Perbandingan Efek Hipnotik Sedatif Antara Dua Jamu terhadap Mencit Galur Swiss Webster Jantan yang Diinduksi Fenobarbital.

(1)

ABSTRAK

PERBANDINGAN EFEK HIPNOTIK SEDATIF ANTARA DUA JAMU TERHADAP MENCIT GALUR SWISS WEBSTER JANTAN YANG

DIINDUKSI FENOBARBITAL

Nane Siti Nurhasanah, 2005. Pembimbing I : Endang Evacuasiany, Dra.,MS.,AFK Pembimbing II : Lusiana Darsono, dr.,M.Kes

Gangguan tidur akan memberikan dampak negatif bagi kesehatan. Berbagai cara digunakan untuk mengatasi hal tersebut seperti dengan kebiasaan hidup sehat dan teratur hingga penggunaan obat hipnotik sedatif. Penggunaan obat-obatan sintetis banyak mengakibatkan efek samping bagi penggunanya maka diupayakan alternatif lain seperti penggunakan obat tradisional

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya efek hipnotik sedatif dari dua jenis jamu dan membandingkan efektivitas dari kedua jamu tersebut.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian rancangan acak lengkap dengan hewan coba mencit yang diinduksi fenobarbital. Analisis data dengan menggunakan metode ANOVA satu arah dengan uji beda rata-rata Tukey HSD

dengan α=0,05. Sebagai bahan uji dua jenis jamu dengan variasi dosis. Sebagai Kontrol posif diberkan diaazepam. Kemudian diamati lamanya waktu tidur mencit.

Rerata waktu tidur dari kelompok mencit yang diberikan Jamu ZZ dosis 54,6mg/mencit dan dosis 163,8mg/mencit dibandingkan dengan Kontrol negatif mempunyai efek sama. Rerata waktu tidur dari kelompok mencit yang diberi perlakuan Jamu CC dosis 31,85 mg/mencit dan dosis 95,55 mg/mencit dibandingkan dengan Kontrol positif mempunyai efek berbeda.

Hasil penelitian yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan. Jamu ZZ tidak mempunyai efek hipnotik sedatif. Jamu CC mempunyai efek hipnotik sedatif pada dosis 31,85 mg/mencit dan pada dosis 95,55 mg/mencit. Terdapat perbedaan efek hipnotik sedatif antara kedua jenis jamu.


(2)

ABSTRACT

COMPERATIONS EFFECT HIPNOTIC SEDATIVE BETWEEN TWO HERBS ON SWISS WEBSTER MICE INDUCED BY PHENOBARBITAL

Nane Siti Nurhasanah, 2005. Tutor I : Endang Evacuasiany, Dra.,MS.,AFK Tutor II : Lusiana Darsono, dr.,M.Kes

Sleep disorder would cause a negative effect for the health. Some ways are used to prevent it for example healthy life styles and medicines, but synthetic drugs used to induce sleep can cause side effect. One of the alternative ways of treating the problem is by using herbal medicine

The purpose this research is to find the hypnotic sedative effect of the two herbs and the comparison.

This research used complete random design with mice induct by Phenobarbital. Data analysis used statistical method one way ANOVA, proceeded Tukey HSD with α=0, 05. Diazepam used as a positive control and two herbs in variation of doses. The sleep duration of mice was observed in minutes.

The average sleep duration of mice groups which given ZZ herb 54mg/mice doses and 163,8mg/mice doses compare to control negative had no differences. The average sleep duration of mice groups which given CC herb doses 31,85 mg/mice and 95,55 mg/mice with control negative had a differences.

The conclusion of these observations is; ZZ herb has no hypnotic sedative effect. CC herb has hypnotic sedative effect at 31, 85 mg/mice doses and 95, 55 mg/mice doses. There is difference hypnotic sedative effect between two herbs.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN……… ii

SURAT PERNYATAAN………iii

ABSTRAK……….….iv

ABSTRACT ………...v

PRAKATA ………...…. vi

DAFTAR ISI ………viii

DAFTAR TABEL ……… xi

DAFTAR GAMBAR ………xii

DAFTAR DIAGRAM ……… xiii

DAFTAR BAGAN... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Identifikasi Masalah ……… 2

1.3 Maksud dan Tujuan ………. 2

1.4 Kegunaan Penelitan……….. 3

1.5 Kerangka Penelitian dan Hipotesis ………. 3

1.6 Metode Penelitan ………...………. 4

1.7 Lokasi dan Waktu …………...……… 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur……….………. 5

2.1.1 Fisiologi Tidur ……….………. 5

2.1.2 Stadium Tidur ………..………. 6

2.1.2.1 Tidur Non-REM (NREM) ……….……… 7

2.1.2.2 Tidur REM ………..……….. 8

2.2 Jamu ………...……….. 9


(4)

2.2.1.1 Zingiberis aromaticae Rhizoma...……10

2.2.1.2. Valerianae Radix ……… 11

2.2.1.3. Kaempferiae Rhizoma ………..…………...… 12

2.2.1.4. Myristicae pericarpium ……..……… 13

2.2.1.5. Blumeae folium ……….………... 14

2.2.2 Komposisi Jamu CC……….. 15

2.2.2.1 Retrofacti Fructus ………...………. 15

2.2.2.2 Burmanni cortex …...……….16

2.2.2.3 Cubebae Fructus ………... 17

2.2.2.4 Caricae Folium ………... 18

2.3 Efek Hipnotik Sedatif ………... 19

2.4 Benzodiazepin……….……….... 23

2.4.1 Stuktur Kimia Benzodiazepin……… 23

2.4.2 Mekanisme Kerja Benzodiazepin……….. 23

2.4.3 Farmakokinetik Benzodiazepin………..……... 24

2.4.4 Farmakodinamik Benzodiazepin………..………. 25

2.4.5 Efek Samping Benzodiazepin……… 25

2.5 Barbiturat………. 26

2.5.1 Stuktur Kimia Barbiturat………..….. 26

2.5.2 Mekanisme Kerja Barbiturat ………..………... 27

2.5.3 Farmakokinetik Barbiturat ………..………….. 27

2.5.4 Farmakodinamik Barbiturat ………..……… 28

2.5.4.1 Farmakodinamik terhadap Susunan Saraf Pusat .…..28

2.5.4.2 Farmakodinamik terhadap Sistem Pernafasan….….. 29

2.5.4.3 Farmakodinamik terhadap Sistem Kardiovaskuler.... 29

2.5.4.4 Farmakodinamik terhadap Saluran Cerna……...….. 29

2.5.4.5 Farmakodinamik terhadap Hati………....…..30

2.5.4.6 Farmakodinamik terhadap Ginjal………...…..30


(5)

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan……… 31

3.2 Metode Penelitian ……… 32

3.2.1 Desain Penelitian…………...………32

3.2.2 Variabel Penelitian ………. 33

3.2.3 Metode Penarikan Sampel………. 33

3.2.4 Prosedur Kerja……… 34

3.2.5 Metode Analisis……….. 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan……… 36

4.2 Uji Hipotesis………. ………40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……….………..……….. 41

5.2 Saran…………...………. 41

DAFTAR PUSTAKA………...42

LAMPIRAN 1……….. 46

LAMPIRAN 2……….. 48


(6)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Waktu Lama Tidur Mencit Setelah Perlakuan ………... 36

Tabel 4.2 Hasil ANOVA Lama Tidur Mencit pada Semua Kelompok Perlakuan ………..37 Tabel 4.3 Uji Beda Rerata Tukey HSD Lama Tidur Mencit antar Kelompok


(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Rekaman EEG saat sadar sampai fase 4 tidur Non-REM... 8

Gambar 2.2 Rekaman EEG saat tidur REM... 9

Gambar 2.3 Zingiberis aromaticae Rhizoma ……..………..10

Gambar 2.4 Valerianae Radix ……..………...…………..11

Gambar 2.5 Kaempferiae Rhizoma ……..………...12

Gambar 2.6 Myristicae pericarpium ……..………...13

Gambar 2.7 Blumeae folium…..………...14

Gambar 2.8 Retrofacti Fructus ……..………...……….. 16

Gambar 2.9 Burmanni cortex ……..………... 17

Gambar 2.10 Cubebae Fructus ……..………... 18

Gambar 2.11 Caricae Folium ……..………... 19

Gambar 2.12 Struktur utama benzodiazepin dan diazepam………... 23

Gambar 2.13 Kompleks benzodiazepin-GABA-klorida………. 24


(8)

DAFTAR DIAGRAM

Halaman


(9)

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1 Mekanisme kerja Valerian... 20 Bagan 2.2 Mekanisme kerja Blumea folium, Carica folium, dan Myristcae

pericarpium... 21 Bagan 2.3 Mekanisme kerja Piperin terhadap ion channel... 22 Bagan 2.4 Mekanisme kerja Piperin dalam memperpanjang lama tidur


(10)

46

LAMPIRAN 1

PERHITUNGAN DOSIS

Perhitungan dosis diazepam

Dosis diazepham untuk manusia adalah 5 mg

Faktor konversi untuk mencit beratnya ± 20 gram adalah 0,0026 Mencit yang digunakan dalam penelitian beratnya ± 35 gram Volume lambung mencit yang beratnya ± 35 gram adalah 0,5 ml Perhitungan:

5 mg x 0,0026 = 0,013 mg

35/20 x 0,013 = 0,002275 mg/0,5 ml air suling

Perhitungan dosis fenobarbital

Dosis fenobarbital untuk manusia adalah 300 mg

Faktor konversi untuk mencit beratnya ± 20 gram adalah 0,0026 Mencit yang digunakan dalam penelitian beratnya ± 35 gram Volume lambung mencit yang beratnya ± 35 gram adalah 0,5 ml Perhitungan:

300 mg x 0,0026 = 0,78 mg

35/20 x 0,78 = 1,365 mg/0,5 ml air suling

Perhitungan dosis jamu ZZ

Dosis jamu ZZ untuk manusia adalah 12 gram

Faktor konversi untuk mencit beratnya ± 20 gram adalah 0,0026 Mencit yang digunakan dalam penelitian beratnya ± 35 gram Volume lambung mencit yang beratnya ± 35 gram adalah 0,5 ml Perhitungan:


(11)

47

Dosis jamu ZZ yang setara dengan 1 kali dosis manusia: 35/20 x 31,2 = 54,6 mg/0,5 ml air suling

Dosis jamu ZZ yang setara dengan 3 kali dosis manusia: 35/20 x 31,2 x 3 = 163,8 mg/0,5 ml air suling

Perhitungan dosis jamu CC

Dosis jamu CC untuk manusia adalah 7 gram

Faktor konversi untuk mencit beratnya ± 20 gram adalah 0,0026 Mencit yang digunakan dalam penelitian beratnya ± 35 gram Volume lambung mencit yang beratnya ± 35 gram adalah 0,5 ml Perhitungan:

7 gram x 0,0026 = 0,0182 gram = 18,2 mg

Dosis jamu CC yang setara dengan 1 kali dosis manusia: 35/20 x 18,2 = 31,85 mg/0,5 ml air suling

Dosis jamu CC yang setara dengan 3 kali dosis manusia: 35/20 x 18,2 x 3 = 95,55 mg/0,5 ml air suling


(12)

LAMPIRAN 2

Test of Homogeneity of Variances

Lama Tidur

3.982 5 24 .009

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

Tabel Anova dari kelompok uji

Lama Tidur

15253.467 5 3050.693 44.374 .000 1650.000 24 68.750

16903.467 29 Between Groups

Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Tukey HSDa

Subset for alpha=.05

Perlakuan N 1 2 3 4 Kel I 5 9.0000

Kel III 5 16.0000 16.0000 Kel IV 5 17.0000 17.0000 Kel V 5 26.0000 26.0000

Kel VI 5 38.8000

Kel II 5 76.4000 Sig. .652 .422 .182 1.000 a. Uses Harmonic Mean Sample Size=5.000.


(13)

Uji setelah ANOVA dari kelompok uji

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Lama Tidur

Tukey HSD

Mean

Difference 95% Confidence Interval (I)Perlakuan (J)Perlakuan (I-J) Std.Error Sig. Lower Bound Upper Bound Kel I Kel II -67.4000* 5.2440 .000 -83.6144 -51.1856 Kel III -7.0000 5.2440 .763 -23.2144 9.2144 Kel IV -8.0000 5.2440 .652 -24.2144 8.2144 Kel V -17.0000* 5.2440 .036 -33.2144 -.7856 Kel VI -29.0000* 5.2440 .000 -46.0144 -13.5856 Kel II Kel I 67.4000* 5.2440 .000 51.1856 83.6144 Kel III 60.4000* 5.2440 .000 44.1856 76.6144 Kel IV 59.4000* 5.2440 .000 43.1856 75.6144 Kel V 50.4000* 5.2440 .000 34.1856 66.6144 Kel VI 37.4000* 5.2440 .000 21.3856 53.8144 Kel III Kel I 7.0000 5.2440 .763 -9.2144 23.2144 Kel II -60.4000* 5.2440 .000 -76.6144 -44.1856 Kel IV -1.0000 5.2440 1.000 -17.2144 15.2144 Kel V -10.0000 5.2440 .422 -26.2144 6.2144 Kel VI -22.8000* 5.2440 .003 -39.0144 -6.5856 Kel VI Kel I 8.0000 5.2440 .652 -8.2144 24.2144 Kel II -59.4000* 5.2440 .000 -75.6144 -43.1856 Kel III 1.0000 5.2440 1.000 -15.2144 17.2144 Kel V -9.0000 5.2440 .535 -25.2144 7.2144 Kel VI -21.8000* 5.2440 .004 -38.0144 -5.5856 Kel V Kel I 17.0000* 5.2440 .036 .7856 33.2144 Kel II -50.4000* 5.2440 .000 -66.6144 -34.1856 Kel III 10.0000 5.2440 .422 -6.2144 26.2144 Kel IV 9.0000 5.2440 .535 -7.2144 25.2144 Kel VI -12.8000 5.2440 .182 -29.0144 3.4144 Kel VI Kel I 29.8000* 5.2440 .000 13.5856 46.0144 Kel II -37.6000* 5.2440 .000 -53.8144 -21.3856 Kel III 22.8000* 5.2440 .003 6.5856 39.0144 Kel IV 21.8000* 5.2440 .004 5.5856 38.0144 Kel V 12.8000 5.2440 .182 -3.4144 29.0144 *. The mean difference is significant at the .05 level.


(14)

(15)

1

Riwayat Hidup

Nama : Nane Siti Nurhasanah

Nomor Pokok Mahasiswa : 0210095

Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 19 Desember 1984 Alamat : Jl. Panyawangan V No.2 Bandung

Riwayat Pendidikan :

1. 1990, Lulus TK Sejahtera Bandung 2. 1996, Lulus SD Yayasan Beribu Bandung 3. 1999, Lulus SMP Negeri 2 Bandung 4. 2002, Lulus SMU Negeri 5 Bandung

5. 2002, Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung sampai sekarang


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Berbagai keadaan aktivitas otak termasuk tidur, keadaan siaga, dan perangsangan yang ekstrem, bahkan berbagai macam suasana hati, seperti rasa riang gembira, depresi dan rasa takut, adalah akibat dari berbagai daya pengaktivasi atau penginhibisi yang biasanya timbul pada otak itu sendiri.

Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar di mana orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensoris atau dengan rangsang lainnya (Guyton & Hall, 2000). Tidur dapat memperbaiki sistem tubuh dan juga dapat mengurangi kelelahan dan stres (www.thebody.com, 2005).

Kecemasan dan gangguan tidur merupakan hal yang sering terjadi, dan hipnotik sedatif adalah salah satu jenis obat yang telah diresepkan secara meluas di seluruh dunia untuk terapi tersebut.

Penggolongan suatu obat ke dalam jenis hipnotik sedatif menunjukkan bahwa kegunaan terapeutik utamanya adalah menyebabkan sedasi atau menyebabkan kantuk. Suatu bahan sedatif atau ansiolitik yang efektif harus dapat mengurangi rasa cemas dan mempunyai efek menenangkan dengan sedikit atau tanpa efek terhadap fungsi-fungsi mental dan motoris. Suatu obat hipnotik menyebabkan rasa kantuk yang mengarah kepada mula tidur dan mempertahankan keadaan tidur, yang sejauh mungkin menggambarkan keadaan tidur alamiah (Trevor & Way, 2002).

Penggunaan obat-obatan sintetis banyak mengakibatkan efek samping bagi pemakainya. Efek samping yang merugikan dari obat golongan hipnotik sedatif seperti habituasi, toleransi bahkan adiksi, membuka pemikiran baru untuk mencari alternatif pengobatan gangguan tidur dengan efek samping yang lebih ringan. Masyarakat mulai kembali menggunakan tanaman obat, sebagai alternatif untuk terapi gangguan tidur. Kemajuan teknologi memungkinkan penderita tidak lagi meramu sendiri obat tradisional, tetapi lebih menyukai menggunakan jamu atau


(17)

2

suplemen yang telah banyak beredar dipasaran karena lebih efisien dan mudah pengguaannya.

Jamu yang beredar di pasaran memiliki kegunaan yang bervasiasi, salah satunya jamu penenang, yang mempunyai efek hipnotik sedatif. Jamu penenang yang beredar memiliki kompisisi simlpisia yang berbeda-beda tetapi memiliki kegunaan yang sama. Penulis tertarik untuk meneliti efek hipnotik sedatif dari dua jenis jamu, yaitu jamu ZZ dan jamu CC dengan kegunaan yang sama.

1.2Identifikasi masalah

Apakah jamu ZZ mempunyai efek hipnotik sedatif. Apakah jamu CC mempunyai efek hipnotik sedatif.

Apakah ada perbedaan efek hipnotik sedatif antara jamu ZZ dengan jamu CC.

1.3Maksud dan tujuan

Maksud penelitian ini untuk memperkenalkan jamu-jamu yang memiliki efek hipnotik sedatif.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya efek hipnotik sedatif dari dua jenis jamu dan membandingkan efek dari kedua jamu tersebut.

1.4Kegunaan penelitian

Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan menambah wawasan di bidang farmakologi menyangkut pemanfaatan jamu yang memiliki efek hipnotik sedatif.

1.5 Kerangka penelitian dan hipotesis

Tidur merupakan proses aktif yang disebabkan oleh proses penghambatan aktif dari beberapa pusat yang terletak dibawah ketinggian midpontil batang otak


(18)

3

terhadap bagian-bagian otak lainnya (Guyton & Hall, 2000). Neurotrasmiter penghambat pada SSP adalah Gama Amino Butyric Acid (GABA). GABA menunjukan efek penghambatan atau depresi pada sel interneuron otak (Bloom, 2001).

Jamu ZZ dengan komposisi Valerianae Radix dan Blumeae Folium. Valeriana Radix mempunyai efek hipnotik sedatif (Bruneton, 1999, Simon & Kerry, 2000). Valeriana Radix mengandung valepotriates, valeric acid, dan volatile oil yang berinteraksi dengan gamma-aminobutyric (GABA) sehingga menghambat reuptake dan menstimulasi pelepasan GABA pada membran synaptic (De Smet , 1997, Newall, 1997, Schulz, 1998, Volkel, Rudolf & Varro, 1988). Blumeae Folium memiliki khasiat sebagai sedatif (Perry, 1980).

Myristcae pericarpium mengandung minyak atsiri. Minyak atsiri dalam kulit buah pala akan memberikatan dengan reseptor GABAA dan meningkatkan affinitas GABA terhadap reseptornya. Pengikatan ini menyebabkan saluran klorida terbuka, sehingga terjadi hiperpolarisasi yang mengakibatkan letupan neuron kritis menurun dan stimuli menurun. Hal ini menimbulkan keadaan tidur (Aoshima & Hamamoto, 1999)

Jamu CC dengan komposisi Retrofacti Fructus dan Caricae Folium. Caricae

Folium mempunyai efek sedatif dan relaksasi otot (www.ansci.cornell.edu, 2005). Retrofacti Fructus mengandung piperin, dan piperidin. (www.ipteknet.com,

2005) Piperin mempunyai efek hipnotik sedatif (Pei YQ, 1983). Piperin

memperpanjang lama tidur pentobarbital. Hal ini terjadi karena piperin menghambat kerja microsomal enzyme system pada hepar dan meningkatkan potensial kerja tidur pentobarbital. (Mujumdar AM, Dhuley JN, Deshmukh VK, Raman PH, Thorat SL, Naik SR, 1990)

Caricae Folium mengandung linalool yang merupakan komponen minyak atsiri bentuk tunggal yang menunjukan sifat sedatif (Agusta, 2001). Linalool merupakan terpenoid golongan monotrepen asiklik (Bruneton, 1999). Blumeae Folium mengandung limonene (Heyne, 1987, Perry, 1980, Setiawan Dalimartha, 1999, Supriadi, 2001). Limonene merupakan terpenoid golongan monotrepen monoasiklik (Bruneton, 1999). Terpenoid bekerja melalui potensiasi GABA


(19)

4

dengan berikatan secara selektif pada reseptor GABA. Pengikatan pada reseptor GABA tersebut dapat mendepresi susunan saraf pusat (SSP) dan merangsang pusat inhibisi di formatio reticularis sehingga menimbulkan rasa kantuk dan penurunan kesadaran (Aoshima & Hamamoto, 1999)

Hipotesis penelitian

Jamu ZZ mempunyai efek hipnotik sedatif. Jamu CC mempunyai efek hipnotik sedatif.

Terdapat perbedaan efek hipnotik sedatif antara jamu ZZ dan jamu CC.

1.6 Metode penelitian

Desain penelitian rancangan acak lengkap (RAL), dengan ruang lingkup penelitian laboratorium eksperimental sungguhan, menggunakan hewan uji mencit

galur Swiss Webster jantan dewasa, umur kurang lebih 8 minggu, berat 30-35

gram yang diperoleh dari laboratorium Biologi ITB, Bandung. Data yang diamati lama tidur mencit setelah perlakuan. Analisis data dengan menggunakan metode ANOVA satu arah dengan uji beda rata-rata Tukey HSD dengan α=0,05.

1.7 Lokasi dan waktu

Lokasi penelitian: laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.


(20)

41

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan: Jamu ZZ tidak mempunyai efek hipnotik sedatif.

Jamu CC mempunyai efek hipnotik sedatif pada dosis 31,85 mg/mencit dan 95,55 mg/mencit.

Terdapat perbedaan efek hipnotik sedatif antara kedua jenis jamu.

5.2 Saran

Penelitian mengenai jamu yang memiliki efek hipnotik sedatif perlu dilanjutkan dengan uji toksisitasnya. Perlu penelitian mengenai jamu-jamu yang memiliki efek hipnotik sedatif lain yang beredar di masyarakat baik efektivitasnya maupun toksisitasnya.


(21)

42

DAFTAR PUSTAKA

Andria Agusta. 2000. Minyak atsiri tumbuhan tropika Indonesia. Bandung: Penerbit ITB. p 17-25

Anonymous. 2005. http://www.asiamaya.com. 15 April 2005 Anonymous. 2005. www.ansci.cornell.edu. 15 April 2005 Anonymous. 2005. www.dinkes.kebumen.go.id, 15 April 2005

Anonymous. 2005. www.erowid.org/chemicals/barbiturates/image. 29 Desember 2005

Anonymous. 2006.www.herbs-hands-healing.co.uk. 20 Januari 2006 Anonymous. 2006. www.herb.daegu.go.kr. 20 Januari 2006

Anonymous. 2005. www.ipteknet.com. 15 April 2005 Anonymous. 2006. www.leda.lycaeum.org. 20 Januari 2006

Anonymous. 2005. http://www.mcp.edu/herbal/valerian/valerian.htm.17 Aprril 2006

Anonymous. 2005. www.thebody.com. 15 April 2005

Anonymous. 2005. http://www.theepicentre.com.html. 2 November 2005 Anonymous. 2006. www.tropicaltraditions.com. 20 Januari 2006

Anonymous. 2006.www.vobam.se. 20 Januari 2006 Anonymous. 2006.www.vterrain.org. 20 Januari 2006

Aoshima H., Hamamoto K. 1999. Terpenoid and Steroid. http://www.soc.nii.ac.jp/jsbba/bbb6304e.html. 15 September 2004

Bloom, F.E. 2001. Neurotrasmission and the Central Nervous System. In: Hardman, J.G.:Limbird, L. E editors: Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics. 10th edition.New York:McGraw-Hill.

Bruneton J. 1999. Pharmacognosy phytochemistry medical plants. 2nd ed. New York : Londres. p. 491, 518, 529, 531, 567-568


(22)

43

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Acuan Sediaan Herbal. Edisi I. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. p.16-17

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1992. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang: Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan. p.20

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1977. Materia Medika Indonesia Jilid I. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. p.43, 76, 80

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Materia Medika Indonesia Jilid III. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. p.29, 180

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1980. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. p.77, 185

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid V. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. p.116

Dewi Ernita Achyad., Ratu Rasyidah. 2000. PALA (Myristica fragrans). http://www.asiamaya.com/jamu/isi/pala_myristicafragrans.htm. October 20th 2005

Didik Gunawan, Sri Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (farmakognosi). Jakarta: Penebar Swadaya. p 122-126

Gernot Kazher. 2005. Kaempferia Galanga. 32http://www.uni-graz.at/~katzer/engl/Kaem_gal.html. 15 April 2005

_______.2005. Myristica fragrans Houtt. http://www.uni-graz.at/~katzer/engl/Myri_fra.html. 15 April 2005

_______. 2005. Piper cubeba L. http://www.uni-graz.at/~katzer/engl. 15 April 2005

Guyton & Hall. 1997. Aktivitas otak-tidur ; gelombang otak ; epilepsy ; psikosis. Dalam: Buku ajar fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC. p. 945-948. Harsono. 1999. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press. p. 24-30

Heyne K. 1987. Tanaman Berguna Indonesia Jilid III. Edisi I. Jakarta: Balai Litbang Kehutanan. p.1829-1831


(23)

44

Jacob L.S. 1996. National Medical Series for Farmacology. 4th ed. Philadelphia: A Waferly Company. p. 50-53.

Jan Balkman. 2001. Aromaterapi. Edisi I. Semarang : Dahara Prize. p 55,124-158

Lily M. Perry. 1980. Medical Plants of East and Southeast Asia: Attributed Properties and uses. Massachusetts: The MIT Press. p. 87-88, 279, 442

Metta Sinta Sari Wiria, Tony Handoko SK. 2002. Hipnotik sedatif dan alkohol. Dalam: Sulistia G. G., Rianto S., Frans D. S., Purwantyastuti., Nafrialdi., editors: Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: FKUI. p. 124-147

Mujumdar A.M., Dhuley J.N., Deshmukh V.K., Raman P.H., Thorat S.L., Naik S.R., 1990. Effect of piperine on pentobarbitone induced hypnosis in rats., http://www.ncbi.nlm.nih.gov. April 15th 2005

Mycek M.J, Harvey R.A, Champe P.c, Fisher B.D. 2001. Farmakologi: Ulasan Bergambar. Edisi II. Jakarta: Widya Medika. p. 90-94.

Newall C. 1997. Herbal Medicines: A Guide for Health-Care Professionals. 2nd ed. London: Pharmaceutical Press. p. 1912

Pei YQ. 1983. A review of pharmacology and clinical use of piperine and its derivatives. http://www.ncbi.nlm.nih.gov. April 15th 2005

Pinandojo Djojosoewarno. 2004. Fisiologi gangguan tidur pada manusia. Majalah ilmiah Maranatha, (XXV) : p. 79-85.

Price Shirley, Price Len. 1997. Aromaterapi bagi profesi kesehatan. Jakarta : EGC. p. 31- 49, 297

Reen RK, Singh J. 1991. In vitro and in vivo inhibition of pulmonary cytochrome P450 activities by piperine, a major ingredient of piper species., http://www.ncbi.nlm.nih.gov. January 27th 2006

Schulz Volkel, Hansel Rudolf, Tyler E. Varro. 1988. Central Nervus Sistem in: Rational Phytotheraty. 3rd ed. Berlin: Springer. p. 75

Setiawan Dalimartha. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid I. Jakarta: Trubus Agriwidya. p. 25-28, 126-129

Sheerwood L. 2001. Brain stem in: Human physiology from cells to system. 4th ed. Sydney : Brooks/cole. p. 148-149.


(24)

45

Simon Mills, Kerry Bone. 2000. Valerian (Valerian officinalis L.) in: Principles and practice of phytotherapy. London: Churchill Livingstone. p. 581-588.

Sri Suganti Syamsuhidayat, Johnny Ria Hutapea. 1991. Inventaris tanaman obat I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, p. 142-143

Supriadi. 2001. Tumbuhan Obat Indonesia: Penggunaan dan Khasiatnya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. p. 25-27, 79-81, 114-115.

Tan Hoan Tjay, Kirana Rahardja. 2002. Sedativa dan hipnotika. Dalam : Obat-obat penting ; khasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya. Jakarta: Depkes. p. 357-359.

Tim Pelaksana Penyusun Buku Pedoman Rasionalisasi Komposisi Obat tradisional. 1993. Pedoman Rasionalisasi Komposisi Obat Tradisional. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. p. i

Trevor Anthony .J, Way Walter.L., 2002. Hipnotik Sedatif. Dalam : Katzung B.G. editor: Farmakologi dasar klinis. Edisi 8. Jakarta : Salemba Medika. p. 26-51

Vander A.J., Sherman J.H., Luciano D.S. 1990. Consciousness and behavior in: Human physiology : the mechanisms of body function. 5th ed. New York: McGraw-Hill Publishing Company. p. 707.

Watanabe Taizo. 1995. Medical Herb Index in Indonesia. 2nd ed. Jakarta: PT. Eisai Indonesia. p. 21, 220, 275

Winks M. 1999. Function of Plant SMs and their exploitation in biotechnology. Sheffield: Sheffield Academic Press. p. 1284


(1)

dengan berikatan secara selektif pada reseptor GABA. Pengikatan pada reseptor GABA tersebut dapat mendepresi susunan saraf pusat (SSP) dan merangsang pusat inhibisi di formatio reticularis sehingga menimbulkan rasa kantuk dan penurunan kesadaran (Aoshima & Hamamoto, 1999)

Hipotesis penelitian

Jamu ZZ mempunyai efek hipnotik sedatif. Jamu CC mempunyai efek hipnotik sedatif.

Terdapat perbedaan efek hipnotik sedatif antara jamu ZZ dan jamu CC.

1.6 Metode penelitian

Desain penelitian rancangan acak lengkap (RAL), dengan ruang lingkup penelitian laboratorium eksperimental sungguhan, menggunakan hewan uji mencit galur Swiss Webster jantan dewasa, umur kurang lebih 8 minggu, berat 30-35 gram yang diperoleh dari laboratorium Biologi ITB, Bandung. Data yang diamati lama tidur mencit setelah perlakuan. Analisis data dengan menggunakan metode ANOVA satu arah dengan uji beda rata-rata Tukey HSD dengan α=0,05.

1.7 Lokasi dan waktu

Lokasi penelitian: laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan: Jamu ZZ tidak mempunyai efek hipnotik sedatif.

Jamu CC mempunyai efek hipnotik sedatif pada dosis 31,85 mg/mencit dan 95,55 mg/mencit.

Terdapat perbedaan efek hipnotik sedatif antara kedua jenis jamu.

5.2 Saran

Penelitian mengenai jamu yang memiliki efek hipnotik sedatif perlu dilanjutkan dengan uji toksisitasnya. Perlu penelitian mengenai jamu-jamu yang memiliki efek hipnotik sedatif lain yang beredar di masyarakat baik efektivitasnya maupun toksisitasnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Andria Agusta. 2000. Minyak atsiri tumbuhan tropika Indonesia. Bandung: Penerbit ITB. p 17-25

Anonymous. 2005. http://www.asiamaya.com. 15 April 2005 Anonymous. 2005. www.ansci.cornell.edu. 15 April 2005 Anonymous. 2005. www.dinkes.kebumen.go.id, 15 April 2005

Anonymous. 2005. www.erowid.org/chemicals/barbiturates/image. 29 Desember 2005

Anonymous. 2006.www.herbs-hands-healing.co.uk. 20 Januari 2006 Anonymous. 2006. www.herb.daegu.go.kr. 20 Januari 2006

Anonymous. 2005. www.ipteknet.com. 15 April 2005 Anonymous. 2006. www.leda.lycaeum.org. 20 Januari 2006

Anonymous. 2005. http://www.mcp.edu/herbal/valerian/valerian.htm.17 Aprril 2006

Anonymous. 2005. www.thebody.com. 15 April 2005

Anonymous. 2005. http://www.theepicentre.com.html. 2 November 2005 Anonymous. 2006. www.tropicaltraditions.com. 20 Januari 2006

Anonymous. 2006.www.vobam.se. 20 Januari 2006 Anonymous. 2006.www.vterrain.org. 20 Januari 2006

Aoshima H., Hamamoto K. 1999. Terpenoid and Steroid. http://www.soc.nii.ac.jp/jsbba/bbb6304e.html. 15 September 2004

Bloom, F.E. 2001. Neurotrasmission and the Central Nervous System. In: Hardman, J.G.:Limbird, L. E editors: Goodman & Gilman’s The

Pharmacological Basis of Therapeutics. 10th edition.New York:McGraw-Hill.

Bruneton J. 1999. Pharmacognosy phytochemistry medical plants. 2nd ed. New

York : Londres. p. 491, 518, 529, 531, 567-568


(4)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Acuan Sediaan Herbal. Edisi I. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. p.16-17

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1992. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang: Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan. p.20

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1977. Materia Medika Indonesia Jilid

I. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. p.43, 76, 80

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Materia Medika Indonesia Jilid

III. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. p.29, 180

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1980. Materia Medika Indonesia Jilid

IV. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. p.77, 185

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid

V. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. p.116

Dewi Ernita Achyad., Ratu Rasyidah. 2000. PALA (Myristica fragrans).

http://www.asiamaya.com/jamu/isi/pala_myristicafragrans.htm. October 20th

2005

Didik Gunawan, Sri Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (farmakognosi). Jakarta: Penebar Swadaya. p 122-126

Gernot Kazher. 2005. Kaempferia Galanga. 32http://www.uni-graz.at/~katzer/engl/Kaem_gal.html. 15 April 2005

_______.2005. Myristica fragrans Houtt.

http://www.uni-graz.at/~katzer/engl/Myri_fra.html. 15 April 2005

_______. 2005. Piper cubeba L. http://www.uni-graz.at/~katzer/engl. 15 April 2005

Guyton & Hall. 1997. Aktivitas otak-tidur ; gelombang otak ; epilepsy ; psikosis. Dalam: Buku ajar fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC. p. 945-948. Harsono. 1999. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press. p. 24-30

Heyne K. 1987. Tanaman Berguna Indonesia Jilid III. Edisi I. Jakarta: Balai Litbang Kehutanan. p.1829-1831


(5)

Jacob L.S. 1996. National Medical Series for Farmacology. 4th ed. Philadelphia: A Waferly Company. p. 50-53.

Jan Balkman. 2001. Aromaterapi. Edisi I. Semarang : Dahara Prize. p 55,124-158

Lily M. Perry. 1980. Medical Plants of East and Southeast Asia: Attributed

Properties and uses. Massachusetts: The MIT Press. p. 87-88, 279, 442

Metta Sinta Sari Wiria, Tony Handoko SK. 2002. Hipnotik sedatif dan alkohol. Dalam: Sulistia G. G., Rianto S., Frans D. S., Purwantyastuti., Nafrialdi., editors: Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: FKUI. p. 124-147

Mujumdar A.M., Dhuley J.N., Deshmukh V.K., Raman P.H., Thorat S.L., Naik S.R., 1990. Effect of piperine on pentobarbitone induced hypnosis in rats.,

http://www.ncbi.nlm.nih.gov. April 15th 2005

Mycek M.J, Harvey R.A, Champe P.c, Fisher B.D. 2001. Farmakologi: Ulasan

Bergambar. Edisi II. Jakarta: Widya Medika. p. 90-94.

Newall C. 1997. Herbal Medicines: A Guide for Health-Care Professionals. 2nd

ed. London: Pharmaceutical Press. p. 1912

Pei YQ. 1983. A review of pharmacology and clinical use of piperine and its

derivatives. http://www.ncbi.nlm.nih.gov. April 15th 2005

Pinandojo Djojosoewarno. 2004. Fisiologi gangguan tidur pada manusia.

Majalah ilmiah Maranatha, (XXV) : p. 79-85.

Price Shirley, Price Len. 1997. Aromaterapi bagi profesi kesehatan. Jakarta : EGC. p. 31- 49, 297

Reen RK, Singh J. 1991. In vitro and in vivo inhibition of pulmonary cytochrome

P450 activities by piperine, a major ingredient of piper species.,

http://www.ncbi.nlm.nih.gov. January 27th 2006

Schulz Volkel, Hansel Rudolf, Tyler E. Varro. 1988. Central Nervus Sistem in:

Rational Phytotheraty. 3rd ed. Berlin: Springer. p. 75

Setiawan Dalimartha. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid I. Jakarta: Trubus Agriwidya. p. 25-28, 126-129

Sheerwood L. 2001. Brain stem in: Human physiology from cells to system. 4th


(6)

Simon Mills, Kerry Bone. 2000. Valerian (Valerian officinalis L.) in: Principles

and practice of phytotherapy. London: Churchill Livingstone. p. 581-588.

Sri Suganti Syamsuhidayat, Johnny Ria Hutapea. 1991. Inventaris tanaman obat

I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan, p. 142-143

Supriadi. 2001. Tumbuhan Obat Indonesia: Penggunaan dan Khasiatnya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. p. 25-27, 79-81, 114-115.

Tan Hoan Tjay, Kirana Rahardja. 2002. Sedativa dan hipnotika. Dalam :

Obat-obat penting ; khasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya. Jakarta:

Depkes. p. 357-359.

Tim Pelaksana Penyusun Buku Pedoman Rasionalisasi Komposisi Obat tradisional. 1993. Pedoman Rasionalisasi Komposisi Obat Tradisional. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. p. i

Trevor Anthony .J, Way Walter.L., 2002. Hipnotik Sedatif. Dalam : Katzung B.G. editor: Farmakologi dasar klinis. Edisi 8. Jakarta : Salemba Medika. p. 26-51

Vander A.J., Sherman J.H., Luciano D.S. 1990. Consciousness and behavior in:

Human physiology : the mechanisms of body function. 5th ed. New York: McGraw-Hill Publishing Company. p. 707.

Watanabe Taizo. 1995. Medical Herb Index in Indonesia. 2nd ed. Jakarta: PT.

Eisai Indonesia. p. 21, 220, 275

Winks M. 1999. Function of Plant SMs and their exploitation in biotechnology. Sheffield: Sheffield Academic Press. p. 1284