Bu Mardi : Tapi apa kita nggak punya penerus generasi apa?
…”
Konflik dalam film ini terus terlihat ketika tokoh orang tua Mae mulai memperlihatkan keegoisan mereka dengan perintahnya terhadap Mae untuk
segera menikah, dengan alasan mereka merasa terbebani dan merasa direpotkan oleh Mae, yang padahal itu sudah kewajiban mereka sebagai orang
tua untuk merawat dan menjaga anak mereka sampai Mae bisa mendapatkan seorang suami yang bisa mengayomi Mae, dan bergantilah tanggung jawab itu
kepada suaminya.
Elemen Strategi Penulisan
Sintaksis Penulis cerita menempatkan karakter tokoh Bapak dan Ibu Mardi sebagai orang tua yang memberikan kewajiban atas puterinya untuk
segera menikah. Skrip
Penekanan cerita lebih dikedepankan pada persoalan keinginan Bapak dan Ibu Mardi agar Mae menikah untuk meneruskan riwayat
keluarga mereka. Tematik 1 Orang tua yang ingin puteri tunggalnya bisa meneruskan
keturunan. 2 Keegoisan orang tua Mae akan keinginan menikahi Mae untuk mengakhiri tanggung jawab sebagai orang tua.
Retoris Bapak dan Ibu Mardi ingin menikahi Mae, karena Mae anak yang
gagal – punya pendidikan yang tinggi namun masih juga pengangguran yang hanya merepotkan orang tua.
2. Frame : Menikah Karena Perjodohan
Di sini cerita film mulai menarik dan dapat membuat penonton tertawa lepas. Pada frame ini juga ditemukan fenomena yang sering terjadi di
kehidupan nyata masyarakat Indonesia. Dahulu memang banyak pernikahan yang terjadi karena perjodohan seperti yang pernah diperlihatkan dalam film
Siti Nurbaya. Akan tetapi bukan berarti zaman yang sudah semakin canggih dan semakin penuh ilmu ini masyarakat meninggalkan budaya tersebut.
Karena banyak juga praktik perjodohan yang masih dijalankan sebagian orang tua di masa kini.
Perjodohan biasanya dilakukan karena orang tua melihat latar belakang bibit-bebet dan bobot calon besan, biasanya dilakukan dengan kerabat dekat
orang tua. Guna mempererat hubungan dan dengan tujuan agar si anak mendapatkan jodoh yang terbaik. Namun alasan orang tua Mae mencari calon
suami untuk Mae adalah lantaran Mae yang belum pernah menjalankan hubungan serius dengan laki-laki lain lantaran sikap dan sifatnya yang seperti
laki-laki. Sehingga mengaharuskan Bapak dan Ibu Mardi mencarikan jodoh buat Mae untuk tujuan mendapatkan keturunan dari darah daging mereka.
“Bu Mardi : Kita cariin jodoh aja buat si Mae Pak, biar lepas tanggungjawab kita.
Pak Mardi : Siapa yang mao ama die? Bu Mardi : Kita cari di luar kampung.”
Karakter Mae yang tomboy dan terkesan kasar membuat mereka harus berikhtiar mencarikan jodoh buat puteri mereka. Karena mereka merasa lelah
melihat Mae yang tidak pernah bisa berubah menjadi dewasa, padahal Mae sudah menyandang predikat sarjana, namun belum juga bisa membahagiakan
orang tuanya malah merepotkan. Hal ini sering terjadi dalam kehidupan nyata masyarakat Indonesia
khususnya penduduk yang tinggal di perkampungan, di mana orang tua merasa khawatir jika anaknya khususnya perempuan belum mendapat jodoh
sampai mereka sudah menjadi sarjana. Padahal dalam memutuskan menikah
atau tidaknya adalah hak si anak sendiri, orang tua tidak berhak memaksa karena yang akan mejalankan adalah si anak. Ketakutan orang tua akan
predikat ‘perempuan tua’ itu yang menjadikan orang tua turut campur dalam mencarikan jodoh bagi anak-anak mereka. Inilah yang dilakukan oleh kedua
orang tua Mae. Cerita semakin menarik ketika pencarian jodoh untuk Mae oleh kedua
orang tuanya penuh warna-warni kelucuan. Bapak dan Ibu Mardi benar-benar merasa kesulitan dalam mencarikan jodoh untuk Mae. Seperti dialog berikut:
“Bu Mardi : Saya cuma dapet satu. Bapak?
Pak Mardi
: Pemuda yang bae-bae udah abis. Saya juga dapet satu, Cuma kayaknya sisa-sisa.”
Dari pernyataan di atas terlihat betapa egoisnya Bapak dan Ibu Mardi terhadap Mae, mereka tahu bahwa laki-laki yang berkualitas baik tidak
didapatkan namun mereka tetap nekat menjodohi Mae dengan pemuda yang belum jelas mutunya – “pemuda sisa-sisa”.
Walaupun niat perjodohan itu akan dilakukan, Pak Mardi beserta Ibu tidak semena-mena memaksa Mae, mereka tetap bermusyawarah dan
menghargai keputusan Mae. Karena kedua pasang suami-istri itupun tidak mau kalau Mae merasa terhina dan merasa ditawar-tawarkan, mereka hanya
ingin Mae dapat menghargai usaha mereka scene 23. Mae sudah menceritakan niat perjodohan itu kepada tiga orang temannya,
dan sudah mempunyai rencana untuk membantu Mae. Sebagai seorang anak, Mae bersikap baik di depan orang tuanya seolah-olah menyetujui akan
perjodohan tersebut. Namun di sisi lain Mae telah membuat rencana gila bersama teman-temannya. Mae memberi isyarat dengan sapu tangan berwarna
merah tanda ia tidak suka dengan calon jodohnya, melalui isyarat itu, ketiga
temannya melakukan aksi selanjutnya yaitu mengancam dan menghajar calon jodoh Mae agar tidak datang lagi untuk menemui Mae sequence3.
Semakin membuat penonton enggan meninggalkan film ini ketika calon- calon jodoh Mae mulai datang ke rumah. Mulai dari Ramlan dengan profesi
gurunya, dengan gaya kunonya bermodal motor bebek scene 24-27. Calon ke dua adalah Kamin, pemuda yang tidak jauh beda dengan Ramlan, dengan
aksen bicaranya yang selalu menggunakan kata ‘dari pada’, juga bermodal sepeda motor model lama scene 28-31 . Calon jodoh ke tiga adalah seorang
body guard, bertubuh kekar dan punya tampang yang sangar scene 37-41. Namun dari ketiga calon tersebut, tidak ada satupun yang membuat Mae
terpikat. Konflik cerita semakin terlihat ketika Ibunya Mae jatuh sakit karena Mae tidak juga menikah.
Elemen Strategi Penulisan
Sintaksis Penulisan cerita menempatkan tokoh Mae sebagai korban dari
perjodohan dari orang tuanya. Skrip
Penekanan cerita jelas pada praktik perjodohan yang ternyata menimbulkan dampak negatif terhadap para calon jodoh Mae
tersebut. Karena calon-calon tersebut harus menerima ancaman dan bogem mentah dari sahabat-sahabat Mae. Dampak negatif-
pun imbas pada Ibunya yang harus jatuh sakit karena kecewa Mae tidak juga menikah.
Tematik 1 Orang tua Mae mencarikan jodoh buat Mae. 2 Mae tidak
meyukai calon-calon yang dicarikan kedua orang tuanya. 3 Mae meminta bantuan ketiga sahabatnya untuk memberi
pelajaran bagi calon-calon yang tidak ia sukai agar tidak
kembali lagi. Retoris
Keadaan Mae yang tomboy, dan profesi penganggurannya yang tidak dapat dibanggakan serta ketakutan orang tua akan
predikat “perawan tua” terhadap anaknya, dijadikan alasan bagi orang tua Mae untuk menjodohkan Mae.
3. Frame : Mencari Bantuan Paranormal Agar Segera Menikah