HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VII PADA MATERI POKOK HIMPUNAN DI MTS NU AL HIDAYAH KUDUS TAHUN PELAJARAN 20102011
STUDI KOMPARASI MODEL PEMBELAJARAN REALISTIC
MATHEMATICS EDUCATION (RME) DAN MODEL PEMBELAJARAN
THINK PAIR SHARE (TPS) MELALUI PENERAPAN TEORI BELAJAR
MODELLING DAN OBSERVATIONAL LEARNING TERHADAP HASIL
BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VII PADA MATERI POKOK
HIMPUNAN DI MTS NU AL HIDAYAH KUDUS
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Pendidikan Matematika
Oleh:
KURNIA FRIDANIATI
NIM. 073511009
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
ABSTRAK
Judul
Penulis
NIM
: Studi Komparasi Model Pembelajaran Realistic
Mathematics Education (RME) dan Model Pembelajaran
Think Pair Share (TPS) melalui Penerapan Teori
Belajar Modelling
dan Observational Learning
Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII pada
Materi Pokok Himpunan Di MTs NU Al Hidayah Kudus
Tahun Pelajaran 2010/2011
: Kurnia Fridaniati
: 073511009
Pembelajaran dalam mata pelajaran matematika dengan menggunakan
keterkaitan kehidupan nyata akan membantu peserta didik yang belum
sepenuhnya bisa berpikir abstrak dan tentunya lebih memudahkan peserta didik
untuk mengingat materi yang telah diajarkan. Dan kerjasama antara teman juga
bisa membantu peserta didik yang kurang memahami materi.
Di MTs NU Al Hidayah pelajaran matematika khususnya di kelas VII,
materi yang dianggap sulit oleh peserta didik adalah materi himpunan pada
penyajian himpunan dalam diagram Venn. Peserta didik masih kebingungan
dalam menyajikan himpunan dalam diagram Venn karena mungkin dalam
menyampaikan materi tidak ada keterkaitan dengan kehidupan nyata sehingga
sebagian besar nilai mereka dibawah KKM.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) Adakah
perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran RME dan model pembelajaran
TPS melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning
pada peserta didik kelas VII Semester II pada materi pokok Himpunan di MTs
NU Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran 2010/2011. (2) Hasil belajar manakah
yang lebih baik antara yang menggunakan model pembelajaran RME dan model
pembelajaran TPS melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational
Learning pada peserta didik kelas VII Semester II pada materi pokok Himpunan
di MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran 2010/2011.
Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VII MTs NU Al
Hidayah tahun pelajaran 2010/2011. Sampel ditentukan dengan teknik cluster
random sampling sehingga terpilih 2 kelas yaitu kelas VII D sebagai kelas
eksperimen I yang dikenai pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran RME melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational
Learning dan kelas VII B sebagai kelas eksperimen II yang dikenai pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran TPS melalui penerapan teori belajar
Modelling dan Observational Learning.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi,
metode dokumentasi, metode tes dan metode angket. Metode observasi bertujuan
untuk mengetahui proses pembelajaran yang sedang berlangsung, metode
dokumentasi digunakan untuk memperoleh data nilai Matematika semester gasal,
metode tes yang digunakan adalah tes akhir, dan metode angket bertujuan untuk
mengetahui tanggapan guru dan peserta didik dan untuk mengetahui kelebihan
dan kekurangan model pembelajaran tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata prestasi belajar peserta didik pada
kelas eksperimen I lebih baik dibandingkan dengan rata-rata prestasi belajar
peserta didik pada kelas eksperimen II. Ini menunjukkan bahwa prestasi belajar
peserta didik yang diajar dengan model pembelajaran RME melalui penerapan
teori belajar Modelling dan Observational Learning lebih baik daripada prestasi
belajar peserta didik yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran TPS
melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational
Learning,
ditunjukkan dengan thitung = 3,154 > ttabel= 1,68.
Simpulan penelitian ini adalah (1) rata-rata kedua kelas eksperimen
berbeda, hal ini terbukti dengan nilai rata-rata kelas eksperimen I sebesar 73,41
dan rata-rata kelas eksperimen II sebesar 68,51 (2) rata-rata hasil belajar kelas
RME melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning
lebih baik dibandingkan dengan rata-rata belajar kelas TPS melalui penerapan
teori belajar Modelling dan Observational Learning.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Komparasi Model Pembelajaran
Realistic Mathematics Education (RME) dan Model Pembelajaran Think Pair
Share (TPS) melalui Penerapan Teori Belajar Modelling dan Observational
Learning Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII pada Materi Pokok
Himpunan Di MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran 2010/2011”.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini tidak terlepas dari
bimbingan, bantuan, dan sumbang saran dari segala pihak, oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. Suja’i, M.Ag, Dekan Fakultas Tarbiyah.
2. H. Mursid, M.Ag, Ketua Jurusan Tadris Matematika.
3. Lulu’ Choirunnisa’, S.Si, M. Pd, selaku Pembimbing I dan H. Mursid, M.Ag,
selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Para Dosen Fakultas Tarbiyah.
5. Segenap sivitas akademika di Jurusan Tadris Matematika IAIN Walisongo
Semarang.
6. Nur Aziz, S.Ag, Kepala MTs NU Al Hidayah Kudus yang telah memberikan ijin
penelitian.
7. Sri Hartatik, S.Pd guru mata pelajaran Matematika dan peserta didik kelas
VII MTs NU Al Hidayah tahun pelajaran 2010/2011 yang telah membantu
dalam proses penelitian untuk penulisan skripsi ini.
8. Bapak / Ibu guru dan karyawan MTs NU Al Hidayah atas segala bantuan yang
diberikan.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Semarang, 21 Juni 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN ..........................................................
PENGESAHAN ...............................................................................
NOTA PEMBIMBING ...................................................................
ABSTRAK .......................................................................................
KATA PENGANTAR ......................................................................
DAFTAR ISI ....................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
: PENDAHULUAN ...........................................................
1
A. Latar Belakang Masalah............................................
1
B. Rumusan Masalah.......................................................
4
C. Penegasan Istilah........................................................
5
1. Studi Komparasi............................................ ........
5
2. Model Pembelajaran RME.........................................
6
BAB I
3. Model Pembelajaran TPS.........................................
6
4. Teori Belajar Modelling dan Observation Learning
6
5. Materi Pokok Himpunan.......................................
6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................
6
1. Tujuan Penelitian................................................
6
2. Manfaat Penelitian...............................................
7
BAB II : TEORI PEMBELAJARAN RME, TPS SERTA
MODELLING
DAN OBSERVATIONAL LEARNING...........................
A. Deskripsi Teori.........................................................
9
9
1. Proses dan Hasil Belajar..........................................
9
2. Pembelajaran Matematika.......................................
11
3. Teori Belajar Kognitif............................................
13
4. Teori Pengolah Informasi........................................
14
5. Model Pembelajaran RME......................................
15
6. Model Pembelajaran TPS.......................................
19
7. Teori Belajar Modelling dan Observational Learning. 20
8. Uraian Materi Himpunan......................................
23
B. Kerangka Berpikir.......................................................
27
C. Kajian Penelitian yang Relevan.................................
29
D. Rumusan Hipotesis.................................................. .
30
BAB III : METODE PENELITIAN.................................................... 32
A. Jenis Penelitian..........................................................
32
B. Tempat dan Waktu Penelitian.....................................
32
C. Populasi dan Sampel Penelitian..................................
32
D. Variabel Penelitian......................................................
33
E. Prosedur Penelitian.....................................................
34
F. Teknik Pengumpulan Data..........................................
36
G. Teknik Analisis Data..................................................
37
1. Analisis Data Awal................................................
37
2. Analisis Instrumen................................................
41
3. Analisis Data Akhir..............................................
46
BAB IV : PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN.......................
49
A. Gambaran Umum MTs NU Al Hidayah Gebog Kudus.. 49
1. Tinjauan Historis..................................................
2. Letak Geografis..................................................
49
50
3. Struktur Organisasi...............................................
51
4. Keadaan Guru, Karyawan, Peserta Didik............
51
5. Keadaan Sarana dan Prasarana.............................
52
B. Deskripsi Data Hasil Penelitian...................................
54
1. Instrumen Soal dan Analisis Butir Soa.................
54
2. Instrumen Angket dan Analisis Angket................
58
3. Analisis Data Awal.............................................
63
4. Analisis Data Akhir.............................................
64
C. Pengujian Hipotesis......................................................
65
1. Uji Hipotesis 1......................................................
65
2. Uji Hipotesis 2....................................................
66
3. Hasil Angket........................................................
67
D. Pembahasan Hasil Penelitian.....................................
69
E. Keterbatasan Penelitian...............................................
72
BAB V : PENUTUP..........................................................................
A. Kesimpulan..................................................................
73
73
B. Saran.............................................................................
73
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses pembelajaran sebagai aktivitas pendidikan secara formal
paling tidak selalu melibatkan guru dan peserta didik. Keduanya saling
berinteraksi aktif dan komunikatif dalam mencapai sebuah tujuan
pembelajaran. Sebagai guru, diantara kemampuan dasar yang harus
dimiliki adalah dapat mengoptimalisasikan kemampuan perencanaan dan
pelaksanaan proses pembelajaran. Sementara peserta didik juga harus
dapat merespon secara aktif apa yang telah diberikan oleh guru.
Dalam belajar peserta didik tidak hanya berinteraksi dengan guru
sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan
sumber
belajar
yang
mungkin
dipakai
untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran yang diinginkan. Disisi lain, untuk mencapai tujuan tersebut,
guru harus memperhatikan bagaimana cara mengorganisasi pembelajaran,
bagaimana menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata
interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi
secara optimal. Merencanakan pembelajaran memerlukan berbagai teori
sehingga rencana pembelajaran yang disusun benar-benar dapat memenuhi
harapan dan tujuan pembelajaran.1
Matematika merupakan ilmu yang memiliki kecenderungan
deduktif, aksiomatik dan abstrak (fakta, konsep dan prinsip). Oleh
karenanya pembelajaran matematika membutuhkan perhatian yang
sungguh-sungguh dari peserta didik, guru dan instansi pendidikan yang
terkait. Dalam hal ini perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang
memungkinkan peserta didik yang berfikir konkret dibawa kepada konsep
matematika yang bersifat abstrak tersebut. Dalam al Qur‟an dalam surat
Shaad (38) ayat 29:
1
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2006), hlm.135
“Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang
berakal sehat mendapat pelajaran”.2
Pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara
pengalaman belajar peserta didik sebelumnya dengan konsep yang akan
diajarkan. Berdasarkan dimensi keterkaitan antar konsep dalam teori
belajar Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi.
Pertama, berhubungan dengan cara informasi atau konsep pelajaran yang
disajikan pada peserta didik melalui penerimaan atau penemuan. Kedua,
menyangkut cara bagaimana peserta didik dapat mengaitkan informasi itu
pada struktur kognitif yang telah ada (telah dimiliki dan diingat peserta
didik tersebut).3
Sesuai dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik SD/MI
dan sebagian besar peserta didik SMP/MTs yang berada pada tahap
operasional konkrit, tuntutan terhadap pemahaman dan penalaran masih
terbatas pada produk dan proses Matematika dalam dunia nyata atau dapat
diilustrasikan melalui contoh-contoh nyata.4
Proses pembelajaran matematika di MTs NU Al Hidayah Kudus
masih menggunakan metode ekspositori, guru hanya menerangkan materi
kemudian memberikan soal latihan, dan tidak ada evaluasi setiap akhir
pembelajaran. Dari sini tentu peserta didik yang kurang memahami materi
dibiarkan saja tanpa ada penjelasan kembali dari guru. Dalam materi
himpunan, peserta didik sulit memahami materi himpunan khususnya
penyajiannya dalam diagram Venn. Diantara faktor-faktornya adalah tidak
ada alat peraga yang mendukung, proses pembelajaran tidak berorientasi
2
Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemahnya, (Pustaka Amani Jakarta, 2005),
hlm. 651.
3
Heruman, Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), hlm. 4-5.
4
Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum Matematika, (Yogyakarta: Multi Pressindo,
2008), hlm.144.
pada pengalaman sehari-hari dan tidak menerapkan matematika dalam
kehidupan sehari-hari, tidak ada kerja sama antara peserta didik karena
peserta didik terbiasa individual dalam mengerjakan soal, pemberian
motivasi yang kurang dari guru sehingga peserta didik kurang bersemangat
untuk mempelajari kembali materi yang telah diajarkan, dan tidak adanya
evaluasi di akhir pembelajaran.
Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada
pengalaman sehari-hari dan penerapan matematika dalam kehidupan
sehari-hari adalah model pembelajaran Realistic Mathematics Education
(RME). RME merupakan model pembelajaran matematika di sekolah yang
bertitik tolak dari hal-hal yang riil bagi kehidupan peserta didik.5 Model
pembelajaran ini akan membantu peserta didik yang belum sepenuhnya
bisa berpikir abstrak. Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) atau
berpikir, berpasangan, berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran
kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta
didik.6 Alasan peneliti menggunakan dua model di atas, karena model
pembelajaran RME membantu peserta didik untuk mengkontekstualkan
materi yang abstrak, sehingga peserta didik akan lebih mudah dalam
memahami materi, kerja sama peserta didik juga akan terlatih dalam model
pembelajaran ini, dan model pembelajaran TPS akan melatih untuk saling
berbagi dan bekerja sama antara peserta didik sehingga peserta didik yang
kurang memahami materi bisa terbantu.
Teori belajar yang dikemukakan oleh Albert Bandura (Modelling
dan Observational Learning)
menyatakan bahwa belajar pada diri
individu tidak dibentuk oleh konsekuensi atas perilaku yang ditampilkan,
namun belajar secara langsung dari model. Menurut Bandura dan Walters,
tingkah laku baru dikuasai atau dipelajari mula-mula dengan mengamati
5
Amin Suyitno, Dasar-Dasar Dan Proses Pembelajaran Matematika I, (Handout
Dipergunakan untuk perkulihan Program Studi Pendidikan Matematika FMIPA UNNES, 2006),
hlm.36.
6
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:
PRESTASI PUSTAKA, 2007), hlm.61
dan meniru suatu model atau contoh atau teladan.7 Dari dua model
pembelajaran di atas peniliti ingin membandingkan model mana yang
lebih baik digunakan melaui penerapan teori belajar Modelling dan
Observational Learning terhadap hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti memilih judul “ Studi
Komparasi Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education
(RME) dan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) melalui
Penerapan
Teori Belajar Modelling
dan Observational Learning
Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII pada Materi Pokok
Himpunan Di MTs
NU
Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran
2010/2011.”
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Adakah perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran RME dan
model pembelajaran TPS melalui penerapan teori belajar Modelling
dan Observational Learning pada peserta didik kelas VII Semester
II pada materi pokok Himpunan di MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun
Pelajaran 2010/2011?
2. Hasil belajar manakah yang lebih baik antara yang menggunakan
model pembelajaran RME dan model pembelajaran
TPS
melalui
penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning pada
peserta didik kelas VII Semester II pada materi pokok Himpunan di
MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran 2010/2011?
C. Penegasan Istilah
Untuk memudahkan dalam penelaahan isi
penelitian ini, perlu
dijelaskan ruang lingkup yang diteliti serta beberapa batasan
istilah
sebagai berikut :
7
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Edisi Revisi), (Jakarta: PT
RINEKA CIPTA,2003), hlm.21.
1. Studi Komparasi
Studi komparasi terdiri dari dua kata yaitu studi yang artinya
penelitian yang ilmiah, kajian dan telaahan,8 dan komparasi yang
berarti perbandingan.9 Sehingga secara harfiah, studi komparasi
adalah penelitian tentang perbandingan. Menurut Suharsimi Arikunto
studi komparasi adalah studi yang bertujuan membandingkan dua
fenomena atau lebih.10 Dalam penelitian ini komparasi bertujuan untuk
membandingkan hasil belajar peserta didik yang diajarkan dengan
model pembelajaran RME melalui penerapan teori belajar Modelling
dan Observational Learning, dan hasil belajar peserta didik yang
diajarkan dengan model pembelajaran TPS melalui penerapan teori
belajar Modelling dan Observational Learning kelas VII pada materi
pokok Himpunan Tahun Pelajaran 2010/2011 di MTs
NU
Al
Hidayah. Komparasi dalam penelitian ini akan dilakukan dengan
menggunakan uji t (uji kesamaan rata-rata).
2. Model Pembelajaran RME
RME terdiri dari tiga kata yaitu realistic artinya realitas, kenyataan.
Mathematics adalah suatu ilmu yang mempelajari hal-hal abstrak
berupa angka-angka dan geometri. Education artinya pendidikan. Jadi
realistic mathematic education adalah suatu model pembelajaran atau
pendidikan matematika yang bertolak dari konsep yang realistis atau
dapat dikenali oleh peserta didik.
3. Model Pembelajaran TPS
8
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 1342.
9
Pusat Bahasa, Kamus Besar, hlm.719.
10
Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI),
(Jakarta : PT Rineka Cipta, 2006), hlm. 268.
TPS terdiri dari tiga kata yaitu think artinya berpikir. Pair artinya
berpasangan. Share artinya berbagi. Jadi Think Pair Share suatu cara
diskusi kelas yang memberi peserta didik lebih banyak waktu berpikir,
berbagi dengan pasangan dan saling membantu.
4. Teori Belajar Modelling dan Observational Learning
Teori Belajar Modelling yang dimaksud adalah pemodelan atau
dalam kata lain pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu,
ada model yang bisa ditiru. Observational Learning artinya belajar
melalui pengamatan. Jadi teori belajar Modelling dan Obervational
Learning
adalah
belajar
melalui
pengalaman
langsung
atau
merupakan materi pokok peserta didik kelas
VII
pengamatan (mencontoh model).
5. Materi Pokok Himpunan
Himpunan
SMP/ MTs semester genap berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara model
pembelajaran RME dan
model pembelajaran TPS melalui
penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning
pada peserta didik kelas VII Semester II pada materi pokok
Himpunan di MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun
Pelajaran
2010/2011.
b. Untuk mengetahui hasil belajar manakah yang lebih baik antara
yang menggunakan model pembelajaran RME
dan model
pembelajaran TPS melalui penerapan teori belajar Modelling dan
Observational Learning pada peserta didik kelas VII Semester
II pada materi pokok Himpunan di MTs NU Al Hidayah Kudus
Tahun Pelajaran 2010/2011.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Bagi Guru
1) Guru mendapatkan inovasi pembelajaran.
2) Guru dapat meningkatkan kreativitas dalam pengembangan
materi.
3) Guru juga memperoleh suatu variasi pembelajaran terhadap
materi Matematika, salah satunya dengan menerapkan model
pembelajaran
yang
dapat
meningkatkan
kemampuan
pemecahan masalah peserta didik.
4) Membantu guru berkembang secara profesional.
b. Bagi Peserta Didik
1) Terciptanya
suasana
pembelajaran
yang
menyenangkan
sehingga peserta didik dapat menangkap pengetahuannya.
2) Meningkatkan motivasi dan daya tarik peseta didik terhadap
pelajaran matematika.
3) Menumbuhkan
kemampuan
kerjasama
dan
ketrampilan
berpikir peserta didik.
4) Meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam pelajaran
matematika.
c. Bagi Peneliti
1) Sebagai
referensi
bagi
peneliti
untuk
melaksanakan
pembelajaran matematika ketika terjun ke lapangan, sehingga
pembelajaran yang dilakukan dapat menumbuhkan suasana
yang menyenangkan.
2) Peneliti memperoleh pengalaman langsung bagaimana memilih
pembelajaran yang tepat, sehingga dimungkinkan kelak ketika
terjun ke lapangan mempunyai wawasan dan pengalaman.
3) Peneliti akan mempunyai dasar-dasar kemampuan mengajar
dan memperoleh pemecahan masalah dalam penelitian
sehingga diperoleh suatu model pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.
d. Bagi Lembaga Pendidikan
1) Memberikan sumbangan positif tentang salah satu cara untuk
meningkatkan hasil belajar matematika.
2) Penelitian ini diharapkan dapat membantu sekolah untuk
berkembang karena adanya peningkatan/kemajuan pada diri
guru dan pendidikan di sekolah tersebut.
3) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
alternatif model-model pembelajaran yang dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika di sekolah.
BAB II
TEORI PEMBELAJARAN RME, TPS SERTA MODELLING DAN
OBSERVATIONAL LEARNING
A. Deskripsi Teori
1. Proses dan Hasil Belajar
a. Hakikat Proses Belajar
Mengenai definisi
belajar Brindley mendifinisikan
pengertian belajar yaitu:
“Learning consists of acquiring a body of knowledge.”11
Definisi di atas dapat diartikan belajar adalah perolehan
sekumpulan pengetahuan.
Belajar merupakan suatu proses dari seorang individu yang
berupaya mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut hasil
belajar, yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif
menetap. Menurut Bruner, ada tiga tahapan dalam proses
belajar, yaitu enactive, iconic dan symbolic. Pentahapan proses
belajar yang dikemukakan oleh Bruner pada hakikatnya tidak
berbeda dari yang dikemukakan oleh Piaget. Tahap enactive
adalah tahap dalam proses belajar yang ditandai oleh manipulasi
secara langsung objek-objek berupa benda atau peristiwa
konkret. Tahap iconic ditandai oleh penggunaan perumpamaan
atau tamsilan (imagery), sedangkan tahap symbolic ditandai oleh
penggunaan simbol dalam proses belajar.12
b. Hakikat Hasil Belajar
11
Jack C. Richards and Charles Lockhart, Reflective Teaching in Second Language
Classrooms,(New York: Cambridge University Press, 1996), hlm. 35
12
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT
Rineka Cipta,1999), hlm.28-34.
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak
setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan
suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh
suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam
kegiatan belajar yang terprogram dan terkontrol, biasanya
disebut dengan kegiatan instruksional, tujuan belajar telah
ditetapkan lebih dahulu oleh guru. Anak yang berhasil dalam
belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran
atau tujuan-tujuan instruksional.
Menurut Benjamin S.Bloom (1966:7) ada tiga ranah
(domain) hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Menurut A.J. Romiszowki (1981:217) hasil belajar merupakan
keluaran (output), dari suatu sistem pemrosesan masukan
(input). Menurut Romiszowki, perbuatan merupakan petunjuk
bahwa proses belajar telah terjadi, dan hasil belajar dapat
dikelompokkan ke dalam dua macam saja, yaitu pengetahuan
dan keterampilan. Pengetahuan terdiri dari empat kategori,
yaitu: pengetahuan tentang fakta, pengetahuan tentang prosedur,
pengetahuan tentang konsep, dan pengetahuan tentang prinsip.
Keterampilan juga terdiri dari empat kategori, yaitu:
keterampilan
untuk
berpikir
atau
ketrampilan
kognitif,
keterampilan untuk bertindak atau ketrampilan motorik,
keterampilan
bereaksi
atau
bersikap,
dan
ketrampilan
berinteraksi.13 Menurut Gagne, ada lima tipe hasil belajar,
yakni: kemahiran intelektual (kognitif), informasi verbal,
mengatur kegiatan intelektual (strategi kognitif), sikap, dan
keterampilan motorik.14
Hasil belajar juga dipengaruhi oleh intelegensi dan
penguasaan awal anak tentang materi yang akan dipelajari.
13
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak, hlm. 37-40.
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung:Sinar Baru
Algensindo, 1995), hlm.55.
14
Konsekuensi atas hasil belajar tidak hanya dipengaruhi oleh
hasil belajar itu sendiri tetapi juga oleh adanya ulangan
penguatan (reinforcement) yang diberikan oleh lingkungan
sosial, terutama guru atau orang tua.15
2. Pembelajaran Matematika
Salah satu orientasi pembelajaran matematika saat ini adalah
membangun persepsi
positif dalam mempelajari matematika
dikalangan peserta didik. Untuk itu guru dipacu memberikan
gambaran-gambaran
yang rasional
tentang
kemudahan
serta
kegunaan matematika bagi peserta didik dalam suasana yang nyaman
di tengah kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik saat
mempelajari matematika sehingga peserta didik bisa belajar dengan
baik dan menghasilkan prestasi yang memadai. Kendala yang terjadi
dalam
pembelajaran
matematika
berkisar
pada
karakteristik
matematika yang abstrak, masalah media, masalah peserta didik atau
guru. Kendala-kendala tersebut melahirkan kegagalan pada peserta
didik, karena: 16
a. Peserta didik tidak dapat menangkap konsep dengan benar.
b. Peserta didik tidak menangkap arti dari lambang-lambang.
c. Peserta didik tidak memahami asal-usulnya suatu prinsip.
d. Peserta didik tidak lancar menggunakan operasi dan prosedur.
e. Pengetahuan peserta didik tidak lengkap.
Pendekatan yang bisa digunakan meminimalkan kendala adalah
guru
menciptakan
menyenangkan,
dan
situasi
pembelajaran
memudahkan.
yang
Sehingga
berkesan,
pembelajaran
Matematika tidak lagi dirasa sulit/melahirkan kegagalan. Landasan
Qur‟ani yang bisa kita jadikan pijakan adalah (QS Alam Nasyrah:6),
yang berbunyi:
15
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak, hlm.40.
Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum, hlm. 154.
16
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” 17
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh guru dalam
menciptakan pembelajaran tersebut, yaitu mencoba hal-hal berikut:
a. Mengaitkan pengalaman sehari-hari ke dalam konsep matematika
atau sebaliknya mencari pengalaman sehari-hari dari konsep
matematika.
b. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan
pola, membuat dugaan, menjeneralisasikan, membuktikan,
mengambil kesimpulan, dan membuat keputusan.
c. Membuat formulasi soal terapan dan tidak rutin, serta mencoba
soal teka teki dan permainan, memberikan gambaran tentang
keberadaan soal-soal matematika sebagai salah satu upaya
mengembangkan daya ingat dan pengalaman mereka.
d. Mengembangkan metode yang bervariasi.
e. Meluruskan tujuan pembelajaran secara riil, membangun suasana
belajar yang menyenangkan, memberikan penghargaan yang
memadai bagi setiap pekerjaan peserta didik.18
3. Teori Belajar Kognitif
Dalam teori belajar kognitif, Bates, Macnamara dan Piaget
mengemukakan tentang teori kognitif sebagai berikut:
” The cognitive approach views language as a general ability that
emerges within the context of other general cognitive abilities like
memory, attention, and problem solving.”19
17
Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum, hlm. 154.
Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum, hlm.155.
19
Timothy B. Jay, The Psychology of Language, (Pearson Education, 2003), hlm.357
18
Tentang teori kognitif yang dikemukakan di atas dapat
disimpulkan bahwa pendekatan teori kognitif yaitu sebuah
kemampuan yang dimiliki yang muncul untuk meniru keadaan orang
lain dalam kemampuan kognitif
seperti ingatan, perhatian, dan
pemecahan masalah. Diantara teori belajar kognitif adalah:
a. Teori Gestalt
Tokoh teori ini adalah Max Werrheimer, yang meneliti
tentang pengamatan dan problem solving. Pandangan kaum
Gestalt:
(1) Pengalaman itu merupakan struktur yang terbentuk dalam
satu keseluruhan. Orang
yang belajar perlu mengamati
stimulus, dalam keseluruhan yang terorganisir bukan dalam
bagian-bagian yang terpisah.
(2) Belajar ialah suatu proses mendapatkan ”insight”
yaitu
pengamatan atau pemahaman terhadap hubungan antara
bagian-bagian di dalam suatu situasi permasalahan (dalam
situasi problematik).
(3) Hukum pengamatan berlaku dalam belajar.20
b. Teori Medan
Kurt Lewin beranggapan bahwa tingkah laku individu
merupakan fungsi dari pribadi dan lingkungannya. Rumusnya:
B = F (P, E)
B = Behavior
F = Fungsi
P = Personality
E = Environment
Lebih lanjut rumus di atas dapat ditafsirkan bahwa
tingkah laku seseorang termasuk tingkah laku belajar,
20
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang,
2009), hlm.76
tergantung pada kepribadian dan keadaan lingkungan dimana
orang
tersebut
berada.
Beberapa
konsep
lain
yang
dikemukakan teori ini ialah:
(1) Belajar sebagai perubahan dalam struktur kognitif.
(2) Hadiah dan hukuman.
(3) Berhasil dan gagal.
(4) Sukses membawa mobilitas energi cadangan.21
4. Teori Pengolah Informasi
Asumsi pokok yang mendasari teori pengolah informasi
menyebutkan
representasi
hakikat
sistem
pengetahuan
di
memori
dalam
pada
memori.
manusia
dan
Dalam
hal
pemerolehan informasi baru maka prosesnya yang esensial
adalah:22
a. perhatian ditujukan pada stimulus,
b. pengkodean stimulus,
c. penyimpanan dan mendapatkan kembali kode dalam
ikhtisar.
Dan hal-hal yang esensial dari pembelajaran yang sejajar
dengan hal di atas adalah:
a. membimbing untuk menerima stimulus baru,
b. memperlancar pengkodean,
c. memperlancar penyimpanan dan retrival.
Soal-soal pembelajaran di kelas dalam teori pengolah
informasi adalah yang ada kaitannya secara langsung dengan
proses kognitif. Diantaranya, yang pertama ciri si belajar. Dalam
pengelolaan belajar di kelas ciri-ciri peserta didik yang penting
adalah perbedaan perseorangan, kesiapan untuk belajar, dan
motivasi. Yang kedua proses kognitif dan pembelajaran, teori
pengolah informasi memberikan perspektif baru pada pengelolaan
21
Mustaqim, Psikologi, hlm. 81-83.
Margaret E. Bell Gredler, Belajar
(Jakarta:Rajawali, 1991), hlm 267-279.
22
dan
Membelajarkan,
terj.
Munandir,
pembelajaran yang akan menghasilkan belajar yang efektif. Yang
ketiga mengajarkan pemecahan masalah. Dan yang keempat adalah
konteks sosial untuk belajar. Teori pengolah informasi berfokus
pada mekanisme kognitif yang terjadi dalam pemahaman dan
retensi data sensori dari lingkungan maupun penerapan informasi
yang telah dipelajari untuk memecahkan masalah.
5.
Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)
Istilah Matematika Realistik semula muncul dalam
pembelajaran matematika di negeri Belanda yang di kenal dengan
nama
Realistic
pembelajaran ini
Mathematics
Education
merupakan reaksi
(RME).
Model
terhadap pembelajaran
Matematika Modern (New Math) di Amerika dan pembelajaran
Matematika di Belanda sebelumnya yang dipandang sebagai
mechanistic mathematics education. Istilah realistik di sini tidak
selalu terkait dengan dunia nyata, tetapi penyajian masalah dalam
konteks yang dapat dijangkau peserta didik. Konteks dapat dunia
nyata, dunia fantasi, atau dunia Matematika formal asalkan nyata
dalam fikiran peserta didik. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran
dengan RME menganut lima prinsip utama, yaitu:
a. Penggunaan
konteks,
sebagai
sumber
belajar
dalam
menemukan kembali (reinvention) ide Matematika dan secara
bersamaan menerapkan idea tersebut.
b. Menggunakan model produksi dan kontruksi peserta didik.
c. Menolak proses yang mekanistik, saling terlepas dan tak
bermakna, prosedur rutin, dan sering bekerja individual.
d. Peserta didik bukan penerima informasi, tetapi subyek aktif
dalam reinvention.
e. Menggunakan berbagai teori belajar yang relevan dan saling
terkait. 23
Kelebihan dari model pembelajaran RME adalah sebagai berikut:
23
Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum, hlm. 149-151.
a. Karena peserta didik membangun sendiri pengetahuannya
maka peserta didik tidak mudah lupa dengan pengetahuannya.
b. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena
menggunakan realitas kehidupan, sehingga peserta didik tidak
cepat bosan untuk belajar matematika.
c. Peserta didik merasa dihargai dan semakin terbuka karena
setiap jawaban peserta didik ada nilainya.
d. Memupuk kerjasama dalam kelompok.
e. Melatih keberanian peserta didik karena harus menjelaskan
jawabannya.
f. Melatih
peserta
didik
untuk
terbiasa
berpikir
dan
mengemukakan pendapat.
g. Pendidikan budi pekerti, misalnya saling kerjasama.
Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran RME adalah
sebagai berikut:
a. Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka
peserta didik masih kesulitan dalam menemukan jawaban
sendiri.
b. Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi peserta didik
yang lemah.
c. Peserta didik yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk
menanti temannya yang belum selesai.
d. Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan pembelajaran
saat itu.
e. Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan
dalam evaluasi memberi nilai.24
Langkah-langkah implementasi RME di sekolah adalah sebagai
berikut:
24
Yulia Romadiastri, Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Siswa Kelas
VII Melalui Pendekatan Matematika Realistik, (Laporan Penelitian Individu, IAIN Walisongo
Semarang, 2009), hlm. 23-24.
a. Guru menyiapkan 1 atau 2 soal realistik (ada kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari) yang akan dikerjakan para peserta didik
secara informal atau coba-coba (karena langkah penyelesaian
formal untuk menyelesaikan soal tersebut belum diberikan).
b. Guru mengumpulkan hasil pekerjaan peserta didik.
c. Guru mengoreksi hasil pekerjaan peserta
didik dengan
berprinsip pada penghargaan terhadap keberagaman jawaban
peserta didik dan kontribusi peserta didik.
d. Guru
dapat
menyuruh
beberapa
peserta
didik
untuk
menjelaskan temuannya di depan kelas.
e. Dengan tanya jawab, guru dapat mungkin perlu mengulang
jawaban peserta didik.
f. Setelah itu, guru baru menunjukkan langkah formal yang
diperlukan untuk menyelesaikan soal tersebut. Bisa didahuli
dengan penjelasan tentang materi pendukungnya.25
Teori-teori yang berhubungan dengan RME:
a. Teori Bruner
Bruner berpikir bahwa pengetahuan merupakan sebuah
paduan antara tiga buah proses: penerimaan, transformasi, dan uji
kelayakan. Bruner juga menyakini bahwa pembelajaran bisa
muncul
dalam
Pembelajaran
tiga
enaktif
cara:
enaktif,
adalah
ikonik,
mempelajari
dan
sesuatu
simbolik.
dengan
memanipulasi obyek atau melakukan pengetahuan tersebut
ketimbang hanya memahaminya. Pembelajaran ikonik merupakan
pembelajaran yang melalui gambaran. Pembelajaran simbolik
merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi
25
Amin Suyitno, Dasar-Dasar, hlm. 36-37.
pengalaman yang abstrak yang sama sekali tidak memiliki
kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut.26
b. Teori Piaget
Yang menjadi titik pusat perhatian dalam teori Jean Piaget
ialah perkembangan fikiran secara alami dari lahir sampai
dewasa.27 Aktivitas spontan, dengan kelompok kecil siswa yang
disatukan melalui adanya minat bersama dalam menjalankan
kegiatan tertentu, seharusnya menjadi ciri utama belajar di kelas.
Kelas hendaknya menjadi pusat aktivitas nyata (dan eksperimental)
yang dijalankan bersama sehingga intelegensi logis bisa dihasilkan
dengan jalan tindakan dan perubahan sosial. Penerapan konsep
Piaget dan pengajaran bergantung pada kepekaan terhadap isu-isu
penting yang sedikit saja.
Pertama, anak-anak secara alami berusaha memberi arti pada
dunia sekitarnya. Siswa harus diberi kesempatan berbuat salah
sendiri dan membetulkan kesalahan tersebut sendiri pula. Karena
itu, pembelajaran di sekolah harus direncanakan agar dapat
memperlancar
terjadinya
akomodasi. Kedua,
proses
konstruksi,
asimilasi,
dan
proses eksperimental oleh siswa di semua
unsur hal yang penting. Isu yang ketiga dalam pelaksanaan teori
Piaget ialah bahwa pengetahuan itu selalu merupakan konstruksi
oleh si belajar.28
6. Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Model Think Pair Share (TPS)
atau berpikir berpasangan
berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik. TPS ini
berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu.
Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di
26
Kelvin Seifert(Yusuf Anas), Manajemen Pembelajaran Dan Instruksi Pendidikan,
(Jogjakarta: IRCiSoD, 2007), hlm.113-116
27
Gredler, Belajar, terj. Munandir, hlm.304.
28
Gredler, Belajar, terj. Munandir, hlm.334-336.
Universitas Maryland sesuai yang dikutip
Arends (1997),
menyatakan bahwa think pair share merupakan suatu cara yang
efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan
asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk
mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang
digunakan dalam think pair share dapat memberi peserta didik lebih
banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu.29
Langkah-langkah model pembelajaran Think Pair Share(TPS):
a. Bentuk kelompok-kelompok heterogen 4-5 peserta didik
b. Beri tugas kelompok
c. Beri kesempatan individu dalam kelompok mencoba memikirkan
penyelesaian tugas tersebut kira-kira 5 menit
d. Lanjutkan dengan kerja berpasangan (pair) dalam kelompoknya
e. Beri kesempatan untuk berbagi pendapat diantara pasangan dalam
kelompok
f. Lakukan presentasi kelompok.30
Menurut Lie, think pair share mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangan, adapun kelebihannya adalah:
a. Meningkatkan partisipasi aktif peserta didik.
b. Cocok untuk tugas sederhana.
c. Lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing
anggota kelompok.
d. Interaksi lebih mudah.
e. Lebih mudah dan cepat membentuknya.
Sedangkan kekurangannya adalah:
a. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.
b. Lebih sedikit ide yang muncul.
c. Jika ada perselisihan, tidak ada penengah.31
29
Trianto, Model-Model Pembelajaran, hlm.61.
Amin Suyitno,Proposal dan Laporan PTK(Mata Pelajaran Matematika), (Jurusan
Matematika UNNES).
30
7. Teori Belajar Modelling dan Observational Learning
Sebuah teori pembelajaran biasanya memiliki tiga fungsi yang
berbeda
namun
saling terkait
dengan
erat.
Pertama, teori
pembelajaran adalah pendekatan terhadap suatu bidang pengetahuan,
suatu cara menganalisis, membicarakan dan meneliti pembelajaran.
Yang kedua, teori pembelajaran berupaya untuk meringkas
sekumpulan
besar
pengetahuan
mengenai
hukum-hukum
pembelajaran ke dalam ruang yang cukup kecil. Yang ketiga, teori
pembelajaran
secara
kreatif
berupaya
menjelaskan
apa
itu
pembelajaran dan mengapa pembelajaran berlangsung seperti
adanya.32
Pemodelan
adalah
pembelajaran
melalui
pengamatan
(observation).33 Istilah Observational Learning ini sinonim dengan
learning trough imitation (belajar melalui peniruan). Imitasi adalah
peniruan perilaku yaitu meniru perilaku seseorang, dimana perilaku
orang yang ditiru tersebut merupakan suatu pola.34
Belajar melalui pemodelan dan observational learning
merupakan bagian dari teori belajar sosial dikenalkan oleh Albert
Bandura. Konsep dari teori ini menekankan pada komponen kognitif
dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Menurut Bandura, orang
belajar melalui pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh
model). Orang belajar dari apa yang ia baca, dengar, dan lihat di
media, dan juga dari orang lain dan lingkungannya.
Albert Bandura juga mengemukakan bahwa seorang individu
belajar banyak tentang perilaku melalui peniruan /modeling, bahkan
tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang diterimanya.
Evi Joharotun Nafisah, “Keefektifan Model Pembelajaran Think- Pair- Share Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMPN 24 Semarang Kelas VIII pada Materi Pokok Kubus
dan Balok”, Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika UNNES, (Semarang: UPT UNNES,
2008), hlm.22, t.d.
32
Winfred F. Hill, Theories of Learning, terj. M.Khozim, (Bandung: Nusa Media,
2010), hlm. 28
33
Hill, Theories, terj. M.Khozim, hlm. 199
34
Uno, Orientasi Baru, hlm.194
31
Proses belajar semacam ini disebut "observational learning" atau
pembelajaran melalui pengamatan.
Albert
Bandura
(1971),
mengemukakan
bahwa
teori
pembelajaran sosial membahas tentang:
1. bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui
penguat (reinforcement) dan observational learning,
2. cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi,
3. begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku kita mempengaruhi
lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan
observational opportunity.
Teori belajar sosial menekankan observational learning
sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya
adalah seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati secara
sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain.
Analisis
belajar
melalui
pengamatan
atau
modelling
yang
dikembangkan oleh Bandura meliputi 4 tahap, yaitu perhatian, retensi,
reproduksi dan motivasional.
Dalam tahap perhatian individu memperhatikan model yang
menarik, berhasil, atraktif dan popular. Melalui memperhatikan model
ini individu dapat meniru bagaimana cara berpikir dan bertindak
orang lain, serta penampilan model dihadapan orang lain. Guru di
dalam kelas dapat menarik perhatian peserta didik dengan cara
menyampaikan petunjuk belajar yang jelas dan menarik, dan
memotivasi peserta didik untuk memperhatikan pelajaran yang
hendak disajikan.
Dalam tahap retensi apabila guru telah memperoleh perhatian
dari peserta didik, guru memodelkan perilaku yang akan ditiru oleh
peserta didik dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mempraktekkannya atau mengulangi model yang telah ditampilkan.
Misalnya, guru matematika setelah memberikan contoh soal tentang
irisan dan gabungan dua himpunan, kemudian peserta didik diminta
untuk mengulangi apa yang baru saja dicontohkan.
Dalam tahap reproduksi peserta didik mencoba menyesuaikan
diri dengan perilaku model. Misalnya, setelah peserta didik diberikan
contoh-contoh soal kemudian peserta didik mengerjakan soal yang
diberikan oleh guru.
Dalam tahap motivasional peserta didik akan menirukan model
karena merasakan bahwa
melakukan pekerjaan yang baik akan
meningkatkan kesempatan untuk memperoleh penguatan. Misalnya,
peserta didik meniru cara belajarnya juara kelas dan berharap menjadi
juara kelas pula. Tahap motivasional dari belajar melalui pengamatan
di dalam kelas umumnya disebabkan oleh pujian yang diberikan oleh
guru karena peserta didik mampu menyesuaikan diri dengan model
yang disampaikan oleh guru. Peserta didik memperhatikan model,
mempraktikkannya,
dan
mereproduksikannya
karena
telah
mempelajari tentang apa yang dilakukan oleh guru.35
Pentingnya teori belajar ini bagi pendidikan mengandung dua
implikasi pokok. Pertama, penelitian mengenai teori ini telah
memperlihatkan bahwa pemodelan itu tidak diatur untuk meniru
perbuatan yang sama seperti model yang mempunyai sifat-sifat
tertentu. Kedua teori ini memperluas proses belajar menjangkau halhal di luar kontak langsung dengan model hidup.36
8.
Uraian Materi Himpunan
a. Operasi Himpunan
(1) Irisan
(a) Pengertian Irisan
Irisan dua himpunan A dan B, yaitu suatu himpunan
yang anggotanya merupakan anggota himpunan A juga
menjadi anggota himpunan B, ditulis:
35
Catharina Tri Anni dkk, Psikologi Belajar, (Semarang: UPT MKK UNNES, 2004),
hlm.26-27.
36
Gredler, Belajar, terj. Munandir, hlm. 414.
A
B = {x | x
A dan x
B}.
(b) Menentukan Irisan
Menentukan irisan dari dua himpunan sama artinya
dengan mencari anggota persekutuan dari dua himpunan
tersebut.
Contoh:
Diketahui: A = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
B = {1, 3, 5, 7}
Tentukan (A
B)!
Jawab:
(A
(2)
B) = {1, 3, 5}
Gabungan
(a) Pengertian Gabungan
Gabungan dua himpunan A dan B adalah himpunan
yang tiap anggotanya adalah anggota A atau anggota B,
ditulis:
A
B={x|x
A atau x
B}
(b) Menentukan Gabungan
Menentukan
gabungan
dua
himpunan
pada
hakikatnya adalah menuliskan semua anggota kedua
himpunan. Jika terdapat anggota yang sama, maka ditulis
salah satu.
Contoh:
Diketahui: M = {1, 2, 3, 4,5}
N = {3, 5}
Tentukanlah (M
N)!
Jawab:
(M
N) = {1, 2, 3, 4, 5}
b. Selisih dan Komplemen Himpunan
(1) Selisih Himpunan
Selisih dua himpunan A terhadap B, yaitu suatu himpunan
yang anggotanya himpunan A dan tidak merupakan anggota
himpunan B, ditulis:
A–B={x|x
A dan x
B}
Contoh:
A = {1, 2, 3, 4, 5}
B = {2, 3, 5}
A – B = {1, 4}
(2) Komplemen Himpunan
Komplemen himpunan A adalah suatu himpunan yang
anggotanya selain anggota himpunan A, tetapi masih merupakan
anggota S, ditulis:
Ac = A‟ = {x|x
A dan x
S}
Contoh: S = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8}
A = {1, 2, 3, 4, 5, 7}
Maka A‟ = {0, 6, 8}
c. Diagram Venn
Untuk menyatakan himpunan serta hubungan antara himpunan
dapat ditunjukkan dengan menggunakan diagram Venn.
(1) Menggambar Irisan dalam Diagram Venn
Diketahui: A = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
B = {1, 3, 5, 7}
(A
Maka (A
S
B) = {1, 3, 5}
B) dapat dinyatakan ke dalam diagram Venn, yakni:
A
.2
.4
.6
B
.1
.7
.3
.5
(2) Menggambar Gabungan dalam Diagram Venn
Diketahui: M = {1, 2, 3, 4, 5}
N = {3, 5}
(M
N) = {1, 2, 3, 4, 5}
Maka (M
N) dapat dinyatakan ke dalam diagram Venn, yakni:
S
M
.1
.2
N
.3
.5
.4
(c) Menggambar selisih dalam diagram Venn
Diketahui: N = {1, 3, 5}
M = {3, 5, 7}
(N M) = {1}
Maka (N M) dapat disajikan dalam diagram Venn, yakni:
S
N
M
.3
.5
.1
.7
(d) Menggambar komplemen dalam diagram Venn
Diketahui: S = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8}
A = {1, 2, 4, 5, 7}
A‟ = {0, 3, 6, 8}
Maka A‟ dapat disajikan dalam diagram Venn, yakni: 37
S
.0
A
.1
.2
.4
.5
.7
.6
.3
.8
B. Kerangka Berpikir
Materi himpunan, khususnya mengenai penyajian diagram Venn
di MTs NU Al Hidayah masih sulit dipahami oleh peserta didik. Hal ini
disebabkan oleh belum tersedianya alat peraga sebagai pendukung
pembelajaran sehingga berakibat penjelasan guru tidak maksimal.
37
Buchori, et. al., Jenius Matematika untuk SMP/MTs kelas VII, (Semarang: Aneka Ilmu,
2005), hlm. 136-141.
Pembelajaran juga hanya menggunakan metode ekspositori sehingga
peserta didik yang kurang memahami materi semakin jenuh dalam
mengikuti proses pembelajaran. Menurut data yang penulis terima, ada
17
dari 38 peserta didik pada satu kelas dalam materi ini yang
mendapatkan nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Materi himpunan ada kaitannya dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya himpunan peserta didik yang gemar dengan pelajaran
matematika.
Pendekatan
yang
bisa
digunakan
untuk
lebih
mengkontekstualkan materi adalah model pembelajaran RME. Model
pembelajaran ini akan mengajarkan peserta didik untuk lebih berfikir
nyata, sehingga akan membantu peserta didik dalam memahami materi.
Pada
saat
proses
pembelajaran
berlangsung
saat
guru
memberikan latihan soal kepada peserta didik, biasanya mereka
memecahkannya sendiri sehingga yang kurang bisa memahami materi
akan semakin kesulitan dalam memecahkan soal. Pendekatan yang bisa
digunakan dalam masalah ini adalah model pembelajaran TPS. Model
pembelajaran ini melatih peserta didik untuk saling berbagi dalam
memecahkan masalah, sehingga peserta didik yang mengalami
kesulitan dalam memahami materi akan terbantu. Materi himpunan juga
cocok dengan menggunakan model pembelajaran TPS.
Diantara teori belajar adalah teori belajar yang dikemukakan
Albert Bandura Modelling dan Observational Learning. Teori belajar
ini masih m
MATHEMATICS EDUCATION (RME) DAN MODEL PEMBELAJARAN
THINK PAIR SHARE (TPS) MELALUI PENERAPAN TEORI BELAJAR
MODELLING DAN OBSERVATIONAL LEARNING TERHADAP HASIL
BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VII PADA MATERI POKOK
HIMPUNAN DI MTS NU AL HIDAYAH KUDUS
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Pendidikan Matematika
Oleh:
KURNIA FRIDANIATI
NIM. 073511009
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
ABSTRAK
Judul
Penulis
NIM
: Studi Komparasi Model Pembelajaran Realistic
Mathematics Education (RME) dan Model Pembelajaran
Think Pair Share (TPS) melalui Penerapan Teori
Belajar Modelling
dan Observational Learning
Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII pada
Materi Pokok Himpunan Di MTs NU Al Hidayah Kudus
Tahun Pelajaran 2010/2011
: Kurnia Fridaniati
: 073511009
Pembelajaran dalam mata pelajaran matematika dengan menggunakan
keterkaitan kehidupan nyata akan membantu peserta didik yang belum
sepenuhnya bisa berpikir abstrak dan tentunya lebih memudahkan peserta didik
untuk mengingat materi yang telah diajarkan. Dan kerjasama antara teman juga
bisa membantu peserta didik yang kurang memahami materi.
Di MTs NU Al Hidayah pelajaran matematika khususnya di kelas VII,
materi yang dianggap sulit oleh peserta didik adalah materi himpunan pada
penyajian himpunan dalam diagram Venn. Peserta didik masih kebingungan
dalam menyajikan himpunan dalam diagram Venn karena mungkin dalam
menyampaikan materi tidak ada keterkaitan dengan kehidupan nyata sehingga
sebagian besar nilai mereka dibawah KKM.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) Adakah
perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran RME dan model pembelajaran
TPS melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning
pada peserta didik kelas VII Semester II pada materi pokok Himpunan di MTs
NU Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran 2010/2011. (2) Hasil belajar manakah
yang lebih baik antara yang menggunakan model pembelajaran RME dan model
pembelajaran TPS melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational
Learning pada peserta didik kelas VII Semester II pada materi pokok Himpunan
di MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran 2010/2011.
Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VII MTs NU Al
Hidayah tahun pelajaran 2010/2011. Sampel ditentukan dengan teknik cluster
random sampling sehingga terpilih 2 kelas yaitu kelas VII D sebagai kelas
eksperimen I yang dikenai pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran RME melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational
Learning dan kelas VII B sebagai kelas eksperimen II yang dikenai pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran TPS melalui penerapan teori belajar
Modelling dan Observational Learning.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi,
metode dokumentasi, metode tes dan metode angket. Metode observasi bertujuan
untuk mengetahui proses pembelajaran yang sedang berlangsung, metode
dokumentasi digunakan untuk memperoleh data nilai Matematika semester gasal,
metode tes yang digunakan adalah tes akhir, dan metode angket bertujuan untuk
mengetahui tanggapan guru dan peserta didik dan untuk mengetahui kelebihan
dan kekurangan model pembelajaran tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata prestasi belajar peserta didik pada
kelas eksperimen I lebih baik dibandingkan dengan rata-rata prestasi belajar
peserta didik pada kelas eksperimen II. Ini menunjukkan bahwa prestasi belajar
peserta didik yang diajar dengan model pembelajaran RME melalui penerapan
teori belajar Modelling dan Observational Learning lebih baik daripada prestasi
belajar peserta didik yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran TPS
melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational
Learning,
ditunjukkan dengan thitung = 3,154 > ttabel= 1,68.
Simpulan penelitian ini adalah (1) rata-rata kedua kelas eksperimen
berbeda, hal ini terbukti dengan nilai rata-rata kelas eksperimen I sebesar 73,41
dan rata-rata kelas eksperimen II sebesar 68,51 (2) rata-rata hasil belajar kelas
RME melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning
lebih baik dibandingkan dengan rata-rata belajar kelas TPS melalui penerapan
teori belajar Modelling dan Observational Learning.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Komparasi Model Pembelajaran
Realistic Mathematics Education (RME) dan Model Pembelajaran Think Pair
Share (TPS) melalui Penerapan Teori Belajar Modelling dan Observational
Learning Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII pada Materi Pokok
Himpunan Di MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran 2010/2011”.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini tidak terlepas dari
bimbingan, bantuan, dan sumbang saran dari segala pihak, oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. Suja’i, M.Ag, Dekan Fakultas Tarbiyah.
2. H. Mursid, M.Ag, Ketua Jurusan Tadris Matematika.
3. Lulu’ Choirunnisa’, S.Si, M. Pd, selaku Pembimbing I dan H. Mursid, M.Ag,
selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Para Dosen Fakultas Tarbiyah.
5. Segenap sivitas akademika di Jurusan Tadris Matematika IAIN Walisongo
Semarang.
6. Nur Aziz, S.Ag, Kepala MTs NU Al Hidayah Kudus yang telah memberikan ijin
penelitian.
7. Sri Hartatik, S.Pd guru mata pelajaran Matematika dan peserta didik kelas
VII MTs NU Al Hidayah tahun pelajaran 2010/2011 yang telah membantu
dalam proses penelitian untuk penulisan skripsi ini.
8. Bapak / Ibu guru dan karyawan MTs NU Al Hidayah atas segala bantuan yang
diberikan.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Semarang, 21 Juni 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN ..........................................................
PENGESAHAN ...............................................................................
NOTA PEMBIMBING ...................................................................
ABSTRAK .......................................................................................
KATA PENGANTAR ......................................................................
DAFTAR ISI ....................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
: PENDAHULUAN ...........................................................
1
A. Latar Belakang Masalah............................................
1
B. Rumusan Masalah.......................................................
4
C. Penegasan Istilah........................................................
5
1. Studi Komparasi............................................ ........
5
2. Model Pembelajaran RME.........................................
6
BAB I
3. Model Pembelajaran TPS.........................................
6
4. Teori Belajar Modelling dan Observation Learning
6
5. Materi Pokok Himpunan.......................................
6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................
6
1. Tujuan Penelitian................................................
6
2. Manfaat Penelitian...............................................
7
BAB II : TEORI PEMBELAJARAN RME, TPS SERTA
MODELLING
DAN OBSERVATIONAL LEARNING...........................
A. Deskripsi Teori.........................................................
9
9
1. Proses dan Hasil Belajar..........................................
9
2. Pembelajaran Matematika.......................................
11
3. Teori Belajar Kognitif............................................
13
4. Teori Pengolah Informasi........................................
14
5. Model Pembelajaran RME......................................
15
6. Model Pembelajaran TPS.......................................
19
7. Teori Belajar Modelling dan Observational Learning. 20
8. Uraian Materi Himpunan......................................
23
B. Kerangka Berpikir.......................................................
27
C. Kajian Penelitian yang Relevan.................................
29
D. Rumusan Hipotesis.................................................. .
30
BAB III : METODE PENELITIAN.................................................... 32
A. Jenis Penelitian..........................................................
32
B. Tempat dan Waktu Penelitian.....................................
32
C. Populasi dan Sampel Penelitian..................................
32
D. Variabel Penelitian......................................................
33
E. Prosedur Penelitian.....................................................
34
F. Teknik Pengumpulan Data..........................................
36
G. Teknik Analisis Data..................................................
37
1. Analisis Data Awal................................................
37
2. Analisis Instrumen................................................
41
3. Analisis Data Akhir..............................................
46
BAB IV : PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN.......................
49
A. Gambaran Umum MTs NU Al Hidayah Gebog Kudus.. 49
1. Tinjauan Historis..................................................
2. Letak Geografis..................................................
49
50
3. Struktur Organisasi...............................................
51
4. Keadaan Guru, Karyawan, Peserta Didik............
51
5. Keadaan Sarana dan Prasarana.............................
52
B. Deskripsi Data Hasil Penelitian...................................
54
1. Instrumen Soal dan Analisis Butir Soa.................
54
2. Instrumen Angket dan Analisis Angket................
58
3. Analisis Data Awal.............................................
63
4. Analisis Data Akhir.............................................
64
C. Pengujian Hipotesis......................................................
65
1. Uji Hipotesis 1......................................................
65
2. Uji Hipotesis 2....................................................
66
3. Hasil Angket........................................................
67
D. Pembahasan Hasil Penelitian.....................................
69
E. Keterbatasan Penelitian...............................................
72
BAB V : PENUTUP..........................................................................
A. Kesimpulan..................................................................
73
73
B. Saran.............................................................................
73
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses pembelajaran sebagai aktivitas pendidikan secara formal
paling tidak selalu melibatkan guru dan peserta didik. Keduanya saling
berinteraksi aktif dan komunikatif dalam mencapai sebuah tujuan
pembelajaran. Sebagai guru, diantara kemampuan dasar yang harus
dimiliki adalah dapat mengoptimalisasikan kemampuan perencanaan dan
pelaksanaan proses pembelajaran. Sementara peserta didik juga harus
dapat merespon secara aktif apa yang telah diberikan oleh guru.
Dalam belajar peserta didik tidak hanya berinteraksi dengan guru
sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan
sumber
belajar
yang
mungkin
dipakai
untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran yang diinginkan. Disisi lain, untuk mencapai tujuan tersebut,
guru harus memperhatikan bagaimana cara mengorganisasi pembelajaran,
bagaimana menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata
interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi
secara optimal. Merencanakan pembelajaran memerlukan berbagai teori
sehingga rencana pembelajaran yang disusun benar-benar dapat memenuhi
harapan dan tujuan pembelajaran.1
Matematika merupakan ilmu yang memiliki kecenderungan
deduktif, aksiomatik dan abstrak (fakta, konsep dan prinsip). Oleh
karenanya pembelajaran matematika membutuhkan perhatian yang
sungguh-sungguh dari peserta didik, guru dan instansi pendidikan yang
terkait. Dalam hal ini perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang
memungkinkan peserta didik yang berfikir konkret dibawa kepada konsep
matematika yang bersifat abstrak tersebut. Dalam al Qur‟an dalam surat
Shaad (38) ayat 29:
1
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2006), hlm.135
“Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang
berakal sehat mendapat pelajaran”.2
Pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara
pengalaman belajar peserta didik sebelumnya dengan konsep yang akan
diajarkan. Berdasarkan dimensi keterkaitan antar konsep dalam teori
belajar Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi.
Pertama, berhubungan dengan cara informasi atau konsep pelajaran yang
disajikan pada peserta didik melalui penerimaan atau penemuan. Kedua,
menyangkut cara bagaimana peserta didik dapat mengaitkan informasi itu
pada struktur kognitif yang telah ada (telah dimiliki dan diingat peserta
didik tersebut).3
Sesuai dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik SD/MI
dan sebagian besar peserta didik SMP/MTs yang berada pada tahap
operasional konkrit, tuntutan terhadap pemahaman dan penalaran masih
terbatas pada produk dan proses Matematika dalam dunia nyata atau dapat
diilustrasikan melalui contoh-contoh nyata.4
Proses pembelajaran matematika di MTs NU Al Hidayah Kudus
masih menggunakan metode ekspositori, guru hanya menerangkan materi
kemudian memberikan soal latihan, dan tidak ada evaluasi setiap akhir
pembelajaran. Dari sini tentu peserta didik yang kurang memahami materi
dibiarkan saja tanpa ada penjelasan kembali dari guru. Dalam materi
himpunan, peserta didik sulit memahami materi himpunan khususnya
penyajiannya dalam diagram Venn. Diantara faktor-faktornya adalah tidak
ada alat peraga yang mendukung, proses pembelajaran tidak berorientasi
2
Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemahnya, (Pustaka Amani Jakarta, 2005),
hlm. 651.
3
Heruman, Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), hlm. 4-5.
4
Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum Matematika, (Yogyakarta: Multi Pressindo,
2008), hlm.144.
pada pengalaman sehari-hari dan tidak menerapkan matematika dalam
kehidupan sehari-hari, tidak ada kerja sama antara peserta didik karena
peserta didik terbiasa individual dalam mengerjakan soal, pemberian
motivasi yang kurang dari guru sehingga peserta didik kurang bersemangat
untuk mempelajari kembali materi yang telah diajarkan, dan tidak adanya
evaluasi di akhir pembelajaran.
Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada
pengalaman sehari-hari dan penerapan matematika dalam kehidupan
sehari-hari adalah model pembelajaran Realistic Mathematics Education
(RME). RME merupakan model pembelajaran matematika di sekolah yang
bertitik tolak dari hal-hal yang riil bagi kehidupan peserta didik.5 Model
pembelajaran ini akan membantu peserta didik yang belum sepenuhnya
bisa berpikir abstrak. Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) atau
berpikir, berpasangan, berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran
kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta
didik.6 Alasan peneliti menggunakan dua model di atas, karena model
pembelajaran RME membantu peserta didik untuk mengkontekstualkan
materi yang abstrak, sehingga peserta didik akan lebih mudah dalam
memahami materi, kerja sama peserta didik juga akan terlatih dalam model
pembelajaran ini, dan model pembelajaran TPS akan melatih untuk saling
berbagi dan bekerja sama antara peserta didik sehingga peserta didik yang
kurang memahami materi bisa terbantu.
Teori belajar yang dikemukakan oleh Albert Bandura (Modelling
dan Observational Learning)
menyatakan bahwa belajar pada diri
individu tidak dibentuk oleh konsekuensi atas perilaku yang ditampilkan,
namun belajar secara langsung dari model. Menurut Bandura dan Walters,
tingkah laku baru dikuasai atau dipelajari mula-mula dengan mengamati
5
Amin Suyitno, Dasar-Dasar Dan Proses Pembelajaran Matematika I, (Handout
Dipergunakan untuk perkulihan Program Studi Pendidikan Matematika FMIPA UNNES, 2006),
hlm.36.
6
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:
PRESTASI PUSTAKA, 2007), hlm.61
dan meniru suatu model atau contoh atau teladan.7 Dari dua model
pembelajaran di atas peniliti ingin membandingkan model mana yang
lebih baik digunakan melaui penerapan teori belajar Modelling dan
Observational Learning terhadap hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti memilih judul “ Studi
Komparasi Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education
(RME) dan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) melalui
Penerapan
Teori Belajar Modelling
dan Observational Learning
Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII pada Materi Pokok
Himpunan Di MTs
NU
Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran
2010/2011.”
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Adakah perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran RME dan
model pembelajaran TPS melalui penerapan teori belajar Modelling
dan Observational Learning pada peserta didik kelas VII Semester
II pada materi pokok Himpunan di MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun
Pelajaran 2010/2011?
2. Hasil belajar manakah yang lebih baik antara yang menggunakan
model pembelajaran RME dan model pembelajaran
TPS
melalui
penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning pada
peserta didik kelas VII Semester II pada materi pokok Himpunan di
MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran 2010/2011?
C. Penegasan Istilah
Untuk memudahkan dalam penelaahan isi
penelitian ini, perlu
dijelaskan ruang lingkup yang diteliti serta beberapa batasan
istilah
sebagai berikut :
7
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Edisi Revisi), (Jakarta: PT
RINEKA CIPTA,2003), hlm.21.
1. Studi Komparasi
Studi komparasi terdiri dari dua kata yaitu studi yang artinya
penelitian yang ilmiah, kajian dan telaahan,8 dan komparasi yang
berarti perbandingan.9 Sehingga secara harfiah, studi komparasi
adalah penelitian tentang perbandingan. Menurut Suharsimi Arikunto
studi komparasi adalah studi yang bertujuan membandingkan dua
fenomena atau lebih.10 Dalam penelitian ini komparasi bertujuan untuk
membandingkan hasil belajar peserta didik yang diajarkan dengan
model pembelajaran RME melalui penerapan teori belajar Modelling
dan Observational Learning, dan hasil belajar peserta didik yang
diajarkan dengan model pembelajaran TPS melalui penerapan teori
belajar Modelling dan Observational Learning kelas VII pada materi
pokok Himpunan Tahun Pelajaran 2010/2011 di MTs
NU
Al
Hidayah. Komparasi dalam penelitian ini akan dilakukan dengan
menggunakan uji t (uji kesamaan rata-rata).
2. Model Pembelajaran RME
RME terdiri dari tiga kata yaitu realistic artinya realitas, kenyataan.
Mathematics adalah suatu ilmu yang mempelajari hal-hal abstrak
berupa angka-angka dan geometri. Education artinya pendidikan. Jadi
realistic mathematic education adalah suatu model pembelajaran atau
pendidikan matematika yang bertolak dari konsep yang realistis atau
dapat dikenali oleh peserta didik.
3. Model Pembelajaran TPS
8
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 1342.
9
Pusat Bahasa, Kamus Besar, hlm.719.
10
Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI),
(Jakarta : PT Rineka Cipta, 2006), hlm. 268.
TPS terdiri dari tiga kata yaitu think artinya berpikir. Pair artinya
berpasangan. Share artinya berbagi. Jadi Think Pair Share suatu cara
diskusi kelas yang memberi peserta didik lebih banyak waktu berpikir,
berbagi dengan pasangan dan saling membantu.
4. Teori Belajar Modelling dan Observational Learning
Teori Belajar Modelling yang dimaksud adalah pemodelan atau
dalam kata lain pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu,
ada model yang bisa ditiru. Observational Learning artinya belajar
melalui pengamatan. Jadi teori belajar Modelling dan Obervational
Learning
adalah
belajar
melalui
pengalaman
langsung
atau
merupakan materi pokok peserta didik kelas
VII
pengamatan (mencontoh model).
5. Materi Pokok Himpunan
Himpunan
SMP/ MTs semester genap berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara model
pembelajaran RME dan
model pembelajaran TPS melalui
penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning
pada peserta didik kelas VII Semester II pada materi pokok
Himpunan di MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun
Pelajaran
2010/2011.
b. Untuk mengetahui hasil belajar manakah yang lebih baik antara
yang menggunakan model pembelajaran RME
dan model
pembelajaran TPS melalui penerapan teori belajar Modelling dan
Observational Learning pada peserta didik kelas VII Semester
II pada materi pokok Himpunan di MTs NU Al Hidayah Kudus
Tahun Pelajaran 2010/2011.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Bagi Guru
1) Guru mendapatkan inovasi pembelajaran.
2) Guru dapat meningkatkan kreativitas dalam pengembangan
materi.
3) Guru juga memperoleh suatu variasi pembelajaran terhadap
materi Matematika, salah satunya dengan menerapkan model
pembelajaran
yang
dapat
meningkatkan
kemampuan
pemecahan masalah peserta didik.
4) Membantu guru berkembang secara profesional.
b. Bagi Peserta Didik
1) Terciptanya
suasana
pembelajaran
yang
menyenangkan
sehingga peserta didik dapat menangkap pengetahuannya.
2) Meningkatkan motivasi dan daya tarik peseta didik terhadap
pelajaran matematika.
3) Menumbuhkan
kemampuan
kerjasama
dan
ketrampilan
berpikir peserta didik.
4) Meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam pelajaran
matematika.
c. Bagi Peneliti
1) Sebagai
referensi
bagi
peneliti
untuk
melaksanakan
pembelajaran matematika ketika terjun ke lapangan, sehingga
pembelajaran yang dilakukan dapat menumbuhkan suasana
yang menyenangkan.
2) Peneliti memperoleh pengalaman langsung bagaimana memilih
pembelajaran yang tepat, sehingga dimungkinkan kelak ketika
terjun ke lapangan mempunyai wawasan dan pengalaman.
3) Peneliti akan mempunyai dasar-dasar kemampuan mengajar
dan memperoleh pemecahan masalah dalam penelitian
sehingga diperoleh suatu model pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.
d. Bagi Lembaga Pendidikan
1) Memberikan sumbangan positif tentang salah satu cara untuk
meningkatkan hasil belajar matematika.
2) Penelitian ini diharapkan dapat membantu sekolah untuk
berkembang karena adanya peningkatan/kemajuan pada diri
guru dan pendidikan di sekolah tersebut.
3) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
alternatif model-model pembelajaran yang dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika di sekolah.
BAB II
TEORI PEMBELAJARAN RME, TPS SERTA MODELLING DAN
OBSERVATIONAL LEARNING
A. Deskripsi Teori
1. Proses dan Hasil Belajar
a. Hakikat Proses Belajar
Mengenai definisi
belajar Brindley mendifinisikan
pengertian belajar yaitu:
“Learning consists of acquiring a body of knowledge.”11
Definisi di atas dapat diartikan belajar adalah perolehan
sekumpulan pengetahuan.
Belajar merupakan suatu proses dari seorang individu yang
berupaya mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut hasil
belajar, yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif
menetap. Menurut Bruner, ada tiga tahapan dalam proses
belajar, yaitu enactive, iconic dan symbolic. Pentahapan proses
belajar yang dikemukakan oleh Bruner pada hakikatnya tidak
berbeda dari yang dikemukakan oleh Piaget. Tahap enactive
adalah tahap dalam proses belajar yang ditandai oleh manipulasi
secara langsung objek-objek berupa benda atau peristiwa
konkret. Tahap iconic ditandai oleh penggunaan perumpamaan
atau tamsilan (imagery), sedangkan tahap symbolic ditandai oleh
penggunaan simbol dalam proses belajar.12
b. Hakikat Hasil Belajar
11
Jack C. Richards and Charles Lockhart, Reflective Teaching in Second Language
Classrooms,(New York: Cambridge University Press, 1996), hlm. 35
12
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT
Rineka Cipta,1999), hlm.28-34.
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak
setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan
suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh
suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam
kegiatan belajar yang terprogram dan terkontrol, biasanya
disebut dengan kegiatan instruksional, tujuan belajar telah
ditetapkan lebih dahulu oleh guru. Anak yang berhasil dalam
belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran
atau tujuan-tujuan instruksional.
Menurut Benjamin S.Bloom (1966:7) ada tiga ranah
(domain) hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Menurut A.J. Romiszowki (1981:217) hasil belajar merupakan
keluaran (output), dari suatu sistem pemrosesan masukan
(input). Menurut Romiszowki, perbuatan merupakan petunjuk
bahwa proses belajar telah terjadi, dan hasil belajar dapat
dikelompokkan ke dalam dua macam saja, yaitu pengetahuan
dan keterampilan. Pengetahuan terdiri dari empat kategori,
yaitu: pengetahuan tentang fakta, pengetahuan tentang prosedur,
pengetahuan tentang konsep, dan pengetahuan tentang prinsip.
Keterampilan juga terdiri dari empat kategori, yaitu:
keterampilan
untuk
berpikir
atau
ketrampilan
kognitif,
keterampilan untuk bertindak atau ketrampilan motorik,
keterampilan
bereaksi
atau
bersikap,
dan
ketrampilan
berinteraksi.13 Menurut Gagne, ada lima tipe hasil belajar,
yakni: kemahiran intelektual (kognitif), informasi verbal,
mengatur kegiatan intelektual (strategi kognitif), sikap, dan
keterampilan motorik.14
Hasil belajar juga dipengaruhi oleh intelegensi dan
penguasaan awal anak tentang materi yang akan dipelajari.
13
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak, hlm. 37-40.
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung:Sinar Baru
Algensindo, 1995), hlm.55.
14
Konsekuensi atas hasil belajar tidak hanya dipengaruhi oleh
hasil belajar itu sendiri tetapi juga oleh adanya ulangan
penguatan (reinforcement) yang diberikan oleh lingkungan
sosial, terutama guru atau orang tua.15
2. Pembelajaran Matematika
Salah satu orientasi pembelajaran matematika saat ini adalah
membangun persepsi
positif dalam mempelajari matematika
dikalangan peserta didik. Untuk itu guru dipacu memberikan
gambaran-gambaran
yang rasional
tentang
kemudahan
serta
kegunaan matematika bagi peserta didik dalam suasana yang nyaman
di tengah kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik saat
mempelajari matematika sehingga peserta didik bisa belajar dengan
baik dan menghasilkan prestasi yang memadai. Kendala yang terjadi
dalam
pembelajaran
matematika
berkisar
pada
karakteristik
matematika yang abstrak, masalah media, masalah peserta didik atau
guru. Kendala-kendala tersebut melahirkan kegagalan pada peserta
didik, karena: 16
a. Peserta didik tidak dapat menangkap konsep dengan benar.
b. Peserta didik tidak menangkap arti dari lambang-lambang.
c. Peserta didik tidak memahami asal-usulnya suatu prinsip.
d. Peserta didik tidak lancar menggunakan operasi dan prosedur.
e. Pengetahuan peserta didik tidak lengkap.
Pendekatan yang bisa digunakan meminimalkan kendala adalah
guru
menciptakan
menyenangkan,
dan
situasi
pembelajaran
memudahkan.
yang
Sehingga
berkesan,
pembelajaran
Matematika tidak lagi dirasa sulit/melahirkan kegagalan. Landasan
Qur‟ani yang bisa kita jadikan pijakan adalah (QS Alam Nasyrah:6),
yang berbunyi:
15
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak, hlm.40.
Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum, hlm. 154.
16
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” 17
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh guru dalam
menciptakan pembelajaran tersebut, yaitu mencoba hal-hal berikut:
a. Mengaitkan pengalaman sehari-hari ke dalam konsep matematika
atau sebaliknya mencari pengalaman sehari-hari dari konsep
matematika.
b. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan
pola, membuat dugaan, menjeneralisasikan, membuktikan,
mengambil kesimpulan, dan membuat keputusan.
c. Membuat formulasi soal terapan dan tidak rutin, serta mencoba
soal teka teki dan permainan, memberikan gambaran tentang
keberadaan soal-soal matematika sebagai salah satu upaya
mengembangkan daya ingat dan pengalaman mereka.
d. Mengembangkan metode yang bervariasi.
e. Meluruskan tujuan pembelajaran secara riil, membangun suasana
belajar yang menyenangkan, memberikan penghargaan yang
memadai bagi setiap pekerjaan peserta didik.18
3. Teori Belajar Kognitif
Dalam teori belajar kognitif, Bates, Macnamara dan Piaget
mengemukakan tentang teori kognitif sebagai berikut:
” The cognitive approach views language as a general ability that
emerges within the context of other general cognitive abilities like
memory, attention, and problem solving.”19
17
Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum, hlm. 154.
Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum, hlm.155.
19
Timothy B. Jay, The Psychology of Language, (Pearson Education, 2003), hlm.357
18
Tentang teori kognitif yang dikemukakan di atas dapat
disimpulkan bahwa pendekatan teori kognitif yaitu sebuah
kemampuan yang dimiliki yang muncul untuk meniru keadaan orang
lain dalam kemampuan kognitif
seperti ingatan, perhatian, dan
pemecahan masalah. Diantara teori belajar kognitif adalah:
a. Teori Gestalt
Tokoh teori ini adalah Max Werrheimer, yang meneliti
tentang pengamatan dan problem solving. Pandangan kaum
Gestalt:
(1) Pengalaman itu merupakan struktur yang terbentuk dalam
satu keseluruhan. Orang
yang belajar perlu mengamati
stimulus, dalam keseluruhan yang terorganisir bukan dalam
bagian-bagian yang terpisah.
(2) Belajar ialah suatu proses mendapatkan ”insight”
yaitu
pengamatan atau pemahaman terhadap hubungan antara
bagian-bagian di dalam suatu situasi permasalahan (dalam
situasi problematik).
(3) Hukum pengamatan berlaku dalam belajar.20
b. Teori Medan
Kurt Lewin beranggapan bahwa tingkah laku individu
merupakan fungsi dari pribadi dan lingkungannya. Rumusnya:
B = F (P, E)
B = Behavior
F = Fungsi
P = Personality
E = Environment
Lebih lanjut rumus di atas dapat ditafsirkan bahwa
tingkah laku seseorang termasuk tingkah laku belajar,
20
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang,
2009), hlm.76
tergantung pada kepribadian dan keadaan lingkungan dimana
orang
tersebut
berada.
Beberapa
konsep
lain
yang
dikemukakan teori ini ialah:
(1) Belajar sebagai perubahan dalam struktur kognitif.
(2) Hadiah dan hukuman.
(3) Berhasil dan gagal.
(4) Sukses membawa mobilitas energi cadangan.21
4. Teori Pengolah Informasi
Asumsi pokok yang mendasari teori pengolah informasi
menyebutkan
representasi
hakikat
sistem
pengetahuan
di
memori
dalam
pada
memori.
manusia
dan
Dalam
hal
pemerolehan informasi baru maka prosesnya yang esensial
adalah:22
a. perhatian ditujukan pada stimulus,
b. pengkodean stimulus,
c. penyimpanan dan mendapatkan kembali kode dalam
ikhtisar.
Dan hal-hal yang esensial dari pembelajaran yang sejajar
dengan hal di atas adalah:
a. membimbing untuk menerima stimulus baru,
b. memperlancar pengkodean,
c. memperlancar penyimpanan dan retrival.
Soal-soal pembelajaran di kelas dalam teori pengolah
informasi adalah yang ada kaitannya secara langsung dengan
proses kognitif. Diantaranya, yang pertama ciri si belajar. Dalam
pengelolaan belajar di kelas ciri-ciri peserta didik yang penting
adalah perbedaan perseorangan, kesiapan untuk belajar, dan
motivasi. Yang kedua proses kognitif dan pembelajaran, teori
pengolah informasi memberikan perspektif baru pada pengelolaan
21
Mustaqim, Psikologi, hlm. 81-83.
Margaret E. Bell Gredler, Belajar
(Jakarta:Rajawali, 1991), hlm 267-279.
22
dan
Membelajarkan,
terj.
Munandir,
pembelajaran yang akan menghasilkan belajar yang efektif. Yang
ketiga mengajarkan pemecahan masalah. Dan yang keempat adalah
konteks sosial untuk belajar. Teori pengolah informasi berfokus
pada mekanisme kognitif yang terjadi dalam pemahaman dan
retensi data sensori dari lingkungan maupun penerapan informasi
yang telah dipelajari untuk memecahkan masalah.
5.
Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)
Istilah Matematika Realistik semula muncul dalam
pembelajaran matematika di negeri Belanda yang di kenal dengan
nama
Realistic
pembelajaran ini
Mathematics
Education
merupakan reaksi
(RME).
Model
terhadap pembelajaran
Matematika Modern (New Math) di Amerika dan pembelajaran
Matematika di Belanda sebelumnya yang dipandang sebagai
mechanistic mathematics education. Istilah realistik di sini tidak
selalu terkait dengan dunia nyata, tetapi penyajian masalah dalam
konteks yang dapat dijangkau peserta didik. Konteks dapat dunia
nyata, dunia fantasi, atau dunia Matematika formal asalkan nyata
dalam fikiran peserta didik. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran
dengan RME menganut lima prinsip utama, yaitu:
a. Penggunaan
konteks,
sebagai
sumber
belajar
dalam
menemukan kembali (reinvention) ide Matematika dan secara
bersamaan menerapkan idea tersebut.
b. Menggunakan model produksi dan kontruksi peserta didik.
c. Menolak proses yang mekanistik, saling terlepas dan tak
bermakna, prosedur rutin, dan sering bekerja individual.
d. Peserta didik bukan penerima informasi, tetapi subyek aktif
dalam reinvention.
e. Menggunakan berbagai teori belajar yang relevan dan saling
terkait. 23
Kelebihan dari model pembelajaran RME adalah sebagai berikut:
23
Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum, hlm. 149-151.
a. Karena peserta didik membangun sendiri pengetahuannya
maka peserta didik tidak mudah lupa dengan pengetahuannya.
b. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena
menggunakan realitas kehidupan, sehingga peserta didik tidak
cepat bosan untuk belajar matematika.
c. Peserta didik merasa dihargai dan semakin terbuka karena
setiap jawaban peserta didik ada nilainya.
d. Memupuk kerjasama dalam kelompok.
e. Melatih keberanian peserta didik karena harus menjelaskan
jawabannya.
f. Melatih
peserta
didik
untuk
terbiasa
berpikir
dan
mengemukakan pendapat.
g. Pendidikan budi pekerti, misalnya saling kerjasama.
Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran RME adalah
sebagai berikut:
a. Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka
peserta didik masih kesulitan dalam menemukan jawaban
sendiri.
b. Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi peserta didik
yang lemah.
c. Peserta didik yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk
menanti temannya yang belum selesai.
d. Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan pembelajaran
saat itu.
e. Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan
dalam evaluasi memberi nilai.24
Langkah-langkah implementasi RME di sekolah adalah sebagai
berikut:
24
Yulia Romadiastri, Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Siswa Kelas
VII Melalui Pendekatan Matematika Realistik, (Laporan Penelitian Individu, IAIN Walisongo
Semarang, 2009), hlm. 23-24.
a. Guru menyiapkan 1 atau 2 soal realistik (ada kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari) yang akan dikerjakan para peserta didik
secara informal atau coba-coba (karena langkah penyelesaian
formal untuk menyelesaikan soal tersebut belum diberikan).
b. Guru mengumpulkan hasil pekerjaan peserta didik.
c. Guru mengoreksi hasil pekerjaan peserta
didik dengan
berprinsip pada penghargaan terhadap keberagaman jawaban
peserta didik dan kontribusi peserta didik.
d. Guru
dapat
menyuruh
beberapa
peserta
didik
untuk
menjelaskan temuannya di depan kelas.
e. Dengan tanya jawab, guru dapat mungkin perlu mengulang
jawaban peserta didik.
f. Setelah itu, guru baru menunjukkan langkah formal yang
diperlukan untuk menyelesaikan soal tersebut. Bisa didahuli
dengan penjelasan tentang materi pendukungnya.25
Teori-teori yang berhubungan dengan RME:
a. Teori Bruner
Bruner berpikir bahwa pengetahuan merupakan sebuah
paduan antara tiga buah proses: penerimaan, transformasi, dan uji
kelayakan. Bruner juga menyakini bahwa pembelajaran bisa
muncul
dalam
Pembelajaran
tiga
enaktif
cara:
enaktif,
adalah
ikonik,
mempelajari
dan
sesuatu
simbolik.
dengan
memanipulasi obyek atau melakukan pengetahuan tersebut
ketimbang hanya memahaminya. Pembelajaran ikonik merupakan
pembelajaran yang melalui gambaran. Pembelajaran simbolik
merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi
25
Amin Suyitno, Dasar-Dasar, hlm. 36-37.
pengalaman yang abstrak yang sama sekali tidak memiliki
kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut.26
b. Teori Piaget
Yang menjadi titik pusat perhatian dalam teori Jean Piaget
ialah perkembangan fikiran secara alami dari lahir sampai
dewasa.27 Aktivitas spontan, dengan kelompok kecil siswa yang
disatukan melalui adanya minat bersama dalam menjalankan
kegiatan tertentu, seharusnya menjadi ciri utama belajar di kelas.
Kelas hendaknya menjadi pusat aktivitas nyata (dan eksperimental)
yang dijalankan bersama sehingga intelegensi logis bisa dihasilkan
dengan jalan tindakan dan perubahan sosial. Penerapan konsep
Piaget dan pengajaran bergantung pada kepekaan terhadap isu-isu
penting yang sedikit saja.
Pertama, anak-anak secara alami berusaha memberi arti pada
dunia sekitarnya. Siswa harus diberi kesempatan berbuat salah
sendiri dan membetulkan kesalahan tersebut sendiri pula. Karena
itu, pembelajaran di sekolah harus direncanakan agar dapat
memperlancar
terjadinya
akomodasi. Kedua,
proses
konstruksi,
asimilasi,
dan
proses eksperimental oleh siswa di semua
unsur hal yang penting. Isu yang ketiga dalam pelaksanaan teori
Piaget ialah bahwa pengetahuan itu selalu merupakan konstruksi
oleh si belajar.28
6. Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Model Think Pair Share (TPS)
atau berpikir berpasangan
berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik. TPS ini
berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu.
Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di
26
Kelvin Seifert(Yusuf Anas), Manajemen Pembelajaran Dan Instruksi Pendidikan,
(Jogjakarta: IRCiSoD, 2007), hlm.113-116
27
Gredler, Belajar, terj. Munandir, hlm.304.
28
Gredler, Belajar, terj. Munandir, hlm.334-336.
Universitas Maryland sesuai yang dikutip
Arends (1997),
menyatakan bahwa think pair share merupakan suatu cara yang
efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan
asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk
mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang
digunakan dalam think pair share dapat memberi peserta didik lebih
banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu.29
Langkah-langkah model pembelajaran Think Pair Share(TPS):
a. Bentuk kelompok-kelompok heterogen 4-5 peserta didik
b. Beri tugas kelompok
c. Beri kesempatan individu dalam kelompok mencoba memikirkan
penyelesaian tugas tersebut kira-kira 5 menit
d. Lanjutkan dengan kerja berpasangan (pair) dalam kelompoknya
e. Beri kesempatan untuk berbagi pendapat diantara pasangan dalam
kelompok
f. Lakukan presentasi kelompok.30
Menurut Lie, think pair share mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangan, adapun kelebihannya adalah:
a. Meningkatkan partisipasi aktif peserta didik.
b. Cocok untuk tugas sederhana.
c. Lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing
anggota kelompok.
d. Interaksi lebih mudah.
e. Lebih mudah dan cepat membentuknya.
Sedangkan kekurangannya adalah:
a. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.
b. Lebih sedikit ide yang muncul.
c. Jika ada perselisihan, tidak ada penengah.31
29
Trianto, Model-Model Pembelajaran, hlm.61.
Amin Suyitno,Proposal dan Laporan PTK(Mata Pelajaran Matematika), (Jurusan
Matematika UNNES).
30
7. Teori Belajar Modelling dan Observational Learning
Sebuah teori pembelajaran biasanya memiliki tiga fungsi yang
berbeda
namun
saling terkait
dengan
erat.
Pertama, teori
pembelajaran adalah pendekatan terhadap suatu bidang pengetahuan,
suatu cara menganalisis, membicarakan dan meneliti pembelajaran.
Yang kedua, teori pembelajaran berupaya untuk meringkas
sekumpulan
besar
pengetahuan
mengenai
hukum-hukum
pembelajaran ke dalam ruang yang cukup kecil. Yang ketiga, teori
pembelajaran
secara
kreatif
berupaya
menjelaskan
apa
itu
pembelajaran dan mengapa pembelajaran berlangsung seperti
adanya.32
Pemodelan
adalah
pembelajaran
melalui
pengamatan
(observation).33 Istilah Observational Learning ini sinonim dengan
learning trough imitation (belajar melalui peniruan). Imitasi adalah
peniruan perilaku yaitu meniru perilaku seseorang, dimana perilaku
orang yang ditiru tersebut merupakan suatu pola.34
Belajar melalui pemodelan dan observational learning
merupakan bagian dari teori belajar sosial dikenalkan oleh Albert
Bandura. Konsep dari teori ini menekankan pada komponen kognitif
dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Menurut Bandura, orang
belajar melalui pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh
model). Orang belajar dari apa yang ia baca, dengar, dan lihat di
media, dan juga dari orang lain dan lingkungannya.
Albert Bandura juga mengemukakan bahwa seorang individu
belajar banyak tentang perilaku melalui peniruan /modeling, bahkan
tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang diterimanya.
Evi Joharotun Nafisah, “Keefektifan Model Pembelajaran Think- Pair- Share Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMPN 24 Semarang Kelas VIII pada Materi Pokok Kubus
dan Balok”, Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika UNNES, (Semarang: UPT UNNES,
2008), hlm.22, t.d.
32
Winfred F. Hill, Theories of Learning, terj. M.Khozim, (Bandung: Nusa Media,
2010), hlm. 28
33
Hill, Theories, terj. M.Khozim, hlm. 199
34
Uno, Orientasi Baru, hlm.194
31
Proses belajar semacam ini disebut "observational learning" atau
pembelajaran melalui pengamatan.
Albert
Bandura
(1971),
mengemukakan
bahwa
teori
pembelajaran sosial membahas tentang:
1. bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui
penguat (reinforcement) dan observational learning,
2. cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi,
3. begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku kita mempengaruhi
lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan
observational opportunity.
Teori belajar sosial menekankan observational learning
sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya
adalah seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati secara
sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain.
Analisis
belajar
melalui
pengamatan
atau
modelling
yang
dikembangkan oleh Bandura meliputi 4 tahap, yaitu perhatian, retensi,
reproduksi dan motivasional.
Dalam tahap perhatian individu memperhatikan model yang
menarik, berhasil, atraktif dan popular. Melalui memperhatikan model
ini individu dapat meniru bagaimana cara berpikir dan bertindak
orang lain, serta penampilan model dihadapan orang lain. Guru di
dalam kelas dapat menarik perhatian peserta didik dengan cara
menyampaikan petunjuk belajar yang jelas dan menarik, dan
memotivasi peserta didik untuk memperhatikan pelajaran yang
hendak disajikan.
Dalam tahap retensi apabila guru telah memperoleh perhatian
dari peserta didik, guru memodelkan perilaku yang akan ditiru oleh
peserta didik dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mempraktekkannya atau mengulangi model yang telah ditampilkan.
Misalnya, guru matematika setelah memberikan contoh soal tentang
irisan dan gabungan dua himpunan, kemudian peserta didik diminta
untuk mengulangi apa yang baru saja dicontohkan.
Dalam tahap reproduksi peserta didik mencoba menyesuaikan
diri dengan perilaku model. Misalnya, setelah peserta didik diberikan
contoh-contoh soal kemudian peserta didik mengerjakan soal yang
diberikan oleh guru.
Dalam tahap motivasional peserta didik akan menirukan model
karena merasakan bahwa
melakukan pekerjaan yang baik akan
meningkatkan kesempatan untuk memperoleh penguatan. Misalnya,
peserta didik meniru cara belajarnya juara kelas dan berharap menjadi
juara kelas pula. Tahap motivasional dari belajar melalui pengamatan
di dalam kelas umumnya disebabkan oleh pujian yang diberikan oleh
guru karena peserta didik mampu menyesuaikan diri dengan model
yang disampaikan oleh guru. Peserta didik memperhatikan model,
mempraktikkannya,
dan
mereproduksikannya
karena
telah
mempelajari tentang apa yang dilakukan oleh guru.35
Pentingnya teori belajar ini bagi pendidikan mengandung dua
implikasi pokok. Pertama, penelitian mengenai teori ini telah
memperlihatkan bahwa pemodelan itu tidak diatur untuk meniru
perbuatan yang sama seperti model yang mempunyai sifat-sifat
tertentu. Kedua teori ini memperluas proses belajar menjangkau halhal di luar kontak langsung dengan model hidup.36
8.
Uraian Materi Himpunan
a. Operasi Himpunan
(1) Irisan
(a) Pengertian Irisan
Irisan dua himpunan A dan B, yaitu suatu himpunan
yang anggotanya merupakan anggota himpunan A juga
menjadi anggota himpunan B, ditulis:
35
Catharina Tri Anni dkk, Psikologi Belajar, (Semarang: UPT MKK UNNES, 2004),
hlm.26-27.
36
Gredler, Belajar, terj. Munandir, hlm. 414.
A
B = {x | x
A dan x
B}.
(b) Menentukan Irisan
Menentukan irisan dari dua himpunan sama artinya
dengan mencari anggota persekutuan dari dua himpunan
tersebut.
Contoh:
Diketahui: A = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
B = {1, 3, 5, 7}
Tentukan (A
B)!
Jawab:
(A
(2)
B) = {1, 3, 5}
Gabungan
(a) Pengertian Gabungan
Gabungan dua himpunan A dan B adalah himpunan
yang tiap anggotanya adalah anggota A atau anggota B,
ditulis:
A
B={x|x
A atau x
B}
(b) Menentukan Gabungan
Menentukan
gabungan
dua
himpunan
pada
hakikatnya adalah menuliskan semua anggota kedua
himpunan. Jika terdapat anggota yang sama, maka ditulis
salah satu.
Contoh:
Diketahui: M = {1, 2, 3, 4,5}
N = {3, 5}
Tentukanlah (M
N)!
Jawab:
(M
N) = {1, 2, 3, 4, 5}
b. Selisih dan Komplemen Himpunan
(1) Selisih Himpunan
Selisih dua himpunan A terhadap B, yaitu suatu himpunan
yang anggotanya himpunan A dan tidak merupakan anggota
himpunan B, ditulis:
A–B={x|x
A dan x
B}
Contoh:
A = {1, 2, 3, 4, 5}
B = {2, 3, 5}
A – B = {1, 4}
(2) Komplemen Himpunan
Komplemen himpunan A adalah suatu himpunan yang
anggotanya selain anggota himpunan A, tetapi masih merupakan
anggota S, ditulis:
Ac = A‟ = {x|x
A dan x
S}
Contoh: S = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8}
A = {1, 2, 3, 4, 5, 7}
Maka A‟ = {0, 6, 8}
c. Diagram Venn
Untuk menyatakan himpunan serta hubungan antara himpunan
dapat ditunjukkan dengan menggunakan diagram Venn.
(1) Menggambar Irisan dalam Diagram Venn
Diketahui: A = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
B = {1, 3, 5, 7}
(A
Maka (A
S
B) = {1, 3, 5}
B) dapat dinyatakan ke dalam diagram Venn, yakni:
A
.2
.4
.6
B
.1
.7
.3
.5
(2) Menggambar Gabungan dalam Diagram Venn
Diketahui: M = {1, 2, 3, 4, 5}
N = {3, 5}
(M
N) = {1, 2, 3, 4, 5}
Maka (M
N) dapat dinyatakan ke dalam diagram Venn, yakni:
S
M
.1
.2
N
.3
.5
.4
(c) Menggambar selisih dalam diagram Venn
Diketahui: N = {1, 3, 5}
M = {3, 5, 7}
(N M) = {1}
Maka (N M) dapat disajikan dalam diagram Venn, yakni:
S
N
M
.3
.5
.1
.7
(d) Menggambar komplemen dalam diagram Venn
Diketahui: S = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8}
A = {1, 2, 4, 5, 7}
A‟ = {0, 3, 6, 8}
Maka A‟ dapat disajikan dalam diagram Venn, yakni: 37
S
.0
A
.1
.2
.4
.5
.7
.6
.3
.8
B. Kerangka Berpikir
Materi himpunan, khususnya mengenai penyajian diagram Venn
di MTs NU Al Hidayah masih sulit dipahami oleh peserta didik. Hal ini
disebabkan oleh belum tersedianya alat peraga sebagai pendukung
pembelajaran sehingga berakibat penjelasan guru tidak maksimal.
37
Buchori, et. al., Jenius Matematika untuk SMP/MTs kelas VII, (Semarang: Aneka Ilmu,
2005), hlm. 136-141.
Pembelajaran juga hanya menggunakan metode ekspositori sehingga
peserta didik yang kurang memahami materi semakin jenuh dalam
mengikuti proses pembelajaran. Menurut data yang penulis terima, ada
17
dari 38 peserta didik pada satu kelas dalam materi ini yang
mendapatkan nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Materi himpunan ada kaitannya dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya himpunan peserta didik yang gemar dengan pelajaran
matematika.
Pendekatan
yang
bisa
digunakan
untuk
lebih
mengkontekstualkan materi adalah model pembelajaran RME. Model
pembelajaran ini akan mengajarkan peserta didik untuk lebih berfikir
nyata, sehingga akan membantu peserta didik dalam memahami materi.
Pada
saat
proses
pembelajaran
berlangsung
saat
guru
memberikan latihan soal kepada peserta didik, biasanya mereka
memecahkannya sendiri sehingga yang kurang bisa memahami materi
akan semakin kesulitan dalam memecahkan soal. Pendekatan yang bisa
digunakan dalam masalah ini adalah model pembelajaran TPS. Model
pembelajaran ini melatih peserta didik untuk saling berbagi dalam
memecahkan masalah, sehingga peserta didik yang mengalami
kesulitan dalam memahami materi akan terbantu. Materi himpunan juga
cocok dengan menggunakan model pembelajaran TPS.
Diantara teori belajar adalah teori belajar yang dikemukakan
Albert Bandura Modelling dan Observational Learning. Teori belajar
ini masih m