjata, memberikan hadiah dan mengekspos korban ke pornografi Fieldman, 2002 Banyak korban kekerasan seksual membuat kekerasan seksual yang dialaminya tetap menjadi rahasia. Korban kekerasan seksual tidak mengungkpakan kekerasan seksual dikarenakan korban menekan fikiran mereka tentang kekerasan seksual yang dialami, malu, takut akan disalahkan atau takut tidak dipercayai atau berharap untuk melindungi pelaku atau melindungi keluarga Draucker et al, 2011. Penelitian Deering dan Mellor 2011 menyatakan alasan korban tidak melaporkan kekerasan seksual yang dialami anak, 36 responden takut untuk memberitahu orang lain tentang kekerasan seksual yang dialami, 29 merasa bahwa kekerasan seksual merupakan kesalahannya dan merasa tidak bisa melaporkan kekerasan seksual, 21 mengakui bahwa tidak menyadari bahwa itu adalah tindakan yang salah, 14 merasa binggung dan malu dan terakhir tidak melaporkan kekerasan seksual karena merasa mencintai dan mendapatkan perhatian dari pelaku. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa pelaku mengatakan pada korban bahwa pelaku mencintai korban, pada partisipan kedua pelaku hadiah pada korban berupa uang, partisipan juga ketakutan dan juga ada pelaku yang berkata akan menikahi korban. hal tersebutlah yang Universitas Sumatera Utara 79 membuat korban tidak melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya. 2. Faktor resiko kekerasan seksual a. Pola asuh Sikap orang tua mempengaruhi cara mereka memperlakukan anak, dan perlakuan mereka terhadap anak sebaliknya mempengaruhi sikap anak terhadap mereka. Banyak kasus penyesuaian yang buruk pada anak maupun pada orang dewasa dapat ditelusuri kembali ke hubungan awal orang-tua anak yang kurang baik akibat sikap orang tua Hurlock, 1978 Cuelzow dan koleganya 2002 dalam penelitiannya menyatakan bahwa korban kekerasan seksual lebih lebih sering merupakan anak yang kurang dekat dengan ayah yang akhirnya membuat koping yang berfokus pada emosi, korban yang menggunakan pola koping emosional cenderung memiliki harga diri yang rendah. Penelitian Cuelzow 2002 juga menambahkan bahwa korban kekerasan seksual mengungkapkan bahwa ibu mereka kurang memahami dan lebih acuh dibandingkan dengan partisipan yang bukan korban kekerasan seksual. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa partisipan dari penelitian kurang dekat dengan ayahnya dan memiliki ibu yang kurang memahami korban. Universitas Sumatera Utara 80 b. Sosial ekonomi Penelitian Mullen dan koleganya 1994 dalam jurnal yang berjudul The Effect of Child Sexual abuse on Social, Interpersonal and Sexual Function in Adult Life mengatakan bahwa korban kekerasan seksual tidak selalu dari kalangan sosial ekonomi rendah tetapi yang melaporkan kekerasan seksual dengan penetrasi kebanyakan dari latar belakang sosial ekonomi rendah. Hasil penelitian Ulmann dan koleganya 2009 juga mendukung penelitian tersebut dimana 36 partisipan berasal dari status ekonomi rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga partisipan berasal dari ekonomi rendah dimana pekerjaan orang tua merupakan supir becak, buruh cuci, buruh angkut di pasar dan buruh mengupas ikan teri. 3. Dampak kekerasan seksual Kekerasan seksual pada masa anak-anak menyebabkan dampak yang serius yang diantaranya adalah kecemasan, ketakutan, depresi, psycosomatic sympthom, perilaku agresif, masalah belajar di sekolah dan hiperaktifitas Fortinash et al, 2000 a. Dampak fisik Dampak kekerasan seksual secara fisik ditujukkan oleh dua hal dampak langsung akibat dari kekerasan seksual atau dampak setelahnya, hal tersebut sering disebut dengan psycosomatic Universitas Sumatera Utara 81 sympthom. Najman dan koleganya 2007 dalam Irish dan koleganya, 2010 menyatakan bahwa partisipan dengan pengalaman kekerasan seksual pada masa anak-anak melaporkan somatization sympthom dan persepsi negatif dari keseluruhan masalah kesehatan fisiknya dibandingkan partisipan tanpa pengalaman kekerasan seksual. Penelitian Irish dan koleganya 2010 menyatakan bahwa kekerasan seksual pada anak secara sistematis mempunyai hubungan yang besar dengan gejala pada kesehatan fisik diantaranya adalah gastrointestinal, ginekology, sympthom cardiopulmonary, dan obesitas. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang didapatkan beberapa keluhan fisik baik akibat secara langsung dari kekerasan fisik maupun hasil setelahnya. Dalam sebuah Buletin psikologi Bentovim 1987 menyebutkan dampak fisik langsung dari kekerasan seksual yaitu kerusakan pada genital dan anal, perdarahan dari anus atau vagina, infeksi, kehamilan, yang lain yang berhubungan dengan kekerasan fisik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang mendapatkan bahwa anak mengalami luka pada organ intim. UNICEF-International Rescue Committee 2012 menyebutkan dampak fisik lain dari kekerasan seksual adalah peningkatan atau penurunan berat badan. UNICEF-International Rescue Committee pada tahun juga menyebutkan adanya masalah dalam makan yakni menjadi selalu makan atau tidak mau makan. Hal ini sesuai dengan Universitas Sumatera Utara 82 hasil penelitian dimana partisipan mengalami pengurangan berat berat badan dimana sebelumnya partisipan mengalami penurunan nafsu makan. Kaplan Sadock 2007 menjelaskan bahwa ada keluhan somatik pada anak korban kekerasan seksual salah satunya adalah sakit kepala. Sebuah penelitian menyelidiki hubungan antara kekerasan seksual dengan nyeri. Korban kekerasan seksual pada masa anak-anak mempunyai resiko lebih besar untuk sympthom nyeri muskuloskeletal termasuk sakit kepala. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa partisipan mengeluhkan sakit kepala. Kaplan Sadock 2007 menjelaskan adanya keluhan somatik berupa sakit perut pada anak korban kekerasan seksual. Penelitian Irish dan koleganya 2010 menyatakan bahwa individu yang mengalami kekerasan sesual lebih sering melaporkan masalah maupun symptom dari gastrointesinal dibandingkan pasien tanpa kekerasan seksual. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa partisipan mengatakan mengalami maag. Penelitian Sigurdardottir Halldorsdottir 2012 menjelaskan satu partisipan mengatakan selalu demam ketika korban berada satu ruangan dengan pelaku kekerasan seksual atau berada pada keadaan yang membuatnya tertekan. Hasil penelitian juga mendapatkan bahwa partisipan keringat dingin bahkan mengalami demam ketika Universitas Sumatera Utara 83 kondisi yang membuat dia tidak nyaman misal jika partisipan ditanya mengenai kejadian yang dialaminya tetapi partisipan lainnya mengalami mudah demam tanpa penyebab yang jelas tetapi partisipan mengeluhkan mudah sekali demam. b. Dampak psikologi Jehu 1992 dalam Fortinash et al, 2000 mengidentifikasi tanda paling umum masalah psikologis pada anak korban kekerasan seksual yang mencari pertolongan adalah post traumatic stress disorder, perilaku merusak diri, gangguan mood, masalah interpersonal, masalah seksual. Dampak psikologis juga tampak pada hasil penelitian yang meliputi ketakutan, kecemasan, mimpi buruk, masalah tidur, selalu mengingat kejadian, tdak mau menceritakan apa yang terjadi, memiliki perasaan bersama pelaku, melamun, sedih, udah marah, menyesal, merasa bersalah, merasa takut dan malu pada ayah, perasaan pada pelaku, berteriak, melawan orang tua, genit terhadap laki-laki dan menikmati hubungan seksual. 1. Ketakutan Fortinash dan koleganya 2000 menyebutkan bahwa anak mungkin mengalami teror yang luar biasa jika ada isyarat lingkungan pemicu misalnya ingatan tentang kejadian. Anak korban kekerasan seksual sering ketakutan bahkan dikatakan hidup dalam ketakutan Sigurdardottir Halldorsdotti, 2012. Penelitian Deering dan Mellor 2011 juga menyatakan bahwa Universitas Sumatera Utara 84 anak korban kekerasan seksual mengalami ketakutan yang luar biasa. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang mendapatkan bahwa anak mengalami ketakutan. 2. Kecemasan Salah satu dampak fisik pada anak korban kekerasan seksual adalah kecemasan. WHO, 2004. Partisipan juga menunjukkan kecemasan 3. Mimpi buruk UNICEF-International Rescue Committee 2012 menyebutkan dampak psikologis lain yang dialami anak korban kekerasan seksual adalah mimpi buruk. Partisipan kekerasan seksual mengalami mimpi buruk yang jumlahnya bervariasi yakni 1 kali dan ada yang mengalaminya setiap hari selama satu minggu. Mimpi buruk ini juga akhirnya menunjukkan bahwa anak sering ketakutan bahkan mengalami kesulitan tidur karena ketakutan akan mimpi buruk tersebut. 4. Masalah tidur Sadech dan koleganya 1995 dalam dan koleganya, 2006 penelitian tersebut menjelaskan bahwa anak yang mengalami kekerasan seksual yang di rawat di unit psikiatris menunjukkan tingkat parasomnia yang lebih tinggi, tetapi memiliki tidur yang lebih baik di banding pasien dengan kondisi psikiatris lainnya dalam setting rumah sakit. Universitas Sumatera Utara 85 Penelitian Sigurdardottir Halldorsdottir 2012 juga menjelaskan bahwa korban kekerasan seksual akan mengalami masalah tidur. Masalah tidur dihubungkan dengan keamanan selama tidur kemungkinan besar anak mengalami kekerasan seksual di kamar tidur sehingga membuat anak mengalami kesulitan tidur Noll et al, 2006. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang mendapatkan hasil korban kekerasan seksual mengalami masalah tidur. Masalah tidur yang dialami partisipan pada penelitian ini karena partisipan mengalami mimpi buruk dan merasa ada sesuatu hal atau merasa ada pelaku di sekitarnya sehingga hal tersebut membuat partsipan merasa ketakutan menjadi kesulitan untuk tidur dan mempertahankan tidur. 5. Selalu mengingat kejadian Fortinash dan koleganya 2000 menyebutkan bahwa untuk beberapa korban kekerasan seksual pada masa anak-anak dalam kenyataan mengalami post traumatic stress disorder dengan mengalami kembali dan mengingat terus kejadian kekerasan seksual yang dialaminya dan juga melalui mimpi berulang yang dialaminya. Penelitian Sigurdardottir Halldorsdottir 2012 menjelaskan bahwa korban kekerasan seksual selalu mengingat setiap detail dari kejadian, tetapi ada juga yang berusaha menghilangkan memori menyakitkan tersebut dan tidak Universitas Sumatera Utara 86 mengingat apapun hingga satu tahun. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana partisipan selalu mengingat kejadian yang dialaminya. 6. Tidak mau menceritakan apa yang terjadi Anak korban kekerasan seksual sering kali tidak mau bicara mengenai kekerasan seksual yang dialaminya bahkan kepada perawat jiwa karena korban merasa takut akan stigma Holmes Slap 1998 dalam Mullers Dowling, 2010. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana seorang partisipan tidak mau menceritakan kekerasan seksual yang dialami dan secara keseluruhan partisipan sangat sulit menceritakan kekerasan seksual yang dialaminya. Hasil penelitian menunjukkan partisipan sulit menceritakan hal yang terjadi karena hal tersebut merupakan kejadian yang traumatis anak dan juga anak menunjukkan keengganan untuk bercerita. 7. Merasa bersalah Korban sering merasa bersalah, malu dan menyalahkan diri sendiri. Hal ini ditunjukkan dari sikap anak yang mengambil tanggung jawab atas kekerasan yang dialami oleh anak, jika kekerasan seksual yang dialami anak dilakukan oleh orang yang dipercayainya maka sulit bagi anak memandang kekerasan tersebut dalam cara pandang yang negatif dan tidak dapat melihat hal itu berupa sebuah kesalahan Hall Hall, 2011. Hal ini Universitas Sumatera Utara 87 sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa partisipan merasa bersalah atas kejadian ini bahkan merasa kekerasan seksual yang dialami karena kesalahannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan merasa kejadian tersebut merupakan kesalahannya dan karena kesalahannya keluarga menjadi malu. 8. Melawan orang tua Penelitian Sigurdardottir dan Halldorsdottir 2012 menjelaskan bahwa anak korban kekerasan seksual tidak mau patuh pada siapapun, menggunakan minuman beralkohol, merokok dan selalu berbohong. UNICEF-International Rescue Committee 2008 juga menambahkan anak korban kekerasan seksual menunjukkan ekspresi marah, kesulitan hubungan dengan teman, orang tua, bertengkar dengan orang melawan dan tidak mematuhi otoritas. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa partisipan sering melawan orang tua bahkan tidak mau mendengarkan orang tua. 9. Menikmati hubungan seksual Penelitian Senn dan koleganya 2007 menunjukkan bahwa kekerasan seksual dengan pemaksaan dan penetrasi keduanya mempunyai hubungan terhadap perilaku seksual pada dewasa lebih tinggi dibanding kekerasan seksual tanpa pemaksaan atau tanpa penetrasi. Kekerasan seksual penetrasi tanpa pemaksaan Universitas Sumatera Utara 88 atau penetrasi dengan pemaksaan berhubungan dengan peningkatan perilaku seksual beresiko dibandingkan dengan yang mengalami kekerasan seksual dengan pemaksaan tapi tanpa penetrasi atau dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami kekerasan seksual Senn et all 2007. Remaja putri yang mengalami kekerasan seksual pada waktu anak-anak maupun pada masa remaja dengan pemaksaan lebih memungkinkan untuk melakukan hubungan seksual berikutnya selama masa remaja atau memiliki partner seks lebih banyak per tahun atau hamil dibandingkan remaja putri yang mengalami kekerasan seksual tanpa pemaksaan Cinq-Mars et al 2003 dalam Senn et al, 2007. Hal ini juga sesuai dengan penelitian bahwa korban kekerasan seksual mengulangi lagi hubungan seksual dan menikmati hubungan seksual setelah kejadian pertama sekali. c. Dampak sosial 1. Mengurung diri dan tidak mau bertemu dengan orang lain Anak korban kekerasan seksual berusaha sembunyi dan membuat dirinya tidak terlihat Sigurdardottir Halldorsdottir, 2012. Penelitian Deering dan Mellor 2011 juga menyatakan bahwa kekerasan seksual yang dialami pada masa anak-anak akan berdampak pada sosial anak yakni sulit mempercayai orang lain, mengisolasi diri dan kebingunggan. Hal ini sesuai Universitas Sumatera Utara 89 dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa partisipan selalu bersembunyi di kamar jika ada orang datang orang lain yang mengetahui masalahnya bahkan hasil field note salah satu korban menutupi seluruh badannya dan bersembunyi agar tidak kelihatan. 2. Hubungan dengan lawan jenis Anak korban kekerasan seksual mungkin menunjukkan gangguan sikap dalam seksualitas dan dapat berlanjut ke kehidupan yang akan datang, menghasilkan berbagai kesulitan mulai dari ketakutan kontak seksual sampai kecenderungan melakukan hubungan singkat yang berulang Mullen et al 1994. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa partisipan tidak ada kesulitan dalam dekat dengan lawan jenis. d. Dampak spiritual Draucker dan koleganya 2011 menyebutkan bahwa korban kekerasan seksual tidak berkomunikasi dengan kekuatan yang lebih besar Tuhan yang akan membantu korban, korban juga tidak mempunyai pengalaman tentang Tuhan di dalam hidupnya atau korban juga tidak memiliki komitmen yang kuat mengenai kepercayaan spiritual. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian dimana partisipan melakukan kegiatan spiritual hanya sebagai rutinitas. Universitas Sumatera Utara 90 e. Dampak akademik Penelitian Noll dan koleganya 2006 menyebutkan dampak akademik secara keseluruhan adalah bermasalah di sekolah. Kliegman et all, 2011 mengatakan bahwa anak korban kekerasan seksual menunjukkan penurunan performa di sekolah. Adanya masalah disekolah bahkan menghindari sekolah dan mengalami penurunan prestasi di sekolah. UNICEF-International Rescue Committee 2008. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana partisipan mengalami penurunan prestasi dan konsentrasi di sekolah. 4. Pemulihan kekerasan seksual a. Faktor pendukung Muller Dowling 2008 menjelaskan bahwa faktor yang meningkatkan semangat bagi anak korban kekerasan seksual, faktor tersebut antara lain adalah pendidikan, rencana masa depan dukungan keluarga, pengaruh teman sebaya dan agama. 1. Bentuk dukungan orang tua Hal yang paling penting dalam membantu anak korban kekerasan seksual adalah memberi dukungan dan dukungan yang paling penting dalam hal ini adalah dukungan orang yang spesial dalam hal ini adalah keluarga Banyard et al 2002 dalam Mullers Drowling, 2010. Universitas Sumatera Utara 91 Setelah kekerasan seksual yang terjadi pada anak orang tua merubah cara dalam mengasuh anak dalam rangka untuk melindung anak dari perilaku kekerasan seksual untuk selanjutnya, orang tua secara verbal mengatakan akan berubah menjadi orang tua yang lebih baik Drauckler et al, 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan merasa jauh lebih baik ketika orang tua mendukung dan mengatakan semua akan baik- baik saja. Partisipan juga mengatakan merasa lebih baik ketika orang tua memberi dukungan khususnya dukungan spiritual. Universitas Sumatera Utara 92

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN