ANALISIS KETERAMPILAN PREDIKSI DAN MENGKOMUNIKASIKAN PADA MATERI ASAM-BASA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING SISWA KELAS XI IPA4

(1)

ANALISIS KETERAMPILAN PREDIKSI DAN MENGKOMUNIKASIKAN PADA MATERI ASAM-BASA MELALUI PENERAPAN MODEL

PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING SISWA KELAS XI IPA4

Oleh SITI AISAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

ANALISIS KETERAMPILAN PREDIKSI DAN MENGKOMUNIKASIKAN PADA MATERI ASAM-BASA MELALUI PENERAPAN MODEL

PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

SISWA KELAS XI IPA4

Oleh SITI AISAH

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan prediksi dan meng-komunikasikan pada materi asam-basa melalui penerapan model pembelajaran problem solving untuk kelompok kognitif siswa kategori tinggi, sedang, dan ren-dah. Penelitian ini menggunakan metode pre eksperimen dengan One Shot Case Study Design. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MAN 1 Bandar Lam-pung kelas XI IPA 4 semester genap Tahun Ajaran 2012-2013. Analisis data menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan: (1) keterampilan prediksi, hampir separuh siswa berkriteria sangat baik, dan sebagian besar berkri-teria baik untuk kelompok tinggi; hampir separuh siswa berkriberkri-teria baik dan seba-gian kecil berkriteria sangat baik, cukup dan kurang untuk kelompok sedang; se-bagian besar siswa berkriteria baik, dan sese-bagian kecil berkriteria sangat baik, cu-kup, dan kurang untuk kelompok rendah. (2) Pada keterampilan mengkomunika-sikan, seluruh siswa berkriteria sangat baik untuk kelompok tinggi; hampir selu-ruh siswa berkriteria sangat baik dan sebagian kecil berkriteria baik untuk


(3)

kelompok sedang dan rendah. Kelompok tinggi memiliki keterampilan prediksi dan mengkomunikasikan lebih tinggi daripada kelompok sedang dan rendah.

Kata kunci: problem solving, prediksi, komunikasi, kelompok tinggi, kelompok sedang, kelompok rendah


(4)

(5)

(6)

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Pembelajaran Model Problem Solving... 9

B. Keterampilan Proses Sains ... 11

C. Kemampuan Kognitif……… 14

D. Konsep………. ... 15

E. Kerangka Pemikiran... 19

F. Anggapan Dasar ……… 21

G. Hipotesis ……….……….. 22

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 23


(7)

vi

B. Sumber Data……….. 23

C. Metode dan Desain Penelitian ... 23

D. Instrumen Penelitian…………... 24

E. Validitas Instrumen Penelitian……….. 25

F. Prosedur Penelitian... 26

G. Teknik Pengelompokkan Siswa………. 27

H. Teknik Analisis Data……….. ... 29

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Hasil Penelitian ……… ... 32

B. Pembahasan ... 37

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Simpulan ... 52

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Pemetaan... ... 64

2. Silabus………... 74

3. RPP... ... 81

4. Lembar Kerja Siswa... 118

5. Kisi-kisi Soal postes ... ... 152

6. Soal Postes ... 160

7. Jawaban Postes... 164

8. Rubrik Penilaian Pretes ... 168

9. Lembar Observasi Guru………. ... 180

10. Lembar Aktivitas... ... 186

11. Lembar Afektif ... ... 192

12. Lembar Psikomotor ... 201

13. Angket ... 207


(8)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan di Sekolah Menengah Atas (SMA). Ilmu ini mempelajari berbagai fenomena alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur, dan sifat serta perubahan yang meli-batkan keterampilan dan penalaran. Berdasarkan hal tersebut, maka pembelajaran kimia harus lebih diarahkan pada proses pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa untuk memperoleh berbagai keterampilan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu keterampilan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan harus dimiliki oleh siswa setelah mengalami pembela-jaran kimia adalah Keterampilan Proses Sains (KPS).

KPS adalah kegiatan dalam mengajarkan sains yang berhubungan dengan menga-mati, mengklasifikasikan, menyimpulkan, prediksi dan mengkomunikasikan yang merupakan bagian dari pengajaran sains. Pembelajaran dengan keterampilan pro-ses, siswa diajak untuk mengetahui dan memahami proses suatu produk kimia di-peroleh, mulai dari perumusan masalah sampai dengan membuat kesimpulan. Pembelajaran dengan melatihkan KPS dapat memberikan jembatan yang sangat baik bagi siswa untuk lebih memahami konsep-konsep ilmu sains terutama kimia,


(9)

karena membuat siswa mampu mengaitkan fakta-fakta yang terjadi dengan kon sep-konsep yang telah dimiliki.

Fakta yang terdapat di lapangan, pembelajaran kimia di sekolah belum mengarah pada proses pembelajaran tersebut. Pembelajaran di sekolah cenderung hanya menghadirkan konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori saja. Siswa dituntut untuk menghapal tanpa memberikan pengalaman secara langsung proses ditemu-kannya konsep, hukum, dan teori tersebut, serta aplikasi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa yang menyebabkan KPS yang dimiliki siswa kurang berkembang. Hal ini, mengakibatkan siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi dan menghubungkannya dengan fenomena di lingkungan sekitar, serta tidak dapat merasakan manfaat dari pem-belajaran sehingga KPS siswa rendah.

Hal ini diperkuat dengan observasi yang dilakukan di MAN 1 Bandar Lampung. Proses pembelajaran yang diterapkan masih menggunakan pembelajaran konven-sional, yang disertai dengan metode diskusi dan eksperimen. Akan tetapi sebagi-an besar dari kegiatsebagi-an pembelajarsebagi-an masih berpusat pada guru. Pada proses pem-belajaran siswa hanya mengikuti instruksi dari guru, sebagian besar konsep lang-sung diberikan oleh guru dan guru tidak terbiasa membimbing siswa untuk mem-bangun konsep.

Fakta ini, tidaklah sesuai dengan kurikulum KTSP yang dalam proses pembelajar-annya menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran. Guru hanya berperan se-bagai fasilitator dan motivator. KTSP menuntut siswa untuk memiliki kompetensi khusus dalam semua mata pelajaran setelah proses pembelajaran dilakukan.


(10)

Hal di atas dapat diatasi dengan memilih model pembelajaran yang dapat melibat-kan siswa secara aktif dan mandiri menemumelibat-kan masalah dalam kehidupan, mengaitkannya dengan konsep yang telah didapat, serta dapat melatihkan KPS siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pro-blem solving.

Model problem solving adalah model yang menyajikan materi pelajaran dengan menghadapkan siswa kepada persoalan yang harus dipecahkan atau diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini, siswa diharuskan melakukan penyelidikan otentik untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang diberikan. Mereka menganalisis dan merumuskan masalah, mengumpulkan informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, menetapkan jawa-ban sementara (hipotesis), menguji kebenaran hipotesis dan menarik kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Basori (2010) menunjukkan bahwa model kegiatan laboratorium berbasis problem solving secara signifikan dapat lebih meningkatkan KPS pada pembelajaran konsep cahaya. Selain itu, ha-sil penelitian Pusparini (2012) tentang analisis KPS siswa SMA pada materi titrasi asam-basa dengan menggunakan model problem solving, menunjukkan bahwa KPS siswa memiliki persentase rata-rata sebesar 78,83% yang memiliki tafsiran “hampir separuhnya”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa model pem-belajran problem solving dapat meningkatkan KPS siswa.

KPS meliputi keterampilan intelektual atau keterampilan berfikir. Gambaran ting-kat pengetahuan atau intelektual siswa terhadap suatu materi pelajaran yang telah dipelajari dan digunakan sebagai bekal untuk memperoleh pengetahuan yang


(11)

lebih luas dan kompleks adalah kemampuan kognitif (Winarni, 2006). Siswa sebagai individu yang unik dan berbeda antara siswa yang satu dengan lainnya dalam kelas, dapat dilihat dari kemampuan kognitifnya. Berdasarkan kemampuan kognitifnya, maka ada tiga kelompok siswa yaitu kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Siswa memiliki tingkat kemampuan kognitif berbeda kemudian diberi pengajaran yang sama, maka hasil yang diperoleh akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuannya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulastri (2012) mengenai analisis KPS siswa pada materi hidrolisis garam dengan menggunakan model problem solving, me-nunjukkan bahwa KPS siswa kelompok kognitif tinggi memiliki kriteria tingkat kemampuan sangat tinggi dengan persentase 82,4%, siswa kelompok kognitif se-dang memiliki kriteria baik dengan persentase 70,9%, dan untuk siswa kelompok kognitif rendah memiliki kriteria cukup dengan perentase 58,9%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa KPS yang dimiliki siswa sesuai dengan kemampuan kognitif siswa dan model problem solving dapat mengembangkan KPS siswa ke-lompok tinggi, sedang, dan rendah.

Salah satu materi kimia yang dapat mengembangkan KPS siswa menggunakan model pembelajaran problem solving adalah materi asam-basa dengan kompetensi dasar yang harus dicapai siswa kelas XI IPA semester genap yaitu, mendeskripsi-kan teori-teori asam-basa dengan menentumendeskripsi-kan sifat larutan dan menghitung pH la-rutan. Materi asam-basa ini dipilih karena banyak fenomena dalam kehidupan se-hari-hari yang berkaitan dengan materi ini, misalnya rasa asam pada buah-buahan,


(12)

pemanfaatan senyawa basa dalam mengobati sakit maag, pemanfaatan kapur un-tuk menetralkan tanah pertanian yang asam, dan lain sebagainya.

Pada materi asam-basa KPS yang dapat dikembangkan, diantaranya yaitu kete-rampilan prediksi dan mengkomunikasikan. Memprediksi merupakan keterampi-lan meramal yang akan terjadi, berdasarkan gejala yang ada. Keteraturan dalam lingkungan mengizinkan kita untuk mengenal pola dan untuk memprediksi terha-dap pola-pola apa yang mungkin terha-dapat diamati. Setelah melakukan pengamatan langsung, keterampilan yang dibutuhkan selanjutnya adalah keterampilan meng-komunikasikan. Pada keterampilan ini siswa dituntut agar mampu menjelaskan hasil percobaan, menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel atau diagram, membaca informasi dalam grafik atau diagram, menyusun dan menyampaikan la-poran secara sistematis dan jelas..

Pada materi asam-basa setelah siswa melakukan percobaan mengenai penentuan larutan asam-basa dengan indikator kertas lakmus dan indikator universal, siswa belajar mengkomunikasikan hasil percobaan yang diperoleh ke dalam bentuk ta-bel setelah itu siswa mengamati hasil pengamatan tersebut dan mengamati pola-pola yang ada dari hasil pengamatan. Setelah siswa mengamati pola-pola-pola-pola yang ada pada hasil pengamatan maka baik siswa pada kelompok tinggi maupun ke-lompok sedang dan rendah dapat memprediksi suatu sampel yang belum diketahui sifatnya asam atau basa berdasarkan pola-pola yang diperoleh dari hasil pengama-tan sebelumnya.


(13)

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian ini dengan judul “Analisis Keterampilan Prediksi dan Mengkomunikasikan pada Materi Asam-Basa melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Siswa Kelas XI IPA4”.

B.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana keterampilan siswa dalam memprediksi pada materi asam-basa me-lalui penerapan model pembelajaran problem solving untuk kelompok kognitif siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah?

2. Bagaimana keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan pada materi asam-basa melalui penerapan model pembelajaran problem solving untuk kelompok kognitif siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah ?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk men-deskripsikan keterampilan prediksi dan mengkomunikasikan pada materi asam-basa melalui penerapan model pembelajaran problem solving untuk kelompok kognitif siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah.


(14)

D.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi siswa:

Melalui penerapan model pembelajaran problem solving dapat memberikan pengalaman belajar secara langsung kepada siswa dan melatih keterampilan prediksi dan mengkomunikasikan pada materi asam-basa.

2. Bagi guru dan calon guru:

Model pembelajaran problem solving dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan pada materi asam basa dan melatih keterampilan prediksi dan mengkomunikasikan siswa kelas XI IPA.

E.Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Lokasi penelitian adalah MAN 1 Bandar Lampung

2. Keterampilan memprediksi dapat diartikan sebagai keterampilan membuat ra-malan tentang segala hal yang akan terjadi, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.

3. Keterampilam mengkomunikasikan yang diteliti pada penelitian ini adalah ke-terampilan siswa dalam mengkomunikasikan data hasil percobaan ke dalam bentuk tabel dan mengkomunikasikan data tabel ke dalam bentuk narasi. 4. Materi kimia yang dibahas dalam penelitian ini adalah asam-basa Arrhenius. 5. Model problem solving terdiri dari lima tahap. Tahap satu yaitu


(15)

dapat digunakan untuk memecahkan masalah, tahap tiga yaitu menetapkan ja-waban sementara dari masalah, tahap empat yaitu menguji kebenaran jaja-waban sementara, dan tahap lima yaitu menarik kesimpulan (Depdiknas dalam Nessinta, 2009).

6. Kelompok tinggi, sedang dan rendah merupakan kelompok kognitif siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran Problem Solving

Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyaji-kan materi dengan menghadapmenyaji-kan siswa kepada persoalan yang harus dipecahmenyaji-kan. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses problem solv-ing memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri informasi dan diolah menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan. Dengan kata lain, problem solving menuntut kemampuan memproses informasi untuk membuat keputusan tertentu (Hidayati dalam

Septiana, 2012).

Tahap-tahap model problem solving (Depdiknas, 2008) yaitu meliputi : 1. Mengorientasikan siswa pada masalah.

2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain.

3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada tahap ke-dua di atas.

4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam tahap ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa ja-waban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jaja-waban se-mentara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban


(17)

ini tentu saja diperlukan model model lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.

5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan ter-akhir tentang jawaban dari masalah tadi (Nessinta, 2009).

Problem solving bukan perbuatan yang sederhana, akan tetapi lebih kompleks dari pada yang diduga. Problem solving memerlukan keterampilan berpikir yang ba-nyak ragamnya termasuk mengamati, melaporkan, mendeskripsi, menganalisis, mengklasifikasi, menafsirkan, mengkritik, meramalkan, menarik kesimpulan, dan membuat generalisasi berdasrkan informasi yang dikumpulkan dan diolah. Untuk memecahkan masalah kita harus melokasi informasi, menampilkannya dari ingat-an lalu memprosesnya dengingat-an maksud untuk mencari hubungingat-an, pola, atau pilihingat-an baru.

Kelebihan dan kekurangan model problem solving menurut Dzamarah dan Zain (2002) adalah sebagai berikut:

1. Kelebihan model problem solving

a. Metode ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan de-ngan kehidupan.

b. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil. c. Metode ini merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara

kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak me-lakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya.

2. Kekurangan model problem solving

a. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan ting-kat berfikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan penga-laman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan ke-terampilan guru

b. Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlu-kan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pela-jaran lain


(18)

c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima in-formasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berfikir memecahkan per-masalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berba-gai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.

B. Keterampilan Proses Sains

Menurut Depdikbud (Dimyati, 2006) pendekatan keterampilan proses dapat di-artikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa. Keterampilan-keterampilan dasar tersebut dalam IPA disebut KPS.

Hartono (Fitriani, 2009) mengemukakan:

Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS. Dalam pem-belajaran IPA, aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat berlangsungnya pro-ses sains. KPS terdiri dari beberapa keterampilan yang satu sama lain berka-itan dan sebagai prasyarat. Namun pada setiap jenis keterampilan proses ada penekanan khusus pada masing-masing jenjang pendidikan.

KPS merupakan keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh seseorang. Indrawati (Sulastri, 2012) menyatakan bahwa KPS adalah keseluruhan keteram-pilan ilmiah yang terarah (baik kognitif atau psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau teori untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya atau untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu pene-muan.

Menurut Rustaman (Rachmania 2012), KPS melibatkan keterampilan-keterampil-an kognitif (intelektual), mketerampilan-keterampil-anual, dketerampilan-keterampil-an sosial. Keterampilketerampilan-keterampil-an kognitif (intelektual)


(19)

terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses, siswa menggunakan pikir-annya. Keterampilan manual jelas terlibat karena siswa melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Sedangkan keteram-pilan sosial dimaksudkan bahwa siswa dapat berinteraksi dengan sesamanya da-lam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan.

Tahapan-tahapan pendekatan pembelajaran KPS menurut Dimyati dan Mudjiono (2002):

Pendekatan keterampilan proses lebih cocok diterapkan pada pembelajaran sains. Pendekatan pembelajaran ini dirancang dengan tahapan: (1) Penam-pilan fenomena. (2) apersepsi, (3) menghubungkan pembelajaran dengan pengetahuan awal yang dimiliki siswa, (4) demonstrasi atau eksperimen, (5) siswa mengisi lembar kerja. (6) guru memberikan penguatan materi dan penanaman konsep dengan tetap mengacu kepada teori permasalahan.

Penerapan pendekatan pembelajaran KPS memungkinkan siswa untuk mengem-bangkan kemampuan-kemampuan yang pada dasarnya sudah dimiliki oleh siswa. Hal itu didukung oleh pendapat Arikunto (2004):

“Pendekataan berbasis keterampilan proses adalah wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya ke-terampilan-keterampilan intelektual tersebut telah ada pada siswa. “

Terdapat empat alasan mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari menurut Setiawan (Hariwibowo, 2009) , yaitu:

(1) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin ce-pat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa. (2) Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami kon-sep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret. (3) Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak


(20)

bersifat mutlak 100 %, tapi bersifat relatif. (4) Dalam proses belajar menga-jar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.

Keterampilan proses merupakan konsep yang luas, sehingga Para ahli banyak yang mencoba menjabarkan keterampilan proses menjadi aspek-aspek yang lebih rinci. Menurut Funk (Nur, 1996) keterampilan proses terdiri dari: Keterampilan proses tingkat dasar yang terdiri dari mengobservasi, mengklasifikasi, meng-komunikasikan, mengukur, memprediksi, menyimpulkan, dan keterampilan pro-ses terpadu yang terdiri dari menentukan variabel, menyusun tabel data, membuat grafik, menghubungkan antar variabel, memproses data, menganalisis, penyelidik-an, menyususn hipotesis, menentukan variabel, merencanakan penyelidikpenyelidik-an, dan bereksperimen.

Menurut Dimyati dan Moedjiono (2002), ada berbagai keterampilan dalam kete-rampilan proses sains, ketekete-rampilan-ketekete-rampilan tersebut terdiri dari keteram-pilan-keterampilan dasar (basic skills) dan keterampilan-keterampilan terintegrasi atau terpadu (integrated skills). Keterampilan-keterampilan dasar terdiri dari enam keterampilan, yakni: mengamati (mengobservasi), mengklasifikasi, mengu-kur, memprediksi, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan.

Keterampilan memprediksi menurut Dimyati dan Moedjiono (2002) dapat diarti- kan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecende-rungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.


(21)

Menurut Dimyati dan Moedjiono (2002), mengkomunikasikan dapat diartikan se-bagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengeta-huan dalam bentuk tulisan, gambar, gerak, tindakan, atau penampilan misalnya dengan berdiskusi, mendeklamasikan, mendramakan, mengungkapkan, melapor-kan (dalam bentuk lisan, tulisan, gerak, atau penampilan).

C.Kemampuan Kognitif

Siswa sebagai individu yang unik dan berbeda antara siswa yang satu dengan yang lain dalam kelas, dapat dilihat dari kemampuan kognitifnya. Menurut Winarni (2006), kemampuan kognitif merupakan gambaran tingkat pengetahuan siswa terhadap suatu materi pelajaran yang telah dipelajari dan digunakan sebagai bekal untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan kompleks. Berdasar-kan kemampuan kognitif, maka ada tiga kelompok siswa, yaitu siswa puan kognitif tinggi, siswa berkemampuan kognitif sedang, dan siswa berkemam-puan kognitif rendah.

Kemampuan kognitif berpengaruh kepada prestasi belajar siswa. Menurut Nasution dalam Prayitno (2010), siswa berkemampuan kognitif tinggi cenderung memiliki prestasi belajar lebih tinggi dibandingkan dengan siswa berkemampuan kognitif sedang dan rendah. Pemberian pengalaman belajar yang sama akan memberi prestasi belajar yang berbeda hal ini disebabkan karena adanya

perbedaan kemampuan kognitif. Anderson dan Pearson (1984); Nasution (1988); dan Usman (1996) dalam Winarni (2006) menyatakan bahwa apabila siswa memiliki tingkat kemampuan kognitif berbeda kemudian diberi pengajaran yang sama, maka hasil yang diperoleh akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat


(22)

kemampuannya. Corebima (2006) menyatakan bahwa kesenjangan antara siswa berkemampuan atas dan bawah harus diperhatikan oleh pendidik dalam

pembelajaran, diharapkan kesenjangan tersebut semakin diperkecil, baik dalam proses maupun hasil akhir pembelajaran melalui strategi yang memberdayakan potensi siswa berkemampuan berbeda ini.

D.Konsep

Markle dan Tieman (Fadiawati, 2011) mendefinisikan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada satupun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan de-ngan konsep-konsep lain yang berhubude-ngan.

Lebih lanjut lagi, Herron et al. (Fadiawati, 2011) mengemukakan bahwa analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru da-lam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur ini telah digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta Klausemer dkk. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep, contoh, dan non contoh.


(23)

16

Label

Konsep Definisi Konsep

Jenis Konsep

Atribut Posisi Konsep

Contoh Non

Contoh

Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Larutan asam

Larutan asam adalah larutan yang melepaskan ion H+ dalam air menurut teori Arrhenius, dimana konsentrasi ion H+ menunjukan kekuatan asam suatu larutan yang dinyatakan dengan derajat keasaman (pH), spesi yang mendonorkan proton menurut teori Bronsted-Lowry, dan menerima

pasangan elektron menurut teori Lewis. Konsep Abstrak •Larutan asam •Kekuatan asam •Derajat keasaman (pH) • Larutan asam •Konsentrasi

ion H+

•Larutan • Larutan elektrolit • Larutan non elektrolit •Kekuatan asam •Derajat keasaman (pH)

•Larutan HCl •Larutan

CH3COOH

• Larutan NaCl


(24)

17 basa melepaskan ion

OH– di dalam air menurut teori Arrhenius, dimana larutan asam basa tersebut dapat diidentifikasi sifatnya dengan menggunakan indikator asam basa, spesi yang menerima proton menurut Bronsted-Lowry, dan melepaskan pasangan elektron menurut Lewis.

Abstrak basa •Indikator

asam basa

basa • Konsentrasi

ion OH

-elektrolit • Larutan non elektrolit asam-basa NaOH • Larutan

NH4OH

C6H12O6

Kekuatan asam basa

Kemampuan spesi asam atau basa untuk menghasilkan ion H+ atau ion OH- dalam air yang bergantung pada derajat keasaman (pH) Konsep abstrak • Kekuatan asam basa • Derajat keasaman • Konsentrasi ion H+

• Larutan Asam • Larutan basa • Konsep pH,pOH dan pKw • Derajat ionisasi • Tetapan ionisasi asam (Ka) • Tetapan ionisasi basa (Kb)

• Asam kuat = H2SO4 • Basa kuat

= NaOH

• Asam kuat=

CH3COOH

• Basa kuat = NH4OH


(25)

18 suatu larutan yang

bergantung pada konsentrasi ion H+

abstrak contoh konkrit

keasaman (pH)

ion H basa

Arrhenius •

pKw CH3COOH

0,1 M = 3

CH3COOH

0,1 M = 1

Indikator asam basa

Suatu spesi yang digunakan untuk mengetahui sifat asam atau basa dari suatu larutan berdasarkan trayek pH pada indikator yang digunakan Konsep konkrit •Indikator asam basa •Trayek pH Larutan yang diuji • Asam basa arrhenius •pH larutan • pp • Bromtimol • Metil orange • Larutan sukrosa


(26)

E.Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini diteliti bagaimana keterampilan siswa dalam memprediksi dan mengkomunikasikan pada materi asam-basa untuk kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Siswa yang menempuh pendidikan di MAN 1 Bandar Lampung pada umumnya memiliki kemampuan kognitif yang heterogen. Kemampuan kognitif siswa dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu tinggi, sedang dan rendah. Pada proses pembelajaran siswa dikelompokkan secara heterogen. Penelitian ini hanya menggunakan satu kelas yang diberi perlakuan dengan pembelajaran meng-gunakan pembelajaran problem solving.

Problem Solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa

dengan persoalan yang harus dipecahkan. Pada pembelajaran problem solving pe-serta didik dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran dalam artian siswa lebih mendominasi dari pada guru sehingga siswa dapat mengembangkan ide-ide atau daya pikir yang mereka miliki dalam memecahkan suatu masalah. Adapun tahapan dalam model problem solving yaitu, tahap satu mengorientasikan masa-lah. Pada tahap ini, guru mengajukan fenomena untuk memunculkan masalah dan mengembangkan rasa ingin tahu siswa dalam rangka memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah tersebut.

Seperti pertemuan pertama, siswa diberi fenomena mengenai air jeruk yang memi-liki rasa asam dan termasuk sampel yang bersifat asam, serta air kapur sirih yang memiliki rasa pahit dan termasuk sampel yang bersifat basa. Tidak semua sampel yang bersifat asam dan basa dapat ditentukan sifatnya dengan mencicipinya, ka-rena ada sebagian yang bersifat racun. Fenomena ini menimbulkan rasa ingin


(27)

tahu siswa bagaimana cara menentukan suatu sampel bersifat asam atau basa tanpa harus mencicipinya dan apakah yang menyebabkan larutan bersifat asam dan basa. Dari orientasi tersebut siswa dapat menentukan permasalahan yang dihadapi.

Tahap yang kedua, siswa diminta mencari data atau keterangan yang dapat digu-nakan untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini siswa mengumpulkan data se-banyak-banyaknya untuk menjawab permasalah yang diperoleh dari tahap perta-ma. Pada tahap tiga siswa diminta menetapkan jawaban sementara dari masalah yang telah dirumuskan pada tahap pertama. Setelah memperoleh berbagai data dari tahap kedua, siswa dapat menuliskan jawaban sementara dari permasalah ter-sebut.

Setelah itu, tahap empat siswa diminta menguji kebenaran jawaban sementara sa-lah satunya dengan melakukan percobaan (praktikum). Pada pertemuan pertama siswa melakukan percobaan mengenai identifikasi asam-basa dengan mengguna-kan kertas lakmus. Setelah melakumengguna-kan praktikum siswa dilatih untuk mengkomu-niksikan data hasil percobaan ke dalam bentuk tabel. Setelah membuat tabel siswa menganalisis data yang diperoleh tersebut dan selanjutnya berdiskusi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di LKS. Melalui diskusi terjalin komunikasi dan saling tukar pendapat antar siswa dalam kelompok. Dalam satu kelompok ter-dapat siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah. Siswa kelompok tinggi yang memiliki kemampuan tinggi akan membantu temannya yang berkemampuan se-dang dan rendah sehingga terjalin interaksi yang dapat membuat siswa menjadi aktif dan berani mengemukakan pendapat.


(28)

Pada tahap kelima, siswa diminta untuk menarik kesimpulan dari pemecahan ma-salah tersebut. Dari hasil diskusi yang telah dilakukan siswa dapat menyimpulkan pemecahan masalah dari rumusan masalah pada tahap pertama dan mengetahui jawaban sementara yang ditulis pada tahap ketiga sesuai atau tidak. Setelah siswa dapat menyimpulkan maka siswa dilatih untuk memprediksi sesuatu yang akan terjadi dengan menggunakan pola-pola yang diperoleh dari hasil pengamatan yang telah dilakukan. Jika terdapat sampel yang tidak diketahui sifatnya asam atau ba-sa akan tetapi diketahui perubahan warna kertas lakmus pada ba-sampel tersebut maka siswa dapat memprediksikan sifat sampel tersebut asam atau basa berdasar-kan pola-pola yang diperoleh dari percobaan pada tahap ke empat.

Dengan demikian, model pembelajaran ini memberikan kesempatan untuk mengembangkan berbagai kemampuan yang dimiliki siswa yaitu keterampilan prediksi dan mengkomunikasikan. Dengan berpikir apabila diberikan tes tertulis yang berbasis KPS, siswa dapat dianalisis keterampilan memprediksi dan meng-komunikasikannya. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran ini maka siswa yang memiliki kemampuan kognitif tinggi akan memiliki keterampilan mempre-diksi dan mengkomunikasikan yang sangat baik pula.

F. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA4 semester genap MAN 1 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi subyek penelitian mempunyai kemampuan kognitif yang heterogen.


(29)

G.Hipotesis

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:

Semakin tinggi tingkat kemampuan kognitif siswa, maka semakin tinggi juga ke-terampilan siswa dalam memprediksi dan mengkomunikasikan.


(30)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.Subyek Penelitian

Kelas XI IPA tahun ajaran 2012/2013 di MAN 1 Bandar Lampung terdapat 4 kelas. Penentuan subyek penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu berdasarkan pertimbangan kelas yang memiliki karakteristik kemampuan kognitif yang heterogen dan diperoleh subyek penelitian ini yaitu siswa kelas XI IPA4 MAN 1 Bandar Lampung dengan jumlah siswa sebanyak 49 siswa.

B.Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Sumber data primer, yaitu berupa data hasil tes setelah pembelajaran (posttest), lembar observasi (kinerja guru dan aktivitas siswa) dan angket siswa.

2. Sumber data sekunder, yaitu nilai ulangan harian mata pelajaran kimia.

C.Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pre-eksperimen dengan desain pene-litian yang digunakan adalah one shot case study. Pada desain ini hanya diberi suatu perlakuan kemudian diobservasi. Menurut Craswell (1997),penelitian dengan desain


(31)

ini digambarkan sebagai berikut ini:

Keterangan: X = Perlakuan yang diberikan O = posttest

D.Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitin ini adalah:

1. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) materi asam-basa 2. Lembar Kerja Siswa (LKS)

LKS yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak tiga LKS, yaitu LKS 1 mengenai penentuan asam-basa melalui percobaan, LKS 2 konsep pH, pKw dan pOH, dan LKS 3 asam lemah basa lemah. LKS ini digunakan untuk memandu siswa dalam melaksanakan kegiatan model problem solving serta untuk

mengetahui keterampilan prediksi dan mengkomunikasikan siswa saat pembelajaran berlangsung.

3. Tes Tertulis

Tes tertulis pada penelitian ini berupa soal essay berjumlah 6 soal yang digunakan untuk mengetahui keterampilan siswa dalam memprediksi dan

mengkomunikasikan pada materi asam-basa melalui penerapan model pembelajaran problem solving.

4. Lembar Observasi

Lembar observasi dalam penelitian ini yaitu kinerja guru dan aktivitas siswa. Lembar observasi berupa check list yang digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan dengan


(32)

menggunakan model Problem Solving serta KPS siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

5. Angket

Angket digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan dengan menggunakan model Problem Solving siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Daftar pertanyaan bersifat tertutup, yaitu alternatif jawaban telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.

E.Validitas Instrumen Penelitian

Data yang diperoleh dari hasil penelitian haruslah data yang sahih atau dapat diper-caya, oleh karena itu instrumen yang digunakan harus valid. Validitas atau kesahih-an adalah suatu indeks ykesahih-ang menunjukkkesahih-an alat ukur tersebut benar-benar mengukur apa yang diukur (Noor, 2012).

Validitas instrumen ini menggunakan validitas isi. Adapun pengujian kevalidan isi ini dilakukan dengan cara judgment yang dilakukan berdasarkan pertimbangan dosen ahli dengan melihat kesesuaian antara butir soal dengan indikator keterampilan pro-ses sains yang akan diukur. Dalam hal ini dilakukan oleh Ibu Dra. Ila Rosilawati, M.Si dan Bapak Drs. Tasviri Efkar, M.S. sebagai dosen pembimbing penelitian.


(33)

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan adalah : 1. Observasi pendahuluan

a. Mengadakan observasi ke sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan informa-si mengenai data informa-siswa, karakteristik informa-siswa, metode yang digunakan guru kimia dalam mengajar, dan sarana pendukung pelaksanaan penelitian.

b. Menentukan kelas yang digunakan sebagai subyek penelitian berdasarkan karak-teristik siswa dan pertimbangan guru mata pelajaran kimia.

2. Pelaksanaan penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a. Tahap persiapan

1) Menyusun instrumen penelitian yang akan digunakan selama proses pembela-jaran di kelas.

2) Meminta data nama dan niai siswa pada materi sebelumnya, untuk mengelom-pokkan siswa ke dalam kelompok tinggi, sedang dan rendah.

b. Tahap pelaksanaan proses pembelajaran

1) Pelaksanaan proses pembelajaran di kelas yang menjadi subjek penelitian yaitu dengan model pembelajaran problem solving.

2) Memberikan posttest

3) Memberikan angket kepada siswa setelah pembelajaran mengenai materi asam-basa.


(34)

Tahap Persiapan

Tahap Pelaksanaan

Tahap Akhir c. Tahap akhir

1) Menganalisis jawaban tes tertulis siswa dan jawaban angket untuk memperoleh informasi mengenai KPS siswa.

2) Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian. 3) Tahap penarikan kesimpulan

Gambar 1. Bagan Alur Pelaksanaan Penelitian

G.Teknik Pengelompokan Siswa

Pengelompokan siswa dilakukan dengan tahapan membuat daftar distribusi fre-kuensi, setelah itu menghitung rata-rata nilai ulangan harian mata pelajaran kimia

Pembuatan instrumen penelitian

Validasi Perbaikan instrumen penelitian

Pembelajaran Menggunakan Model Problem Solving Mengobservasi

Proses Pembelajaran

Posttest Angket

Mengolah data

Menganalisis data

Hasil dan pembahasan


(35)

dan standar deviasi. Berikut ini langkah-langkah dalam mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan kognitif adalah sebagai berikut:

1. Membuat daftar distribudi frekuensi a. Menentukan rentang kelas (R)

R = Data nilai terbesar – Data nilai terkecil b. Menentukan banyak kelas (k)

K = 1 + (3.3) log n

Dimana n = banyaknya siswa

c. Menghitung panjang kelas (p)

P =

d. Menentukan ujung bawah kelas interval pertama

2. Menghitung nilai rata-rata siswa dengan menggunakan persamaan:

.

Keterangan : = Nilai rata-rata siswa

fi.xi = Jumlah frekuensi dikalikan dengan nilai siswa ∑ = Jumlah frekuensi

3. Menghitung standar deviasi

Keterangan : SD = Standar Deviasi

Fxi2 = Jumlah semua frekuensi dikalikan dengan kuadrat nilai n = Jumlah subyek


(36)

4. Mengelompokkan siswa berdasarkan kriteria pengelompokan menurut Sudijono (2008).

Tabel 2 Kriteria pengelompokkan siswa

Kriteria pengelompokkan Kriteria

Nilai ≥ mean + SD Tinggi

Mean – SD ≤ nilai < mean + SD Sedang

Nilai < mean – SD Rendah

5. Berdasarkan langkah 1-4 maka diperoleh data seperti pada tabel 3. Tabel 3. Data pengelompokkan siswa

Kriteria pengelompokkan Kriteria Jumlah Siswa

Nilai ≥ 84,50 Tinggi 8

61,88 ≤ nilai < 84,50 Sedang 27

Nilai < 61,88 Rendah 14

H.Teknik Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data hasil penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pengolahan skor tes tertulis

a. Memberi skor pada setiap jawaban siswa pada tes tertulis berbentuk uraian berda-sarkan pedoman jawaban yang telah dibuat.

b. Mengelompokkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan indikator kete-rampilan prediksi dan mengkomunikasikan.

c. Menjumlahkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan indikator keteram-pilan prediksi dan mengkomunikasikan.

d. Mengubah skor menjadi nilai, dengan menggunakan persamaan: ∑


(37)

e. Menghitung rata-rata nilai siswa pada setiap kelompok tinggi, sedang, dan rendah untuk keterampilan prediksi dan mengkomunikasikan dengan menggunakan persamaan:

f. Menentukan kriteria kemampuan siswa pada keterampilan prediksi dan mengkomunikasikan berdasarkan Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria Tingkat Kemampuan Nilai Kriteria 81-100

61-80 41-60 21-40 0-20

Sangat baik Baik Cukup Kurang Kurang sekali

(Arikunto, 2010)

g. Menentukan kriteria nilai rata-rata siswa pada keterampilan prediksi dan mengko-munikasikan untuk kelompok tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan Tabel 4. h. Menentukan jumlah siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk setiap

tingkat kemampuan.

i. Menentukan persentase siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk setiap tingkat kemampuan untuk menggunakan rumus di bawah ini:

% "# 100%

Keterangan : % = Persentase siswa

A = ∑ Siswa setiap tingkat kemampuan masing-masing kelompok Z = Jumlah siswa setiap kelompok

j. Menafsirkan persentase yang diperoleh dengan menggunakan kriteria yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1990).


(38)

Tabel 5. Hubungan antara nilai presentase dengan tafsiran

Persentase Tafsiran

0% Tidak ada

1%-25% Sebagian kecil

26%-49% Hampir separuhnya

50% Separuhnya

51%-75% Sebagian besar

76%-99% Hampir seluruhnya

100% Seluruhnya

2. Pengolahan skor jawaban siswa yang diperoleh dari data angket Analisis data angket dilakukan dengan cara berikut:

a. Memberikan skor untuk setiap nomor sesuai kriteria berikut ini: 1) Pilihan jawaban “Ya” diberi skor 1

2) Pilihan jawaban “Tidak” diberi skor 0

b. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari jawaban seluruh siswa pada setiap pertanyaan

c. Menentukan persentase jawaban dari skor yang didapat pada setiap pertanyaan dengan menggunakan persamaan menurut Sudjana dalam Surya (2010)

%

100%

Keterangan:

%Xin = Persentase jawaban angket-i ∑S = Jumlah skor jawaban

Smaks = Skor maksimum yang diharapkan

d. Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan tafsiran Koentjaraningrat (1990) pada Tabel 5.


(39)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian mengenai penerapan model problem solving pada materi asam-basa, dapat disimpulkan bahwa:

1. Keterampilan siswa dalam memprediksi, hampir separuh siswa berkriteria sangat baik, dan sebagian besar memiliki kriteria baik untuk kelompok tinggi, hampir seluruh siswa berkriteria baik dan sebagian kecil memiliki kriteria sangat baik, cukup dan kurang untuk kelompok sedang, sebagian besar siswa berkriteria baik dan sebagian kecil berkriteria sangat baik, cukup serta kurang untuk kelompok rendah.

2. Keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan, seluruh siswa berkriteria sangat baik untuk kelompok tinggi, hampir seluruh siswa berkriteria sangat baik dan sebagian kecil berkriteria baik untuk kelompok sedang, hampir seluruh siswa berkriteria sangat baik dan sebagian kecil berkriteria baik untuk kelompok rendah.


(40)

B.Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Pembelajaran problem solving sebaiknya diterapkan dalam pembelajaran kimia, terutama pada materi asam basa karena dapat membuat siswa menjadi aktif dan dapat melatih keterampilan prediksi dan mengkomunikasikan siswa. 2. Agar penerapan pembelajaran problem solving berjalan maksimal, sebaiknya

guru lebih memperhatikan pengelolaan waktu.

3. Bagi peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian yang sama, sebaiknya sebelum melakukan penelitian lakukanlah uji validitas dan reabilitas terhadap instrumen yang akan digunakan dalam penelitian serta melakukan pretest ter-lebih dahulu dan hasilnya digunakan untuk mengelompokkan siswa ke dalam kelompok tinggi, sedang, dan rendah.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2004. Penilaian Program Pendidikan. Bina Aksara. Jakarta. .. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Basori, H. 2011. Model Kegiatan Laboratorium Berbasis Problem Solving pada Pembelajaran Konsep Cahaya untuk Mengembangkan Keterampilan Proses Sains. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Volum 5, Nomor 3, 3 November 2011. SPs-UPI Bandung. Bandung.

Corebima, A.D. 2006. Keterampilan Proses: Pemberdayaan dan Asesmen. Makalah disajikan dalam Workshop bagi Mahasiswa dan Guru Pelaksana PTK A2 di Batu, Malang, 24 Juni 2006. Di akses tanggal 12 April 2013 dari http://phisiceducation09.blogspot.com/2013/01/pengaruh-strategi-think-pair-share-tps.

Craswell, J.W. 1997. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches.

Thousand Oaks-London-New. New Delhi. Sage Publications.

Dahar, R.W. 1996. Teori – teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Depdiknas. 2008. Rambu – Rambu Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil Belajar (PPKHB). Depdiknas. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Djamarah, B.S. dan A. Zein. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta.

Jakarta.

Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran Tentang Struktur Atom Dari SMA Hingga Perguruan Tinggi. (Disertasi). SPs-UPI Bandung. Bandung.


(42)

TP 2009-2010). (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Koentjaraningrat. 1990. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.

Nessinta, N. 2009. Penerapan Mtode Problem Solving pada Materi Pokok Asam Basa dalam Menigkatkan Hasil Belajar Siswa. (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Noor, J. 2011. Metodologi Penelitian. Kencana. Jakarta.

Nur, M. 1998. Proses Belajar Mengajar Dengan Metode Pendekatan Keterampilan Proses. SIC. Surabaya.

Oktaviani, E. 2013. Pengembangan Modul Asam-Basa Berbasis Multipel Representasi. (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Prayitno, BA. 2010. Potesi Pembelajaran Kooperatif dalam memberdayakan Prestasi Belajar Siswa Under Achievment. Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010. Diakses Tanggal 10 April 2013 dari

jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/prosbio/Article/download/1280/872 Purba, M. 2006. KIMIA SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Pusparini, R. 2012. Pengembangan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA pada Pembelajaran Titrasi Asam Basa Menggunakan Model Problem Solving. (Skripsi). FKIP UPI. Bandung . Diakses tanggal 18 Oktober 2012 dari http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0800139.pdf

Rachmania, OS. 2012. Analisis PhET Sugar And Salt Solutions dalam

membangun Konsep Larutan elektrolit dan Nonelektrolit Serta Keterampilan Proses Sains Siswa SMA. (Skripsi). FKIP UPI. Bandung .

Sadbudhy, ER dan I M Nuryata. 2010. Pembelajaran Masa Kini. Sekarmita. Jakarta.

Septiana, C. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving Pada Materi Asam-basa Dalam Meningkatkan Keterampilan Memprediksi Siswa SMAN Terbanggi Besar. (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung . Sudijono. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada.


(43)

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0807604.pdf

Surya, B. 2010. Pengembangan Media Animasi Kimia dan LKS Praktikum Berbasis Keterampilan Generik Sains Siswa Kelas XI IPA. (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung .

Susilawati, D. 2012. Efektivitas Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Keterampilan Inferensi dan Penguasaan Konsep Hukum-Hukum Dasar Kimia. (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Tim Penyusun. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Trianto. 2011. Model Pembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta.

Winarni, EW. 2006. Inovasi dalam Pembelajaran IPA. FKIP Press. Bengkulu Diakses tanggal 2 Maret 2013 dari

http://Biolgigeducationresearc.blogspot.com/2009/12/kemampuanakademik .


(1)

31

Tabel 5. Hubungan antara nilai presentase dengan tafsiran

Persentase Tafsiran

0% Tidak ada

1%-25% Sebagian kecil

26%-49% Hampir separuhnya

50% Separuhnya

51%-75% Sebagian besar

76%-99% Hampir seluruhnya

100% Seluruhnya

2. Pengolahan skor jawaban siswa yang diperoleh dari data angket Analisis data angket dilakukan dengan cara berikut:

a. Memberikan skor untuk setiap nomor sesuai kriteria berikut ini: 1) Pilihan jawaban “Ya” diberi skor 1

2) Pilihan jawaban “Tidak” diberi skor 0

b. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari jawaban seluruh siswa pada setiap pertanyaan

c. Menentukan persentase jawaban dari skor yang didapat pada setiap pertanyaan dengan menggunakan persamaan menurut Sudjana dalam Surya (2010)

% ∑ 100%

Keterangan:

%Xin = Persentase jawaban angket-i

∑S = Jumlah skor jawaban

Smaks = Skor maksimum yang diharapkan

d. Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan tafsiran Koentjaraningrat (1990) pada Tabel 5.


(2)

52

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian mengenai penerapan model problem solving pada materi asam-basa, dapat disimpulkan bahwa:

1. Keterampilan siswa dalam memprediksi, hampir separuh siswa berkriteria sangat baik, dan sebagian besar memiliki kriteria baik untuk kelompok tinggi, hampir seluruh siswa berkriteria baik dan sebagian kecil memiliki kriteria sangat baik, cukup dan kurang untuk kelompok sedang, sebagian besar siswa berkriteria baik dan sebagian kecil berkriteria sangat baik, cukup serta kurang untuk kelompok rendah.

2. Keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan, seluruh siswa berkriteria sangat baik untuk kelompok tinggi, hampir seluruh siswa berkriteria sangat baik dan sebagian kecil berkriteria baik untuk kelompok sedang, hampir seluruh siswa berkriteria sangat baik dan sebagian kecil berkriteria baik untuk kelompok rendah.


(3)

53

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Pembelajaran problem solving sebaiknya diterapkan dalam pembelajaran kimia, terutama pada materi asam basa karena dapat membuat siswa menjadi aktif dan dapat melatih keterampilan prediksi dan mengkomunikasikan siswa. 2. Agar penerapan pembelajaran problem solving berjalan maksimal, sebaiknya

guru lebih memperhatikan pengelolaan waktu.

3. Bagi peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian yang sama, sebaiknya sebelum melakukan penelitian lakukanlah uji validitas dan reabilitas terhadap instrumen yang akan digunakan dalam penelitian serta melakukan pretest ter-lebih dahulu dan hasilnya digunakan untuk mengelompokkan siswa ke dalam kelompok tinggi, sedang, dan rendah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2004. Penilaian Program Pendidikan. Bina Aksara. Jakarta. .. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Basori, H. 2011. Model Kegiatan Laboratorium Berbasis Problem Solving pada Pembelajaran Konsep Cahaya untuk Mengembangkan Keterampilan Proses Sains. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Volum 5, Nomor 3, 3 November 2011. SPs-UPI Bandung. Bandung.

Corebima, A.D. 2006. Keterampilan Proses: Pemberdayaan dan Asesmen. Makalah disajikan dalam Workshop bagi Mahasiswa dan Guru Pelaksana PTK A2 di Batu, Malang, 24 Juni 2006. Di akses tanggal 12 April 2013 dari http://phisiceducation09.blogspot.com/2013/01/pengaruh-strategi-think-pair-share-tps.

Craswell, J.W. 1997. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches.

Thousand Oaks-London-New. New Delhi. Sage Publications.

Dahar, R.W. 1996. Teori – teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Depdiknas. 2008. Rambu – Rambu Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil Belajar (PPKHB). Depdiknas. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Djamarah, B.S. dan A. Zein. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta.

Jakarta.

Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran Tentang Struktur Atom Dari SMA Hingga Perguruan Tinggi. (Disertasi). SPs-UPI Bandung. Bandung.


(5)

Fitriani, D. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar Empiris-Induktif (SBEI) Berbasis Keterampilan Proses Sains untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Laju Reaksi (PTK Pada Siswa Kelas XII IPA 2 SMAN 1 Bandar Lampung TP 2009-2010). (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Koentjaraningrat. 1990. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.

Nessinta, N. 2009. Penerapan Mtode Problem Solving pada Materi Pokok Asam Basa dalam Menigkatkan Hasil Belajar Siswa. (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Noor, J. 2011. Metodologi Penelitian. Kencana. Jakarta.

Nur, M. 1998. Proses Belajar Mengajar Dengan Metode Pendekatan Keterampilan Proses. SIC. Surabaya.

Oktaviani, E. 2013. Pengembangan Modul Asam-Basa Berbasis Multipel Representasi. (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Prayitno, BA. 2010. Potesi Pembelajaran Kooperatif dalam memberdayakan Prestasi Belajar Siswa Under Achievment. Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010. Diakses Tanggal 10 April 2013 dari

jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/prosbio/Article/download/1280/872 Purba, M. 2006. KIMIA SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Pusparini, R. 2012. Pengembangan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA pada Pembelajaran Titrasi Asam Basa Menggunakan Model Problem Solving. (Skripsi). FKIP UPI. Bandung . Diakses tanggal 18 Oktober 2012 dari http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0800139.pdf

Rachmania, OS. 2012. Analisis PhET Sugar And Salt Solutions dalam

membangun Konsep Larutan elektrolit dan Nonelektrolit Serta Keterampilan Proses Sains Siswa SMA. (Skripsi). FKIP UPI. Bandung .

Sadbudhy, ER dan I M Nuryata. 2010. Pembelajaran Masa Kini. Sekarmita. Jakarta.

Septiana, C. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving Pada Materi Asam-basa Dalam Meningkatkan Keterampilan Memprediksi Siswa SMAN Terbanggi Besar. (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung . Sudijono. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada.


(6)

Sulastri, O. 2012. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Hidrolisis Garam Menggunakan Model Problem Solving. (Skripsi). FKIP UPI. Bandung. Diakses tanggal 18 Oktober 2012 dari http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0807604.pdf

Surya, B. 2010. Pengembangan Media Animasi Kimia dan LKS Praktikum Berbasis Keterampilan Generik Sains Siswa Kelas XI IPA. (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung .

Susilawati, D. 2012. Efektivitas Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Keterampilan Inferensi dan Penguasaan Konsep Hukum-Hukum Dasar Kimia. (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Tim Penyusun. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Trianto. 2011. Model Pembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta.

Winarni, EW. 2006. Inovasi dalam Pembelajaran IPA. FKIP Press. Bengkulu Diakses tanggal 2 Maret 2013 dari

http://Biolgigeducationresearc.blogspot.com/2009/12/kemampuanakademik .