BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Interaksi dan Adaptasi Sosial Pelajar Papua: Studi Kasus Pelajar Asal Papua di SMA Kristen Satya Wacana dan SMA Theresiana Kota Salatiga

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Makna Interaksi

  Max Weber (dalam Hernawan, 2010) mengatakan bahwa interaksi sosial adalah tindakan seorang individu yang dapat mempengaruhi individu-individu lainnya dalam lingkungan sosial. Menurut Bonner (dalam Gunawan, 2000) interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua orang atau lebih, sehingga kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, dan sebaliknya.Grath (Santoso, 2004) menjelaskan bahwa interaksi sosial adalah suatu proses yang berhubungan dengan keseluruhan tingkah laku anggota kelompok kegiatan terkait hubungan antar anggota dan aspek-aspek keadaan lingkungan, selama kelompok tersebut dalam kegiatan.Boner (dalam Gerungan, 2004) menyatakan bahwa interakasi sosial merupakan hubungan antara dua atau lebih individu manusia, perilaku individu, yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku individu yang lain, atau sebaliknya. Rumusan Boner tersebut menggambarkan kelangusngan timbal balik dalam interaksi sosial.

  Interaksi sosial dibedakan menjadidua bentuk, yaitu asosiatif dan disasosiatif, yang termasuk dalam interaksi sosial asosiatif adalah kerjasama (cooperation), akomodasi, asimiliasi, dan akulturasi sedangkan yang termasuk dalam interaksi sosial disasosiatif adalah persaingan, kontravensi, dan konflik(Soekanto, 2007).

1. Interaksi sosial asosiatif

  a) Kerjasama

  Kerjasama terbentuk karena masyarakat menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama sehingga sepakat untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Berdasarkan pelaksanaannya terdapat empat bentuk kerjasama yaitu tawar-menawar, kooptasi, koalisi dan joint-

  venture b) Asimilasi

  Proses asimilasi merujuk pada proses yang ditandai dengan adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat diantara beberapa orang atau kelompok dalam masyarakat serta usaha menyamakan sikap, mental, dan tindakan demi tercapainya tujuan bersama. Asimilasi dapat terjadi bila terdapat kelompok masyarakat dengan latar belakang budaya berbeda saling berinteraksi dan hidup secara bersama dalam jangka waktu yang lama sehingga lambat laun wujud kebudayaan asli akan megalami perubahan sifat dan wujudnya membentuk budaya baru sebagai budaya campuran.

  c) Akulturasi

  Akulturasi merupakan proses sosial yang timbul, apabila suatu indiviud atau kelompok masyarakat dengan latar belakang budaya tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga lambat laun unsur- unsur kebudayaan asing itu diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa kehilangan kepribadian dari kebudayaan itu sendiri.

  d) Akomodasi

  Merupakan suatu proses penyesuaian antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok guna mengurangi, mencegah, atau mengatasi ketegangan dan kekacauan.

2. Interaksi sosial diasosiatif

  a) Persaingan

  Adalah suatu perjuangan yang dilakukan perorangan atau kelompok sosial tertentu agar memperoleh kemenangan atau hasil secara kompetitif tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik dipihak lawannya.

  b) Konflik

  Adalah bentuk proses sosial yang berada diantara persaingan dan pertentangan atau konflik. Wujud kontravendi antara lain sikap tidak senang, baik secara sembunyi maupun secara terang-terangan seperti perbuatan menghalangi, menghasut, memfitnah, berkhianat, provokasi dan intimidasi yang ditunjukan terhadap perorangan atau kelompok atau terhadap unsur-unsur kebudayaan golongan tertentu.

2.1.1 Aspek-aspek Interaksi Sosial

  Interaksi sosial merupakan suatu proses kompleks yang terbentuk oleh berbagai aspek dan setiap aspek harus terpenuhi. Soekanto (2005) mengemukakan bahwa interaksi sosial akan terjadi apabila memenuhi 2 syarat yaitu :

  1) Kontak sosial

  Kontak sosial adalah hubungan antara satu orang dengan atau lebih melalui percakapan dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing dalam kehidupan masyarakat. 2)

  Komunikasi Komunikasi merupakan usaha penyampaian informasi kepada individu lain. Individu yang melakukan komunikasi memiliki dorongan untuk menyampaikan informasi-informasi yang mewujudkan manifestasi individu sebagai makhluk sosial secara alami membutuhkan hubungan dengan individu lain. Aspek-aspek interaksi sosial lainnya di kemukakan oleh Sarwono

  (1997) yaitu : 1)

  Komunikasi Komunikasi adalah proses pengiriman berita dari individu kepada individu lain. Terdapat lima unsur dalam proses komunikasi yaitu, pengirim berita, penerima berita, berita yang dikirmkan, media atau alat pengiriman berita, dan sistem sismbol yang digunakan untuk menyatakan berita. 2)

  Sikap Istilah sikap mencerminkan rasa senang, tidak senang atau perasaan biasa (netral) dari individu terhadap sesuatu (mencakup benda, kejadian, situasi, individu, tau kelompok). Hal tersebut mengungkapkan bahwa individu memunculkan reaksi berupa rasa senang, tidak senang, atau biasa terhadap benda, kejadian, situasi, atau kelompok melalui sikap. 3)

  Tingkah laku kelompok Terdapat dua teori yang menerangkan tentang tingkah laku kelompok yaitu teori pertama yang berpendapat bahwa tingkah laku kelompok merupakan gabungan dari tingkah laku individu-individu dalam kelompok secara bersama-sama.

  Sementara teori kedua mengatakan bahwa tingkah laku kelompok adalah muncul perilaku berbeda dari ciri-ciri tingkah laku masing-masing individu yang sedang berkumpul. 4)

  Norma-norma sosial Norma-norma sosial adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu kelompok sehingga membatasi tingkah laku individu dalam kelompok. Hal tersebut menjelaskan bahwa terdapat nilai-nilai yang harus dipatuhi oleh setiap individu dalam kelompok untuk menghindari sanksi sosial.

2.1.2 Faktor-Faktor Interaksi Sosial

  Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya interakasi sosial, adapun faktor-faktor interaksi sosial menurut ( Soekanto, 2007 ;Syarbaini, 2009) adalah sebagai berikut : 1.

  Faktor imitasi Faktor imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah- kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun demikian, imitasi mungkin pula mengakibatkan terjadinya hal-hal yang negatif dimana misalnya, yang ditiru adalah hal-hal menyimpang. Imitasi merupakan tindakan meniru orang yang dilakukan dalam bermacam-macam bentuk seperti gaya bicara, tingkah laku, adat dan kebiasaanm, pola pikir, dan hal-hal yang dimiliki atau dilakukan oleh individu lain. Imitasi bukan hanya pada tahap kata, melainkan juga makna dan tindakan

2. Faktor sugesti

  Sugesti merupakan pengaruh psikis yang datang dari diri sendiri maupun orang lain, diterima tanpa adanya kritik. Sugesti dilakukan dengan sengaja, secara aktif memberikan pandangan-pandangan, pendapat, dan norma agar seseorang dapat menerima sesuatu yang diberikan oleh individu lain. Faktor sugesti beralangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau suatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain.

3. Faktor identifikasi

  Identifikasi merupakan kecenderungan individu untuk menjadi sama dengan individu lain. Identifikasi dilakukan kepada individu lain yang dianggap ideal dalam suatu segi untuk memperoleh sistem norma, sikap, dan nilai yang merupakan kekurangan pada diri individu. Proses identifikasi pertama-tama berlangsung secara tidak sadar, kemudia irasional (berdsarkan perasaan) sehingga bermanfaat untuk melengkapi sistem norma, cita-cita dan pedoman tingkah laku individu yang melakukan identifikasi. Faktor identifikasi merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas proses ini.

4. Faktor Simpati Simpati merupakan proses individu merasa tertarik pada pihak lain.

  Proses simpati diarahkan pada keseluruhan keadaan dan tingkah laku individu. Individu tersebut bukan hanya tertarik pada salah satu bagian dari individu lain. Dasar kerja simpati lebih besar pada perasaan sehingga simpati seringkali terjadi dalam reaksi irasional. Faktor simpati sebenarnya merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan penting. Walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya.

5. Faktor Empati

  Empati merupakan simpati mendalam yang mempengaruhi kejiwaan dan fisik individu. Individu yang melakukan empati ikut merasakan hal yang sama dengan yang dirasakan individu lain untuk memahami keadaan individu lain tersebut .

2.2 Adaptasi Sosial

2.2.1 Pengertian Adaptasi Sosial

  Menurut Soekanto (2007), adaptasi adalah proses penyesuaian dari individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan, ataupun kondisi yang diciptakan. Suparlan (1993) menegatakan bahwa adaptasi pada hakekatnya merupakan suaut proses untukmemenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan, yang termasuk dalam syarat-syarat dasar menurut Suparlan adalah syarat dasar kejiwaan, dan syarat dasar sosial. Syarat dasar kejiwaan meliputi perasaan tenang yang jauh dari perasaan takut, keterpencilan dan gelisah. Sedangkan yang meliputi syarat dasar sosial adalah hubungan untuk dapat melangsungkan keturunan, tidak merasa dikucilkan, dan belajar mengenai kebudayaannya dan kebudayaan lainnya. Definisi lainnya tentang adaptasi sosial dikemukakan oleh Soekanto (2000) yang mengatakan bahwa adaptasi sosial merupakan proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan, proses penyesuaian terhadap norma-norma, proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi diciptakan, dan proses memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem serta proses penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.

  Sears (1985) mengatakan bahwa pada dasarnya manusia menyesuaikan diri karena dua antara lain, perilaku orang lain memberikan informasi yang bermanfaat. Bagi setiap individu yang berada di lingkungan budaya yang baru, orang lain merupakan sumber informasi yang penting, seringkali mereka mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui; dengan melakukan apa yang mereka lakukan kita dapat memperoleh manfaat dari pengetahuan mereka tentang lingkungan sekitar yang baru bagi kita. Alasan kedua manusia menyesuaikan diri karena ingin diterima secara sosial menghindari celaan.Dalam suatu lingkungan yang baru, tentunya terdapat nilai-nilai atau norma yang dipakai dalam hubungan antar individu, ketidak mampuan individu dalam memahami dan melakukan apa yang menjadi nilai atau norma tersebut tentunya akan mengakibatkan penolakan secara sosial bagi individu tersebut.

2.2.2 Tahapan Adapasi Sosial

  Oberg (1960) menyatakan bahwa ada 4 tahapan dalam proses adaptasi yaitu honeymoon, culture shock, recovery dan adjusment.

1. Honeymoon

  Tahapan honeymoon ditandai dengan perasaan terpesona, antusias, senang, adanya hubungan yang baik dengan orang sekitar. Tahapan bulan madu juga dapat dikatakan sebagai pengalaman menjadi pengunjung. Apa bila seorang individu berada di suatu daerah yang memiliki kebudayaan yang berbeda dalam waktu yang relatif singkat maka yang tersisa dalam kenanga adalah berbagai hal menyenangkan yang ditemui di tempat baru. Sebaliknya bila inidividu yang masih tinggal lebih lama mulai merasakan suasana hati menurun karena mulai mengalami masalah yang muncuk karena perbedaan budaya.

  2.

  Tahapan culture shock merupakan tahapan dimana terdapat bermacam- macam kesulitan untuk dapat hidup ditempat yang baru, tidak dapat mengekspresikan perasaannya dalam bahasa lisan yang benar, kesulitan dalam bergaul karena persoalan bahasa, adanya nilai-nilai yang berbenturan dengan kepercayaan atau kebiasaan yang dianut.

  3. Recovery Tahap recovery atau tahapan penyembuhan merupakan tahapan pemecahan dari krisis yang dihadapi pada tahapan cultuer shock. Pada tahapan ini, individu sudah membuka jalan dengan lingkungan yang baru, mulai bersahabat dengan lingkungan yang baru dan sudah mulai menguasai bahasa serta budaya yang baru. Kondisi individu pada tahapan ini sudah memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk bertindak secara efektif sehingga perasaan tidak puas mulai luntur, pada tahapan ini individu juga mulai memperoleh pengetahuan mengenai budaya pada lingkungan baru dan muncul sikap positif terhadap individu yang berasal dari lingkungan baru.

  4. Adjusment Tahapan adjusment merupakan tahapan dimana individu mulai menikmati dan menerima lingkungan atau budaya yang baru meskipun masih mengalami sedikit ketegangan dan kecemasan. Pada tahapan

  adjusment terjadi proses integrasi dari hal-hal lama yang sudah dimiliki individu.

2.3 Culture Shock

  Definisi culture shock pertama kali dikemukakan oleh Oberg yang mendefinisikan culture shock sebagai kecemasan yang timbul akibat hilangnya sign dan simbol hubungan sosial yang familiar. Gambaran culture shock lainnya di kemukakan oleh Gudykunst dan Kim (2003) yang mengatakan bahwa pada umumnya individu tidak menyadari secara nyata budaya yang mengatur dan membentuk kepribadian dan perilakunya. Ketika individu dipisahkan dari budayanya, baik secara fisik maupun psikis, dan menghadapi kondisi yang berbeda atau bertolak belakang dengan gambaran dan asumsi yang dipercaya sebelumnya maka pada saat itulah individu menjadi sepenuhnya sadar akan sistem kontrol dari budayanya yang selam ini tersembunyi. Defnisi lain tentang culture shock dikemukakan oleh Pedersen (1993) yang mendefinisikan culture shock sebagai proses penyesuaian awal pada lingkungan sosial yang tidak familiar. Selain dari pada itu Samovar (2010) mengatakan bahwa reaksi culture shock bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya dan dapat muncul pada waktu yang berbeda pula, reaksi-reaksi yang terjadi dalam culture shock adalah benci terhadap lingkungan sosial yang baru, mengalami disorientasi diri, rasa penolakan, gangguan lambung dan sakit kepala, rindu lingkungan sosial yang lama, merasa kehilangan status dan pengaruh sosial, menarik diri dan menganggap orang-orang dalam budaya baru tidak peka.

  Harris dan Moran (dalam Rakhmat, 2005) mengatakan bahwa culture shock adalah trauma umum yang dialami seseorang dalam suatu budaya yang baru dan berbeda karena ia harus belajar dan mengatasi begitu banyak nilai budaya dan pengharapan baru, sementara nilai budaya dan pengharapan budayanya yang lama tidak lagi sesuai. Culture shock sangat identik dengan fenomena memasuki budaya baru seperti lingkungan sekolah atau universitas yang baru, lingkungan kerja baru, atau keluarga besar baru yang dimasuki lewat perkawinan. Bila perbedaan budaya tidak terlalu besar dan kita mempunyai kepribadian yang positif, seperti tegar dan toleran, kita mungkin tidak akan mengalamai gegar budaya yang berarti. Sebaliknya, bila perbedaan budaya bersifat ekstrem, sementara kita lemah, penakut, dan kurang percaya diri, kemungkinan besar kita akan mengalami gegar budaya. Berbagai penelitian empiris menunjukkan bahwa gegar budaya sebenarnya merupakan titik pangkal untuk mengembangkan kepribadian dan wawasan budaya kita, sehingga kita dapat menjadi orang-orang yang luwes dan terampil dalam bergaul dengan orang-orang dari berbagai budaya, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai budaya kita sendiri

2.3.1 Ciri-ciri Culture Shock

  Oberg (1960) memaparkan bahwa ciri-ciri individu yang mengalami

  

culture shock yaitu memiliki kekhawtiran yang berlebihan terhadap kebersihan,

  muncul peraasaan tidak berdaya, muncul keprihatinan yang berlebihan terhadap sakit fisik ringan yang diderita, dan muncul ketakutan untuk berkomunikasi dengan budaya yang baru :

  Pertama , kekhawatiran yang berlebihan terhadap kebersihan. Individu

  sering mencuci tangan, khawatir air minum, makanan, pakaian, piring, dan tempat tidur tidak diberishkan merupakan akibat dari kekhawatiran individu terhadap kebersihan diri sendiri dan lingkungan pada budaya baru. Kedua, muncul perasaaan tidak berdaya. Perasaaan tidak berdaya yang dirasakan individu mengakibatkan muncul tatapan tropis (menatap kebingungan), muncul keinginan untuk selalu bergantung pada individu dari budaya lama, dan rindu untuk kembali ke rumah. Ketiga, Muncul keprihatinan yang berlebihan terhadap sakit fisik ringan yang diderita. Individu yang mengalami culture

  

shock merasa sakit fisik yang diderita merupakan sakit parah sehingga

  memunculkan frustrasi dan sering marah. Keempat,ketakutan untuk berkomunikasi dengan budaya yang baru.Gejala-gejala ketakutan untuk berkomunikasi dengan budaya baru antara lain takut kontak fisik dengan budaya baru, muncul rasa takut ditipu atau dilukai oleh individu

2.4 Kerangka Pikir

Gambar 2.1 Kerangka PikirGambar 2.1 merupakan kerangka penelitian yang dilakukan guna mengkaji bagaimana interaksi dan adaptasi pelajar yang ada di Salatiga. Kajian

  dilakukan pada lingkungan sosial pelajar asal Papua di Salatiga, dari data yang diperoleh akan di bandingkan dengan berbagai teori adaptasi dari para ahli. Berdasarkan data yang diperoleh dan teori adaptasi maka akan dilakukan analisa proses interaksi dan adaptasi pelajar asal Papua di sekolah dan diluar sekolah,serta faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi dan adapatasi pelajar dalam bergaul.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Konsep Diri dengan Perilaku Seksual Pranikah pada Mahasiswa Progdi Bimbingan & Konseling di Universitas Kristen Satya Wacana

0 0 40

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Intensitas Bermain Game Online dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas VIII SMP Pangudi Luhur Salatiga

0 0 14

BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Pola Asuh Permisif terhadap Disiplin Belajar Mahasiswa BK UKSW 2014

0 2 15

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Pola Asuh Permisif terhadap Disiplin Belajar Mahasiswa BK UKSW 2014

0 2 13

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Pola Asuh Permisif terhadap Disiplin Belajar Mahasiswa BK UKSW 2014

0 2 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Bullying pada Peserta Didik Kelas IX SMP Pangudi Luhur Salatiga

0 1 8

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Bullying 2.1.1 Pengertian Bullying - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Bullying pada Peserta Didik Kelas IX SMP Pangudi Luhur Salatiga

0 1 17

BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Pendekatan Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Bullying pada Peserta Didik Kelas IX SMP Pangudi Luhur Salatiga

0 0 12

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subyek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Bullying pada Peserta Didik Kelas IX SMP Pangudi Luhur Salatiga

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Bullying pada Peserta Didik Kelas IX SMP Pangudi Luhur Salatiga

0 1 20