Respon Masyarakat Terhadap Program-Program Pembangunan yang Bersumber Dari Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Johar Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah
Desa yang dianggap sebagai kekuatan ekonomi pada suatu negara dengan

sebagai penghasil berbagai jenis komoditas pertanian (beras, hasil perkebunan dan
lainnya) dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan bagi penduduk dari suatu negara
merupakan sumber penggerak ekonomi untuk masyarakat itu sendiri secara
keseluruhan. Namun kondisi saat ini menunjukkan tingginya tingkat urbanisasi
penduduk desa menuju kota yang menggambarkan bagaimana kondisi tingkat
kemiskinan pada masyarakat desa. Sementara itu, proses pembangunan nasional
yang bersifat sentralistik dimana pembangunan lebih dipusatkan di kota telah
menyebabkan ketimpangan antara desa dengan kota. Oleh karena itu diperlukannya
pembangunan yang berfokus pada pedesaan untuk mewujudkan masyarakat
pedesaan yang mandiri, maju, sejahtera dan berkeadilan, serta untuk menghilangkan
ketimpangan antara desa dan kota itu sendiri.
Salah satu tugas negara adalah menciptakan maasyarakat yang adil dan
makmur. Indonesia adalah salah satu negara yang sedang berkembang, pada

umumnya memiliki jumlah penduduk yang banyak, yang secara potensial masih
harus dikembangkan lagi agar menjadi modal dasar pembangunan yang efektif.
Maka model pembangunan yang efektif dengan melihat kondisi potesnisal
masyarakat itu sendiri jelas perlu dikembangkan.
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah,
kekayaan alam Indonesia tersebar diseluruh penjuru negara ini, kekayaan alam yang
melimpah tersebut juga dibarengi dengan jumlah penduduk Indonesia yang termasuk

1
Universitas Sumatera Utara

memiliki penduduk terbesar di dunia, yang tentunya memiliki potensi sumber daya
manusia yanng menjanjikan. Namun pada kenyataannya potensi yang dimiliki
Indonesia ternyata tidak mampu menjawab permasalahan sosial dan ekonomi bangsa
ini. Hal ini dikarenakan masih terjadinya ketidak-merataan pembangunan yang
sedang berjalan di negara ini.
Pembangunan nasional pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia menuju masyarakat yang makmur dan
berkeadilan. Kebijakan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan
pemerintah daerah di segala bidang terus diupayakan dan dimaksimalkan dalam

rangka melaksanakan pembangunan nasional dan otonomi daerah. Langkah tersebut
dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam sistem negara kesatuan, pemerintah pusat dan
pemerintah daerah adalah satu kesatuan, walaupun tugas dan peranannya berbeda.
Pada

dasarnya

perencanaan

pembangunan

di

Indonesia

bersifat

comprehensive dalam arti sektor publik, meliputi bidang-bidang politik, ekonomi,

sosial budaya, administrasi serta pertahanan dan keamanan. Meskipun kondisi yang

terjadi saat ini yaitu pendekatan ekonomi maupun bidang ekonomi merupakan
prioritas

utama

pembangunan

(Tjokroamidjojo,

1986.hal.43).

Berdasarkan

paradigma tersebut maka dapat diapahami bahwa pembangunan yang selama ini
dilakukan belum menyentuh seluruh bidang yang seharusnya.
Pendekatan pembangunan sentralistik yang dilakukan selama ini, pada
kenyataannya telah banyak menciptakan ketimpangan antara yang kaya dan miskin,
ketimpangan antar daerah (regional) dan ketimpangan antara desa dengan kota.
Memperhatikan kenyataan ini, pemerintah mengalihkan pendekatan terhadap strategi
pembangunan


yang

mengarah

kepada

kebijakan

desentralisasi

(Suwandi,

1988.hal.12).

2
Universitas Sumatera Utara

Sekitar 65% jumlah penduduk hidup di daerah pedesaan, sisanya kurang lebih
35% jumlah penduduk menetap di daerah perkotaan. Jumlah desa di Indonesia

mencapai sekitar 65.000 desa dan jumlah kabupaten dan kota sebanyak kurang lebih
375 kabupaten/kota. Daerah pedesaan sangat luas wilayahnya, sebagian besar
penduduknya hidup di sektor pertanian dalam arti luas (meliputi sub-sub sektor
tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan), artinya
struktur perekonomiannya sangat berat sebelah pada sektor pertanian atau merupakan
daerah yang berbasis agraris (agricluture base). Tingkat kesejahteraan penduduk,
ketersediaan prasarana dan tingkat produktivitas pertanian, pendidikan, derajat
kesehatan, ketersediaan kemudahan adalah lebih rendah dibandingkan dengan daerah
perkotaan (Adisasmita, 2006.hal.1).
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa kondisi yang terjadi saat ini
ialah, adanya ketimpangan pembangunan antara di kota dengan di desa.
Pembangunan yang selama ini diterapkan negara-negara berkembang termasuk
negara Indonesia telah membawa sejumlah perubahan yang cukup baik. Disamping
berbagai prestasi atau kemajuan yang berhasil diraih, terlihat pula sejumlah potret
kehidupan yang memperburuk citra pembangunan. Manfaat pembangunan selama ini
lebih dirasakan oleh kelompok masyarakat lapisan atas, sehingga jurang
ketimpangan sosial dan ekonomi semakin menganga pula. Banyak kalangan yang
mengatakan petani sebagai “wong cilik” yang kehidupannya semakin tertindas dan
harus menjadi tumbal atas kebijakan perekonomian pemerintah.
Sentralisme kekuasaan dan pembangunan yang berlangsung selama sekitar

tiga puluh dua tahun mungkin sudah terhapus dan digantikan oleh otonomi daerah.
Namun penyakit sentralisme masih bersemayam kuat di dalam proses pembangunan
nasional, yaitu ketimpangan wilayah (spatial ineqiality) yang cukup akut (Susan,

3
Universitas Sumatera Utara

2008). Ketika proses pembangunan yang selama ini dijalankan di Indonesia lebih
terkonsentrasi pada wilayah perkotaan saja, sedangkan desa atau daerah kurang
mendapat perhatian pada proses pembangunan tersebut. Ekonomi Desa selama ini
kurang diprioritaskan pemerintah. Baik itu dalam wujud wilayah perdesaan, daerah
tertinggal, perbatasan, sektor pertanian, pelaku usaha mikro kecil, maupun karakter
aktivitas ekonomi tradisional.
Wilayah pedesaan sangat luas, jumlah penduduknya sangat banyak, tingkat
pendapatan, pendidikan dan derajat kesehatan adalah rendah, ditambah lagi
aksesibilitas terhadap faktor-faktor produkitf, modal usaha dan investasi, dan
memperoleh informasi sangat lemah, sehingga kemajuan dan kesejahteraan
masyarakat pedesaan jauh tertinggal dibandingkan masyarakat perkotaan. Terdapat
kesenjangan atau ketimpangan sosial dan ekonomi antara daerah perkotaan dengan
daerah pedesaan. Daerah pedesaan mempunyai peran dan fungsi yang sangat

penting, diantaranya menghasilkan berbagai jenis komoditas pertanian (beras, hasil
perkebunan dan lainnya) untuk memenuhi kebutuhan penduduk perkotaan, sebagai
bahan baku untuk industri dan sebagian adalah untuk ekspor, oleh karena itu upaya
pembangunan pedesaan telah diberikan prioritas dan harus mendapat perhatian yang
lebih serius pada masa mendatang (Adisasmita, 2006.hal.1).
Menurut Kanbur dan Venables dalam Spatial Inequality and Development
(2005), gejala-gejala dari penyakit ketimpangan wilayah di antaranya adalah masih
rendahnya kualitas pendidikan perdesaan, jeleknya fasilitas infrastruktur, aktivitas
perbankan yang rendah, kebijakan pembangunan berbasis eksploitasi sumber daya
alam semata, sampai tidak tersedianya lapangan kerja berbasis karakter sosial
ekonomi lokal yang mencukupi. Jika dilihat dalam perspektif ekonomis, gejala-gejala
penyakit ketimpangan wilayah tersebut berdampak pada rendahnya angka

4
Universitas Sumatera Utara

pendapatan. Sebaliknya wilayah kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya,
Semarang, Medan, dan kota-kota besar lainnya aktivitas pembangunan mengalami
percepatan luar biasa. (www.unisosdem.org diakses pada tanggal 10 Februari 2016
pukul 20.32 WIB)

Gejala-gejala penyakit ketimpangan wilayah antara kota dan daerah (desa)
dalam pembangunan tersebut memiliki sebab-sebab utama. Kalangan ilmu sosial
menyepakati bahwa penyakit ketimpangan wilayah berpangkal pada rendahnya
kualitas kepemimpinan daerah dalam mendorong pembangunan. Bahkan otonomi
daerah ditandai oleh terciptanya raja-raja kecil yang giat membangun kekuasaan
dinasti lokal dan mengabaikan substansi kekuasaan demokratis. Selain itu,
kepemimpinan daerah juga ditandai oleh praktek korupsi yang masih tinggi.
(http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=12028&coid=2&caid=30&gid=3
diakses pada tanggal 10 Februari 2016 pukul 20.32 WIB)
Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menyebutkan bahwa 60,6% praktek
korupsi terjadi di tingkat daerah. Lemahnya kepemimpinan daerah secara sosiologis
menyebabkan tata pemerintahan dan kebijakan yang buruk. Kebijakan-kebijakan
pembangunan daerah pada umumnya masih bersifat pragmatis seperti kebijakan
eksploitasi alam besar-besaran demi memacu pendapatan daerah secara instan tanpa
diimbangi oleh aktivitas produktif lainnya berbasis pada kreativitas ekonomi daerah.
Pembangunan sektor pertanian, yang menjadi ciri aktivitas ekonomi di perdesaan,
masih

belum


didorong

oleh

kebijakan-kebijakan

daerah

yang

kreatif.

(http://dokumen.tips/documents/hubungan-desa-kota.html diakses pada tanggal 10
Februari 2016 pukul 19.16 WIB)
Sebaliknya, fenomena umum yang sering muncul di media massa adalah
terpinggirkannya para petani. Pandangan sinis publik selama ini melihat bahwa

5
Universitas Sumatera Utara


aktivitas pertanian mungkin dianggap sebagai “ladang basah” bagi pemimpin dan
birokrasi lokal untuk dikorupsi. Selain masalah kepemimpinan daerah dan
kepemerintahan yang buruk, ketimpangan wilayah juga disebabkan oleh makna
publik di daerah terhadap kesempatan berusaha di kota. Kota merupakan area
dinamis oleh peredaran uang yang cepat, pusat industri dan jasa, serta gaya hidup
modernisme yang dipandang selalu lebih baik dari tradisionalisme desa.
Hubungan desa-kota itu nyata. Tapi ada banyak keluhan, misalnya tentang
eksploitasi kota atas desa. Namun, hubungan ini terjadi karena desa juga memerlukan
kota. Produksi (pertanian) memerlukan konsumsi, dan sebaliknya. Tapi terkadang
nilai tukar produk pertanian sering dianggap terlalu rendah, tidak memiliki daya
tawar yang tinggi, atau setidaknya sebanding dengan produk barang sekunder dan
jasa dari kota. (http://rujak.org/2011/02/bagaimana-sebaiknya-hubungan-desa-kotamenuju-abad-ekologi/ diakses pada tanggal 11 Februari 2016 pukul 01.12 WIB)
Orientasi pembangunan ekonomi Indonesia yang lebih menekankan
pertumbuhan, turut pula memperparah ketimpangan wilayah khususnya antara desakota. Investasi ekonomi (infrastruktur dan kelembagaan) mayoritas diarahkan untuk
melayani daerah perkotaan yang relatif memiliki pertumbuhan cepat. Ekonomi desa
tidak memperoleh nilai tambah yang proporsional akibat dari wilayah perkotaan
hanya sekedar menjadi pipa pemasaran dari arus komoditas primer dari pedesaan.
Dalam konteks demikian, wajar apabila terjadi pengurasan sumber daya oleh kota
terhadap desa secara sistematis dan kota hanya mengambil keuntungan dari jasa
distribusi semata, sehingga seringkali terjadi kebocoran wilayah yang merugikan

pertumbuhan ekonomi daerah itu sendiri.

(hervianikhalisa.wordpress.com diakses

pada tanggal 11 Februari 2016 pukul 14.30 WIB)

6
Universitas Sumatera Utara

Pembangunan nasional juga menciptakan ketimpangan antara desa dan kota.
Banyak peneliti yang sudah membuktikan bahwa pembangunan semakin
memperbesar jurang antara kota dan desa. Sangat disadari, negara berkembang
seperti Indonesia mengkonsenterasikan pembangunan ekonomi pada sektor industri
yang membutuhkan investasi yang mahal untuk mengejar pertumbuhan. Akibatnya
sektor lain seperti sektor pertanian dikorbankan yang akhirnya pembangunan hanya
terpusat di kota-kota. Hal ini juga sesuai dengan hipotesa Kuznets, bahwa pada tahap
pertumbuhan awal pertumbuhan diikuti dengan pemerataan yang buruk dan setelah
masuk pada tahap pertumbuhan lanjut pemerataan semakin membaik. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kesenjangan tersebut antara lain karena perbedaan pendidikan,
ketersediaan

lapangan

pekerjaan,

infrastruktur

investasi

dan

kebijakan.

(maosilmu.blogspot.co.id diakses pada tanggal 11 Februari 2016 pukul 18.00 WIB)
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesan kota sebagai memiliki
atribut yang positif dari desa yang terkesan negatif. Salah satunya yang terpenting
adalah bahwa kota mewakili suatu kedinamisan dan progresifitas (kemajuan),
sementara desa menyimbolkan kediaman dan keterbelakangan serta kemalasan.
Situasi kota yang padat, memaksa warga kota untuk terus bergerak dinamis
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Berbeda dengan situasi di desa yang tenang
dan tampak “baik” tapi sebenarnya dapat membahayakan bagi jiwa yang lemah.
Penduduk desa tidak begitu dituntut untuk bekerja keras, tanpa kerja keras pun
mereka dapat makan dari hasil tanaman di sekitar pekarangan rumah mereka. Pada
gilirannya, perbedaan situasi kota dan desa ini juga mempengaruhi cara berfikir dan
bertindak masyarakatnya. Sementara masyarakat kota biasa bertindak cepat, lugas
dan dinamis, masyarakat desa cenderung berperilaku santai. Masyarakat kota juga
dianggap lebih cepat dalam memperoleh informasi aktual dibanding masyarakat

7
Universitas Sumatera Utara

desa, informasi aktual yang dimaksud termasuk tren terbaru di berbagai bidang dari
tren baju, musik, wawasan sampai keilmuan. (maosilmu.blogspot.co.id diakses pada
tanggal 11 Februari 2016 pukul 18.00 WIB)
Menanggapi permasalahan ketimpangan pembangunan desa dan kota ini,
pemerintah pada tanggal 15 Januari 2014 meresmikan Undang-Undang (UU) No. 6
tahun 2014 tentang Desa, yang menjadi jawaban baru dalam memperjuangkan
pembangunan desa yang lebih baik dan bermartabat. Lahirnya program baru ini
membawa perubahan radikal bagi proses pembangunan nasional, dari semula
berbasis sentralistik menjadi partisipatif dengan menjadikan masyarakat desa sebagai
pelaku utama pembangunan. Indonesia mempunyai banyak pekerjaan besar yang
harus diselesaikan secara bersama-sama dalam semangat kegotong-royongan. Seperti
mengakhiri ketimpangan dan ketidakadilan atas penguasaan dan pemilikan atas
sumber-sumber agraria perlu menjadi perhatian Pemerintah ke depan.
Sebagai perwujudan Nawacita ketiga, yakni membangun Indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara
kesatuan, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan
Jafar menyatakan salah satu program prioritas pemerintahan Joko Widodo adalah
melakukan pembangunan desa dengan memperkuat ekonomi desa.
Dengan adanya penguatan ekonomi desa, akan mengurangi ketimpangan
antara desa dan kota. Terutama dalam hal tingkat kesejahteraan dan kemajuan
ekonomi. Jika ekonomi desa kuat, ketimpangan antara desa dengan kota secara
otomatis akan berkurang. Di sisi lain, upaya mengurangi kesenjangan antara desa dan
kota dilakukan dengan mempercepat pembangunan desa-desa mandiri serta
membangun keterkaitan ekonomi lokal antara desa dan kota melalui pembangunan
kawasan perdesaan.

8
Universitas Sumatera Utara

Sasaran yang ingin dicapai yaitu berkurangnya desa tertinggal sedikitnya
5.000 desa atau meningkatnya jumlah desa mandiri sedikitnya 2.000 desa. Dari
74.094 desa se-Indonesia, lebih dari separuhnya yaitu 39.086 desa (52,78%) masuk
kategori desa tertinggal. Bahkan masih ada 17.268 desa (24,48%) di antaranya
merupakan desa sangat tertinggal, di mana 1.138 desa berada di wilayah perbatasan.
(http://news.liputan6.com/read/2233617/menteri-marwan-penguatan-ekonomi-desakurangi-ketimpangan-desa diakses pada tanggal 11 Februari 2016 pukul 18.30 WIB)
Desa tertinggal adalah desa yang belum terpenuhinya Standar Pelayanan
Minimum (SPM) pada aspek kebutuhan sosial, infrasturktur, sarana, pelayanan
umum, dan penyelenggaraan pemerintah. Upaya mengentaskan desa-desa tertinggal
akan dilakukan melalui pembangunan desa yang ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan kualitas hidup masyarakat desa, dengan mendorong pembangunan desa
mandiri, yaitu desa yang telah terpenuhi pada aspek kebutuhan sosial dasar,
infrastruktur dasar, sarana dasar, pelayanan umum, dan penyelenggaraan pemerintah
desa, serta secara kelembagaan telah memiliki keberlanjutan. (Forum, 2016)
Apalagi kehadiran UU Desa juga ditindaklanjuti dengan keberadaan
momenklatur baru dalam Pemerintahan Presiden Joko Widodo, yaitu Kementrian
Desa, Pembangunan Deerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kementrian Desa).
Kementrian yang digawangi Marwan Jafar ini berupaya keras mengawal agar seluruh
mandat-mandat yang tertuang dalam UU Desa dapat terwujud, dengan berpegang
teguh secara konsisten terhadap asas rekognisi dan subsidiaritas. Dan seluruh
program yang terdapat dalam Undang-Undang Desa direalisasikan pemerintah dalam
membuat Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD).
Pemberian bantuan langsung berupa Alokasi Dana Desa menjadi wujud nyata
kebijakan pemerintah dalam upaya mengembangkan desa dengan mendukung

9
Universitas Sumatera Utara

perbaikan infrastruktur fisik maupun non fisik desa. Dengan adanya dukungan ini
diharapkan adanya peningkatan taraf hidup dalam masyarakat desa, dimana semua
pihak yaitu masyarakat desa turut ikut ambil bagian di dalam pengembangan
desanya. Alokasi Dana Desa juga digunakan dalam pemberdayaan masyarakat desa
untuk meningkatkan daya masyarakat menuju suatu kondisi masyarakat yang
mandiri.
Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) sendiri berdasarkan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 (UU 6/2014) desa memperoleh jatah Alokasi Dana Desa
(ADD). ADD yang diberikan merupakan hak desa yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang di transfer
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten dan digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Ketentuan yang mengatur Dana
Desa adalah Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai pelaksanaan dari
ketentuan Pasal 72 ayat (1) huruf b dan ayat (2) dari Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa. Sebelumnya, desa tidak memperoleh kejelasan anggaran
untuk mengelola pembangunan, pemerintah dan sosial masyarakat. (Undang-Undang
No.6 Tahun 2014)
Dengan adanya Alokasi Dana Desa, maka Desa memiliki kepastian
pendanaan sehingga pembangunan dapat terus dilaksanakan tanpa harus terlalu lama
menunggu datangnya dana bantuan dari pemerintah pusat. Pemberian alokasi dana
desa merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk melaksanakan otonominya
sendiri secara mandiri. Hal ini dilakukan agar desa dapat bertumbuh dan berkembang
sesuai dengan pertumbuhan desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, otonomi

10
Universitas Sumatera Utara

asli, partisipasi, demokratisasi, pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan peran
Pemerintahan Desa dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada warga
desanya. Sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat dan mempercepat laju
pembangunan nasional.
Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) beberapa tahun ini sudah dilaksanakan
di beberapa desa di seluruh Indonesia. Pemerintah Provinsi Aceh pada tahun 2016
akan mendapatkan anggaran Alokasi Dana Desa (ADD) sejumlah Rp 3,8 Triliun.
Jumlah ini meningkat 100% lebih dibandingkan dari jumlah anggaran tahun 2015
yang hanya Rp. 1,7 Triliun. (http://bisnis.liputan6.com/read/2326534/dana-desanaik-jadi-rp-46-triliun-pada-2016 diakses pada tanggal 11 Februari 2016 pukul 19.05
WIB)
Berdasarkan informasi dari Kepala Desa Johar, sebanyak 213 desa di
Kabupaten Aceh Tamiang menerima dana ADD tiap tahunnya. Total dana yang
dialokasikan

untuk

seluruh

desa

di

Kabupaten

Aceh

Tamiang

sebesar

Rp.85.000.000.000,- untuk tahun anggaran 2015. Desa Johar menjadi salah satu desa
yang menerima dana ADD tiap tahunnya. Besaran dana ADD yang telah diterima
Desa Johar sebesar Rp.426.227.618,- di tahun 2015 dan akan mengalami
peningkatan di tahun 2016. Di tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar
Rp.700.000.000,- untuk tiap-tiap desa di Kabupaten Aceh Tamiang, termasuk Desa
Johar itu sendiri.
Pemerintahan Desa Johar yang dipimpin oleh Kepala Desa telah membuat
berbagai kebijakan dalam pemanfaatan Dana ADD sebagai proses peningkatan
infrastruktur serta pengembangan desa tersebut. Dalam peningkatan infrastruktur
desa, ADD digunakan untuk pembangunan saluran beton dan pembangunan rabat
beton. Dalam pengembangan desa, ADD telah digunakan untuk: Belanja

11
Universitas Sumatera Utara

(Penghasilan tetap dan tunjangan) Pegawai Pemerintahan Desa termasuk diantaranya
Kepala Desa, biaya operasional kantor Kepala Desa, biaya operasional perangkat
Desa, penambahan modal BUMD (Badan Usaha Milik Desa) dalam bentuk usaha
sewa tenda, pengadaan Alat Permainan Edukatif (APE) PAUD, Bantuan Operasional
TPA/TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an), Pembinaan Posyandu dalam bentuk
pemberian makanan tambahan, Revitalisasi Posyandu, Biaya Pembinaan PKK, serta
Penambahan Biaya Maulid Nabi pada tahun 2015.
Berdasarkan pengamatan peneliti, terdapat perubahan yang positif dalam
kehidupan masyarakat Desa Johar sejak dilaksanakannya program-program dari dana
Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Johar tersebut, khususnya dari segi pembangunan
infrasturktur desa yaitu pembangunan saluran beton dan rabat beton. Peneliti melihat
terdapat perubahan dalam kegiatan sehari-hari masyarakat dengan dibangunnya
saluran beton dan rabat beton di desa Johar. Dimana dengan adanya saluran beton
menghindari masyarakat dari banjir di pekarangan akibat hujan, dan juga dengan
adanya rabat beton membuat masyarakat lebih menghemat waktu untuk keluar
masuk desa.
Berdasarkan permasalahan yang telah penulis sajikan, maka peneliti merasa
tertarik untuk melihat bagaimana respon masyarakat terhadap program-program
pembangunan yang bersumber dari Alokasi Dana Desa (ADD) yang telah dijalankan
oleh Pemerintahan Desa Johar Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang.
Untuk itu peneliti ingin melakukan penelitian dengan mengangkat judul “Respon
Masyarakat Terhadap Program-Program Pembangunan yang Bersumber Dari
Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Johar Kecamatan Karang Baru Kabupaten
Aceh Tamiang”.

12
Universitas Sumatera Utara

1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis

merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Seperti apa respon masyarakat
terhadap program-program pembangunan yang bersumber dari Alokasi Dana Desa
(ADD) di Desa Johar Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seperti apa respon

masyarakat terhadap program-program pembangunan yang bersumber dari Alokasi
Dana Desa di Desa Johar Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang.

1.3.2

Manfaat Penulisan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam rangka:

a. Secara akademis, menambah referensi dalam pengembangan model kebijakan
sosial, khususnya mengenai pembangunan perdesaan.
b. Secara praktis, memberikan kontribusi dalam pengembangan konsep dan teori
yang berkenaan dengan kebijakan sosial.

1.4 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian inni adalah sebagai berikut:
BAB I

: PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

13
Universitas Sumatera Utara

BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian konsep dan teori yang berkaitan dengan
masalah /objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep
dan operasional.

BAB III

: METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan
sampel, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV

: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan gambaran umum mengenai lokasi dimana
penulis melakukan penelitian.

BAB V

: ANALISIS DATA
Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian
serta analisis pembahasannya.

BAB VI

: PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang
telah dilakukan.

14
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Dampak Program Alokasi Dana Kampung Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kampung di Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh

7 61 130

Implementasi Program Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Pembangunan Desa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo (Studi Pada Desa Ajijahe Dan Desa Ajijulu)

3 54 174

Respon Masyarakat Terhadap Program-Program Pembangunan yang Bersumber Dari Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Johar Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang

0 16 142

Respon Masyarakat Terhadap Program-Program Pembangunan yang Bersumber Dari Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Johar Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang

0 0 12

Respon Masyarakat Terhadap Program-Program Pembangunan yang Bersumber Dari Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Johar Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang

0 1 2

Respon Masyarakat Terhadap Program-Program Pembangunan yang Bersumber Dari Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Johar Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang

0 0 27

Respon Masyarakat Terhadap Program-Program Pembangunan yang Bersumber Dari Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Johar Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang

0 1 3

Respon Masyarakat Terhadap Program-Program Pembangunan yang Bersumber Dari Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Johar Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang

0 0 22

Implementasi Program Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Pembangunan Desa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo (Studi Pada Desa Ajijahe Dan Desa Ajijulu)

0 0 18

Implementasi Program Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Pembangunan Desa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo (Studi Pada Desa Ajijahe Dan Desa Ajijulu)

0 1 1