Analisis Yuridis Mengenai Perjanjian Jual Beli yang Dibuat Melalui Media Elektronik Berdasarkan kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan keseharian manusia tidak dapat dilepaskan dari kegiatan ekonomi yang merupakan tumpuan manusia guna memperoleh barang dan jasa yang dibutuhkan untuk melangsungkan kehidupan.1Salah satu cara memperoleh barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi diperoleh melalui mekanisme perdagangan. Melalui perdagangan, manusia yang membutuhkan barang dan jasa dapat memperoleh barang dan jasa yang dibutuhkan. Di sisi lain, manusia yang hendak menjual barang dan jasa dapat memperoleh harga yang diinginkan melalui perdagangan.

Pada tahap peradaban umat manusia yang masih sederhana, perdagangan dilakukan melalui mekanisme barter. Pada barter, Pihak yang membutuhkan barang dan jasa langsung bertemu dan bertatap muka kemudian melakukan kesepakatan mengenai apa yang akan dipertukarkan tanpa ada suatu perjanjian tertulis. Akan tetapi, sistem barter pada masa

1

Jacob Viner, sebagaimana dikutip Byrn Stone memberikan pengertian ekonomi yaitu: “the study of the ways that individual and societies allocate their limited resource to try to satisfy their unlimited wants.” Byrn Stone, Economics, Second Edition, Scott Foresman and Company, United States of America, hlm. 5.


(2)

kini telah ditinggalkan dengan alasan inektitifikas dan inefisiensi sehingga tidak sesuai dengan tuntutan sistem perdagangan di era ekonomi modern.

Dalam rangka penyelenggaraan kehidupan yang adil dan memakmurkan warga Negara Indonesia sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undangdasar 1945 yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 D ayat 2, Pasal 28 F serta Pasal 33 ayat (4) yang masing-masing berbunyi sebagai berikut:

Pasal 27 ayat(2) :

“Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

Pasal 28 D ayat(2) :

“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja” Pasal 28 F :

“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” Pasal 33 ayat (4) :

“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”


(3)

Setiap Warga Negara berhak atas penghidupan yang layak dan untuk mewujudkan hal tersebut setiap Warga Negara berhak untuk melakukan berbagai macam kegiatan usaha selama tidak bertentangan dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia, hal tersebut merupakan jaminan yang diberikan konstitusi Indonesia kepada segenap Warga Negaranya, dimana dalam Undang-Undang Dasar 1945 hal tersebut dicantumkan dalam pasal 27 ayat (2).

Dewasa ini seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi masyarakat diberi jaminan untuk mengembangkan potensinya dan juga mengemukakan pendapat melalui media yang ada dalam hal ini kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang bertanggungjawab. Maka dengan ini dapat disimpulkan bahwa setiap warga Negara Indonesia baik individu maupun kelompok pada dasarnya sama kedudukannya di mata Undang-Undang.

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan informasi, eksistensi dan perkembangan teknologi informasi telah mengubah sistem perdagangan dunia yang ditandai

dengan terjadinya pergeseran dalam sistem

perdagangan.Teknologi informasi secara signifikan telah mengubah transaksi jual beli secara konvensional menjadi transaksi jual beli melui media elektronik. Sistem digital ini


(4)

memungkinkan dunia usaha melakukan suatu transaksi dengan menggunakan media elektronik yang lebih menawarkan kemudahan, kecepatan, dan efisiensiensi.

Terdapat dua hal pengaruh penggunaan teknologi informasi terhadap perdagangan. Pertama, terjadinya peningkatan jumlah barang dan jasa yang diperdagangkan. Kedua, kecepatan waktu dalam transaksi jual beli barang dan jasa. Kedua hal ini terjadi karena pada sistem klasik atau barter para pihak harus bertemu sehingga waktu yang diperlukan untuk transaksi lebih lama. Kedua, cepatnya transaksi yang dilakukan memberikan kesempatan kepada para penjual dan pembeli untuk mengadakan traksaksi jual beli baru, sehingga jumlah barang dan jasa yang diperdagangkan menjadi lebih besar.

Perdagangan berbasis pada teknologi informasi dengan sistem jual beli elektronik atau online dikenal dengan electronic commerce, yakni kegiatan-kegiatan yang menyangkut konsumen, manufaktur, penyedia jasa, dan pedagang perantara dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer yaitu Internet.2 Hingga saat ini, belum ada definisi tunggal mengenai

electronic comerce. Hal ini disebabkan karena hampir setiap

2

Electronic Commerce Expert Group Australia memberikandefinisi electronic commerce sebagaiberikut: “Electronic commerce is broad concept that covers any commercial transaction that is effected via electronic means and would include such means as facsimile, telex, EDI (Electronic Data Interchange), Internet and the telephone”. Digital Security & Electronic Commerce, Fakultas Ilmu Komputer UI, 1998-1999, hlm. 35


(5)

saat muncul bentuk baru dari electronic commerce dan merupakan salah satu aktivitas cyberspace yang berkembang sangat pesat.3

Interconnected network atau selanjutnya disebut sebagai internet pertama kali dikembangkan pada tahun 1969 oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat dengan nama ARPANET (US Defense Advanced Research Project Agency). ARPANET di bangun dengan tujuan untuk membangun suatu jaringan komputer yang tersebar untuk menghindari pemusatan informasi di suatu titik yang dipandang rawan untuk dihancurkan bila terjadi peperangan. Dengan cara ini bila salah satu bagian dihancurkan atau terputus, maka jalur yang melalui jaringan tersebut secara otomatis di pindahkan ke saluran lainnya.4

Pada sekitar tahun 1980-an konsep internet pertama kali diperkenalkan, semenjak itu perkembangan dari internet sendiri dapat diaktakan sangat pesat, dimulai dari tujuan untuk menghubungkan internet ke seluruh dunia hingga berkembangnya era E-mail hingga diperkenalkannya World Wide Web hingga bentuk dan tampilan internet yang kita kenal sekarang, yang banyak digunakan berbagai kalangan

3

Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika,RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 224.

4


(6)

masyarakat dengan beragam tujuan baik untuk tujuan yang sifatnya komersil maupu yang non-komersil.

Electronic commerce memberikan kemudahan kepada konsumen dan produsen untuk melakukan transaksi. Dari sisi konsumen, konsumen dengan mudah mengakses situs toko

online selama 24 jam setiap hari. Sehingga konsumen dapat melakukan transaksi tanpa harus mengunjungi toko satu persatu. Dalam hal ini konsumen dapat langsung mendapatkan barang atau jasa yang diinginkan hanya dengan mengunduh katalog barang yang ingin dipesan dan melakukan pemesananlewat internet, yang mana hal ini menguntungkan penjual dan memudahkan para konsumen untuk mengakses toko online tersebut.

Transaksi jual beli secara onlineini umumnya dilakukan melalui suatu sarana. Sarana ini umumnya berbentuk situs Web dimana situs web berbentuk sebagai toko online yang memajang berbagai produk yang ditawarkan oleh penjualnya. Selain itu seiring dengan tumbuh pesatnya berbagai jejaring sosial facebook dan twitter,banyak dari toko online ini yang kemudian memanfaatkan jejaring sosial tersebut sebagai media pemasaran.


(7)

Mekanisme transaksi jual beli melalui media elektronik diawali dengan adanya penawaran suatu produk tertentu oleh penjual (misalnya bertempat kedudukan di Australia, ataupun di Indonesia tetapi dengan kota yang berbeda antara penjual dan pembeli) di suatu website melalui server yang berada di Indonesia (misalnya kaskus, tokobagus atau berniaga). Apabila konsumen Indonesia melakukan pembelian, maka konsumen tersebut akan mengisi formulir pemesanan atau menghubungi penjual sebagaimana biasanya disertakan dalam iklan yang dipercantumkan di sebuah website yang telah disediakan oleh pihak penjual dan juga berbagai metode yang biasanya dicantumkan oleh penjual.

Selanjutnya cara pembayaran yang dapat dilakukan oleh konsumen tersebut dapat memilih dengan melalui:5

1. ”Transaksi Anjungan Tunai Mandiri (transfer) dengan cara pengiriman barang melalui jasa ekspedisi.

2. Pembayaran langsung antara dua pihak yang bertransaksi tanpa perantara atau biasa disebut cash on delivery dimana konsumen dan penjual berada dalam satu kota bertemu di suatu tempat kemudian konsumen membayar dengan uang tunai atau cash. 3. Dengan perantara pihak ketiga.

4. Dengan micropayment.

5. Dengan Anonymous Digital Cash.”

5

Ono W. Purbo dan Aang Arif Wahyudi, Mengenal E-Commerce, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2001, hlm. 92


(8)

Sebagai salah satu contoh kasus yang ada di Indonesia yaitu kasus yang dialami oleh Diana Clementya sebagaimana berikutini :

Sekitar bulan Desember 2012 Diana Clementya melakukan pemesanan beberapa barang dari salah satu toko online yang ada di jejaring social Facebook akan tetapi pada saat barang yang di pesan tersebut tiba terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara foto yang dipajang dengan barang yang diterima oleh Diana. Pada awalnya dikarenakan Diana merasa bahwa pihak penjual dalam hal ini telah melakukan wanprestasi karena barang yang diterima oleh Diana berbeda dengan sebagaimana dijanjikan oleh pihak penjual melalui SMS yang dikirimnya, akan tetapi pada akhirnya kedua belah pihak memutuskan untuk menempuh jalur damai dan tidak melanjutkan perkara ke pengadilan. Hal tersebut dikarenakan keengganan para pihak untuk tetap meneruskan perkara ke pengadilan.6

Dalam kasus posisi yang penulis paparkan diatas

permasalahan hukum yang timbul adalah adanya

wanprestasi terhadap perjanjian yang dibuat melalui media elektronik oleh para pihak, dimana pihak penjual dianggap

6

Hukumonline.com,

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50bf6249280b1ee/perlindungan-hukum-bagi-konsumen-belanja-online, 29 November 2013


(9)

telah melakukan sebuah wanprestasi dikarenakan adanya perbedaan barang yang diterima dan barang yang diperjanjikan dalam perjanjian para pihak.

Electronic commerce sebagai sebuah bidang hukum yang tergolong masih baru membawa permasalahan hukum yang baru dalam sistem hukum di Indonesia. Secara garis besar masalah-masalah yang muncul di bidang electronic commerce adalah sebagai berikut:7

1. “Otentifikasi subyek hukum yang membuat transaksi melalui internet

2. Saat perjanjian berlaku dan memiliki kekuatan mengikat secara hukum

3. Obyek transaksi yang diperjualbelikan 4. Mekanisme peralihan hak

5. Hubungan hukum dan pertanggung jawaban para pihak yang terlibat dalam transaksi baik penjual, pembeli, maupun pendukung seperti perbankan, internet service provider

(ISP), dan lain-lainnya

6. Legalitas dokumen catatan elektronik serta tanda tangan digital sebagai alat bukti

7. Mekanisme penyelesaian sengketa

8. Pilihan hukum dan forum peradilan yang berwenang dalam penyelesaian sengketa

9. Masalah perlindungan konsumen, HKI, dan lain-lain.”

Secara khusus, ditinjau dari aspek hukum Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terdapat tiga garis besar permasalahan electronic commerce dalam sistem

7

Esther Dwi Magfirah, perlindungan konsumen dalam Electronic commerce, sebagaimanadikutip dari dikdik M. Arief dan Elistaris Gultom, Cyber Law : Aspek Hukum Teknologi informasi, PT Refika Aditama, Bandung, 2005, hlm. 146.


(10)

hukum perdata dan informasi dan transaksi elektronik. Pertama, sah atau tidaknya perjanjian jual beli yang dilakukan melalui sistem elektronik. Kondisi ini terjadi karena pada electronic commerce kontrak dibuat dalam bentuk baku sehingga berpotensi tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata.

Status alat bukti elektronik dalam sistem pembuktian keperdataan di Indonesia. alat bukti elektronik memiliki karakteristik tersendiri sehingga memiliki perbedaan dengan alat bukti yang diatur dalam hukum perdata formil di Indonesia. oleh karena itu, harus terdapat kejelasan mengenai kedudukan alat bukti elektronik agar baik penjual maupun pembeli memperoleh kepastian hukum atas transaksi secara elektronik yang telah dilakukan.

Ketiga, adanya perlindungan hukum baik bagi penjual maupun pembeli ketika terjadi wanprestasi. Perlindungan hukum electronic commerce tentu memiliki perbedaan dengan perlindungan hukum transaksi perdata pada umumnya. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas mengenai transaksi elektronik dari sisi; keabsahan perjanjian jual beli melalui media elektronik, status dokumen atau informasi elektronik sebagai alat bukti, dan juga upaya hukum yang dapat di tempuh oleh para pihak dalam hal wanprestasi oleh salah satu pihak.


(11)

Berdasarkan uraian diatas dengan ini penulis akan mengangkat judul : “Analisis Yuridis Mengenai PerjanjianJual Beli Yang Dibuat Melalui Media Elektronik Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”.

B. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah.

1. Mengkaji dan membahas keabsahan perjanjian jual beli yang dibuat melalui media elektronik berdasarkan Buku III KUHPerdata dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik ?

2. Mengkaji dan membahas status alat bukti elektronik dalam perjanjian jual beli berdasarkan Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ? 3. Bagaimanakah bentuk upaya hukum yang dapat ditempuh

oleh para pihak dalam hal terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak?

C. Tujuan dan Sasaran

1. Menemukan jawaban mengenai keabsahan perjanjian yang dibuat melalui media elektronik berdasarkan Buku III


(12)

KUHPerdata dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

2. Menemukan jawaban mengenai legalitas dari alat bukti elektronik berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

3. Untuk mengetahui bagaimana bentuk upaya hukum yang dapat di tempuh oleh para pihak dalam hal terjadi wanprestasi dari salah satu pihak.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dapat diberikan oleh penelitian ini adalah:

1. Kegunaan Teoritis

Memberikan wacana baru maupun menambah pemahaman mengenai aspek hukum mengenai perjanjian yang di buat melalui media elektronik berkaitan dengan upaya hukum bagi para pihak dalam melakukan transaksi menggunakan media elektronik beserta akibatnya dalam rangka pembangunan ilmu terutama dibidang transaksi elektronik. 2. Kegunaan Praktis

a. Memberikan informasi kepada para akademisi dan praktisi hukum maupun disiplin ilmu lainnya serta menginformasikan kepada masyarakat luas mengenai


(13)

aspek hukum mengenai perjanjian yang di buat melalui media elektronik berkaitan dengan upaya hukum bagi para pihak dalam melakukan transaksi menggunakan media elektronik dalam melakukan menggunakan media elektronik beserta akibatnya.

b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada instansi terkait serta pihak-pihak yang melakukan transaksi elektronik menggunakan media elektronik.

E. Kerangka Pemikiran

Pesatnyaperkembangan teknologi informasi dan juga pemanfaatannya oleh masyarakat baik untuk penggunaan komersil maupun non komersil telah mendorong munculnya berbagai pertanyaan mengenai keabsahan kegiatannya dan juga mengenai peraturan yang berlaku di dalam ranah

cyberspace.

Law as a tool of social engineering merupakanteori yang dikemukakanoleh Roscoe Pound, yang berartihukum sebagai alat pembaharuan dalam masyarakat, dalam istilah ini hukum


(14)

diharapkan dapat berperan merubah nilai-nilai sosial dalam masyarakat.8.

Teori ini menyatakan bahwa hukum memiliki peranan dalam merubah perilaku masyrakat dan juga bagaimana hukum berperan dalam mengontrol masyarakat terutama kegiatan-kegiatannya. Oleh karena itulah penulis memilih untuk menggunakan teori ini sebagai acuan dikarenakan ranah

cyberspace yang masih tergolong baru, serta bagaimana peraturan perundang-undangan khususnya UU No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat bertindak sebagai social tool di dalam masyarakat. Selain itu bagaimana peraturan perundangan di bawah Undang-Undang menagatur bagaimana prosedur mengenai keabsahan kontrak yang pada mulanya berupa kontrak yang dibuat secara tertulis ataupun lisan menjadi kontrak yang dibuat melalui media elektronik, sebagaiamana diatur dalam UU ITE dan juga PP No.82 Tahun 2012 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik.

Hukum yang digunakan sebagai sarana pembaharuan itu dapat berupa Undang-Undang atau yurisprudensi atau kombinasi keduanya, di dalam sistem Indonesia yang paling menonjol adalah perundang-undangan, yurisprudensi juga

8

MochtarKusumaatmadja, Hukum, MasyarakatdanPembinaanHukumNasional, Binacipta, 1986, hlm. 9.


(15)

berperan namun tidak seberapa. Sehingga hukum yang ada dapat ditaati oleh masyarakat dan dapat merubah perilaku masyarakat ke arah yang lebih baik.

Perjanjian dalam sebuah transaksi perdagangan merupakan hal yang sangat penting, dimana para pihak menentukan mengenai masing-masing hak dan kewajiban dari para pihak. Meninjau syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menurut pasal 1320 BW, suatu perjanjian adalah sah, jika memenuhi empat syarat yaitu :

1. “Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya ; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Kausa tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.”

Pada nomor 1 dan 2 sebagai syarat subjektif sebab menyangkut subjeknya atau para pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan pada nomor 3 dan 4 syarat objektif.

Electronic commerce sebagai bagian dari Electronic Business (bisnis yang dilakukan dengan menggunakan media elektronik), oleh para ahli dan pelaku bisnis dicoba dirumuskan definisinya menurut UU ITE Pasal 1 Angka 2, yang mana menyebutkan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan


(16)

Komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.9

Selain itu electronic commerce juga dapat dikaji dengan ketentuan dalam Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Selanjutnya Pasal 1458 KUHPdt menyebutkan jual beli dianggap telah terjadi diantara dua belah pihak. Seketika setelah para pihak mencapai kata sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan tersebut belum diserahkan dan harganya belum di bayarkan.10 Dalam transaksi jual beli yang terjadi melalui media elektronik pun pada dasarnya metode transaksi yang digunakan tidak jauh berbeda dengan metode transaksi pada jual beli konvensional akan tetapi perjanjian yang dibuat tidak melalui proses tatap muka seperti pada perjanjian jual beli pada umumnya, akan tetapi perjanjian tersebut dibuat melalui

9

UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana diakses melalui www. setneg. go. id

10


(17)

media elektronik baik berupa SMS, E-mail, Chat, ataupun media elektronik lainnya.

Indonesia telah memiliki instrumen hukum berupa undang-undang yang mengatur mengenai informasi dan transaksi elektronik, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. Di dalam telah diatur berbagai hal yang menyangkut transaksi elektronik. Salah satunya adalah mengenai alat bukti elektronik dan transaksi elektronik.

1. Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

2. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Jika selama ini alat bukti elektronik tidak di akui sebagai alatbukti yang sah maka berdasarkan Pasal 5 UU Nomor 11 Tahun 2008 data elektronik telah diakui sebagai alat bukti.

Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik dimana pada intinya PP No.82 Tahun 2012 mengatur mengenai penyelenggaraan sistem


(18)

elektronik dan juga mengenai kontrak yang dibuat melalui media elektronik secara lebih spesifik. Hal ini semakin menguatkan legalitas atau keabsahan dari transaksi melalui media elektronik dan juga pengaturan mengenai alat bukti elektronik.

F. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif. Yaitu dengan membuat gambaran-gambaran secara sistematis, faktual dan aktual mengenai perjanjian transaksi jual beli dengan menggunakan media eletronik,ditinjaudarisisihukum

perikatandanjugaperaturanperundang-undanganlainnya yang berlaku di Indonesia dalamhalini UU No. 11 Tahun 2008 danjuga PP No. 82 Tahun 2012 kemudian menganalisis masalah-masalah yuridis yang timbul dari fakta tersebut dihubungkan dengan hal tersebut.

2. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan cara yuridis normatif, yaitu penelitian terhadap asas hukum,


(19)

norma dan kaidah hukum11, yang dilakukan dengan mendasarkan kepada kepustakaan atau data sekunder. Dan didukung oleh data primer sebagai pendukung data sekunder. Sumber data tersebut diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dalam hal ini: a. Undang-undang Nomor11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

c. HerzieneIndonesischReglement(H. I. R)/Reglemen Indonesia yang Diperbaharui. Staatsblad 1847 No. 52 jo.

Stb. 1849-63.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 TentangPenyelenggaraSistemElektronik..

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil karya ilmiah, sarjana dan hasil penelitian yang berkaitan dengan pembuatan kontrak atau perjanjian jual beli yang menggunakan media elektronik

c. Bahan hukum tersier

11

Soetandyo Wignjosoebroto, penelitian tipe ini disebut dengan istilah “studi dogmatic” atau Penelitian Doktrinal (lihat tulisannya “Penelitian Hukum. Sebuah Tipologi” pada majalah Masyarakat Indonesia, Tahun ke-1 No. 2, 1974, hlm, 92-94)


(20)

Disebut juga bahan hukum penunjang, yaitu yang mencakup bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus dan ensiklopedi.

3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan studi kepustakaan, yaitu penelitian dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang terkait dengan secure electronic transaction dalam transaksi electronic commerce, dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang masalah-masalah yang dihadapi pada saat melakukan penelitian berdasarkan data yang terkumpul. Data-data yang diperlukan dikumpulkan, dipilih data mana saja yang relevan dengan pembuatan kontrak atau perjanjian jual beli yang menggunakan media elektronik alam transaksi

electronic commerce.

4 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif. Data yang dianalisis meliputi proses analisa, klasifikasi, dan sistematisasi data sehingga memberikan beberapa informasi untuk keperluan penelitian dengan dasar yang telah dipelajari sebelumnya.


(21)

5 Lokasi penelitian

Data sekunder diperoleh di Perpustakan Universitas Kristen Maranatha beralamat di jalan Surya Sumantri dan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran beralamat di jalan Dipati Ukur No. 35 Bandung.

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah : BAB I PENDAHULUAN

Bab I ini akan membahas mengenai latar belakang, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN/KONTRAK JUAL BELI MELALUI MEDIA ELEKTRONIK

Bab II ini akan akan membahas mengenai perikatan pada umumnya, pengertian tentang kontrak elektronik/perjanjian, wanprestasi dan prestasi beserta akibatnya, upaya hukum, HIR, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012. BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN/KONTRAK JUAL BELI SECARA ELEKTRONIK


(22)

Bab III ini akan membahas mengenai contoh praktek atau contoh kasus dari perjanjian/kontrak secara media elektronik yang dibuat melalui media elektronik.

BAB IV PEMBAHASAN

Bab IV akan dijelaskan mengenai keabsahan dari kontrak/perjanjian jual beli yang dilakukan/dibuat melalyui media elektronik serta membahas keabsahan alat bukti elektronik dalam persidangan dan juga upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak dalam hal terjadi wanprestasi.

BAB V PENUTUP

Bab V ini akan memaparkan kesimpulan atas hasil analisis dan memberikan saran terhadap permasalahan yang terjadi serta memberikan masukan kepada para pihak yang berkompeten dalam bidang hukum perdata.


(23)

97

A. Kesimpulan

1. Sebagaimanatelahdiketahuinyakeabsahan perjanjian jual beli yang dibuat melalui media elektronik berdasarkan Buku III KUHPerdata dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik terjadi karena adanya tindakan hukum antara kedua belah pihak yang sedang melakukan hubungan hukun yang menimbulkan perjanjian yang di sepakati oleh kedua belah pihak sehingga timbul keabsahan perjanjian jual beli, kontrak elektronik dalam transaksi elektronik harus memiliki kekuatan hukum yang mengikat para pihak. Syarat sah dari suatu perjanjian sendiri tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata sehingga dalam hal suatu kontrak yang dibuat melalui media ellektronik selama mengacu pada peraturan perundangan yang ada yakni UU ITE, KUH Perdata, dan PP 82/2012 maka kontrak tersebut dinyatakan sah dan mengikat para pihak. Berdasarkan yang sudah dijelaskan di atas maka penulis berkesimpulan bahwa pada dasarnya kontrak yang dibuat melalui media elektronik dalam hal ini adalah kontrak mengenai transaksi jual beli merupakan perluasan dari kontrak jual


(24)

beli pada umumnya yaitu tanpa melalui media elektronik, sementara itu di sisi lain mengenai legalitas dari kontrak elketronik yaitu dalam UU ITE dan juga PP No. 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik.

2. Status alat bukti elektronik dalam perjanjian jual beli berdasarkan undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Adanya dalam Pasal 5 maka perjanjian elektronik dapat dikategorikan sebagai alat bukti hukum yang sah. Dalam pasal 164 H.I.R (284 RBg) dan 1866 KUH perdata ada lima alat bukti yang dapat diajukan proses persidangan. Alat bukti itu adalah :

a. Bukti tulisan;

b. Bukti dengan saksi;

c. Persangkaan-persangkaan; d. Pengakuan;

e. Sumpah.

Dalam hal terdapat adanya ketentuan yang mengatur bahwa suatu alat bukti harus berbentuk dalam surat tertulis maka apabila alat bukti elektronik tersebut dapat untuk dicetak, dan apabila dikarenakan keadaan tertententu baik karena memang alat bukti elektronik tersebut tidak dapat dicetak atau demi keotentikan dan informasi ataupun dokumen elektronik tersebut maka sepanjang dapat dipertanggung jawabkan keasliannya maka dianggap sah.


(25)

Jadi pada dasarnya setiap dokumen elektronik dan atau informasi elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan bukti yang sah dimana hal tersebut merupakan perluasan dari alat bukti yang sah menurut hukum acara yang berlaku di Indonesia.

3. Upaya hukum yang dapat di tempuh oleh para pihak dalam hal terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak mengenai pilihan hukum dan lembaga yang menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Sebagaimana umumnya bahwa perselisihan dalam transaksi terjadi karena adanya kerugian yang diderita oleh salah satu pihak baik karena adanya wanprestasi maupun karena adanya perbuatan melanggar hukum. Penyelesaian melalui lembaga peradilan umum selalu dihindari, karena memakan waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (Pasal 1 angka 1 UU No. 30 Tahun 1999). Dalam hal arbitrase, terdapat tiga hal yang dapat dikemukakan diantaranya :

a. Perjanjian arbitrase merupakan salah satu bentuk perjanjian; b. Perjanjian arbitrase harus dibuat dalam bentuk tertulis;


(26)

c. Perjanjian arbitrase tersebut merupakan perjanjian untuk menyelesaikan sengketa yang dilaksanakan di luar pengadilan umum.

Sebagaimana telah di jelaskan sebagai kesimpulan penulis berkesimpulan bahwa proses upaya hukum dalam menyelesaikan sengketa dalam hal terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak dalam sebuah transaksi jual beli melalui media elektronik tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan upaya penyelesaian sengketa dalam hal terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak yang umumnya mengambil keputusan dengan melihat nominal dari objek yang di sengketakan.Dalam mengajukan gugatan para pihak maupun pengadilan tetap harus memperhatikan mengenai syarat sah dalam sebuah perjanjan sebagaimana secara umum tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

B. Saran

1. Di dalam pengaturan hukum tentang transaksi elektronik di Indonesia, dunia internasional perlu percaya dalam melakukan kegiatan transaksi elektronik dengan orang atau pengusaha e-commerce Indonesia, untuk itu perlu dipertegas mengenai aturan hukum yang menjadi dasar keabsahan transaksi elektronik di Indonesia. Bahwa pada Pasal 9 UU ITE, dijelaskan pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik, harus


(27)

menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen dan produk yang ditawarkan. Pasal 5 UU ITE telah mengatur secara khusus mengenai sahnya suatu perjanjian yang menyebutkan, bahwa bukti baru dapat dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.

2. Bahwa dalam sebuah kontrak elektronik bukti-bukti dalam perjanjian yang berbentuk data dan informasi elektronik harus tersimpan selama perjanjian masih mengikat para pihak. Tujuan dari penyimpanan data tersebut adalah untuk menjadi acuan dalam hal terjadi sengketa sebagai alat bukti elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-undang informasi dan transaksi elektronik. Dengan demikian data dan informasi yang telah tersimpan itu akan menjadi alat pembuktian yang dapat digunakan secara hukum dan harus meliputi informasi atau dokumen elektronik serta computer lainnya untuk memudahkan pelaksanaan hukumnya. Selain itu hasil cetak dari dokumen elektronik yang telah di simpan tersebut juga harus dapat dijadikan alat bukti sah secara hukum. Karena hal itu dalam praktik dikenal dan berkembang apa yang dinamakan bukti elektronik. Suatu buktie lektronik dapat memiliki kekuatan hukum apabila informasinya dapat dijamin keutuhannya, dapat dipertanggung jawabkan suatu keadaan tertentu. Orang yang mengajukan suatu bukti elektronik harus


(28)

dapat menunjukan bahwa informasi yang dimilikinya berasal dari sistem elektronik yang terpercaya .

3. Di dalam pembuatan sebuah kontrak elektronik para pihak harus

melakukan kesepakatan berdasarkan KUH Perdata. Dalam hal upaya hukum penyelesaian sengketa tentang transaksi elektronik lebih baik menghindar dari penyelesaian hukum melalui jalur litigasi dan lebih memilih jalur non litigasi seperti arbitrase.Penyelesaian lebih dipilih melalui arbitrase karena kekuatan putusannya yang bersifat final and binding sehingga mempunyai jaminan kepastian pelaksanaan dari putusan yang dihasilkan. Dalam konteks penyelesaian sengketa dalam transaksi jual beli melalui media elektronik model mekanisme penyelesaian sengketa secara arbitrase tampaknya lebih banyak mendekati kebutuhan para pihak.


(29)

A. BUKU

Achmad Zen Umar Purba. Hak Kekayaan Intektual Pasca TRIPs. 2011. Bandung: Alumni

Black’s. Black’s Law Dictionary, sixth edition. St. Paul Minn: West Publishing Co,. 1990

Eddy Damian, Glosaium Hak Cipta dan Hak Terkait, Bandung:Alumni, 2012 Kementrian Perencanan Pembangunan Nasional. Evaluasi Paruh Waktu RPJMN

2010-2014. Jakarta: Kementrian Perencanan Pembangunan Nasional. 2013

Robert Patrick Merges. Paten law and Policy, Cases and Materials, 2nd, Michie Law Publisher, 1997.

Sunaryati Hartono. Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke-20.. Bandung: Alumni. 1994

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perlindungan Kekayaan Intelektual


(30)

satu upaya Perlindungan Hukum dan Penambahan Nilai terhadap Pnegetahuan Tradisional di Indonesia. Universitas Kristen Maranatha, Bandung. 2013

Dina Nawaningrum, et. al., “Penyakit dan Pengobatan Ramuan Tradisiona: Kajian Terhadap Naskah Kuna Nusantara Koleksi Fakultas Sastra Universitas Indonesia”. Laporan Penelitian (Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002).

Graham Dutfield, Intellectual Property, Biogenetic Resources and Traditional Knowledge Earthscan, UK. Switzerland, 2003

Krisnani Setyowati. Hak Kekayaan Intelektual dan Tantangan Implementasinya di Perguruan Tinggi, Kantor HKI-IPB, 2005

Mc Keough dan Stewart. Intellectual Property in Australia, Australia. 1971

Najmi. Perlindungan Hukum Terhadap Pengetahuan Tradisional di Indonesia Menurut Rezim Hak Kekayaan Intelektual. Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang. 2013

R. Achmad Gusman Catur Siswandi (et.al). Pengaturan Mengenai HKI dan Perlindungan Pengetahuan Tradisional (Tradisional Knowledge) dalam


(31)

Biodiversity: The Case of Seeds And Plant Varieties, Background Paper, Intersessional Meeting on the Operations of the Convention Biological

Diversity, Montreal, Canada, 28-30 June 1999

Surdayat dan Aam Suryamah. Makalah :Kepemilikan Komunal Kekayan Intelektual “Ubar Kampung” Sebagai Pengetahuan Tradisional Masyarakat Jawa Barat. 2013.

Susan Jane Beers, Jamu : The Ancient Indonesian Art of Herbal Healing, Periplus Editions, 2001.

Werra Jd, Fighting Against Biopracy: Does The Obligation to Disclose in Patent Applications Truly Helps, 2009. Vand. J. Transnat’L.

Yessyca Sari Debby. Studi Kasus Hubungan antara Paten dan Pengetahuan Tradisional. Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jawa Barat. 2013.

D. DOKUMEN

Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade in Counterfeit Goods/TRIPs.

E. MAJALAH

Beras Kencur Made in Japan. MbM. Tempo. 43/XXX, 26 Desember 2002.

F. BAHAN INTERNET


(1)

100

c. Perjanjian arbitrase tersebut merupakan perjanjian untuk menyelesaikan sengketa yang dilaksanakan di luar pengadilan umum.

Sebagaimana telah di jelaskan sebagai kesimpulan penulis berkesimpulan bahwa proses upaya hukum dalam menyelesaikan sengketa dalam hal terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak dalam sebuah transaksi jual beli melalui media elektronik tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan upaya penyelesaian sengketa dalam hal terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak yang umumnya mengambil keputusan dengan melihat nominal dari objek yang di sengketakan.Dalam mengajukan gugatan para pihak maupun pengadilan tetap harus memperhatikan mengenai syarat sah dalam sebuah perjanjan sebagaimana secara umum tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

B. Saran

1. Di dalam pengaturan hukum tentang transaksi elektronik di Indonesia, dunia internasional perlu percaya dalam melakukan kegiatan transaksi elektronik dengan orang atau pengusaha e-commerce Indonesia, untuk itu perlu dipertegas mengenai aturan hukum yang menjadi dasar keabsahan transaksi elektronik di Indonesia. Bahwa pada Pasal 9 UU ITE, dijelaskan pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik, harus


(2)

101

menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen dan produk yang ditawarkan. Pasal 5 UU ITE telah mengatur secara khusus mengenai sahnya suatu perjanjian yang menyebutkan, bahwa bukti baru dapat dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.

2. Bahwa dalam sebuah kontrak elektronik bukti-bukti dalam perjanjian yang berbentuk data dan informasi elektronik harus tersimpan selama perjanjian masih mengikat para pihak. Tujuan dari penyimpanan data tersebut adalah untuk menjadi acuan dalam hal terjadi sengketa sebagai alat bukti elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-undang informasi dan transaksi elektronik. Dengan demikian data dan informasi yang telah tersimpan itu akan menjadi alat pembuktian yang dapat digunakan secara hukum dan harus meliputi informasi atau dokumen elektronik serta computer lainnya untuk memudahkan pelaksanaan hukumnya. Selain itu hasil cetak dari dokumen elektronik yang telah di simpan tersebut juga harus dapat dijadikan alat bukti sah secara hukum. Karena hal itu dalam praktik dikenal dan berkembang apa yang dinamakan bukti elektronik. Suatu buktie lektronik dapat memiliki kekuatan hukum apabila informasinya dapat dijamin keutuhannya, dapat dipertanggung jawabkan suatu keadaan tertentu. Orang yang mengajukan suatu bukti elektronik harus


(3)

102

dapat menunjukan bahwa informasi yang dimilikinya berasal dari sistem elektronik yang terpercaya .

3. Di dalam pembuatan sebuah kontrak elektronik para pihak harus melakukan kesepakatan berdasarkan KUH Perdata. Dalam hal upaya hukum penyelesaian sengketa tentang transaksi elektronik lebih baik menghindar dari penyelesaian hukum melalui jalur litigasi dan lebih memilih jalur non litigasi seperti arbitrase.Penyelesaian lebih dipilih melalui arbitrase karena kekuatan putusannya yang bersifat final and binding sehingga mempunyai jaminan kepastian pelaksanaan dari putusan yang dihasilkan. Dalam konteks penyelesaian sengketa dalam transaksi jual beli melalui media elektronik model mekanisme penyelesaian sengketa secara arbitrase tampaknya lebih banyak mendekati kebutuhan para pihak.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Achmad Zen Umar Purba. Hak Kekayaan Intektual Pasca TRIPs. 2011. Bandung: Alumni

Black’s. Black’s Law Dictionary, sixth edition. St. Paul Minn: West Publishing Co,. 1990

Eddy Damian, Glosaium Hak Cipta dan Hak Terkait, Bandung:Alumni, 2012 Kementrian Perencanan Pembangunan Nasional. Evaluasi Paruh Waktu RPJMN

2010-2014. Jakarta: Kementrian Perencanan Pembangunan Nasional. 2013

Robert Patrick Merges. Paten law and Policy, Cases and Materials, 2nd, Michie Law Publisher, 1997.

Sunaryati Hartono. Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke-20.. Bandung: Alumni. 1994

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perlindungan Kekayaan Intelektual


(5)

C. JURNAL, MAKALAH DAN KARYA ILMIAH LAINNYA

Christian Andersen dan Pan Lindawaty S.Sewu. Makalah: Waralaba sebagai salah satu upaya Perlindungan Hukum dan Penambahan Nilai terhadap Pnegetahuan Tradisional di Indonesia. Universitas Kristen Maranatha, Bandung. 2013

Dina Nawaningrum, et. al., “Penyakit dan Pengobatan Ramuan Tradisiona: Kajian Terhadap Naskah Kuna Nusantara Koleksi Fakultas Sastra Universitas Indonesia”. Laporan Penelitian (Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002).

Graham Dutfield, Intellectual Property, Biogenetic Resources and Traditional Knowledge Earthscan, UK. Switzerland, 2003

Krisnani Setyowati. Hak Kekayaan Intelektual dan Tantangan Implementasinya di Perguruan Tinggi, Kantor HKI-IPB, 2005

Mc Keough dan Stewart. Intellectual Property in Australia, Australia. 1971

Najmi. Perlindungan Hukum Terhadap Pengetahuan Tradisional di Indonesia Menurut Rezim Hak Kekayaan Intelektual. Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang. 2013

R. Achmad Gusman Catur Siswandi (et.al). Pengaturan Mengenai HKI dan Perlindungan Pengetahuan Tradisional (Tradisional Knowledge) dalam


(6)

Bidang Pengobatan di Indonesia. Hasil Penelitian, Fakultas Hukum UNPAD, 2001.

Stephen Brush dalam Graham Dutfield: Intellectual Property Rights, Trade and Biodiversity: The Case of Seeds And Plant Varieties, Background Paper, Intersessional Meeting on the Operations of the Convention Biological

Diversity, Montreal, Canada, 28-30 June 1999

Surdayat dan Aam Suryamah. Makalah :Kepemilikan Komunal Kekayan Intelektual “Ubar Kampung” Sebagai Pengetahuan Tradisional Masyarakat Jawa Barat. 2013.

Susan Jane Beers, Jamu : The Ancient Indonesian Art of Herbal Healing, Periplus Editions, 2001.

Werra Jd, Fighting Against Biopracy: Does The Obligation to Disclose in Patent Applications Truly Helps, 2009. Vand. J. Transnat’L.

Yessyca Sari Debby. Studi Kasus Hubungan antara Paten dan Pengetahuan Tradisional. Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jawa Barat. 2013. D. DOKUMEN

Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade in Counterfeit Goods/TRIPs.

E. MAJALAH

Beras Kencur Made in Japan. MbM. Tempo. 43/XXX, 26 Desember 2002. F. BAHAN INTERNET


Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Perdata Tentang Syarat Sah Kontrak Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

9 219 88

Pengalihan Saham Dalam Perjanjian Jual Beli Saham Melalui Internet Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 30 104

ANALISIS YURIDIS KEGIATAN PROSTITUSI MELALUI INTERNET DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

0 5 2

Akibat Hukum dalam perjanjian jual beli pada situs jual beli online yang tidak ada verfikasi kecakapan usia pengguna ditinjau dari kitab undang-undang hukum perdata dan undang-undang no. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.

0 0 1

ASPEK HUKUM UANG ELEKTRONIK (E-MONEY) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA.

0 0 1

Perjanjian jual beli ID (identity) pada game online ditinjau dari kitab Undang-Undang hukum perdata dan Undang-undang No.11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.

0 0 1

KEDUDUKAN DROPSHIPPER DALAM JUAL BELI MELALUI MEDIA INTERNET BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG.

0 0 1

ANALISIS YURIDIS MENGENAI WANPRESTASI DALAM JUAL BELI SECARA ELEKTRONIK (E-COMMERCE) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN BUKU III KITAB UNDANGUNDANG HUKUM PERDATA TENTANG PERIKATAN.

0 0 14

SITUS LAYANAN PEMBUNUH BAYARAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK, KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

0 0 16

TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI MEDIA INSTAGRAM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

0 1 9