Perubahan Sosial Masyarakat di Blahbatuh Pada Tahun 1980 - 2015.

(1)

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Falkultas Satra dan Budaya Unversitas Udayana Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menempuh

Ujian Sarjana Dalam Program Studi Ilmu Sejarah

OLEH:

NGAKAN PUTU OKA SEGARA 1001505003

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

pertumbuhan agraris berkembang menjadi perdagangan tradisional ke modern menuju pada pariwisata dengan berbagai permasalahan menyebabkan terjadinya perubahan sosial masyarakat di Blahbatuh yang menarik untuk diteliti. Aktor yang melakukan perubahan itu adalah masyarakat Blahbatuh yang merespon perkembangan jaman melalui aktivitasnya.

Masalah penelitian dirumuskan: 1) Bagaimana gambaran umum wilayah Blahbatuh dan perubahan sosial yang terjadi?, 2) Faktor–faktor apa yang menyebabkan terjadinya perubahan masyarakat Blahbatuh? dan 3) Bagaimana Implikasi perubahan sosial pada masyarakat Blahbatuh?.

Penelitian ini menggunakan pendekatan empiris yang digunakan sebagai suatu cara dalam menentukan sebab - sebab dari tejadinya perubahan sosial melalui aktivitas yang dirasakan mampu mengubah nilai-nilai yang dalam diri masyarakat. Teori yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu teori perubahan sosial melalui aktivitas dan teori sejarah berdasarkan pondasi dasar jiwa jaman. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif-kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif dan memiliki aliran gabungan dari aliran organik dengan personal-intuitive dalam penulisannya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini disimpulkan faktor penyebab terjadinya perubahan sosial di Blahbatuh ada beberapa faktor-faktor dari pengamat peneliti selama melakukan penelitian yaitu faktor panutan masyarakat, faktor informasi, faktor teknologi, faktor kepercayaan, faktor hubungan, faktor pendidikan dan faktor perekonomian masyarakat. Perubahan sosial masyarakat didasari dari faktor-fartor penyebab ini akan tetapi dalam pelaksanaannya (praktek) berbeda, memiliki arti yang sama. Ini


(6)

zaman.

Kata - Kata Kunci: Perubahan Sosial, Masyarakat Blahbatuh, Aktor Perubahan, dan Implikasi


(7)

dilakukan selalu menimbulkan penderitaan bagiku baik berhubungan dengan orang lain yang berbeda denganku hanya kudapatkan hanya penderitaan dan bila ada yang mengikuti aku tak dapatku membawanya kebahagian karena yang ada denganku hanya penderitaanku tapi aku mendambakan arti kesunyian hati dan pikiran ku setenang bagaikan laut dalam”

“Prioritas ku tertinggi dan terpenting adalah kerugiaan dan kelemahan yang diketahui, untuk dapat mengubah 3 dasar kerugian dan kelemahan yaitu diri sendiri atau pokok (primer), keluarga atau (sekunder), masyarakat atau (tersier) segala hal yang diperlukan akan dilakukan demi menghilangkan segala kerugian dan kelemahan yang ditimbulkan tersebut”


(8)

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya yang tiada terkira sehingga penulis dapat menyelesaikan penulis dan penyusun skripsi yang berjudul “ Perubahan Sosial Masyarakat Di Blahbatuh tahun 1980 – 2015”. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam memperoleh gelar Sarjana (SI) Ilmu Sejarah Falkultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana.

Penulis menyadari bahwa dalam penyajian skripsi belum sempurna, karena penulis mengalami beberapa kendala, kekurangan, keterbatasan wawasan dan pengetahuan. Kendatipun demikian, berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya hambatan dan kekurangan tersebut dapat teratasi. Penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak agar penulisan skripsi ini dapat lebih baik dan sempurna.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan atau motivasinya. Sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis menghaturkan terima kasih kepada yang terhormat berikut ini :

1. Ibu Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A selaku Dekan Falkultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana Denpasar pada tahun 2016 yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

2. Ibu Dra. A.A.A Rai Wahyuni, M, Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Sejarah dan Ibu Fransiska Dewi Setiowati Sunaryo, S.S.M.hum selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Sejarah yang telah memberikan arahan, masukan dan perhatian selama penulis mengikuti pendidikan dari awal sampai akhir perkuliahan.


(9)

tidak henti dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

4. Para dosen pengajar mata kuliah di Prodi Ilmu Sejarah dan Falkultas Sastra dan Budaya pada umumnya yang telah memberikan sumbangsih pengetahuan kepada penulis.

5. Pegawai dan staf Administrasi yang telah membantu dalam bidang adminitrasi dan perpustakaan Falkultas Sastra dan Budaya yang telah menyediakan literature untuk penulisan skripsi.

6. Kepada para Informan terima kasih karena sudah membantu dalam memberikan informasi kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada kepala desa dan camat di Kecamatan Blahbatuh terima kasih telah banyak member masukkan kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini. 8. Kepada orang tua yang saya hormati yaitu Ngakan Nyoman Rai Topa dan

keluarga terima kasih yang tidak terhingga atas doa, kasih sayang, kepercayaan, dan dukungan baik moril maupun materi kepada penulis yang tiada henti untuk tetap semangat menyelesaikan studi.

9. Para sahabat dan teman seangkatan ataupun beda angkatan yang tidak henti– hentinya mendengarkan penulis dan selalu menemani dan memberi dorongan dalam penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap penulisan skripsi ini dapat dikembang karena penulis hanya mengambil sebagian kecil suatu yang namanya perubahan yang terjadi di Kecamatan Blahbatuh dan hasil dari penulisan skripsi ini semoga dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.


(10)

Empiris : berdasarkan pengalaman (terutama yang diperoleh dari penemuan, percobaan, pengamatan yang telah dilakukan) Proposisi : 1. rancangan usulan; 2. ungkapan yang dapat dipercaya,

disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar-tidaknya Rwebhineda : Dua hal yang berbeda atau berlawanan

Sisya : Murid Aguru : bukan guru Asisia : Bukan Murid

Diksita : diterima menjadi murid dalam hal kesucian Mediksa : upacara penobatan

Abebersih : membersihkan diri dalam ajaran agama sebelum upacara Kukul : alat komunikasi yang digunakan di bali untuk

menyampaikan sesuatu Melajahang raga : belajar dari diri sendiri Wayah : lama, tua atau besar Saprodi : Sarana produksi padi Yarnen : Bayar setelah Panen

Fasilitator : Orang yang menyediakan fasilitas Motivator : orang yang memberi dukungan Instansi : badan atau lembaga yang menggeluti

Makro : 1. Besar, tebal: kajian – 2. Berkaitan dengan jumlah yang banyak atau ukuran yang besar


(11)

(12)

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENERIMA PANITIAN UJIAN ... iii

SURAT PERNYATAAN PENULIS E-JURNAL HUMANIS ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

GLOSIUM ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Umum ... 8

1.3.2 Tujuan Khusus ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Tinjauan Pustaka ... 10

1.6 Metodologi Sejarah dan Teori Yang Digunakan ... 13

1.6.1 Metodologi Sejarah ... 13

1.6.2 Teori Yang Digunakan ... 14

1.7 Metode Penelitian Dan Sumber ... 17

1.8 Lokasi Penelitian ... 21

1.9 Sistematika Penulisan ... 21

BAB II GAMBARAN UMUM DI BLAHBATUH ... 23

2.1 Letak Geografis dan Demografi ... 23


(13)

DI BLAHBATUH ... 47

3.1. Faktor Panutan Masyarakat ... 47

3.2

Faktor Informasi ... 49

3.3

Faktor Teknologi ………... 50

3.4

Faktor Kepercayaan ……….. 55

3.5

Faktor Hubungan ………..…… 56

3.6

Faktor Pendidikan ………. 58

3.7

Faktor Perekonomian Masyarakat ……… 65

BAB IV IMPLIKASI PERUBAHAN SOSIAL DI KECAMATAN BLAHBATUH ... 73

4.1 Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat di Blahbatuh ... 73

4.2 Dampak Sosial Budaya Masyarakat di Blahbatuh ... 100

4.3 Pekembangan Masyarakat Agraris di Blahbatuh ... 108

BAB V SIMPULAN

... 111

5.1 Kesimpulan ... 111

5.2 Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 114

DAFTAR INFORMAN ... 117

DAFTAR INTERNET ……… .. 119

LAMPIRAN 1.SURAT IJIN PENELITIAN ... 122

LAMPIRAN 2. DAFTAR FOTO ... 123

LAMPIRAN 3. NAMA BANJAR, DESA DI BLAHBATUH ... 131

LAMPIRAN 4. PETA DESA BLAHBATUH ... 135


(14)

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Blahbatuh merupakan bagian wilayah dari Kabupaten Gianyar. Di wilayah ini terdapat objek wisata, tempat–tempat yang memiliki kwalitas sebagai objek wisata seperti Goa Gajah, Museun Purbakala, Taman Safari, Yeh Pulu, dan objek religius seperti pura – pura bersejarah. Di antaranya Pura Samuan Tiga dan Pura Durga Kutri yang menarik untuk dikunjungi. Bukan hanya objek wisata yang menjadi daya tarik, masyarakat juga memiliki budaya yang perlu dilihat sebagai suatu karakteristik masyarakat mulai dari banjar–banjar memiliki ciri khas masing–masing yang berbeda satu sama lainnya. Masyarakat di wilayah Blahbatuh yang paham benar dengan konsep rwebhineda dan mengahayatinya dalam kehidupanya dapat dilihat dari pengamatan dilapangan yang peneliti mengamati bahwa terjadi ketidakcocokan pemikiran antara satu banjar dengan banjar lain. Memang berbeda namun tetap satu dan selalu mengedepankan arti dari kebersamaan antara banjar dapat dilihat dari sikap banjar selalu peduli terhadap anggota banjarnya yang berbeda. Juga para aparat banjar yang selalu menjaga aturan banjar yang sudah disepakati bersama. Hal itu menimbulkan terjadi berbagai masalah baik yang muncul dari salah satu anggota banjar, banjar itu sendiri maupun banjar lain. Menarik untuk diamati dan juga setiap


(15)

banjar memiliki nilai–nilai luhur yang diwarisi dari generasi ke generasi dan di setiap generasi merespon dengan cara masing –masing yang berbeda–beda satu sama lainnya membuat kehidupan tidak membosankan dalam menjalaninya. Permasalahan di wilayah Blabatuh itu muncul dan memberi warna dalam keseharian masyarakatnya menjadikan peneliti tertarik untuk mengangkatnya dalam penulisan.

Masyarakat pada setiap banjar memiliki profesi sebagai petani jumlah meminat tergantung kondisi yang ada di banjar, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya lahan pertanian yang dimiliki oleh bekas penguasa dulu yang digarap oleh masyarakat yang meminta hal tersebut. Lahan pertanian juga dimiliki oleh anggota banjar dan banjar sebagai pemilik sahnya memberikan hak untuk menggarap lahan pertanian kepada anggota banjar itu sendiri. Untuk menjaga kebelangsungan profesi pertanian tersebut, masyarakat di setiap banjar melakukan usaha–usaha untuk mempertahankan warisan dari leluhurnya. Terkadang diantara anggota masyarakat menginginkan terjadinya suatu perubahan dari bidang agraris menjadi bidang ekonomi yang ingin memberikan keuntungan bagi masyarakat anggota banjar khusunya anggota yang menginginkanya. Akan tetapi ada pihak tidak setuju dengan terjadi suatu perubahan karena merasa bahwa kegiatan pertanian ini harus tetap ada guna melestarikan warisan leluhur. Membantu pihak pemerintahan untuk menjaga keadaan masyarakat wilayah Blahbatuh agar tetap stabil sehingga dapat dikontrol perkembangannya apabila terjadi perubahan. Bagi masyarakat di setiap banjar wilayah Blahbatuh yang memiliki potensi akademik dan kwalitas kepribadian dan


(16)

juga hubungan sosial dan spritual yang dapat dicontrol dengan baik akan diberikan pekerjaan dalam pemerintahan (pegawai negeri). Dan juga diperlukan perekonomian yang memadai untuk menunjang hal tersebut.

Sejalan dengan industri pariwisata yang berkembang pesat dan mencapai wilayah blahbatuh, hingga memunculkan suatu dorongan bagi masyarakat untuk terjun di bidang pariwisata. Penghasilan yang didapat dari industri pariwisata tersebut menjanjikan maka banyak masyarakat yang meninggalkan profesi sebagai petani. Untuk mencegah hal tersebut maka para tetua–tetua di setiap banjar melakukan tindakan yaitu memberikan fasilitas bagi para petani guna memperlancarkan kegiatan pertanian sekaligus mengajak untuk bergabung dalam kegiatan pertanian. Dalam pelaksanaannya banyak mengalami kendala–kendala yang menarik untuk diamati.

Budaya masyarakat di setiap banjar wilayah Blahbatuh sangat menggemari berternak baik itu di wilayah pertanian maupun dirumah setiap anggota banjar. Mereka memiliki hewan peliharaan yang dipelihara antara lain : sapi, ayam, anjing dan terkadang bebek. Masyarakat pedesaan di wilayah Blahbatuh sangat menggemari budaya tajen (adu ayam). Hal ini merupakan budaya turun temurun yang dilakukan masyarakat pedesaan guna memberi hiburan bagi keadaan masyarakat kurang memiliki kemampuan dalam hal ekonomi. Oleh karena itu setiap ada adu ayam masyarakat yang menginginkan peningkatan taraf ekonomi melakukan perdagangan di sekitar wilayah adu ayam tersebut. Bagi masyarakat yang menyenangi adu ayam memasang taruhan guna menghibur perasaan lelah yang dirasa. Akan tetapi,


(17)

disebabkan seringnya terjadi adu ayam (tajen) pemerintah menganggap bahwa adu ayam meemberikan dampak negatif bagi perekonomian masyarakat tetapi dilain pihak (adu ayam) memberikan suatu hiburan bagi masyarakat yang mengalami tekanan hidup. Sehingga pentingkah tajen bagi masyarakat pedesaan ini perlu diamati.

Masyarakat wilayah Blahbatuh sangat menjunjung kebersamaan dengan melalui persaingan antara banjar. Guna mempererat hubungan antara banjar dilakukan perlombaan baik didalam maupun di luar banjar dan juga demi menjaga hubungan masyarakat wilayah Blahbatuh dari pihak luar, masyarakat membentuk komunitas sendiri disetiap banjar yang ada. Untuk menetralisi pengaruh dari premanisme dibentuk ‘Kodrat’ suatu organisasi pelindung desa Blahbatuh melalui jalur premanisme, masyarakat Blahbatuh sangat menggemari cerita-cerita yang memiliki nilai-nilai luhur seperti Kebo Iwo yang sekarang merupakan ikon Blahbatuh, dan juga Babad Blahbatuh menceritakan perjalanan Gusti Jelantik sebagai simbolis jiwa masyarakat Blahbatuh yang beraneka ragam yang tak ternilai harganya hingga masyarakat Blahbatuh kukuh mempertahankannya. Dari pengamatan di lapangan peneliti menemukan untuk mempertahankan simbolis jiwa masyarakat itu melakukan tindakan-tindakan yang berani tetapi sebenarnya hanya seorang petani yang menjaga sawahnya agar tetap ada, dapat dilihat dari sikap keseharian masyarakatnya. Konsep nyama braya sudah mendarah daging bagi wilayah Blahbatuh. Di saat deras perubahan masyarakat di sekitar wilayah Blahbatuh


(18)

mengalami kemajuan dengan mulai meninggalkan hal itu namun di wilayah Blahbatuh masih menerapkan hal tersebut melalui sukarela untuk membantu (ngayah) di pura, gotong- royong kadang-kadang untuk mempererat hubungan dan saling pengertian. Terkadang muncul konflik namun dapat di selesaikan dengan melalui cara masyarakat itu sendiri. Hal ini menjadi perhatian yang menarik untuk di amati.

Masyarakat di wilayah Blahbatuh memiliki pura–pura sebagai simbolis kehidupan masyarakat di setiap banjar dengan kepercayaan dan filosofisnya yang dijadikan akar dalam menjalani jejak leluhurnya melalui penghayatan makna dan fungsi dari arti sesungguhnya dari kehidupan. Mulai dari Pura Dalem memiliki makna masyarakat yang hidup didunia mempedulikan dalam menjalani kehidupannya melalui sikap baik dan buruk dalam kehidupan harus seimbang. Pura Balai Agung memiliki makna masyarakat dalam kehidupan memerlukan hubungan antara masyarakat untuk membina kebelangsungannya dalam kehidupan ini maka di perlukan hubungan sosial di masyarakat Blahbatuh. Pura Puseh memiliki makna dalam kehidupan masyarakat merupakan pusat bagi peredaran kehidupan maka masyarakat merupakan pelaku dalam menjaga kebelangsungannya.

Maka timbul berbagai permasalahan karena berkembangannya kemajuan zaman. Untuk itu peneliti mempertanyakan demi menjaga tradisi atau menerima kemajuan yang sedang berkembang masyarakat menjadikan pura sebagai kawasan perekonomian bagi kehidupan masyarakatnya itu sendiri dan bila masyarakat ditempatkan antara tradisi yang pada akhirnya membawa pada penyesalan dan


(19)

kemajuan yang menjanjikan manakah yang dipilih. Masyarakat wilayah Blahbatuh sangat menyukai hiburan berupa tontonan gratis didapat dibuktikan dengan pengamatan di lapangan peneliti mengenai teknologi di setiap banjar selalu ada radio dan televisi dibalai pertemunan (Balai Banjar) sebelum radio dan televisi menyebar disetiap rumah per keluarga. Ini menjadi daya tarik bagi peneliti karena pengaruh perkembangan teknologi mudah diterima oleh masyarakat di setiap banjar wilayah Blahbatuh. Hal yang paling disukai pada tahun 1980 adalah arja mengenai pandawa dan kurawa menceritakan bahwa jumlah kebaikan jumlah 5 orang dengan simbolis masing–masing dengan menghadapi kejahatan berjumlah 100 orang kurawa perwatakan simbolis jahat dengan didalam satu keluarga besar bernama Brata memiliki nilai dan makna kehidupan. Akan tetapi perkembangan mulai dipengaruhi dengan pengaruh luar yang datang seiring dengan perkembangan zaman mulai muncul keinginan mendominasi jalan pikiran masyarakat melalui saluran televisi dan radio dari bidang kepercayaan masyarakat, budaya masyarakat, dan kehidupan masyarakatnya itu sendiri. Bila diamati akan menarik.

Perdagangan hewan ternak sangat populer di wilayah Blahbatuh khususnya anjing, babi, ayam, dan burung dara masyarakat menggemari hal itu dikarenakan dapat memberi keuntungan dan hiburan bagi masyarakat itu sendiri. Harga bervariasi yang tergantung kebutuhan masyarakat sekitar di wilayah blahbatuh. Dari pengamatan di lapangan melihat bahwa harga ayam antara 24.000 sampai dengan 30.000 per kilo, harga babi antara 55.000 sampai dengan 60.000 per kilo, dan anjing


(20)

sangat popular karena banyak terdapat jenis–jenis baik lokal maupun luar. Bukan hanya itu saja, bahan kerajinan anyaman bambu, seni ukir dari kayu yang menjadi andalan di wilayah Blahbatuh. Perdagangan di wilayah Blahbatuh bervarisi baik tradisional maupun modern dan mengalami persaingan yang terselubung dengan sangat baik yang menjadi daya tarik untuk diamati. Perdagangan dari masa ke masa selalu berkembang dengan baik yang menarik diamati adalah perdagangan budaya masyarakat. Perdagangan budaya masyarakat merupakan perdagangan yang menarik dengan budaya yang dijual dijadikan modal untuk mengembangkan budaya baru. Menjadi perhatian peneliti dalam penelitian dlapangan.

Aktor yang melakukan perubahan itu adalah masyarakat lokal yang ingin merespon perkembangan zaman melalui aktifitasnya . Usaha untuk meningkatkan taraf hidup dan pelaksanaan proyek pembanguanan menjadi “wacana besar” yang wajib didukung oleh masyarakat. Cengkraman ideologi pembangunan membuat sebagian orang lupa dan tidak sadar bahwa perubahan Blahbatuh yang terjadi karena menjadi suatu kawasan yang maju tanpa mempedulikan sistem yang sudah ada. Akibatnya, terjadi ketidakhormanisasian hubungan antara manusia dan alam, padahal soal relasi manusia–alam dalam kebudayaan tradisional Bali memiliki relasi yang bersifat mitologis – magis1.

1 Tjok A.A. Oka Sukawati, Ubud Bergerak. (Denpasar: CV. Bali Media


(21)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran umum wilayah Blahbatuh dan perubahan sosial yang terjadi?

2. Faktor – faktor apa yang menyebabkan terjadinya perubahan masyarakat Blahbatuh?

3. Bagaimana implikasi perubahan sosial pada masyarakat Blahbatuh?

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti tidak memiliki cakupan awal tahun dalam penulisan karena perubahan sosial selalu terjadi sering dengan perkembangan manusia itu sendiri. Hal inilah membuat peneliti hanya memberikan tahun – tahun tertentu yang memiliki peran terjadinya perubahan dalam penulisannya.

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam hal – hal penting tentang perubahan sosial di Blahbatuh, serta dapat menambah khasanah sejarah lokal tentang perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.


(22)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran umum wilayah dan kehidupan sosial masyarakat Blahbatuh sebelum terjadinya perubahan sosial.

2. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi perubahan sosial di masyarakat Blahbatuh.

3. Untuk mengetahui Implikasi perubahan sosial masyarakat Blahbatuh.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi masyarakat, penelitian ini memberikan informasi dalam mempelajari perubahan sosial di masyarakat Blahbatuh.

2. Bagi peneliti sendiri, penelitian sebagai penambah wawasan pengetahuan mengenai sebuah karya ilmiah.

3. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat digunakan sebagai referensi guna mengadakan penelitian selanjutnya terkait hal – hal berhubungan dengan perubaan sosial.


(23)

1.5 Tinjauan Pustaka

Buku Ubud Bergerak karya Tjok A.A. Oka Sukawati membahas mengenai perubahan Ubud menjadi kawasan pariwisata menitikberatkan pada tradisional yang ada di Ubud sebelum masuk ideologi pariwisata dan juga memberikan gambaran tentang pola bangunan tradisional dan perubahannya

Buku Perubahan Sosial di Yogyakarta karya Selo Soemardjan membahas mengenai perubahan keseluruhan di Yogyakarta mulai dari gambaran umum Yogyakarta, sejarah berdirinya Yogyakarta, masuk pendudukan Belanda, Jepang hingga kemerdekaan Indonesia. Dalam penjelasan mengenai perubahan di Yogyakarta dari sudut sosial politik masyarakatnya, pembangunan di bidang ekonomi, pendidikan yang terjadi di Yogyakarta dijelaskan secara detail didalam buku ini

Buku Transformasi Kebudayaan Bali memasuki abad XXI karya I Wayan Geriya, membahas tentang proses transformasi kebudayaan Bali dengan implikasi isu tentang ketahanan dan keberdayaan budaya lokal dalam menghadapi beragam tantangan serta peluang global.Fenomena transformasi kebudayaan Bali ditanggapi secara prosesual dan sistemik bertumpu pada pandangan holistik, impiris melalui positifisme sebagai landasan analisis dan interpretasi terhadap bagian-bagian atau entitas kebudayaan. Konsep kebudayaan diartikan dalam pengertian yang luas yang mencakup integrasi dimensi dan unsur kebudayaan, merentang dari unsur tangible,


(24)

intangible sampai dengan abstrak, meliputi sistem symbol dan cara manusia beradaptasi dengan perubahan lingkungan dalam kerangka sandaran disiplin ilmu antropologi.

Buku Teori Sosiologi tentang Perubahan Sosial karya Soerjono Soekanto membahas mengenai faktor – faktor dalam perubahan sosial, kualitas – kualitas perubahan Sosial, Comte: pertambahan penduduk dan hokum tiga tahap, Spencer: hokum perkembangan dan penyebabnya, Durkheim dan Merton tentang penyimpangan dan perubahan, Weber dan Ogburn tentang perubahan – perubahan social, suatu paradigma perubahan Evolusioner (parsons), Eisenstadt tentang perubahan sosial, diferensiasi dan evolusi.

Buku Seluk Beluk Perubahan Sosial karya Muhammad Rusli Karim membahas mengenai pemikiran berbagai pakar ahli di bidang perubahan sosial dengan permasalahan yang ada di dalam perubahan sosial.

I Ketut Muryasa (1987) dalam skripsinya yang berjudul “Perubahan Sosial di

Desa Pejaten (1942 – 1985)’’. Karya Ilmiah ini menguraikan tentang perubahan

sosial yang terjadi di desa Pejaten mulai dari faktor – faktor yang menunjang terjadinya perubahan sosial seperti sistem kepemimpinan, sistem sosial budaya, sistem ekonomi, ikatan pelajar sekolah lanjutan pertama (IPSLP). Dan perubahan sosial berisi mengenai masyarakat agraris ke masyarakat industri kecil, perubahan


(25)

dalam bidang kepemimpinan, perubahan dalam bidang sosial, perubahan dalam bidang ekonomi.

I Wayan Surata (1993) dalam skripsinya yang berjudul “Dampak Pariwisata

Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat Gianyar ( 1969 –1991)’’. Karya Ilmiah ini

menguraikan tentang perkembangan pariwisata di gianyar meliputi gianyar sebagai objek wisata, tumbuhnya industri jasa wisata, kendaala pengembangan industri jasa wisata peranan pemeritah dalam pembangunan kepariwisataan di gianyar, pembinaaan pengrajin, mempermudah pemberian kredit modal kerja, pembangunan pasar seni, dan dampak parawisata terhadap perubahan sosial masyarakat gianyar, perubahan status sosial, ketegangan – ketegangan dalam masyarakat, intregrasi sosial, perubahan – perubahan dalam bidang sosial budaya, actulturasi, perubahan – perubahan dalam bidang ekonomi, perubahan dalam mata pencaharian, mundurnya pendidikan, dan perubahan pola pikir.

Ni Ketut Nerti (1988) dalam skripsinya yang berjudul “Industri Dan Perubahan Sosial – Ekonomi Di Desa Kapal 1967 – 1983 (Suatu Kajian Historis) ’’. Karya Ilmiah Karya Ilmiah ini mengurraikan tentang Industri Kerajinan Rakyat Di Desa Kapal: pengertian dasar industri Kerajinan Rakyat Di Desa Kapal: pengertian dasar industri kecil, munculnya industri kerajinan rakyat, jenis – jenis industri yang berkembang di desa kapal, proses pembuatan kerajinan, motif disain kerajinan, produktivitas dan pemasaran, peranan pemerintah dan perubahan sosial- ekonomi di


(26)

desa kapal : perubahan dalam bidang mata pencaharian, perubahan dalam bidang perekonomian, perubahan dalam bidang sosial budaya dan mobilitas sosial.

1.6 Metodologi Sejarah dan Teori Yang digunakan

1.6.1. Metodologi Sejarah

Metodologi adalah kerangka pemikiran (framework) tentang konsep– konsep, kategori–kategori, model–model, hipotesis–hipotesis, dan prosedur-prosedur umum yang dipakai dalam penelitian.2 Masalah teori dan metodologi sebagai bagian pokok ilmu sejarah bertujuan menjelaskan peristiwa dengan mengkaji sebab-sebab terjadinya, kondisi lingkungan, konteks sosial kultural dan diperdalam lagi dengan menganalisis tentang faktor–faktor kausal, kondisional, kontekstual, serta unsur – unsur yang merupakan komponen dan eksponen dari sejarah yang dikaji.3 Oleh

karena itu, peneliti perlu dilengkapi dengan alat–alat analitis, konsep dan teori yang ditemukan dengan metodologi yang digunakan sehingga dapat mengamati studinya dengan prespektif teori dan mampu untuk mengungkapkan seluruh demensinya melalui konsep. Pengkajian sejarah memakai pendekatan itu lebih mampu melakukan sksplanasi daripada yang membatasi diri pada pengungkapan bagaimana sesuatu

2 Helius Sjamsuddin, Motodologi Sejarah, ( Yogyakarta : Ombak, 2007), p.

18.

3 Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (


(27)

terjadi atau menguraikan kejadian sebagai narasi.4 Metodologi dan perspektif yang digunakan pada penelitian ini adalah perspektif dari ilmu sosial. Seperti yang dibahas dalam metodologi sejarah oleh Kuntowijoyo, institusi sosial juga merupakan bahan garapan bagi sejarah sosial. Sejarah sosial sendiri menjadikan masyarakat sebagai bahan kajian. Societal History atau History of society memerlukan usaha yang membuat kerangka menjelaskan tema penulisan mengenai “ Perubahan Sosial Masyarakat di Blahbatuh pada tahun 1980 - 2015 ’’ ini adalah bertemakan sejarah sosial.5

1.6.2. Teori Yang Digunakan

Dalam studi sejarah, teori sering juga disebut kerangka referensi atau skema referensi, yakni suatu perangkat kaedah yang memandu sejarawan untuk : 1. Mengidentifikasi masalah yang diteliti., 2. Menyusun katagori–katagori untuk mengorganisasikan hipotesis–hipotesis melalui interprestasi data yang dapat diuji, 3. Memperlihatkan ukuran–ukuran atau kriteria yang dijadikan dasar untuk membuktikan sesuatu.6 Peneliti menggunakan teori agar dapat mempermudah dalam penelitian di lapangan, teori diambil dari ilmu yang membantu dalam penulisan sejarah :

4 Ibid., p. 20.

5 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Edisi Kedua,( Yogyakarta : Tiara

Wacana, 2003), p.23.


(28)

1.6.2.1. Teori Perubahan Sosial

Teori perubahan sosial merupakan aktifitas gerak manusia atau pelaku-pelaku yang berinteraksi (masyarakat) yang mengalami kemajuan yang dapat berlangsung secara gradual atau cepat, secara damai atau dengan kekerasan, secara kontinu atau sekali-kali, secara teratur atau dalam keadaan kacau yang menitikberatkan pada hal– hal tertentu yang mengubah arah kemajuan dari waktu ke waktu didalam budaya masyarakat agar dapat bertahan hidup. Dalam teori ini dibahas adalah dinamika sosial dari struktur yang mengubah nmasyarakat dari masa ke masa. Dinamika sosial adalah daya gerak dari aktifitas masyarakat dari masa ke masa tersebut, yang pada setiap tahapan aktifitas manusia (masyarakat) mendorong kearah tercapainya keseimbangan baru yang tinggi dari suatu masa ke masa berikutnya. Perubahan sosial ada pada dinamika structural, yaitu perubahan atau isu perubahan sosial yang meliputi bagaimana kecepatannya, arahnya, pelakunya, bentuknya serta hambatan – hambatannya. Perubahan yang terjadi pada struktur sosial berarti menyangkut perubahan yang mendasar pada jaringan–jaringan hubungan antar sesama individu sebagai masyarakat. Oleh karena itu, struktur sosial merupakan alat yang mengatur keseimbangan perubahan yang dilakukan masyarakat melalui penempatan kebudayaan.7

7 Gabungan“Teori Perubahan Sosial” dari http: // sopyanasuri. Blogspot.

Com/ 2012/ 11/ Teori Perubahan Sosial – menurut –emile. Html. Download pada tanggal 12 November 2014 dengan buku Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi tentang


(29)

Dalam konteks Perubahan Sosial di Blahbatuh, teori ini bermanfaat bagi peneliti untuk mengeetahui perubahan struktur dan fungsi sosial dari implikasi atau dampak dari perubahan sosial di masyarakat Blahbatuh. Perubahan struktur seperti perubahan penduduk, perubahan status sosial, dan perubahan pelapisan sosial dapat diketahui melalui teori perubahan sosial ini. Perubahan fungsi sosial seperti beralih fungsi suatu peran masyarakat juga diketahui oleh peneliti melalui teori ini.

1.6.2.2. Teori Sejarah

Teori Sejarah adalah seperangkat proposisi yang berfungsi sebagai wahana untuk menjelaskan peristiwa (fenomena) yang diteliti memberikan pengaruh terhadap pondasi dasar jiwa masanya.8 Sejak muncul dan berkembangnya keindustrian modern dan kepariwisataan di Blahbatuh telah membawa implikasi – implikasi di berbagai segi kehidupan masyarakat antara lain: di bidang sosial menciptakan kondisi perekonomian yang meningkat, mudah dijangkau dan kondisi terjaga bagi masyarakat di Blahbatuh.

Perubahan – perubahan yang terjadi baik dalam pola hidup maupun tingkat hidupnya, mendorong terjadinya proses mobilitas sosial yaitu suatu gerak perkembangan masyarakat menuju kearah yang lebih baik. Tentang proses mobilitas sosial dapat dilihat dari dua segi, yaitu yang bersifat vertikal adalah suatu gerak


(30)

masyarakat dimana terjadi suatu pergeseran dalam pola hidup yang meningkat, sehingga keadaan kehidupan menjadi lebih baik.9 Berdasarkan teori diatas, bila

dilihat dari keadaan di Blahbatuh perubahan sosial yang bersifat vertikal telah banyak terjadi sebagai akibat dari berkembangnya industri pariwisata dan industri modern seperti minimart, toko–toko yang bergaya modern. Pergeseran itu dapat dilihat dari adanya pergeseran dari masyarakat yang dulunya sebagai petani kemudian mengalihkan usahanya ke sektor industri, baik sebagai karyawan hotel, pengelola usaha jasa dan pramuniaga disebuah toko. Inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan taraf hidup masyarakat Blahbatuh. Dengan adanya industri pariwisata membuka lahan bagi sector pendidikan untuk masuk kedalamnya. Adanya kemajuan pendidikan itulah yang selanjutnya menyebabkan terjadinya perubahan sosial di Blahbatuh. Masyarakat tidak lagi memandang suatu kasta menduduki status yang tinggi melainkan orang – orang yang berpendidikan (khusunya berpendidikan tinggi) yang dianggap mempunyai status yang terhormat. Selain itu status diberikan kepada pihak yang memiliki kedudukan di mata masyarakat.

1.7 Metode Penelitian dan Sumber

Sumber Sejarah merupakan segala sesuatu yang berwujud dan tidak berwujud yang berguna untuk menghimpun data dan mengumpulkan informasi yang berkaitan


(31)

deengan penelitian sejarah. Sumber sangatlah penting dalam penulisan sejarah (Historiografi). Dalam karya tulis ini, peneliti menggunakan beberapa sumber yang relevan dengan kajian peenelitian, baik sumber tulis maupun sumber lisan. Untuk menyeleksi sumber–sumber yang peneliti gunakan dalam menunjang penulisan karya sejarah ini, peneliti menggunakan suatu cara atau metode yang dapat membuktikann kevalidan dan kredibilitas sumber tersebut yaitu dengan metode sejarah.

Metode sejarah meliputi empat tahap, yang pertama heuristik yang merupakan kegiatan menghimpun jejak–jejak dimasa lampau. Kegiatan pengumpulan data (heuristik) meliputi kegiatan mencari dan menghimpun sumber– sumber sejarah termasuk bahan–bahan tertulis, tercetak, serta sumber lisan yang revelan dengan masalah yang diteliti. Heuristik terbagi menjadi dua yaitu : pertama, sumber primer yakni suatu kesaksian dari saksi dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indra lain atau alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakan. Teknik pengumpulan data yang terpenting dalam penelitian ini yaitu melalui sumber lisan (wawancara). Peneliti melakukan wawancara dengan informan kunci yang mengetahui tentang perubahan sosial di Blahbatuh.

Kedua, sumber sukunder yakni suatu kesaksian dari siapapun yang bukan dari saksi pandang mata, yaitu saksi dari orang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan. 10 Sumber sekunder yang digunakan oleh peneliti antara lain : (1) Studi


(32)

pustaka : buku – buku yang relevan dan skripsi, (2) Sumber tertulis atau dokumen : tulisan catatan harian, jurnal, dan hasil liputan koran. Dalam pengumpulan data, peneliti banyak menggunakan studi pustaka dan sumber tertulis (dokumen). Selain itu, sumber tertulis lainnya didapatkan dari Kantor Desa dan Kecamatan Blahbatuh, dan lain–lain. Sumber-sumber tersebut diantaranya adalah buku, koran, dan majalah yang semuanya berkaitan dengan penulisan karya ilmiah ini. Selain itu, sumber – sumber tertulis juga dari internet (website) yang didowload berupa berita online dan tulisan – tulisan lainnya berkaitan pada permasalahan dalam penulisan karya tulis ini.

Tahap kedua yaitu kritik sumber. Kritik sumber adalah menyelidikan apakah jejak–jejak sejarah itu sejati, baik bentuk maupun isi. Kritik ini bertujuan untuk menilai sumber – sumber yang diperlukan dalam penelitian, sehingga sumber–sumber yang digunakan dapat dipercaya. Kritik sumber ada dua yaitu, kritik ekstrenal dan kritik internal. Kritik ekstrenal (kritik luar), yaitu dengan melakukan kegiatan penelitian terhadap sumber–sumber informan yang telah dikumpulkan apakah sumber–sumber informasi tersebut benar–benar autentik dan asli sebagai sumber sejarah. Dalam penelitian ini peneliti membandingkan dengan sumber buku yang lain (membandingkan dengan sumbernya). Ini dillakukan sebagai data penguat dan koreksi. Sedangkan kritik internal (kritik dalam), yaitu suatu proses yang dilakukan untuk membuktikan dapat dipercaya atau tidaknya (kredibilitas) dan kesahan (validitas) dari isi informasi yang telah dikumpulkan. Dalam penelitian ini, informasi yang terkumpul wawancara, terencana maupun tidak terencana diteliti atau diuji


(33)

dengan membanding – bandingkan informasi antara satu dengan yang lain, sehingga dpat ditarik kesimpulan untuk mendapatkan informasi yang valid. Jadi penelitian melakukan cross check terhadap hasil wawancara.

Tahap ketiga, interprestasi (menafsirkan data). “Interprestasi sebagai tindakan menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya mengenai bahan-bahan yang autentik’’.11 Berdasarkan pernyataan diatas, maksud dari interprestasi adalah

menetapkan makna dan menghubungkan yang didapatkan dari sumber–sumber yang ada, maka penelitian ini peneliti menghubungkan secara kronoologis semua informasi yang ditafsirkan sehingga rangkaian cerita yang logis.

Tahap keempat, yaitu penulisan sejarah (historiografi). Historiogafi atau merekontruksi fonemena merupakan penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya menjadi kisah atau penyaian yang berarti.12 Tahap ini merupakan tahap terakhir dari

kerja metode penelitian sejarah yaitu penyajian dalam bentuk penulisan sejarah yang berdasarkan fakta – fakta yang terpisah – pisah antara satu dengan yang lain. Artinya proses heuristik, kritik dan interprestasi, tidak lengkap tanpa dibuat kesimpulan dalam bentuk cerita yang disajikan. Data disusun secara sistematis menurut pembagian atau seleksi data dari perubahan sosial di Blahbatuh.

Di dalam penulisan ini dasarnya adalah ilmu sejarah, yang mempunyai tata kerja dalam mengindetifikasikan sumber sejarah secara teratur, sistematiis,

11Ibid., p.16 12


(34)

terpercaya, dan valid. Fakta yang ditemukan dari sumber sejarah mengenai perubahan sosial di Blahbatuh. Hsistoriografi yang dihasilkan merupakan sintesa fakta.13

1.8 Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di pedesaan di wilayah kecamatan Blahbatuh mengkhususkan desa Blahbatuh, desa Saba dan desa Bedulu, mengingat penduduknya heterogen. Masyarakat Blahbatuh selalu mengalami perubahan sesuai dengan kondisi dan keadaan dari lingkungan sekitarnya.

1.9 Sistematika Penulisan

Penulisan dalam bentuk ini di bagi menjadi 5 bab yaitu :

Bab I Pendahuluan. Pada bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi sejarah, dan kerangka teori, sumber – sumber yang dipergunakan, lokasi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Pada bab ini membahas mengenai Letak Geografi dan Demografi, Blahbatuh dalam Subjektif Kognitif, Stratifikasi Sosial.


(35)

Bab III Faktor – Faktor Perubahan Sosial di Blahbatuh. Pada bab ini mengenai faktor Panutan masyarakat, Faktor Informasi, Faktor Teknologi, Faktor Kepercayaan, Faktor Hubungan, Faktor Pendidikan dan Faktor Perekonomian Masyarakat.

Bab IV Implikasi – Implikasi Perubahan Sosial di Blahbatuh. Pada bab ini membahas Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat di Blahbatuh, Dampak Sosial Budaya Masyarakat di Blahbatuh

Bab IV Kesimpulan. Bab ini peneliti menyimpulkan Perubahan Sosial di Blahbatuh dan memberikan saran.


(36)

GAMBARAN UMUM PERUBAHAAN SOSIAL DI BLAHBATUH

2.1Letak Geografis dan Demografi

Kecamatan Blahbatuh terletak disebelah selatan wilayah Kabupaten Gianyar. Dengan luas wilayah 39,70 km2. Kecamatan Blahbatuh memiliki 9 ( Sembilan ) Desa dinas meliputi Desa Blahbatuh, Desa Bedulu, Desa Buruan, Desa Belega , Desa Bona, Desa Saba, Desa Pering, Desa Keramas, dan Desa Medahan. Terdiri dari 37 desa Pakraman dan 67 Dusun/Banjar Dinas. Batas wilayah Kecamatan Blahbatuh adalah sebagai berikut : sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ubud. sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Gianyar. sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Badung. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sukawati.

Wilayah Kecamatan Blahbatuh memiliki pantai meliputi sebagai berikut : Pantai Saba terletak di Desa Saba, Pantai Masceti terletak di Desa Keramas, Pantai Keramas terletak di Desa keramas, Pantai Cucukan terletak di Desa Keramas. Kecamatan Blahbatuh memiliki objek wisata yang dominan dikunjungi oleh wisatawan baik luar maupun dalam negeri. Selain objek wisata tersebut ada yang lain seperti sebagai berikut: Goa Gajah terletak di Desa Bedulu, Museum Purbakala terletak di Desa Bedulu, Taman Safari terletak di Desa Keramas, Yeh Pulu terletak di Desa


(37)

Bedulu, Pura Samuan Tiga terletak di Desa Bedulu, Pura Durga Kutri terletak di Desa Buruan.1

Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Blahbatuh sangat tinggi, memiliki potensi dalam sektor tenaga kerja. Dilihat dari jumlah penduduk kecamatan yang begitu besar, maka sangat jelas faktor penduduk sangat menentukan arah dan kebijakan ekonomi. Penduduk di Kecamatan Blahbatuh Tahun 2012 mencapai 68.000 jiwa dan meningkat per September menjadi 78.132 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.968 jiwa/km2. Desa yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Desa Bedulu sebanyak 10,299 jiwa. Diikuti dengan Desa Blahbatuh dengan jumlah penduduk sebanyak 9,009 jiwa, Desa Bona memiliki jumlah penduduk yang paling sedikit yaitu 4,015 jiwa. Dan jumlah penduduk di Kecamatan Blahbatuh meningkat pada tahun 2013.

Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Blahbatuh mencapai 1.713 orang per kilometer persegi. Jumlah penduduk laki – laki dan perempuan di Kecamatan Blahbatuh relatif berimbang. Hal ini ditunjukan dari sex ratio yang mendekati 100 persen. Namun demikian secara umun laki – laki masih lebih banyak dari perempuan. Karakteristik penduduk Kecamatan Blahbatuh didominasi oleh penduduk usia muda dengan kisaran usia 30 sampai 40 tahun. Tingkat kelahiran di kecamatan Blahbatuh


(38)

terbilang tinggi. Terlihat dari komposisi penduduk pada kelompok umur 0 – 4 tahun yang cukup besar untuk penduduk laki – laki maupun perempuan.2

2.2 Blahbatuh dalam Subjektif Kognitif

Sejarah umum di Blahbatuh dikenal masyarakat dengan melalui babad (silsilah Keturunan), hal ini telah diimplikasikan masyarakat melalui bentuk candi (tempat suci) disebut “Merajan Gede” terletak di rumah-rumah yang menjadi asal mula keberadaan mereka dari generasi ke generasi untuk mengingat akan hal itu sebagai bimbingan dalam melangkah tanpa melupkan asal dari keberadaan mereka sendiri, khususnya di blahbatuh muncullah tokoh sentral yang dianggap panutan masyarakat blahbatuh yang dikenal dengan nama Kebo Iwo, di blahbatuh bukan hanya tentang Kebo Iwo. Selain tokoh ini ada juga tokoh yang merupakan salah satu tokoh sentral berdirinya Blahbatuh yaitu : Raja Blahbatuh, Gusti Ngurah Jelantik diceritakan melalui Babad Blahbatuh dan keturunan pendeta di Blahbatuh melalui Babad Brahmana, dimulai dari Babad Blahbatuh menceritakan tentang :

Ki Gusti Ngurah Gede yang berceritera kepada adiknya bernama Ki Gusti Alit Oka tentang riwayat leluhur mereka, yang merupakan keturunan Waisnawa.Cerita ini dimulai dengan I Gusti Nyuh Aya, berputra tujuh orang laki-laki. Yang sulung Ki Gusti Patandakan bertempat tinggal di Karangasem, ada pula adiknya di Akah, di Cacaran,


(39)

di Anggan, di Pelangan, menurunkan Pladug, Tambega, Prasi, di Kroping menurunkan Ngurah Kroping. Di Akah berputra Ki Gusti Dawuh Bale Agung yang menjadi bhagawan. Ki Gusti Ngurah Dawuh berputra Ki Gusti Ngurah Pande, Ki Gusti Anjar Rame. Ki Gusti Ngurah Pande berputra tiga orang laki-laki, yang sulung Ki Gusti Byasama, Ki Gusti Jalegog, Ki Gusti Plapung. Ki Gusti Cacaran berputra Ki Gusti Ngurah Jelantik. Pangeran Peninggungan berputra I Gusti Pangalesan Pasimpangan. I Gusti Pangalesan Pasimpangan berputra dua orang laki-laki yaitu Ki Gusti Ngurah Jelantik Wayahan dan Ki Gusti Ngurah Made Tenganan.Ki Gusti Ngurah Jelantik Wayahan dijadikan anak angkat oleh Ki Gusti Dawuh, sedangkan Ki Gusti Ngurah Tenganan masih tinggal di Jelantik dan bergelar Ki Gusti Ngurah Jelantik. Keturunan Ki Gusti Ngurah Jelantik inilah yang kemudian secara turun - temurun menjadi penguasa di wilayah Blahbatuh dengan gelar yang sama pula.3 Dari kisah kisah Gusti

Ngurah Jelantik beserta keturunan dan pengikutnya yang tersebar di wilayah Kecamatan Blahbatuh melahirkan desa – desa yang sekarang ini ada.


(40)

Diagram Babab Blahbatuh

Lahirnya anak Kryan jelantik yang bernama I Bogog yang mewarisi nama ayahnya Kryan Jelantik pada masa akhir pemerintahan raja Seganing yang digantikan oleh anaknya Dalem di Madhe yang tidak mempedulikan tentang kryan Jelantik muncullah utusan dari nusa memohon agar dikalahnya ki dewa bungkuk dan di utuslah Kryan Jelantik untuk melawan dan berhasil

mengalahkannya dan di berikan hadiah oleh raja dan kembali Kryan Jelantik pda masa kerajaan Gelgel yang mengabdi sebagai punggawa di sana dan

ditugaskan menyerang Pasurwan dan tewas di medan tempur


(41)

Dalem wafat digantikan oleh putranya Ki Dewa Pemayun kryan Jelantik tidak menaruh perhatian dengannya lalu kemudian kryan Jelantik wafat digantikan oleh Ki Gusti Ngurah Gede yang memakai gelar yang sama dan ditugaskan beradu di daerah Kuta dan berhasil kembali ke pulang Kryan Jelantik wafat digantikan oleh

putranya Ki gusti Gede Ngurah dengan gelar yang sama terjadi permusuhan dengan kyayi agung pada masa pemerintahan ki dewa Pembayun yang diemban oleh kyayi agung di desa Jelantik kemudian pergi

meninggalkan tempatnya keberbagai tempat sampai di daerah selantik di Marga

Kryan Jelantik wafat setelah berhasil menguasai Selantik dibawah kekuasaan mengwi digantikan oleh putranya ki gusti ngurah gede dengan menggunakan gelar yang sama berselang datang utusan dari gelgel yang mengajak kembali dan kembalilah permusuhan kyayi agung dengan kryan Jelantik diberi tugas untuk berhadapan dengan orang pegunungan dan berhasil kemudian kembali pulang dan mulailah pertarungan antara kyayi agung dengan kryan Jelantik

Kryan jelantik wafat di Petandakan digantikan oleh I Gusti Gede Oka dengan gelar yang sama terjadi pertempuran sengit Antara kyayi agung dengan kryan Jelantik yang memanas yang mengharuskan kryan Jelantik pergi dari jelantik dan menuju ke daerah bala batuh atas bantuan pamanya


(42)

Babad Brahmana menggambarkan pengaruh kepercayaan ajaran melalui tokoh – tokoh yang memperkuat kepercayaan masyarakat Blahbatuh. Dari berbagai kisah – kisah yang terkandung dalam Babad Brahmana memiliki arti dan fungsi bagi masyarakat Blahbatuh.

Dalam perjalanan Kryan Jelantik sudah sampai di banda yang terus berjalan sampai di Blahbatuh menuju tojan bertemu dengan bendesa Blahbatuh dan memerintah di blahbatuh

Kryan Jelantik wafat di tojan

digantikan oleh putranya bernama Ki Gusti Ngurah Cekug dengan gelar yang sama setelah lama masa pemerintahanya wafat Kryan Jelantik digantikan oleh anaknya, Ki gusti Gede Ngurah dengAN GELAR yang sama Kryan Jelantik atau Ki

Gusti Ngurah Jelantik yang memakai gelar ini adalah ki gusti gede gredeg meninggal digantikan oleh ki gusti gede kerug bertahta di blahbatuh dengan gelar yang sama. Dan

seterusnya berganti –


(43)

2.2.1 Stratifikasi Sosial

Masyarakat Bali khususnya di Blahbatuh telah memiliki jenis kepercayaan dan pemujaan yang dilakukan yang pada zaman sebelum masuk ajaran Hindu yaitu:

1. Pemujaan terhadap arwah leluhur

2. Pemujaan terhadap arwah para pemuka masyarakat

3. Pemujaan terhadap kekuatan alam

Setelah masuknya ajaran Hindu ke Bali mulai muncul ajaran mengenai 7 sekte yaitu :

1. Sekte Siwa Sidhanta adalah singkatan dari Sikara yang berarti Rudra, Dhakara yang berarti Iswara, dan Anta yang berarti Siwa. Jadi Shidanta berarti penunggalan dari hakekat Rudra, Iswara, dan Siwa. Disamping itu Sakara berarti pertiwi, Dakara Berarti angkasa, dan Anta berarti Sorga. Jadi Sidhanta berarti Hakekat Beliau yang menguasai dunia yang tiga

2. Sekte Pasupati juga merupakan sekte pemujaan Siwa. Bedanya dengan Siwa Shidanta adalah dalam cara pemujaannya. Cara pemujaan sekte Pasupatati adalah dengan menggunakan lingga sebagai simbol tempat turunnya / berstananya dewa Siwa. Jadi penyembahan lingga sebagai lambing Siwa adalah merupakan Ciri khas sekte Pasupata.


(44)

3. Sekte Sora adalah sekte yang memuja dewa Surya sebagai dewa utama. Suryasewana yang dilakukan oleh para pendeta di Bali adalah pengaruh dari sekte ini.

4. Sekte Ganapatya adalah sekte yang memuja dewa Ganesha sebagai dewa utama. Banyaknya patung – patung Ganesha yang ditemukan di Bali ( yang semuanya dibuat sebelum zaman Gelgel) menunjukkan betapa besarnya pengaruh sekte ini di Bali pada zaman itu. Dewa Ganesa adalah dewa Wihgna-gnha ( pengganggu – gangguan). Jadi dewa Ganesa adalah pembasmi dari apa yang mengganggu.

5. Sekte Bhairawa adalah sekte yang memuja Dewi Durgha sebagai dewa utama. Pemujaan terhadap Dewi Durgha di Pura Dalem yang ada di desa adat di Bali adalah merupakan pengaruh dari sekte ini. Begitu pula pemujaan terhadap Ratu Ayu (Rangda) juga merupakan pengaruh dari sekte ini. Sekte ini merupakan salah satu sekte wacamara (sekte aliran kiri), yang mendambakan kekuatan magis yang bermanfaat untuk kekuasaan duniawi. Dalam sekte ini memiliki ajaran – ajaran yang menjadi dasar kehidupan di dunia ini.

6. Sekte Waisnawa adalah sekte yang memuja Wisnu sebagai dewa yang utama.

7. Sekte Sogata adalah sekte yang memuja Budha.4

4 Wayan Nurkancana, Menguak Tabir Perkembangan Hindu,( Denpasar : PT


(45)

Keberadaan sekte – sekte sangat mempengaruhi keberadaan sejarah masyarakat Blahbatuh disebabkan karena pengaruh dari sekte - sekte ini tetap diwariskan generasi ke generasi dimulai dari kerajan Bedahulu, Raja yang pertama suami istri adalah Sri Dharma Udayana / Gunapria Dharmapatni didampingi Bagawanta Mpu Kuturan, penganut Siwasidhanta. Pada mulanya sekte – sekte hidup berdampingan secara damai namun lama kelamaan dalam perkembangannya sering terjadinya persaingan – persaingan. Bahkan tidak jarang terjadi bentrokan secara fisik. Sehubungan dengan hal tersebut, raja lalu menugaskan kepada senopati Mpu Kuturan untuk mengatasi. Atas dasar tugas tersebut, Mpu Kuturan lalu mengundang semua pemimpinan sekte dalam suatu pertemuan yang diadakan di Baatanyar. (Daerah ini disebut Pejeng sekarang). Mulai saat itulah orang Bali mengatur adat istiadat maupun pemerintahaan dengan bimbingan Mpu Kuturan, yang bermusyawarah di Bedulu terkenal dengan sebutan SamuanTiga, (yang kini menjadi Pura SamuanTiga). Dalam musyawarah mencapai kata sepakat dengan keputusan, sebagai berikut :

a. Paham Tri Murti dijadikan dasar di Bali, yang berarti bahwa di dalamnya telah tercakup paham seluruh sekte yang berkembang di Bali saat itu.

b. Dalam pertemuan tersebut Mpu Kuturan yang membangun sistem kemasyarakatan, yang dimuat didalam prasasti Batuan tahun 944 S (1022 M) memunculkan istilah desa. Namun pengaruhnya lebih berkisar pada sistem organisasi dan kepercayaan masyarakatnya, bukan pengawasaanya dari atas. Dalam setiap desa (desa adat) supaya di bangun kahyangan tiga


(46)

yaitu Pura Balai Agung, Pura Puseh, Pura Dalem. Di setiap rumah didirikan bangunan suci berruang tiga (Rong Tiga) sebagai tempat permujaan Tri Murti.

c. Penduduk dibagi menjadi dua golongan yaitu :

a. . Kaum Bangsawan /Penguasa dan

b. Yang lainnya masyarakat professional dengan julukan/warna sesuai dengan keahliannya/ pekerjaannya masing – masing seperti :

a. Rama Kabayan , penguasa /pimpinan suatu desa

b. Sangging / Undagi para seniman gambar dan ukir

c. Pande: pembuat senjata, alat2 dapur, alat petani maupun perhiasan dan gambelan.

d. Bujangga atau Sri Mpu/JeroMangku, pemimpin agama termasuk adat istiadat.5

Masyarakat pada zaman Mpu Kuturan sangat percaya akan ajaran diajarkan melahirkan penyatuan kelompok dan pengelompokan sosial di masyarakat melalui keahlian yang dikuasai masyarakatnya di Bali. Dalam ajaran agama Hindu dikenal dengan nama catur warna.


(47)

Pada tahun saka 1259 naik tahta raja Bedahulu dengan gelar Bhatara Sri Astasura Ratna Bumi Banten dengan patih Pasung Gigris dan salah satu patih selain Pasung Gigris yaitu Kebo Iwa. Dalam penelitian R. Goris tidak disebutkan tentang hal tersebut, akan tetapi Kebo Iwa ditulis dalam Purana, Prasasti Pura Maospahit, Babad Bara Batu dan dipercayai keberadaannya oleh masyarakat Blahbatuh , inti isi mengenai Kebo Iwa menceritakan sebagai berikut :

Pada masa pemerintahan Astasura Ratna Bumi Banten mengadakan pertarungan antara Kebo Iwo dengan semua patih dan rakyat dalam adu tanding dan dimenangkan oleh Kebo Iwa. Dengan demikian raja kagum atas kekuatan Kebo Iwa, lalu Kebo Iwo diangkat menjadi patih andalan. Beliau sangat terkenal sampai diluar Bali. Diceritakan penyerangan Gajah Mada ke Bali dibantu Arya Damar dan Arya lainnya gagal disebabkan adanya patih Kebo Iwo. Untuk dapat mengalahkannya Gajah Mada menggunakan siasat yaitu membujuk Kebo Iwa untuk datang ke Jawa dengan imbalan akan disandingkan dengan putri dari Jawa Madura.

Kemudian setelah tiba di Jawa dan disambut oleh orang – orang Surabaya, Madura, tak terbilang banyak menyambut kedatangannya. Ia lalu disuruh membuat sumur di lereng gunung untuk pemandian Sang Dyah di kala hari pernikahan nanti. Setelah Kebo Iwa menggali sumur, lalu ditimbun dengan bongkahan – bongkahan batu, lalu disangga batu itu dengan belahan tangan dan dihempaskan kembali dari dalam sumur, bagaikan hujan batu, semuanya lari tunggang langgang menyelamatkan diri takut kena bongkahan batu. Lalu Kebo Iwa keluar dari dalam sumur seraya berucap,


(48)

“Hai kamu prajurit semua, kalau kamu mengaharapkan aku mati, aku takkan mati oleh batu, juga dengan senjata buatan manusia, malu aku kembali ke Bali. Dengarkan ucapanku, kalau kamu ingin membunuh aku, dengan kapur bubuk timbun aku kedalam sumur beserta canang wangi, seperti bunga, daun, air, dupa, buah. Jika aku mati atas kehendak kamu semua. Semoga di kemudian hari di bumi ini akan dimasuki Kebo Putih. Saat itu semuanya akan kesusahan,” demikian akhirnya Kebo Iwa meninggal di dalam sumur menuju kesunyian.6

Cerita ini menjelaskan awal mula maksud dari icon Kecamatan Blahbatuh yaitu patung Kebo Iwo. Ini memberikan pelambangan keadaan Blahbatuh itu sendiri. Memang bagi masyarakat yang bukan masyarakat Kabupaten Gianyar khususya Blahbatuh pasti menganggap Kebo Iwo tidak memiliki bukti yang jelas tentang keberadaannya namun masyarakat melihat dari sejarah hidupnya yang dapat dijadikan simbolis. Dan peninggalan yang pernah dihasilkan Kebo Iwo dijadikan warisan budaya masyarakat di Kecamatan Blahbatuh. Untuk itu masyarakat merasa memerlukan sosok figur dalam membimbing masyarakat kearah kehidupan yang lebih baik maka masyarakat Blahbatuh dan Gianyar memberikan nama jalan dan tempat penting seperti jalan, pura, GOR, dan lain - lainnya di wilayah masing – masing dengan nama Kebo Iwo untuk menunjukkan berartinya beliau di mata masyarakat Kabupaten Gianyar khususnya Kecamatan Blahbatuh.

6 I Made Bawa, Kebo Iwo dan Sri Karang Buncing dalam Dinasti Raja Raja


(49)

Diceritakan kembali mengenai Raja Bedahulu Astasura Ratna Bumi Banten yang diserang oleh pasukan Gajah Mada dari 4 arah akhirnya gugur dan patihnya beliau bernama Pasung Gigris tertawan, lalu diperintahkan menjadi penguasa sementara. Sisa pasukan yang masih hidup melarikan diri ke pedalaman. Dan melakukan perlawanan dari daerah – daerah pedalaman. Pada tahun 1343 para penguasa Bali yang memegang pemerintahan sebelumnya seperti Pasung Gigris bertugas menyerang raja Sumbawa yaitu Dedelanata dan keduanya gugur di dalam pertempuran. Untuk memegang pemerintahan, Gajah Mada atas nama kerajaan Majapahit menugaskan Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan menjadi raja di Bali. Raja ini merupakan keturunan Mpu Kepakisan dan medirikan kerajaan Samprangan, daerah Gianyar.

Para arya yang berjasa menaklukan pulau Bali, ditempatkan di desa–desa. Dalem Ketut Kresna Kepakisan masih menghadapi pemberontakan rakyat “ Baliaga”. Sri Kresna Kepakisan tidak berhasil memadamkan pemberontakan tersebut, hingga putus asa, lalu mengirim utusan ke Majapahit mohon mengundurkan diri. Permohonan pengunduran diri ditolak oleh Patih Gajah Mada. Melalui utusan tesebut Gajah mada memberikan nasehat–nasehat untuk membesarkan hati Raja Bali dan memberikan hadiah berupa keris. Orang–orang Baliaga mulai mendapat serangan dan tunduk.

Keturunan Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan menggantikan kedudukannya sebagai raja yaitu Dalem Samprangan. Karena beliau tidak cakap dalam memerintah maka digantikan oleh Dalem Ketut Ngelesir dengan bantuan Kebon Tubuh yang mempersembahkan tanah miliknya di Gelgel untuk membangun istana. Kerajaan


(50)

Gelgel mulai tumbuh. Dalem Ketut Ngelesir menyempurnakan pemerintahan dengan memberikan perhatian terhadap pembesar – pembesar “Baliaga”. Mereka yang memegang pemerintah secara turun - temurun memakai gelar “Dalem”. Gelar ini dipakai sejak kerajaan Bali berpusat di Samprangan sampai Gelgel runtuh. Dimulai dari Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan dilanjutkan dengan Dalem Samprangan dilanjutkan dengan Dalem Ketut Ngelesir dilanjutkan Dalem Waturenggong dilanjutkan dengan Dalem Bekung dilanjutkan lagi Dalem Seganing dan raja terakhir adalah Dalem Dimade.

Orang – orang yang memegang jabatan di bawah raja merupakan keturunan para Arya yang menaklukan Bali. Secara turun temurun mereka memakai gelar “Gusti”. Lain halnya setelah kerajaan Klungkung berdiri. Raja yang memegang pemerintah di Kerajaan Klungkung memakai gelar “Dewa Agung”7 dan diikuti oleh

keturunan memakai gelar yang sama.

Menurut pandangan penulis awal mula kelas sosial atau di masyarakat Bali dikenal dengan nama catur kasta (empat kelas sosial berdasarkan keturunan di masyarakat) di Bali dimulai dari pemakaian gelar oleh para petinggi suatu pemerintahan karena penerangan sejarah para petinggi di BUali bawahan berasal dari kerajaan Majapahit yang berada di Bali, selalu menggunakan gelar yang sama pada setiap keturunannya. Karenanya di masyarakat muncul perbedaan antara rakyat dengan

7 Departemen Pendidikan Kebudayaan, Sejarah Daerah Bali,( Jakarta :


(51)

penguasa. Dengan berjalannya waktu pada masyarakat muncul golongan atas diikuti oleh masyarakat golongan bawah dan meluas dipengaruh di setiap wilayah di Bali disebabkan keadaan dan kondisi zaman. Golongan atas melahirkan golongan tri wangsa yang artinya tiga golongan yang diartinya tiga gelar atau sebutan bagi garis keturunan yang memiliki peranan dalam struktur dalam masyarakat. Sedangkan golongan bawah melahirkan golongan jaba yang artinya gelar atau sebutan bagi garis keturunan yang tidak memiliki peranan dalam struktur dalam masyarakat.

Golongan Tri Wangsa menduduki kedudukan tertinggi baik dalam ajaran agama maupun pemerintahan yang ada pada masa itu. Golongan tri wangsa terdiri dari Brahmana: Ida Bagus bagi laki – laki, Ida Ayu bagi perempuan dan bila disucikan secara agama maka mendapat gelar Ida Penanda Lanang bagi laki – laki dan Ida penanda Istri bagi perempuan. Ksatria : Cokorda untuk laki – laki, Cokorda istri untuk perempuan, Anak Agung untuk laki –laki, Anak Agung Ayu untuk perempuan, Dewa untuk laki – laki, Desak untuk perempuan, tambahan mengenai dewa ada juga menggunakan Dewa Pungakan disingkat menjadi Dewa Ngakan atau Ngakan bagi laki –laki, Sangayu bagi perempuan. Dan untuk para pengikut (para arya) memakai “Gusti” baik laki – laki maupun perempuan. Bagi golongan Ksatria yang masuk kedalam Kesucian ajaran agama maka memakai gelar Mpu, Rsi dan Mangku. Golongan Tri wangsa memiliki peranan sebagai berikut: Brahmana sebagai pembuat, pelaksana, dan pembina kepercayaan masyarakat terhadap ajaran–ajaran agama dan leeluhur di dalam masyarakat itu sendiri.


(52)

Golongan Ksatria berperan dalam pemeliharaan, pembinaan dan pelaksana pemberian hukuman terhadap tindakan yang mengabaikan aturan yang berada dalam masyarakat itu sendiri. Golongan Jaba terdiri dari: Wayan, Putu, Made, Komang, Ketut, Nengah dan lain – lain, ini digunakan untuk menunjukkan tingkat lahir keturunan dalam golongan Jaba. Bagi golongan Jaba yang ingin masuk kedalam kesucian ajaran agama maka digunakan gelar “Mangku”. Golongan Jaba memiliki peran sebagai pelayan atau pembantu bagi golongan tri wangsa dalam menjalankan ajaran – ajaran yang ada dalam masyarakat itu sendiri, dan juga penyedian saranan yang diperlukan dalam pelaksanaannya. Di berikan hak kepada golongan Ksatria dan jaba mendapatkan peran sebagai pelaksana (tokoh agama) dalam pelaksanaan suatu ajaran.

Dengan melalui pendidikan dalam abad ke XIV sampai permulaan abad XIX mempunyai corak yang sesuai dengan masyarakat tradisional. Pendidikan dilakukan oleh golongan elit (triwangsa) atas inisiatif pribadi. Pendidikan yang menonjol pada waktu itu adalah pendidikan keagamaan dan hal–hal yang berhubungan dengan kehidupan kerajaan. Orang–orang yang meberikan pendidikan terdiri dari orang – orang Brahmana. Orang yang memberikan pelajaran disebut “Sang Guru”. Dimata masyarakat seorang guru dianggap telah memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Gelar Sang Guru didapati melalui kelahiran kedua kalinya (dwijati), maksudnya pertama kali manusia lahir ke dunia tidak memiliki apa – apa dalam hidupnya (hampa) dan kelahiran


(53)

kedua didapatkan dengan ilmu pengetahuan yang luas melalui pengalaman dalam suatu kegiatan ( upacara).

Orang yang belajar dari sang Guru disebut “Sisya”. Dalam proses sumber - sumber pembelajaran tersebut disebut “Aguru”, sedangkan proses memberikan pelajaran disebut “asisia”. Sebagai seorang sisya harus mentaati peraturan–peraturan yang sangat ketat. Peraturan berupa pengekangan diri (tapa Brata). Seorang guru melakukan pengarahan pada seorang sisya melalui kegiatan (upacara) dalam tujuan membersihkan diri sisya dengan istilah “Abebersih” atau Diksita (diksa)”. Setelah “Mediksa’. Barulah seorang golongan Brahmana, Ksatya, Jaba mendapat gelar sebagai seorang tokoh (diatas sebagai berikut). Biasanya untuk menggantikan dirinya, seorang guru cukup menunjukkan salah seorang keturunanya sebelum meninggal. Khusus bagi golongan ksatrya tentang ilmu – ilmu berhubungan pemerintahaan.8

Menurut peneliti dari cara hidup masyarakat tradisional muncullah istilah catur guru sebagai dasar kehidupan masyarakat. Kata catur berasal dari bahasa sansekerta yang berarti empat kata guru berasal dari akar kata sansekerta, gu berarti kegelapan dan ru berarti penerangan. Jadi guru adalah seseorang yang berpengetahuan dan memberikan pencerahan serta mampu untuk mengarahkan orang lain. Catur guru memiliki arti empat guru yang dihormati, diagungkan, dipuja, ditaati, dan ditakuti


(54)

dalam kehidupan masyarakat tradisional pada masa itu. Catur Guru terdiri dari empat guru yaitu :

Guru Swadyaya adalah Sang Yang Widi Wasa merupakan perwujudan penyatuan dari Tri murti disebut maha Guru kehidupan (Guru Utama) yang memberikan tuntunan hidup manusia melalui ajaran-ajarannya yang diturunkan melalui wahyu yang diterima oleh masyarakat melalui golongan Brahmana. Peneliti menggambarkan bagikan Pohon Kehidupan, yang terdiri dari Betara Brahma perwujudan dari pencipta yang berada dalam kuncup yang tumbuh di kulit kayu yang terletak di pohon kehidupan, digambarkan sebagai Ilmu Pengetahuan melalui keyakinan atu kepercayaan puncaknya menjadi kebijaksanaan dalam menjalani hidup, yang nantinya akan menjadi kekuatan dalam diri pribadinya dan tercermin dalam perilakunya., Betara Wisnu perwujudan dari pelindung berada pada daun rimbun dan buahnya yang lonjong digambarkan sebagai kekuasaan dan Kekayaan hasil dari kebijaksanaan yang diperoleh dari prilaku dalam dirinya, Betara Siwa perwujudan dari peleburan berada pada dedaunan tua dan buah yang membusuk dari dalam digambarkan kekuasaan yang menghilang dan kekayaan yang habis diakibatkan oleh waktu, ketiga kekuatan penguasa kehidupan ini dipercayai oleh masyarakat tradisional sebagai Maha Guru Kehidupan. Untuk menghormati maka didirikan tempat suci yang dikenal dengan Pura Dalem, Pura

Maha Guru kehidupan yang mengajari sisia (individu – individu dalam masyarakat) mengenai arti dan mengerti jalan kehidupan yang sesungguhnya melalui


(55)

pengalaman sisia dalam menjalani hidupnya. Maha guru kehidupan mengajari sisianya dengan cara melakukan kegiatan untuk mencari kehidupan dikenal dengan nama penghidupan di dalam masyarakat. Maha Guru kehidupan memberikan tugas pada sisianya mencari pengertian arti sesungguhnya kehidupan, di masyarakat lebih dikenal sebagai mata pencaharian hidup. Dan sisia yang bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik akan menjadi “orang meninggalkan dunia menuju alamNya”

Guru Wisesa adalah pemerintahan dalam suatu wilayah peneliti menggambarkan sebagai batang pohon yang memiliki struktur terdiri dari penguasa yang dianggap sebagai perwujudan dari betara di bumi, berada pada inti batang pohon menggambarkan keberadaan pelindungi wilayah tersebut, dengan pengikutnya yang menjaga keberadaan penguasa tersebut, menggambarkan kekuatan dari keberadaan pelindungi wilayah tersebut. Masyarakat tradisional mempercayai pemerintahan sebagai Guru Pelindung Kehidupan, karena masyarakat tradisional mematuhi peraturan yang dibuat oleh pemerintah penguasa tersebut bagaikan seorang sisia yang menututi gurunya. Guru Pelindung Kehidupan memberikan tugas pada sisia untuk siap atau sanggup dalam situasi apapun dalam kehidupannya, didalam masyarakat dikenal dengan istilah mengabdi. Karenanya pada masa kerajaan dulu masyarakat memandang bahwa pemerintah adalah seorang guru yang akan memberikan pengarahan pada masyarakat kemana harus melangkah sehingga banyak masyarakat dulu memiliki sifat bersedia mengikuti apa – apapun yang dianggapnya perlu. Sisia yang dapat


(56)

menyelesaikan tugasnya dengan baik akan menjadi “orang besar menerima kenyataan hidup ”.

Guru Pengajian adalah masyarakat memiliki kemampuan di suatu wilayah peneliti menggambarkan sebagai akar pohon yang muncul dipermukaan tanah, maksudnya masyarakat yang memiliki kemampauan tersebut dilihat oleh pemerintah dijadikan aparat pemerintah di masyarakat sendiri. Dimata masyarakat tradisional, masyarakat yang memiliki kemampuan dalam menjaga kepercayaan akan dijadikan panutan bagi masyarakat lainnya. Karena itu dianggap sebagai Guru Penjaga kehidupan. Para sisia ditugaskan oleh guru penjaga untuk menjaga kehidupan di wilayah melalui ketrampilan dalam seni yang dikuasai masyarakat tersebut dan dalam menjaga ketrampilan dalam seni agar keberadaannya tetap ada maka muncul sebuah seni tulisan. Sisia yang menyelesaikan tugasnya dengan baik akan menjadi “orang mampu dalam kemampuan”.

Guru Rupaka adalah orang tua dalam suatu masyarakat di suatu wilayah peneliti menggambarkan sebagai akar pohon yang dalam tanah yang tidak kelihatan namun memberi kehidupan bagi akar permukaan, batang pohon, bagian atas pohon. Karena dalam ajaran catur guru pekerjaan guru rupaka merupakan pekerjaan terberat dalam catur guru disebabkan manusia mempelajari hakekat hidupnya dalam kehidupan manusia melalui 3 tahap yaitu : tahap pertama, merangkak, menunduk artinya menyerahkan hidupnya pada orang lain, selanjutnya menangis artinya meminta sesuatu dari orang lain. tahap kedua, berjalan dengan kedua kaki artinya mempelajari cara


(57)

berdiri sendiri, selanjutnya berbicara artinya mulai mempelajari sarana berkomunikasi untuk memiliki sesuatu, selanjutnya menulis juga sarana dalam memperoleh sesuatu dan menunjukkan sesuatu. Dan tahap ketiga. Menunggu artinya menyerahkan sesuatu, selanjutnya diam artinya kehilangan sesuatu. Hakekat hidup ini hanya salah satu dari berbagai ajaran mengenai hakekat hidup. Karenanya itu keluarga merupakan Guru Pembimbing kehidupan. Sisia diberi tugas oleh Guru pembimbing Kehidupan untuk mengetahui kehidupannya dengan menjadi “orang yang hidup dan belajar artinya hidup”.

Pendidikan pada masa itu berdasarkan atas keturunan dan kelas sosial atau golongan. Bagi golongan atas diberikan pelajaran dari 4 guru di atas sedangkan golongan kelas bawah tidak dizinkan untuk mendapatkan pendidikan dari guru wisesa dan guru pengajian hanya didapat melalui guru swadiayaya dan guru rupaka melalui guru ini mereka mengenal arti dari kedudukan dan kekuasaan dari alam maupun manusia karena pendidikan itu sangat didasarkan pada kepercayaan baik dari alam ataupun manusia sendiri. Kepercayaan itu melahirkan sebuah kebudayaan masyarakat menjadikan rutinitas masyarakat pada masa itu.banyak hasil karya yang dihasilkan pada kebudayaan itu yaitu gong, alat musik tradisional khususnya seluruh wilayah Bali merupakan harta berharga. Karena pada awal datangnya orang Belanda disambut dengan musik tradisional memberikan kejutan pada orang Belanda dan membuat bangsa belanda kebinggungan diawalnya lama kelamaan menjadi daya tarik dan memunculkan kekaguman dari rasa itu menjadi cikal bakal aset bagi Bali untuk


(58)

menculnya pariwisata. Alasan mengapa belanda sangat di terima wilayah bali awalnya terutama wilayah kerajaan sampranga dulu disebabkan rasa tidak menyukai sikap yang pernah dibawa orang jawa.

Pada masa itu, masyarakat tidak menyenangi sikap menipu mungkin masyarakat menganggap bahwa pelajaran dari empat guru adalah yang utama. Dan juga masyarakat pada masa itu memiliki jiwa murni yang bila di kotori akan mencemari nilai ajaran yang ada. Artha benda menjadi hal ringan bagi masyarakat saat itu karenanya bangunan baik itu tempat tinggal maupun tempat sembahyang dibangun menyatu dengan alam. Menurut pandangan peneliti masyarakat tradisional menganggap bahwa guru swadiayaya dapat ditemui melalui penyatuan masyarakat dengan alam itu sendiri. Sekarang kembali pada penjelasan mengenai setelah masa pemerintah gelgel dilanjutkan dengan masa penjajahan. Dari penjajahan ini munculnya pariwisata. Pariwisata masuk ke Blahbatuh pada tahun 1981 dimulai dengan masuk investor dalam upayanya mencari lahan untuk pariwisata. Hal ini sejalan pada perkembangan blahbatuh yang membangun fasilitas yang untuk dapat menunjang kebutuhan masyarakatnya. Akan tetapi diantara setiap wilayah blahbatuh munculkan pro dan kontra masalah mengenai perkembangan pariwisata di masyarakat.

Hal ini memunculkan perbedaan antara suatu wilayah dengan wilayah lain misal wilayah blahbatuh yang dekat kecamatan ubud seperti bedulu menerima lebih perkembangan pariwisata karena ada fasilitas yang menunjang contoh objek wisata goa gajah yang juga dijadikan pasar seni, museum arkeologi dan yeh pulu. Perkembangan


(59)

pariwisata ini tidak hanya sampai disini berkat munculnya jalan Bypass Prof. Dr. Ida bagus mantra yang diresmikan tahun 2007, yang menghubungkan antara badung dengan karang asem menjadi peluang bagi pariwisata masuk ke sekitar pantai wilayah blahbatuh yaitu desa Saba, Keramas,dan medahan yang menjadi daya tariknya villa – villa yang di bangun sekitar pantai. Perubahan yang terjadi di blahbatuh bukan hanya sebatas pariwisata juga bidang lain seperti perdagangan modern yang datang sekitar tahun 2010 mengubah sistem yang sudah di wilayah blahbatuh tersebut, selain itu, bidang pendidikan ikut berubah dengan masuknya pariwisata di wilayah blahbatuh memunculkan jurusan Bahasa menjadi perimadona di sekolah – sekolah swasta. Perubahan pola pikir masyarakat berubah dari religious menjadi ekonomis, akan tetapi tidak terlihat kepermukaan mungkin disebabkan para aparat desa yang berjasa akan hal tersebut, menjaga baik tradisi yang sudah ada.


(1)

dalam kehidupan masyarakat tradisional pada masa itu. Catur Guru terdiri dari empat guru yaitu :

Guru Swadyaya adalah Sang Yang Widi Wasa merupakan perwujudan penyatuan dari Tri murti disebut maha Guru kehidupan (Guru Utama) yang memberikan tuntunan hidup manusia melalui ajaran-ajarannya yang diturunkan melalui wahyu yang diterima oleh masyarakat melalui golongan Brahmana. Peneliti menggambarkan bagikan Pohon Kehidupan, yang terdiri dari Betara Brahma perwujudan dari pencipta yang berada dalam kuncup yang tumbuh di kulit kayu yang terletak di pohon kehidupan, digambarkan sebagai Ilmu Pengetahuan melalui keyakinan atu kepercayaan puncaknya menjadi kebijaksanaan dalam menjalani hidup, yang nantinya akan menjadi kekuatan dalam diri pribadinya dan tercermin dalam perilakunya., Betara Wisnu perwujudan dari pelindung berada pada daun rimbun dan buahnya yang lonjong digambarkan sebagai kekuasaan dan Kekayaan hasil dari kebijaksanaan yang diperoleh dari prilaku dalam dirinya, Betara Siwa perwujudan dari peleburan berada pada dedaunan tua dan buah yang membusuk dari dalam digambarkan kekuasaan yang menghilang dan kekayaan yang habis diakibatkan oleh waktu, ketiga kekuatan penguasa kehidupan ini dipercayai oleh masyarakat tradisional sebagai Maha Guru Kehidupan. Untuk menghormati maka didirikan tempat suci yang dikenal dengan Pura Dalem, Pura

Maha Guru kehidupan yang mengajari sisia (individu – individu dalam masyarakat) mengenai arti dan mengerti jalan kehidupan yang sesungguhnya melalui


(2)

pengalaman sisia dalam menjalani hidupnya. Maha guru kehidupan mengajari sisianya dengan cara melakukan kegiatan untuk mencari kehidupan dikenal dengan nama penghidupan di dalam masyarakat. Maha Guru kehidupan memberikan tugas pada sisianya mencari pengertian arti sesungguhnya kehidupan, di masyarakat lebih dikenal sebagai mata pencaharian hidup. Dan sisia yang bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik akan menjadi “orang meninggalkan dunia menuju alamNya”

Guru Wisesa adalah pemerintahan dalam suatu wilayah peneliti menggambarkan sebagai batang pohon yang memiliki struktur terdiri dari penguasa yang dianggap sebagai perwujudan dari betara di bumi, berada pada inti batang pohon menggambarkan keberadaan pelindungi wilayah tersebut, dengan pengikutnya yang menjaga keberadaan penguasa tersebut, menggambarkan kekuatan dari keberadaan pelindungi wilayah tersebut. Masyarakat tradisional mempercayai pemerintahan sebagai Guru Pelindung Kehidupan, karena masyarakat tradisional mematuhi peraturan yang dibuat oleh pemerintah penguasa tersebut bagaikan seorang sisia yang menututi gurunya. Guru Pelindung Kehidupan memberikan tugas pada sisia untuk siap atau sanggup dalam situasi apapun dalam kehidupannya, didalam masyarakat dikenal dengan istilah mengabdi. Karenanya pada masa kerajaan dulu masyarakat memandang bahwa pemerintah adalah seorang guru yang akan memberikan pengarahan pada masyarakat kemana harus melangkah sehingga banyak masyarakat dulu memiliki sifat bersedia mengikuti apa – apapun yang dianggapnya perlu. Sisia yang dapat


(3)

menyelesaikan tugasnya dengan baik akan menjadi “orang besar menerima kenyataan hidup ”.

Guru Pengajian adalah masyarakat memiliki kemampuan di suatu wilayah peneliti menggambarkan sebagai akar pohon yang muncul dipermukaan tanah, maksudnya masyarakat yang memiliki kemampauan tersebut dilihat oleh pemerintah dijadikan aparat pemerintah di masyarakat sendiri. Dimata masyarakat tradisional, masyarakat yang memiliki kemampuan dalam menjaga kepercayaan akan dijadikan panutan bagi masyarakat lainnya. Karena itu dianggap sebagai Guru Penjaga kehidupan. Para sisia ditugaskan oleh guru penjaga untuk menjaga kehidupan di wilayah melalui ketrampilan dalam seni yang dikuasai masyarakat tersebut dan dalam menjaga ketrampilan dalam seni agar keberadaannya tetap ada maka muncul sebuah seni tulisan. Sisia yang menyelesaikan tugasnya dengan baik akan menjadi “orang mampu dalam kemampuan”.

Guru Rupaka adalah orang tua dalam suatu masyarakat di suatu wilayah peneliti menggambarkan sebagai akar pohon yang dalam tanah yang tidak kelihatan namun memberi kehidupan bagi akar permukaan, batang pohon, bagian atas pohon. Karena dalam ajaran catur guru pekerjaan guru rupaka merupakan pekerjaan terberat dalam catur guru disebabkan manusia mempelajari hakekat hidupnya dalam kehidupan manusia melalui 3 tahap yaitu : tahap pertama, merangkak, menunduk artinya menyerahkan hidupnya pada orang lain, selanjutnya menangis artinya meminta sesuatu dari orang lain. tahap kedua, berjalan dengan kedua kaki artinya mempelajari cara


(4)

berdiri sendiri, selanjutnya berbicara artinya mulai mempelajari sarana berkomunikasi untuk memiliki sesuatu, selanjutnya menulis juga sarana dalam memperoleh sesuatu dan menunjukkan sesuatu. Dan tahap ketiga. Menunggu artinya menyerahkan sesuatu, selanjutnya diam artinya kehilangan sesuatu. Hakekat hidup ini hanya salah satu dari berbagai ajaran mengenai hakekat hidup. Karenanya itu keluarga merupakan Guru Pembimbing kehidupan. Sisia diberi tugas oleh Guru pembimbing Kehidupan untuk mengetahui kehidupannya dengan menjadi “orang yang hidup dan belajar artinya hidup”.

Pendidikan pada masa itu berdasarkan atas keturunan dan kelas sosial atau golongan. Bagi golongan atas diberikan pelajaran dari 4 guru di atas sedangkan golongan kelas bawah tidak dizinkan untuk mendapatkan pendidikan dari guru wisesa dan guru pengajian hanya didapat melalui guru swadiayaya dan guru rupaka melalui guru ini mereka mengenal arti dari kedudukan dan kekuasaan dari alam maupun manusia karena pendidikan itu sangat didasarkan pada kepercayaan baik dari alam ataupun manusia sendiri. Kepercayaan itu melahirkan sebuah kebudayaan masyarakat menjadikan rutinitas masyarakat pada masa itu.banyak hasil karya yang dihasilkan pada kebudayaan itu yaitu gong, alat musik tradisional khususnya seluruh wilayah Bali merupakan harta berharga. Karena pada awal datangnya orang Belanda disambut dengan musik tradisional memberikan kejutan pada orang Belanda dan membuat bangsa belanda kebinggungan diawalnya lama kelamaan menjadi daya tarik dan memunculkan kekaguman dari rasa itu menjadi cikal bakal aset bagi Bali untuk


(5)

menculnya pariwisata. Alasan mengapa belanda sangat di terima wilayah bali awalnya terutama wilayah kerajaan sampranga dulu disebabkan rasa tidak menyukai sikap yang pernah dibawa orang jawa.

Pada masa itu, masyarakat tidak menyenangi sikap menipu mungkin masyarakat menganggap bahwa pelajaran dari empat guru adalah yang utama. Dan juga masyarakat pada masa itu memiliki jiwa murni yang bila di kotori akan mencemari nilai ajaran yang ada. Artha benda menjadi hal ringan bagi masyarakat saat itu karenanya bangunan baik itu tempat tinggal maupun tempat sembahyang dibangun menyatu dengan alam. Menurut pandangan peneliti masyarakat tradisional menganggap bahwa guru swadiayaya dapat ditemui melalui penyatuan masyarakat dengan alam itu sendiri. Sekarang kembali pada penjelasan mengenai setelah masa pemerintah gelgel dilanjutkan dengan masa penjajahan. Dari penjajahan ini munculnya pariwisata. Pariwisata masuk ke Blahbatuh pada tahun 1981 dimulai dengan masuk investor dalam upayanya mencari lahan untuk pariwisata. Hal ini sejalan pada perkembangan blahbatuh yang membangun fasilitas yang untuk dapat menunjang kebutuhan masyarakatnya. Akan tetapi diantara setiap wilayah blahbatuh munculkan pro dan kontra masalah mengenai perkembangan pariwisata di masyarakat.

Hal ini memunculkan perbedaan antara suatu wilayah dengan wilayah lain misal wilayah blahbatuh yang dekat kecamatan ubud seperti bedulu menerima lebih perkembangan pariwisata karena ada fasilitas yang menunjang contoh objek wisata goa gajah yang juga dijadikan pasar seni, museum arkeologi dan yeh pulu. Perkembangan


(6)

pariwisata ini tidak hanya sampai disini berkat munculnya jalan Bypass Prof. Dr. Ida bagus mantra yang diresmikan tahun 2007, yang menghubungkan antara badung dengan karang asem menjadi peluang bagi pariwisata masuk ke sekitar pantai wilayah blahbatuh yaitu desa Saba, Keramas,dan medahan yang menjadi daya tariknya villa – villa yang di bangun sekitar pantai. Perubahan yang terjadi di blahbatuh bukan hanya sebatas pariwisata juga bidang lain seperti perdagangan modern yang datang sekitar tahun 2010 mengubah sistem yang sudah di wilayah blahbatuh tersebut, selain itu, bidang pendidikan ikut berubah dengan masuknya pariwisata di wilayah blahbatuh memunculkan jurusan Bahasa menjadi perimadona di sekolah – sekolah swasta. Perubahan pola pikir masyarakat berubah dari religious menjadi ekonomis, akan tetapi tidak terlihat kepermukaan mungkin disebabkan para aparat desa yang berjasa akan hal tersebut, menjaga baik tradisi yang sudah ada.