PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan Judul : Pengaruh Jus Stroberi (Fragaria x ananassa) terhadap Kerusakan Histologis Paru Mencit (Mus musculus) yang Dipapar Asap Rokok

PENGARUH JUS STROBERI (Fragaria x ananassa) TERHADAP KERUSAKAN HISTOLOGIS PARU MENCIT (Mus musculus) YANG DIPAPAR ASAP ROKOK

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

SAVERINA NUNGKY DIAN HAPSARI G0008165 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan Judul : Pengaruh Jus Stroberi (Fragaria x ananassa) terhadap Kerusakan Histologis Paru Mencit (Mus musculus) yang Dipapar

Asap Rokok

Saverina Nungky Dian Hapsari, NIM : G0008165, Tahun : 2011

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada hari Kamis, Tanggal 22 September 2011

Pembimbing Utama

Nama : Muthmainah, dr., M.Kes. NIP

Pembimbing Pendamping

Nama : Martini, Dra., M.Si. NIP

Penguji Utama

Nama : E. Listyaningsih S., dr., M.Kes. NIP

Penguji Pendamping

Nama : Yulia Lanti R.D., dr., M.Si. NIP

Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof . Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM NIP 19660702 199802 2 001 NIP 19510601 197903 1 002 Muthmainah, dr., M.Kes Prof . Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM NIP 19660702 199802 2 001 NIP 19510601 197903 1 002

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, ……………..

Saverina Nungky Dian Hapsari NIM G0008165

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Saverina Nungky Dian Hapsari, G0008165, 2011. Pengaruh Jus Stroberi (Fragaria x ananassa ) Terhadap Kerusakan Histologis Paru Mencit (Mus musculus) yang Dipapar Asap Rokok. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jus stroberi (Fragaria x ananassa) dalam mengurangi kerusakan histologis paru mencit (Mus musculus ) akibat paparan asap rokok dan untuk mengetahui pengaruh peningkatan dosis jus stroberi (Fragaria x ananassa) dalam meningkatkan efek pengurangan terhadap kerusakan histologis paru mencit (Mus musculus) akibat paparan asap rokok.

Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan post test only controled group design . Sampel berupa mencit jantan, galur Swiss webster berumur 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 gram. Sampel diambil dengan teknik incidental sampling sebanyak 28 ekor, dibagi dalam 4 kelompok secara random.

Kelompok kontrol (KK) dan kelompok perlakuan I (KP 1 ), mencit diberi aquades. Kelompok perlakuan II (KP 2 ) diberi jus stroberi dosis 0,3 ml/20 gr BB mencit selama

14 hari. Kelompok perlakuan III (KP 3 ), mencit diberi jus stroberi dosis 0,6 ml/20 gr BB mencit. Pengasapan 1 batang rokok kretek dipaparkan pada KP 1 , KP 2 , dan KP 3

selama 14 hari, yaitu 2 jam setelah pemberian jus stroberi. Pada hari ke-15, mencit dikorbankan dan diambil paru kanannya untuk pembuatan preparat dengan pengecatan HE. Kerusakan paru mencit diamati pada setiap lapang pandang pada perbesaran 400x dengan 3 parameter, yaitu edema interstitial, destruksi septum alveolar, dan infiltrasi sel radang untuk menentukan derajat kerusakan preparat tiap lapang pandangnya. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney (α=0,05).

Hasil Penelitian : Pada penelitian ini dengan uji statistik Kruskal-Wallis menunjukkan perbedaan yang bermakna antara keempat kelompok penelitian dengan p = 0,000 (p<0,05). Hasil uji statistik Mann-Whitney menunjukkan perbedaan yang

signifikan antara KK-KP 1 , KK-KP 2 , KK-KP 3 , KP 1 - KP 2 , dan KP 1 -KP 3 dengan p = 0,000 (p<0,05). Sedangkan KP 2 -KP 3 menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan dengan p = 0,087 (p>0,05).

Simpulan Penelitian : Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pemberian jus stroberi dapat mengurangi kerusakan paru mencit yang dipapar asap rokok. Namun, peningkatan dosis yang digunakan dalam penelitian belum mampu meningkatkan efek pengurangan terhadap kerusakan histologis paru mencit akibat paparan asap rokok.

Kata kunci : jus stroberi, asap rokok, kerusakan histologis paru Kata kunci : jus stroberi, asap rokok, kerusakan histologis paru

ABSTRACT

Saverina Nungky Dian Hapsari, G0008165, 2011. The Effect of Strawberry (Fragaria x ananassa) Juice on Mice (Mus musculus) Histological Lung Damage Exposed by Cigarette Smoke. Script, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Objectives : The purpose of this research is to know the effect of strawberry (Fragaria x ananassa) juice can reduce histological lung damage of mice (Mus musculus ) exposed by cigarette smoke and whether the increasing of the dose of strawberry (Fragaria x ananassa) juice can also increase the protection effect of histological lung damage of mice (Mus musculus) exposed by cigarette smoke.

Methods : This research was a laboratorial experiment with post test only controled group design. Samples for this research were male mice, Swiss Webster strain, 2-3 months old age, and ± 20 grams of weight each. The samples with incidental sampling technique which divided 28 males into 4 groups in random. The control

group (KK) and the treatment group I (KP 1 ), mice were given aquadest. The treatment group II (KP 2 ), mice were given strawberry juice 0,3 ml/20 gr body weight of mice for 14 days. The treatment group III (KP 3 ), mice were given strawberry juice 0,6 ml/20 gr body weight of mice. The treatment group I (KP 1 ), treatment group II (KP 2 ), and treatment group III (KP 3 ) were exposed by one bar of cigarette smoke for

14 days continually, 2 hours after strawberry juice had been given. On the 15 th day, all of mice were sacrificed for lung histopathological study with the painting of HE. The lung damage was observed on each observation field with 3 signs, destruction of septum, lung oedema, and infiltration of the inflammatory cells. The data was analyzed using Kruskal-Wallis dan Mann- Whitney (α=0,05).

Results : The result of Kruskal-Wallis statistical test showed a significant difference among the three groups, p = 0,000 (p<0,05). The result of Mann-Whitney statistical

test showed a significant difference between KK-KP 1 , KK-KP 2 , KK-KP 3 , KP 1 - KP 2 , and KP 1 -KP 3 with p = 0,000 (p<0,05). Whereas it wan not significant between KP 2 -

KP 3 with p = 0,087 (p>0,05).

Conclusion : From this research, it can be concluded that the strawberry (Fragaria x ananassa ) juice can reduce histological lung damage of mice (Mus musculus) exposed by cigarette smoke. However, the increase of the dose of strawberry (Fragaria x ananassa) juice had not been able to increase the protection effect of histological lung damage of mice (Mus musculus) exposed by cigarette smoke.

Key words : strawberry juice, cigarette smoke, the histological lung damage of mice Key words : strawberry juice, cigarette smoke, the histological lung damage of mice

PRAKATA

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala kasih dan hikmat-Nya dalam menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Jus Stroberi (Fragaria x ananassa) Terhadap Kerusakan Histologis Paru Mencit (Mus musculus) yang Dipapar Asap Rokok ”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku pembimbing utama yang telah berkenan

meluangkan waktu memberikan bimbingan, saran, dan motivasi.

4. Dra. Martini, M.Si. selaku pembimbing pendamping atas segala bimbingan, arahan, dan waktu yang telah beliau luangkan bagi penulis.

5. E. Listyaningsih S., dr., M. Kes selaku penguji utama yang telah berkenan

menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

6. Yulia Lanti R.D., dr., M.Si, selaku anggota penguji yang telah memberikan saran dan nasihat dalam perbaikan penulisan skripsi ini.

7. F.A. Sri Mardaningsih dan Yohanes Tjatur S selaku orang tua tercinta serta Stefanus Risang dan Felisitas Friska serta seluruh keluarga besar penulis atas cinta kasihnya yang telah memberikan doa, memfasilitasi dan memotivasi saat penulisan skripsi ini.

8. Eva Veronika, Laura Veronika, I.G.A.A. Eka Putri Sunari, Shinta Rizky, Rudy Hartawan, Ancilla Cherisha, Evander Aloysius, Sigit Bayudono dan teman- teman FK UNS angkatan 2008 yang telah memberikan bantuan dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

9. Pak Sukidi dan Mbak Dewi selaku Staf Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

10. Tim Skripsi, Perpustakaan FK UNS yang banyak membantu dalam penyelesaian skripsi dan sebagai salah satu tempat mencari referensi.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang turut membantu penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Surakarta, ……………..

Saverina Nungky Dian Hapsari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

I. Cara Kerja......................................................................... .................. 31 J. Teknik Analisis Data Statistik ……………………………………… 36 BAB IV. HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian ................................................................. ............... 37

B. Analisis Data ......................................................................................38

BAB V. PEMBAHASAN ......................................................................... ....... 40 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ......................................................................................... . 44

B. Saran .......................................................................................... ....... 44

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 45 LAMPIRAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penilaian Derajat Kerusakan Paru untuk Tiap Lapang Pandang

Tabel 2. Data Gambaran Kerusakan Preparat pada Masing-Masing Kelompok

Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Mann-Whitney Antarkelompok Penelitian.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Preparat pada Kelompok Kontrol Tabel 5. Hasil Pengamatan Preparat pada Kelompok Perlakuan I

Tabel 6. Hasil Pengamatan Preparat pada Kelompok Perlakuan II

Tabel 7. Hasil Pengamatan Preparat pada Kelompok III

Tabel 8. Hasil Perhitungan Uji Statistik Mann-Whitney Antara Kelompok Kontrol

dan Kelompok Perlakuan 1

Tabel 9. Hasil Perhitungan Uji Statistik Mann-Whitney Antara Kelompok Kontrol

dan Kelompok Perlakuan 2

Tabel 10. Hasil Perhitungan Uji Statistik Mann-Whitney Antara Kelompok Kontrol

dan Kelompok Perlakuan 3

Tabel 11.Hasil Perhitungan Uji Statistik Mann-Whitney Antara Kelompok

Perlakuan 1 dan Kelompok Perlakuan 2

Tabel 12. Hasil Perhitungan Uji Statistik Mann-Whitney Antara Kelompok

Perlakuan 1 dan Kelompok Perlakuan 3

Tabel 13. Hasil Perhitungan Uji Statistik Mann-Whitney Antara Kelompok

Perlakuan 2 dan Kelompok Perlakuan 3 Tabel 14. Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan Tabel 15. Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian Secara Oral Perlakuan 2 dan Kelompok Perlakuan 3 Tabel 14. Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan Tabel 15. Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian Secara Oral

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Rancangan Penelitian Gambar 2. Skema Pemberian Perlakuan Gambar 3. Gambaran Mikroskopis Normal Paru Mencit dengan Pengecatan HE

pada Perbesaran 400x Gambar 4. Gambaran Mikroskopis Kerusakan Ringan Paru Mencit dengan Pengecatan HE pada Perbesaran 400x Gambar 5. Gambaran Mikroskopis Kerusakan Sedang Paru Mencit dengan Pengecatan HE pada Perbesaran 400x Gambar 6. Gambaran Mikroskopis Kerusakan Berat Paru Mencit dengan Pengecatan HE pada Perbesaran 400x

Gambar 7. Juicer, Stroberi dan Jus Stroberi Gambar 8. Proses Pemberian Jus Stroberi dengan Sonde Lambung Gambar 9. Kandang Perlakuan dan Proses Pemaparan Asap Rokok Gambar 10. Proses Pengambilan Organ Gambar 11. Alat Pengecatan Preparat (Staining Set) Gambar 12. Preparat Potongan Paru yang Diamati

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Pengamatan Preparat pada Kelompok Kontrol Lampiran 2. Hasil Pengamatan Preparat pada Kelompok Perlakuan I Lampiran 3. Hasil Pengamatan Preparat pada Kelompok Perlakuan II Lampiran 4. Hasil Pengamatan Preparat pada Kelompok Perlakuan III Lampiran 5. Hasil Perhitungan Uji Statistik Kruskal-Wallis Lampiran 6. Hasil Perhitungan Uji Statistik Mann-Whitney

Lampiran 7. Gambar Mikroskopis Paru Mencit Lampuran 8. Foto Alat dan Bahan Penelitian Lampiran 9. Konversi Dosis Manusia ke Hewan

Lampiran 10. Volume Maksimal Bahan Uji Peroral untuk Hewan Coba

Lampiran 11. Ethical Clearance

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan ilmu kesehatan, stres oksidatif diketahui menjadi penyebab kerusakan sel, mempercepat proses penuaan, dan memicu timbulnya berbagai penyakit. Ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas dan antioksidan inilah yang disebut sebagai keadaan stres oksidatif. Radikal bebas ditemukan dalam setiap pembakaran, seperti merokok, memasak, serta pembakaran bahan bakar mesin dan kendaraan bermotor (Dodik, 2009).

Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbesar ke-3 di dunia, setelah Cina dan India. World Health Organization (WHO) merilis data lebih dari 50% rumah tangga di Indonesia memiliki satu orang perokok di rumahnya, sehingga diperkirakan sekitar 50% masyarakat di Indonesia terpapar asap rokok (Depkominfo, 2011). Indonesia menduduki urutan ke-lima dalam hal konsumsi rokok, yaitu sebanyak 215 milyar per tahun. Konsumsi rokok di Indonesia meningkat secara konsisten sejak tahun 1970. Prevalensi merokok penduduk dewasa 15 tahun ke atas meningkat dari 26,9% di tahun 1995 menjadi 31,5% di tahun 2001. Data WHO menyebutkan bahwa 59% pria dan 3,7% wanita di Indonesia adalah perokok. Sebagian besar rokok yang dikonsumsi di Indonesia (85-90%) adalah rokok kretek (Sartono, 2005).

Selain dipicu oleh jumlah radikal bebas yang berlebih, stres oksidatif juga dipicu oleh kurangnya antioksidan. Antioksidan adalah zat kimia dengan Selain dipicu oleh jumlah radikal bebas yang berlebih, stres oksidatif juga dipicu oleh kurangnya antioksidan. Antioksidan adalah zat kimia dengan

konsentrasi rendah, secara signifikan dapat mencegah atau mereduksi suatu zat yang teroksidasi. Antioksidan utama diperankan oleh enzim, seperti superokside dismutase (SOD), katalase, dan glutathione peroksidase (GPx), serta vitamin yang berupa alpha tokoferol, beta karoten dan asam askorbat (Fouad, 2008). Vitamin C dan E merupakan antioksidan potensial yang banyak terkandung dalam buah dan sayur. Untuk itu, konsumsi buah dan sayur yang mengandung antioksidan dapat menangkal radikal bebas berlebih dalam tubuh (Smolin dan Gosvenor, 2000).

Buah beri merupakan buah yang kandungan antioksidannya tinggi. Dari banyak spesies, blueberry mempunyai kandungan antioksidan paling tinggi. Peneliti di United States Department of Agicultural Human Nutrition Center (USDA-HNRCA) menyatakan bahwa kandungan antioksidan blueberry menempati urutan pertama dibandingkan buah dan sayuran segar lainnya. Sedangkan stroberi menempati urutan kedua dan memiliki kandungan vitamin C tertinggi dibandingkan buah beri lainnya (USDA, 2007).

Selain kaya akan vitamin C, stroberi juga mengandung carotenoids, dan polyphenol termasuk di dalamnya antosianin (ACN) (Azzini et al., 2010). Antosianin merupakan pigmen yang memberi warna merah, ungu, dan biru pada berbagai macam sayur, buah, dan bunga. Pigmen ini merupakan antioksidan yang termasuk dalam flavonoid (Wrolstad, 2011). Polyphenol bekerja menekan proses oksidatif dengan melindungi Low Density Lipoprotein (LDL) dari oksidasi sehingga senyawa ini bersifat kardioprotektif dalam hal mencegah aterogenesis. Vitamin C bekerja sebagai scavenger secara langsung radikal hidroksil (OH•) dan Selain kaya akan vitamin C, stroberi juga mengandung carotenoids, dan polyphenol termasuk di dalamnya antosianin (ACN) (Azzini et al., 2010). Antosianin merupakan pigmen yang memberi warna merah, ungu, dan biru pada berbagai macam sayur, buah, dan bunga. Pigmen ini merupakan antioksidan yang termasuk dalam flavonoid (Wrolstad, 2011). Polyphenol bekerja menekan proses oksidatif dengan melindungi Low Density Lipoprotein (LDL) dari oksidasi sehingga senyawa ini bersifat kardioprotektif dalam hal mencegah aterogenesis. Vitamin C bekerja sebagai scavenger secara langsung radikal hidroksil (OH•) dan

anion superoxide (O 2

), menetralkan oksidan dari stimulasi neutrofil, dan berperan dalam regenerasi vitamin E (Fouad, 2008).

Blueberry sebagai buah yang kandungan antioksidannya paling tinggi telah terbukti mampu mengurangi dan mencegah kerusakan sel karena stres oksidatif. Namun, buah ini masih sulit diperoleh dan dijangkau kalangan masyarakat banyak. Stroberi walaupun kandungan antioksidannya tidak setinggi blueberry, buah ini merupakan jenis buah beri yang banyak ditemukan. Stroberi yang ditemukan di pasar swalayan adalah stroberi hibrida yang merupakan stroberi komersil Fragaria x ananassa var Duchesne (Prihatman, 2000). Berdasarkan hal tersebut maka penulis ingin membuktikan apakah jus stroberi dapat mengurangi kerusakan histologis paru mencit akibat paparan asap rokok.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah jus stroberi (Fragaria x ananassa) dapat mengurangi kerusakan

histologis paru mencit (Mus musculus) akibat paparan asap rokok?

2. Apakah peningkatan dosis jus stroberi (Fragaria x ananassa) dapat meningkatkan efek pengurangan terhadap kerusakan histologis paru mencit (Mus musculus) akibat paparan asap rokok?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh jus stroberi (Fragaria x ananassa) dalam mengurangi kerusakan histologis paru mencit (Mus musculus) akibat paparan asap rokok.

2. Mengetahui pengaruh peningkatan dosis jus stroberi (Fragaria x ananassa) dalam meningkatkan efek pengurangan terhadap kerusakan histologis paru mencit (Mus musculus) akibat paparan asap rokok.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan informasi mengenai pengaruh jus stroberi sebagai pulmoprotektor.

2. Manfaat Aplikatif Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat sehingga dapat mengkonsumsi jus stroberi untuk mengurangi kerusakan paru akibat radikal bebas, seperti asap rokok.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Stroberi (Fragaria x ananassa)

a. Taksonomi Kingdom

Sub Famli

: F. chiloensis

(GIN Taxonomy Database, 2008)

b. Asal Usul Stroberi Stroberi sudah ada sejak lebih dari 2.000 tahun. Stroberi berasal dari kedua belahan bumi, utara dan selatan. Buah ini tumbuh liar di Italia sejak tahun 234 sebelum masehi, di mana sebutan stroberi diberikan oleh seorang Senator Roma. Penjelajah Eropa menemukan stroberi di Amerika Utara pada tahun 1588 ketika mendarat di pantai negara bagian Virginia. Mulai pertengahan abad 18, banyak negara bagian di Amerika Serikat menanam b. Asal Usul Stroberi Stroberi sudah ada sejak lebih dari 2.000 tahun. Stroberi berasal dari kedua belahan bumi, utara dan selatan. Buah ini tumbuh liar di Italia sejak tahun 234 sebelum masehi, di mana sebutan stroberi diberikan oleh seorang Senator Roma. Penjelajah Eropa menemukan stroberi di Amerika Utara pada tahun 1588 ketika mendarat di pantai negara bagian Virginia. Mulai pertengahan abad 18, banyak negara bagian di Amerika Serikat menanam

stroberi (USDA, 2007). Stroberi dikenal juga dengan nama arbei. Di Indonesia, buah ini disebut stroberi (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Di belahan bumi selatan, tanaman buah herba ini pertama kali ditemukan di negara Chili, Amerika. Salah satu spesiesnya yang terkenal adalah Fragaria chiloensis L yang menyebar ke berbagai belahan dunia seperti Amerika, Eropa dan Asia. Selain itu, ada spesies stroberi yang lebih luas penyebarannya yaitu F. vesca. L dan jenis stroberi inilah yang pertama kali masuk ke Indonesia. Pada pertengahan tahun 1990, stroberi mulai ditanam di Indonesia. Stroberi dikembangkan oleh petani di daerah Rancabali Bandung, Jawa Barat karena udara dingin di daerah tersebut yang menyerupai habitat aslinya. Selain di Jawa Barat, stroberi juga dikembangkan di Jawa Tengah, yaitu di sentra pertanian Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Jenis stroberi yang dikembangkan di sentra pertanian Tawangmangu adalah jenis daun keriting dan tristar. Budidaya stroberi juga sudah dilakukan di Sukabumi, Lembang, Cipanas, Batu, dan Bedugul (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Stroberi yang ditemukan di pasar swalayan adalah hibrida yang dihasilkan dari persilangan F. virgiana L. var Duchesne asal Amerika Utara dengan F. chiloensis L. var Duchesne asal Chili. Persilangan itu menghasilkan hibrid yang merupakan stroberi komersil Fragaria x ananassa var Duchesne (Prihatman, 2000).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Kandungan Gizi Stroberi Stroberi menjadi salah satu buah yang direkomendasikan untuk diet sehat. Satu gelasnya, kira-kira 8 buah stroberi ukuran besar, mengandung lebih dari 140 persen jumlah vitamin C yang direkomendasikan per harinya, tiga gram serat sehingga baik untuk sumber karbohidrat, potasium sebanyak setengah pisang ukuran besar, antioksidan dan berbagai mineral penting lainnya termasuk kalsium dan zat besi (USDA, 2007).

Setiap 100 gram stroberi, mengandung 60 SI vitamin A, 60 mg vitamin C dan 17,7 mg asam folat (Tim Karya Tani Mandiri, 2010). Kandungan gizi buah stroberi segar dalam 160 gram, kurang lebih 1 gelas jus stroberi yaitu: energi 50 kalori; protein 1 gram; karbohidrat 11,65 gram; serat 3,81 gram; kalsium 23, 24 mg; magnesium 16,60 mg; fosfor 31,54 mg; potasium 44,82 mg; selenium 1,16 mg; vitamin C 94,12 mg; folat 29,38 mg; vitamin A 44,82 IU (Kumalaningsih, 2007). Dibandingkan dengan jeruk, vitamin C stroberi lebih tinggi. Vitamin C ini terbukti mampu melawan infeksi dan mencegah berkembangnya sel kanker. Penelitian dari American Cancer Society menemukan bahwa mengkonsumsi stroberi dalam jumlah tinggi dapat menurunkan risiko kanker saluran pencernaan (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Stroberi telah dilaporkan menjadi antioksidan dan mengurangi faktor risiko penyakit kardiovaskuler, seperti kenaikan tekanan darah, hiperglikemi, dislipidemia, dan inflamasi (Basu, et al., 2010). Peneliti di United States Department of Agicultural Human Nutrition Center (USDA- Stroberi telah dilaporkan menjadi antioksidan dan mengurangi faktor risiko penyakit kardiovaskuler, seperti kenaikan tekanan darah, hiperglikemi, dislipidemia, dan inflamasi (Basu, et al., 2010). Peneliti di United States Department of Agicultural Human Nutrition Center (USDA-

HNRCA) menyatakan stroberi menempati urutan kedua dan memiliki kandungan vitamin C tertinggi dibandingkan buah beri lainnya. Selain kaya akan vitamin C, stroberi juga mengandung carotenoids, dan polyphenol termasuk di dalamnya antosianin (ACN) (Azzini et al., 2010).

Stroberi segar memiliki kandungan total phenolics tertinggi (8503.1 mg GAE kg(-1) ) yang diikuti cherry, apricot, dan jeruk. Stroberi juga merupakan sumber utama asam ellagic sebagai antiproliferatif sel, yang ditemukan dalam diet orang Brazil dan lebih dari 50% kandungan phenolic ditemukan dalam stroberi. (Pinto et al., 2010).

d. Antosianin dalam Stroberi Banyak warna merah, biru, dan ungu buah-buahan dihasilkan dari fitonutrien menyehatkan yang disebut antosianin. Mengkonsumsi makanan yang mengandung pigmen tersebut dapat memberikan perlindungan terhadap kanker, meningkatkan fungsi otak, dan menjaga kesehatan sistem kardiovaskuler. Stroberi kaya akan antosianin dan pigmen inilah yang memberi warna stroberi. (Carkeet et al., 2008).

Saat ini, pigmen antosianin menjadi perhatian karena manfaat kesehatan yang dimiliki sebagai antioksidan. Antosianin merupakan salah satu kelas dari kandungan flavonoid yang terdapat pada tumbuhan polyphenols . (Wrolstad, 2001). Di samping chlorophyll, antosianin merupakan kelompok terpenting pigmen tumbuhan. Antosianin ditemukan dalam suatu penelitian sebagai antioksidan terkuat di antara 150 kelompok flavonoids (Sterling, 2001).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam proses inflamasi, enzim merusak jaringan pengikat dalam pembuluh kapiler sehingga selanjutnya merusak dinding pembuluh darah. Antosianin melindungi dalam beberapa cara. Pertama, antosianin sebagai antioksidan menetralisir enzim yang menghancurkan jaringan pengikat. Kedua, antosianin berkemampuan mencegah oksidan merusak jaringan pengikat. Akhirnya, antosianin memperbaiki protein yang rusak pada dinding pembuluh darah (Sterling, 2001).

Pada pembuluh darah besar, antosianin melawan oksidan yang menyebabkan aterosklerosis. Pertama, antosianin mencegah tahap awal aterogenesis yaitu dengan mencegah oksidasi LDL. Dalam penelitian pada manusia di Eropa, para peneliti menemukan bahwa dari 55 wanita dengan retardasi pertumbuhan intaruterin yang mengkonsumsi antosianin, oksidasi LDL menurun dari 1,104 mU/ml menjadi 726 mU/ml dalam 2 bulan. Kedua, antosianin melindungi kesatuan sel endotel pembuluh darah. Kerusakan sel endotel menstimulasi migrasi leukosit sehingga menyebabkan aterosklerosis kemudian menstimulasi migrasi eritrosit (Sterling, 2001).

Dalam pembuluh darah kecil, antosianin membantu mempertahankan keutuhan mikrokapiler dengan menstabilkan dinding pembuluh darah kapiler. Penghambatan dan penurunan oksigen yang diikuti iskemia menyebabkan terbentuknya oksidan yang mengakibatkan adhesi leukosit dengan dinding mikrokapiler. Proses ini kemudian meningkatkan permeabilitas dinding kapiler, menurunkan aliran darah, dan sering menyebabkan kerusakan permanen kapiler (Sterling, 2001).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

e. Vitamin C dalam Stroberi Untuk melindungi tubuh dari kerusakan oksidatif, tubuh dilengkapi berbagai macam enzim, yaitu: catalase, glutathione peroxidase, dan superoxide dismutase . Aktivitas enzim tersebut bergantung pada mineral, termasuk di dalamnya zink, tembaga, mangan, besi, dan selenium. Antioksidan dalam tubuh bekerja di bawah kondisi spesifik untuk menghancurkan oksigen yang reaktif. Sedangkan vitamin C yang merupakan sumber antioksidan dari luar tubuh dapat menonaktifkan radikal bebas, superoksida, dan hidrogen peroksidase. (Smolin dan Gosvenor, 2000).

Vitamin C penting untuk pembentukan kolagen, jaringan pengikat pada kulit, ligramen, dan tulang, serta penting untuk penyembuhan luka, juga berperan membantu pembentukan sel darah merah. Vitamin C merupakan antioksidan yang melindungi LDL dari kerusakan oksidatif, menunjang sistem imun, dan membantu mencegah kanker. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa vitamin C mengaktifkan nitrit oksida yang berpengaruh dalam dilatasi pembuluh darah, sehingga mampu mencegah spasme arteri yang berkaitan dengan serangan jantung serta penurunan tekanan darah (Dunne, 2002).

Setiap jenis antioksidan bekerja pada lokasi tertentu di dalam sel. Glutathione peroxidase bekerja di dalam mitokondria sedangkan katalase bekerja di dalam peroksisom. Vitamin E dan beta karoten larut dalam lemak, sehingga bekerja dalam membrane sel. Vitamin C, vitamin E, dan Setiap jenis antioksidan bekerja pada lokasi tertentu di dalam sel. Glutathione peroxidase bekerja di dalam mitokondria sedangkan katalase bekerja di dalam peroksisom. Vitamin E dan beta karoten larut dalam lemak, sehingga bekerja dalam membrane sel. Vitamin C, vitamin E, dan

tembaga yang mengandung protein seruloplasmin bekerja di luar sel dengan menonaktifkan radikal bebas yang bersirkulasi dalam darah dan cairan tubuh (Smolin dan Gosvenor, 2000).

Fungsi antioksidan vitamin C adalah kemampuannya sebagai agen pereduksi (donor elektron) radikal bebas. Pemberian satu elektron yang berasal dari asam askorbat membentuk radikal semi-dehidroaskorbat

(DHA). Askorbat bereaksi dengan anion superoxide (O 2

) dan radikal hidroksil (OH•) untuk membentuk radikal semi-dehidroaskorbat (DHA).

Asam askorbat mempunyai kemampuan yang lebih kuat daripada tokoferol dalam menghambat oksidasi LDL. Konsentrasi askorbat yang digunakan untuk menghambat oksidasi LDL adalah sebesar 40-60 ppm (Fouad, 2008).

2. Struktur Histologis Paru

Sistem pernapasan dibagi menjadi 2 daerah utama, yaitu bagian konduksi dan bagian respirasi. Bagian konduksi terdiri atas rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronki, bronkiolus, dan bronkiolus terminalis. Sedangkan bagian respirasi terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan alveoli (Junquiera dan Carneiro, 2007).

a. Bronkus Bronkus terdiri dari cincin kartilago yang terdapat pada dinding bronkus dengan lapisan otot polos. Makin menuju ke alveolus, lapisan kartilago makin berkurang, sedangkan lapisan otot polos makin dominan. Lapisan epitel bronkus yang dominan adalah epitel kolumner bersilia dengan banyak sel goblet dan kelenjar submukosa. Makin ke bawah, tinggi a. Bronkus Bronkus terdiri dari cincin kartilago yang terdapat pada dinding bronkus dengan lapisan otot polos. Makin menuju ke alveolus, lapisan kartilago makin berkurang, sedangkan lapisan otot polos makin dominan. Lapisan epitel bronkus yang dominan adalah epitel kolumner bersilia dengan banyak sel goblet dan kelenjar submukosa. Makin ke bawah, tinggi

epitel makin berkurang menjadi kuboid. Lamina propria terdiri dari limfosit, sel mast, dan neutrofil yang dipisahkan dari epitel oleh lamina basalis (Sartono, 2005).

b. Bronkiolus Respiratorius Bagian bronkiolus respiratorius merupakan percabangan dari bronkiolus terminalis. Bronkiolus respiratorius dilapisi epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkus menyatu dengan sel-sel alveolus gepeng. Makin ke distal di sepanjang bronkiolus, jumlah alveolusnya semakin banyak dan jarak di antaranya semakin pendek. Otot polos dan jaringan ikat elastik terdapat di bawah epitel bronkiolus respiratorius (Junquiera dan Carneiro, 2007).

c. Duktus Alveolaris Duktus alveolaris dilapisi oleh sel alveolus gepeng dan sangat halus. Dalam lamina propia yang mengelilingi tepian alveolus terdapat anyaman sel dan otot polos. Otot polos tidak lagi dijumpai pada ujung distal duktus alveolaris. Matriks serat-serat elastin dan kolagen merupakan satu-satunya penunjang bagi duktus alveolinya. Duktus alveolaris bermuara ke dalam atrium, yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Bagian ini dikelilingi serat elastin dan retikulin yang membentuk jalinan rumit. Serat retikulin berfungsi sebagai penunjang yang mencegah pengembangan yang berlebihan dan pengusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis (Junquiera dan Carneiro, 2007).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d. Alveolus Alveolus merupakan evaginasi di bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan sakus alveolaris. Di dalamnya, terjadi pertukaran O 2 dan CO 2 antara udara dan darah. Proses difusi ini dipermudah oleh adanya septum atau dinding interalveolar. Satu septum interalveolar terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis, dengan kapiler, fibroblast, serat elastin dan retikulin, matriks dan sel jaringan ikat diantara kedua lapisan tersebut. Kapiler dan jaringan ikat membentuk interstisium. Di dalam septum interalveolus, anastomosis kapiler paru ditunjang oleh jalinan serta retikulin dan elastin, yang merupakan alat penyangga struktural utama di alveolus. Membran basal, leukosit, makrofag, dan fibroblas juga terdapat di dalam interstisium septum (Junquiera dan Carneiro, 2007).

Terdapat dua tipe sel alveolar yang melapisi alveolus. Sel tipe I atau pneumosit tipe I atau sel alveolus gepeng, merupakan sel yang sangat tipis yang melapisi permukaan alveolus. Sel tipe I menempati 97% dari permukaan alveolus. Sel alveolus tipe II atau pneumosit tipe II tersebar di antara sel-sel alveolus tipe I. Kedua jenis sel ini saling melekat melalui taut desmosom (Junquiera dan Carneiro, 2007). Sel pneumosit tipe II bertanggung jawab terhadap sekresi surfaktan. Surfaktan merupakan zat lipoprotein yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan paru sewaktu inspirasi, dan mencegah kolaps pada waktu ekspirasi (Wilson, 2006).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Asap Rokok

a. Prevalensi Merokok di Indonesia Indonesia menempati urutan kelima di antara negara-negara dengan tingkat agregat konsumsi tembakau tertinggi di dunia. Antara tahun 1990 dan 2000, dibandingkan dengan tahun sebelumnya, peningkatan konsumsi tembakau lebih jauh sebesar 54% walaupun terjadi krisis ekonomi. Prevalensi merokok di kalangan orang dewasa meningkat dari 26,9% pada tahun 1995 menjadi 31,5% pada tahun 2001. Pada tahun 2001, 62,2% dari pria dewasa merokok, dibandingkan dengan 53,4 % pada tahun 1995. Hanya 1,3% wanita dilaporkan merokok secara teratur pada tahun 2001 (Depkes RI dan WHO, 2003). Lebih dari setengah (57%) rumah tangga mempunyai sedikitnya satu perokok dalam rumah dan hampir semuanya (91.8%) merokok di dalam rumah, sehingga diperkirakan sekitar 50% masyarakat di Indonesia terpapar asap rokok (Depkominfo, 2011).

Diperkirakan bahwa lebih dari 43 juta anak tinggal bersama dengan perokok dan terpapar pada asap tembakau pasif atau asap tembakau lingkungan Environmental Tobacco Smoke (ETS). Bayi dan anak yang terpapar ETS mengalami peningkatan risiko terkena bronkitis, pneumonia, infeksi telinga, serta perlambatan pertumbuhan paru-paru. Orang dewasa bukan perokok yang terus menerus terpapar ETS mengalami peningkatan risiko kanker paru dan jenis kanker lainnya (WHO dan Depkes RI, 2003).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Kandungan Asap Rokok Rokok merupakan sumber utama radikal bebas yang berasal dari lingkungan, di samping polusi udara, paparan bahan kimia dan radiasi ion. Diketahui bahwa asap rokok mengandung radikal bebas yang sangat tinggi. Dalam satu hisapan diperkirakan sebanyak 1014 molekul radikal bebas masuk ke dalam tubuh. Asap rokok juga dapat memicu terbentuknya radikal bebas dalam tubuh (Subekti, 2006). Polusi udara yang ditimbulkan oleh asap arus utama dan asap arus sampingan disebut lingkungan asap rokok atau Environmental Tobacco Smoke (ETS). Bagi orang yang menghisap ETS disebut sebagai perokok pasif (Hanslavina, 2003).

Rokok yang digunakan pada masyarakat umumnya terbagi atas rokok putih (filter) dan rokok kretek (non filter) di mana pada pangkal rokok filter terdapat gabus sedangkan rokok non filter tidak menggunakan gabus. Di Indonesia, rokok kretek lebih populer. Dari kelas sosialnya, perokok kretek umumnya kelas menengah ke bawah sedangkan rokok putih (filter) dikonsumsi oleh kalangan masyarakat ekonomi menengah ke atas (Komala, 2010).

Komponen gas asap rokok adalah karbon monoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen oksida, dan formaldehid. Partikelnya berupa tar, indol, nikotin, karbarzol, dan kresol. Zat-zat ini beracun, mengiritasi, dan menimbulkan kanker (Kusuma, 2010).

Rokok yang dihisap menghasilkan asap utama yang berupa arus utama/mainstream smoke (MS) dan arus samping/sidestream smoke (SS).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Mainstream smoke (MS) adalah asap yang dihirup perokok aktif, sedangkan sidestream smoke (SS) dihirup perokok pasif yang dihasilkan dari pembakaran rokok. Pada penelitian, ditemukan nikotin pada darah dan saliva perokok pasif. Sidestream smoke (SS) ini lebih banyak dihasilkan pada pembakaran produk tembakau karena di dalam ujung rokok yang terbakar tersebut mempunyai temperatur lebih rendah (ASHRAE, 2008). Selain itu, hal ini disebabkan juga karena sidestream smoke terus dihasilkan selama rokok tetap menyala walaupun tidak dihisap (Susanna et al., 2003).

Asap rokok arus samping mengandung nikotin lebih banyak daripada dalam asap arus utama. Dengan kata lain bahwa kadar nikotin yang dilepaskan ke lingkungan lebih banyak daripada nikotin yang dihisap oleh perokok. Perbandingan jumlah nikotin dalam asap arus samping lebih banyak 4-6 kali daripada yang terdapat dalam asap arus utama (Susanna et al., 2003). Perbedaan nikotin dalam berbagai merk rokok dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain jenis dan campuran tembakau yang digunakan, jumlah tembakau dalam tiap batang rokok, senyawa tambahan yang digunakan untuk meningkatkan aroma dan rasa, serta ada tidaknya filter dalam tiap batang rokok. Kandungan nikotin yang terdapat dalam rokok jenis kretek lebih besar dari rokok jenis filter, baik dari arus samping maupun arus utama (Susanna et al., 2003).

Asap tembakau terdiri dari suatu campuran partikel dan gas dengan beribu-ribu komponen bahan kimia. Partikel di dalam environmental tobacco smoke ( ETS) berukuran submikro sehingga dapat menembus ke Asap tembakau terdiri dari suatu campuran partikel dan gas dengan beribu-ribu komponen bahan kimia. Partikel di dalam environmental tobacco smoke ( ETS) berukuran submikro sehingga dapat menembus ke

dalam jaringan paru-paru bila terhirup. Saluran pernapasan, dari rongga hidung hingga alveoli, menyerap gas sesuai dengan sifat fisik dan kimianya. Sebagai contoh, gas sangat mudah larut dan reaktif, seperti formaldehida, diserap pada pernapasan bagian atas, sedangkan gas yang lebih sukar larut seperti karbon monoksida dapat menjangkau alveoli dan dapat pula diserap secara sistemik (Samet et al., 2008).

Dibandingkan dengan non-perokok, dalam napas dan darah perokok terkandung dua kali lebih banyak cadmium, empat kali lebih banyak radioaktif polonium-210, sepuluh kali lebih banyak benzene, dan sepuluh kali lebih banyak arsenik. Formaldehyde, amonia dan hydrogen cyanide merusak silia, rambut-rambut halus yang membersihkan racun dari saluran pernapasan. Benzo(a)pyrene, polonium-210, benzene, acrolein dan nitrosamines yang terkandung dalam tembakau dapat secara langsung merusak DNA, termasuk merusak gen yang melindungi tubuh dari kanker (Cancer Research UK, 2009).

Perbandingan kadar CO pada asap main stream 10-23 mg/batang rokok, sedangkan pada side stream 54 mg/batang rokok. Kadar nikotin pada main stream 1-2,5 mg/batang rokok, sedangkan pada side stream 5-6 mg/batang rokok. Benzo(a)pyrene pada main stream sebesar 20-40 mg/batang rokok, sedangkan pada side stream 0,1 µg/batang rokok. Tar dalam asap rokok mengandung 10 bahan radikal/g rokok yang stabil dan tahan selama beberapa jam. Tar juga mengandung lebih dari 3000 bahan aromatik (Sartono, 2005).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dari berbagai jenis rokok, dibuktikan bahwa rokok kretek paling banyak menimbulkan kerusakan sel. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 25 ekor tikus, tingkat peroksidase lipid kelompok yang dipapar asap rokok kretek paling tinggi dibandingkan kelompok yang dipapar asap rokok kretek filter, rokok mild, maupun rokok putih. Tingkat peroksidase lipid ini ditentukan dengan membandingkan kadar malondialdehide (MDA) plasma dari setiap kelompok (Yuningtyaswari et al., 2002).

4. Mekanisme Kerusakan Paru oleh Asap Rokok

Kelainan atau perubahan pada epitel saluran napas akibat asap rokok dapat berupa hilangnya silia, hipertrofi kelenjar lendir, dan peningkatan jumlah sel goblet. Beberapa penelitian mengesankan bahwa faktor utama yang menyebabkan hiperplasia sel goblet adalah pajanan asap rokok pada paru secara kronis. Namun, pada penelitian selanjutnya, didapatkan juga hiperplasia sel goblet setelah pajanan asap rokok secara akut, yaitu selama 12 minggu pada tikus wistar (Hanslavina, 2003).

Asap rokok diduga menyebabkan peningkatan oksidan di saluran napas, secara langsung melalui proses inhalasi dan secara tidak langsung melalui inflamasi. Partikel kimia dan gas hasil pembakaran merupakan radikal bebas bagi saluran napas. Melalui proses inflamasi, sel neutrofil dan makrofag menyebabkan peningkatan radikal bebas sehingga menimbulkan hipersekresi mukus, kebocoran membran plasma, bronkokonstriksi, dan pengeluaran isoprotanes yang merupakan tanda terjadinya stres oksidatif. Radikal bebas tersebut juga menyebabkan penurunan anti protease alfa 1 antitripsin dan Asap rokok diduga menyebabkan peningkatan oksidan di saluran napas, secara langsung melalui proses inhalasi dan secara tidak langsung melalui inflamasi. Partikel kimia dan gas hasil pembakaran merupakan radikal bebas bagi saluran napas. Melalui proses inflamasi, sel neutrofil dan makrofag menyebabkan peningkatan radikal bebas sehingga menimbulkan hipersekresi mukus, kebocoran membran plasma, bronkokonstriksi, dan pengeluaran isoprotanes yang merupakan tanda terjadinya stres oksidatif. Radikal bebas tersebut juga menyebabkan penurunan anti protease alfa 1 antitripsin dan

menghalangi sekresi leukoprotease serta melepaskan TNF- α dan IL-8 (Hanslavina, 2003).

Stres oksidatif terjadi bila jumlah antioksidan dalam cairan yang melindungi epitel tidak cukup mampu menetralkan oksidan atau radikal bebas. Reduced glutathione (GSH), antioksidan alami dalam sel, berperan mengatur keseimbangan reduksi intraseluler dalam cairan permukaan epitel dan terlibat dalam detoksifikasi melalui proses konjugasi langsung atau dengan reaksi enzim katalase (Kode et al., 2007). Batasan dosis paparan asap rokok yang masih bisa ditoleransi tanpa menyebabkan kerusakan oksidatif dan ketidakseimbangan protease-antiprotease belum diketahui (U.S. Department of

Health dan Human Services, 2010).

Masuknya partikel asing dalam saluran napas perokok pasif memacu reaksi radang. Reaksi ini diperankan oleh sel-sel radang mononuklear seperti makrofag, sel limfosit dan sel plasma. Akibat dari aktivitas sel-sel radang terjadilah destruksi jaringan. Makrofag mengeluarkan metabolit oksigen, lizozim, protease dan bahan lain yang diperlukan untuk mengeluarkan partikel asing atau membunuh organisme asing yang masuk. Namun, protease tersebut mengakibatkan rusaknya protein seperti kolagen yang menyebabkan perbaikan jaringan dan meningkatkan proliferasi fibroblas. Metabolit oksigen menyebabkan dihasilkannya radikal hidroksil yang mengakibatkan peroksidasi lipid peroksida (Kenconoviati, 2003).

Asap rokok dapat mengaktifkan makrofag dan epitel secara langsung. Makrofag alveolar yang telah teraktivasi dan sel epitel melepaskan mediator Asap rokok dapat mengaktifkan makrofag dan epitel secara langsung. Makrofag alveolar yang telah teraktivasi dan sel epitel melepaskan mediator

seperti LTB 4 , TNF α dan IL-8 yang menginduksi influks neutrofil ke paru. IL-8 dan LTB 4 dikenal sebagai faktor kemotaktik neutrofil yang akan mengaktifkan dan merekrut neutrofil ke saluran napas. Makrofag juga melepaskan MCP-1 yang berberfungsi sebagai kemotaktik untuk menarik monosit dari sirkulasi. TNF- α mengaktifkan faktor transkripsi Nuclear Factor kB (NF-kB) yang akan men-switch on transkripsi gen IL-8 pada sel epitel dan makrofag. Makrofag dan neutrofil yang telah teraktivasi masing-masing dapat melepaskan enzim MMP-9 yang dapat merusak jaringan ikat pada parenkim paru (Rima et al., 2007). Pada perokok, neutrofil dan makrofag berkumpul di alveolus. Neutrofil yang berkumpul mengalami pengaktifan dan membebaskan granulanya yang kaya akan beragram protease sel sehingga terjadi kerusakan jaringan (Maitra dan Kumar, 2007).

Semua jaringan rentan terhadap kerusakan yang disebabkan radikal bebas, tetapi berdasarkan lokasi, anatomi, dan fungsi, maka epitel permukaan paru merupakan jaringan yang paling rentan. Hal ini disebabkan luas keseluruhan epitel paru yang menutupi permukaan sel dari trakea sampai alveolus. Sebagai tempat pertukaran udara, alveolus secara konstan terpapar radikal bebas dari udara luar (Kenconoviati, 2003).

Di epitel bronkial, perubahan metaplastik dan displastik diikuti oleh kenaikan ekspresi dari adhesi molekul dan sekresi berbagai sitokin yang berperan dalam sistem imun. Jumlah makrofag meningkat, merubah ekspresi marker permukaan dengan fagosit dan antigen yang tidak berpasangan. Paparan kronik asap rokok menyebabkan peningkatan produksi Di epitel bronkial, perubahan metaplastik dan displastik diikuti oleh kenaikan ekspresi dari adhesi molekul dan sekresi berbagai sitokin yang berperan dalam sistem imun. Jumlah makrofag meningkat, merubah ekspresi marker permukaan dengan fagosit dan antigen yang tidak berpasangan. Paparan kronik asap rokok menyebabkan peningkatan produksi

metalloproteinase (MMP) oleh makrofag dan enzim proteolitik oleh netrofil. Enzim tersebut menyebabkan kerusakan dinding alveolar. Peningkatan apoptosis jaringan paru menyebabkan pembuangan sisa-sisa material yang dapat dianggap sebagai autoantigen dan menjadi sasaran sel sitotoksik (Domagala, 2008).

Pada penelitian sebelumnya, telah ditemukan bahwa bahan kimia yaitu polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) dalam asap rokok merusak DNA dengan membentuk ikatan dengan DNA dan menyebabkan mutasi. Sekarang, peneliti di University of Pennsylvania School of Medicine's Centre of Excellence in Environmental Toxicology (CEET) telah menemukan bahwa PAHs dapat juga menyebabkan mutasi gen yang bertanggung jawab atas terjadinya kanker paru melalui stres oksidatif, di mana radikal bebas terakumulasi dan menyebabkan kematian sel (Cancer Researh UK, 2008).

5. Mekanisme Proteksi Jus Stroberi terhadap Kerusakan Paru Akibat Paparan Asap Rokok

Radikal bebas dari asap rokok menyebabkan kerusakan paru melalui inhalasi dan inflamasi. Kekurangan oksigen mendasari patogenesis jejas sel pada iskemia, tetapi sebagian patogenesis jejas sel juga diperankan oleh Reactive Oxygen Species (ROS) yang merupakan mediator penting pada kematian sel. ROS ini menyebabkan peroksidasi lipid yang akhirnya menyebabkan kebocoran membran plasma (Maitra dan Kumar, 2007).

Asap rokok sebagai benda asing bagi saluran napas dapat memacu reaksi radang. Asap rokok dapat mengaktifkan makrofag dan epitel secara langsung.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id